SKRIP KARYA SENI
GEBOG DOMAS
OLEH :
I MADE DESI MULIARTANA NIM. 2010.020.20
PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA
DENPASAR
2014
SKRIP KARYA SENI
GEBOG DOMAS
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Seni (S1)
Oleh:
I MADE DESI MULIARTANA 2010.02.020
PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA
DENPASAR
2014
SKRIP KARYA SENI
GEBOG DOMAS
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Seni (S1)
MENYETUJUI :
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Pande Gede Mustika, SSKar., M.Si. Tri Haryanto, SKar., M.Si.
Skrip Karya ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar, pada:
Hari, tanggal : Senin, 12 Mei 2014
Ketua : I Wayan Suharta, S.SKar.,M.Hum. (………...)
NIP. 19630703 199002 1 001
Sekretaris : I Dewa Ketut Wicaksana, SSP.,M.Hum. (………...)
NIP. 19641231 199002 1 040
Anggota : Wardizal, S.Sen., M.Si. (………...)
NIP. 19660624 199303 1 002
Anggota : Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum. (………...) NIP. 19661201 199103 1003
Anggota : I Wayan Suweca, SSKar., M.Mus. (………...)
NIP. 19571231 198503 1 014
Anggota : Pande Gede Mustika, SSKar., M.Si (………...)
NIP. 19521215 198503 1 001
Anggota : Tri Haryanto, S.Kar., M.Si. (………...)
NIP. 19620709 199203 1 004
Disahkan pada tanggal : 19 Mei 2014
Mengesahkan: Mengetahui:
Fakultas Seni Pertunjukan Jurusan Seni Karawitan
Institut Seni Indonesia Denpasar Ketua,
Dekan,
I Wayan Suharta, SSKar.,M.Si Wardizal, S.Sen., M.Si
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-Nya tulisan (skrip karya seni) ini dapat diselesaikan dengan tepat pada waktunya. Skrip Karya Seni ini pada dasarnya merupakan uraian atau deskripsi dari pokok pikiran penulis yang melandasi terwujudnya karya komposisi karawitan yang penulis garap dan selanjutnya disajikan dihadapan Dewan Penguji sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana Seni Setara Satu (S1) di Institut Seni Indonesia Denpasar tahun akademik 2013/2014.
Penulis menyadari sepenuhnya, tanpa bantuan dan dukungan serta kerjasama pihak-pihak yang terkait, skrip karya seni ini tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam kesempatan ini, tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum., selaku Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar, beserta seluruh staf pendidik maupun staf administrasi yang telah memfasilitasi kebutuhan demi terlaksananya program ini.
2. Bapak I Ketut Garwa, S.Sn., M.Sn., selaku Pembantu Rektor IV Institut Seni Indonesia Denpasar, yang telah banyak memberikan dukungan dan masukkan untuk terwujudnya karya seni yang dipakai dalam ujian tugas akhir.
3. Bapak I Wayan Suharta, S.SKar., M.Si., selaku Dekan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar yang telah merancang segala hal yang berhubungan dengan program ini.
4. Bapak Wardizal, S.Sen., M.Si., selaku Ketua Jurusan Karawitan ISI Denpasar yang telah membantu memberikan fasilitas untuk menunjang kegiatan kreativitas dalam karya seni.
5. Bapak Pande Gede Mustika, S.SKar., M.Si., selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing I karya seni dan karya tulis.
6. Bapak Tri Haryanto, S.Kar., M.Si., selaku Pembimbing II karya seni dan karya tulis.
7. Bapak/Ibu Dosen Institut Seni Indonesia Denpasar yang telah mendidik dan membimbing dari awal semester sampai akhir semester. 8. Para informan yang telah memberikan informasinya terkait karya seni
dan karya tulis ini.
9. Keluarga semua yang telah memberikan dorongan serta bantuannya baik moral maupun material.
10. Pemilik gamelan Selonding (I Dewa Ketut Alit) yang telah meminjamkan gamelannya dan banyak memberikan dorongan demi terwujudnya garapan ini.
11. Teman-teman semua yang telah membantu terwujudnya karya seni ini. 12. Para pendukung (pemain dalam sajian garapan) garapan yang telah
Penulis menyadari karya seni dan karya tulis ini masih terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran sangat diperlukan untuk membangun dan menyempurnakan karya seni dan karya tulis ini.
Denpasar, 12 Mei 2014
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGUJI KARYA SENI ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR FOTO ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Ide Garapan ... 5 1.3 Tujuan Garapan ... 8 1.4 Manfaat Garapan ... 9 1.5 Ruang Lingkup ... 10
BAB II KAJIAN SUMBER ... 14
2.1 Sumber Pustaka ... 14
2.2 Sumber Informan ... 17
2.2 Sumber Discografi ... 18
BAB III PROSES KREATIVITAS ... 20
3.1 Tahap Penjajagan (Eksploration) ... 21
3.2 Tahap Percobaan (Improvisation) ... 27
3.3 Tahap Pembentukan (Forming) ... 30
BAB IV WUJUD GARAPAN ... 36
4.1 Analisa Garapan ... 37
4.2 Struktur Garapan ... 37
4.3 Analisa Simbol ... 46
4.5 Analisa Materi ... 52
4.6 Instrumentasi dan Tehnik Permainan ... 56
4.7 Analisa Penyajian ... 60 BAB V PENUTUP ... 67 5.1 Simpulan ... 67 5.2 Saran-saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA ... 70 DAFTAR DISCOGRAFI ... 72 DAFTAR INFORMAN ... 73 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 74
DAFTAR TABEL
Halaman
TABEL 3.1 Tahap Penjajagan ... 25
TABEL 3.2 Tahap Percobaan ... 29
TABEL 3.3 Tahap Pembentukan ... 32
TABEL 3.4 Proses Kreativitas ... 35
TABEL 4.1 Penganggenin Aksara Bali ... 47
DAFTAR GAMBAR
Halaman
GAMBAR 3.1 Denah Stage ... 61
DAFTAR FOTO
Halaman
FOTO 4.1 Tata Busana Pendukung Karawitan ... 64
FOTO 4.2 Tata Busana Gerong ... 64
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum masyarakat dikenal dengan istilah society yang berarti sekumpulan atau sekelompok orang yang membentuk sistem jalinan komunikasi. Masyarakat juga bisa diartikan sekelompok orang yang saling berhubungan dan kemudian membentuk kelompok yang lebih besar atau luas dengan satu kesatuan untuk saling berinteraksi satu sama lain menurut suatu adat tertentu yang bersifat terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Bawa Atmadja, 2010:7). Masyarakat bukanlah hanya sekedar dari sekumpulan individu atau manusia yang hidup sendiri, melainkan setiap individunya mempunyai hubungan atau ikatan satu sama lainnya, serta paling tidak sebagai anggota masyarakat mempunyai kesadaraan terhadap keberadaan anggota masyarakat lainnya. Awal mulanya, masyarakat terbentuk dari kelompok kecil yang artinya sekumpulan orang, misalnya sebuah keluarga yang dipimpin oleh kepala keluarga, kemudian dari kelompok keluarga akan membentuk sebuah dusun. Dusun pun akan membentuk sebuah Desa.
Kata desa adalah suatu perkataan yang sangat populer di Bali, dimana dipergunakan untuk menunjuk suatu wilayah pemukiman penduduk yang beragama Hindu dan diucapkan dengan kata “desa” seperti huruf “e” dalam kata “dengan”. Desa dalam pengertian ini menunjuk kepada suatu wilayah yang dihuni oleh penduduk yang beragama Hindu, kecuali di beberapa desa yang ada di kota atau desa-desa yang terletak dipinggir pantai yang penduduknya sudah umum yang terdiri dari berbagai umat beragama. Kenyataan ini perlu dikemukakan,
karena kata “desa” yang sekarang telah termasuk dalam pembendaharaan bahasa Indonesia dan dipergunakan dalam istilah perundang-undangan dan tidak sepenuhnya mengandung pengertian yang sama dengan kata “desa” dalam bahasa Bali. Desa dalam bahasa Bali bukan saja hanya dipergunakan untuk menunjuk suatu wilayah pedesaan misalnya Desa Tamanbali, Desa Bebalang dan lain sebagiannya, tetapi bisa juga dipakai untuk menyatukan suatu situasi menurut tempat, waktu dan keadaan yang dihadapi dalam kenyataanya, yaitu pada istilah
desa kala patra (Surpha, 2004:5). Menurut Soetardjo Kartohadikoesoemo, kata
“desa” atau “desi” seperti juga halnya dengan kata negara, negeri dan nagari yang berasal dari perkataan atau bahasa Sansekerta yang artinya tanah air, tanah asal dan tanah kelahiran (Kartohadikoesoemo, 1984:15).
Desa Tamanbali merupakan desa yang mayoritas beragama Hindu. Masyarakat Desa Tamanbali memiliki sebuah istilah gebog yang dipergunakan untuk mencakup masyarakat menjadi satu kesatuan untuk penyungsung Pura Dalem Gede Tamanbali. Istilah gebog ini diyakini memiliki makna kata sakral, dimana masyarakat mempercayai bahwa kata ini dijadikan sebuah cakupan kawasan yang luas dan besar. Dalam Buku Lembar Kerja Siswa Bahasa Bali menerangkan bahwa kata gebog berarti tatanan masyarakat yang mencakup kawasan yang luas dan besar (Kelaci Sidia, TT:34). Istilah gebog ini hanya digunakan untuk menunjukan penyungsung pokok Pura Dalem Gede Tamanbali. Istilah gebog ini sama seperti halnya kata gebogan yaitu untuk menunjukan sebuah sesajen yang terdiri dari roti (bolu), jajan Bali (jaje gina, jaje uli, jaje
dapat diartikan sebuah tatanan yang utuh untuk membentuk suatu keindahan.
Penyungsung Pura ini terdiri dari delapan banjar pokok, masing-masing banjar
memiliki 100 orang kepala keluarga dibawah satu kepemimpinan, dengan istilah
kelian banjar adat yang tercatat sejak tahun 1999 (Wawancara dengan I Wayan
Ariawan, 14 Desember 2013). Karena keadaan tersebut maka istilah gebog domas pun dipakai untuk menyebutkan penyungsung Pura Dalem Gede Tamanbali yang terdiri atas 800 orang pokok keluarga. Kata domas merupakan kata bahasa Bali yang lumbrah atau umum digunakan oleh masyarakat Hindu Bali, yang diartikan banyaknya jumlah orang maupun yang lainnya sekitar 800-an.
Secara harfiah istilah Gebog Domas ini diartikan suatu perkumpulan (banjar) yang terdiri dari 800 orang pokok keluarga yang mencakup satu kawasan yang luas dan besar, dijadikan satu kesatuan pokok seperti halnya penyungsung Pura Dalem Gede Tamanbali. Gebog domas yang terdapat di Pura Dalem Gede Desa Tamanbali Bangli dibentuk oleh tatanan masyarakat yang terdiri dari delapan banjar yaitu, Banjar Presanghyang, Banjar Pande, Banjar Sidawa,
Banjar Layon, Banjar Siladan, Banjar Teruna, Banjar Gaga, Banjar Dadia yang
menjadi pemongmong pokok pura ini. Dalam penataan setiap banjar tersebut memiliki awig-awig (aturan-aturan) yang berbeda tergantung kelian banjar adat ataupun anggota masyarakatnya. Maka dari itu dalam gebog domas di Pura Dalem Gede Tamanbali ini memiliki sebuah warna tatanan kemasyarakatan yang berbeda-beda. Perbedaan ini terkadang menimbulkan suatu perselisihan, seperti halnya perbedaan pendapat, sistem organisasi ketika mengadakan upacara
musyawarah mufakat yang mendatangkan semua anggota masyarakat. Perbedaan ini menjadikan sebuah warna dalam tatanan kemasyarakatan seperti semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Dari diskripsi yang dipaparkan di atas, maka muncullah sebuah inspirasi dan ingin mengangkat istilah gebog domas untuk dijadikan sebagai judul dalam komposisi karawitan dalam bentuk tabuh Selonding kreasi. Judul ini dipilih penata untuk mengungkapkan keharmonisan dan ketidakharmonisan yang terjadi di lingkungan gebog domas ini, selanjutnya dituangkan atau ditransformasikan kedalam media ungkap gamelan Selonding dengan penambahan instrumen suling menengah serta gerong sebagai pendukung wujud karya.
Gamelan Selonding adalah merupakan peninggalan historis dari kegiatan berkesenian nenek moyang di masa silam. Gamelan Selonding merupakan salah satu contoh mengenai lokal genius dari leluhur, sehingga mampu mengantarkan kepada suatu jenjang puncak budaya, sehingga keberadaannya masih eksis sampai saat ini (Tusan, 2002:1). Gamelan Selonding yang dipakai dalam garapan karya seni Gebog Domas ini merupakan gamelan yang disakralkan, dimana gamelan ini
melinggih atau bertempat di Merajan Agung Puri Bunutin. Konon pemilik
gamelan Selonding ini mulanya berkeinginan memiliki gamelan Semara Pegulingan, namun tidak disangka yang mulanya beliau memesan gamelan Semara Pegulingan, tidak tahu sebabnya gamelan Selonding yang dibawakan oleh Pande Gong yang ada di Penatih, yaitu Pande Warsa. Beliau pun tidak mengelak dibawakan gamelan Selonding tersebut dan menerimanya dengan kesungguhan hati. Anehnya ketika gamelan Selonding ini datang, keluarga
pemilik gamelan mendadak sakit. Semua itu diakibatkan ketika gamelan Selonding ini datang tidak dibuatkan sesajen. Maka dari itu pemilik gamelan Selonding ini percaya bahwa gamelan ini patut disakralkan. Sebelum melakukan latihan, dilakukan persembahan berupa sesajen yang isinya nasi kepel mewarne
kuning, supaya dalam setiap latihan berjalan lancar (Wawancara dengan Pande
Ketut Cakri, 16 November 2013).
Tema yang dipakai dalam garapan ini adalah harmonis non harmonis. Pemilihan tema ini berdasarkan pengamatan yang penata lakukan di lingkungan penata tinggal. Hal mengenai harmonis non harmonis muncul dari ketidakharmonisan hubungan antar manusia di masyarakat, dengan adanya ketidakharmonisan muncul musyawarah mufakat untuk menuju suatu yang harmonis atau kesepakatan yang mengikat antara dua kubu yang saling bertentangan dalam membela kepentingannya masing-masing. Musyawarah mufakat menjadi solusi yang menampung aspirasi dari berbagai kalangan yang besar (domas) menjadi suatu kesepakatan yang mengerucut. Kelompok masyarakat banjar adat seperti yang terjadi dalam fenomena gebog domas terjadi di Pura Dalem Gede Tamanbali, Bangli. Dari fenomena ini, gebog domas seolah-olah memancarkan situasi harmonis non harmonis. Penata berkeinginan untuk mengaplikasikan fenomena ini ke bentuk garapan Selonding kreasi dengan judul
Gebog Domas.
1.2 Ide Garapan
Dalam penggarapan sebuah komposisi karawitan yang baru sudah barang tentu didasari oleh segala macam ide yang muncul, yang nantinya bisa
membentuk karya komposisi karawitan itu sendiri. Segala macam bentuk ide yang muncul tentunya didukung oleh segala aspek kemampuan si penatanya. Ide yang baik tanpa tehnik yang mantap tidak akan menghasilkan komposisi yang baik, sebaliknya dengan tehnik yang mantap setidaknya akan menghasilkan komposisi yang enak di dengar (Bandem, 1987:3).
Berdasarkan tema harmonis non harmonis dan fenomena yang terjadi di masyarakat saat mengikuti musyawarah mufakat, maka muncullah ide penata menyangkut tentang keharmonisan dan ketidakharmonisan sebagai garapan komposisi karawitan. Ide penata muncul ketika melihat fenomena yang terjadi di lingkungan gebog domas yaitu harmonis non harmonis seperti yang dipaparkan di atas, timbul keinginan penata untuk mentransformasikan fenomena tersebut menjadi sebuah komposisi karawitan Selonding kreasi. Penata sadar menggarap karya dengan ide seperti ini cukup berat, akan tetapi disinilah letak tantangan penata untuk memaksimalkan seluruh kemampuan dan pengalaman yang dimiliki, sehingga mampu mewujudkan garapan yang inovatif, kreatif, dan original. Pertimbangan mengambil ide ini adalah melihat kembali pada potensi diri penata yang memiliki bakat dalam bidang gamelan Selonding dan ingin mewujudkan sebuah fenomena dilingkungan masyarakat ke dalam wujud karya seni.
Penggarapan tabuh Selonding kreasi Gebog Domas ini terbentuk oleh setiap ide yang muncul ketika penata ikut terjun sebagai anggota masyarakat saat melakukan musyawarah (tedun) di Pura Dalem Gede Tamanbali. Dalam musyawarah tersebut banyak terdapat perbedaan pendapat yang terkadang menimbulkan perselisihan, sehingga terkesan tidak harmonis. Sebaliknya ketika
musyawarah mufakat tersebut menemukan titik temu, disanalah keharmonisan sebuah musyawarah terwujud. Ide tersebut berupa transformasi dari keharmonisan dan ketidakharmonisan yang terjadi di lingkungan gebog domas tersebut kedalam komposisi tabuh Selonding kreasi. Dipilihnya ide tersebut, karena dari keadaan di Pura Dalem Gede Tamanbali, dari sisi luar tidak tampak akan sebuah perbedaan-perbedaan, namun ditinjau lebih dalam atau ada dalam cakupan gebog domas tersebut banyak muncul perbedaan yang terkadang berujung perselisihan. Seperti halnya kacang yang terkadang dari sisi luarnya tampak bagus, layak untuk dimakan namun isinya sudah membusuk atau jelek.
Alasan penata menggunakan media ungkap gamelan Selonding, karena gamelan Selonding kaya akan sumber inspirasi serta mendukung berbagai suasana yang diinginkan penata sendiri. Penata juga ingin menumbuhkembangkan gamelan Selonding maupun sekaa (kelompok pemain) Selonding yang ada di
banjar Dadia, Tamanbali. Ide ini semakin kuat ketika penata membicarakan
kepada sekaa tentang penata ingin menggarap gending untuk ujian tugas akhir dengan media ungkap gamelan Selonding.
Komposisi karawitan Gebog Domas ini merupakan sebuah karya tabuh kreasi yang secara umum konsep musikalitasnya masih mengacu pada konsep, unsur atau pola-pola tradisi yang tidak akan menghilangkan jati diri dari gamelan Selonding, seperti halnya konsep Tri Angga yaitu adanya bagian kawitan,
pengawak dan pengecet. Konsep tradisi ini tentunya selalu menjadi pijakan
maupun pedoman yang mendasari dari sebuah karya komposisi karawitan. Dalam garapan Gebog Domas ini memakai media ungkap gamelan Selonding,
dikarenakan gamelan ini sangat mendukung karakter maupun suasana yang diinginkan dengan penambahan instrumen suling serta penambahan gerong untuk memperkaya melodi, harmoni, dinamika, tempo dan sesekali memainkan pola ritme yang ingin penata wujudkan dalam garapan ini.
Selain menggunakan tradisi yang ada di Bali, penata mencoba menyelipkan alunan vokal jawa. Dipilihnya lagu jawa sebagai salah satu pengolahan dari vokal garapan ini, karena untuk menambah kesan baru dalam garapan ini. Penata juga ingin memperkenalkan sebuah tehnik pemegangan
panggul, dimana merupakan sebuah ciri khas pemegangan panggul yang ada di
daerah tempat tinggal penata. Tehnik tersebut diistilahkan tehnik bungan cicang. Tehnik bungan cicang ini lebih efektif dalam tehnik penutupan (nekep) bilah gamelan, dikarenakan bagian telapak tangan berfungsi untuk penutupannya dan tehnik ini lebih banyak dapat menutup bilah gamelan.
1.3 Tujuan Garapan
Pada dasarnya setiap kegiatan yang dilakukan tentunya mempunyai sebuah tujuan. Demikian juga dalam garapan ini yang mempunyai sebuah tujuan, dimana dapat diklarifikasikan menjadi dua bagian, yaitu : tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum mencakup orang banyak atau universal dan tujuan khusus mencakup orang-orang yang lebih fleksibel.
1.3.1 Tujuan Umum
• Untuk menambah jumlah komposisi karawitan yang ada di Bali
dengan mempergunakan media ungkap gamelan Selonding, dimana gamelan Selonding merupakan gamelan yang tergolong tua.
• Untuk mengembangkan peranan Selonding sebagai gamelan golongan tua dan klasik supaya lebih berkembang secara kualitatif dan kuantitatif dengan cara menawarkan pola garap yang baru.
• Untuk mengangkat sebuah kejadian dan suasana-suasana yang
terjadi dalam ruang lingkup masyarakat yang ditransformasikan kedalam bahasa musik.
1.3.2 Tujuan Khusus
• Untuk mengukur dan membangun daya kreativitas yang penata
miliki sebagai mahasiswa karawitan yang mengambil jalur penciptaan.
• Untuk mengungkapkan pesan ataupun nilai-nilai yang terkandung
dalam garapan ini, yaitu nilai keharmonisan dalam masyarakat.
1.4 Manfaat Garapan
Sebagai hasil dari olah kreativitas musikal yang menawarkan sebuah garapan baru yang berjudul Gebog Domas ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pembaca maupun pengamat seni, antara lain :
a. Untuk menambah wawasan dan khasanah seni pertunjukan di lingkungan Institut Seni Indonesia Denpasar, khususnya Seni Karawitan yang nantinya dapat bermanfaat untuk dijadikan acuan, serta sebagai bahan perbandingan dalam meningkatkan kreativitas di kalangan seniman akademisi.
b. Garapan ini diharapkan dapat memberikan sentuhan baru bagi penikmatnya.
c. Untuk memacu semangat generasi muda untuk terus berkarya dan menghasilkan karya-karya yang akan menjadi panutan atau pedoman dikemudian hari.
d. Garapan ini diharapkan dapat memberikan sebuah kontribusi terhadap perkembangan ilmu seni di kalangan masyarakat yang tercipta dari hasil kreativitas.
e. Garapan ini dijadikan sebuah inspirasi untuk menumbuhkembangkan kembali gemelan Selonding di masa kini.
1.5 Ruang Lingkup
Supaya tidak terjadinya salah penafsiran atau salah persepsi mengenai wujud garapan serta media ungkap yang dipergunakan, maka penata mencoba menjelaskan tentang ruang lingkup komposisi tabuh Selonding kreasi Gebog
Domas ini sebagai berikut.
Gebog Domas merupakan sebuah garapan komposisi karawitan kreasi
yang bentuk garapannya berangkat dari pengolahan pola-pola tradisi, yang dikemas sesuai dengan perkembangan saat ini atau bersifat kekininan. Garapan ini ditata sesuai keinginan penata dengan berbagai tehnik-tehnik permainan serta pengolahan melodi, ritme, dinamika, tempo, dan harmoni, sehingga dalam perwujudannya komposisi ini kelihatan baru.
Garapan komposisi karawitan ini merupakan garapan instrumental yang digarap sesuai dengan pola garap kekinian, namun tidak mengubah ataupun
menghilangkan jati diri dari gamelan Selonding tersebut. Garapan ini menggambarkan harmonis non harmonis dalam sebuah lingkungan dimana tampak dari luar baik namun sisi dalamnya jelek. Komposisi tabuh Selonding kreasi ini menggambarkan fenomena itu ke dalam tehnik, ataupun pengolahan
gending Selonding yang memasukkan unsur atau pun pola yang bersifat kekinian.
Dalam penggarapannya, gebog domas digarap sesuai dengan pola tradisi, agar garapan ini tidak hanya merupakan sebuah pementasan akhir dari ujian tugas akhir di Institut Seni Indonesia Denpasar, melainkan juga bisa dipergunakan untuk
pengiring upacara Yadnya, seperti upacara Dewa Yadnya dan Rsi Yadnya.
Dalam komposisi tabuh Selonding kreasi Gebog Domas ini penata menggunakan instrumen Selonding lengkap seperti :
• Gong Selonding • Kempul Selonding • Pe-enem • Petuduh • Nyong-nyong alit • Nyong-nyong ageng
Selain menggunakan instrumen Selonding penata juga menambahkan instrumen suling menengah serta menambahkan beberapa gerong (vokal bersama perempuan) untuk menambah dan memperkaya melodi serta memperkuat kesan religiusnya.
Komposisi Selonding kreasi yang berjudul Gebog Domas ini dibatasi hanya menggarap harmonis non harmonis, tampak memang harmonis namun
ditinjau lebih dalam dan seksama komposisinya tidak terkesan harmonis dan memasukkan atau mengadopsi beberapa motif permainan atau motif gending dari gamelan Bali lainnya seperti halnya gending Angklung, Gong Gede, Mandolin, dan lain sebagiannya. Pengolahan pola atau unsur musikalitasnya sangat berbeda antara instrumen satu dengan instrumen lainnya, namun pada initinya itu merupakan perwujudan dari tema yang dipaparkan di atas, serta membentuk satu kesatuan yang utuh dimana mempertemukan perbedaan tehnik dan gending pada satu titik yang sama. Penggarapan komposisi Selonding kreasi ini difokuskan pada konsep musikal serta memasukan unsur vokal.
Make up dan tata kostum, untuk memberikan dukungan yang maksimal
terhadap tema yang diangkat dan memenuhi kebutuhan estetika. Pada garapan ini para pendukung tidak mempergunakan baju dan hanya memakai kain kamen berwarna hitam yang berisikan motif batik dengan mempergunakan saput
rembang serta mempergunakan udeng batik (sesuai dengan corak saput), di depan udeng diselipkan bunga pucuk rejuna. Penata sendiri juga mempergunakan
pakaian yang sama namun perbedaannya pada corak udeng dan saput yang penata pakai lebih berwarna cerah dan mempergunakan bunga keris yang diselipkan di dada. Desain udeng, mengambil desain seperti udeng Raja atau Patih serta memakai selendang blengket difungsikan sebagai syal untuk mendukung kesan klasik. Make up lebih menyesuaikan wajah ketika pentas supaya kelihatan lebih gagah, segar, dan cerah hanya memakai bedak dan lipstick saja.
Garapan Gebog Domas dipentaskan di gedung Natya Mandala Institut Seni Indonesia Denpasar pada hari Rabu tanggal 7 Mei 2014. Pendukung garapan
ini dari sekaa Selonding Padma Agung Desa Bunutin Kecamatan Bangli yang berjumlah 13 orang termasuk penata. Durasi pementasan kurang lebih selama 12 menit.
BAB II KAJIAN SUMBER
Dalam proses penulisan ilmiah sudah barang tentu mempunyai beberapa sumber acuan atau sumber terkait untuk dapat mempertanggungjawabkan tulisan yang dibuat. Terwujudnya sebuah komposisi karawitan yang sifatnya akademisi sudah barang tentu tidak terlepas dari sumber-sumber informasi. Kepustakaan atau literatur merupakan salah satu sumber inspirasi yang sangat penting dalam proses penciptaan karya seni. Maka dari itu kajian sumber sangat diperlukan dalam mewujudkan sebuah bentuk karya seni yang ilmiah. Sumber yang terkait dalam kajian sumber bisa berupa sumber pustaka, rekaman audio maupun audio visual, serta data-data informasi secara lisan yang dapat diperoleh melalui narasumber. Semua sumber-sumber ini pada hakekatnya dapat dipetik konsep, ide, gagasan atau teori yang relevan terhadap sebuah karya. Dalam penulisan garapan ini juga mempunyai beberapa sumber yang dijadikan pedoman untuk dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Adapun sumber-sumbernya sebagai berikut.
2.1 Sumber Pustaka
Ubit-ubitan Sebuah Tehnik Permainan Gamelan Bali oleh I Made Bandem
diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar, 1987. Buku ini mengungkap tentang segala tehnik yang dijadikan sebuah pijakan dari penata dan memperkenalkan beberapa tehnik yang mendukung dalam garapan ini.
Prakempa Sebuah Lontar Karawitan Bali oleh I Made Bandem diterbitkan
oleh Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Denpasar, 1986. Buku ini merupakan sebuah lontar mitologi gamelan Bali yang cukup tua. Prakempa dimaksudkan sebagai seluk beluk gamelan Bali, pada hakekatnya berisikan aspek tatwa (filsafat dan logika), susila (etika), lango (estetika), dan gegebug (tehnik). Buku ini dijadikan sumber pijakan penata tentang tatwa, susila, lango dan gegebug dalam sebuah garapan ini.
Estetika Karawitan oleh I Wayan Suweca diterbitkan oleh Fakultas Seni
Pertunjukan ISI Denpasar, 2009. Pada buku membahas tentang manusia dan keindahan, filsafat keindahan, dan estetika komposisi. Buku ini memberikan gambaran kepada penata tentang berbagai bentuk dan definisi estetika, serta tentang konsep estetika yang dapat membantu dalam pengolahan karya secara estetis musikalitas.
Komposisi Karawitan IV oleh I Ketut Garwa diterbitkan oleh Okabawes
Denpasar, 2009. Dalam buku ini banyak memaparkan tentang tehnik dan konsep-konsep penggarapan suatu karya seni musik yang baik. Dalam buku ini, penata mendapat banyak pemahaman tentang proses penciptaan karya komposisi musik baru.
Desa oleh Kartohadikoesoemo diterbitkan oleh Balai Pustaka, 1984. Buku
ini menyebutkan bahwa kata desa sama halnya menunjukan pada suatu daerah dan memaparkan peristilahan kata desa secara umum maupun mengkhusus. Buku ini banyak memeberikan pemahaman bagi penata dalam proses penulisan terkait dengan judul yang dipakai dalam ujian tugas akhir.
Ensiklopedi Mini Karawitan Bali oleh Pande Made Sukerta diterbitkan
oleh Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI) Bandung Indonesia, 1998. Buku ini berisikan segala macam jenis gamelan Bali serta fungsi dari masing-masing instrumen. Dalam buku ini juga menjelaskan bagaimana sistem penulisan notasi dalam sebuah lagu atau gending. Buku ini, penata mendapatkan ilmu yang menunjang terkait dengan mewujudkan karya komposisi tabuh Selonding kreasi dengan judul Gebog Domas.
Ajeg Bali: Gerakan, Identitas Kultural dan Globalisasi oleh Nengah Bawa
Atmadja diterbitkan oleh LKIS Yogyakarta, 2010. Buku ini banyak mengungkap tentang kebudaayan yang ada di Bali dan sejarahnya. Manfaat dari buku ini memberikan pemahaman terkait dengan judul penulisan skrip karya seni yang bertemakan harmonis dan non harmonis.
Eksistensi Desa Adat Dan Desa Dinas Di Bali oleh I Wayan Surpha
diterbitkan oleh Pustaka Bali Post, Denpasar, 2004. Buku ini banyak mengulas tentang perkembangan desa dinas dan desa adat di Bali, mulai dari munculnya istilah tersebut dan perkembangannya. Manfaat dari buku ini adalah memberikan wawasan tentang seluk beluk desa adat dan desa dinas yang terkait penulisan skrip karya khususnya pada pembuatan latar belakang.
Pengantar Karawitan Bali oleh I Wayan Dibia diterbitkan oleh Proyek
Peningkatan/Peningkatan ASTI Denpasar, 1977/1978. Buku ini banyak mengulas tentang karawitan yang ada di Bali, mulai dari penggolongan sampai penjelasan barungannya, yang di dalamnya juga memaparkan gamelan Selonding yang digunakan sebagai medium dalam garapan ini.
Pengetahuan Karawitan Bali oleh I WM. Aryasa, diterbitkan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Proyek Pengembangan Kesenian Bali, 1984. Buku ini memaparkan tentang hal yang mendasar dalam pembahasan pengetahuan karawitan vokal dan instrumental, dengan lampiran tambahan pengetahuan umum yang perlu dalam pengetahuan karawitan itu sendiri. Buku ini memberikan manfaat bagi penata dalam pemahaman tentang instrumentasi dan laras, sehingga dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam penggarapan karya seni Gebog Domas ini.
Selonding Tinjauan Gamelan Bali Kuna Abad X-XIV (Suatu Kajian Berdasarkan Data Prasasti, Karya Sastra dan Artefak) oleh Pande Wayan Tusan,
diterbitkan oleh Sanggar Citra Lekha Sanggraha, Karangasem, 2002. Buku ini dijadikan acuan dan pedoman tentang gamelan Selonding, di samping itu juga dijadikan sebuah inspirasi yang sekaligus untuk mengangkat dan melestarikan kembali gamelan Selonding.
Lembar Kerja Siswa Bahasa Bali SLTP Semester I oleh Dewa Ngakan
Made Kelaci Sidia, diterbitkan oleh Tim Guru dan MGMP Bahasa Bali Tingkat Kabupaten, Bangli. Buku ini dijadikan sumber referensi dalam pencarian kosa kata Gebog Domas dalam pengertian yang ada di masyarakat khususnya di daerah Bangli.
2.2 Sumber Informan
Wawancara atau interview pertama dengan Ibu Ni Nyoman Sumarini di Dusun Dadia Tamanbali Bangli pada tanggal 28 November 2013. Dalam wawancara ini Ni Nyoman Sumarini mengatakan bahwa di Desa Tamanbali
khususnya di Pura Dalem Gede Tamanbali memiliki istilah untuk menunjuk sebuah perkumpulan (banjar) yaitu dengan istilah gebog domas. Penata sangat tertarik akan istilah ini untuk diangkat menjadi sebuah bahasa musik.
Wawancara kedua dengan I Wayan Ariawan (Jro Mangku Dalem Gede Tamanbali) di Dusun Dadia, Tamanbali, Bangli pada tanggal 14 Desember 2013. Dalam wawancara ini penata banyak mendapatkan informasi mengenai istilah
gebog domas yang digunakan untuk menyatukan banjar yang ada di Desa
Tamanbali khususnya yang menjadi pemongmong Pura Dalem Gede Tamanbali. Wawancara ketiga dengan Pande Ketut Cakri yang merupakan tokoh seniman karawitan khususnya di Kabupaten Bangli dan sekaligus menjadi pembina di kabupaten. Wawancara ini dilakukan pada tanggal 16 November 2013 yang bertempat di Dusun Pande Tamanbali Bangli. Dalam wawancara ini penata banyak berkonsultasi tentang ide garapan dan garap serta instrumentasi yang akan dipakai dalam garapan ini. Beliau juga menyarankan agar pengembangan dalam bentuk musikalnya digarap secara penuh supaya nantinya terbit karya baru yang bisa dinikmati oleh masyarakat penikmat seni khususnya seni musik. Beliau juga memberikan informasi tentang adanya gamelan Selonding di Puri Bunutin yang dijadikan media ungkap dari garapan ini.
2.3 Sumber Discografi
Rekaman kaset Selonding kreasi karya I Nyoman Windha produksi Bali Record, TT. Mendengarkan rekaman ini, penata menemukan sebuah pengembangan tehnik dan pola garap dari tabuh Selonding pada umumnya yang
bersifat klasik yang memungkinkan untuk di garap dengan kesan yang baru atau bersifat kekinian.
Rekaman audio visual Selonding inovatif “Keta” karya I Kadek Astawa ketika menempuh ujian TA di Institut Seni Indonesia Denpasar, 2009. Rekaman ini memberikan inspirasi, ide dan memberikan wawasan pola garap Selonding yang bersifat kekinian. Rekaman ini pula menawarkan pola dan unsur tradisi yang sudah dikembangkan.
Rekaman kaset tabuh pat lelambatan “Lokariya” oleh I Wayan Sinthi produksi Bali Record tahun 1993. Mendengarkan tabuh ini memberikan sebuah inspirasi dan menekankan bahwa berkarya tidaklah halnya hanya dipakai sekali saja namun dapat berkesinambungan terus dan tidak hilang dimakan zaman. Karya tabuh pat lelambatan ini juga memberikan pola atau motif pengembangan melodi yang sederhana menjadi fariatif yang memunculkan warna baru secara musikal.
Kaset tape Kreasi Kontemporer Semara Pagulingan “Bintang Bima Sakti” oleh Yasuko Takei produksi Bali Record tahun 2009. Mendengarkan tabuh ini memberikan inspirasi penata dalam mewujudkan sebuah komposisi karawitan dengan olahan kreativitas kekinian.
BAB III
PROSES KREATIVITAS
Sebuah karya seni karawitan akan tercipta melalui proses kreativitas yang dilakukan oleh penata. Proses dalam penggarapan merupakan suatu langkah yang sangat mutlak dan menentukan keberhasilan dalam mewujudkan karya seni. Seperti halnya dalam mewujudkan sebuah garapan komposisi karya seni karawitan, proses merupakan salah satu peran yang sangat penting dalam mewujudkannya. Kreativitas merupakan daya cipta untuk memunculkan sesuatu yang baru, sehingga dalam perwujudannya, pikiran, rasa, moral, dan mental harus bekerja secara maksimal tanpa adanya keraguan dalam mewujudkannya, serta membutuhkan kebebasan dan bersifat individu. Sebuah proses yang dilakukan harus timbul berdasarkan dorongan dari hati penata atau seniman sendiri untuk mewujudkan karyanya menjadi nyata. Berhasil atau tidaknya wujud sebuah karya seni tergantung dari kesungguhan serta kematangan proses yang dilakukan oleh penatanya. Maka dari itu seorang penata dalam berproses harus mempersiapkan konsep yang jelas, serta menyusun rencana kerja yang sistematis dan terarah sebagai pijakan dalam berkarya.
Dalam berkreativitas, seorang penata harus mampu menghidupkan dan mengaktifkan seluruh potensi dalam diri baik itu tentang wawasan atau ilmu pengetahuan dan kemampuan (skill). Pengalaman sebagai pendukung dan keterampilan dalam menabuh atau beradaptasi dengan instrumen baru termasuk dengan wawasan seni yang penata miliki serta kreativitas yang tinggi merupakan hal-hal yang sangat menunjang dalam penggarapan di samping faktor internal
maupun faktor eksternal. Faktor internal yang dimaksudkan adalah kesiapan mental dan fisik penata, sedangkan faktor eksternal kesiapan para pendukung dan sarana lainnya, seperti: media ungkap, tempat latihan dan biaya yang digunakan. Tersedianya fasilitas secara maksimal dapat mewujudkan sebuah garapan yang baik seperti yang diharapkan.
Kreativitas merupakan unsur penting dalam membuat komposisi karya seni yang diibaratkan sebuah jantung dalam proses penggarapan karya seni tersebut. Seseorang diberikan sebuah kemampuan khusus untuk mencipta, maka seseorang dapat memasukan sebuah ide, simbol, dan objek yang menjadi inspirasinya ke dalam garapan. Setiap penciptaan karya seni karawitan, penata memasukan ide-ide ke dalam karyanya melalui proses kreativitas. Dalam proses penciptaan karya seni Gebog Domas ini, penata berpedoman memakai tiga tahapan yang diambil dari konsep Alma M. Hawkins dalam buku Creating
Trough Dance University of California, Los Angeles yang dialih bahasakan oleh
Y. Sumandiyo Hadi ISI Yogyakarta, 1990. Disebutkan ada tiga tahapan dalam proses penggarapan karya seni antara lain: tahap penjajagan (eksploration), tahap percobaan (improvisation), dan tahap pembentukan (forming) (Arik Wirawan, 2013:24). Ketiga tahapan ini digunakan dalam penataan komposisi karawitan Selonding kreasi Gebog Domas ini. Adapun ketiga tahapan tersebut dijabarkan sebagai berikut.
3.1 Tahap Penjajagan (Eksploration)
Tahapan ini merupakan langkah awal dalam proses penggarapan karya seni. Dalam tahapan ini, pertama penata melakukan proses berfikir, mencari
inspirasi, sampai pada mengimajinasi tentang garapan yang akan dibuat serta pematangan konsep dalam mewujudkan garapan. Berbagai upaya dan usaha dilakukan di dalam tahapan ini, seperti dalam mendapatkan ide garapan dengan cara mengamati gejala-gejala sosial yang ada di lingkungan serta lebih mengamati fenomena di lingkungan masyarakat yang menarik untuk diangkat menjadi sebuah ide garapan yaitu tentang harmonis non harmonis. Dari ide tersebut langsung diadakan observasi dengan menelusuri permasalahan di masyarakat, apa yang menyebabkan kesan dari luar tampak harmonis namun ditinjau lebih dalam terkesan tidak harmonis.
Sebagai langkah pertama dalam tahap penjajagan ini, penata mulai mencari narasumber untuk menanyakan tentang permasalahan yang terjadi di masyarakat khususnya dalam ruang lingkup gebog domas di Pura Dalem Gede Tamanbali. Untuk memperkuat bahan refrensi, penata juga membeli buku yang menjelaskan tentang desa adat dan desa dinas di Bali pada umumnya serta buku Ajeg Bali yang memaparkan seluk beluk perkembangan masyarakat Bali. Hasil dari pemaparan narasumber dari I Wayan Ariawan selaku pemangku Pura Dalem Gede Tamanbali yang manyatakan bahwa, setiap banjar memiliki persepsi tersendiri atau perbedaan peraturan yang menyebabkan setiap banjar memiliki perbedaan, namun dalam satu kesatuan membangun pura dalam upacara Yadnya menjadi satu pokok pemikiran dan satu pokok peraturan (awig-awig) dibawah pimpinan kelian gede Pura Dalem Gede Tamanbali yang secara langsung ditunjuk oleh pemongmong Pura dan dipercayai bisa menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada.
Dalam penentuan media ungkap, inspirasi penata muncul dari kegemaran penata akan gamelan yang bernuansa klasik dan religius. Penata berkecimpung dalam gamelan Selonding menambah daya minat untuk menjadikan sebagai media ungkap dalam komposisi karya seni ujian tugas akhir di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Inspirasi yang memperkuat untuk menggunakan media ungkap gamelan Selonding yaitu ingin menumbuhkembangkan gamelan Selonding yang sekarang ini masih hawam di masyarakat pada umumnya dan memperkenalkan sebuah tawaran garapan kreasi baru dengan media ungkap gamelan Selonding serta dorongan dari sekaa Selonding membuat semangat penata untuk menggunakan gamelan Selonding pada ujian tugas akhir.
Setelah instrumen gamelan Selonding ini dipilih, penata menjajagi instrumen yang bisa dipadukan dengan gamelan Selonding ini. Dari masukan Dosen pengampu mata kuliah komposisi karawitan IV Bapak I Ketut Garwa, memberikan masukan untuk mempergunakan alat musik biola untuk menambah kesan modern dan kekinian serta memberikan warna suara yang baru. Akhirnya dari berbagai pertimbangan dan pemikiran yang matang agar dapat mendukung ide serta konsep garapan yang diinginkan, dipilih instrumen suling saja tanpa mengesampingkan masukan tersebut. Instrumen suling yang digunakan adalah
suling menengah supaya dalam sajiannya tidak menimbulkan suara yang terlalu
tinggi (melengking) serta memasukan unsur vokal perempuan (gerong). Mengamati dari segi bentuk fisik maupun kwalitas suara yang dihasilkan, ternyata memungkinkan dapat menimbulkan suasana musikal yang bernuansa religius, melodis dan bersifat kekinian.
Upaya untuk mendapatkan judul garapan, penata melakukan konsultasi dengan paman penata sendiri. Dalam konsultasi ini, penata menyampaikan apa yang akan digarap nantinya untuk ujian karya tugas akhir, baik dari segi ide garapan sampai isi dalam garapan tersebut. Setelah mendengarkan pemaparan dari penata, paman terlihat berpikir sejenak dan akhirnya memberikan suatu ungkapan istilah gebog domas yang sesuai dengan hasil dari pemaparan penata sendiri. Dari ungkapan paman tersebut, dirasakan tepat dan cocok oleh penata untuk dijadikan judul dalam garapan ini. Paman juga menyebutkan bahwa istilah ini hanya terdapat di daerah yang masih bersifat Bali Age seperti di daerah penata sendiri (Wawancara dengan Pande Ketut Cakri, 16 November 2013).
Sebagai langkah selanjutnya membayangkan bentuk dari garapan ini. Bentuk dari garapan ini adalah Selonding kreasi baru, mengarah pada pembaharuan yaitu pengembangan dari pola-pola tradisi yang dikemas secara kreasi dan bersifat kekinian tanpa menghilangkan jati diri dari struktur gending Selonding tersebut. Pengolahan melodi, ritme, dinamika, tempo serta harmoni sangat dipertimbangkan dalam garapan ini guna menafsirkan suasana yang diinginkan.
Tahapan ini sudah dimulai pada bulan Januari 2014 dengan menjajagi berbagai literatur yang berkaitan dengan penggarapan komposisi karawitan ini. Melakukan pemilihan, analisis, dan pengolahan dari rekaman audio maupun audio visual sangat penting untuk dilakukan demi mencari inspirasi yang akan dikutip kembali dengan warna dan pengolahan secara baru. Secara penggarapan tidak mengabaikan hasil karya seniman yang sudah ada dan menarik kemungkinan dari
segi motif dan pola garap musikal yang sudah ada sebelumnya, baik yang berkaitan dengan bentuk maupun suasana yang diinginkan. Tehnik yang sudah ada atau tehnik yang khas pada gending Selonding diolah dan dikembangkan secara kekinian.
Kegiatan berikutnya dilanjutkan dengan pengumpulan proposal pada Ketua Jurusan Karawitan pada tanggal 10 Februari 2014. Kemudian dilakukan seleksi proposal pada tanggal 13 Februari 2014. Penata juga sudah memikirkan siapa saja yang nantinya mendukung garapan karya seni ini sekaligus menentukan seksi-seksi untuk menunjang jalannya garapan ini. Pendukung karya seni ini diambil dari Sekaa Selonding Padma Agung Bunutin Bangli dan penambahan teman yang sudah sering diajak berkecimpung di bidang seni serta teman dari
sekaa wayang khang ching wie. Penata menghubungi pendukung satu persatu dan
menyatakan dengan senang hati dan tulus membantu demi suksesnya garapan karya seni ini.
Tabel 3.1
Tahap Penjajagan (Eksploration)
Periode Waktu Kegiatan Yang Dilakukan Hasil
Minggu I Januari 2014
Berimajinasi dan memikirkan tentang ide garapan serta konsultasi langsung dengan ibu dan paman penata sendiri
Mendapatkan
pemahaman tentang ide, konsep, dan judul garapan yang akan dibuat. Dapat
menentukan bentuk dan konsep garapan apa yang cocok untuk ditransformasikan dengan ide garapan Minggu II
Januari 2014
Pencarian landasan ide berupa buku yang berkaitan dengan ide
Mendapatkan bayangan yang jelas tentang apa
garapan di Toko Buku seperti di Toga Mas, Gramedia, serta sumber internet, dan wawancara maupun mencari audio dan audio visual komposisi karawitan Menentukan media ungkap dan penambahan instrumen guna mendukung garapan
yang akan dibuat serta pematangan ide
Mendapatkan instrumen
suling menengah serta
penambahan vokal perempuan (gerong) Minggu III
Januari 2014
Menentukan pendukung garapan dari sekaa Selonding Padma Agung Bunutin Bangli dan pemain suling serta vokal perempuan (gerong)
Pendukung garapan berjumalah 13 orang termasuk penata sendiri
Minggu IV Januari 2014
Mencari literatur berupa buku, kaset dan video serta melakukan wawancara dengan Bapak Pande Ketut Cakri, I Nyoman Windha, dan I Ketut Garwa sebagai landasan dalam penggarapan karya Selonding kreasi Gebog
Domas ini
Penata mendapatkan wawasan dan inspirasi lebih untuk menggarap karya seni ini
Minggu I Februari 2014
Mencari literatur berupa rekaman kaset gending Selonding
Mendapatkan rekaman kaset gending Selonding Tenganan Pegringsingan yang berhubungan dengan pengembangan pola tradisi yang ingin penata lakukan dalam pola garap sesuai dengan ide dan konsep garapan
Minggu II Februari 2014
Mengkonsep isi dan struktur dari pada karya seni ini
Pembuatan instrumen suling Bali
Tercatat apa saja yang nantinya akan
dimasukan dalam karya seni ini seperti
pengolahan melodi, ritme, tempo, dinamika, harmoni serta vokal Membuat delapan suling menengah karya Bapak Wajib di Desa Pinda Blahbatuh Gianyar
Pengumpulan Proposal pada Ketua Jurusan Karawitan
Proposal diterima dan lolos seleksi pada tanggal 13 Februari 2014
Minggu III Februari 2014
Mencari dan membeli panggul Mendapatkan panggul
di pengrajin panggul di Penatih di rumahnya Bapak Pande Warsa dan di Jeleka Batuan
Sukawati Gianyar Minggu IV
Februari 2014
Mendapatkan literatur berupa buku
Melakukan wawancara kembali dengan ibu dan paman penata sendiri
Mendapatkan buku tentang Selonding Tinjauan Gamelan Bali Kuna Abad X-XIV oleh bapak Pande Wayan Tusan yang
dipimjamkan oleh Bapak Dewa Aji Rai Mendapatkan hari baik untuk melakukan
nuasen
Pada tabel 3.1 adalah kegiatan eksplorasi yang didapat dalam tahap penjajagan (eksploration), secara garis besar seperti menyangkut tentang ide, menata konsep garapan, dan penentuan instrumentasi, serta penentuan pendukung garapan.
3.2 Tahap Percobaan (Improvisation)
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dalam proses penggarapan setelah tahap pertama dilalui. Dalam tahapan ini, dilakukan berbagai cara pengolahan warna suara dari instrumen suling serta warna vokal yang akan digunakan. Mencoba tehnik pemegangan panggul bungan cicang yang bisa dimainkan pada instrumen peenem, petuduh, nyong-nyong ageng dan nyong-nyong alit. Susahnya pemegangan panggul bungan cicang ini oleh para pendukung garapan, akhirnya penata menggunakan tehnik pemegangan panggul manggang sate seperti pada
umumnya. Tehnik permainan instrumen Selonding dikembangkan secara maksimal dengan memasukan beberapa tehnik kekinian. Penataan vokal, penata mencoba menyelipkan alunan vokal jawa untuk menambah kesan baru dari garapan ini. Instrumen suling tidak hanya mengikuti alunan melodi namun terkadang juga memainkan pola ritme maupun tempo.
Kemajuan teknologi di era globalisasi ini, penata mencoba merekam suara
gending yang akan digarap telebih dahulu menggunakan handphone sebelum
dituangkan kepada pendukung garapan. Jadi pada setiap penata mempunyai inspirasi baru tentang materi lagu, langsung direkam suara dan disimpan di
handphone. Kemudian penata praktekkan sendiri pada instrumen sebelum
dituangkan kepada pendukung. Terkadang ada beberapa masukan dari para pendukung dalam pengolahan gending yang dituangkan guna penyempurnaan garapan secara maksimal dan layak untuk dipertunjukan. Dalam tahapan ini, penata menemukan tehnik permainan yang pasti untuk digunakan dalam perwujudan garapan. Pada proses ini penata lebih menguasai konsep lagu atau
gending yang dituangkan kepada para pendukung.
Untuk kelancaran proses penggarapan, diadakan nuasen bersama pada tanggal 1 Maret 2014 yang bertepatan pada rahinan Tilem. Setelah persembahyangan bersama, diadakan musyawarah dengan pendukung karya untuk menentukan jadwal latihan. Jadwal latihan disepakati dalam satu minggu diadakan empat sampai lima kali latihan pada pukul 18.00 WITA sampai dengan 21.00 WITA. Tempat latihan diadakan di Merajan Agung Bunutin, menurut tempat yang digunakan sudah memungkinkan dan memadai menampung 13 orang pendukung.
Pada latihan pertama, diberikan penjelasan tentang konsep karya, rancang garap, bentuk karya kepada pendukung agar mereka nantinya lebih memahami, mengerti dan mempunyai pikiran yang sejalan dengan ide penata. Setelah itu, penata mencoba menentukan peran pendukung berdasarkan kemampuan yang telah diamati secara seksama oleh penata.
Tabel 3.2
Tahap Percobaan (Improvisation)
Periode Waktu Kegiatan Yang Dilakukan Hasil
Minggu I Maret 2014
Bimbingan dan konsultasi masalah skrip karya seni dengan kedua dosen pembimbing
Melakukan Nuasen atau latihan pertama
Mulai melakukan latihan Bagian pertama
Skirp Karya Seni diperbaiki untuk
menjadi lebih sempurna dan penulisannya menjadi enak dibaca serta bersifat ilmiah dan akademis
Mendapatkan pencerahan ketika melakukan latihan dan pendukung
mendengarkan tentang konsep garapan bentuk dan struktur karya dari penata
Lagu atau gending selesai baru empat menit pada bagian pertama (kawitan) Minggu II
Maret 2014
Melakukan perekaman lagu atau
gending melalui handphone
Melakukan latihan sektoral bersama dan memadukan rasa bersama
Merampungkan garapan dengan cara sektoral dan langsung dibagikan kepada pendukung karya
Mendapatkan rasa atau penghalusan garapan bagian pertama
Minggu III Maret 2014
Melakukan latihan sektoral pada instrumen pokok yang dimulai dari instrumen nyong-nyong
ageng, nyong-nyong alit, peenem, petuduh, gong dan kempul
Melakukan latihan sektoral
suling menengah
Melakukan sektoral vokal perempuan (gerong)
Menghasilkan tehnik yang pasti dan benar
Memadukan dan
menghasilkan rasa yang sama serta kekompakan antar pemain suling Menghasilkan nada yang sama dan penyatuan rasa serta kekompakan antar
gerong
MingguIV Maret 2014
Menambah motif gending instrumen pokok, suling dan
gerong
Menghasilkan bagian kedua dan peralihan bagian ketiga Minggu I
April 2014
Mencari kidung yang tepat untuk bagian kedua
Menambah motif gending bagian ketiga (ending)
Mendapatkan kidung
Gambuh
Mendapatkan motif
kekebyaran Baleganjur
Pada tabel 3.2 adalah proses percobaan (improvisation) secara garis besar menghasilkan garapan secara kasar dalam bentuk rekaman suara dan terkonsep dalam notasi ding dong. Dari hasil kasar tersebut, juga dicoba dalam instrumen (latihan sektoral) yang depergunakan dalam karya, meskipun masih belum sempurna.
3.3 Tahap Pembentukan (Forming)
Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dan merupakan suatu langkah serta tahapan yang paling menentukan dalam berkarya. Pada tahapan ini sudah mengarah serta terfokus pada bentuk garapan dan pembakuan karya. Pada tahapan ini, semua rangkaian motif kalimat lagu serta pola yang dikuasai oleh pendukung
untuk mencari nafas lagunya, dinamika atau keras lirihnya pukulan, tempo, intonasi, waktu atau lamanya lagu atau gending, penjiwaan, ekspresi maupun tehnik-tehnik penyajian lainnya. Interaksi antar pendukung juga sangat dibutuhkan untuk kelancaran dan hidupnya suasana latihan pada proses forming ini. Semua dilakukan untuk menjadikan sebuah karya komposisi yang utuh. Dalam tahap pembentukan ini, proses penggarapan dilakukan sudah lebih mengarah pada pembakuan karya.
Dalam penataan bentuk, penata juga melakukan pembenahan-pembenahan terhadap rasa musikal yang dianggap kurang sesuai untuk terus disempurnakan sehingga memenuhi rasa estetis sesuai dengan keinginan. Selain aspek bentuk, juga dilakukan penataan terhadap aspek isi dan penampilan untuk mewujudkan keharmonisan antara ide dan bentuk garapan. Pada tahap ini pula dimulai memilih, menghubungkan motif satu dengan lainnya.
Pada tahapan ini dimulai memilih, menghubungkan satu temuan dengan temuan lainnya, baik berupa warna suara, tempo, melodi, harmoni, dinamika dan ritme. Dalam merangkai motif-motif ini harus sering dilakukan percobaan dengan pertimbangan-pertimbangan estetis, karena merangkai dan membuat suatu keutuhan komposisi harus diperhitungkan tempat-tempat materi yang sesuai dengan posisi dan kebutuhannya. Perbaikan demi perbaikan terus dilakukan agar komposisi ini menjadi rapi dan indah, sehingga enak untuk didengar serta dapat menimbulkan rasa senang dan rasa kepuasan. Karya ini juga perlu juga diberikan penekanan aksen-aksen, suasana dan ciri khas tertentu untuk ditonjolkan sebagai suatu identitas agar diperoleh sebuah komposisi karawitan yang berkwalitas. Pada
dasarnya, tidak menutup kemungkinan ada beberapa pengulangan kalimat lagu dengan media yang sama atau berbeda dan diubah bahkan dihilangkan jika kehadiran kalimat lagu tersebut tidak sesuai dengan kalimat lagu yang lain. Penjiwaan dan kekompakan pendukung yang atraktif terhadap garapan ini sangat dibutuhkan, karena hal tersebut sangat menentukan dalam penyampaian pesan dan kesan yang terkandung dalam garapan ini untuk disampaikan kepada penonton.
Penata juga melakukan bimbingan dengan cara mengundang pembimbing karya untuk dapat memberikan evaluasi dan bimbingan terhadap proses garapan yang dilakukan. Dari hasil bimbingan ini, hal-hal yang bersifat korektif dan saran untuk penyempurnaan terhadap karya diterima dan dipertimbangkan sesuai dengan arahan yang diberikan.
Tabel 3.3
Tahap Pembentukan (forming)
Periode Waktu Kegiatan Yang Dilakukan Hasil
Minggu II April 2014
Menggabungkan semua motif musikal dari instrumen pokok
Menggabungkan semua motif musikal secara keseluruhan yang menjadi media ungkap dalam garapan komposisi ini
Pemantapan latihan sesuai dengan struktur yang telah dibentuk baku
Motif dapat digabung dan mulai harmonis meski masih dalam bentuk kasar
Penggabungan berjalan lancar dan keseluruhan menjadi lebih ringan dan ekspresif serta bisa merasakan bayun
gending garapan ini
Para pendukung mulai menguasai gending meski secara kasar Minggu III
April 2014
Mencari dinamika, ritme, tempo, melodi dan harmoni serta
keseriusan timbre vokal
Semua unsure ini langsung dapat dikuasai oleh pendukung
Mencari nafas gending dan penjiwaan dari setiap suasana dan kalimat lagu
Melakukan perekaman audio
Mendengarkan kembali hasil rekaman
Membuat gerakan dan aksen-aksen dalam setiap pemenggalan kalimat lagu
Mencari gerakan dalam setiap akssen-aksen kalimat lagu
Nafas gending dapat dicapai sekitar 75% dan penjiwaan secara keseluruhan masih kurang
Rekaman audio dalam format Mp.3
Mendapatkan inspirasi untuk penjiwaan dan nafas gending bagian terakhir (ending) Medapatkan gerakan dalam aksen-aksen kalimat lagu perbagian Pendukung mulai kompak dengan gerakan yang disepakati.
Minggu IV April 2014
Mencari kekuatan kontemplasi yakni “Taksu” yang berada baik pada gending maupun dalam diri pemain.
Melakukan persembahyangan bersama di Merajan Agung Bunutin guna minta ijin untuk kesuksesan ketika gladi
Melakukan gladi kotor di Gedung Natya Mandala Institut Seni Indonesia Denpasar
Gladi bersih serangkaian acara pementasan tugas akhir
Menambah rasa optimis bagi penata dan
pendukung karya
Mendapatkan ketenangan jiwa dan pikiran
Gladi kotor yang bertujuan untuk beradaptasi dengan
stage yang berbentuk
panggung proscenium berjalan lancar dan sukses.
Gladi bersih berjalan lancar sesuai dengan keinginan bersama Minggu I
Mei 2014
Melakukan pembenahan dan pemantapan garapan
Garapan semakin dirasakan dan di jiwai oleh masing-masing
pendukung Minggu II
Mei 2014
Melakukan persembahyangan di Pura Padma Nareswara ISI Denpasar.
Pementasan ujian tugas akhir karya komposisi Selonding kreasi
Gebog Domas
Mendapatkan ketenangan,
kepercayaan diri, dan semangat untuk menampilkan yang terbaik untuk karya ini. Pementasan yang
maksimal, berkesan, dan sukses
Pada tabel 3.3 adalah proses atau tahap pembentukan (forming) yang menghasilkan bentuk dan struktur garapan dengan jelas dan pasti. Terbentuknya garapan Selonding kreasi Gebog Domas ini, mendapat kepastian dari wujud garapan. Selanjutnya, dalam proses latihan hanya menekankan pada unsur musikal.
Berikut disampaikan proses kreatif garapan Selonding kreasi Gebog
Tabel 3.4 Proses Kreativitas
Keterangan:
: Mencari sumber informan, sumber pustaka, sumber discografi dan melakukan penjajagan terhadap tokoh seniman serta proses awal pembentukan karya.
: Mencoba menggambungkan pola musikal dan penggabungan vokal serta membuat tehnik atau gending yang bersifat kekinian. : Melakukan proses penggabungan dan
penyempurnaan sajian garapan.
: Pementasan karya seni di Gedung Natya Mandala Institut Seni Indonesia Denpasar. : Pertanggungjawaban secara komprehensif. : Bimbingan skrip karya seni dan karya seni.
Tahap Kegiatan
Rentang Waktu Yang Telah Ditentukan
Januari Februari Maret April Mei 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 1. Penjajagan (Eksploration) 2. Percobaan (Improvisation) 3. Pembentukan (Forming) 4. Pementasan 5. Pertanggungjawaban (Komprehensif) 6. Bimbingan
BAB IV WUJUD GARAPAN
Keutuhan karya seni merupakan sebuah jawaban dari berbagai tantangan selama melakukan proses kreatif, mulai dari proses penjajagan yang merupakan proses awal atau pertama, yaitu pencarian ide, berfikir, berimajinasi, dan terus berusaha mencari sebuah inspirasi untuk melahirkan ide hingga pada pengendapan ide tersebut. Proses yang kedua adalah melakukan proses percobaan mulai dari perenungan konsep musikal, dan proses pembentukan sebagai proses terakhirpada perenungan materi yang akan diberikan kepada pendukung sampai terwujudnya garapan karya seni Selonding kreasi yang mempunyai nilai artistik dan kreatif, sehingga karya ini layak untuk dipresentasikan dan dipentaskan.
Wujud adalah sesuatu yang tampak secara konkrit atau sesuatu yang dapat dipersepsi dengan mata atau telinga maupun kenyataan yang tidak tampak secara konkrit, abstrak, dan hanya bisa dibayangkan. Wujud garapan adalah aspek yang menyangkut baik keseluruhan dari karya seni itu maupun peranan dari masing-masing bagian dalam keseluruhan tersebut (Djelantik, 1999:19).
Garapan karya seni Gebog Domas ini merupakan sebuah garapan dengan wujud yang nampak secara konkrit, karena garapan ini dapat dinikmati oleh indera mata dan indera telinga. Komposisi dari garapan karya seni ini mengandung tema yang terbungkus oleh pengolahan unsur musik seperti nada, melodi, irama, tempo, harmoni, dinamika dan pengolahan serta pengembangan dari pola-pola tradisi yang dikemas dalam bentuk kreasi yang bersifat kekinian. Konsep penggarapannya berpedoman pada konsep karawitan instrumental.
Garapan ini merupakan bentuk penyajian dari fenomena yang terjadi di masyarakat, yaitu harmonis non harmonis. Dari fenomena ini muncul inspirasi untuk mewujudkannya kedalam sebuah bahasa musik kemudian diolah dan dikembangkan sesuai dengan keinginan dan kemampuan penata sendiri.
4.1 Analisa Garapan
Komposisi karawitan Gebog Domas ini merupakan sebuah garapan Selonding kreasi yang bersifat instrumental. Media ungkap yang digunakan adalah barungan gamelan Selonding lengkap dengan menambahkan instrumen
suling menengah serta penambahan gerong untuk menambah unsur melodisnya.
Pola garap dari garapan ini mengarah pada pembaharuan yang merupakan pengolahan dan pengembangan dari pola-pola tradisi yang dikemas dalam bentuk kreasi yang bersifat kekinian. Pola-pola tradisi tersebut dikembangkan baik dari segi struktur lagu atau gending, tehnik permainan dengan penataan serta pengolahan unsur-unsur musikal, seperti ritme, tempo, dinamika, melodi dan harmoni. Garapan ini menggambarkan harmonis non harmonis dalam ruang lingkup tatanan masyarakat, dari luar tampak harmonis namun ditinjau lebih dalam ternyata tidak harmonis seperti halnya kacang yang tampak kulitnya bagus ternyata isinya sudah membusuk atau tidak layak untuk dimakan.
4.2 Struktur Pola Garapan
Kata struktur mengandung arti bahwa di dalam karya seni mengisyratkan suatu pengorganisasian, pengaturan, dan adanya hubungan tertentu antara bagian-bagian secara keseluruhan dan teori-teori baru dalam karya seni. Struktur atau
susunan dari suatu karya seni merupakan aspek yang menyangkut tentang keseluruhan masing-masing bagian dalam sebuah karya seni. Ditinjau secara spesifik, garapan komposisi tabuh Selonding kreasi Gebog Domas ini terdiri dari tiga bagian pokok, yang setiap bagiannya memiliki tujuan dan maksud tersendiri dalam pengekspresiannya. Bagian-bagian tersebut antara lain:
4.2.1 Bagian I
Bagian ini merupakan bagian introduction dimulai dengan pengenalan karakter-karakter dari setiap instrumen pokok yang digunakan. Pada bagian ini penata menyajikan suasana masyarakat dalam sebuah ruang lingkup pedesaan yang terkesan harmonis non harmonis. Dari luar memang tampak akan keharmonisannya, namun ditinjau secara spesifik keharmonisan itu tidak seperti yang dibayangkan dari bentuk luarnya. Penata juga masih mempergunakan ciri khas dari Selonding tersebut yaitu masih mempergunakan tehnik permainan aslinya, seperti norot, ngoncang dan lain sebagiannya. Ciri khas Selonding masih dipergunakan salah satunya, yaitu memulai gendingnya dimulai oleh instrumen
peenem dan petuduh, dikarenakan supaya tidak menghilangkan jati diri gamelan
atau gending Selonding. Dari semua gambaran di atas, penata mengimajinasi serta mentransformasikannya dengan pengenalan bunyi dari setiap instrumen, dinamika yang diatur sesuai dengan karakter dan suasana yang diinginkan. Disini mulai terisi tehnik chord yang berarti nada-nada tersusun dengan sistem nada pada tangga nada, sehingga dihasilkan sebuah rangkaian nada atau dalam istilah Karawitan Bali disebut dengan ngempyung. Adapun notasi pokok bagian I dari garapan ini dapat dilihat sebagai berikut.
Notasi Bagian I
Saih Sadi (introduction):
. .13 45 43 4543 45 75 74 57 57 54 34 37 13 41 (3) kekebyaran 371 31 .3 .1 37 13 17 13 413 43 .3 .3 43 45 43 45 7 5 7 5 74 57 57 54 34 37 13 71 (3) Motif kotekan . . . . 7 1 3 45 34 5 43 54 3 45 34 5 43 5 43 34 .1 34 34 31 7 13 71 37 1 73 17 31 7 13 71 37 1 73 17 31 7 13 71 37 1 73 17 31 .7 71 .7 71 34 13 41 34 53 53 .5 .3 5 7 7 (4)
Saih sondong (suling 1)
. . . 7 1 7 5 4 5 3 4 5 . . . . . 1 . 3 . . 2 3 . 45 6 5 . . . . . . . 1 . . 2 6 1 5 6 3 . . . .
. 2 1 2 . . 3 5 . 3 2 1 . . . . 2X Peralihan ke teknik suling ngotek (kebyar cadot) .3 53 45 75 . . . .
Saih Sondong (suling 2)
57 54 57 5 . 57 54 57 17 57 54 57 17 57 54 54 31 71 71 34 57 57 57 57 54 31 71 71 34 57 57 57 54 31 75 7 . (1) . . 2X
57 54 57 13 71 57 45 34 . . 13 71 57 45 34 71 3 . . 1 . 34 1 3 . 4 . 43 1 7 1 7 6 1 7 6 4 . . 3 4 . . 3 4 . . 3 4 3 2 4 (3)
Vokal perempuan (gerong) Laras Pelog:
3 4 3 43 5 5 71 7 5 345 4 Om Swas – ti – as – tu na – mah si – dem
4 4 4 5 3 434 5 5 717 5 345 4 Om A wi – ge - nam – as – tu na – mah si – dem 4 5 3 434 5 57 1 75 17 34 5 .4 35 43 1 Om Si – dhi - ras- tu tat as – tu swa – ha
Saih Puja Semara
35 75 74 34 35 75 7 54 57 1 75 17 5 43 54 3
45 34 5 43 54 3 45 34 5 43 45 7 15 17 (5) .
Jalannya sajian.
Pada kawitan atau permulaan adalah menggunakan saih sadi yang dimainkan oleh instrumen peenem dan petuduh. Setelah pola ini disambung dengan pola kekebyaran bersama. Pola kekebyaran dengan memainkan unsur melodi, dinamika, tempo, dan ritme yang dimainkan oleh instrumen pokok (instrumen Selonding). Bagian ini penata memainkan melodi atau gending yang berbau gending gamelan Mandolin dengan motif kekebyaran.
Berikutnya sajian dibuat perubahan saih guna untuk merubah suasana atau rasa yang diinginkan, yaitu perubahan dari saih sadi ke saih sondong. Perubahan dan persamaan nadanya, yaitu nada dong di saih sadi (4) menjadi nada dung (7)