Diktat
SENI
KERAWITAN I
DR. PURWADI, M.HUM
PENDIDIKAN BAHASA DAERAH FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Telp: 0274-550843-12; Email: purwadi@uny.ac.id
KATA PENGANTAR
Diktat ini disusun untuk memperlancar proses belajar mengajar Mata Kuliah Seni Kerawitan I di Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Perkembangan seni karawitan telah mencapai kemajuan yang menggembirakan, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Bagi masyarakat Jawa, seni kerawitan sungguh sangat populer. Media cetak dan elektronik setiap hari memberikan publikasi tentang musik Jawa yang cukup memadai. Pentas langsung dan rekaman pagelaran seni gamelan dapat dijumpai di mana-mana, sehingga keberadaan jagad karawitan dan gamelan sekarang benar-benar menjadi pusaka warisan dan kebanggaan dunia.
Diktat ini memberi keterangan yang lengkap dan terperinci mengenai seluk-beluk seni karawitan. Di dalamnya terdapat uraian tentang sejarah gamelan, titi laras, pelok slendro, dalang, wiyaga, waranggana, lelagon dan gendhing. Semoga kehadiran diktat ini memberi manfaat pada semua pihak yang peduli pada pengembangan seni kerawitan.
Yogyakarta, 10 November 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PERKEMBANGAN SENI KARAWITAN ... 1
BAB II RICIKAN GAMELAN JAWA ... 4
BAB III PERANAN NIYAGA PANGRAWIT ... 9
BAB IV LAGU LANCARAN ... 22
BAB V LAGU LANGGAM ... 50
BAB VI LAGU AYAK-AYAK DAN SREPEG ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 60
LAMPIRAN 1. SILABUS ... 61
LAMPIRAN 2. RPP ... 64
BAB I
PERKEMBANGAN SENI KARAWITAN
Gamelan Jawa merupakan seperangkat instrumen sebagai pernyataan musikal yang sering disebut dengan istilah karawitan. Karawitan berasal dari bahasa Jawa rawit yang berarti rumit, berbelit-belit, tetapi rawit juga berarti halus, cantik, berliku-liku dan enak. Kata Jawa karawitan khususnya dipakai untuk mengacu kepada musik gamelan, musik Indonesia yang bersistem nada non diatonis (dalam laras slendro dan pelog) yang garapan-garapannya menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, pathet dan aturan garap dalam bentuk sajian instrumentalia, vokalia dan campuran yang indah didengar.
kategori pusaka (Irwan Sudjono, 1990). Secara filosofis gamelan Jawa merupakan satu bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa. Hal demikian disebabkan filsafat hidup masyarakat Jawa berkaitan dengan seni budayanya yang berupa gamelan Jawa serta berhubungan erat dengan perkembangan religi yang dianutnya.
Istilah gamelan telah lama dikenal di Indonesia, sudah disebut pada beberapa kakawin Jawa kuno. Arti kata gamelan, sampai sekarang masih dalam dugaan-dugaan. Mungkin juga kata gamelan terjadi dari pergeseran atau perkembangan dari kata gembel. Gembel adalah alat untuk memukul. Karena cara membunyikan instrumen itu dengan dipukul-pukul. Barang yang sering dipukul namanya pukulan, barang yang sering diketok namanya ketokan atau kentongan, barang sering digembel namanya gembelan. Kata gembelan ini bergeser atau berkembang menjadi gamelan. Mungkin juga karena cara membuat gamelan itu adalah perunggu yang dipukul-pukul atau dipalu atau digembel, maka benda yang sering dibuat dengan cara digembel namanya gembelan, benda yang sering dikumpul-kumpulkan namanya kempelan dan seterusnya gembelan berkembang menjadi gamelan. Dengan kata lain gamelan adalah suatu benda hasil dari benda itu digembel-gembel atau dipukul-pukul (Ki Hajar Dewantara, 1953).
mengembangkan apa yang sudah ada. Alat musik etnis ritualis menjadi alat musik religius, kemudian menjadi musik sarana, yaitu gamelan untuk dakwah, untuk sarana pendidikan, untuk media penerangan. Pada jaman gamelan sebagai sarana ini jumlah unitnya selalu mengalami penambahan, antara lain ditambah macam-macam kendang, macam-macam-macam-macam alat musik petik, macam-macam-macam-macam alat musik gesek, bahkan tambur, terbang, jedor, bedug dan lain-lain masuk ke dalam anggota musik gamelan. Anak muda sekarang ada yang ingin mengembangkan unit gamelan dengan cara gong dibalik diisi kerikil dan dibunyikan dengan memukul bahunya, kempul diberi kerikil di dalamnya, bonang dipukul-pukul dengan pemukul tambur pada badannya, dan lain-lain (Kodiron, 1989).
BAB II
RICIKAN GAMELAN JAWA
Bagi masyarakat Jawa gamelan mempunyai fungsi estetika yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. Kita harus bangga memiliki alat kesenian tradisional gamelan. Keagungan gamelan sudah jelas ada. Duniapun mengakui bahwa gamelan adalah alat musik tradisional timur yang dapat mengimbangi alat musik Barat yang serba besar. Di dalam suasana bagaimanapun suara gamelan mendapat tempat di hati masyarakat.
Gamelan adalah alat kesenian yang serba luwes. Di bawah ini sebagai contoh keluwesan gamelan. Gamelan dan pendidikan. Gamelan dapat digunakan untuk mendidik rasa keindahan seseorang. Orang yang biasa berkecimpung dalam dunia karawitan, rasa setiakawan tumbuh, tegur sapa halus, tingkah laku sopan. Semua itu karena jiwa seseorang menjadi sehalus gendhing-gendhing (Trimanto, 1984). Gamelan dan tari-tarian. Gamelan memang tidak bisa dipisahkan dengan tari-tarian. Gamelan memang alat untuk mengiringi tari-tarian. Gamelan bisa untuk mengiringi semua macam tari-tarian.
Di sana gamelan sekaten dibunyikan. Bunyi gamelan sekaten punya daya tarik yang sangat besar. Tiap gamelan sekaten dibunyikan banyak orang berdatangan dan berkumpul dekat gamelan sekaten itu. Kemudian setelah orang-orang sudah datang maka dakwah agama Islam dimulai (Wignya Sutarno, 1956). Gamelan dan olah raga. Gamelan bisa untuk mengiringi olah raga, senam misalnya. Gendhingnya disesuaikan dengan irama senam tersebut (Dwijo Carito, 2000). Gamelan dan peralatan. Rasanya sepi apabila dalam suasana perhelatan tidak ada suara gamelan. Gamelan dapat menambah kemeriahan suasana perhelatan. Gamelan dan Tamu Agung. Kerajaan-kerajaan di Jawa punya tradisi bila ada tamu agung datang mesti disambut dengan suara gamelan, biasanya gamelan Monggang atau dengan gamelan biasa. Gendhing-gendhingnya disesuaikan dengan irama langkah tamu tersebut. Dan masih banyak lagi tentang keluwesan gamelan.
accompany drama such as sendratari, wayang wong and kethoprak, to accompany shadow puppet or wayang kulit performance (also wayang golek), for ceremonies (wedding ceremony), and recently, in Central Java, as church musical instruments to replace the organ. There are several gamelan ensembles in Indonesia, among them are: Gamelan Jawa (Java) from Central/East Java. Gamelan Sunda from West Java, Gamelan Dhegung from West Java, Gamelan Bali from Bali, Gamelan Kodhok Ngorek special small ensemble for ceremony, Gamelan Monggang special small ensemble for ceremony, Gamelan Carabalen special small ensemble for ceremony, Gamelan Sekati special ensemble played once a year during Maulud/sekaten celebration (the birthday of the prophet Mohammad SAW), Gamelan Sengganen gamelan with thick glass keys, Gamelan Jemblung bamboo instruments from Bagelen, Gamelan Bumbung bamboo idiochord instruments from Kediri. A large gamelan set consists of around 70 to 75 instruments. The usual instrumental classification (idiophones, chordophones, aerophones, membranophones) is set aside in favor of an arrangement based on function. The grouping of the principal instruments according to their function are : Balungan (main melody playing instruments), Interpunctuating instruments, Syncopating/paraphasing instruments, ornamenting instruments, conducting/ agogic instruments.
Pelog Penerus, Gambang Slendro, Gambang Pelog, Rebab (Gading atau Pontang), Kecrek, Clempung Slendro, Clempung Pelog, Kendang Gede, Kendang Ciblon, Kendang Ketipung, Beduk Besar, Tambur, Slemtem Slendro, Slemtem Pelog, Demung Slendro, Demung Pelog, Saron Slendro, Saron Pelog, Saron Peking Slendro, Saron Peking Pelog, Suling Slendro, Suling Pelog, Gong Suwukan, Gong Gede, Kempul 1 Slendro, Kempul 6 Slendro, Kempul 5 Slendro, Kempul 3 Slendro, Kempul 2 Slendro, Kempul 5 atau 6 Pelog (Kalau tumbuk 5/6), Kempul Barang (7) Pelog, Kempul 1 Pelog, Kempul 3 Pelog, Kempul 2 Pelog, Kenong 1 Slendro, Kenong 6 Slendro, Kenong 5 Slendro, Kenong 3 Slendro, Kenong 2 Slendro, Kenong Barang Pelog (7), Kenong 6 Pelog, Kenong 5 Pelog, Kenong 3 Pelog, Kenong 2 Pelog, Kenong 1 Pelog, Rancak Kempyang dan Ketuk Slendro, Rancak Kempyang dan Ketuk Pelog.
Gamelan yang lengkap mempunyai kira-kira 72 alat dan dapat dimainkan oleh niyaga (penabuh) dengan disertai 10-15 pesinden dan atau gerong (Sumarto & Sri Suyuti, 1978). Susunannya terutama terdiri dari alat-alat pukul atau tetabuhan yang terbuat dari logam. Sedangkan bentuknya berupa bilah-bilah ataupun canang-canang dalam berbagai ukuran dengan atau tanpa dilengkapi sebuah wadah gema (resonator). Alat-alat lainnya berupa kendang, sebuah alat gesek yang disebut rebab, kemudian gambang yaitu sejenis xylophon dengan bilah-bilahnya dari kayu, dan alat berdawai kawat yang dipetik bernama siter atau celempung.
BAB III
PERANAN NIYAGA PANGRAWIT
Biasanya mengerjakan perawatan sesuatu benda lebih sukar dari pada pembuatannya atau pengadaannya. Soal perawatan sesuatu benda memerlukan kesadaran yang tinggi. Benda-benda yang sulit didapat, sukar pengadaannya sudah barang tentu mahal harganya, dan harus dirawat dengan penuh kesadaran. Seniman bukan hanya orang yang menciptakan barang seni saja; orang yang bisa menikmati benda senipun ia seniman, meskipun ia tidak bisa menciptakan benda seni tersebut.
Peran niyaga pernah oleh Soetrisno R (2004) dalam disertasinya yang berjudul Dimensi Moral Dalam Syair Tembang Pada Pergelaran Wayang Purwa. Benda-benda seni memang diciptakan atau dibuat oleh seniman-seniman atau budayawan-budayawan, namun orang yang memeliharanya atau menjaga kelestariannya juga budayawan (Koentjaraningrat, 1984). Maka dari itu kita harus mendidik generasi penerus lewat sekolah, keluarga, masyarakat agar mereka menjadi generasi budayawan penerus (Trimanto, 1984).
Umum pada waktu itu takut sekali menggunakan kedua rancak gamelan tersebut dengan dalih bahwa hal itu akan mendatangkan kualat kepada orang dalam, yang mengakibatkan kejadian-kejadian yang kurang baik, yang pada dasarnya kemungkinan hanya co-insiden saja. Tetapi karena dihubung-hubungkan biasanya cocok (gatuk). Pada jaman kemerdekaan dan saat sekarang ini hal-hal yang demikian sudah tidak berpengaruh lagi. Bahkan di mana-mana, jika ada pertun-jukan Wayang Kulit semalam suntuk selalu digunakan 2 rancak. Hal-hal yang menjadi kunci suksesnya pergelaran apa pun bentuknya, apakah itu pergelaran Wayang Kulit atau Tari, ialah expresi/penanganan yang sempurna dan penuh semangat pengabdian daripada para seniman-seniman/peraga-peraga tersebut yang tidak lepas dari rule of the game (aturan permainan) patokan-patokan yang telah ditentukan para Empu-empu Gendhing/Tari beserta improvisasinya yang benar-benar selaras, dengan rasa keindahan (estetika) serta kalau mungkin, lepas dari bentuk komersialisasi apa pun dasarnya.
(Indah Sekali), Penuh dengan Estetika, Keharmonisan, Ajaran-ajaran, Filsafat-filsafat, Tatakrama, Kemasyarakatan, Toleransi, Pembentukan Manusia-manusia Yang Bermental Luhur/Jujur/Ksatria, Tidak Lepas Pula Sebagai Faktor Pendorong Insan Dalam Beribadah Terhadap 'I'uhan Seru Sekalian Alam, yaitu dengan sarana kerja keras dan itikat baik memetri/menjaga/menyempurnakan Seni dan Budaya Sendiri. Jangan sampai ada suatu Gap dengan sesepuh yang benar-benar mumpuni (ahli) dalam hal tersebut di atas. Bahkan komunikasi perlu dijaga sebaik-baiknya dengan para sesepuh sebagai sumber/gudang yang masih menyimpan berbagai ilmu yang berhubungan dengan masalah kebudayaan itu sendiri, terutama para Empu-empu Karawitan dan Tari/Pedalangan, dan sebagainya yang kenyataannya sebagian besar pada masa ini Beliau-beliau itu sudah hampir mahas sepining asamun, berada di rembang petang. Saya peringatkan masalah ini dengan serious untuk segera bersiap-siap untuk menanganinya, terutama generasi muda, jangan sampai Simpanan-simpanan Turut Sirna Marga Layu (Punah).
berkorban demi Nusa dan Bangsa. Apa pun bidang seni yang dikuasai, jadilah insan seni yang banyak beramal, dengan ilmu yang padat dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Adapun maksud pengarang menyusun buku Gendhing Karawitan Jawa ini tidak lain ingin turut Melestarikan Existensi Kebudayaan Bangsa supaya tidak musnah dimakan jaman peradaban Serba Super Teknik yang menghendaki ekselerasi dan kepraktisan-kepraktisan di segala lapangan, baik yang menyangkut masalah tata kehidupan masyarakat maupun individual (Harsono Kodrat, 1982). Dengan sumbangan yang kurang berarti ini, pengarang sebagai insan Indonesia yang bertanggung jawab kepada Nusa Bangsa dan Tuhan, sedikit lega bernafas bisa mendarmabaktikan hasil karya yang belum seberapa ini ke haribaan Ibu Pertiwi.
Berkaitan dengan pelestarian musik Jawa itu Trimanto (1984) memberi saran sebagai berikut. Barang atau benda yang terawat kelihatan tetap anggun. Cara merawat gamelan memerlukan pengertian khusus, antara lain : instrumen-instrumen gamelan harus dijauhkan dari benturan satu sama lain. Di samping ia akan pecah juga benturan akan merubah nada. Tali temali (pluntur, Jawa) harus selalu dikontrol. Sebab bila tali-tali gamelan itu putus gamelan bisa jatuh ke tanah atau lantai yang menyebabkan gamelan itu pecah atau paling sedikit nada berubah.
cepat-cepat dibuang. Instrumen gamelan yang berbentuk bundar, kelembaban bagian dalam lebih hebat daripada bagian luar. Oleh karena itu bagian dalam gamelan bundar harus juga dibersihkan.
Niyaga atau pengrawit harus mempunyai pengetahuan yang memadai
tentang seluk-beluk gamelan. Peranan niyaga dalam pergelaran wayang purwa
yaitu membantu dalang dalam mengiringi karawitan, sehingga jalan
pementasannya terasa lebih hidup. Kata niyaga dalam bahasa Kawi atau Jawa
Kuna, berarti dagang atau dagangan (Winter dan Ranggawarsita, 1987:184).
Namun demikian, dalam komunitas karawitan, kata niyaga dalam bahasa Jawa
baru berarti penabuh gamelan. Demikian pula di dalam tulisan ini yang dimaksud
niyaga adalah penabuh atau pemain gamelan dalam pergelaran wayang kulit purwa Jawa. Sebetulnya kata niyaga itu sangat erat hubungannya dengan konsep abdi dalem. Kata abdi berarti hamba atau sahaya, sedangkan abdi dalem berarti punggawa atau pegawai kerajaan. Tentu saja di dalam kehidupan keraton terdapat
beberapa kelompok abdi dalem, seperti abdi dalem kriya, abdi dalem prajurit,
abdi dalem ulama, abdi dalem gunung, abdi dalem bedhaya, dan abdi dalem niyaga. Di Keraton Kasunanan Surakarta seorang yang telah resmi menjadi abdi dalem, mulai dari pangkat jajar ke atas dikategorikan sebagai priyayi (Soeratman, 1989: 200).
Dalam perkembangan selanjutnya kata niyaga ini mempunyai arti yang
berbeda, dan pada tahun 1970-an, istilah niyaga itu berubah menjadi penabuh, dan
ada paling tidak pada masa pemerintahan Paku Buwana IX. Hal itu terbukti
adanya salah satu tempat di Pagelaran yang disebut bangsal Pangrawit, yakni
tempat gamelan yang akan ditabuh oleh para niyaga. Di samping itu, nama
pangrawit juga diberikan kepada para abdi dalem niyaga yang sudah mempunyai kedudukan atau pangkat bei, seperti misalnya Pancapangrawit, Martapangrawit,
Gunapangrawit, dan Purwapangrawit.
Dalam pementasan wayang kulit purwa saat ini, jumlah niyaga kurang
lebih 30 orang. Hal ini tidak lepas dari keperluan pementasan wayang kulit itu
sendiri yang menggunakan gamelan komplit laras slendro dan pelog, bahkan
sering ditambah dengan instrumen lain seperti drum dan biola. Instrumen gamelan
yang sering digunakan yaitu kendang, gender barung, gender penerus, rebab,
slenthem, gambang, suling, bonang barung, bonang penerus, saron demung, saron barung, saron penerus, kethuk, kenong, kempul, gong, drum dan biola, kadang-kadang terompet, dan keyboard. Khusus kendang berjumlah tiga buah,
saron demung dua rancak, dan saron barung empat rancak, saron penerus dua rancak. Kecuali niyaga yang menabuh gamelan, ada niyaga yang berfungsi sebagai vokalis atau biasa disebut wiraswara atau penggerong yang jumlahnya
disesuaikan dengan kebutuhan.
Dalam kehidupan karawitan termasuk karawitan untuk keperluan
pementasan wayang kulit purwa, instrumen gamelan secara fungsional musikal
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yakni kelompok instrumen ricikan
Kelompok ricikan balungan, yaitu ricikan-ricikan yang lagu permainannya
sangat dekat dengan lagu balungan gendhing. Yang termasuk kelompok tersebut
adalah ricikan-ricikan saron barung, saron demung, saron penerus, slethem, dan
(bonang) penembung.
Kelompok ricikan garap, yaitu ricikan-ricikan yang menggarap balungan
gendhing, dengan cara menafsirkan kemudian menerjemahkan lewat
vokabuler-vokabuler garapnya. Ricikan-ricikan yang termasuk dalam kelompok tersebut
adalah rebab, kendhang, gender, gender penerus, bonang, bonang penerus, siter,
suling, gambang, sindhen, dan gerong.
Kelompok ricikan struktural, yaitu ricikan-ricikan yang membuat suatu
jalinan permainan dengan membentuk struktur berdasarkan (menentukan) bentuk
gendhing. Ricikan-ricikan yang termasuk di dalam kelompok ini adalah kethuk, kempyang, engkuk, kenong, kempul, gong, kecer, kemanah, keplok-alok, dan kendhang.
Pengendang selalu menjadi pimpinan karawitan pengiring, dan menjadi
pimpinan pertunjukan pada umumnya di samping dalang. Kepada merekalah
terutama sasmita-sasmita dalang ditujukan, dan merekalah yang harus
menjabarkannya kepada semua niyaga dan khususnya pengrebab, karena
instrumen rebab merupakan pamurba lagu yang berfungsi sebagai pembuka
gending. Salah satu di antara tugas penggender ialah memperhatikan apakah nada
suara dalang masih tetap benar di sepanjang permainannya, yaitu dengan jalan
gender merupakan pamangku lagu, bahkan ketika semua niyaga sedang berhenti
menabuh. Pangrawit atau penabuh atau musisi gamelan Jawa selain mempunyai
fungsi sebagai pengiring dalam pementasan wayang purwa harus memahami pula
pengertian karawitan secara umum. Karawitan adalah seni suara yang
menggunakan laras slendro dan pelog baik suara manusia atau suara instrumen
gamelan. Di samping itu pangrawit harus memahami irama dari lagu-lagu yang
dibawakan, karena irama sebagai tingkatan pengisian di dalam gatra yang berisi
empat titik dan selanjutnya meningkat menjadi kelipatan-kelipatan sampai dengan
enam belas titik. Titik-titik itu akan diisi oleh permainan instrumen yang bertugas
di bagian lagu, misalnya: cengkok permainan gender, cengkok permainan bonang
dan instrumen-instrumen lainnya.
Irama dan tempo dari lagu yang terdapat dalam syair-syair tembang akan
menjadi lebih harmonis manakala pamurba irama dalam hal ini kendang dapat
memelihara tempo dengan sebaik-baiknya. Di dalam memainkan alat musik
gamelan Jawa dapat dikategorikan menjadi tiga jenis: Tempo lambat atau tamban,
tempo sedang atau sedeng, dan tempo cepat atau seseg. Cepat dan lambatnya
tempo di dalam karawitan disebut laya dan bukannya wirama. Bagi para
pangrawit sudah dapat membedakan pengertian laya dan wirama walaupun istilah
tersebut tidak terdengar di dalam percakapan sehari-hari.
Pangrawit harus mempunyai pengetahuan tentang lagu yang merupakan
susunan nada-nada yang diatur sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku, apabila
bentuk, sehingga menimbulkan bermacam-macam jenis gendhing. Adapun irama
dan lagu di dalam ricikan karawitan akan dijelaskan sebagai berikut.
Nama dan tugas ricikan di dalam karawitan Ricikan yang bertugas pada
bagian irama
Ricikan yang bertugas pada bagian lagu
1. Kendang : a. Kendang gede b. Kendang kalih c. Ketipung d. Ciblon 2. Ketuk
3. Kempyang 4. Kenong 5. Kempul 6. Gong
7. Kecar (pada wayangan)
1. Rebab 2. Gender gede 3. Gender penerus 4. Gambang 5. Bonang gede 6. Bonang penerus 7. Slenthem 8. Demung 9. Saron barung 10.Saron penerus 11.Clampung 12.Suling
Sumber : Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta Jurusan Karawitan
Tugas masing-masing ricikan bagian irama 1. Kendang (disebut pemurba irama)
a. Menentukan bentuk gending b. Mengatur irama dan jalannya laya
c. Mengatur mandeg dan menyusukkan gending d. Buka untuk gending-gending kendang
2. Kethuk (disebut pemangku irama)
a. Menguatkan kendang dalam menentukan bentuk gending. b. Menunjukkan macam irama (misal irama apakah ini?) 3. Kenong (disebut pemangku irama)
5. Gong (disebut pemangku irama)
a. Menguatkan kendang dalam menentukan bentuk gending. b. Sebagai pada dan finalis.
Tugas ricikan pada bagian lagu 1. Rebab (disebut pemurba lagu)
a. Menentukan lagu
b. Buka untuk gending-gending rebab 2. Gender gede (disebut pemangku lagu)
a. Memperindah lagu dengan segenap cengkoknya b. Buka untuk gending-gending gender
c. Buka untuk gending-gending disamping bonang barung 3. Bonang gede (disebut pemangku lagu)
a. Memperindah lagu dengan segenap cengkoknya b. Buka untuk gending-gending bonang
c. Buka untuk gending-gending lancaran 4. Gambang (disebut pemangku lagu)
a. Memperindah lagu dengan segenap cengkoknya b. Buka untuk gending-gending gambang
5. Clempung, gender penerus, bonang penerus (disebut juga pemangku lagu) tugasnya menghias lagu.
6. Slenthem, demung, saron barung (disebut juga pemangku lagu) tugasnya sebagai pola dari pada lagu atau diistilahkan balungan.
Sering pula terjadi dalang yang tidak pentas menggantikan tempat salah seorang niyaga tetap di tengah pertunjukan berlangsung, sementara yang digantikannya sejurus akan menepi atau mulai memainkan gamelan yang lain. Bahkan lazim pula terjadi tamu ikut bergabung sebagai niyaga beberapa saat, sedangkan niyaga-niyaga itu pun sering bertukar-tukar tempat atau gamelan yang dimainkannya berkali-kali sepanjang malam pertunjukan berlangsung. Komposisi rombongan karawitan itu tidak pernah tidak berubah jika rombongan karawitan tersebut adalah rombongan tetap dalang itu sendiri. Demikian pula komposisi tidak akan tinggal tetap di sepanjang suatu pertunjukan tertentu. Hal demikian sama sekali tidak akan dianggap sebagai pengganggu pertunjukan. Pergantian niyaga selagi pergelaran berjalan oleh teman si dalang atau tamu undangan justru dipandang sebagai penghormatan terhadap dalang sebagai sesama profesi, sehingga karenanya masyarakat sangat menghargainya. Pernyataan penghormatan seperti itu sering kali dipandang mempunyai arti lebih penting bagi mereka dan bagi semua yang hadir, daripada keindahan estetik pergelaran itu sendiri.
BAB IV
LAGU LANCARAN
1. Aja Dipleroki
Buka: 1 1 5 . 6 . 3 . 2 . 1 Ompak:
. . 1 5 6 5 4 5 . . 1 5 6 5 4 5 . 6 5 3 . 3 . . . 3 2 1 . 1 2 1 . . 1 5 6 5 4 5 . . 1 5 6 5 4 5 . 6 5 3 . 3 . . . 3 2 1 . 1 2 1 Lagu:
2 1 2 1 6 5 6 1 2 3 5 3 2 1 6 5 1 1 1 5 6 1 6 5 2 1 6 5 2 2 1 2 3 2 1 2 3 1 6 5 2 1 2 1 4 5 6 5 1 6 4 5 6 3 2 1 5 6 4 5 6 3 2 1
Mas mas mas aja dipleroki Mas mas mas aja dipoyoki Karepku mjaluk diesemi
Tingkah lakumu kudu ngerti cara Aja ditinggal kapribaden ketimuran Mengko gek keri ning jaman, Mbok ya sing eling
Eling bab apa? Iku budaya
Pancene bener kandhamu
2. Aja Lamis
Bawa Sinom :
Yen kowe seneng lelewa Adhakane seneng lamis Becik aluwung prasaja Mung welingku aja lamis Yen kowe seneng lamis Gampang kena ing bebendu Tumraping sesrawungan Mbok aja sok dhemen lamis
Langgam :
Aja sok gampang janji wong manis Yenta amung lamis
Becik aluwung prasaja nimas Ora agawe gela
Tansah ngugemi tresnamu wingi Jebul amung lamis
Kaya ngenteni thukuling jamur ing mangsa ketiga Aku iki prasasat lara tan antuk jampi
Mbok aja amung lamis
Kang uwis dadine banjur dhidhis
Akeh tuladha kang dhemen cidra uripe rekasa Milih sawiji endi kang suci tanggung bisa mukti
3. Aku Duwe Pitik
Aku duwe pitik, pitik tukung Saben dina tak pakani jagung Petog, gogog-petog-petog
7. Bindri
Iku pantes dadi pikukuh kapribadening bangsa Karawitan pedhalangan beksa basa sastra Candhi kraton wis nyata peninggalan kuna Borobudhur kuncara liyan praja
11.Candi Borobudur
Saindenging jagad raya nyatane ora ana Candhi sing samadhani endahe Borobudur Edi lan endahe sarta daya prabawane Candhi Borobudur pranyata misuwur Dadi tandha yektine kabudayan luhur Mula prayogane rineksa murih tan lebur Pancen wiwit jaman kuna kaguna kita pinunjul
Candhi Cetho lan Sukuh sinawang katon pangkuh Sanadyan prasaja ananging mawa prabawa
Dadi tandha yekti luhuring budaya Wiwit kuna Nuswantara wus kaloka
Akeh sing durung ngerti papan dununge Candhi Cedhak gunung Lawu winangun awujud tugu Minangka sarana manembah Hyang Widhi Ingkang tansah paring berkah lan rejeki Kala jaman smana Candhi Sukuh lan Cetho Ujaring pra wredha yasan warga Majalengka Kasor andon yuda nasak wanawasa
Urip nrima ing sukuning Lawu arga Candhi Sukuh lan Cetho saiki dadi srana Nora mung kinarya sasana manungku puja Nanging uga dadi papan wisata di
Sarta uga kanggo noleh jaman kuna
13.Cengkir Gadhing
Cengkir cengkir gadhing kinupengan beras kuning Temanten wis sumandhing
Dhahar sega punar kanthi polatan suminar Busanane sarwa kembar
14.Gambuh
Tambur suling gung maguru ngungkung Binarunging krapyak myang watang agathik Kang kapyarsa swaranipun
Candhi Gedhongsana mapan ing lemah bawera Dununge pating prenca pancen wis disengaja Ora waton tinata mesthi ngemu surasa Sinamun samudana nggladhi lantiping rasa
Candhi Gedhongsanga ngenguwung mawa prabawa Murih tetep lestari kudu tansah rineksa
16.Gunung Lawu
Buka . . 6 6 3 6 3 5 . 3 5 6 3 2 1 2 3 6 3 5 3 6 3 2
1 3 1 2 6 5 1 6 3 6 3 6 3 5 2 3 2 3 2 3 1 6 1 2 6 1 2 3 2 1 2 6
. 3 . 6 3 6 3 5 6 3 5 . 3 2 1 2 . 2 2 3 1 2 3 2 . 5 5 5 2 3 5 6 . 3 5 6 . 3 5 6 . 5 6 5 2 3 5 3 . 1 2 3 . 1 2 3 . 2 1 6 1 2 3 2 . 1 1 . 5 6 5 3 . 1 2 3 2 1 2 6 Kae Gunung Lawu sinawang katon biru
Sajake isih turu swarane manuk podhang
Gumontang neng epang ngoceh swarane gandhang Sinelan unine prenjak sarta branjangan
Nanging Gunung Lawu ra rumangsa kaganggu E e Gunung Lawu yen Minggu akeh tamu
Menyang grojogan sewu sarta nyang Balekambang Leledhang neng taman lungguh pinggir blumbang Sinambi mriksani endahe sesawangan
Taman Balekambang nyata endah sinawang
17.Gugur Gunung
Buka: . 3 2 3 . 6 . 5 . 7 . 6 2 . 2 . 6 7 6 7 3 5 7 6
2 7 2 7 6 5 2 3 5 6 5 6 2 3 6 5 2 3 2 3 6 5 3 2
Ayo kanca ayo kanca ngayahi karyaning praja Kono-kene kono-kene gugur gunung tandang gawe Sayuk sayuk rukun bebarengan ro kancane
18.Gula Klapa
Buka 2 4 5 6 2 1 5 5 A. 6 5 2 1 3 2 6 5 B. 6 5 2 1 3 2 6 5 C. 1 6 2 1 5 6 2 1 D. 2 4 6 5 6 1 6 5
Gula klapa abang putih sang dwi warna Gula klapa pralambang negara kita
Watak kendel kulinakna budi asor singkirana Gula klapa dadi srana manunggaling nusantara Gula klapa abang putih sang dwi warna
Gula klapa iku minangka pratandha
Sagung rakyat Indonesia tunggal sipat rasa karsa Adhedhasar Pancasila ayem tentrem warga bangsa 19.Jago Kluruk
Buka 3 5 3 2 5 5 1 6 1 5 2 5 3 2 3 5 3 2 3 2 1 6 2 1 2 3 6 5 3 2 3 5 3 2 6 1 6 5 Ing wayah esuk, jagone kluruk Rame swarane pating kemruyuk Wadhuh senenge sedulur tani Bebarengan padha nandur pari Srengenge nyunar kulon prenahe Manuke ngoceh ana wit-witan Pating cemruwit rame swarane Tambah asri donya saisine 20.Kabudayan Jawi
Buka . 5 5 . 3 5 2 3 . 5 1 6 5 3 2 3 3 6 3 5 3 6 5 3
2 1 2 1 5 6 1 6 3 6 3 5 3 6 3 5
2 1 2 1 5 6 1 6
Ayo para kanca amarsudi budaya Mrih saya ngrembaka aja malah sirna Akeh bangsa manca sing padha ngalembana Nyata dadi cihna luhur ing budaya
Kabudayan Jawi rerengganing pretiwi Endahe kepati alus merak ati
Ora nguciwani gawe renaning ati
Lungit mrambawani ngrawit milanggoni Beksan lan gamelan tatah sungging lan wayang Kudu dipepetri aja nganti ilang
Ana bangsa manca kepengin dadi dhalang Sregep ajar nembang sindhen karawitan 21.Kandhang Bubrah
Buka Kendhang : . . . 6
A. 3 1 2 3 6 5 2 3 3 2 1 6 B. 3 1 2 3 6 5 2 1 3 2 1 6
C. 5 2 5 3 5 2 5 3 6 5 2 1 3 2 1 6 D. 5 2 5 3 5 2 5 3 6 5 2 1 3 2 1 6
22.Kebo Giro
Buka: 5 6 7 2 7 3 7 2 7 6 7 5
A. . 6 . 5 . 3 . 2 . 3 . 2 . 6 . 5 B. . 6 . 5 . 3 . 2 . 3 . 2 . 6 . 5 C. . 6 . 5 . 6 . 7 . 6 . 7 . 6 . 5 D. . 6 . 5 . 6 . 7 . 6 . 7 . 6 . 5 E. . 7 . 6 . 3 . 2 . 3 . 2 . 6 . 5
23.Kebo Giro Kedhu
Buka: . . 6 .
. 3 .
. 6 .
.
3 . . 6 .
24.Kebo Giro Gambirsawit Besok dadi wong kang dipercaya
Sing becik dienggo, dibuang barang sing ala Oing, uwit gadhung uwit tela
Oing, yen wis kadhung aja gela 26.Kembang Mlathi
Kembang mlathi rerengganing widodari Ganda wangi agawe ayeming ati
Kembang mlathi yen sore disirami Kembang mlathi tinandur neng tamansari
27.Kupu Kuwi
. . 6 1 6 1 6 . 6 1 6 1 . . 3 2 . 5 5 . 5 3 5 6 6 1 2 1 6 2 1 6 . 5 3 5 2 3 5 6 . 5 3 5 1 6 5 6 . 2 1 . 6 2 1 6 6 1 2 1 6 2 1 6
Kutha Sala resik lan tumata Pantes Kalamun nampa Adipura
Kutha Surakarta Bersih Sehat Rapi Indah Ganep kaping limane nampa pangalembana Wujud Adipura pratandha resik tumata
29.Lela Ledhung
6 7 2 7 5 6 2 3 7 2 5 3 6 2 6 7 6 7 2 7 5 6 2 3 7 2 5 3 6 2 6 7 6 7 5 6 2 3 2 7 3 2 3 2 5 6 3 2 3 . . 7 5 6 2 3 7 2 5 3 6 2 5 3
30.Mahesa Kurda
Buka : 1 6 3 2 3 1 5/5 5 A. 6 5 3 2 3 2 6 5
B. 6 5 3 2 3 2 6 5 C. 6 5 2 1 2 1 6 5 D. 6 5 2 1 2 1 6 5 E. 1 6 3 2 3 2 6 5
Bendhe umyung tengara budhaling wadya Kang tinata carub wor dadi sajuga
Sang Panganjur aba-aba nabuh tambur Teteg ajeng suling peling nut wirama Kalamun cinandra pan yayah mahesa kurda.
31.Mahkamah Konstitusi
Buka . 3 5 6 . 3 6 5 3 2 1 2
Ompak . 2 3 . 2 1 3 2 . 1 3 . 5 3 5 6
. 5 5 5 . 3 5 6 . 3 6 5 3 2 1 2 2 x Lagu A. 5 3 2 1 5 6 5 3
D. 3 2 3 6 3 5 3 2 E. 3 2 3 6 5 3 5 2 F. 3 5 3 2 3 5 3 6 G. 5 3 5 6 5 3 5 2
Mahkamah Konstitusi, Dhandhanggula
Tersebutlah lembaga negari Mahkamah Konstitusi namanya Hasil proses amandemen Konstitusi yang baru Dengan arah berdemokrasi Tata praja dijaga
Supremasi hukum Dijunjung rakyat aparat Kebenaran keadilan dihormati Ketentraman tlah datang
Mahkamah Konstitusi, Kebangsaan
Undang-undang di Mahkamah Konstitusi Itu tempat pengujian hukum yang tertinggi
Sengketa antar lembaga rampung dengan saksama Para hakim bijaksana tanpa purbasangka
Demi bangsa negara Indonesia Slalu kerja keras serta hati ikhlas Semangat bersatu ke depan bisa maju Pengalaman dalam hidup kebangsaan
Slalu muncul sikap perbedaan dan pandangan Bahasa dan budaya beraneka rupa
Binneka Tunggal Ika itu semboyannya Pancasila dasar negara kita
Undang Undang Dasar Empat Puluh Lima Mahkamah Konstitusi pengawal konstitusi.
32.Manuk Podhang
Buka 2 1 2 3 . 2 1 2 6 1 2 1 6 1 2 3 1 2 6 1
. . . . 6
Manuk Podhang padha ngoceh aneng epang Wayah esuk gumontang swarane gandhang Mung emane saiki wis arang muni
Wis ginanti swara mesin rina wengi Manuk Podhang saya suwe saya ilang
33.Manyar Sewu
E mari kangen muga-muga tansah tegen Atiku dadi tentrem amulat netra kang tajem Mari kangen mulat sira netra tajem tyas jatmika.
35.Mbok Yo Mesem
Buka 5 5 2 5 3 . 5 . 3 1 . 1 1 A. 5 6 5 3 5 2 5 1
3 2 1 3 1 2 3 5 6 5 6
.
1 6 . 1 6 5 2 3 5 3 5 3 2 1 B. 2 1 2 1 2 3 2 1 2 1 2 1 5 6 1 2 3 1 6 5 3 2 3 1 6
.
1 6 5 3 2 3 1
3 2 3 1 3 2 3 5 6 5 6 5 3 2 3 1
3 3 2 1 6 . 1 6 5 3 5 3 5 3 2 3 1
E e e mbok ya mesem, mrengut pedahe apa E e e mbok ya mesem, susah pedahe apa Panjalukku dak tetepa ing janji
Aja ewa aja tansah cuwa
Nadyan aku uga tan selak ing janji E mesema tansah takenteni
Yo bareng angudi luhuring kagunan Watone tumemen mesthi kasembadan.
36.Menthog-Menthog
2 1 6 3 6 5 3 5
Mbok ya aja ngetok ana kandhang bae Enak-enak ngorok ora nyambut gawe Menthog, menthog, mung lakumu Kutha cilik sangisore Gunung Wilis iku pantes dadi pecangkramaning pra turis yo kanca ning Seduda ing perenging arga lelumban lan byur-byuran
weh bagasing raga
rampung njajan nginep neng pesanggrahan wis mesthi kepranan nyawang kaendahan Jo lali jo keri kutha Nganjuk mranani
Iku dadi proyek kacukupan sandhang pangan Ngocori sabin-sabin sakeloring kutha
Mesthi agawe pengin wong sing padha teka sumur kompor ing ngendi-endi ana
Tandur-tandur subur mesthi gawe makmur Ja lali ja keri kutha Nganjuk ngenteni.
Kabudayan kesenian pancen nyata
Iku pantes dadi pikukuh kapribadening bangsa Kerawitan pedhalangan beksa olahraga
Candhi Ngetos wis nyata peninggalan kuna Pembangunan kuncara liyan praja
Rerengganing kutha wus sarwa tumata Ja lali ja keri kutha Nganjuk nggon seni.
38.Pancasila Sekti
39.Prau Layar
Buka . 6 6 . 6 5 6 1 . 2 . 1 5 . 5 5 A . . 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 . 6 . 1
. . 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 . 6 . 5 . . 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 . 6 . 1 . . 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 . 6 . 5 B. 5 5 5 5 6 1 6 5 6 5 3 2 5 3 2 1
5 5 5 5 6 1 6 5 6 5 3 2 5 3 2 1 2 1 2 1 2 5 6 1 2 1 2 1 5 6 1 2 3 2 3 2 5 3 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 6 5 4 5 6 5 6 5 3 2 5 3 2 1 3 2 3 2 3 2 3 2 6 5 6 1 2 1 6 5 Yo kanca neng gisik gembira
Alerab-lerab banyune segara Angliyak numpak prau layar Ing dina Minggu keh pariwisata Alon praune wus nengah
Byak-byuk byak banyu binelah Nora jemu-jemu sajak mesem ngguyu Ngilangake rasa lungkrah lesu
Adhik njawil mas jebul wis sore Witing kalapa katon ngawe-awe Prayogane becik bali wae
Dene sesuk esuk tumandang nyambut gawe. 40.Purnama Sidi
Buka . 3 6 . 2 3 5 6 . 2 3 5 1 6 5 6 3 6 3 5 2 1 2 6
5 3 5 6 2 1 2 6 2 1 2 3 6 5 2 3 2 3 5 6 1 5 1 6
. 6 6 3 6 5 3 5 1 1 2 1 6 5 1 6 . 1 1 . 5 3 5 6 . 1 2 1 6 5 1 6 6 6 6 . 6 1 2 3 5 5 5 5 2 3 5 3 . 3 3 . 2 3 5 6 2 3 2 1 6 5 1 6 Padhange kaya rina rembulan purnama
Sawangen ing gegana langite tanpa mega Asri lamun dinulu resik semubiru
Kaya banyu segara biru maya-maya
41.Randhu Sanga
Sing nate dak rungu agawe gumunku Dongenge ibuku yen arep mapan turu Kowe dak kandhani nanging kudu janji Aja padha gumuyu yen pancen ora lucu Saka rumangsaku sarta pamikirku Ora mulih nalar ing jaman gagrag anyar Nanging dhek semana beda lan saiki Lelakon neka warna keh crita ngayawara Dak wiwiti crita rikala samana
Ki Rangga Panambang kondhang kaonang-onang Sekti mandraguna tur sarwa sembada
Maiyantu Samber Nyawa merong akampuh jingga Goteking bebrayan Ki Rangga Panambang
Anggarwa Putri Jim lan wanita satuhu Aneng jero Pura yekti winisudha
Pangkat warangka praja mandhegani pra wdya Manggala sanyata gegedhuging praja
Tan mingkuh pakewuh kalamun magut pupuh Tekan titi mangsa pungkasaning yuswa Sumar ing astana kang aran Randhu Sanga 42.Rawa Pening
Buka . . . 2 1 2 6 1 6 5 6 5 2 3 5 3 2 1 6 1 6 5 2 3
2 3 5 6 3 2 1 2 1 6 1 2 6 5 2 3 2 1 2 3 6 5 3 2 . . .
.
2 . 1
. 2 6
.
1 . . 6 6 3 5 2 3 . . 2 3 2 3 5 6 . . 5 2 5 6 5 3 . . . . 1 6 1 2 . . 6 6 5 5 3 5 . . . . 2 3 5 6 . . 3 3 2 2 1 2 . . . 1 1 6 1 2 . . 6 6 5 5 2 3 2 1 6 1 2 3 2 3 6 5 6 5 3 2 1 2 Banyune bening banyu Rawapening
Simbah tau ndongeng aku isih eling Ana wiku ing gunung Merbabu Tan kanyana ketekan taksaka Sang wiku ngungun ula dikon lunga
Tapa ing gunung Merbabu pethit sirah nganti temu Bacute crita aku rada lali
Dha nyuwuna priksa bapak lan bu guru Mengko mesthi bakal didongengi Rawa Pening criuta ndudut ati Jaman saiki wis arang keprungu
Sedurunge mapan turu didongengi bapak ibu 43.Ricik-Ricik
Buka: 6 . 3 5 6 . 5 3 2 . 3 5 6 A. . 3 . 5 . 6 . 5 . 6 . 5 .
. 1 . 6
. 3 . 5 . 6 . 5 . 6 . 5 . . 1 . 6
B. . 3 . 2 . 3 . 2 . 3 . 2 . . 1 . 6
. 3 . 2 . 3 . 2 . 3 . 2 . . 1 . 6
44.Ricik Ricik Banyumas
Buka : 2 3 5 3 6/6 6 A. 1 6 3 2 5 3 2 1 B. 2 3 5 3 5 6 1 6
45.Ringin Kurung Ing tengah alun-alun mesthi ana ringin kurung
Iku tandha yekti tumrap kraton tanah Jawi Yoeya Surakarta Demak Pajang Majalengka Niru Suralaya kedhatone para dewa
Ana ing Suralaya ringin mau darbe nama Aran dewandaru kalawan Wijayandaru
Lambang kawibawan sarta agunging kamulyan Mula para kuna banget anggone precaya Nganti saiki ringin kurung disajeni
Wujud kembang menyan ngobong dupa lan kendhuren Adat pakulinan sing wis ketinggalan jaman
Ora mulih nalar tumrap jaman gagarag anyar
48.Segara Kidul
Ombaking segara Kidul yen cinandra kadi gunung Kang andulu padha ngungun sumurup gedhening alun Wayah bengi krasa sepi ing pesisir suwung
Yen nyawang sisih kidul katon jembar tanpa tepi Gumuruh swaraning alun jumegur kadi kinebur Lembak-lembak alun galak keh pesiisr padha rusak
Tinerjang krodhaning ombak gunung karang padha mendhak Mengkono kahanane agawe gawoking ati
49.Sendhang Drajat Cedhake Arga dalem ana sendhang memper tlaga
Ing donya akeh crita lan kahanan neka warna Akeh sing ngayawara mula sing waspada Aja padha kelu rembug sing pait madu Pikiren gagasen ja padha grusa-grusu Jaman saya maju yen kliru digeguyu
50.Singa Barong Pralaya Bujang Ganong mungsuh Singo Barong
Jaran kepang maju ing palagan Saya rame campuhing yuda Kang dulu padha miris digdaya Pungkasane Singo Barong pralaya
52.Slendhang Biru
Buka . 5 1 6 . 5 . 3 2 . 2 2 A. 3 2 1 6 5 6 1 2
3 2 1 6 5 2 3 5 6 5 6 5 6
. 1 2 1 B. 2 1 2 1 5 6 1 2 3 2 1 2 5 6 1 2 3 5 3 2 5 2 3 5 2 5 2 5 2 5 2 1 6
.
1 6 5 3 2 1 2 3 2 1 6 5 6 1 2 3 2 1 6 5 2 3 5 2 . 2 2 . . . 2
53.Surabayan
Buka: 2 . 1 . 2 . 1 . . 6 .
. 5
A. . 6 . 5 . 3 . 2 . 6 . 5 . 2 . 1 B. . 2 . 1 . 2 .
.
6 . 2 . 1 . . 6 .
. 5
54.Suwe Ora Jamu
Bk : 3565 3216 Lagu :
A. 2353 1232 B. 3565 3216 Cakepan :
Suwe ora jamu Jamu godhong tela Suwe ora ketemu
Ketemu pisan gawe gela Suwe ora jamu
Jamu godhong keningkir Suwe ora ketemu
55.Taman Bale Kambang
57.Tumlawung
Buka: . 6 6 . 2 1 6 5 . 1 . 2 . 5 . 6 2 1 6 3 6 2 6 1
2 1 6 5 1 2 3 1 2 1 6 3 6 2 6 1 2 1 6 5 1 2 5 6 5 6 1 2 1 5 2 1 2 1 6 4 2 6 4 5 5 5 6 3 6 2 6 1 2 1 6 5 1 2 5 6 ompak:
2 1 6 3 6 2 6 1 2 1 6 5 1 2 5 6
58.Wayah Esuk
Buka . 1 5 . 1 6 5 6 . 3 5 6 3 2 1 2 5 3 5 3 2 3 5 6
5 6 5 6 3 2 1 2 3 2 3 2 5 6 5 3 5 3 5 3 2 3 5 6 3 6 3 6 3 2 1 2
. 5 2 3 . 2 5 3 5 2 3 . 2 3 5 6 . 3 5 6 2 3 5 6 . 3 3 3 2 2 1 2 . 6 1 2 . 1 3 2 . 5 5 5 1 6 5 3 . 5 2 3 . 2 5 3 5 2 3 . 2 3 5 6 . 3 5 6 . 3 5 6 . 3 3 3 2 2 1 2
Srengenge wayah esuk sumorot madhangi punthuk Pucuk gunung kang mbrenjul iku aran Gunung Gandhul Cedhake Plintheng Semar ing kutha Wonogiri
Angin tis sumilir agawe tentreming ati
Saben minggu cobanen mungguh pucuk gunung gandhul Yen ati sebel suwe-suwe dadi anyel
Mara enggal sirnakna rasa sebel ngrusak raga Munggah pucuking gunung dhuwure ra sepiroa Rada kesel sedhela rasa sebel dadi sirna
59.Wrahatbala
Buka: 1 . 6 1
. 6 3 2 A. 3 2 1
.
6 1 . 6 3 2 B. 3 2 1
.
6 . 5
. 3
. 2
. 6 C. 5 3 2 3 2 1 2
. 6 D. 5 3 2 3 2 1 2
. 6
E. 2 3 2 1 . 6
. 5 3 2
60.Yogyaning Kendhang Lancaran
Buka ttpb tppp Lampah
Ptpp pbpp pbpp pbpp Ptpp pbpp pbpp pbpp Suwuk
BAB V
LAGU LANGGAM
Langgam Lara Wuyung Pl. 6
. . . 1 3 2 5 3 1 2 3 5 2 3 2 1 2 3 2 1 3 2 5 3 1 2 3 5 2 3 5 6 5 6 1 2 3 5 6 1 2 1 3 2 1 2 3 5 3 5 . 1 3 2 5 3 1 2 3 5 2 3 5 6
Langgam Tamansari Pl. 6
Buka: Celuk . . . 5 . 6 . 4 . 6 . 5 . 4 . 5 . 6 . 1 . 2 . 4 . 2 . 1 . 6 . 4 . 6 . 5 . 6 . 1 . 6 . 5 . 4 . 5 . 6 . 1 . 2 . 4 . 2 . 1 . 1 . 2 . 4 . 1 . 2 . 3 . 5 . 6 . 5 . 6 . 5 . 4 . 6 . 5 . 4 . 2 . 2 . 4 . 6 . 5 . 6 . 4 . 6 . 5 . 6 . 5 . 6 . 1 . 2 . 4 . 2 . 1
Langgam Tamansari Ompak:
Langgam Ali-Ali Sl. Manyura Buka: Celuk
A. 1 6 3 5 3 2 3 1 5 6 3 2 3 2 3 1 2 1 6 5 3 2 3 1 2 1 3 2 5 3 2 1 5 6 1 6 2 5 6 3 5 3 5 3 5 6 2 1 2 1 6 5 3 2 3 1 6 1 3 2 3 2 1 6 2 1 6 5 3 2 3 1 6 1 3 2 3 2 1 6 Ompak:
2 1 6 5 3 2 3 1 6 1 3 2 3 1 2 6
Bawa Dhandhanggula : Jenang gula glali aja lali Ali-ali niki sulih kula Aja dianggep sepele Kula mbotena melu
Amung ati tansh nggondheli Yen dadi lara gela
Sedhih rinten dalu Ketok ketoken kewala
Nganti-anti mbesuk apa bakal bali Yen bali beja kula.
Langgam :
Ngagema ali-aliku pamrihe aja lali marang aku Nadyan kula mboten melu mbesuke
Ngelingana lelabetku
Lamun embane cepaka emane Amung tansah gawe cuwa Iki embane kencana pamrihe Tansah manggiha raharja
Yen nganti ilang mripate jarene nemahi rubeda Yen nganti dinggo wong seje mbesuke
Wis mangsa bodhowa
Pilihanku mripat biru pamrihe Mrih sulistya ingkang warni
Anting-Anting Pl. 6
5 6 5 3 6 2 3 1 2 1 6 5 2 3 5 3 5 6 5 3 6 2 3 1 2 1 6 5 2 3 5 6
2 1 5 3 1 2 3 2 3 5 6 5 2 3 5 6 2 1 5 3 1 2 3 2 3 5 6 5 2 3 5 6
5 6 5 3 6 2 3 1 2 1 6 5 2 3 5 6
Ompak:
Suwuk:
3 1 2 1 3 2 1 6 Ngelik:
E. 5 3 2 1
F. 5 3 5 6 5 3 5 6 5 3 2 1 G. 2 3 2 1 3 5 3 2 5 3 5 6
H. 5 3 5 6 5 3 5 6 2 3 2 1 6 5 3 2
Srepegan Sl. Pt. Manyura
A. 3 2 3 2 5 3 5 3 2 1 2 1 B. 2 1 2 1 3 2 3 2 5 6 1 6 C. 1 6 1 6 5 3 5 3 6 5 3 2 Suwuk:
3 5 3 2
Sampak
Sl. Pt. Manyura
A. 6 6 6 6 3 3 3 3 2 2 2 2 B. 2 2 2 2 3 3 3 3 1 1 1 1 C. 1 1 1 1 2 2 2 2 6 6 6 6 Suwuk:
6 6 6 6 6 6 2 2
Ayak-Ayak Tancep Kayon
. 3 . 2 . 3 . 2 . 3 . 2 . 3 . 2
6 . 6 5 6 5 3 . . 3 3 . 5
6 . . 3 2 6 5 3 5 6 5 6 6 . 1 6 5 6 5 3 2 3 1 2 3 2 3 1 3 6 3 5 3 2 3 1 2 6 3 5 3 2
3 3 . . 3 3 . 5 6 6 . 3 5 6 6 5 3 2 3 2 1 2 1
3 2 6 5 3 5 6 3 2 6 5 3 5 6 1 3 5 6 5 3 2 3 2 3 1 2 6 3 5 3 2 3 1 2 6 3 5 3 2 1 6 5 3 5 6 1 6 2 1 2 3 2 1 2 6 2 1 2 3 2 1 2 6
3 2 3 . 3 2 3 . 3 5 3 2 . 1 . 6
Sampak Banyumasan Sl. 9
Buka: 1 1
5 1 5 1 5 5 6 1 5 6 1 2 1 6 3 5
2 3 5 3 6 5 3 2 6 2 6 2 3 2 3 5
6 5 6 5 6 5 6 1 5 6 1 2 3 2 1 6 1 2 1 6 1 2 1 6 5 1 5 2 5 3 2 1
. 1
. 1
. 1
. 1
. 1
. 1
. 1
. 1
. 1
. 1
DAFTAR PUSTAKA
Dwijo Carito, 2000. Pakeliran Sedalu Natas Lampahan Semar Boyong, Cendrawasih. Surakarta.
Harsono Kodrat, 1982. Gending-gending Karawitan Jawa. Balai Pustaka. Jakarta. Irwan Sudjono, 1990. Lelagon Gagrag Enggal. Cendrawasih. Surakarta.
Sumarto & Sri Suyuti, 1978. Karawitan Gaya Baru. Tiga Serangkai. Surakarta. Ki Hajar Dewantara, 1953. Pasinaon Titi Laras Gendhing. Bharata. Jakarta. Kodiron, 1989. Marsudi Karawitan Jawi. Cendrawasih. Surakarta.
Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Jawa. Balai Pustaka. Jakarta. Rekso Panuntun, 1991. Sekar Sumawur. Cendrawasih. Surakarta.
Soetrisno R., 2004. Dimensi Moral Dalam Syair Tembang Pada Pergelaran Wayang Purwa. Disertasi UGM. Yogyakarta.
Sukatmi Susantina, 2001. Inkulturasi Gamelan Jawa. Philpres. Yogyakarta. Sunardi Wisnubroto, 1997. Sri Lestari An Introduction to Gamelan. Gama Press.
Yogyakarta.
LAMPIRAN 1. SILABUS
SILABUS
MATA KULIAH : SENI KARAWITAN I
SIL/FBS-PBJ/252 Revisi : 00 10 November 2009 Hal
1. Fakultas / Program Studi : FBS / Pendidikan Bahasa Jawa
2. Mata Kuliah & Kode : Kode : PBJ
3. Jumlah SKS : Teori : - SKS Praktik : 2 SKS
: Sem : Ganjil (l) Waktu : 16 pertemuan
4. Mata kuliah Prasyarat & Kode : ...
5. Dosen : Dr. Purwadi
I. DESKRIPSI MATA KULIAH
Mahasiswa memiliki kemampuan dan ketrampilan tentang dasar-dasar seni karawitan yang meliputi : sejarah gamelan, titi laras, pelog slendro, tembang macapat, lelagon, dalang, wiyaga, waranggana, sastra, gendhing, dan wayang. Pengetahuan dasar seni karawitan itu akan mengantarkan mahasiswa menjadi ahli secara teoritis dan trampil secara praktis.
II. STANDARISASI KOMPETENSI MATA KULIAH
Mahasiswa mampu dan terampil memainkan instrumen gamelan dengan lagu-lagu yang termasuk golongan lancaran, ladrang, sekar ageng dan langgam. Dengan mengenal masing-masing instrumen gamelan akan menjadikan mahasiswa secara kolektif mampu memainkan gamelan yang disertai dengan iringan waranggana atau swarawati.
III. POKOK BAHASAN DAN RINCIAN POKOK BAHASAN
Minggu ke Pokok Bahasan Rincian Pokok Bahasan Waktu
I Pengenalan jenis-jenis
instrumen gamelan
Mengetahui dan memahami jenis-jenis instrumen gamelan itu dalam seni karawitan.
100’
dengan lagu lancaran kolektif dengan lagu lancaran yang paling sederhana.
III Latihan gamelan
de-ngan lagu lancaran beserta iringan wa-ranggana
Praktek memainkan gamelan secara kolektif dengan lagu lancaran
lanjutan yang bisa diiringi
waranggana.
200’
IV Latihan gamelan
dengan lagu ladrang
Praktek memainkan gamelan secara kolektif dengan lagu ladrang.
200’
V Latihan gamelan
de-ngan lagu ladrang
dengan diiringi wa-ranggana
Praktek memainkan gamelan secara kolektif dengan lagu ladrang yang bisa diiringi waranggana.
200’
VI Latihan gamelan
de-ngan lagu ketawang
Praktek memainkan gamelan secara kolektif dengan lagu ketawang.
300’
VII Latihan gamelan
de-ngan lagu ketawang dengan diiringi wa-ranggana
Praktek memainkan gamelan secara kolektif dengan lagu ketawang yang bisa diiringi waranggana.
300’
VIII Ujian akhir 100’
IV. REFERENSI/ SUMBER BAHAN
A. Wajib :
1. Harsono Kodrat, 1982. Gending-gending Karawitan Jawa. Balai Pustaka. Jakarta.
2. Purwadi dan Afendy Widayat. 2005. Seni Karawitan Jawa. Yogyakarta : Pustaka Sakti.
3. Sunardi Wisnubroto, 1997. Sri Lestari An Introduction to Gamelan. Gama Press. Yogyakarta.
4. Trimanto, 1984. Membuat dan Merawat Gamelan. Depdikbud. Yogyakarta.
B. Anjuran :
1. Sastrowiryono, 1978. Sekar Macapat, Bimbingan Kesenian Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Yogyakarta.
2. Soetrisno R., 2004. Dimensi Moral Dalam Syair Tembang Pada Pergelaran Wayang Purwa. Pustaka Raja. Yogyakarta.
V. EVALUASI
No Komponen Evaluasi Bobot (%)
- Teknik yang dipakai dalam evaluasi berupa ujian tulis. Nilai akhir diperoleh dari perhitungan sebagai berikut.
NA = T + S + 2A 4
100 %
Jumlah 100%
Yogyakarta, 10 November 2009 Dosen
LAMPIRAN 2.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
MATA KULIAH : SENI KARAWITAN IRPP/FBS-PBJ/252 Revisi : 00 10 November 2009 Hal.
1. Fakultas / Program Studi : FBS / Pendidikan Bahasa Jawa
2. Mata Kuliah & Kode : Seni Karawitan I Kode : PBJ 252
3. Jumlah SKS : Teori : - SKS Praktik : 2 SKS
: Sem : Gasal () Waktu : 16 pertemuan
4. Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu dan terampil memainkan
instrumen gamelan dengan lagu-lagu yang termasuk golongan lancaran, ladrang, sekar ageng dan langgam. Dengan mengenal masing-masing instrumen gamelan akan menjadikan mahasiswa secara kolektif mampu memainkan gamelan yang disertai dengan iringan waranggana atau swarawati.
5. Kompetensi Dasar : a. Mahasiswa mengetahui pengetahuan dasar
seni karawitan.
b. Pengetahuan itu akan mengantarkan mahasiswa menjadi ahli secara teoritis dan trampil secara praktis.
6. Indikator Ketercapaian : Setelah mengikuti program ini mahasiswa
mampu (1) mengenal dasar-dasar seni karawitan; (2) mengetahui jenis-jenis instrumen gamelan; (3) dapat memainkan instrumen gamelan itu secara kolektif.
7. Materi Pokok/Penggalan Materi : Seperangkat gamelan beserta dengan buku
petunjuk bermain seni karawitan
8. Kegiatan Perkuliahan :
Tatap Muka Komponen Langkah
Uraian Kegiatan Estimasi Waktu
Metode Media Sumber
Bahan/ Referensi
PENDAHULUAN Memberi deskripsi seni
dasar karawitan Jawa dan pengenalan instrumen gamelan
1 x tatap muka atau 100 menit
Ceramah, demonstrasi
OHP Perangkat gamelan
LATIHAN
1. Harsono Kodrat, 1982. Gending-gending Karawitan Jawa. Balai Pustaka. Jakarta.
2. Purwadi dan Afendy Widayat. 2005. Seni Karawitan Jawa. Yogyakarta : Pustaka Sakti.
3. Sastrowiryono, 1978. Sekar Macapat, Bimbingan Kesenian Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Yogyakarta.
4. Soetrisno R., 2004. Dimensi Moral Dalam Syair Tembang Pada Pergelaran Wayang Purwa. Pustaka Raja. Yogyakarta.
6. Sunardi Wisnubroto, 1997. Sri Lestari An Introduction to Gamelan. Gama Press. Yogyakarta.
7. Trimanto, 1984. Membuat dan Merawat Gamelan. Depdikbud. Yogyakarta.
Yogyakarta, 10 November 2009 Dosen
PENYUSUN
DR. PURWADI, M.HUM lahir di Grogol, Mojorembun, Rejoso, Nganjuk, Jawa Timur pada tanggal 16 September 1971. Pendidikan SD sampai SMA diselesaikan di tanah kelahirannya. Gelar sarjana diperoleh di Fakultas Sastra UGM yang ditempuh tahun 1990-1995. Kemudian melanjutkan studi pada Program Pascasarjana UGM tahun 1996-1998. Gelar Doktor di UGM diperoleh pada tahun 2001.