• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI ATAS PENERAPAN AKUNTANSI PERSEDIAAN (PSAK NO. 14) PADA PT. APIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI ATAS PENERAPAN AKUNTANSI PERSEDIAAN (PSAK NO. 14) PADA PT. APIS"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEDIAAN (PSAK NO. 14)

PADA PT. APIS

SKRIPSI

Program Studi Akuntansi

Nama :

KADAR

RAHMAWAN

N I M

: 03202-283

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MERCU BUANA

JAKARTA

2007

(2)

EVALUASI ATAS PENERAPAN AKUNTANSI

PERSEDIAAN (PSAK NO. 14)

PADA PT. APIS

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Nama :

KADAR

RAHMAWAN

N I M

: 03202-283

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MERCU BUANA

JAKARTA

2007

(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : Kadar Rahmawan

N I M : 03202-283

N I R M :

Program Studi : Akuntansi

Judul Skripsi : Evaluasi Atas Penerapan Akuntansi Persediaan (PSAK

No. 14) Pada PT. APIS

Tanggal Ujian Skripsi :

Disahkan Oleh :

Pembimbing,

(Diah Iskandar, SE.) Tanggal :

Dekan, Ketua Jurusan Akuntansi,

(Drs. Hadri Mulya, M.Si) (H. Sabarudin Muslim, SE. M. Si)

(4)

iv

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia yang dilimpahkan sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini guna melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Mercu Buana Jakarta. Skripsi ini diberi judul “EVALUASI ATAS PENERAPAN AKUNTANSI PERSEDIAAN (PSAK No. 14) PADA PT. APIS”.

Skripsi ini disusun berdasarkan pengetahuan yang diperoleh selama pendidikan dan literatur serta hasil penelitian perpustakaan dan penelitian pada PT. APIS. Meskipun penulis telah berusaha menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya, namun penulis menyadari adanya kelemahan atau kekurangan, hal ini karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis.

Dalam penulisan laporan ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu, terutama kepada :

1. Bapak Drs. Hadri Mulya, MSi., selaku Dekan Universitas Mercu Buana

2. Bapak H. Sabarudin Muslim, SE., MSi Sebagai Ketua Jurusan Akuntansi

Universitas Mercu Buana.

3. Ibu Diah Iskandar, SE., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

(5)

v

baik moril maupun materiil dan kasih sayangnya kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

5. Istri tercinta yang telah memberikan semangat kepada penulis.

6. Rekan-rekan Jurusan Akuntansi Universitas Mercu Buana Jakarta.

Akhir kata, penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.

Jakarta, 2007 Penulis

(6)

vi

DAFTAR ISI

JUDUL SKRIPSI ... i

SAMPUL DALAM ... ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. Pengertian Persediaan ... 5

B. Klasifikasi Persediaan ... 8

C. Pengukuran Persediaan ... 9

D. Biaya Persediaan ... 12

E. Metode Pencatatan Persediaan ... 14

1. Metode Pencatatan Secara Perpetual ... 14

(7)

vii

F. Metode Penilaian Persediaan ... 20

1. Identifikasi Khusus Biaya ... 21

2. Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)/ FIFO ... 22

3. Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP) / LIFO ... 23

4. Rumus Biaya Rata-Rata Tertimbang (Wieghted Average Cost Method) ... 24

G. Estimasi Biaya Pokok Persediaan ... 33

1. Estimasi Biaya Pokok Persediaan dengan Metode Eceran ... 34

2. Estimasi Biaya Pokok Persediaan dengan Metode Laba Kotor ... 36

H. Penyajian dan Pengungkapan Persediaan Dalam Laporan Keuangan ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 40

A. Gambaran Umum Perusahaan ... 40

1. Sejarah Singkat ... 40

2. Struktur Organisasi ... 41

3. Kegiatan Usaha ... 46

4. Kebijakan Dalam Akuntansi Persediaan ... 47

B. Metode Penelitian ... 48

C. Definisi Operasional Variabel ... 49

D. Metode Pengumpulan Data ... 50

(8)

viii

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Akuntansi Persediaan yang Diterapkan Pada PT. APIS ... 52

1. Klasifikasi Persediaan ... 52

2. Pengukuran Persediaan ... 54

3. Biaya Persediaan ... 54

4. Metode Pencatatan Persediaan ... 56

5. Metode Penilaian Persediaan ... 59

6. Penyajian dan Pengungkapan Persediaan Dalam laporan Keuangan ... 72

B. Analisis Penerapan Akuntansi Persediaan Pada PT. APIS . 73 1. Klasifikasi Persediaan ... 73

2. Pengukuran Persediaan ... 75

3. Biaya Persediaan ... 75

4. Metode Pencatatan Persediaan ... 77

5. Metode Penilaian Persediaan ... 79

6. Penyajian dan Pengungkapan Persediaan Dalam Laporan Keuangan ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 88

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Contoh Perhitungan Penilaian Persediaan dengan Metode FIFO

Untuk Barang “x” ... 26

Tabel 2 Contoh Perhitungan Penilaian Persediaan dengan Metode LIFO

Untuk Barang “x” ... 27

Tabel 3 Contoh Perhitungan Penilaian Persediaan dengan Metode Rata –

Rata Tertimbang Untuk Barang ”x” ... 28

Tabel 4 Contoh Penentuan Persediaan Melalui Metode Eceran ... 35

Tabel 5 Contoh Penentuan Metode Persediaan Akhir dengan Metode

Laba Kotor ... 37

Tabel 6 Kartu Stock Coil SPHC 1,80x100x C Metode Rata-Rata

Perpetual Bulan Januari 2005 ... 60

Tabel 7 Kartu Stock Coil SPHC 1,80x100x C Metode Rata-Rata

Perpetual Bulan Pebruari 2005 ... 61

Tabel 8 Kartu Stock Coil SPHC 1,80x100x C Metode Rata-Rata

Perpetual Bulan Maret 2005 ... 61

Tabel 9 Kartu Stock Coil SPHC 1,80x100x C Metode Rata-Rata

Perpetual Bulan April 2005 ... 62

Tabel 10 Kartu Stock Coil SPHC 1,80x100x C Metode Rata-Rata

Perpetual Bulan Mei 2005 ... 63

Tabel 11 Kartu Stock Coil SPHC 1,80x100x C Metode Rata-Rata

(10)

x

Tabel 12 Kartu Stock Coil SPHC 1,80x100x C Metode Rata-Rata

Perpetual Bulan Juli 2005 ... 65

Tabel 13 Kartu Stock Coil SPHC 1,80x100x C Metode Rata-Rata

Perpetual Bulan Agustus 2005 ... 66

Tabel 14 Kartu Stock Coil SPHC 1,80x100x C Metode Rata-Rata

Perpetual Bulan September 2005 ... 67

Tabel 15 Kartu Stock Coil SPHC 1,80x100x C Metode Rata-Rata

Perpetual Bulan Oktober 2005 ... 68

Tabel 16 Kartu Stock Coil SPHC 1,80x100x C Metode Rata-Rata

Perpetual Bulan November 2005 ... 69

Tabel 17 Kartu Stock Coil SPHC 1,80x100x C Metode Rata-Rata

Perpetual Bulan Desember 2005 ... 70

Tabel 18 Kartu Stock Coil SPHC 1,80x100x C Asumsi Metode FIFO

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Neraca PT. APIS per 31 Desember 2005 ... 88

Lampiran 2 Laba Rugi PT. APIS Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2005 ... 89

Lampiran 3 Persediaan Akhir Coil Per 31 Desember 2005 ... 90

Lampiran 4 Persediaan Akhir Slitting Per 31 Desember 2005 ... 92

Lampiran 5 Persediaan Akhir Shearing Per 31 Desember 2005 ... 94

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia usaha saat ini berkembang sangat pesat, dimana banyak perusahaan mengembangkan inovasi dan meningkatkan usahanya. Persaingan antar perusahaan tidak lagi terbatas secara lokal, tetapi mencakup kawasan regional dan global. Dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, perdagangan dapat dilakukan oleh semua pelaku pasar yang berasal dari berbagai negara dengan mudah. Di masa globalisasi ekonomi banyak pengamat ekonomi yang memprediksikan bahwa persaingan akan semakin ketat dan bersaing dan komoditas barang yang dipasarkan di suatu negara akan semakin bertambah banyak dan beragam jenisnya sehingga semakin kompetitif. Komoditas barang yang tidak dapat bersaing akan menjadi tidak laku dan bahkan ditinggalkan oleh konsumennya. Dalam mengahadapi persaingan tersebut, setiap perusahaan berlomba-lomba untuk terus tetap bertahan.

Untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, perusahaan melalui pihak manajemennya mempertimbangkan dan mempelajari hal-hal yang mempengaruhi aktivas perusahaan. Salah satu yang perlu diperhatikan oleh pihak manajemen adalah persediaan. Para pemegang saham, kreditor, manajer, dan auditor semuanya berkepentingan terhadap jumlah, kondisi, dan kemampuan pemasaran persediaan. Pemegang saham berminat dalam penjualan, laba dan dividen di masa

(14)

mendatang yang semuanya itu terkait dengan permintaan terhadap persediaan, dan dengan efisiensi manajer dalam membeli, menyimpan, dan menjual persediaan. Kreditor tertarik dengan kemampuan penjualan persediaan untuk memenuhi pembayaran bunga dan pokok pinjaman. Kreditor juga melihat persediaan sebagai agunan potensial untuk pinjaman. Dengan demikian maka manajemen harus memastikan dan manjamin bahwa persediaan diperoleh atau diolah dan disimpan pada biaya yang tepat. Dalam persediaan seringkali dihadapkan pada masalah akuntansi persediaan yaitu klasifikasi, penilaian dan penetapan harga pokok persediaan.

Inventory atau persediaan barang merupakan asset yang sangat penting, baik dalam jumlah maupun peranannya dalam kegiatan dari banyak perusahaan. Persediaan barang akan berpengaruh pada jumlah aktiva pada saat tertentu dan mempengaruhi jumlah laba pada periode tertentu. Dengan demikian, maka persediaan merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan. Oleh karena itu, maka perusahaan harus menyelenggarakan akuntansi persediaan dengan baik. Tujuannya adalah agar perusahaan mampu menyajikan persediaan barang secara wajar dan mengungkapkannya secara memadai pada laporan keuangan. Selain itu, perusahaan juga dapat menghasilkan informasi akuntansi tentang persediaan yang cermat, akurat, lengkap, dan up to date. Dengan demikian baik pihak intern/manajemen maupun pihak ekstern yang mendasarkan keputusannya pada informasi tersebut dapat mengambil keputusan ekonomi untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang dengan lebih baik.

(15)

Persediaan sangat dipengaruhi oleh perhitungan biaya persediaan yang digunakan. Apabila perusahaan tidak dapat menerapkan perhitungan biaya persediaan yang tepat akan mempengaruhi informasi yang disajikan dalam neraca maupun laporan laba-rugi, sehinga informasi tersebut menjadi salah.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa persediaan diperlukan dalam rangka menciptakan penjualan dan penjualan diperlukan untuk menghasilkan laba. Perhitungan biaya persediaan yang telah ditetapkan akan mempengaruhi laba perusahaan. Bertitik tolak dari kerangka pemikiraan tersebut,

maka penulis tertarik untuk menulis skripsi ini dengan judul : “EVALUASI

ATAS PENERAPAN AKUNTANSI PERSEDIAAN (PSAK NO. 14) PADA PT. APIS.”

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan penulis uraikan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penerapan akuntansi persediaan pada PT. APIS ?

2. Apakah penerapan akuntansi persediaan yang digunakan oleh perusahaan

telah sesuai dengan PSAK No. 14?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

(16)

b. Untuk mengetahui apakah penerapan akuntansi persediaan pada PT. APIS telah sesuai dengan PSAK No. 14.

2. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terutama untuk :

a. Penulis, yaitu untuk menambah pengetahuan dan agar dapat

membandingkan teori yang didapat dan dipelajari dengan penerapan yang sesungguhnya oleh perusahaan.

b. Perusahaan, yaitu mendapat sumbangan pemikiran untuk melakukan

akuntansi persediaan dengan tepat untuk kepentingan manejerial perusahaan.

c. Pihak ketiga, yaitu agar dapat menjadi bahasan atau menjadi referensi

khususnya bagi yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang akuntansi persediaan.

(17)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Persediaan

Pada hakekatnya persediaan merupakan faktor yang penting bagi setiap perusahaan, baik perusahaan industri maupun perusahaan dagang. Persediaan merupakan salah satu aktiva perusahaan dengan peredaran yang relatif cepat setelah unsur kas, piutang, dan surat berharga. Jalannya suatu perusahaan bergantung dari cepat tidaknya perputaran persediaannya. Semakin cepat perputaran persediaan semakin baik juga jalannya usaha dari perusahaan tersebut, karena akan mempengaruhi besarnya penjualan dan akan meningkatkan laba perusahaan tentunya. Hal ini dapat dilihat pada aktivitas perusahaan dagang yang kegiatannya membeli barang untuk kemudian dijual kembali secara terus menerus. Bagi perusahaan industri, terdapat persediaan bahan baku sebagai unsur pembentuk harga pokok persediaan jadi barang jadi yang selanjutnya juga akan mengalami peredaran dengan waktu yang relatif cepat.

Dalam hal pengertian persediaan, banyak ahli memberikan pendapat baik dari kalangan ekonomi maupun para akuntan, tetapi tidak memiliki perbedaan yang mencolok. Di bawah ini akan penulis sajikan beberapa pengertian persediaan sesuai dengan literatur akuntansi yang ada.

(18)

Menurut Niswonger et al. (1999 : 359) persediaan (inventory) digunakan untuk mengindikasikan :

1. Barang dagang yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi

normal perusahaan dan

2. Bahan yang terdapat dalam proses produksi atau yang disimpan untuk

tujuan itu.

Pengertian persediaan menurut Skousen et al. (2000 : 425) adalah sebagai berikut: “The term inventory designates goods held for sale in the normal course of business and, in the case of a manufacturer, goods in production or to be placed in production”. Maksud pengertian tersebut adalah bahwa persediaan menunjukkan barang-barang yang dimiliki untuk di jual dalam kegiatan normal perusahaan dagang serta untuk perusahaan manufaktur, barang-barang yang diproduksi atau akan dimasukkan dalam kegiatan produksi.

Menurut Hendriksen dan Van Breda (2002 : 131) istilah persediaan mencakup barang yang ditujukan untuk dijual dalam pelaksanaan normal usaha, serta bahan baku dan perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi untuk penjualan.

Sedangkan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 14.1) definisi persediaan sebagai berikut:

Persediaan adalah aktiva:

1. tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal;

(19)

3. dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.

Berdasarkan dari definisi tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tujuan utama perusahaan melakukan investasi persediaan adalah untuk dijual kembali kepada konsumen dalam usaha normal perusahaan atau digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan barang yang siap dijual.

Suatu barang dapat diklasifikasikan sebagai inventory berbeda-beda tergantung dari sifat dan jenis kegiatan usaha perusahaan yang bersangkutan, sebagai contoh supplies yang dipakai untuk kegiatan non produksi, surat berharga yang akan dijual kembali tetapi penjualannya hanyalah bersifat insidentil sebagai kegiatan perusahaan dan aktiva tetap (baik yang masih dipakai maupun yang tidak dipakai lagi), tidak termasuk inventory (Tuanakotta 2000 : 2).

Persediaan dikonversikan ke dalam kas dalam siklus operasi normal perusahaan dan oleh karenanya dinggap sebagai aktiva lancar. Dalam neraca persediaan dicantumkan setelah pos piutang dagang karena aktiva ini tergolong cepat diubah menjadi kas. Akan tetapi, barang yang usang dan tidak dapat dijual, jika jumlanya material, harus dikeluarkan dari klasifikasi aktiva lancar, kecuali jika dapat dijual di pasar yang ada dalam periode penjualan yang normal (Hendriksen dan Van Breda 2002 : 131).

(20)

B. Klasifikasi Persediaan

Jenis persediaan barang sangat bervariasi tergantung pada jenis kegiatan usaha perusahaan, apakah perusahaan itu merupakan perusahaan dagang atau perusahaan pabrikasi (manufacturing enterprises). Perusahaan dagang umumnya mempunyai jenis persediaan barang yang tidak memerlukan proses lebih lanjut. Perusahaan dagang mengadakan persediaan barang dengan tujuan untuk dijual kembali kepada konsumen, tanpa harus merubah bentuk fisiknya. Akibatnya perusahaan ini hanya mempunyai satu jenis persediaan, yaitu persediaan barang dagangan. Perusahaan manufaktur memiliki jenis persediaan barang yang memerlukan pengolahan lebih lanjut (proses produksi), sebelum dijual kembali, karenanya jenis persediaannya lebih kompleks. Dalam perusahaan manufaktur biasanya terdiri dari tiga jenis persediaan yaitu persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi.

Persediaan bahan baku meliputi barang-barang berwujud yang diperoleh untuk digunakan dalam pembuatan barang dan penggunaan langsung dalam proses produksi. Bahan baku ini misalnya kayu untuk proses pembuatan kursi, meja yang terbuat dari kayu atau baja untuk memproduksi mobil dan lain sebagainya.

Persediaan barang dalam proses meliputi produk-produk yang telah mulai dimasukkan dalam proses produksi, namun belum selesai diolah. Di suatu titik dalam proses produksi yang berkelanjutan terdapat beberapa unit yang belum selesai diproses. Biaya bahan dari produksi yang telah dimulai tetapi belum diselesaikan ditambah biaya bahan langsung yang dibebankan secara spesifik

(21)

pada bahan ini dan bagian yang merata dari biaya overhead pabrik merupakan barang dalam proses. Biaya-biaya yang diidentifikasikan pada unit yang telah selesai tetapi belum terjual pada akhir periode fiskal dilaporkan sebagai persediaan barang jadi

C. Pengukuran Persediaan

Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laba rugi (IAI 2002 : 23). Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yang berbeda dalam laporan keuangan. Berbagai dasar pengukuran tersebut menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 24) adalah sebagai berikut:

1. Biaya Historis.

Aktiva dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh aktiva tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban (obligation), atau dalam keadaan tertentu (misalnya, pajak penghasilan), dalam jumlah kas (atau setara kas) yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaaan usaha yang normal.

2. Biaya kini (current cost). Aktiva dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas)

yang seharusnya dibayar bila aktiva yang sama atau setara aktiva diperoleh sekarang. Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan (undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban (obligation) sekarang.

(22)

3. Nilai realisasi/penyelesaian (realizable/settlement value). Aktiva dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aktiva dalam pelepasan normal (orderly disposal). Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian; yaitu, jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.

4. Nilai sekarang (Present value). Aktiva dinyatakan sebesar arus kas masuk

bersih di masa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang dari pos yang diharapkan dapat memberikan hasil dalam pelaksanaan usaha normal. Kewajiban dinyatakan sebesar arus kas keluar bersih di masa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang yang diharapkan akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.

Dasar pengukuran yang lazimnya digunakan perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan adalah biaya historis. Namun dalam sejumlah kasus persediaan bisa dinilai selain daripada harga pokok. Dua situasi semacam itu muncul apabila:

1. Biaya pergantian item-item persediaan lebih rendah daripada biaya yang

tercatat

2. Persediaan tidak dapat dijual pada harga normal karena

ketidaksempurnaan, usang, perubahan gaya dan penyebab lainnya.

Sedangkan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 14.2) persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih, mana yang lebih rendah

(23)

(the lower of cost and net ralizable value). Nilai realisasi bersih adalah taksiran harga jual persediaan dikurangi biaya pelepasannya.

Tujuan pengukuran persediaan menurut Tuanakotta (2000 : 3) adalah

1. Upaya untuk menandingkan biaya (cost) dengan pendapatan (revenue)

yang berkaitan (dengan cost tersebut) sehingga pendapatan bersih (net income) dapat dihitung. Penekanan kepada perhitungan net income yang didasarkan kepada revenue pada saat penjualan, memerlukan adanya alokasi biaya ke periode dimana revenue dilaporkan. Dalam hal ini, bagian yang menjadi biaya untuk ditandingkan (di-match) dengan revenue adalah cost of goods sold, sedangkan yang belum terjual akan tetap menjadi persediaan yang akan dibawa ke periode yang akan datang.

2. Menyajikan nilai persediaan perusahaan ke dalam neraca. Nilai ini

biasanya diasumsikan sebagai selisih antara nilai perusahaan dengan asset tertentu dengan nilai perusahaan tanpa asset tersebut. Untuk asset yang dengan mudah atau langsung dapat diganti, nilai asset ini adalah dekat dengan replacement cost-nya. Tujuan yang penting adalah bahwa pengukuran yang dilakukan dapat diinterprestasikan dan bahwa interprestasi yang dimaksudkan itu bisa dijelaskan. Contoh: current cash equivalent dapat diinterprestasikan sebagai jumlah yang dapat diterima perusahaan pada saat pencairan persediaan dalam upaya perusahaan yang normal. Current replacement dapat diinterprestasikan sebagai jumlah kas yang harus dipunyai perusahaan seandainya persediaan yang tidak dimiliki itu hendak dibelinya.

(24)

3. Membantu investor untuk memprediksi arus kas di masa yang akan datang. Tujuan ini dapat dicapai dengan dua sudut pandang. Pertama, jumlah persediaan sebagai sumber arus kas masuk melalui penjualannya. Kedua, jumlah persediaan yang harus disediakan untuk penjualan di kemudian hari akan mempengaruhi arus kas keluar.

D. Biaya Persediaan

Setiap perusahaan harus dapat memperhitungkan biaya persediaannya dengan tepat. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 14.2) biaya persediaan meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present location and condition).

Untuk perusahaan dagang biasanya biaya persediaan adalah biaya pembelian. Biaya pembelian persediaan meliputi harga pembelian, bea masuk dan pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh perusahaan kepada kantor pajak), dan biaya pengangkutan, penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan dan jasa. Diskon dagang (trade discount), rabat dan pos lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.

Pada perusahaan pabrikasi, selain biaya pembelian juga terdapat biaya konversi. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 14.3) biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi dan biaya overhead produksi tetap dan variabel yang dialokasikan

(25)

secara sistematis, yang terjadi dalam proses konversi bahan menjadi barang jadi. Biaya pabrikasi, suatu perusahaan yang memproduksi barang menggunakan tiga perkiraan persediaan yaitu bahan baku, barang dalam proses dan barang jadi meliputi bahan mentah, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Biaya overhead pabrik meliputi bahan tak langsung, tenaga kerja tak langsung, dan pos-pos yang seperti penyusutan dan lainnya yang terjadi dalam proses pabrikasi.

Biaya persediaan itu sendiri dalam perusahaan pabrikasi didapatkan untuk menghitung berapa biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam suatu periode dan berpengaruh kepada kegiatan perusahaan itu dalam menjalankan usahanya terutama dalam menentukan harga pokok. Sehingga pihak manajemen dapat mengetahui berapa keuntungan ataupun berapa harga jual produknya. Biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang biaya tersebut timbul agar persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai. Misalnya dalam keadaan tertentu diperkenankan untuk membebankan biaya overhead non produksi atau biaya pencanangan produk untuk pelanggan khusus sebagai biaya persediaan.

Biaya periode, beban penjualan dan dalam situasi biasa, beban umum dan administrasi dianggap tidak langsung berkaitan dengan perolehan atau produksi dari barang dan dengan demikian, bukan dipandang sebagai bagian dari persediaan. Biaya-biaya itu merupakan biaya periode, bukan biaya produk atau biaya persediaan.

(26)

E. Metode Pencatatan Persediaan

Persedian merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang terus menerus diperoleh, diproses dan dijual kembali. Sebagian besar dari kekayaan perusahaan biasanya ditanamkan dalam barang-barang yang dibeli atau diproduksi. Pencatatan persediaan memegang peranan yang penting untuk mengetahui mutasi dari persediaan tersebut.

Setiap periode akuntansi perusahaan wajib melaksanakan pencatatan pada setiap kejadian yang berkaitan dengan perusahaan pada periode atau saat tertentu. Pencatatan ini dilakukan agar perusahaan dapat melaksanakan jalannya perusahaan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia sehingga tercipta pencatatan yang baik dan benar serta dapat di pertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam melakukan pencatatan yang baik, perusahaan menetapkan metode pencatatan apa yang digunakan dan sesuai dengan struktur perusahaan itu sendiri, sehingga perusahaan dapat melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan dari pencatatan yang digunakan.

Secara umum terdapat 2 (dua) metode pencatatan yang biasa di pergunakan oleh perusahaan. Metode pencatatan tersebut menurut Niswonger (1999 : 366) adalah metode pencatatan secara periodik dan metode pencatatan perpetual yang memiliki perbedaan satu sama lainnya.

1. Metode pencatatan secara perpetual

Dalam sistem persediaan perpetual, semua kenaikan dan penurunan persediaan dicatat dengan cara yang sama seperti mencatat kenaikan dan

(27)

penurunan kas. Setiap kali barang dibeli, rekening persediaan meningkat; setiap kali barang dijual, rekening persediaan menurun. Sistem persediaan perpetual disebut juga dengan sistem persediaan buku (book inventory system). Akun persediaan barang pada awal periode akuntansi mengindikasikan stok pada tanggal tersebut sehingga stok persediaan barang dapat diketahui setiap saat. Pembelian dicatat dengan mendebit persediaan barang dan mengkredit kas dan atau hutang usaha. Pada tanggal penjualan, harga pokok barang yang terjual dicatat dengan mendebit harga pokok penjualan dan mengkredit persediaan barang.

Berikut contoh pejurnalan dengan sistem perpetual untuk barang dagangan.

Saat pembelian

Persediaan Barang Dagang XXX

Kas / Hutang usaha XXX

Saat penjualan

Kas / Piutang Usaha XXX

Penjualan XXX

dan

Harga Pokok Penjualan XXX

(28)

Dengan sistem perpetual ini pula kita dapat mengetahui jumlah laba kotor dari persediaan barang dagang yang dijual.

Keuntungan dan kelemahan metode pencatatan perpetual

a. Keuntungan metode pencatatan perpetual :

1) Setiap saat dapat memberikan informasi kepada menajemen

mengenai unit dan nilai setiap barang yang dimiliki yakni informasi yang menjurus untuk menghilangkan hambatan serta terjadinya kekosongan barang.

2) Suatu sistem internal check dijalankan pada setiap saat aktivitas

dari bagian pembelian, bagian gudang, bagian produksi yang mengecek satu sama lain.

3) Saldo persediaan barang dapat diketahui setiap saat

4) Dalam membuat laporan keuangan jangka pendek tidak perlu

melakukan stock opname.

b. Kelemahan pencatatan metode perpetual

Kelemahan apabila menggunakan metode ini kita harus menggunakan buku pembantu serta senantiasa mengadakan pencatatan apabila ada mutasi dari persediaan tersebut. Hal ini akan menambah beban biaya karena harus menyediakan buku-buku pembantu dan tidak mengefisienkan waktu kerja sebab adanya mutasi barang tersebut.

(29)

2. Metode pencatatan dengan sistem periodik

Pada perusahaan yang menggunakan sistem periodik, hanya pendapatan yang dicatat setiap kali penjualan dilakukan. Tidak ada ayat jurnal yang dibuat pada saat penjualan untuk mencatat harga pokok penjualan. Pada akhir periode akuntansi, perhitungan fisik dilakukan untuk menentukan biaya atau harga pokok persediaan dan harga pokok penjualan.

Berikut contoh pejurnalan dengan sistem periodik untuk barang dagangan: Saat Pembelian

Pembelian Barang Dagang XXX

Kas / Hutang Usaha XXX

Saat Penjualan

Kas / Piutang Usaha XXX

Penjualan XXX

Pada sistem ini perusahaan tidak dapat mengetahui stok persediaan barang dagang setiap saat, hanya dapat diketahui pada akhir periode. Keuntungan dan kelemahan metode pencatatan dengan sistem periodik :

a. Keuntungan pencatatan metode periodik :

1) Dalam metode periodik ini mudah dikerjakan dan sangat

sederhana.

2) Tidak memakan waktu yang banyak didalam pelaksanaan

(30)

b. Kelemahan pencatatan metode periodik :

1) Adanya suatu sistem internal check yang lemah

2) Saldo persediaan barang tidak dapat diketahui setiap saat.

3) Jika menginginkan penyusunan laporan keuangan jangka pendek,

harus mengadakan perhitungan fisik atas persediaan.

Kesalahan dalam mencatat persediaan barang akan mempengaruhi neraca dan laporan laba rugi. Kesalahan – kesalahan yang terjadi mungkin hanya pada periode yang bersangkutan atau mungkin juga mempengaruhi periode berikutnya. Kesalahan – kesalahan ini bila diketahui harus dibuat koreksi baik terhadap rekening riel maupun rekening nominal. Beberapa kesalahan pencatatan persediaan dan pengaruhnya terhadap laporan keuangan adalah sebagai berikut:

1. Persediaan akhir dicantumkan terlalu besar akibat salah hitung harga atau

salah mencatat barang-barang yang sudah dijual.

Tahun berjalan:

Pengaruh terhadap laporan Laba Rugi : Harga Pokok Penjualan menjadi kecil,

laba menjadi besar.

Pengaruh terhadap neraca : Persediaan besar

Tahun berikutnya:

Pengaruh terhadap laporan Laba Rugi : Harga Pokok penjualan terlalu

besar,

(31)

dan laba terlalu kecil.

Pengaruh terhadap neraca : Kesalahan tahun lalu sudah

diimbangi oleh kesalahan laporan laba rugi tahun ini sehingga neraca benar (counter balance).

2. Persediaan akhir dicantumkan terlalu kecil akibat dari salah hitung harga

atau salah mencatat barang yang sudah dibeli.

Tahun berjalan:

Pengaruh terhadap laporan laba rugi : Harga Pokok Penjualan

menjadi besar,

Laba menjadi kecil

Pengaruh terhadap neraca : Persediaan kecil

Tahun berikutnya:

Pengaruh terhadap laporan laba rugi : Harga Pokok Penjualan terlalu

kecil,

Persediaan awal terlalu kecil dan laba terlalu besar.

Pengaruh terhadap neraca : Kesalahan tahun lalu sudah

diimbangi oleh kesalahan laporan laba rugi tahun ini sehingga neraca benar

(32)

(counter balance).

Dari penjelasan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kesalahan dalam mencatat persediaan dapat mempengaruhi rekening dalam neraca (rekening riel) dan rekening laba rugi (rekening nominal) yang meliputi rekening persediaan, harga pokok penjualan, laba bruto dan laba bersih. Dengan demikian peranan persediaan sangat penting terhadap kegiatan perusahaan maka pencatatan persediaan yang tepat sangat dibutuhkan dalam suatu perusahaan.

F. Metode Penilaian Persediaan

Yang dimaksud dengan penilaian persediaan barang adalah menentukan nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca. Persediaan barang yang dimiliki suatu perusahaan dalam suatu periode dapat berubah-ubah baik dalam kuantitas, jenis, dan tingkat harga perolehan. Perubahan tersebut terjadi karena terdapat mutasi, baik penerimaan maupun pengeluaran barang di dalam periode yang bersangkutan, sehingga akan mempengaruhi saldo akhir persediaan pada tanggal tertentu.

Tingkat harga perolehan barang yang berbeda-beda dalam suatu periode mengharuskan suatu perusahaan untuk menentukan metode penilaian persediaan agar dapat menetapkan nilai persediaan barang di neraca dan harga pokok penjualan di laporan rugi laba. Penerapan atas metode penilaian persediaan tersebut harus dilakukan secara konsisten dari satu periode ke periode berikutnya. Hal ini bertujuan agar laporan keuangan mempunyai daya banding.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 14.5) mengakui adanya beberapa metode yang dapat dipakai untuk penilaian persediaan. Metode tersebut adalah

(33)

identifikasi khusus biaya (specific identification), Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP atau FIFO), rata-rata tertimbang (weighted average cost method), atau Masuk Terakhir Keluar Pertama (LIFO).

Penjelasan serta keunggulan dan kelemahan dari masing-masing metode arus biaya tersebut akan penulis sajikan berikut ini.

1. Identifikasi khusus biaya (Specific identification)

Yang dimaksud identifikasi khusus biaya adalah atribusi biaya ke barang tertentu yang dapat diidentifikasikan dalam persediaan. Cara ini merupakan perlakuan yang sesuai bagi barang yang dipisahkan untuk proyek khusus, baik yang dibeli maupun yang dihasilkan. Namun demikian identifikasi khusus biaya tidak tepat bagi sejumlah besar barang homogen yang dapat menggantikan satu sama lain (ordinarily interchangeable). Setiap unit barang diberikan satu kartu yang mencantumkan biayanya pada saat perolehannya, ini kemudian dibandingkan dengan harga jualnya pada saat ditransfer kepada pelanggan. Perbedaan antara specific cost dan specific revenue dianggap merupakan gross profit dari transaksi tersebut.

Metode identifikasi khusus merupakan suatu pendekatan yang sangat obyektif untuk menandingkan biaya historis dengan pendapatan. Setiap jenis barang dipisahkan berdasarkan harga perolehan atau harga pokoknya sehingga masing-masing barang dibuatkan kartu persediaan secara terpisah. Apabila terjadi penjualan, pendapatan dari penjualan barang tiap jenis barang dapat ditandingkan dengan harga pokoknya

(34)

sehingga laba bersih dari masing-masing jenis barang dapat diketahui dengan tepat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hampir tidak ada argumen teoritis yang menentang penggunaan metode identifikasi khusus biaya dengan unit produk apabila metode penetapan biaya persediaan cukup praktis. Akan tetapi aplikasi metode ini sering kali sulit atau bahkan tidak mungkin. Penerapan metode identifikasi khusus mungkin akan memakan waktu lama, menjemukan, dan mahal jika persediaan barang terdiri dari barang-barang yang beragam jenisnya atau barang yang sejenis tetapi diperoleh pada waktu yang berbeda dengan harga yang beragam. Selanjutnya apabila unit barangnya sejenis dan dapat dipertukarkan, metode ini memberikan peluang dilakukannya manipulasi laba. Oleh karena sifatnya yang sederhana dan mudah dalam penetapan dan pengidentifikasian harga spesifik dari unit-unit barang yang bersangkutan, maka metode ini cocok untuk jenis barang yang unik dan harganya relatif mahal.

2. Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) / First In First Out (FIFO)

Metode MPKP/FIFO berasumsi bahwa biaya harus dibebankan kepada pendapatan sesuai dengan urutan terjadinya. Menurut PSAK No. 14 MPKP/FIFO mengasumsikan barang dalam persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian. FIFO dapat dianggap sebagai suatu pendekatan yang logis dan realistik mengenai arus biaya apabila identifikasi khusus biaya tidak

(35)

praktis atau tidak mungkin dilaksanakan. Asumsi metode ini adalah barang yang pertama kali diperoleh merupakan barang yang akan dijual atau digunakan untuk proses produksi. Sehingga harga pokok persediaan yang digunakan atau dijual merupakan harga satuan perolehan barang yang paling awal. Sedangkan persediaan akhir akan dinilai dengan harga satuan perolehan yang terakhir.

Penggunaan metode ini akan memberikan gambaran nilai persediaan akhir yang layak di neraca, karena nilai yang disajikan mendekati nilai pengganti (replacement cost). Tetapi metode ini kurang mencerminkan laba bersih yang akurat, karena pendapatan yang diperoleh ditandingkan dengan biaya yang lama.

3. Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP) / Last In First Out (LIFO)

Metode ini mengasumsikan bahwa barang yang dibeli atau diproduksi terakhir dijual atau digunakan terlebih dahulu, sehingga yang termasuk dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi terlebih dahulu. Dengan demikian harga pokok barang yang digunakan atau dijual merupakan harga satuan perolehan yang terakhir. Sedangkan persediaan akhir akan dinilai dengan harga satuan perolehan yang awal.

Penggunaan metode ini akan memberikan gambaran laba operasi periode berjalan yang wajar karena current revenue ditandingkan dengan current cost. Tetapi di pihak lain, persediaan akhir dinilai dengan harga satuan perolehan yang lama sehingga nilai yang tersaji di dalam neraca menjadi tidak wajar apabila terjadi inflasi.

(36)

4. Rumus Biaya Rata – Rata Tertimbang (Weighted Average Cost Method) Dengan rumus biaya rata – rata tertimbang, biaya setiap barang ditentukan berdasarkan biaya rata – rata tertimbang dari barang serupa pada awal periode dan biaya barang serupa yang dibeli atau diproduksi selama periode. Perhitungan rata– rata dapat dilakukan secara berkala, atau pada setiap penerimaan kiriman tergantung pada keadaan perusahaan. Penggunaan angka rata-rata memungkinkan setiap harga beli mempengaruhi penilaian persediaan dan harga pokok penjualan. Asumsi yang dipergunakan adalah bahwa kegiatan penjualan dan pembelian akan menghasilkan pengelompokan biaya (aggregation of costs). Oleh karena itu, pengalokasian biaya kepada barang yang dijual dan barang yang masih dalam persediaan dilakukan atas dasar harga tunggal.

Pendekatan biaya rata-rata dapat didukung sebagai suatu pendekatan yang realistik dan menyelaraskan arus fisik barang, khususnya jika unit-unit persediaan yang identik ternyata tercampur baur. Tidak seperti metode lainnya, pendekatan rata-rata akan memberikan harga pokok yang sama untuk barang serupa yang memiliki kegunaan yang sama. Metode ini tidak memberi peluang terjadinya manipulasi laba. Keterbatasannya adalah nilai persediaan yang selalu mengandung unsur-unsur biaya yang paling dini, dan nilai persediaan yang dapat jauh berbeda dengan nilai periode berjalan apabila terjadi kenaikan atau penurunan harga secara drastis.

(37)

Berikut ini akan diuraikan contoh perhitungan penilaian persediaan dengan menggunakan metode FIFO, LIFO, dan Weighted Average.

1. Perhitungan biaya persediaan dengan menggunakan sistem pencatatan

perpetual

Berikut ini adalah ilustrasi perhitungan biaya persediaan untuk barang “x” dari perusahaan dengan menggunakan metode pencatatan perpetual dengan transaksi selama bulan Januari tahun 2005 :

Tanggal Jenis Transaksi Unit Biaya / unit

1 Januari Persediaan 40 Rp 10

10 Januari Penjualan 25

12 Januari Pembelian 10 Rp 12

26 Januari Penjualan 15

31 Januari Pembelian 20 Rp 13

Dari data tersebut dengan asumsi-asumsi yang akan diutarakan lebih lanjut akan dikalkulasi biaya persediaan pada bulan yang berakhir Januari 2005.

a. Metode First In First Out

Jika perusahaan menggunakan metode FIFO, biaya-biaya dimasukkan dalam harga pokok penjualan sesuai dengan urutan terjadinya biaya itu. Pada barang tertentu tersebut akan dibuatkan kartu persediaan yang terdiri dari beberapa kolom sebagaimana dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:

(38)

Tabel 1

Contoh Perhitungan Penilaian Persediaan Dengan Metode FIFO Untuk Barang “x”

Tanggal

Masuk Keluar Saldo Unit Harga Per Unit (Rp) Jumlah (Rp) Unit Harga Per Unit (Rp) Jumlah (Rp) Unit Harga Per Unit (Rp) Jumlah (Rp) Jan ‘05 1 40 10 400 10 25 10 250 15 10 150 12 10 12 120 15 10 10 12 150 120 26 15 10 150 10 12 120 31 20 13 260 10 20 12 13 120 260

Jadi persediaan akhir dari barang “x” adalah : Rp 120 + Rp 260

= Rp 380

Dan Harga Pokok Penjualan barang “x” adalah : Rp 250 + Rp150

= Rp 400

b. Metode Last In First Out

Jika Perusahaan menggunakan metode LIFO dalam sistem persediaan perpetual, maka biaya dari unit yang dijual merupakan biaya pembelian paling akhir.

(39)

Tabel 2

Contoh Perhitungan Penilaian Persediaan Dengan Metode LIFO Untuk Barang “x

Tanggal

Masuk Keluar Saldo Unit Harga Per Unit (Rp) Jumlah (Rp) Unit Harga Per Unit (Rp) Jumlah (Rp) Unit Harga Per Unit (Rp) Jumlah (Rp) Jan ‘05 1 40 10 400 10 25 10 250 15 10 150 12 10 12 120 15 10 10 12 150 120 26 10 5 12 10 120 50 10 10 100 31 20 13 260 10 20 10 13 100 260 Jadi Persediaan akhir dari barang “x” adalah : Rp 100 + Rp 260

= Rp 360

dan Harga Pokok Penjualan barang “x” adalah : Rp 250 + Rp 120 +

Rp 50 = Rp 420

c. Metode Rata-rata Tertimbang

Metode rata-rata tertimbang dengan menggunakan metode pencatatan perpetual biasa dikenal dengan nama metode rata-rata bergerak.

(40)

Tabel 3

Contoh Perhitungan Penilaian Persediaan Dengan Metode Rata – Rata Tertimbang Untuk Barang “x”

Tanggal

Masuk Keluar Saldo Unit Harga Per Unit (Rp) Jumlah (Rp) Unit Harga Per Unit (Rp) Jumlah (Rp) Unit Harga Per Unit (Rp) Jumlah (Rp) Jan ‘05 1 40 10 400 10 25 10 250 15 10 150 12 10 12 120 25 10,80 270 26 15 10.80 162 10 10.80 108 31 20 13 260 30 12.27 368

Jadi Persediaan akhir dari barang “x” adalah : Rp 368 dan Harga Pokok Penjualan barang “x” adalah : Rp 250 + Rp

162 = Rp 412

2. Perhitungan biaya persediaan dengan menggunakan sistem pencatatan

periodik

Berikut ini adalah ilustrasi perhitungan biaya persediaan untuk barang “x” dari perusahaan dengan menggunakan metode pencatatan periodik dengan transaksi selama bulan Januari tahun 2005 :

Tanggal Jenis Transaksi Unit Biaya / unit

1 Januari Persediaan 40 Rp 10

(41)

12 Januari Pembelian 10 Rp 12

26 Januari Penjualan 15

31 Januari Pembelian 20 Rp 13

Dari data tersebut dengan asumsi-asumsi yang akan diutarakan lebih lanjut akan dikalkulasi biaya persediaan pada bulan yang berakhir januari 2005.

a. Metode First In First Out

Jika Perusahaan menggunakan metode First In First Out pada sistem persediaan periodik hanya pendapatan yang dicatat setiap kali penjualan dilakukan. Tidak ada ayat jurnal yang mencatat harga pokok penjualan. Pada akhir periode akuntansi perhitungan fisik dilakukan untuk menentukan biaya atau harga pokok persediaan dan harga pokok penjualan., maka pencatatan pembelian selama bulan Januari 2005 adalah sebagai berikut

1 Jan Persediaan 40 unit @ Rp 10 Rp 400

12 Jan Pembeliaan 10 Unit @ Rp 12 Rp 120 31 Jan Pembelian 20 Unit @ Rp 13 Rp 260

Tersedia untuk dijual selama Bulan Januari

70 Unit

(42)

Sedangkan penjualan selama bulan Januari 2005 adalah sebagai berikut :

10 Jan Penjualan 25 Unit

26 Jan Penjualan 15 Unit

Unit yang terjual 40 Unit

Sehingga unit yang tersedia pada akhir bulan Januari 2005 berdasarkan perhitungan fisik adalah sebesar 30 unit (70 unit – 40 unit) sehingga besarnya persediaan pada akhir periode Januari 2005 adalah Rp 380 (Rp120 + Rp 260) dan besarnya harga pokok penjualan adalah sebesar Rp 400 (Rp780 - Rp380)

b. Metode Last In First Out

Pada metode Last In First Out, harga pokok penjualan terdiri dari harga pokok paling akhir pada periode bulan Januari 2005 seperti contah di atas, sehingga besarnya harga pokok penjualan pada metode Last In First Out dengan sistem persediaan periodik adalah sebesar :

1 Jan Persediaan 10 Unit @ Rp 10 Rp 100

12 Pembelian 10 Unit @ Rp 12 Rp 120

31 Pembelian 20 Unit @ Rp 13 Rp 260

Harga Pokok Penjualan 40 Unit Rp 480

Untuk mengetahui persediaan akhir pada bulan Januari 2005 adalah berupa harga pokok paling awal dari periode yaitu Rp 300 (30 unit x @ Rp 10).

(43)

c. Metode Rata-rata Tertimbang

Pada metode ini biaya-biaya dibandingkan dengan pendapatan sesuai deengan rata-rata per unit harga pokok penjualan. Biaya rata-rata tertimbang per unit sama digunakan dalan menentukan biaya persediaan barang dagang pada akhir periode. Biaya rata-rata tertimbang per unit ditentukan dengan membagi total biaya dari setiap barang yang tersedia untuk dijual selama suatu periode dengan jumlah unit barang yang berkaitan. Biaya rata-rata tertimbang per unit pada bulan januari 2005 adalah sebagai berikut : Biaya rata-rata per unit = Rp 780/70 unit = Rp 11,14

Sehingga harga pokok penjualan sebesar = Rp 11,14 x 40 unit = Rp 445,71

Dan persediaan akhir bulan januari 2005 = Rp 780 – Rp 445,71 = Rp 334,29

Dengan menggunakan metode First In First Out (FIFO), persediaan dilaporkan pada neraca sebesar harga pokok saat itu. Dengan metode Last In First Out (LIFO) persediaan yang tidak terlalu banyak berubah kuantitasnya dilaporkan dengan jumlah yang kira-kira tetap seperti dulu yang dikaitkan dengan pembelian yang paling dini. Penggunaan metode rata-rata pada umumnya menghasilkan nilai persediaan yang sangat pararel dengan nilai First In First Out, karena pembelian selama satu periode biasanya beberapa kali lebih banyak dari persediaan awal dan dengan demikian biaya rata-rata sangat dipengaruhi oleh biaya periode berjalan. Metode identifikasi khusus dapat menghasilkan berbagai hasil tergantung pada

(44)

keinginan manajemen. Dalam hal ini harga dibayar atas barang tidak banyak berfluktuasi, metode persediaan lainnya tidak akan menimbulkan banyak perbedaan pada laporan keuangan. Akan tetapi periode terjadinya kenaikan atau penurunan harga secara terus menerus, metode-metode lainnya akan mengakibatkan perbedaan material. Perbedaan – perbedaan dalam penilaian persediaan di neraca akan diikuti oleh perbedaan dalam perhitungan laba rugi periode yang bersangkutan.

Penggunaan metode FIFO dalam suatu periode kenaikan harga berarti akan menandingkan persediaan terlama yang berbiaya rendah dengan harga jual yang meningkat, sehingga dapat memperbesar laba. Dalam periode dimana terjadi penurunan harga yang berarti akan menandingkan persediaan terlama yang berbiaya tinggi dengan harga jual yang menurun sehingga dapat memperkecil laba yang diperoleh. Dengan menggunakan metode rata – rata perubahan laba cenderung mengikuti pola yang sama dalam kaitannya dengan perubahan harga. Di lain pihak penggunaan metode LIFO dalam suatu periode kenaikan harga akan mengaitkan harga pokok periode berjalan yang lebih tinggi dari perolehan barang dengan harga jual yang meningkat. Jadi metode LIFO cenderung menstabilkan laba perusahaan.

Ada satu alasan yang membenarkan penggunaan metode penilaian yang berbeda-beda untuk persediaan barang, yaitu bahwa setiap metode seharusnya mencerminkan keadaan ekonomi yang berbeda-beda. Atas permasalahan tersebut, Chasteen telah melakukan suatu penelitian (melalui suatu kuisoner) terhadap perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat. Kesimpulan akhir dari penelitian

(45)

tersebut, sebagaimana dikutip kembali oleh Tuanakotta (2000: 53), dinyatakan bahwa dasar pemilihan berbagai metode adalah dampak yang ditimbulkan terhadap penghasilan (income) yang dilaporkan dan dampak perpajakannya, sedemikian rupa sehingga mereka tidak melakukan pemilihan atas dasar pertimbangan keadaan ekonomi. Akan tetapi dampak langsung terhadap income yang dilaporkan sebenarnya hanya untuk menunjukkan gambaran yang bagus saja dan tidak mencerminkan perubahan yang sesungguhnya mengenai resources perusahaan. Akibat terhadap perhitungan pajak penghasilan memang mencerminkan perubahan yang nyata mengenai pembayaran kas di kemudian hari untuk pajak-pajak. Oleh karena itu sebenarnya tidak ada alasan yang tepat dalam memilih berbagai alternative penilaian inventory kecuali untuk alasan perpajakan.

G. Estimasi Biaya Pokok Persediaan

Kadangkala manajer ingin mengetahui taksiran biaya pokok persediaaannya tanpa harus melakukan penghitungan fisik ataupun menerapkan salah satu metode penentuan biaya pokok persediaan. Menurut Henry Simamora (2000 : 284) terdapat beberapa alasan, mengapa manajer harus melakukan estimasi persediaan yaitu antara lain:

1. Dalam rangka mendapatkan biaya pokok persediaan untuk dipakai dalam

laporan keuangan bulanan atau kuartalan tanpa harus melakukan penghitungan fisik persediaan tersebut. Upaya penghitungan fisik persediaan bisa sangat mahal dan menguras waktu serta mengganggu kegiatan usaha perusahaan; penghitungan fisik sekali setahun umumnya

(46)

dianggap cukup.

2. Untuk membandingkan persediaan fisik guna menentukan apakah terjadi

kekurangan persediaan.

3. Dalam upaya menentukan jumlah yang dapat diklaim dari perusahaan

asuransi apabila bencana kebakaran memusnahkan persediaan ataupun persediaan itu dicuri orang.

Teknik – teknik estimasi persediaan tidak hanya membantu perusahaan, tetapi juga memungkinkan entitas bisnis untuk menentukan akurasi persediaan fisik pada saat benar-benar dihitung. Perbandingan antara estimasi dengan penghitungan fisik dapat mengungkapkan adanya kekeliruan berkenaan dengan penghitungan dan penilaian persediaan. Teknik – teknis estimasi persediaan terdiri atas:

a. Estimasi biaya pokok persediaan dengan metode eceran

Metode eceran dipakai dalam perusahaan dagang eceran untuk

mengestimasi biaya pokok persediaan akhir. Terdapat dua alasan pemakaian metode eceran ini. Pertama, manajemen biasanya menghendaki bahwa laporan keuangan disajikan paling tidak sekali sebulan dan karena penghitungan persediaan akan sangat memakan waktu dan mahal, maka metode eceran ini diterapkan untuk menaksir saldo persediaan yang ada sekarang. Kedua, karena unsur-unsur di dalam toko eceran biasanya mempunyai label harga atau kode produk universal, maka merupakan praktik yang lazim menghitung persediaan fisik eceran dari label harga dan kode produk tersebut.

(47)

Metode persediaan eceran untuk mengestimasi biaya pokok persediaan ini didasarkan pada hubungan antara biaya pokok persediaan yang tersedia dengan harga eceran barang dagangan tersebut. Untuk memakai metode ini, maka dikumpulkan harga-harga eceran semua barang dagangan yang diperoleh. Selanjutnya, persediaan eceran ditentukan dengan mengurangkan penjualan untuk periode berjalan dari harga eceran barang-barang yang tersedia. Biaya pokok persediaan yang ditaksir kemudian dikalkulasi dengan mengalikan persediaan pada harga eceran dengan rasio biaya perolehan dengan harga eceran untuk barang dagangan yang tersedia untuk dijual. Sebagai illustrasi dapat dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel 4

Contoh Penentuan Persediaan Melalui Metode Eceran

Biaya

Perolehan Harga Eceran Persediaan barang dagangan, 1 Juli Rp14.800.000 Rp18.200.000 Pembelian selama bulan Juli

22.600.000

24.400.000 barang dagangan tersedia untuk

dijual Rp37.400.000 Rp42.600.000

Rasio biaya perolehan terhadap harga eceran : 37.400.000 = 87,7% 42.600.000

Penjualan selama bulan Juli

(bersih)

33.500.000 Persediaan barang dagangan per 31 Juli pada harga

eceran Rp9.100.000

Persediaan barang dagangan per 31 Juli pada biaya pokok taksiran:

(Rp 9.100.000 x 87,7%) Rp7.980.700

(48)

Apabila perhitungan fisik persediaan yang dilakukan pada 31 Desember 2005 memperlihatkan jumlah harga eceran sebesar Rp 2.800.000, maka biaya pokok penjualan persediaan itu adalah Rp 2.455.600 (Rp 2.800.000 x 87.7%)

b. Estimasi Biaya Pokok Persediaan Dengan Metode Laba Kotor

Metode laba kotor merupakan teknik yang cepat dan sederhana

untuk mengestimasi biaya pokok penjualan dan jumlah saldo persediaan. Metode laba kotor ini memakai estimasi laba kotor periode bersangkutan untuk menaksir persediaan pada akhir periode akuntansi. Laba kotor biasanya ditaksir dari tarif sesungguhnya untuk tahun terdahulu, disesuaikan dengan setiap perubahan yang dibuat dalam biaya perolehan dan harga jual selama periode berjalan. Sebagai illustrasi dapat dijelaskan sebagai berikut: Misalkan P.T. ABC mempunyai saldo persediaan awal (per 1 Agustus 2005) sebesar Rp 14.000.000. Selama Bulan Agustus 2005, jumlah pembelian bersih yang dilakukan oleh perusahaan ini adalah Rp 23.000.000 dan jumlah penjualan bersih adalah Rp 18.000.000. dengan mengasumsikan tarif laba kotor adalah 40% dari penjualan bersih, maka rasio biayanya adalah 60%. Dengan memakai data ini, persediaan per 31 Agustus dapat dicari sebagai berikut:

(49)

Tabel 5

Contoh Penentuan Metode Persediaan Akhir Dengan Metode Laba Kotor

Barang Tersedia Untuk Dijual:

Persediaan Awal, 1 Agustus Rp14.000.000

Pembelian 23.000.000

Biaya pokok barang tersedia untuk dijual Rp37.000.000 kurang: taksiran biaya pokok penjualan:

Penjualan bersih Rp18.000.000

Rasio Biaya (100% - 40 %) 60%

Taksiran Biaya Pokok

Penjualan Rp10.800.000

(60% x Rp 18.000.000)

Taksiran persediaan akhir, 31 Agustus Rp26.200.000

H. Penyajian dan Pengungkapan Persediaan Dalam laporan Keuangan

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 1.2) tujuan umum laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.yang bermanfaat bagi para pemakai laporan keuangan. Laporan Keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan dengan menerapkan PSAK secara benar disertai pengungkapan yang diharuskan PSAK dalam catatan atas laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam hal persediaan pun manajemen harus dapat menyajikan pos/item persediaan secara wajar serta mengungkapkannya secara memadai. Penyajian pos/item persediaan secara tidak

(50)

wajar dan pengungkapan tidak memadai akan menyesatkan pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Menurut PSAK Nomor 14 menyatakan bahwa persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih, mana yang lebih rendah. Biaya persediaan meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lainnya yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai. Selanjutnya dalam paragraf yang lain, laporan keuangan perusahaan harus mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:

1. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan,

termasuk rumus biaya yang dipakai.

2. Total jumlah tercatat persediaan dan jumlah tercatat menurut klasifikasi

yang sesuai bagi perusahaan.

3. Jumlah tercatat persediaan yang dicatat sebesar nilai realisasi bersih.

4. Jumlah dari setiap pemulihan dari setiap penurunan nilai yang diakui

sebagai penghasilan selama periode tersebut

5. Kondisi atau peristiwa penyebab terjadinya pemulihan nilai persediaan

yang diturunkan.

6. Nilai tercatat persediaan yang diperuntukan sebagai jaminan kewajiban.

Informasi tentang jumlah tercatat yang disajikan dalam berbagai klasifikasi persediaan dan tingkat perubahannya masing-masing berguna bagi para pemakai laporan keuangan. Persediaan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa akun yaitu tergantung jenis usaha perusahaan tersebut yaitu untuk perusahaan dagang persediaan barang dagangan, untuk perusahaan pabrikasi yaitu persediaan bahan

(51)

baku, persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi. Laporan keuangan harus mengungkapkan:

1. Biaya persediaan yang harus diakui sebagai beban selama periode tertentu.

2. Biaya operasi yang dapat diaplikasikan pada pendapatan, diakui sebagai

beban selama periode laporan keuangan, diklasifikasikan sesuai dengan hakekatnya.

(52)

METODOLOGI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Perusahaan

1. Sejarah Singkat

PT. APIS didirikan di Jakarta berdasarkan Akta Notaris Raden Muhammad Hendrawan, SH Nomor 71 tanggal 20 Oktober 1980. Modal dasar perusahaan tersebut pada awal berdirinya adalah Rp 650.000.000,- yang terbagi dalam 1300 saham, masing-masing saham bernilai nominal sebesar Rp 500.000. PT. APIS didirikan atau dirintis oleh tiga orang pendiri yang menjadi pemegang saham pada perusahaan tersebut yaitu Sugiono Kusuma, Sulistijo Atmojo, dan Setijo Tirto Atmojo.

Sesuai dengan akta perubahan terakhir dengan notaries John Leonard Waworontu, SH Nomor 75 tanggal 18 Desember 1997 tentang Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas maka modal dasar PT. APIS ditambah menjadi Rp 3.900.000.000 yang terbagi atas 3900 saham masing-masing saham bernilai nominal Rp 1.000.000. Dari modal dasar tersebut telah ditempatkan dan disetor penuh dengan uang tunai oleh para pemegang saham dengan komposisi masing-masing Selistijo Tirto Atmodjo Rp 2.535.000.000 (65%), dan Sulistijo Atmodjo Rp 1.365.000.000 (35%). Izin usaha perusahaan diperoleh dari Departemen Kehakiman dengan No.

(53)

C2-3975.HT.01.01.TH'93 tanggal 29 Mei 1993 dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 92/II/PMDN/1981 tanggal 24 Juni 1981, No. 117/VI/PMDN/1984 tanggal 22 Mei 1984, dan No. 51/II/PMDN/1993 tanggal 30 Maret 1993.

PT. APIS beralamat di Jl. Pangeran Jayakarta Blok 14 No. 16, Jakarta dan mempunyai pabrik Jl. Raya Bekasi KM 27 Desa Harapan Jaya, Bekasi Jawa Barat. Saat ini PT. APIS dipimpin oleh Bpk Sulistijo Atmodjo sebagai Direktur Utama dan Bpk Setijo Tirto Atmodjo sebagai Komisaris.

2. Struktur Organisasi

Struktur organisasi perusahaan yang baik dibutuhkan dalam suatu perusahaan. Struktur organisasi berguna untuk membantu perusahaan di dalam mengendalikan, mengarahkan dan mengatur kegiatan operasional perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Dalam menjalankan kegiatannya PT. APIS membuat struktur organisasi perusahaan yang berfungsi untuk membagi wewenang dan tanggung jawab setiap bagian. Stuktur Organisasi Perusahaan terdiri dari Direktur, kepala bagian dan staf. Manajemen puncak terdiri dari direktur utama, direktur I, dan direktur II.

(54)

Gambar 1

Struktur Organisasi PT. APIS

Sumber : PT. APIS

Susunan dan tugas dari dari masing-masing bagian tersebut akan penulis sajikan dalam penjelasan berikut ini.

a. Komisaris

Komisaris adalah top managemen atau kepemimpinan tertinggi pada PT. APIS yang mempunyai tugas untuk:

1) Mengawasi perkembangan perusahaan agar sesuai dengan

perencanaan dalam program perusahaan. Direktur I Bagian Pemasaran Bagian Produksi dan Gudang Bagian Akuntansi & Keuangan Bagian Umum dan Peralatan Bagian Personalia

Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan

Direktur Utama

Direktur II Komisaris

(55)

2) Pada saat-saat tertentu komisaris dapat membantu direksi jika terdapat hambatan atau kesulitan yang perlu adanya pemecahan bersama dalam pengambilan keputusan.

b. Direktur Utama

Adapun tugas dan wewenangnya adalah sebagai berikut :

1) Menetapkan kebijakan-kebijakan untuk mencapai tujuan perusahaan

2) Mengangkat dan memberhentikan kepala bagian

3) Merencanakan, mengawasi dan menilai hasil kerja tiap bagian/divisi

4) Meminta laporan atau pertanggungjawaban dari masing-masing

direktur dan kepala bagian

c. Direktur I

Direktur I merupakan direktur yang mengawasi bagian keuangan, bagian pemasaran, dan bagian produksi/gudang. Direktur I bertanggung jawab kepada direktur utama.

d. Direktur II

Direktur II merupakan direktur yang mengawasi bagian umum dan peralatan, dan bagian personalia. Direktur II bertanggung jawab kepada direktur utama.

e. Bagian Akuntansi dan Keuangan

Tugas yang dijalankan oleh bagian akuntansi sebagai berikut:

1) Mencatat atas kebenaran dari bukti penerimaan dan pengeluaran

(56)

2) Menandatangani bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran kas

3) mencatat semua transaksi,

4) menyiapkan laporan keuangan,

5) menyiapkan informasi keuangan lain yang dibutuhkan oleh

manajemen atau pimpinan, serta

6) mengarsip dokumen dan melakukan pembukuan dengan baik.

f. Bagian Pemasaran

Kegiatan pada bagian ini meliputi:

1) Melakukan negosiasi penjualan produk yang dipasarkan

perusahaan kepada konsumen.

2) Menyeimbangkan penawaran harga yang sudah menjadi patokan

perusahaan dengan permintaan pasar.

g. Bagian Produksi dan Gudang

Divisi ini bertanggung jawab atas penyusunan rencana kegiatan produksi perusahaan, menjaga mutu bahan baku untuk produksi , mengawasi jalannya proses produksi dan memastikan bahwa pesanan dapat dipenuhi tepat waktu.

Bagian produksi ini dibantu oleh bagian gudang yang mengurusin masalah persediaan yang bertugas:

(57)

1) menerima dan menyimpan barang dari distributor,

2) menyiapkan bahan baku yang akan dipakai untuk produksi atau

barang jadi yang akan dikirim ke pelanggan,

3) menjaga keamanan dan bertanggung jawab atas fisik barang,

4) mencatat mutasi barang di gudang, dan

5) melakukan inventarisasi fisik barang.

h. Bagian umum dan peralatan

Yaitu bagian yang terdiri mengurusi hal-hal umum yang berhubungan dengan pabrik, yang terdiri dari :

1) Medical and Health

Bertugas melayani kebutuhan karyawan yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja karyawan.

2) General Service

Bertugas menyediakan kebutuhan makanan, minuman dan menjaga kebersihan lingkungan pabrik dan perusahaan secara keseluruhan.

3) Security

Bertugas menjaga keamanan, baik keamanan pabrik maupun keamanan perusahaan secara keseluruhan.

4) Peralatan

Bertugas untuk mengawasi mesin dan perlengkapan pabrik yaitu meliputi perbaikan dan pemeliharaan mesin-mesin yang dipakai

(58)

dalam proses produksi ataupun peralatan kantor penunjang lainnya.

i. Bagian Personalia

Adapun tugas dan wewenangnya adalah untuk:

1) Merencanakan penerimaan tenaga kerja

2) Mengurus masalah administrasi pegawai

3) Melaksanakan koordinasi pengawasan dan membuat peraturan

umum semua karyawan.

4) Bertanggung jawab atas pelaksanaan seluruh tugas dalam bidang

personalia.

3. Kegiatan Usaha

Sejak awal berdiri, PT. APIS mempunyai kegiatan usaha di bidang industri pemotongan besi/baja dan kawat. yaitu dari lembaran-lembaran besi baja yang dibeli kemudian diolah dengan cara dipotong berdasarkan ketebalannya maupun berdasarkan lebarnya dan kemudian dijual. Barang industri yang diolah dan dijual adalah coil, shearing dan slitting. Bahan baku untuk kegiatan industri PT. APIS adalah coil. Pembelian coil sebagian diimpor dan sebagian lagi dibeli dari pemasok dalam negeri. Coil kemudian diproses menjadi shearing dan slitting dan sebagian lagi dijual kepada perusahaan lain. Selain itu PT. APIS juga menjual Wire Rode. Wire rode

(59)

diperoleh dari pemasok dalam negeri yang kemudian dijual langsung (tanpa melalui proses produksi) kepada pelanggan.

4. Kebijakan Dalam Akuntansi Persediaan

Penyelenggaraan akuntansi persediaan yang cermat akan dapat menghasilkan informasi persediaan barang yang akurat, andal, serta relevan sehingga bermanfaat baik untuk kepentingan perusahaan itu sendiri maupun pihak lain yang memakai informasi tersebut untuk tujuan pengambilan keputusan ekonomi.

Untuk mengontrol dan mengawasi pelaksanaan persediaan barang di gudang, PT. APIS mengambil kebijakan melaksanakan pencatatan dari setiap transaksi pembelian maupun penjualan dengan metode pencatatan perpetual. PT. APIS menggunakan metode ini karena dengan metode perpetual, jumlah unit barang dapat diketahui setiap saat sehingga dapat diketahui, kapan perusahaan itu harus membeli persediaan kepada supplier untuk menghindari terjadinya kekosongan barang.

Dalam metode perpetual ini setiap jenis barang dibuatkan satu catatan tersendiri yang disebut kartu stock (kartu persediaan) yang mencatat setiap mutasi penerimaan dan pengeluaran barang dagangan sehingga dapat diketahui saldo akhir dari setiap persediaan. Prosedur akuntansi pokok yang diselenggarakan oleh PT. APIS terdiri dari: penjurnalan, pembukuan ke dalam buku besar (posting), pengikhtisaran (summarizing), dan pelaporan (reporting). Penjurnalan transaksi dilakukan secara harian dan kemudian secara periodik di-posting ke dalam buku besar.

(60)

Persediaan barang PT. APIS diukur berdasarkan biaya perolehan (historical cost). Sedangkan penetapan harga pokok penjualan dengan menggunakan metode rata-rata tertimbang (Weighted Average Method). , dengan demikian biaya setiap barang ditentukan berdasarkan biaya rata – rata tertimbang dari barang serupa pada awal periode dan biaya barang serupa yang dibeli atau diproduksi selama periode dan pengalokasian biaya kepada barang yang dijual dan barang yang masih dalam persediaan dilakukan atas dasar harga tunggal.

Permasalahan yang cukup rumit dalam perhitungan biaya persediaan pada PT. APIS ini adalah karena persediaan barang dagangannya bervariasi (misalnya dalam hal type dan ukuran dan barang yang telah mengalami proses produksi dari satu bentuk ke bentuk yang lain) dan memiliki jumlah unit yang banyak ( dalam kg).

Dalam bagian pembahasan, penulis akan menguraikan hal-hal mengenai kebijakan akuntansi persediaan tersebut yaitu metode pencatatan dan penilaian persediaan pada PT. APIS serta evaluasi atas kebijakan akuntansi persediaan tersebut apakah sudah sesuai dengan PSAK No. 14. Dalam pembahasan ini penulis membatasi analisis atas metode pencatatan dan penilaian persediaan barang terhadap satu jenis barang tertentu saja karena jumlah dan jenis barangnya yang beragam.

B. Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam rangka penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu penulis akan membuat

(61)

deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada pada PT. APIS terutama kondisi yang terjadi dalam rangka penerapan akuntansi persediaan sesuai dengan PSAK No. 14.

C. Definisi Operasional Variabel

Pemahaman variable menjadi hal yang begitu penting dalam melakukan dasar kajian. Rumusan variable yang tepat akan memudahkan peneliti dalam mengarahkan pelaksanaan penelitian berkenaan dengan permasalahan yang akan diteliti. Variabel dalam skripsi ini adalah:

1. Metode pencatatan persedian adalah sebuah metode yang digunakan

untuk mencatat pembelian dan penjualan persediaan. Metode pencatatan persediaan ada dua yaitu perpetual dan periodik. Pencatatan persediaan yang dilakukan oleh objek yang diteliti penulis adalah menggunakan sistim perpetual.

2. Penilaian persediaan atau rumus biaya yaitu suatu cara dalam

mengkalkulasi biaya persediaan yang akan dibebankan kepada harga pokok dan dalam menentukan nilai persediaan. Menurut PSAK Nomor 14 rumus biaya yang digunakan adalah Identifikasi Khusus Biaya, Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) / First In First Out (FIFO), Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP)/ Last In First Out (LIFO), dan Metode Rata – Rata tertimbang (Weighted Average).

3. Laporan Keuangan

Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Tujuan

(62)

lapoan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

D. Metode Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data merupakan suatu prosedur sistematis yang diperlukan dalam memperoleh data. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dan penelitian kepustakaan (library research).

1. Penelitian lapangan adalah penelitian yang dilakukan dengan cara

wawancara langsung, observasi langsung dan menelaah data-data yang menjadi obyek penelitian skripsi ini.

2. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai

teori, buku-buku, sejumlah literature, dan artikel-artikel yang berhubungan dengan pembahasan skripsi. Landasan teoritis diperoleh dalam rangka memahami permasalahan yang dikemukakan dan bahan perbandingan dengan kondisi yang ada pada obyek penelitian.

Jenis data yang digunakan adalah:

1. Data Primer

Adalah data yang diperoleh dari perusahaan yang menjadi objek penelitian yaitu dari hasil wawancara dan observasi.

a) Wawancara, adalah tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan

Referensi

Dokumen terkait

Weak sounds juga menjadi salah satu karakter dari Bahasa Inggris yang menjadi bagian dari kesulitan mahasiswa terkait pengucapannya. Weak sounds juga bukan merupakan karakter

Wadah pembelajaran kepemimpinan saat ini tentu adalah manusia itu sendiri, yang mana dalam organisasi pondok pesantren modern maupun semi modern telah banyak

ALAMAT PERUSAHAAN/ NO SIUP TANGGAL NPWP NAMA PEMILIK/ BIDANG KBLI JENIS BARANG/JASA NILAI NO TELP (ULANG/HERREGISTRASI) SIUP PENANGGUNG USAHA DAGANGAN UTAMA INVESTASI.. JAWAB (Rp)

terjadi semenjak pertengahan Mei 2014 mendorong peningkatan biaya impor untuk bahan makanan, selain itu masih belanjutnya kecenderungan peningkatan harga beberapa komoditas

Terlihat bahwa variabel yang paling dominan mempengaruhi tingkat kepatuhan ibu terhadap pemberian imunisasi dasar di wilayah Kelurahan Ngestiharjo adalah variabel dukungan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) perbedaan hasil belajar PKn antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Kuantum dengan

SCRABBLE GAME ON THEIR COMPETENCE IN ARRANGING ENGLISH VOCABULARY AT THE FIRST YEAR STUDENTS OF SMP NEGERI 8 KOTA CIREBON .” This thesis is presented to t he English

Sering terjadi kekurangan P di dalam tanah yang disebabkan oleh jumlah P yang sedikit di tanah, sebagian besar terdapat dalam bentuk yang tidak dapat diambil oleh tanaman