• Tidak ada hasil yang ditemukan

Directory UMM :Suara_Muhammadiyah:SM_06_02:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Directory UMM :Suara_Muhammadiyah:SM_06_02:"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Kiblat

Oleh Drs. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag.

BAITULLAH yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dengan bantuan puternya Ismai’il

‘alaihima as-salam di samping menjadi pusat ibadah haji dan ‘umrah, juga menjadi

pusat peribadatan kaum Muslimin seluruh dunia. Baitullah atau Ka’bah adalah kiblat

shalat umat Islam seluruh dunia, di mana pun mereka berada. Teknisnya,

sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits riwayat

Hakim dari Ibnu ‘Abbas, adalah apabila kaum Muslimin shalat di dalam al-Masjid

al-Haram (Masjidil Haram) maka mereka harus shalat menghadap arah Ka’bah. Jika

shalat tidak di Masjidil Haram, tapi masih di tanah suci Makkah, maka shalatnya

menghadap ke arah Masjidil Haram, bila shalat di luar kota Makkah, jauh mau pun

dekat, dari seluruh penjuru dunia, maka shalatnya menghadap ke arah kota Makkah.

Sebelum menghadap Ka’bah, Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin

shalat menghadap ke Baitul Maqdis. Sebenarnya Nabi lebih senang shalat

menghadap ke Ka’bah, kiblat Nabi Ibrahim dan Isma’il, dari pada ke Baitul Maqdis.

Sewaktu berada di Makkah, Nabi dapat melakukan ke dua-duanya sekaligus. Shalat

menghadap Baitul Maqdis dan ke Ka’bah sekaligus. Tetapi cara seperti itu tidak

dapat lagi dilakukan setelah hijrah ke Madinah, karena Makkah terletak di sebelah

selatan Madinah, arah yang berlawanan dengan Baitul Maqdis. Orang-orang Yahudi

yang jumlahnya banyak dan menguasai perekonomian kota Madinah sangat senang

kaum Muslimin shalat menghadap ke Baitul Maqdis yang merupakan negeri para

(2)

Rasulullah SAW sering menengadahkan muka beliau ke langit mengharapkan

Allah SWT menetapkan Ka’bah sebagai kiblat shalat.. Setelah enam belas bulan di

Madinah, harapan Nabi itu terkabul dengan turunnya firman Allah SWT:

ÞóÏú äóÑóì ÊóÞóáøõÈó æóÌúåößó Ýöí ÇáÓøóãóÇÁö Ýóáóäõæóáøöíóäøóßó

ÞöÈúáóÉð ÊóÑúÖóÇåóÇ Ýóæóáøö æóÌúåóßó ÔóØúÑó ÇáúãóÓúÌöÏö ÇáúÍóÑóÇãö

æóÍóíúËõ ãóÇ ßõäúÊõãú ÝóæóáøõæÇ æõÌõæåóßõãú ÔóØúÑóåõ æóÅöäøó

ÇáøóÐöíäó ÃõæÊõæÇ ÇáúßöÊóÇÈó áóíóÚúáóãõæäó Ãóäøóåõ ÇáúÍóÞøõ ãöäú

ÑóÈøöåöãú æóãóÇ Çááøóåõ ÈöÛóÇÝöáò ÚóãøóÇ íóÚúãóáõæäó

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka

sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah

mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah

mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang

diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil

Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa

yang mereka kerjakan.” (Q.S. Al-Baqarah 2:144)

Perobahan kiblat itu terjadi pada bulan Rajab tahun ke dua hijriyah. Shalat

pertama menghadap Ka’bah setelah perintah perobahan itu adalah shalat ‘Ashar,

sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Al-Barra’ ibn ‘Azib.

Tetapi ada juga riwayat yang mengatakan shalat Zhuhur, bukan shalat ‘Ashar.

Menurut Ibnu Katsir, yang masyhur adalah shalat ‘Ashar, bulan shalat Zhuhur.

Wallahu ‘Alam.

Ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa peristiwa perobahan kiblat itu

(3)

Rasulullah, diikuti kaum Muslimin, langsung mengubah shalat menghadap ke arah

Ka’bah, sehingga masjid itu kemudian dikenal dengan sebutan masjid Qiblatain,

artinya masjid dua kiblat. Masjid ini tidak pernah dilupakan oleh jama’ah haji untuk

menziarahinya waktu berada di Madinah.

Perpindahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Baitullah itu direaksi negatif

oleh kaum Yahudi dan munafiqin di Madinah dan juga oleh orang-orang musyrikin di

Makkah. Kaum Yahudi mengatakan: “Tiadalah Muhammad itu berpindah kiblat ke

Ka’bah, melainkan karena kecenderungannya kepada agama kaumnya dan kecintaan

kepada negerinya; sekiranya dia berada di atas kebenaran, tentulah ia akan tetap

berkiblat ke kiblat para nabi sebelumnya”. Orang-orang munafiq berkata:

“Berpindah-pindah kiblat itu menunjukkan bahwa Muhammad dalam keragu-raguan

dan tidak berpendirian.” Sementara orang-orang musyrikin memberikan komentar:

“Muhammad telah kembali kepada kiblat kita dan akan kembali kepada agama kita”.

Orang-orang yang mengingkari dan mengejek perpindahan kiblat tersebut,

baik Yahudi, munafiqin dan musyrikin, oleh Allah dikategorikan sebagai orang-orang

yang kurang akalnya (as-sufaha’). Allah SWT berfirman:

ÓóíóÞõæáõ ÇáÓøõÝóåóÇÁõ ãöäó ÇáäøóÇÓö ãóÇ

æóáøóÇåõãú Úóäú ÞöÈúáóÊöåöãõ ÇáøóÊöí ßóÇäõæÇ

ÚóáóíúåóÇ Þõáú áöáøóåö ÇáúãóÔúÑöÞõ æóÇáúãóÛúÑöÈõ

íóåúÏöí ãóäú íóÔóÇÁõ Åöáóì ÕöÑóÇØò ãõÓúÊóÞöíãò

“Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: "Apakah

(4)

mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan

barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang

lurus.” (Q.S. Al-Baqarah 2:142)

Allah menegaskan dalam ayat di atas, bahwa secara substantif, tidak ada

perbedaan shalat menghadap ke Baitul Maqdis atau ke Ka’bah, karena kemana pun

seseorang menghadap shalat, di sana pasti ada Allah. Timur dan barat itu semua

kepunyaan Allah SWT. Substansinya adalah kepatuhan secara mutlak kepada

perintah Allah SWT. Menghadap ke Baitul Maqdis berdasarkan perintah Allah, dan

menghadap ke arah Ka’bah pun atas perintah Allah SWT.

Bagi kaum Muslimin sendiri, perpindahan kiblat ini juga merupakan ujian

keimanan, siapa yang betul-betul patuh mengikuti Rasulullah SAW, dan siapa yang

kemudian berpaling gara-gara perpindahan kiblat ini. Bagi orang-orang yang tidak

mendapatkan petunjuk dari Allah, memang perpindahan kiblat ini akan terasa berat.

Pada saat itu juga sebagian kaum Muslimin mempertanyakan tentang status shalat

orang-orang yang sudah meninggal dunia sebelum berpindahan kiblat terjadi,

padahal sebelumnya mereka shalat menghadap ke Baitul Maqdis. Allah SWT

menjelaskan bahwa Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan iman dan amal

orang-orang yang mematuhi Rasul karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

kepada manusia. Tentang semua itu Allah berfirman:

æóßóÐóáößó ÌóÚóáúäóÇßõãú ÃõãøóÉð æóÓóØðÇ áöÊóßõæäõæÇ ÔõåóÏóÇÁó

Úóáóì ÇáäøóÇÓö æóíóßõæäó ÇáÑøóÓõæáõ Úóáóíúßõãú ÔóåöíÏðÇ æóãóÇ

ÌóÚóáúäóÇ ÇáúÞöÈúáóÉó ÇáøóÊöí ßõäúÊó ÚóáóíúåóÇ ÅöáøóÇ áöäóÚúáóãó ãóäú

(5)

ßóÇäóÊú áóßóÈöíÑóÉð ÅöáøóÇ Úóáóì ÇáøóÐöíäó åóÏóì Çááøóåõ æóãóÇ ßóÇäó

Çááøóåõ áöíõÖöíÚó ÅöíãóÇäóßõãú Åöäøó Çááøóåó ÈöÇáäøóÇÓö áóÑóÁõæÝñ

ÑóÍöíãñ

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang

adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul

(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan

kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya

nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh

(pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi

petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya

Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (Q.S. Al-Baqarah

2:143)

Allah SWT membimbing Nabi untuk tidak mempedulikan reaksi dan

komentar negatif dari Ahlul Kitab tentang perobahan kiblat ini. Karena bagaimana

pun dijelaskan kepada mereka bahwa perubahan kiblat ini tidak merubah keimanan

apapun karena semuanya berdasarkan perintah Allah, mereka tetap tidak akan

menerimanya. Allah menegaskan, bahwa mereka tidak akan mengikuti kiblatmu ya

Muhammad sebagaimana engkau juga tidak akan pernah mengikuti kiblat mereka.

Begitu juga sesama mereka sendiri, antara Yahudi dan Nasrani juga tidak akan saling

mengikuti kiblat yang lainnya. Sekalipun Rasulullah SAW tidak akan pernah

terpengaruh dengan komentar-komentar mereka, tetapi Allah mengingatkan juga dan

(6)

æóáóÆöäú ÃóÊóíúÊó ÇáøóÐöíäó ÃõæÊõæÇ ÇáúßöÊóÇÈó Èößõáøö ÁóÇíóÉò ãóÇ

ÊóÈöÚõæÇ ÞöÈúáóÊóßó æóãóÇ ÃóäúÊó ÈöÊóÇÈöÚò ÞöÈúáóÊóåõãú æóãóÇ

ÈóÚúÖõåõãú ÈöÊóÇÈöÚò ÞöÈúáóÉó ÈóÚúÖò æóáóÆöäö ÇÊøóÈóÚúÊó

ÃóåúæóÇÁóåõãú ãöäú ÈóÚúÏö ãóÇ ÌóÇÁóßó ãöäó ÇáúÚöáúãö Åöäøóßó ÅöÐðÇ

áóãöäó ÇáÙøóÇáöãöíäó

“Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi

dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan),

mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamupun tidak akan mengikuti kiblat

mereka, dan sebahagian merekapun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang

lain. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu

kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang

zalim.” (Q.S. Al-Baqarah 2:145)

Perintah untuk menghadap arah Masjidil Haram diulangi kembali pada ayat

149-150 untuk menegaskan bahwa perintah itu bersifat umum dan berlaku untuk

seluruh umat manusia sampai Hari Akhir nanti. Di mana pun mereka shalat haruslah

menghadap ke arah kiblat.

æóãöäú ÍóíúËõ ÎóÑóÌúÊó Ýóæóáøö æóÌúåóßó ÔóØúÑó

ÇáúãóÓúÌöÏö ÇáúÍóÑóÇãö æóÅöäøóåõ áóáúÍóÞøõ ãöäú

ÑóÈøößó æóãóÇ Çááøóåõ ÈöÛóÇÝöáò ÚóãøóÇ

ÊóÚúãóáõæäó* æóãöäú ÍóíúËõ ÎóÑóÌúÊó Ýóæóáøö æóÌúåóßó

(7)

ÝóæóáøõæÇ æõÌõæåóßõãú ÔóØúÑóåõ áöÆóáøóÇ íóßõæäó

áöáäøóÇÓö Úóáóíúßõãú ÍõÌøóÉñ ÅöáøóÇ ÇáøóÐöíäó

ÙóáóãõæÇ ãöäúåõãú ÝóáóÇ ÊóÎúÔóæúåõãú æóÇÎúÔóæúäöí

æóáöÃõÊöãøó äöÚúãóÊöí Úóáóíúßõãú æóáóÚóáøóßõãú

ÊóåúÊóÏõæäó

“Dan dari mana saja kamu ke luar, maka palingkanlah wajahmu ke arah

Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari

Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. Dan dari

mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di

mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar

tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara

mereka. Maka janganlah kamu, takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan

agar Kusempurnakan ni`mat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.”

(Q.S. Al-Baqarah 2:149-150)

Hanya dalam keadaan darurat saja umat Islam boleh shalat ke mana saja,

karena pada prinsipnya timur dan barat itu milik Allah SWT.

æóáöáøóåö ÇáúãóÔúÑöÞõ æóÇáúãóÛúÑöÈõ ÝóÃóíúäóãóÇ ÊõæóáøõæÇ

ÝóËóãøó æóÌúåõ Çááøóåö Åöäøó Çááøóåó æóÇÓöÚñ Úóáöíãñ

“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu

menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas

(8)

Ayat tersebut turun dilatarbelakangi oleh beberapa kasus di mana para

sahabat tidak dapat menentukan arah kiblat. Misalnya kasus yang dialami oleh

Jabir dan rombongan. Jabir mengisahkan: “Kami telah diutus oleh Rasulullah

SAW ke Siria yang dahulu kami pernah ke sana. Sedang kami berada di tengah

perjalanan kegelapan mencekam kami, sehingga kami tidak mengetahui arah

kiblat. Segolongan di antara kami berkata: “Kami telah mengetahui arah kiblat,

yaitu ke sana… Maka mereka shalat dan membuat garis di tanah. Dan sebahagian

kami berkata: “Arah kiblat ke sana …”. Dan mereka membuat garis di tanah.

Tatkala hari subuh dan mataharipun terbit, garis itu mengarah ke arah yang bukan

arah kiblat. Tatkala kami kembali dari perjalanan dan kami tanyakan kepada

Rasulullah SAW tentang peristiwa itu, maka Nabi diam dan turunlah ayat ini

yang membolehkan shalat menghadap ke mana saja dalam keadaan darurat.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem penjaminan mutu Insitusi dan Program Studi berjalan dengan baik. Penerapan standar dan prosedur mutu melalui tahapan prosedur kerja sesuai dengan standar yang telah

Maka dengan adanya dukungan positif dari pemerintah hal ini akan memberi kemudahan bagi BRPT untuk berekspansi di bisnis geothermal dan nantinya akan mampu menciptakan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa setelah mengikuti pembelajaran dengan metode student project 64,5% mahasiswa telah tuntas belajar berdasarkan

Data yang disajikan ini merupakan data pengukuran awal (pre-test), yang digunakan untuk mengetahui kondisi awal subjek yang akan dijadikan sampel dalam penelitian.

Prasurvai dalam rangka uji-coba instrumen penelitian dilaksanakan pada tanggal 3 s/d 10 Desember 1985 pada SMA- SMA Negeri yang menjadi tempat penelitian kepada 20 respon ded

Pada penelitian sebelumnya diketahui, kadar CEC yang tinggi (hingga 10 kali lipat dari nilai normal) dapat menggambarkan proses remodelling yang tinggi pada sel endotel pulmoner,

Follet membuka jalan bagi teori manajemen untuk mengikutsertakan hubungan yang lebih luas, baik dari dalam organisasi maupun dari luar batas organisasi. Mengidentifikasi organisasi

Dari digambar diatas diketahui bahwa semua kabupaten telah memiliki data desa siaga, yang paling banyak memiliki desa siaga adalah Kabupaten Kotawaringin Timur yaitu 185