• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAMANALA SKRIP KARYA SENI OLEH I PUTU EKA ARYA SETIAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAMANALA SKRIP KARYA SENI OLEH I PUTU EKA ARYA SETIAWAN"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

KAMANALA

SKRIP KARYA SENI

OLEH

I PUTU EKA ARYA SETIAWAN 2007.02.039

PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

2011

(2)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap manusia memiliki pikiran dan perasaan yang tidak setiap orang dapat mengetahuinya. Manusia lahir ke dunia ini dibekali dengan pikiran yang menyebabkan manusia menjadi makhluk yang paling tinggi derajatnya. Perasaan tersebut meliputi perasaan senang, sedih, gembira, perasaan cinta, dan lain- lain. Tapi setiap manusia tidak pernah terlepas dari satu perasaan yaitu “cinta”. Cinta begitu orang mengatakannya, perasaan yang paling tidak bisa dibohongi. Cinta adalah emosi yang dirakit dari pesona objek yang dicintai di sisi pertama dan kekuatan produktif subjek di sisi kedua dan usaha yang sadar dan sengaja untuk mencintai di sisi ketiga. 1 Cinta bisa tumbuh pada siapa saja, tak peduli status sosial, rupa atau penampilan, tua atau muda semua pasti merasakan cinta.

Berbagai cara dilakukan untuk mengungkapkan perasaan cinta tersebut. Pada prinsipnya cinta bisa disamakan dengan ketertarikan seseorang dengan lawan jenis. Cinta adalah kecerdasan mengetahui dari menit ke menit apa yang menjadi kebutuhan orang lain. 2 Namun cinta tidak saja berarti tertarik kepada lawan jenis, perasaan cinta orang tua kepada anaknya juga bisa diartikan cinta. Tapi kebanyakan yang merasakan perasaan cinta tersebut adalah anak muda atau para remaja. Tapi cinta tidak semata- mata membawa perasaan senang, tapi kadang kala cinta juga mendatangkan perasaan sedih. Kesedihan merupakan

1

2

Anismatta. 2005. Biar Kuncupnya Mekar Jadi Bunga. Jakarta. Pustaka Ummi, p.20. Inna M utmainnah. 2008. All About Love. Jakarta. Redaksi Annida, p. 65.

(3)

bagian dari cinta tersebut, bahkan kadang kala orang rela mati demi cinta. Cinta sungguh dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itulah penata mengangkat perasaan tersebut ke dalam sebuah garapan komposisi karawitan. Judul yang penata ambil untuk garapan ini adalah KAMANALA yang dalam bahasa Jawa Kuno berarti Api Cinta. Judul ini sesuai dengan tema yang diambil yaitu cinta.

Keadaan tersebut mendorong penata untuk menuangkannya ke dalam bahasa musik. Adapun media ungkap adalah barungan gamelan Angklung. Gamelan Angklung merupakan salah satu perangkat game lan Bali yang populer dan berkembang di beberapa daerah di Bali yang masing- masing memiliki ciri khusus atau identitas terutama pada penggunaan nada, yang dampaknya pada penggunaan jumlah bilah atau pencon pada jenis-jenis tungguhan tertentu.3 Gamelan Angklung adalah seperangkat gamelan Bali yang digolongkan kedalam periodisasi golongan tua. Hal ini disebabkan karena fungsi instrumen kendang yang dianggap belum memiliki peranan signifikan sebagaimana peran kendang pada gamelan golongan madya dan baru.

Ada dua pendapat tentang pengertian kata Angklung. Pertama menurut Nyoman Kaler yang pernah tinggal di Solo pada tahun 1953, kata Angklung berasal dari kata Angka dan Lung yang artinya angka yang patah. Dalam rangkaian pada laras slendro biasanya terdapat 5 ( lima ) nada. Pada gamelan Angklung digunakan hanya empat nada. Mungkin karena adanya kekurangan satu nada tersebut, maka gamelan tersebut dirasakan kurang atau patah/putus. Gamelan Angklung juga disebut Gamelan Angklung Keklentangan. Kedua menurut Nyoman Rembang, kata Angklung berasal dari kata “a”, “ng”, “luhung” = Angluhung, yang artinya menjadi bertambah bagus atau indah. Angklung menggunakan empat bilah atau nada yang di ambil dari gamelan yang menggunakan

3

. Pande M ade Sukerta. 2002. “Kehidupan dan Perkembangan Gamelan Angklung: Bentuk dan Fungsi Sosialnya yang Dihadapkan dengan Konsep Desa Kala Patra ”. Dalam

MUDRA, Jurnal Seni Budaya Volu me 10 No: 1 Januari 2002. UPT Penerbitan STSI Denpasar,

(4)

3

tujuh nada ( saih pitu ), yaitu nada ke 2, 3, 4, dan 6 ( - 2 3 4 – 6 - ). Empat nada tersebut dirasakan sebagai laras slendro yang unik ( menarik). Karena itu maka dibentuk satu barungan gamelan yang disebut Gamelan Angklung .4

Alasan penata menggunakan barungan gamelan Angklung, karena penata memiliki sebuah sekehe Angklung di Br. Kayumas Kaja, tepatnya di rumah Bapak I Nyoman Sudarna BA. Penata hampir tidak pernah absen dalam mengikuti sekehe tersebut ngayah megambel atau dalam istilah penata bersama dengan sekehe tersebut yaitu ngalih proyek (mencari proyek) penata selalu mengikutinya. Selain itu penata memang sangat menggemari atau hobi dengan gamelan Angklung, sehingga penata berkeinginan membuat sebuah garapan dengan media ungkap Gamelan Angklung. Hal ini menimbulkan kecintaan penata terhadap barungan gamelan Angklung yang pada akhirnya dalam ujian akhir ini penata bisa mewujudkannya menjadi kenyataan.

Selain hal diatas, alasan penata menggunakan barungan gamelan Angklung sebagai media ungkap karena jarang orang yang menggunakannya sebagai media ungkap dalam hal ini adalah sebagai media ungkap dalam ujian akhir. Tidak seperti gamelan lainnya seperti Gong Kebyar, Semara Pegulingan, Semarandhana ataupun yang lainnya yang begitu banyak digunakan sebagai media ujian akhir. Selain itu, gamelan Angklung mudah untuk digarap dan diaplikasikan dengan sistem modulasi atau permainan patet. Selain itu, sepanjang pengetahuan penata, jarang orang yang menggarap gamelan Angklung dengan bentuk tabuh kreasi pepanggulan dan juga dengan tema percintaan seperti yang penata garap.

(5)

Dari penjelesan di atas, penata mencoba mentransformasikannya ke dalam sebuah komposisi musik Tabuh Kreasi Pepanggulan dengan media ungkap barungan gamelan Angklung atau Angklung Don Pat (berbilah empat).

1.2 Ide Garapan

Terbentuknya sebuah komposisi musik tidak terlepas dari sebuah ide. Cinta telah mengilhami penata untuk membuat sebuah komposisi karawitan yang kemudian penata transformasikan menjadi sebuah komposisi karawitan dengan bentuk Tabuh Kreasi Pepanggulan. Ide tersebut timbul dimana penata sendiri merasakan bagaimana seseorang apabila sudah merasakan cinta. Penata

mengalami setiap bagian cinta tersebut, dimana cinta tersebut kadang menjadikan seseorang gembira ataupun sebaliknya seseorang bisa dibuat menangis bahkan rela mati demi cinta. Setiap orang khususnya para anak muda saat ini sering mengartikan cinta tersebut hanya sebatas peluk dan cium, tetapi arti sesungguhnya cinta merupakan suatu pemahaman terhadap lawan jenis atau orang yang kita cintai dimana kita bisa mengerti dan memahami perasaan orang yang kita cintai.

Tidak sebatas itu saja, penata juga merasakan kalau cinta itu memang tidak segampang membalikkan telapak tangan kalau kita sudah berurusan dengan cinta. Senang, gembira, sedih, luka hati, kesepian, merupakan beberapa contoh perasaan yang dapat ditimbulkan karena cinta. Penata mengalami sendiri susahnya dalam menjalani masa pacaran, terutama penata seringkali mengalami pertengkaran bahkan hanya karena masalah sepele. Apabila sudah terjadi demikian, komunikasi yang baik akan menjadikan suatu hubungan yang harmonis. Disinilah ide penata muncul untuk mentrasfernya ke dalam sebuah

(6)

5

komposisi karawitan dalam bentuk tabuh kreasi pepanggulan, yang berinspirasi dari perasaan seseorang yang sedang jatuh cinta.

Komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan “Kamanala” ini terdapat pengolahan seperti melodi, ritme, dinamika, dan tempo yang disusun sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah bentuk komposisi yang utuh. Garapan Tabuh Kreasi Pepanggulan “Kamanala” masih berpedoman pada pola garap tradisi, namun dalam garapan ini penata menggunakan bagian perbagian sehingga memberikan penata keleluasaan untuk menggarap komposisi ini. Komposisi ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian I adalah kawitan, gegenderan dan bapang, bagian II adalah pengawak , dan bagian III adalah pengecet. Setiap bagian dari komposisi ini menggambarkan perasaan penata yang sedang mengalami jatuh cinta.

1.3 Tujuan Garapan

Setiap kegiatan pasti memiliki tujuan. Adapun tujuan daripada garapan ini adalah:





Untuk memperkenalkan kembali gamelan Angklung kepada masyarakat, dimana di mata masyarakat gamelan Angklung dipandang hanya berfungsi sebagai pengiring upacara Pitra Yadnya, tapi gamelan Angklung dapat disajikan dalam konser karawitan berbentuk Tabuh Kreasi Pepanggulan, yang dalam hal ini komposisi ini digunakan sebagai satu syarat dalam Ujian Akhir di ISI Denpasar.

Untuk menguji kemampuan penata dalam menggarap komposisi musik, khususnya Angklung sebagai Tabuh Kreasi Pepanggulan.

(7)

 Ikut berpatisipasi dalam dunia kesenian di Bali dengan menyumbangkan komposisi musik inovatif.

1.4 Manfaat Garapan

Manfaat dari garapan ini nantinya adalah: 





Penata mengerti bagaimana cara menggarap sebuah komposisi musik, khususnya komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan.

Penata mengerti bagaimana seorang seniman di dalam menuangkan ide- ide yang ada di pikiran kemudian ditransformasikan kedalam perangkat gamelan.

Penata dapat ikut berpartisipasi di dunia seni, khususnya di bidang seni karawitan.

1.5 Ruang Lingkup

Bagaimana juga kehadiran sebuah karya komposisi Karawitan diharapkan mampu memberikan nilai- nilai atau pesan dan bisa berkomunikasi dengan penikmatnya. Agar tidak terjadi pemahaman yang simpang siur dalam penciptaan karya seni ini, maka sangat diperlukan kejelasan mengenai

pembahasan dan ruang lingkup. Untuk itu maka ruang lingkup karya ini sebagai berikut:

 “Kamanala” merupakan sebuah garapan komposisi karawitan yang mengambil bentuk komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan menekankan pada permainan melodi, baik melodi pokok dan pola kotekan atau ubit- ubitan. Struktur yang digunakan dalam komposisi karawitan ini masih mengacu kepada pola garap tradisi, akan tetapi disini penata menggunakan

(8)

7

bagian-perbagian, sehingga memberikan keleluasaan dan mencari kemungkinan untuk menambah berkembangnya kekayaan kreativitas. 







Media ungkap dari komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan “Kamanala” ini adalah seperangkat barungan Gamelan Angklung Don Pat dan instrument Angklung Kocok sebagai instrumen tambahan.

Komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan “Kamanala” merupakan sebuah komposisi karawitan yang terlahir dari perasan seseorang yang seda ng jatuh cinta, seperti senang, bahagia, sedih, marah, dan lain- lain kemudian ditransformasikan ke dalam sebuah komposisi musik yang berjudul “Kamanala”

Komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan “Kamanala” ini, didukung oleh 25 penabuh termasuk penata. Pendukung berasal dari Sanggar Gita Bhandana Praja, Kota Denpasar dan Mahasiswa Jurusan Karawitan Insitut Seni Indonesia Denpasar

(9)

BAB II

KAJIAN SUMBER

Terwujudnya karya seni komposisi karawitan ini tidak terlepas dar i sumber dan informasi. Untuk dapat menghasilkan karya seni yang di dalamnya mengandung makna keilmuan, ilmiah, dan sistematis, maka komposisi ini perlu didukung dengan beberapa kajian sumber antara lain:

2.1 Sumber Tertulis

Prakempa, Sebuah Lontar Karawitan Bali, oleh I Made Bandem, Akademi Seni Tari Indonesia 1986. Buku ini merupakan sebuah lontar mitologi gamelan Bali yang umurnya cukup tua, serta berisi tentang hal- hal yang

menyangkut tentang gamelan Bali, yang secara substansinya memuat tentang tatwa (filsafat atau logika), susila (etika), lango (estetika), dan gegebug (tehnik). Substansinya ini menuntut penggarap untuk memahami tentang logika, etika, estetika, dan teknik dalam menyusun sebuah komposisi karawitan Bali.

Ubit-ubitan, Sebuah Tehnik Permainan Gamelan Bali, oleh I Made Bandem 1997. Sumber kajian ini membahas tentang ubit-ubitan yang berjumlah mencapai 14 jenis ubit-ubitan. Fungsi ubit-ubitan ini adalah pemberi identitas pada masing- masing gamelan Bali, juga sebagai hiasan dalam sebua h kompos isi.

Estetika, Sebuah Pengantar, oleh A.A.M Djelantik 2001. Sumber kajian ini membahas tentang berbagai paparan ilmu Estetika atau keindahan, dimana penata memahami bahwa karya seni tersebut memiliki suatu keindahan yang patut untuk dipelajari lebih dalam.

(10)

9

2.2 Sumber Audio Visual

Rekaman kaset Tabuh Kreasi dengan judul “Banyumas” karya I Wayan Darya S.Sn, dalam Parade Angklung Kebyar Pesta Kesenian Bali tahun 2008. Dari rekaman ini, penata mendapatkan masukan tentang ornamentasi dan pengolahan melodi dalam tabuh kreasi dengan media ungkap gamelan Angklung.

Rekaman VCD Tabuh Kreasi Pepanggulan dengan judul “Wireng Panjalu” Karya I Wayan Bagiada S.Sn, dalam Parade Angklung Kebyar Pesta Kesenian Bali tahun 2008. Dari rekaman ini, penata mendapat masukan tenta ng struktur Tabuh Kreasi Pepanggulan dimana dalam hal ini penata juga menggarap sebuah komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan.

Rekaman kaset Tabuh Kreasi dengan judul “Kuda Mandara Giri” Karya I Nyoman Windha S.SKar, MA. dalam Festival Gong Kebyar Pesta Kesenian Bali tahun 2002. Dari rekaman ini, penata mendapat masukan tentang instrumen Angklung Kocok yang dapat dipadukan dengan instrumen Gong Kebyar. Dalam hal ini penata juga menggabungkan instrumen Angklung Kocok dengan Barungan Gamelan Angklung.

Rekaman CD MP3 Kitaro, dengan judul “Dawn Rising Sun ” dalam Album “Kitaro- 10 Years” disc 1. Dari rekaman ini, penata mendapat masukan tentang pengolahan melodi dalam bentuk harmoni dengan nuansa Mandarin yang secara tidak langsung mempengaruhi penata dalam pengolahan melodi dalam bentuk harmoni.

(11)

BAB III

PROSES KREATIVITAS

Sebuah karya seni tercipta karena mengalami proses kreativitas yang panjang, sehingga menghasilkan sebuah karya seni yang matang. Kreativitas adalah menghasilkan kreasi baru, produktivitas menghasilkan produksi baru, yang merupakan ulangan dari apa yang telah terwujud, walaupun sedikit percobaan atau variasi di dalam pola yang telah ada. 5

Kreativitas menyangkut penemuan sesuatu yang “seni”nya belum pernah terwujud sebelumnya. Apa yang dimaksud dengan “seni”nya tidak mudah ditangkap, karena ini menyangkut sesuatu yang prinsipil, dan konseptual. Yang dimaksud bukan hanya “wujud” yang baru, tetapi adanya pembaharuan dalam konsep-konsep estetikanya sendiri, atau penemuan konsep yang baru sama sekali. 6

Proses kreativitas dalam penggarapan komposisi musik ini merupakan suatu langkah yang menentukan dan merupakan dasar dalam mewujudkan suatu karya seni. Dalam hal ini diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan ketelitian dalam pelaksanaanya. Keterampilan, pengalaman, wawasan seni dan daya kreativitas yang cukup merupakan beberapa hal yang sangat menunjang dalam penggarapan di samping faktor intern maupun faktor ekstern. Faktor intern adalah kesiapan fisik dan mental penata sedangkan faktor ekstern adalah kesiapan sarana dan prasarana seperti pendukung garapan, alat untuk mewujudkan garapan, tempat untuk latihan, biaya dan lain- lainya.

5

6 . A.A.M Djelant ik. 2001. Estetika, Sebuah Pengantar. Bandung. M SPI. p. 67.

(12)

11

Untuk mengarahkan proses kreativitas komposisi ini, penata berpedoman pada tiga yang dikemukakan oleh Alma Hawskin yang ditulis oleh Soedarsono dalam bukunya Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari. Ada tiga tahapan dalam berkarya yaitu eksplorasi (penjajagan), improvisasi

(percobaan), dan forming (pembentukan). 7

Berikut adalah gambaran proses kreativitas dari komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan Kamanala.

3.1 Tahap Eksplorasi (penjajagan)

Tahap Eksplorasi merupakan tahap awal dari proses kreativitas komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan Kamanala ini. Tahap ini diawali dengan pencarian ide yang akan penata gunakan untuk mewujudkan garapan ini. Penata mulai mengamati gejala-gejala yang ada di sekitar penata sendiri, membaca buku, dan mendengarkan rekaman kaset. Penata akhirnya mengangkat kejadian yang penata alami sendiri dalam menjalani cinta untuk dijadikan tema dalam garapan ini. Penata mengangkat kejadian yang penata alami seperti perasaan penata yang senang disaat penata melakukan berbagai kegiatan dengan pacar (Bali: melali), saat penata bertengkar sehingga menimbulkan perasaan emosi atau marah, perasaan sedih penata saat memikirkan pacar. Itu semua penata jadikan sebuah pola pikir yang kemudian pola pikir tersebut dijadikan ide dan disusun menjadi sebuah konsep yang utuh.

Kemudian penata mulai memikirkan instrument yang akan penata gunakan sebagai media ungkap. Pertama penata menjajagi instrument Angklung milik bapak I Nyomana Sudarna BA, yang dalam kesempatan tersebut penata

7

. R. M Soedarsono, 1978. Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari. Yogyakarta. Akademi Seni Tari Indonesia. p. 25.

(13)

sedang melakukan kegiatan ngayah megambel di rumah orang yang sedang melakukan upacara Pitra Yadnya. Disana penata bersama teman penata yaitu I Wayan Suarjaya mencoba memainkan instrumen Suir dan menemukan sebuah pola-pola ocang-oncangan. Saat itulah terbesit pemikiran untuk menggunakan instrumen tersebut sebagai media ungkap garapan. Kemudian penata mulai memikirkan komposisi musik yang akan dibuat.

Pada awalnya penata ingin menggarap komposisi Bebarongan dengan instrumen Angklung tersebut, karena penata mengamati fenomena dalam ujian sarjana tahun 2010. Beberapa dari kakak kelas penata membuat sebuah komposisi tabuh Bebarongan. Dari sanalah penata berkeinginan membuat sebuah komposisi tabuh Bebarongan dengan media ungkap gamelan Angklung. Namun setelah penata bertanya kepada seorang seniman yaitu Bapak I Wayan Sujana S.SKar dari banjar Kayumas Kaja, penata mengurungkan niat tersebut. Alasannya disebabkan karena mood dari barungan ini tidak cocok untuk memainkan jenis komposisi tabuh Bebarongan. 8 Namun penata diberikan sebuah solusi untuk membuat sebuah komposisi dalam bentuk Tabuh Kreasi Pepanggulan. Kemudian penata mencoba menggabungkan instrumen Angklung tersebut dengan instrumen Angklung Kocok. Hal ini mengingat tema yang penata ambil sehingga penata memandang instrumen Angklung Kocok sangat tepat untuk memainkan harmoni dengan instrumen Angklung tersebut.

Kemudian penata mulai menentukan jumlah pendukung untuk garapan ini. Karena penata memiliki sanggar seni yaitu Sanggar Gita Bhandana

8

. .Hasil Wawancara Langsung dengan Bapak I Wayan Sujana S.SKar di Br. Kayu mas Kaja pada tanggal 24 Oktober 2010

(14)

13

Praja, maka penata memanfaatkan anggota sanggar tersebut sebagai pendukung garapan ini. Jumlah pendukung yang penata gunakan adalah 26 orang termasuk penata sendiri. Kemudian tempat latihan berlokasi di rumah bapak I Nyoman Sudarna di banjar Kayumas Kaja.

Setelah mendapatkan ide yang matang, pendukung yang lengkap, barungan gamelan sebagai media ungkap, dan tempat latihan, penata mulai menyusun bagian-bagian gending dalam bentuk tulisan dengan bantuan Notasi Ding-Dong. Sering sekali rasa musikal penata timbul ketika penata melakukan berbagai kegiatan. Sebaliknya ketika penata mengkhususkan membuat notasi (Bali: mebuake) penata sering kali tidak mendapatkan gambaran melodi. Rasa musikal sering sekali muncul ketika penata mengendarai sepeda motor, berkumpul dengan teman-teman, atau melakukan kegiatan lainnya. Akhir dari tahapan ini penata telah mendapatkan konsep-konsep gending (notasi) dan juga motif- motif yang siap dibentuk menjadi sebuah komposisi serta kemungkinan inovasi dan tata penyajian yang semuanya siap direalisasikan dala m tahapan selanjutnya.

3.2 Tahap Improvisasi (percobaan)

Melakukan suatu proses kreativitas tidak hanya dapat dicapai dengan proses penjajagan saja, walaupun penjajagan menunjang kelancaran suatu proses. Untuk mewujudkan ide tersebut diperlukan adanya proses yang lebih nyata, yaitu penuangan.

Dalam tahap ini, penata mencoba mencari melodi yang sudah ditulis dengan sebuah instrumen gangsa. Penata mencari sendiri kemungkinan motif yang bisa dicari lagi, yang akhirnya dapat menambah melodi untuk penata

(15)

tuangkan selanjutnya. Pada proses ini materi- materi disesuaikan dengan bagian yang telah dirancang sebelumnya. Penata mengulang terus- menerus nada yang dimainkan sampai pada akhirnya penata merasakan ada melodi yang pas, penata lalu menulisnya dalam bentuk notasi.

Langkah selanjutnya adalah nuasen yaitu menentukan hari baik untuk melakukan latihan pertama. Penata sebagai orang Hindu atau Bali pada khususnya percaya bahwa di luar diri manusia terdapat kekuatan spiritual yang hidup

berdampingan bersama manusia. Dalam kegiatan ini penata menghaturkan sesajen dengan maksud memohon keselamatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan juga memohon agar selama proses latihan berjalan lancar. Upacara nuasen di tempat latihan dilakukan pada tanggal 12 Maret 2011, sedangkan di kampus penata matur piuning (memohon) kepada sasuhunan pada tanggal 3 April 2011. Pada saat nuasen tempat latihan penata juga mengajak pendukung latihan pertama kali, namun karena pendukung pada saat tersebut hanya datang 10 orang, maka penata hanya menuangkan sedikit pada bagian kawitan saja. Selanjutnya penata melakukan latihan kembali dengan waktu yang telah disepakati bersama. Penata tidak bisa menentukan jadwal latihan yang pasti karena sebagian besar pendukung memiliki kegiatan di luar, sehingga setiap selesai latihan penata dan pendukung menentukan bersama latihan selanjutnya.

3.3 Tahap Forming (pe mbentukan)

Tahap ini merupakan tahap yang paling penting dalam menyusun sebuah komposisi, oleh karena itu tahap ini sudah mengarah pada pembakuan karya. Pada tahap ini penata mulai menuangkan sedikit demi sedikit kepada pendukung motif yang sudah penata siapkan. Penata menuangkan bagian I dahulu,

(16)

15

sedikit demi sedikit. Setelah terbentuk, walaupun masih berbentuk kasar penata lanjutkan pada bagian II. Setelah bagaian II terbentuk, kemudian bagian I dan II digabungkan barulah dilanjutkan bagian III, sehingga antara satu bagian dengan bagian yang lainnya menjadi satu kesatuan yang utuh.

Pada saat latihan, berapapun hasil yang didapat penata selalu

merekamnya, baik dengan bantuan handphone ataupun tape recorder kecil. Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran sejauh mana gending telah dicapai,

dimana kekurangannya, dan juga sebagai ac uan untuk berkarya selanjutnya. Selain itu penata juga memberikan hasil rekaman kepada dosen pembimbing untuk menerima masukan- masukan untuk kesempurnaan garapan ini. Setelah mendengarkan hasil rekaman, penata menambahkan atau mengura ngi bagian yang dirasakan kurang pas. Di sela-sela latihan, penata juga memberikan pemahaman kepada pendukung tentang alur gending, ngumbang ngisep, dan juga penjiwaan, sehingga pendukung benar-benar mengerti yang dimaksudkan penata.

Setelah bagian per bagian terbentuk, penata kemudian mengulang- ulang bagian yang dirasakan penata dan juga pendukung kurang dipahami. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi keragu-raguan pada pendukung maupun penata. Hal tersebut harus benar-benar dimantapkan agar pada saat dipentaskan pendukung betul-betul memahami setiap bagian dari gending tersebut. Setelah semua

terbentuk kemudian penata melakukan tahap selanjutnya yaitu tahap penghalusan. Pada tahap ini, setiap bagian-bagian gending diperjelas ngumbang ngisep nya, ritme yang konsisten, kotekan-kotekan, angsel-angsel, jatuhnya pukulan gong semuanya harus dimantapkan sehingga menjadi sebuah komposisi yang utuh. Untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini.

(17)

NO TAHAP KEGIATAN

RENTANG WAKTU YANG TELAH DITENTUKAN February Maret April Mei 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Eksplorasi (penjajagan) 2 Improvisasi (percobaan) 3 Forming (pembentukan) 4 Pementasan 5 Pertanggungjawaban (Konferenship) TABEL 1 PROSES KREATIVITAS

KETERANGAN: : kerja ringan

: kerja agak berat ( belum melibatkan banyak orang ) : kerja lebih berat melibatkan banyak orang, waktu

pementasan sudah semakin dekat : pementasan

(18)

No Hari & Tanggal Jenis Kegiatan Hambatan Pemecahan

1 Sabtu

12 Maret 2011

Nuasen / latihan untuk pertama kali di rumah Bapak I Nyoman Sudarna BA. di Br. Kayumas Kaja 2 Senin 14 Maret 2011 Melanjutkan latihan mencari bagian kawitan 3 Senin 21 Maret 2011 Melanjutkan latihan dengan mencari kotekan-kotekan gangsa Pendukung banyak yang tidak datang

Tetap melanjutkan latihan dengan pendukung yang sudah ada 4 Senin 04 April 2011 Mengingat kembali materi sebelumnya dan melanjutkan dengan bagian suling dan angklung kocok 5 Rabu 06 April 2011 Mengabungkan bagian angklung kocok dengan instrument lain. Pendukung belum memahami kalimat lagu yang dimaksudkan oleh penata Latihan diulang beberapa kali sampai pendukung memahami bagian tersebut 6 Jumat 08 April 2011 Mengulang bagian sebelumnya, kemudian melanjutkan ke bagian gegenderan 17 TABEL 2

(19)

7 Sabtu 09 April 2011 Menambahkan bagian gegenderan, terutama ubit-ubitan reong, kotekan gangsa dan melodi jublag dan suling 8 Senin 11 April 2011 Menyatukan bagian kawitan dan gegenderan Pendukung masih menghafal kalimat- kalimat lagu dalam bagian ini Penata beserta pendukung mengulang secara terus- menerus sampai penata dan pendukung memahami 9 Rabu 13 April 2011 Melanjutkan ke bagian penyalit menuju bapang Sebagian pendukung tidak hadir Tetap melanjutkan latihan dengan pendukung yang ada 10 Jumat 15 April 2011 Menyatukan bagian gegenderan dan bapang, sehingga terbentuk secara kasar bagian I, kemudian melakukan sedikit penambahan penyalit menuju bagian II atau pengawak Pendukung masih mengingat-ingat bagian lagu. Tempo lagu masih belum stabil, sering terputus-putus di tengah jalan Penata memberikan pemahaman kepada pendukung agar pendukung mengerti setiap bagian dari lagu tersebut 11 Selasa 19 April 2011 Memantapkan bagian I, kemudian dilanjutkan dengan penuangan bagian II yaitu pengawak 12 Kamis 21 April 2011 Melanjutkan bagian pengawak Pendukung belum memahami harmoni antara angklung kocok dengan suling, sering terjadi penempatan melodi yang salah

Penata memberikan pemahaman tentang bagian melodi yang dimainkan, kemudian diulang kembali

(20)

13 Jumat

22 April 2011

Melanjutkan bagian penyalit gending agar lagu tersebut bisa kembali lagi ke pengawak 14 Sabtu 23 April 2011 Melanjutkan bagian penyalit gending, kemudian mengulang kembali keseluruhan bagian II Pendukung masih mencari-cari dan mengingat-ingat setiap kalimat lagu sehingga sering putus di tengah jalan Penata memberikan pemahaman tentang setiap bagian lagu dan mengulang bagian tersebut secara terus menerus sampai bagian tersebut utuh 15 Minggu 24 April 2011 Menggabungkan bagian I dan bagian II,

16 Senin

25 April 2011

Mengulang bagian I dan bagian II, kemudian melanjutkan ke bagian III

Pendukung

sebagian tidak hadir

Tetap berjalan tetapi hanya sebentar 17 Selasa 26 April 2011 Melanjutkan bagian III 18 Rabu 27 April 2011 Melanjutkan bagian III Pendukung kurang memahami maksud penata terutama di bagian kalimat lagu yang terputus-putus Mencari bagian-bagian tersebut secara berulang-ulang dan kemudian memberikan pemahaman kepada pendukung tentang maksud disetiap bagian kalimat lagu 19

(21)

19 Jumat

29 April 2011

Mengulang bagian III dan mencari-cari motif- motif yang belum jelas 20 Sabtu

30 April 2011

Memantapkan bagian I, II, III, kemudian mencari bagian ending 21 Minggu 01 Mei 2011 Memantapkan keseluruhan bagian gending, walaupun masih kasar 22 Senin 02 Mei 2011 Bimbingan karya di tempat latihan oleh dosen pembimbing 23 Rabu 04 Mei 2011 Mencari dinamika atau ngumbang ngisep di setiap bagian gending, 24 Selasa 10 Mei 2011 Memantapkan bagian perbagian dari gending 25 Kamis 12 Mei 2011 Memantapkan kembali sebelum melaksanakan latihan di kampus 26 Jumat 13 Mei 2011 Latihan di Panggung Natya Mandala, mencoba komposisi gamelan dan terap 27 Sabtu

14 Mei 2011

Latihan memantapkan bagian per bagian 28 Selasa

17 Mei 2011

Latihan Memantapkan Gending

29 Kamis Gladi Bersih di

(22)

19 Mei 2011 Mandala 30 Minggu 22 Mei 2011 Memantapkan Gending sambil mengadakan sedikit perubahan gending dan mencari gerak.

31 Senin 23 Mei 2011 Memantapkan gending 32 Selasa 24 Mei 2011 Latihan untuk terakhir kalinya. 33 Kamis 26 Mei 2011 Pementasan di panggung Natya Mandala 21 BAB IV

(23)

WUJUD GARAPAN

4.1 Deskripsi Garapan

Komposisi karawitan Tabuh Kreasi Pepanggulan Kamanala merupakan sebuah komposisi Tabuh Kreasi Pepangggulan yang berpijak pada pakem-pakem yang sudah ada, kemudian diberikan sentuhan kreatif yang disesuaikan dengan pola estetika karawitan masa kini. Pola-pola seperti teknik permainan, struktur lagu maupun motif- motif gending, ritme, melodi, dinamika, tempo yang kesemuanya tersebut diolah dengan sentuhan kreasi, sehingga menjadikan komposisi ini menjadi sebuah komposisi yang utuh. Selain unsur di atas, masih ada sifat estetik lain seperti unity (keutuhan, kekompakan,

kebersihan), dominance (penonjolan) dan balance (keseimbangan) juga dijadikan pertimbangan untuk mewujudkan garapan ini, sehingga memberikan bobot seni terhadap garapan ini.

4.2 Analisa Pola Struktur

Istilah komposisi secara umum dapat diartikan sebagai susunan, dan dalam hal ini adalah gamelan Bali, komposisi berarti susunan elemen-elemen atau unsur musikal menjadi sebuah gending atau lagu. Begitu juga dengan garapan komposisi Kamanala ini disusun, masing- masing bagian memiliki karakter yang berbeda sesuai dengan suasana yang diinginkan dalam garapan ini.

Komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan Kamanala ini tetap mempertahankan pola-pola tradisi, namun beranjak dari pola tradisi tersebut, penata mengembangkan pola tersebut dengan kreativitas yang penata miliki.

(24)

23

Dalam garapan ini penata menggunakan bagian perbagian dalam sebuah

komposisi yang utuh. Bagian tersebut terdiri dari bagian pertama, bagian kedua, dan bagian ketiga. Adapun masing- masing dari bagian tersebut adalah sebagai berikut:

Bagian Pertama / kawitan

Bagian pertama ini dimulai dengan pola tabuhan bersama oleh semua instrumen kecuali suling, dan dengan tempo yang cepat. Kemudian dilanjutkan dengan permainan instrumen reong yang memainkan pola ubit-ubitan atau jalinan. Pada bagian ini jegogan memberikan tekanan-tekanan dari akhir melodi ubit-ubitan yang

dimainkan oleh instrumen reong. Kemudian dilanjutkan oleh instrumen gangsa yang memainkan pola oncang-oncangan yang di padukan dengan kotekan pat dan kotekan telu. Dalam hal ini jegogan juga berfungsi memberikan tekanan pada ak hir-akhir melodi. Adapun melodinya seperti di bawah ini:

BSM: GP,GK: JG: 5 7 7 (5) (5) 7 1 3 7 3 1 7 (5) .7 5 7 13 1 7 5 ..7 5 7 1 3 1 7 5 5 .5 1 7 5 5 .5 1 7 5 . . 3 1 1 3 ..7117..3 1137175175 5151515157317371515373715

(25)

Kemudian dilanjutkan dengan sedikit gegulet kendang yang disambung dengan motif kebyar. Pada motif kebyar ini dipadukan pola dari penonjolan instrumen gangsa pemade dan kantilan. Adapun polanya seperti di bawah ini:

KD:

BSM:

BSM: JG:

SLG:

o<o < o <o<o<- - - -ooo – o –

(5) 3 1 7 1 3 (5) .(5) 3 1 7 1 3 (5) . 7 1 3 1 (7) 1 1 .5 5 7 1 3 1 (7) 1 1 .5 5 7 1 3 1 (3)

Kemudian setelah kebyar dilanjutkan dengan pola tabuhan

bersama dalam tempo sedang. Dalam pola ini reong memainkan angsel- angsel yang sama dengan pukulan kendang.

5 5 7 1 7 (5) .

(5) 7 1 5 7 1 7 1 (3) 1 5 7 1 3 1 7 5 (5)

Kemudian dilanjutkan dengan melodi suling yang kemudian memainkan harmoni dengan instrumen angklung kocok. Dalam pola harmoni¸ instrumen reong memainkan motif lepas artinya dalam motif ini mereka bermain menggunakan tempo sendiri.

Tutupan Ndung

(26)

25

457

...457571313 454..1345 7 . 4 . 5 . (3)

AGK: || (5) . . . 7 . 1 . 7 .|| diulang tiga kali.

RG: || .3 3 1 3 7 1 3 1 7 5 7 1 . . . 7 5 7 .7 5 7 5 7 .7 5

7 5 7 1 5 7 1 3 || diulang empat kali

Kemudian dilanjutkan dengan penyalit atau transisi yang kemudian menuju pada bagian gegenderan. Bagian penyalit adalah sebagai

berikut: RG: GP, GK: JG: 5 517 55175 3 3 1 .3 1 3 .7 1 7 7 1 3 . 5 7 7 5 7 5 7 5 7 1 5 .7 .1 . .3 1 7 (5)

kemudian dilanjutkan dengan bagian gegenderan. Pada bagian ini, instrument gangsa memainkan pola kotekan pat, kotekan telu, dan juga dalam bagian ini terdapat penonjolan dari instrumen reong. Bagian gegenderan diulang dua kali. Adapun melodi pola gegenderan tersebut adalah sebagai berikut:

|| .7 1 5 7 1 .3 .1 7 5 7 1 5 .1 7 1 5 .7 .1 3 1 7

(27)

RG: BSM: SR: BSM: JG: (5) 5 1 . 7 5 5 .1 7 5 7 1 5 7 3 .1 7 7 .3 1 7 1 5 11 17575 7571117575757 151515 71 3 1 7 5 .5 7 1 3 (3) 3 1 3 7 1 3 1 7 1 5 . (3) 3 1 3 7 1 3 1 7 1 5 . (5) 5 5 5 5 5 5 5 .5 7 1 5 7 3 1 7 (5) ||5 1 1 5 5 1 1 7 7 3 3 7 3 1 7 (5) 5 1 1 5 5 1 1 7 7 1 1 5 5 7 1 (3) || . 71757557151515 15151515 .7 .1 .3 1 7 (5)

Kemudian terdapat sedikit pola bapang yang dimana dalam bagian ini tempo yang dimainkan agak cepat, dan juga terdapat motif batu-batu pada instrumen kendang. Kemudian setelah bapang tersebut dilanjutkan dengan bagian kedua. Adapun bapang adalah seperti dibawah ini:

||3 . 7 . 3 . 7 . (3)

5 . 1 . 5 . 1 . (5) 1 . 5 . 1 . 7 . (5)||

Kesemua bagian pertama ini menggambarkan perasaan seseorang yang sedang gembira dikala mereka di mabuk asmara.

(28)

27

Bagian kedua / pengawak

Pada bagian kedua ini mengambarkan seseorang yang sedang mengalami kesedihan, dimana dalam menjalani kisah cinta kadang kala ditemui rasa kesedihan yang disebabkan oleh berbagai hal seperti pertengkaran, kesalahpahaman, ataupun yang lainnya. Diawali dengan penyalit untuk mencari kebagian pengawak adalah sebagai berikut:

BSM: SLG: .3.1.7.5.3.1.7.5 . .5 1 7 5 7 1 5 7 1 5 7 1 . 3 1 7 1 3 7 3 1 7 5 1 7 5 3 3 .1 7 .1 3 . 5 .7 1 7 1 7 1 7 1 .7 5 .7 1 . 3 . 7 . 1 . (5)

Kemudian bagian pengawak. Pada bagian ini, penata mencoba mengembangkan motif harmoni yaitu alunan melodi yang berasal dari suling dan instrumen angklung kocok yang dalam hal ini suling memainkan nada diatonis. Untuk memudahkan menulis notasi suling, disini penata menggunakan standar nada “ 1 “ (ndang ) pelog dengan tutupan ndeng sama dengan “ 3 “ (nding) slendro dengan tutupan ndung pada suling. Disini digunakan tutupan ndung. Pada bagian ini juga terdapat pola tempo dimana angklung kocok dan suling memainkan tempo lambat dan reong, kecek dan kendang memainkan tempo

kelipatannya. Untuk pengambaranya terdapat pada keterangan di bawa h ini:

Tutupan Ndung

(29)

32175. 3454... 5457.5.35457.... 5 4 3 2 1 . 7 1 3 4 (3) . . . 4...345...3454 ...345...3454 . 5 . 4 . 3 . 2 . . . .7 1 2 (3) || AGK: JG: SLG: ||. . . 1 7 1 3 . 4 . 3 1 7 5 7 5 . . . . ...7.17571... 5 7 1 3 1 . . . 5 7 1 3 1 . . . (.) ...717571757... 131713 171...7175 71757 131713171...7.1.7.5 . . . (.) ||

Dalam bagian ini, terdapat transisi berupa pola tabuhan bersama, yang dimana pola ini sebagai bagian penyambung gending (penghubung lagu) untuk mencari ke bagian pengawak lagi. Dalam hal ini pengawak diulang sebanyak dua kali. Adapaun bagian penyambung gending adalah sebagai berikut:

|| 1 5 1 7 1 7 3 1

3 1 3 7 3 7 1 (5) ||

(30)

29

. . 4 3 . 3 3 4 5 7 . . 4 3 .4 5 7 1 7 5 4

. . 4 3 .4 5 7 1 7 5 4  Bagian ketiga / pengecet

Bagian ketiga ini memiliki durasi lebih panjang dari bagian yang lainnya. Pada bagian ini penata menceritakan perasaan seseorang yang sedang kebingungan dalam mencari cinta. Kemanapun arah yang dituju selalu salah, yang pada akhirnya marah dan mengalami kesedihan kembali karena cinta yang ia cari tidak bisa ia dapatkan. Hal ini

dicerminkan dari motif- motif atau bagian gending yang terputus-putus disetiap bagiannya. Pada bagian ketiga ini diawali dengan pola kebyar secara bersama-sama. Berikut adalah bagian kebyar tersebut:

BSM: 5 . . . 3 1 3 1 7 1 .7 1 7 .5 7 5 .1 7 1 .5 7 5

.1 7 1 .5 7 5 .

.7 5 7 (1) 7 5 7 1 7 5 7 1 (3)

Kemudian dilanjutkan dengan motif cepat yang dimainkan secara bersama-sama. Pada pola ini penata juga mencoba mentransfer motif rereongan Baleganjur menjadi sebuah motif kekendangan. Hal ini penata coba dengan menempatkan nada ndong menjadi dug, nada ndeng menjadi pak, nada ndung menjadi dag, nada ndang menjadi ka,

sehingga antara dug dan ka memiliki pukulan yang sama. Adapun bagian tersebut adalah seperti ini:

(31)

KD: oo-.o-o.-o-o -.o.-o-o -.o – o. – o

.<-<-.-< -<.<-< <-<.<-<-.-<..

= lanang

= wadon

Pola di atas diulang sebanyak dua kali, kemudian dilanjutkan dengan motif yang sama tetapi dimainkan dengan tempo yang lambat. Adapun bagian tersebut adalah sebaga berikut:

JG: || 1 7 5 7 1 7 5 7 1 7 5 7 1 7 5 ||

Kemudian dilanjutkan dengan vokal. Pada bagian ini, vokal dimainkan dengan motif kanon atau pola bertingkat. Salah satu dari bagian vokal ini juga diterapkan dalam instrumen sebanyak satu kali. Adapun vokal tersebut sebagai berikut:

VKL: 57 57 17 13

. 57 57 17 13

= kerase sungsut di hati = ulian tresnane megedi

. . 57 57 17 13 = tanpa salah tanpa arti

55 77 11 33 = nandang lara ngantos mati

Setelah vokal di atas, dilanjutkan dengan pola cepat berupa bapang dengan tempo yang digantung (Bali: yangket). Dalam pola ini terdapat pengolahan tempo yang terlihat sangat jelas, seperti tempo cepat yang berubah menjadi tempo lambat kemudian kembali cepat kemudian terdapat penggabungan antara tempo cepat yang secara tiba-tiba berubah menjadi tempo lambat dan kemudian pola berubah seketika kembali ke tempo cepat. Adapun bagian tersebut seperti berikut ini:

(32)

31

JG:

GP:

(5) 1 5 3 1 3 1 3 7 1 7 5 7 . . . Tempo cepat diulang dua kali

5 1 5 1 .5 .1 .5 .7 3 1 7 3 7 3 .7 .3 .7 . Tempo lambat diulang tiga kali

5 1 5 1 .5 .1 .5 .7 3 1 7 3 7 3 .7 .3 .7 .

Tempo cepat kemudian seketika menjadi tempo lambat 5 1 5 1 .5 .1 .5 .7 3 1 7 3 7 3 .7 .3 .7 . 5757 1713 GK: JG: 31731 . 5757 1713 . .1 5 7 1 . 5 . 1 . 5 . 1

Kemudian dilanjukan dengan motif yang terputus-putus juga, dalam hal ini semua memainkan tempo yang sama kemudian terputus, begitu seterusnya diulang dua kali. Dalam bagian ini terdapat juga permainan dari kempli, kempur, kecek, kajar dan juga motif kendang. Adapun bagian tersebut seperti berikut:

JG: RG: KM,KP: KD: .1571.5.1.5.1 . j j j j . - . - + . d dp dp

(33)

JG: KD: KEBYAR: 71571.5.1.5.1 dk p dk p dk p. pk p d d dp d pk . pk p d d d pd p 71571751571317571357131373175

Kemudian bagian akhir yaitu bagian ending. Pada bagian ini dibuat pola gegilakan dengan tempo cepat, sehingga menimbulkan suasana yang memuncak. Kemudian diakhiri dengan vokal dan juga melodi angklung kocok . Adapun bagian tersebut seperti berikut:

BSM: JG: 7 3 17 3 1 7 1 .5 .7 5 . 5 7 1 (3) 17131713 1 5 7 1 3 5 7 1 tempo cepat 35713571 7317 1.5.7.1.3.5.7.1 } tempo lambat AGK: VKL: . 3 7 1 7 . 1 (5)

tresna ngantos mati

4.3 Analisa Simbol

Dalam garapan komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan Kamanala ini terdapat penggunaan simbol, seperti simbul untuk menulis notasi yang biasanya disebut Penganggening Aksara Bali. Penganggening Aksara Bali biasanya

(34)

No Simbul Nama Aksara Di Baca 1 5 Taleng Ndeng 2 7 Suku Ndung 3 1 Carik Ndang 4 3 Ulu Nding 33

disimbulkan dalam huruf Bali yaitu Ulu (3), Tedong (4), Taleng (5), Suku (7), Carik (1). Namun untuk barungan gamelan Angklung menggunakan laras slendro empat nada yaitu 5 7 1 3. Simbul tersebut digunakan untuk menotasikan melodi dari garapan Tabuh Kreasi Pepanggulan Kamanala. Disamping itu juga

digunakan simbul untuk menentukan jatuhnya pukulan kempli, kempur, gong, dan peniruan bunyi untuk instrumen kendang. Adapun wujud dari simbol-simbol tersebut dapat dibaca pada tabel di bawah ini.

TABEL 3.

Penganggening Aksara Bali

Di Baca Dalam Laras Slendro Empat Nada

TABEL 4.

Lambang dan Peniruan Bunyi Instrume nt

(35)

1 Kempli - Pli

2 Kempur + Pur

3 Gong () Gir / Gur

4 Kendang Wadon < Dag (Bagian muka kanan dipukul dengan panggul)

5 Kendang Wadon < Tek (Bagian muka kanan dipukul dengan panggul, bagian kiri ditutup dengan tangan)

6 Kendang Lanang  Dug (Bagian muka kanan dipukul dengan panggul)

7 Kendang Lanang O Tek (Bagian muka kanan dipukul dengan panggul, bagian muka kiri ditutup dengan tangan)

Selain simbol di atas, penata juga menggunakan simbol berupa singkatan. Simbol singkatan tersebut digunakan untuk memudahkan penata dan pembaca dalam memahami dan membaca penulisan notasi yang penata buat. Adapun simbol tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah:

TABEL 5.

(36)

1 BSM Singkatan dari Bersama. Artinya dalam praktek semua instrumen melakukan pola tabuhan secara

bersama-sama atau serempak.

2 GP Singkatan dari Gangsa Pemade

3 GK Singkatan dari Gangsa kantilan

4 SLG Singkatan dari Suling

5 KD Singkatan dari Kendang

6 VKL Singkatan dari Vokal

7 AGK Singkatan dari Angklung Kocok

8 SR Singkatan dari Suir

9 JG Singkatan dari Jegogan

35

Selain simbol-simbol di atas, ada beberapa simbol yang sudah lazim digunakan dalam penotasian lagu atau gending karawitan Bali seperti:

(37)

Tanda di atas mempunyai arti bahwa dalam prakteknya bermain bersama dalam satu melodi.

Tanda Titik .

Satu titik di atas simbol nada artinya nada tersebut dimainkan lebih tinggi satu oktaf dari nada normal.

Tanda Pengulangan || . . . ||

Tanda ini berupa dua garis vertikal diletakkan di depan dan di belakang kalimat lagu atau motif yang mendapatkan pengulangan.

Garis Nilai . .

Garis ini berupa garis horizontal yang ditempatkan di atas s imbol nada, yang menunjukkan nilai nada tersebut dalam satu ketukan.

 Garis lengkung ke atas

Simbol ini berarti, nada yang mendapatkan tanda ini mempunyai arti bahwa dalam praktek nada tersebut mendapatkan perpanjangan suara.  Tanda Garis Miring /

Simbul ini berarti, nada yang mendapatkan simbul ini dalam

prakteknya nada tersebut dimainkan dengan cara memukul sambil menutup.

4.4 Analisa Materi

Pada penjelasan di atas telah diuraikan bagian atau struktur dari komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan Kamanala. Pada bagian sub bab ini, penata

(38)

37

akan menguraikan tentang barungan gamelan Angklung yang meliputi instrumensasi, fungsi masing- masing instrumen dan teknik permainan dari masing- masing instrumen tersebut. Adapun bagian tersebut meliputi:

4.4.1 Instrumentsasi

Angklung merupakan barungan gamelan yang berlaras slendro, baik slendro empat nada, lima nada, enam nada, bahkan terdapat pula barungan gamelan Angklung yang berlaras slendro sepuluh nada dengan pembagian lima nada yang dinaikkan oktafnya. Gamelan Angklung dimasukkan dalam klasifikasi golongan tua, hal ini disebabkan karena fungsi instrumen kendang yang belum memegang peranan penting seperti halnya dalam barungan gamelan golongan madya dan golongan baru. Gamelan ini secara kuantitas mengalami perkembangan yang cukup pesat, sama halnya gamelan Gong Kebyar, dalam hal ini Angklung berubah fungsi menjadi Angklung Kebyar. Secara umum gamelan Angklung hampir semua instrumennya terdiri dari alat-alat perkusi berupa bilah dan pencon.

Proses penggarapan komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan Kamanala ini mempergunakan barungan gamelan Angklung milik Bapak I Nyoman Sudarna, BA., baik untuk latihan maupun dalam pementasan karya seni. Adapun jenis instrumen yang digunakan antara lain:

Sepasang kendang cedugan (lanang wadon) Empat tungguh gangsa pemade

Empat tungguh gangsa kantilan

(39)

Dua tungguh jegogan

Satu tungguh reong berpencon sepuluh

Dua buah Gong (lanang wadon)

Satu buah kempur

Satu buah kempli

Satu buah kajar

Sepangkon ceng-ceng ricik Empat buah suling kecil

Sepuluh buah angklung kocok

4.4.2Fungsi Instrumen

Fungsi masing- masing instrumen Angklung dalam garapan ini tidak jauh menyimpang dari fungsi sebelumnya (tradisi), hanya saja ada beberapa instrumen yang dikembangkan fungsinya tentunya disesuaikan dengan kebutuhan musikalitas untuk mendukung ide garapan ini.

Adapun fungsi masing- masing instrumen dalam garapan ini adalah sebagai berikut:

 Kendang

 Sebagai pemurba irama

Sebagai penghubung ruas-ruas gending

(40)

39        

Gangsa pemade dan gangsa kantilan  Membuat jalinan-jalinan tertentu

Memberikan hiasan terhadap nada pokok berupa ubit-ubitan

Jegogan

 Menjalankan melodi pokok Reong

Memberikan angsel-angsel ( ritme )  Membuat jalinan-jalinan tertentu

Memberikan hiasan pada nada pokok berupa ubit-ubitan Gong

 Sebagai finalis lagu

 Memberikan tekanan-tekanan sesuai dengan tujuan lagu itu sendiri  Dalam garapan ini, jatuhnya pukulan gong tidak memakai hitungan

artinya jatuhnya pukulan gong pada lagu yang tepat. Kempur

 Sebagai pendorong jatuhnya pukulan gong  Pematok ruas gending

Kempli

Dimainkan secara bergantian dengan kempur dalam satu gong

Kajar

 Sebagai pemegang tempo Ceng-ceng ricik

(41)

 Sebagai pengisi irama

Membuat angsel-angsel, variasi- variasi tertentu bersama kendang 



Suling

Memperindah bagian-bagian gending yang lirih  Membuat suasana tertentu

 Menjalankan melodi Angklung Kocok

 Memainkan harmoni dengan suling  Membuat suasana tertentu

4.4.3 Teknik Permainan

Teknik permainan merupakan aparatus utama dalam gamelan Bali dan teknik-teknik itu menjadi indikator pokok dalam mempelajari gaya (style)

gamelan itu. Melalui teknik permainan, dapat dibedakan secara audio satu perangkat gamelan dengan perangkat lainnya. 9

Demikian halnya dengan teknik permainan dalam gamelan Angklung, dimana masing- masing instrumen memiliki teknik permainan yang berbeda. Teknik tersebut menyebabkan tiap kelompok instrumen memiliki bunyi dan suara yang berbeda pula. Adapun teknik permainan yang digunakan garapan Tabuh Kreasi Pepanggulan Kamanala ini diuraikan sebagai berikut:

a. Gangsa Pemade dan Kantilan

Instrumen ini merupakan instrumen perkusif berbentuk bilah yang masing- masing terdiri dari empat bilah dengan susunan nada ( 5 7 1 3 ). Dalam

9

. I M ade Bandem. 1991. Ubit-ubitan, Sebuah Tehnik Permainan Gamelan Bali. Denpasar. DITJEN Pendid ikan Tinggi DEPDIKBUD. p.1

(42)

41

instrumen ini terdapat sistem nada yang disebut ngumbang ngisep, artinya dua tungguh berfungsi sebagai pengumbang dan dua tungguh lagi berfungsi sebagai pengisep. Teknik permainan gangsa pemade dalam garapan ini adalah:

Ngubit yaitu membuat jalinan antara nada polos dengan sangsih. Teknik ini hampir terdapat pada semua bagian gending dari garapan ini. Dalam garapan ini, teknik ngubit lebih dominan atau mendapatkan porsi yang lebih.

Oncang-oncangan yaitu memukul saling bergantian dengan memukul dua buah nada yang berbeda diselingi oleh satu nada. Teknik ini terdapat pada bagian awal gending, bagian gegenderan, pada bagian bapang, dan juga bagian ending dari garapan ini, dimana pada bagian ending, tehnik ini dimainkan dalam tempo cepat oleh semua instrumen berbilah kecuali jegogan.

Ngoret yaitu memukul tiga buah nada yang mendapat dua ketukan ditarik dari nada yang rendah ke arah nada yang lebih tinggi. Teknik ini terdapat pada bagian menjelang pengawak dan hampir tampak pada setiap bagian dari gending.

Ngantung yaitu teknik pukulan yang dalam satu gatra terdapat empat ketukan, dimana akan mencari ketukan ketiga ada suatu tekanan pukulan yang pukulannya mendahului ketukan ketiga sehingga pada akhirnya kembali ke dalam ketukan keempat lagi. Teknik ini muncul pada bagian pengecet dimana teknik ini dimainkan dengan tempo yang cepat,

(43)

terlebih dahulu, kemudian seketika pada pertengahan dibuat menjadi tempo lambat (Bali: ngelung).

Gegejer yaitu pukulan yang memukul satu buah nada secara beruntun dan juga bisa dimainkan di masing- masing nada atau bilah. Teknik ini muncul pada bagian pengecet dimana setelah vokal muncul teknik ini.

Kanon yaitu sebuah teknik yang diadopsi dari gaya musik barat, dimana setiap instrumen memainkan melodi yang sama namun yang membedakannya adalah jatuhnya pukulan yaitu mendahului dan membelakangi dengan jarak satu ketukan (Bali: maluan dorian ). Teknik ini muncul pada bagian setelah teknik megantung pada bagian pengecet.

b. Reong

Reong merupakan instrumen perkusif yang berbentuk pencon atau bermoncol, dengan susunan nada ( 5 7 1 3 4 5 7 1 3 4 ). Teknik permainan reong dalam garapan ini adalah:

Ngubit yaitu sebuah teknik permainan yang dihasilkan dari perpaduan sistem polos dan sangsih. Teknik ngubit hampir terdapat pada semua bagian dari garapan ini.

Nerumpuk yaitu memukul satu moncol atau nada yang dipukul oleh tangan kanan dan tangan kiri secara beruntun. Teknik ini muncul pada bagian berakhirnya pengawak .

Memenjing yaitu pukulan yang dilakukan oleh tangan kanan dan tangan kiri secara bergantian dimana letak pukulan di bagian lambe pada saat membuat angsel-angsel. Teknik ini terdapat pada bagian gending yang

(44)

43

menggunakan angsel-angsel seperti gegenderan, bapang, pengawak, dan pengecet.

Beburu yaitu teknik pukulan yang membuat suatu pukulan yang saling berkejar-kejaran dengan nada yang beruntun ke nada yang lebih tinggi. Teknik beburu digunakan pada bagian bapang dan pada bagian pengawak sebagai isian dari permainan harmoni antara suling dan angklung kocok .

c. Kendang

Kendang adalah salah satu jenis tungguhan yang sumber bunyinya berasal dari membran atau kulit yang dipukul, baik dipukul menggunakan

panggul maupun dengan tangan. Kendang Bali pada umumnya berbentuk tabung yang pada salah satu sisinya dibuat agak kecil. Di Bali terdapat berjenis-jenis kendang seperti kendang gupekan, kendang cedugan, kendang pelegongan, kendang bebarongan, dan kendang angklung.

Untuk garapan ini, penata menggunakan sepasang kendang cedugan lanang dan wadon yang dimainkan secara berpasangan atau metimpal. Adapun teknik permainan yang digunakan adalah:

Pukulan batu-batu yaitu pola pukulan yang dapat dilakukan oleh kendang lanang dan wadon yang masing- masing bisa membawa irama dan masing- masing bisa menjalin irama itu sendiri. Penggunaan teknik batu-batu terdapat pada bagian bapang, dan bagian pengawak.

Gegulet yaitu pukulan kendang yang membuat suatu jalinan. Gegulet hampir terlihat di semua bagian dari garapan ini.

(45)

Teknik rereongan yaitu sebuah teknik yang mengadopsi dari teknik ubit- ubitan reong Baleganjur yang mana pada garapan ini penata aplikasikan pada instrumen kendang. Cara kerja dari teknik ini adalah dengan mengumpamakan muka kendang lanang sebagai nada ndong kemudian bagian keplak sebagai nada ndeng. Selanjutnya bagian muka wadon

sebagai nada ndung kemudian bagian keplak sebagai nada ndang, sehingga dalam hal ini kendang lanang bertindak sebagai gedig polos sedangkan kendang wadon bertindak sebagai gedig sangsih. Teknik ini muncul pada bagian pengecet, dimana dalam hal ini kendang bermain diringi dengan tempo dari kajar dan juga diisi dengan pukulan gong, kempur, kempli.

d. Jegogan

Jegogan merupakan instrumen yang sumber bunyinya berbentuk bilah dan masing- masing tungguhan berjumlah empat bilah dengan susunan nada yaitu ( 5 7 1 3 ). Teknik permainannya yaitu:

Neliti yaitu memukul nada pokok dalam suatu gending. Teknik ini hampir terdapat di semua bagian gending.

Megending yaitu memukul bilah yang membawakan lagu secara bermelodi. Karena dalam barungan gamelan Angklung tidak terdapat instrumen jublag, maka instrumen jegogan berfungsi menjalankan melodi. Teknik ini muncul pada bagian kawitan, gegenderan, dan hampir di semua bagian gending.

(46)

45

Gong merupakan instrumen yang bentuk nya paling besar di antara instrument lainnya. Untuk menghasilkan bunyi, gong biasanya digantung pada tempat yang sebut canggah gong. Adapun pukulannya adalah Kaget Atangi.10

f. Kempur

Penggunaan instrumen kempur pada garapan ini secara umum dapat disebutkan bahwa kempur berfungsi sebagai pendorong jatuhnya pukulan gong. Adapun pukulan kempur yaitu Selah Tunggal. 11

g. Kempli

Penggunaan instrumen kempli pada garapan ini adalah dimainkan secara bergantian dengan kempur menjelang jatuhnya pukulan gong. Namun secara umum teknik permainan kempli adalah Pepade Lingse. 12

h. Kajar

Kajar adalah instrumen bermoncol yang bentuknya sama dengan kempli. Fungsinya adalah sebagai pemegang tempo lagu. Jenis pukulanya adalah Penatas Lampah.13

i. Suling

10

. I M ade Bandem. 1986. Prakempa, Sebuah Lontar Gamelan Bali. Denpasar. Akademi Seni Tari Indonesia. p. 69.

11 . Pande Gede Mustika. 1996. “ Mengenal Beberapa Jenis -jenis Pukulan Dalam

Barungan Gamelan Gong Keby ar”. Denpasar. Sekolah Tinggi Seni Indonesia. p.80.

12

13

. Ibid. p.82 . Ibid. p.78

(47)

Suling dalam gamelan Bali biasanya terbuat dari bambu yang dimainkan dengan cara ditiup, dengan sistem permainan yang disebut Ngunjal Angkihan. Dalam garapan ini digunakan jenis suling berukuran kecil.

j. Ceng-ceng Ricik

Ceng-ceng merupakan instrumen berbentuk cymbal dengan ukuran kecil yang jumlanya dalam satu pangkon berjumlah lima sampai enam buah. Adapun teknik permainannya adalah:

Ngecek yaitu memainkan ceng-ceng dengan memakai dua tangan yang bergantian tetapi suaranya dimatikan atau langsung ditutup. Ngecek hampir digunakan di setiap bagian gending ini.

Ngajet yaitu pukulan yang membuat angsel-angsel tertentu. Teknik ini muncul pada saat terdapat angsel-angsel dengan reong dan kendang.

k. Angklung Kocok

Angklung kocok merupakan instrumen yang sumber bunyinya berasal dari bambu yang dimainkan dengan cara digetarkan. Teknik permainan Angklung kocok terdapat pada bagian kawitan menjelang gegenderan dan pada bagian pengawak.

4.5 Analisa Penyajian / Penampilan 4.5.1 Tempat Pe mentasan

Adapun tempat pementasan dari garapan Tabuh Kreasi Pepanggulan Kamanala ini bertempat di panggung tertutup Natya Mandala ISI Denpasar. Natya Mandala merupakan sebuah panggung yang berbentuk proscenium, sehingga penonton hanya dapan melihat dari sisi depan saja. Untuk itu diperlukan penataan

(48)

47

gamelan yang baik sehingga terlihat bagus dengan sudut pandang melihat dari depan.

4.5.2 Setting Gamelan

Untuk setting gamelan dalam komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan Kamanala ini, penempatan masing- masing instrumen disesuaikan dengan bentuk instrumen yang agak kecil, sehingga antara penabuh satu dengan yang lainnya bisa terlihat dengan jelas. Untuk itu digunakan terap sebagai tangga untuk membuat tingkatan-tingkatan dari masing masing instrumen tersebut. Adapun komposisi gamelan dari Tabuh Kreasi Pepanggulan Kamanala tersebut adalah seperti gambar di bawah ini:

(49)

KAMANALA 13 12 11 10 11 9 8 8 9 7 7 2 7 7 6 6 5 1 4 6 6 3 3 3 3 KETERANGAN: 1. Kendang Wadon 2. Kendang Lanang 3. Suling 4. Kecek 10. Reong 11. Gong 12. Kempli 13. Kempur 5. Kajar 6. Gangsa Pemade 7. Gangsa Kantilan 8. Suir 9. Jegogan SETTING TERAP

(50)

1 1 1 1 1 49 KAMANALA 2 3 KETERANGAN: 1. Terap Besar 2. Terap tangga 3. Terap Menengah 3 3 2

(51)

4.5.3 Tata Kostum

Penataan kostum yang cocok dapat memberikan kesan estetik yang mantap tentang konsep dari garapan itu sendiri. Apabila tema yang dipakai tidak sesuai dengan penataan kostum yang apik, akan menyebabkan garapan tersebut kurang enak untuk dilihat. Dalam garapan ini penata menggunakan kostum yang sedikit berbeda dengan pendukung. Hal ini dimaksudkan untuk membedakan antara penata yang melaksakan ujian akhir dengan pendukung yang membantu garapan ini. Adapun tata kostum dari garapan ini adalah sebagai berikut:

a) Penata

 Baju bludru pengantin warna merah marun dengan motif bordir silver.

Udeng warna ungu dengan motif prada silver.

Riasan udeng memakai bunga teratai silver, bunga cup pada payas agung, rumbing, dan bros kecil

Saput ungu dengan motif prada silver.

Kain atau kamen hijau tua dengan motif prada silver. Selendang atau amed motif gringsing dengan prada silver.

b) Pendukung pria

Baju sapari merah menyala dengan motif bordir silver. Saput warna biru dengan motif prada silver.

Udeng warna biru dengan motif prada silver.

Riasan udeng memakai bunga teratai silver, rumbing, dan bros kecil

(52)

51

Kain atau kamen warna gelap.

 Selendang atau amed motif gringsing dengan prada silver. c) Pendukung wanita

Baju kebaya warna merah menyala dengan tepi atau lis warna silver.

 Selendang biru dengan motif prada warna silver.

Kain atau kamen warna hijau tua dengan motif prada silver. Riasan kepala modifikasi dengan bunga tunjung warna silver,

cucuk warna silver dan subeng warna silver.

4.5.4 Lighting dan Sound Sistem

Dalam garapan komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan Kamanala ini, penata tidak menggunakan efek pencahayaan atau lighting khusus. Disini penata hanya menggunakan lampu general artinya dalam garapan ini hanya digunakan pencahayaan biasa. Begitu pula dengan pengaturan sound system, penata hanya menggunakan sound pada instrumen tertentu saja yang harus diangkat kualitas suaranya.

(53)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada Bab-bab di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Garapan komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan Kamanala ini adalah sebuah bentuk komposisi karawitan baru yang mengangkat tema percintaan, yang dimana dalam hal ini cinta begitu mempengaruhi semua orang. Berbagai perasaan dalam menjalani cinta seperti senang, gembira, sedih, bingung, dan marah yang kemudian penata transformasikan ke dalam sebuah bentuk komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan yang berjudul Kamanala. 2. Sebagai media ungkap dalam garapan ini, penata menggunakan media

barungan gamelan Angklung Keklentangan atau Angklung Don Pat dan instrumen tambahan yaitu, Angklung Kocok.

3. Garapan ini adalah sebuah komposisi karawitan yang mengambil bentuk tabuh kreasi pepanggulan. Adapun struktur dari garapan ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian I (kawitan), bagian II (pengawak ), dan bagian III (pengecet), yang dimana dalam garapan ini terdapat pengo lah unsur musikal seperti melodi, ritme, tempo, dinamika, dan harmoni yang semuanya

dikemas ke dalam sebuah bentuk komposisi karawitan tabuh kreasi pepanggulan yang berjudul Kamanala.

(54)

53

4. Proses penggarapan komposisi ini dilakukan melalui tiga tahapan yaitu Tahap Penjajagan (Eksplorasi), Tahap Percobaan (Improvisasi), dan Tahap Pembentukan (Forming ).

5.2 Saran – Saran

Dalam menggarap komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan Kamanala ini, penata mengalami banyak pengalaman yang sangat berharga bagi penata. Dalam kesempatan ini penata ingin menyampaikn beberapa hal kepada calon sarjana yang nantinya akan mempersiapkan karya seni untuk Ujian Akhir ( TA) yaitu:

 Mewujudkan sebuah karya seni itu tidak mudah, dalam hal ini karya komposisi karawitan. Untuk mewujudkan itu semua diperlukan kematangan konsep, rasa musikalitas yang tinggi, pengalaman- pengalaman, serta sifat yang tidak mudah menyerah. Janganlah kita merasa berkecil hati dahulu jika mengalami kesulitan, namun tetaplah optimis dalam menjalaninya, niscaya karya seni yang diinginkan akan terbentuk menjadi sebuah karya seni yang ideal.

 Dengan terwujudnya Komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan Kamanala ini, diharapkan agar para seniman akan semakin tergugah untuk menciptakan karya-karya yang lebih kreatif dan inovatif dengan menggunakan gamelan Angklung sebagai media ungkapnya.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Anismatta. 2005. Biar Kuncupnya Mekar Menjadi Bunga. Jakarta. Pustaka Ummi.

Aryasa, I WM. 1976. Perkembangan Seni Karawitan Bali. Denpasar. Proyek Sasana Budaya Bali.

Bandem, I Made. 1986. Prakempa, Sebuah Lontar Gamelan Bali. Denpasar. Akademi Seni Tari Indonesia.

---, 1991. Ubit-ubitan, Sebuah Tehnik Permainan Gamelan Bali. Dilaksanakan atas biaya Daftar Isian Kegiatan STSI, DIKJEN Pendidikan Tinggi DEPDIKBUD.

Djelantik. 2001. ESTETIKA, Sebuah Pengantar. Bandung. MSPI. Inna Mutmainnah. 2008. All About Love. Jakarta. Redaksi Annida. Mustika, Pande Gede. 1996. “ Mengenal Beberapa Jenis-jenis Pukulan

Dalam Barungan Gamelan Gong Kebyar”. Denpasar. Sekolah Tinggi Seni Indonesia.

Sudirga, I Komang. 2004. “ Kontinuitas dan Perubahan Gamelan Angklung dalam Konteks Kehidupan Masyarakat Bali”. Dalam Bheri, Jurnal Musik Nusantara. Volume 3 No. 1. UPT. Penerbitan Institut Seni Indonesia. Denpasar.

Soedarsono, R. M. 1978. Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari. Yogyakarta. Akademi Seni Tari Indonesia.

Sukerta, Pande Made. 1998. Ensiklopedi Mini Karawitan Bali. Bandung. Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia ( MSPI ).

---, 2002. “Kehidupan dan Perkembangan Gamelan Angklung: Bentuk dan Fungsi Sosialnya yang Dihadapkan dengan Konsep Desa Kala Patra ”. Dalam MUDRA, Jurnal Seni Budaya Volume 10 No: 1 Januari 2002. UPT Penerbitan STSI Denpasar.

Wojowasito, Soewojo. 1970. Kamus Kawi ( Djawa Kuno ) – Indonesia. Malang. Lembaga Penerbitan Ikip Malang.

(56)

55

(57)

KAMANALA

( SINOPSIS )

Kamanala dalam bahasa Jawa Kuno berarti Api Cinta. Cinta, orang mengatakannya perasaan yang paling tidak bisa dibohongi. Berbagai perasaan dialami dalam menjalani cinta seperti senang, sedih, gembira, terkadang juga orang rela ma ti demi cinta.. Semua perasaan tersebut kemudian ditransformasikan kedalam sebuah komposisi tabuh kreasi pepanggulan yang menekankan pada jalinan melodi, harmoni, tempo, dinamika lagu yang dikemas menjadi sebuah komposisi tabuh kreasi pepanggulan dengan judul Kamanala.

Penata Karawitan: I Putu Eka Arya Setiawan

NIM: 2007 02 039

Pendukung Karawitan: Sanggar Gita Bhandana Praja Kota Denpasar & Mahasiswa jurusan Karawitan Institut Seni Indonesia Denpasar.

(58)

NOTASI TABUH KREASI PEPANGGULAN

KAMANALA

Laras Slendro. BAGIAN I BSM: GP,GK: JB: KD: KEBYAR. BSM: BSM: 577(5) (5) 7 1 3 7 3 1 7 (5) .7 57 13 17 5 ..757 13 17 55 .5 17 55 .5 17 5 ..3113 ..711 7.. 3 11 3 7175175 5151515157317371515373715 o<o < o <o<o<- - - -ooo – o –

(5) 31 71 3(5).(5) 31713(5). 71 31(7) 11.5571 31(7) 11.5571 31(3)

5571 7 (5) .

(59)

Tutupan Ndung

SLG: 3..7.1.371371..345.4 457

...4575 71313454..1345 7 . 4 . 5 . (3)

AGK: || (5) . . . 7 . 1 . 7 .|| diulang tiga kali. RG: || .3 3 1 3 7 1 3 1 7 5 7 1 . . . 7 5 7 .7 5 7 5 7 .7 5

7 5 7 1 5 7 1 3 ||

PENYALIT KE GEGENDERAN

diulang empat kali

RG: GP, GK:

5 517 55175

3 3 1 .3 1 3 .7 1 7 7 1 3 . 5 7 7 5 7 5 7 5 7 1 5 .7 .1 . .3 1 7 (5)

GEGENDERAN ( diulang dua kali )

JB: || .7 1 5 7 1 .3 .1 7 5 7 1 5 .1 7 1 5 .7 .1 3 1 7

3 7 1 3 1 5 7 1 7 5 3 7 .3 .7 .3 .1 .5 1 7 5 || RG: (5) 5 1 .7 5 5 .1 7 5 7 1 5 7 3 .1 7 7 .3 1 7 1 5

11 17575 7571117575757 151515 71 3 1 7 5 .5 7 1 3

(60)

BSM: SR: BSM: (3) 3 1 3 7 1 3 1 7 1 5 . (3) 3 1 3 7 1 3 1 7 1 5 . (5) 5 5 5 5 5 5 5 .5 7 1 5 7 3 1 7 (5) ||5 1 1 5 5 1 1 7 7 3 3 7 3 1 7 (5) 5 1 1 5 5 1 1 7 7 1 1 5 5 7 1 (3) || .7 1 7 5 7 5 5 7 1 5 1 5 1 5 1 5 1 5 1 5 1 5 .7 .1 .3 1 7 (5) BAPANG JB: ||3 . 7 . 3 . 7 . (3) 5 . 1 . 5 . 1 . (5) 1 . 5 . 1 . 7 . (5)|| BAGIAN II ( PENGAWAK ) PENYALIT BSM: .3.1.7.5.3.1.7.5 . .5 1 7 5 7 1 5 7 1 5 7 1 . 3 1 7 1 3 7 3 1 7 5 1 7 5 3 3 .1 7 . 1 3 . 5 .7 1 7 1 7 1 7 1 .7 5 .7 1 . 3 . 7 . 1 . (5)

(61)

PENGAWAK Tutupan Ndung SLG: AGK: JG: ||. . . 5 4 5 7 . 1 . 7 1 7 1 3 . . . . 32175.3454... 5457.5.35457.... 5 4 3 2 1 . 7 1 3 4 (3) . . . 4...345...3454 ...345...3454 . 5 . 4 . 3 . 2 . . . .7 1 2 (3) || ||. . . 1 7 1 3 . 4 . 3 1 7 5 7 5 . . . . ...7.17571... 5 7 1 3 1 . . . 5 7 1 3 1 . . . (.) . . . 71 75 7 1 7 5 7 . . . 131713171... 7175 71757 131713171...7.1.7.5 . . . (.) || || 1 5 1 7 1 7 3 1 3 1 3 7 3 7 1 (5) ||

(62)

SLG: 7 .1 7 5 7 1 3 7 . . 4 3 .4 5 7 1 7 5 4 . . 4 3 . 3 3 4 5 7 . . 4 3 .4 5 7 1 7 5 4 . . 4 3 .4 5 7 1 7 5 4

Kembali ke pengawak sekali lagi.

BAGIAN III (PENGECET)

KEBYAR BSM: 5 . . . 3 1 3 1 7 1 .7 1 7 .5 7 5 .1 7 1 .5 7 5 .1 7 1 .5 7 5 . .7 5 7 (1) 7 5 7 1 7 5 7 1 (3) KD: BSM:

oo-.o-o.-o-o -.o.-o-o -.o – o. – o .<-<-.-< -<.<-< <-<.<-<-.-<.. || 1 7 5 7 1 7 5 7 1 7 5 7 1 7 5 || = lanang = wadon VKL: 57 57 17 13 . 57 57 17 13

= kerase sungsut dihati = ulian tresnane megedi

. . 57 57 17 13 = tanpa salah tanpa arti

(63)

(5) 1 5 3 1 3 1 3 7 1 7 5 7 . . . Tempo cepat diulang dua kali

5 1 5 1 .5 .1 .5 .7 3 1 7 3 7 3 .7 .3 .7 . Tempo lambat diulang tiga kali

5 1 5 1 .5 .1 .5 .7 3 1 7 3 7 3 .7 .3 .7 .

Tempo cepat kemudian berubah seketika menjadi lambat 5 1 5 1 .5 .1 .5 .7 3 1 7 3 7 3 .7 .3 .7 .5 1 7 GP: 5757 1713 GK: . 5757 1713 JG: JG: RG: KM,KP: KD: JG: KD: KEBYAR: 31731 .1571.5.1.5.1 . j j j j . - . - + . d dp dp 71571.5.1.5.1 dk p dk p dk p. pk p d d dp d pk . pk p d d d pd p 71571751571317571357131373175

(64)

ENDING BSM: JG: 7 3 .7 3 1 7 1 .5 .5 5 5 . 5 7 1 (3) 17131713 1 5 7 1 3 5 7 1 tempo cepat 35713571 7317 1.5.7.1.3.5.7.1 } tempo lambat AGK: VKL: . 3 7 1 7 . 1 (5) Tresna ngantos mati

Referensi

Dokumen terkait

Perluasan bagian belakang makam dan bagian luar yang sering disebut aula atau serambi sebenarnya adalah semacam teras masjid yang digunakan sebagai tempat shalat

Ini menunjukkan bahwa tingkat penyesuaian diri saat mengikuti kegiatan pembelajaran dari para siswa kelas VII SMP Regina Pacis Jakarta tahun ajaran 2009/2010 tergolong

Hasil dari penelitian ini adalah dihasilkannya sebuah alat Sistem keamanan kendaraan bermotor menggunakan sms dengan metode gps tracking berbasis arduino mega 2560 sebagai

Sistem Monitoring Air Layak Konsumsi Berbasis Arduino dengan Studi Kasus PDAM Patalassang Kabupaten Gowa adalah alat yang dibuat untuk memberi kemudahan pada karyawan

Adapun tujuan dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah aplikasi E-Book Reader yang lebih efisien, ekonomis dan memberikan kenyamanan tanpa gangguan

PERBANDINGAN POPULASI KUMBANG TANDUK Oryctes rhinoceros ANTARA LADANG POKOK KELAPA SAWIT MUDA «5 TAHUN DAN MATANG >10 TAHUN DI SG.. BATANG,

Pada hari ini Rabu Tanggal Tiga Belas Bulan Juli Tahun Dua Ribu Enam Belas , kami Pokja Pekerjaan Konstruksi Paket Pematangan Lahan Pusat Kesehatan Hewan,

Untuk metode pelaksanaan dibuat dua tipe yaitu : (1) Pekerjaan precast yang dipasang pada titik dengan bekisting batako sudah terpasang. Dimana untuk tipe 1, batako terpasang