• Tidak ada hasil yang ditemukan

ProdukHukum BankIndonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ProdukHukum BankIndonesia"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

P

P

P

P

EN JELASAN

EN JELASAN

EN JELASAN

EN JELASAN

G

G

G

G

U BERN U R

U BERN U R

U BERN U R

U BERN U R

B

B

B

B

AN K

AN K

AN K

AN K

IIII

N D O N ESIA

N D O N ESIA

N D O N ESIA

N D O N ESIA

P

P

P

P

AD A

AD A

AD A

AD A

R

R

R

R

APAT

APAT

APAT

APAT

K

K

K

K

ERJA

ERJA

ERJA

ERJA

D

D

D

D

EN GAN

EN GAN

EN GAN

EN GAN

K

K

K

K

O M ISI

O M ISI

O M ISI

O M ISI

XI

XI

XI

XI

D PR

D PR

D PR

D PR

RI

RI

RI

RI

T

T

T

T

AN GGAL

AN GGAL

AN GGAL

AN GGAL

25

25

25

25

S

S

S

S

EPTEM BER

EPTEM BER

EPTEM BER

EPTEM BER

2006

2006

2006

2006

Anggot a Dew an yang t erhormat ,

1. Pertama-tama perkenankanlah kami menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan

dan Anggota Komisi XI DPR yang telah mengundang kami dalam Rapat Kerja hari ini. Sesuai dengan agenda yang kami peroleh, Rapat Kerja kali ini akan membahas

mengenai Single Presence Policy (SPP), Risk M anagement Perbankan dan

perkem bangan anak perusahaan BI. Berkaitan dengan topik hari ini, sebelum

kami mendengarkan masukan, pertanyaan serta pandangan lebih lanjut dari

Anggota Dewan, ijinkanlah kami untuk memaparkan secara singkat perkembangan

perbankan sampai dengan bulan Juli 2006, kebijakan perbankan BI terutama

mengenai Single Presence Policy dan Sertifikasi Manajemen Risiko, yang akan

dilanjutkan dengan pemaparan singkat mengenai perkembangan anak perusahaan BI.

Perkem bangan dan Kinerja Perbankan

Anggot a Dew an Yang Terhormat ,

2. Memasuki paruh kedua tahun 2006, kinerja perbankan tetap menunjukkan

perkembangan yang menggembirakan. Hampir seluruh indikator utama perbankan menunjukkan perkembangan positif, dan secara umum perbankan masih dapat mengatasi risiko usaha yang dihadapinya dengan baik, termasuk mengurangi tekanan terhadap tingginya biaya operasional dan kredit bermasalah. Sampai dengan akhir Juli 2006, jumlah kredit perbankan masih tetap meningkat. Total kredit yang diberikan mencapai Rp 758,4 triliun, meningkat Rp28,2 triliun dibandingkan Desember 2005, atau tumbuh sebesar 3,87%. Jumlah DPK dan total aset perbankan juga meningkat sehingga mencapai Rp 1.161,0 triliun dan Rp 1.517,1 triliun, dibandingkan akhir Desember 2005 sebesar Rp 1.127,9 triliun dan Rp 1.469,8 triliun. Dengan perkembangan tersebut, LDR perbankan meningkat dari 64,7% pada Desember 2005 menjadi 65,3% pada Juli 2006.

3. Profitabilitas perbankan pada akhir Juli 2006 relatif stabil dibandingkan akhir

(2)

mengalami peningkatan dari 19,5% pada akhir Desember 2005 menjadi 20,7% pada akhir Juli 2006.

4. Dari segi risiko, secara umum perbankan masih dapat mengelola risiko usaha yang

dihadapinya meskipun risiko yang dihadapi masih relatif tinggi sehubungan dengan masih relatif tingginya suku bunga serta trend kenaikan suku bunga global. Risiko kredit dipandang masih cukup tinggi, terutama sehubungan belum kondusifnya iklim investasi dan dampak bencana alam di berbagai daerah. Tingginya risiko kredit

tersebut tercermin dari semakin meningkatnya jumlah kredit bermasalah atau

non-perf orming loans (NPL). NPL baik gross maupun net meningkat masing-masing dari

8,3% dan 4,8% per akhir Desember 2005 menjadi 8,9% dan 5,2% pada Juli 2006. Sementara itu, daya tahan perbankan dalam menghadapi risiko likuiditas dinilai memadai.

Kebijakan Bank Indonesia di Bidang Perbankan

Anggot a Dew an yang Terhormat ,

5. Kinerja perbankan dimaksud tidak terlepas dari kebijakan yang telah ditempuh Bank

Indonesia di bidang perbankan. Selama semester I-2006, kebijakan BI tetap difokuskan untuk memperkuat stabilitas sistem perbankan guna menciptakan stabilitas sistem keuangan dan mendorong fungsi intermediasi perbankan. Kebijakan tersebut ditempuh melalui implementasi program-program yang telah dicanangkan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Selanjutnya untuk jangka menengah panjang, peraturan dan ketentuan BI akan tetap difokuskan pada upaya penguatan sendi-sendi operasional perbankan dan penerapan prinsip kehati-hatian. Dengan demikian diharapkan pada akhir tahun 2010 akan terbentuk suatu industri perbankan Indonesia yang lebih berketahanan, berdaya saing di lingkungan global dan bermanfaat dalam proses pembangunan ekonomi Indonesia.

6. Untuk dapat mewujudkan industri perbankan sesuai dengan visi tersebut, BI

menempuh beberapa strategi kebijakan yang penerapannya dilakukan secara gradual dengan menyesuaikan pada dinamika yang terjadi dalam industri perbankan nasional. Untuk mendapatkan sebuah industri perbankan yang sehat, kokoh, efektif dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat, Bank Indonesia memandang program API pilar 1 – Penguatan Struktur Perbankan Indonesia, melalui proses konsolidasi adalah suatu keharusan. Dalam 2 tahun terakhir ini, upaya untuk mengkonsolidasikan industri perbankan dimaksud telah ditempuh dengan menerapkan 2 strategi kebijakan penguatan yang hingga saat ini masih terus berlangsung prosesnya. Pertama, di tahun 2005 lalu, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan permodalan bagi industri perbankan nasional yang menetapkan jumlah modal minimum yang harus dimiliki oleh bank pada tahun 2010 adalah Rp. 100 milyar. Pemenuhan jummlah modal minimum tersebut dapat dilakukan secara bertahap oleh setiap bank dengan pencapaian target jumlah modal interim sebesar Rp. 80 milyar pada akhir tahun 2007 mendatang. Kedua, BI juga telah menggariskan kebijakan untuk menetapkan adanya Bank dengan Kinerja Baik (BKB) atau dikenal pula dengan

sebutan Anchor Bank yang diharapkan akan mampu menjadi tumpuan dalam

(3)

7. Penerapan kedua strategi kebijakan tersebut hingga saat masih terus diupayakan, terutama dengan lebih memberikan penekanan dalam pelaksanaan proses pengawasan. Selanjutnya, agar upaya penataan dan penguatan struktur industri perbankan yang diinginkan dapat terjadi di semua level, maka pada tahun 2006 ini BI juga menggariskan kebijakan yang ketiga, yaitu kebijakan kepemilikan tunggal

(single presence policy) bagi perbankan Indonesia. Sebagaimana telah kami umumkan

pada beberapa waktu yang lalu, diharapkan kebijakan ini akan dapat mendorong konsolidasi dalam strategi usaha perbankan, sekaligus pula menata aspek persaingan usaha di industri perbankan sendiri. Dengan langkah ini, peningkatan efisiensi industri perbankan secara keseluruhan juga akan dapat dioptimalkan. Dalam hal terjadi merger diantara bank-bank yang dimiliki suatu kelompok usaha yang sama, maka potensi dan kemampuan pembiayaan bank akan semakin besar karena batas maksimum pemberian kredit (BMPK)nya akan meningkat sejalan dengan kenaikan jumlah modalnya. Kerjasama sindikasi pembiayaan pun akan dapat dengan mudah terbentuk, jika strategi usaha bank-bank yang berada dalam satu kelompok kepemilikan dikendalikan secara terkonsolidasi.

8. Dari segi pengawasan bank, kebijakan kepemilikan tunggal kami pandang sangat

efektif untuk mendukung upaya Bank Indonesia dalam menyempurnakan sistem pengawasan bank menuju ke pendekatan pengawasan berdasarkan risiko secara

terkonsolidasi (consolidat ed supervision). Komunikasi antara otoritas pengawas

dengan pengendali bank menjadi lebih lancar mengingat adanya single point of

cont act , yang pada gilirannya akan meningkatkan fungsi monitoring BI. Secara teknis,

laporan keuangan bank yang dikonsolidasikan adalah media yang sangat efektif dalam memetakan seluruh eksposure risiko bank dan seluruh anak perusahaan keuangan yang berada dalam satu naungan kepemilikan.

9. Kebijakan Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia yang akan kami terbitkan

pada dasarnya mengatur bahwa setiap pihak hanya dapat menjadi pemegang saham pengendali (PSP) pada satu bank. Adapun PSP yang saat ini telah memiliki lebih dari satu bank, diberikan alternatif yang dapat ditempuh untuk menyesuaikan struktur kepemilikannya, yaitu melalui pengurangan kepemilikan saham sehingga yang bersangkutan hanya menjadi PSP pada satu bank, menggabungkan bank-bank yang dimilikinya baik melalui merger atau konsolidasi, atau dengan membentuk

perusahaan induk (Bank Holding Company - BHC) di Indonesia untuk membawahi

bank-bank yang dimilikinya. Kebijakan kepemilikan tunggal tersebut diharapkan telah dapat diimplementasikan secara penuh pada tahun 2010.

10. Penetapan tahun 2010 sebagai batas waktu pelaksanaan kebijakan kepemilikan

tunggal pada hakekatnya tidak terlepas dari kerangka waktu implementasi API tahun 2010. Sedari awal, BI melihat bahwa tahun 2010 adalah tahun dimana seluruh program penyehatan dan penguatan industri perbankan yang diupayakan selama ini akan dapat memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Sebuah industri perbankan yang sehat, kokoh, efisien dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat. Adapun tahun 2008 yang pernah kami sampaikan terdahulu merupakan sebuah

target antara atau milest one yang diperlukan dalam mengarahkan perjalanan

(4)

perlu mengevaluasi berbagai proses persiapan yang telah dan masih harus dilakukan untuk mewujudkan komitmen terhadap alternatif yang dipilih.

11. Kami memahami bahwa 3 alternatif yang kami tawarkan untuk dipilih oleh industri

perbankan bukanlah hal yang sederhana. Oleh karena itu, BI senantiasa terbuka untuk berdiskusi dan bertukar pikiran secara intensif dengan berbagai pihak yang terkait. Pemahaman dan pengertian para pihak melalui proses kerjasama dan koordinasi adalah kunci keberhasilan kebijakan ini. Dalam hal ini, kami menilai penetapan alternatif langkah yang akan ditempuh secara dini akan sangat bermanfaat untuk memberikan waktu yang cukup di dalam melakukan persiapan. BI akan senantiasa akomodatif dan siap membantu memfasilitasi keseluruhan proses,

mulai dari penyusunan rencana bisnis sampai dengan proses implementasinya.Dalam

waktu dekat, SPP ini kami rencanakan untuk dapat segera diterbitkan dalam bentuk

guidelines yang dapat memberikan tuntunan bagi perbankan di dalam melakukan

konsolidasi.

12. Penerbitan arahan dan petunjuk pelaksanaan SPP dimaksud akan diikuti pula dengan

penerbitan beberapa ketentuan perbankan lain yang bertujuan untuk memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi industri dalam menjalankan fungsinya. BI sebagai lembaga publik menyadari sepenuhnya bahwa untuk dapat keluar dari belitan permasalahan yang ada, bangsa ini membutuhkan kontribusi dan peran serta dari seluruh elemennya. Sejak beberapa waktu belakangan ini BI terus mencoba mencari dan mengkaji semua kemungkinan yang dapat dilakukan untuk mendinamisasikan perekonomian bangsa, tanpa harus mengorbankan kestabilan yang telah diraih saat ini. Berbagai ketentuan perbankan yang ada kami review untuk menemukan

kemungkinan-kemungkinan tersebut. Saat ini kami telah menyelesaikan proses

penyesuaian PBI mengenai BMPK, dan Good Corporat e Governance yang diharapkan

akan dapat memberikan ruang gerak yang lebih leluasa bagi perbankan di dalam menjalankan fungsi intermediasinya. Selain itu, kami juga tengah memasuki tahap akhir penyusunan PBI mengenai kebijakan perbankan di wilayah bencana, pemberian insentif dalam proses merger dan berbagai kebijakan lain yang kami pandang relevan dengan kebutuhan bangsa saat ini. Semua aturan dan ketentuan tersebut, diharapkan akan dapat diselesaikan dalam waktu dekat, dan selanjutnya dapat diterbitkan sebagai sebuah paket kebijakan bidang perbankan.

Anggot a Dew an yang Terhormat,

13.Dalam rangka meningkatkan kualitas manajemen dan operasional perbankan serta

(5)

14. Untuk mewujudkan sumber daya perbankan yang memiliki kompetensi yang

dipersyaratkan, sertifikasi manajemen risiko dilakukan dalam 5 (lima) tingkat yang dilaksanakan secara berjenjang dan penerapannya disesuaikan dengan skala usaha dan kompleksitas bank serta jenjang jabatan pengurus dan pejabat bank, program sertifikasi yang berjenjang ini disebut sebagai program reguler. Sertifikasi ini

dilaksanakan sesuai dengan standar internasional yang digunakan oleh Global

Associat ion of Risk Prof essionals (GARP), suatu lembaga independen nirlaba di bidang

manajemen risiko yang didirikan oleh risk professionals dari berbagai negara. Penggunaan standar dan kerjasama dengan GARP ini merupakan hal yang krusial karena pada saat ini belum ada lembaga/organisasi yang melaksanakan sertifikasi manajemen risiko dengan standar kualitas yang setara dengan standar-standar internasional.

15. Sebelum melakukan program reguler, terdapat kebutuhan untuk menyamakan

persepsi pemahaman dari bankir yang pada saatnya akan mengikuti program reguler yang diikuti oleh pimpinan puncak dan komisaris bank masing-masing. Atas dasar

kebutuhan ini, diadakan program f ast -t rack bagi direksi dan komisaris bank umum,

yang dilaksanakan dengan metoda w orkshop secara singkat namun komprehensif,

dengan tujuan untuk memberikan pemahaman mendasar kepada pengurus bank.

16.Kewajiban untuk memiliki sertifikat manajemen risiko bagi pengurus dan pejabat

bank berdasarkan ketentuan tersebut akan berlaku efektif pada tanggal 3 Agustus 2010 dan hal tersebut akan menjadi salah satu persyaratan administratif dalam uji

kepatutan dan kelayakan (f it & proper t est) bagi pengurus dan pejabat eksekutif

bank umum. Dalam hal ini, pengurus dan pejabat bank yang tidak memiliki sertifikat manajemen risiko mulai tanggal 3 Agustus 2010 tidak diperkenankan lagi menduduki jabatannya.

17.Untuk mendukung pelaksanaan sertifikasi manajemen risiko sebagaimana

dipersyaratkan ketentuan tersebut, Indonesian of Risk Prof essional Associat ion (IRPA)

dan Federat ion Indonesian Associat ion of Banks (FIAB) kemudian mendirikan suatu

lembaga sertifikasi profesi yang kemudian dikenal sebagai Badan Sert if ikasi

M anajem en Risiko (BSM R). Lembaga ini telah terdaftar pada Badan Nasional

Sertifikasi Profesi (BNSP) sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan sertifikasi manajemen risiko perbankan.

18. Selanjutnya mengingat keberadaan lembaga sertifikasi profesi ini sangat penting

bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia di industri perbankan, maka Bank Indonesia memberikan dukungan sementara kepada BSMR dalam bentuk penyediaan fasilitas kerja di kompleks perkantoran Bank Indonesia. Pada waktunya nanti BSMR didorong akan memiliki tempatnya sendiri. Sebagaimana niat awal pada saat pendiriannya, ke depan BSMR juga akan bekerja sama dan berkoordinasi secara intensif dengan asosiasi profesi bankir yang ada yaitu Ikatan Bankir Indonesia di dalam proses pengelolaan dan pelaksanaan program-program sertifikasi bankir.

19. Dengan digunakannya materi dan standar sertifikasi GARP dalam pelaksanaan

sertifikasi manajemen risiko di Indonesia, maka sertifikat manajemen risiko yang

(6)

internasional sebagaimana halnya sertifikat Financial Risk M anager (FRM) dan sertifikat lainnya yang diterbitkan GARP.

20.Dalam rangka mengkinikan pengetahuan, kemampuan, kompetensi, dan keahlian

pengurus dan pejabat bank dalam bidang manajemen risiko, ketentuan BI menetapkan bahwa pemilik sertifikat manajemen risiko (baik sertifikat program reguler maupun program eksekutif), secara periodik diwajibkan mengikuti program penyegaran. Hal ini mengingat program penyegaran merupakan sarana utama bagi terlaksananya penerapan manajemen risiko yang sejalan dengan perkembangan terkini di industri perbankan. Pemilik sertifikat program reguler tingkat I dan II wajib mengikuti program penyegaran 1 kali dalam 4 tahun, sedangkan pemilik sertifikat program reguler tingkat III, IV dan V serta pemilik sertifikat program eksekutif wajib mengikuti program penyegaran 1 kali dalam 2 tahun. Pemenuhan kewajiban program penyegaran tersebut dapat dilakukan dengan mengikuti seminar atau

workshop yang diselenggarakan oleh penyelenggara pendidikan (t raining provider)

manajemen risiko yang diakui oleh BSMR.

Perkem bangan Anak Perusahaan Bank Indonesia

Anggot a Dew an yang Terhormat ,

21.UU No. 23 tahun 1999 tentang BI sebagaimana diubah dengan UU No. 3 tahun 2004

pasal 64 menyatakan bahwa BI hanya dapat melakukan penyertaan modal pada badan hukum atau badan lainnya yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas BI dan dengan persetujuan DPR. Pasal 77 UU BI tersebut juga mengatur jangka waktu pelaksanaan yaitu selambat-lambatnya 5 tahun sejak UU diberlakukan.

22.Untuk memenuhi amanat UU tersebut, BI telah berupaya melakukan divestasi

terhadap penyertaan BI pada anak perusahaan BI, yang meliputi PT Askrindo, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (PT BPUI) serta Indover Bank. Proses divestasi terhadap Indover Bank bahkan telah dilakukan sebelum UU No. 23 tahun 1999 diberlakukan, yaitu pada tahun 1996. Namun penjualan saham Indover bank tersebut tertunda akibat krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997.

23.Sampai saat ini, progress divestasi terhadap anak perusahaan BI masih terus

berlangsung. Proses divestasi penyertaan BI pada PT Askrindo telah dilaksanakan melalui penawaran saham PT Askrindo kepada pemegang saham yang lain yaitu Menteri Negara BUMN pada tanggal 15 Februari 2006. Dapat kami sampaikan bahwa modal dasar PT Askrindo adalah sebesar Rp500 miliar dan modal disetor sebesar Rp400 miliar dengan komposisi kepemilikan BI sebesar 55% dan Pemerintah c.q. Departemen Keuangan sebesar 45%. Kinerja PT Askrindo cukup menggembirakan yang tercermin dari pertumbuhan aset dan laba beberapa tahun terakhir

24.Sementara itu, modal dasar PT BPUI adalah sebesar Rp50 miliar dan modal disetor

(7)

divestasi penyertaan BI pada PT BPUI dilakukan setelah selesainya proses restrukturisasi hutang PT BPUI. Permasalahan PT BPUI lainnya yang masih pending adalah penyelesaian hak opsi PT AIA terhadap kepemilikan 40% saham PT BPUI. Dalam hal ini BI tetap menjajagi kemungkinan untuk membatalkan pengalihan saham dimaksud dan mengembalikan dana hak opsi kepada PT AIA.

25.Anak perusahaan BI lainnya adalah Indover Bank. Modal dasar Indover bank adalah

sebesar EUR 90.80 juta dan modal disetor mencapai EUR 48.03 juta dengan kepemilikan BI sebesar 100%. Kinerja keuangan Indover bank beberapa tahun terakhir menunjukkan kondisi yang kurang menggembirakan, yang tercermin dari ruginya Indover bank pada tahun 2004 dan 2005. Sebagai upaya memperbaiki kondisi keuangan, saat ini Indover bank melakukan program restrukturisasi dengan

melakukan lay-of f pegawai untuk menurunkan biaya operasional. Proses divestasi

penyertaan BI pada Indover bank sedang dilakukan dengan pihak Pemerintah melalui bank BUMN. Sampai saat ini hanya PT. Bank Ekspor Indonesia yang telah mengajukan secara resmi keinginan untuk mengakuisisi Indover bank.

26.Selanjutnya, dalam rangka divestasi Bank Indonesia pada ketiga anak perusahaan,

telah dilakukan high level meet ing antara Gubernur BI, Meneg BUMN dan Menkeu

pada tanggal 28 Agustus 2006. Beberapa kesepakatan yang diputuskan antara BI dan Pemerintah sebagai berikut:

− Pemerintah dan BI sepakat untuk melaksanakan divestasi anak perusahaan BI,

sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 23/1999 tentang BI sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2004, kepada Pemerintah, dan untuk pelaksanaannya akan dibentuk Tim Penyelesaian Divestasi Anak Perusahaan BI, dengan wakil dari BI.

− Dalam hal divestasi Indover bank, Pemerintah dan BI sepakat untuk menunjuk

BEI sebagai investor yang mewakili bank pemerintah, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Anggot a Dew an yang t erhormat ,

27.Demikianlah Bapak dan Ibu Anggota Dewan yang terhormat, paparan singkat kami

mengenai perkembangan perbankan terkini, kebijakan perbankan BI terutama

mengenai Single Presence Policy dan Sertifikasi Manajemen Risiko, serta

perkembangan anak perusahaan BI. Ke depan, BI akan terus melanjutkan upaya pencapaian stabilitas sistem keuangan dan peningkatan peran intermediasi perbankan. Sementara itu, pelaksanaan divestasi terhadap anak perusahaan BI dalam rangka pemenuhan amanat yang tercantum dalam UU BI, diharapkan akan terlaksana secara optimal melalui koordinasi yang erat dengan Pemerintah.

Referensi

Dokumen terkait

Perumusan masalah dari tesis ini adalah apakah faktor-faktor yang menentukan terpilihnya kepala desa di kecamatan Jekulo, dan apakah kebijakan camat Jekulo

3) Peneliti selanjutnya dapat menggali lagi keterkaitan antara compassion dengan pola asuh orangtua, untuk mengetahui apakah orangtua dengan tingkar compassion

Setelah menyimak penjelasan guru tentang tanggung jawab warga, siswa dapat mengumpulkan informasi tentang pelaksanaan pemilihan kepala desa di desanya.. Setelah

Pada alat tenun ini benang lusi dalam posisi vertikal dan selalu tegang karena ada pemberat atau beban, sedangkan benang pakan disisipkan dengan suatu alat yang disebut

dalam kategori kurang sekali sebanyak 15 siswa (75 %), siswa yang masuk dalam kategori kurang sebanyak 4 siswa (20 %), siswa yang masuk dalam kategori cukup sebanyal 1 siswa (5

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Employee Engagement (Studi Pada Karyawan Pt.Primatexco Indonesia Di Batang).. Evaluasi Kinerja.Bandung :

Menyatakan Pasal 15 beserta lampiran huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya, sepanjang tidak

Dekomposisi serasah memainkan peran yang sangat penting dalam kesuburan tanah, seperti regenerasi dan keseimbangan nutrisi dari senyawa organik yang ada di