• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembelajaran Inklusif "Slow Learner" di SMP Negeri 7 Salatiga T2 942011032 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembelajaran Inklusif "Slow Learner" di SMP Negeri 7 Salatiga T2 942011032 BAB IV"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 4

PROSES DAN HASIL PENGEMBANGAN

4.1. Profil Sekolah

Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga merupakan salah satu sekolah berstatus negeri, yang beralamat di jalan Setiaki. No 15, Desa Dukuh, kecamatan sidomukti, Salatiga-Jawa Tengah. Sekolah ini di dirikan pada tahun 1986, dan pada saat ini memiliki, 1 orang kepala sekolah, 38 Orang guru mata pelajaran, dan 17 pegawai sekolah. Saat ini SMP Negeri 7 Salatiga dipimpin oleh Bapak. Edi. Waspodo, S.Pd, dengan status akreditasi A.

4.2. Prosedur Model Pengembangan

Pembelajaran Inklusif

Slow Learner

di

Sekolah Menengah Pertama Negeri 7

Salatiga.

Model pengembangan yang dipakai dalam

(2)

Gambar. 4.1. Alur Pengembangan Borg and Gall (1983)

Penjelasan alur pengembangan pembelajaran inklusif Slow learner di SMP Negeri 7 salatiga :

1. Research and information collecting : Tahap ini

merupakan tahap studi pendahuluan. Peneliti melakukan studi pendahuluan pada SMP Negeri

7 Salatiga, dengan teknik observasi dan

menyebarkan alat ukur/ angket berdasarkan permendiknas no 70 tahun 2009, sebagai acuan dalam membangun model pendidikan inklusif yang telah diterapkan sekolah selama ini. Dalam tahap studi pendahuluan yang merupakan

kegiatan research and information collecting

memiliki dua kegiatan utama, yaitu studi literatur (pengkajian pustaka dan hasil penelitian terdahulu) dan studi lapangan. Kajian pustaka yang dipakai dalam penelitian ini yaitu peneliti

mengkaji latar belakang/sejarah pendidikan

inklusi, serta melihat hasil-hasil penelitian terdahulu tentang pembelajaran inklusif, yang

nantinya akan dipakai dalam tahap

pengembangan model pembelajaran inklusif di Sekolah Menengah Pertama Neger 7 Salatiga. Research &

Information Collecting

Planning Develop preliminary form of prduct

Preliminary Field testing

Main Product Revision Main field Testing

(3)

Hasil dari kegiatan ini adalah peneliti

menemukan profil implementasi pendidikan

inklusif yang diterapkan oleh SMP Negeri 7 Salatiga dengan skor/prosentase 55% masih jauh dari standar yakni permendiknas No 70.

2. Planning. Pada tahap ini peneliti menyusun

rencana serta strategi yang nantinya digunakan dalam penyelesaian permasalahan. Tahap ini peneliti merumuskan tujuan penelitian untuk mengembangkan model pembelajaran inklusif berdasarkan kebutuhan tahap pertama yaitu implementasi yang belum memenuhi standar.

3. Develop preliminary form of product. Pada tahap

ini peneliti mengembangkan bentuk permulaan

dari produk. Produk yang dikembangkan

berdasarkan hasil FGD (Focus Group Discussion) dihasilkan model awal pendidikan inklusif di SMP Negeri 7 Salatiga. Hasil dari produk awal ini ditemukan implementasi pendidikan inklusif SMP Negeri 7 Salatiga belum sesuai dengan acuan Permendiknas 70 Tahun 2009

4. Preliminary Field testing. Pada tahap ini yang

merupakan uji coba terbatas. Peneliti tidak

melakukan uji coba dalam kelas, karena

penelitian ini diarahkan untuk pengembangan model pembelajaran di satuan pendidikan (SMP Negeri 7 Salatiga). Model awal yang telah

terbentuk divalidasi oleh validator (dosen

(4)

5. Main product revision. Peneliti melakukan perbaikan model awal, bersama validator yakni dosen pembimbing, serta dalam FGD bersama pihak sekolah, dengan menggunakan analisis SWOT. Hasil dari tahap ini yaitu diperolehnya product model pembelajaran inklusif.

6. Main Field Testing. Hasil dari tahap ini yaitu

diperolehnya model pembelajaran kooperatif

sebagai yang paling cocok digunakan dalam pembelajaran inklusif.

7. Opperational product revision. Pada tahap ini

dilakukan revisi terhadap model pembelajaran. Hasil dari tahap ini diperoleh model pembelajaran kooperatif, tipe STAD, Jigsaw, Three Minute Review, Tipe Group Investigazion, Think Pair Share, sebagai model pembelajaran yang cocok digunakan dalam pembelajaran inklusif di SMP Negeri 7 Salatiga.

8. Operational field testing. Pada tahap ini peneliti

melakukan uji validasi bersama validator (dosen pembimbing).

9. Final product revision. Peneliti melakukan

perbaikan akhir terhadap model pembelajaran yang telah dikembangkan guna menghasilkan produk akhir (final).

10. Dissemination and Implementation. Tahap ini

(5)

menjawab kebutuhan sekolah. Hasil dari tahap

ini yaitu kesepakatan penggunaan model

pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD, jigsaw, Think Pair Share, Group Investigazion,

three minute review sebagai yang tepat

digunakan dalam pembelajaran inklusif di SMP Negeri 7 Salatiga.

4.3. Analisis

Dalam bagian ini akan dilakukan analisis

terhadap data dari hasil penelitian tentang

pengembangan model pmbelajaran inklusif di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga. Data hasil penelitian diperoleh dari hasil observasi, wawancara,

dalam FGD (Focus Group Discussion) tentang proses

pembelajaran inklusif yang diterapkan di sekolah.

4.3.1. Analisis SWOT (Strenghts, Weaknesses,

Opportunities, Threats)

SWOT adalah singkatan dari Strenghts,

Weaknesses, Opportunities, Threats. Menurut Rangkuti

(2006) strenghts atau kekuatan adalah beberapa hal

yang merupakan kelebihan dari sekolah yang

bersangkutan, hal–hal yang memiliki potensi yang

positif jika dikembangkan dengan baik. Weaknesses

atau kelemahan adalah komponen-komponen yang

kurang menunjang keberhasilan penyelenggaraan

pendidikan yang ingin dicapai sekolah. Kelemahan merupakan kondisi rill yang ada dan terjadi di sekolah.

Opportunities atau peluang merupakan

(6)

potensi-potensi yang ada di sekolah mampu dikembangkan

secara optimal oleh sekolah. Threats atau ancaman,

adalah kemungkin yang dapat terjadi atau berpengaruh terhadap kesinambungan dan keberlanjutan kegiatan penyelenggaraan sekolah. Secara sederhana dapat dikatakan analisis SWOT adalah pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal sekolah serta kesempatan dan ancaman lingkungan eksternalnya.

Komparasi dari hasil analisis lingkungan internal dengan eksternal (SWOT) ini akan menghasilkan alternatif-alternatif strategi yang sangat sesuai dengan posisi yang dimiliki oleh lembaga. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar bagan dibawah ini :

Gambar 4.2. Bagan Analisis SWOT (Rangkuti, 2000)

Analisis SWOT memberikan informasi kepada pengambil keputusan sebagai dasar pertimbangan dalam mengambil keputusan dan tidakan. Analisis

2.Mendukung Strategi

Turn Around

1. Mendukung Strategi Agresif

4. Mendukung Strategi Diversifikasi

3.Mendukung Strategi

Defensif

Berbagai Peluang

Kekuatan Internal Kelemahan Internal

(7)

SWOT dapat digunakan sebagai langkah awal untuk

proses pembuatan keputusan dan perencanaan

strategi. (Sagala,2007). Pernyataan tersebut

memberikan gambaran bahwa analisis juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis guna merumuskan strategi organisasi atau lembaga. Analisis SWOT berhubungan erat dengan lingkungan internal yang menghasilkan kekuatan yang harus di gunakan secara optimal dan kelemahan yang harus diminimalkan, sedangkan lingkungan eksternal

menghasilkan sejumlah peluang yang harus

dimanfaatkan dan ancaman yang harus dicegah atau dihindari. Selanjutnya analisis SWOT digunakan sebagai dasar untuk merumuskan atau dasar untuk menyusun strategi dengan menggunkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, mengatasi ancaman, dan mengurangi atau meminimalkan kelemahan internal.

Dalam menganalisis proses pembelajaran inklusif “slow learner” di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7

Salatiga dilakukan dengan Focus Group Discussion

(FGD) bersama kepala sekolah, wakil kurikulum, dan

guru, guru Bimbingan Konseling (BK). Dalam FGD

diperoleh kesepakatan tentang proses pembelajaran inklusif yang seharusnya dijalankan oleh sekolah. Beberapa pertanyaan yang melandasi kesepakatan tersebut, antara lain:

a.Apakah sekolah membuat kurikulum sesuai dengan

(8)

b.Apakah sebelum menyusun kurikulum telah dilakukan analisis kekuatan dan kelemahan sekolah sehubungan dengan pembelajaran inklusif?

c. Apakah dalam penyusunan kurikulum dibentuk tim

penyusun kurikulum?

d.Apakah dilakukan revisi terhadap kurikulum yang

dibuat selama proses pembelajaran inklusif?

e. Apakah sekolah melibatkan pihak luar (SLB) dalam

proses pembelajaran?

Setelah disusun panduan pertanyaan kemudian

dilakukan Focus Group Discussion (FGD) tentang

pengembangan model pembelajaran inklusif “Slow

Learner” di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga, yang terdiri dari Kepala sekolah yang

memahami pendidikan inklusif, Wakil bidang

kurikulum, guru bimbingan konseling (BK). FGD

dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan,

kelemahan, peluang dan anacaman yang dimiliki Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga dalam mengembangkan model pembelajaran inklusif.

Dalam penelitian ini, peneliti akan

men-SWOTkan komponen-komponen yang mendukung

dalam proses pembelajaran tersebut guna menemukan

startegi-strategi yang cocok dalam proses

pengembangan model pembelajaran di Sekolah

Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga. Komponen-komponen tersebut antara lain: Kurikulum, Guru, Siswa, Fasilitas, dan biaya.

(9)

(IFAS), serta peluang dan ancaman (EFAS) sebagai berikut :

A. Kurikulum

No IFAS

Kekuatan

1. Kurikulum disesuaikan dengan anak-anak ABK (Slow learner).

2. Kurikulum yang dikembangkan mengacu pada KTSP. Kelemahan

1. Sekolah belum mengadakan reviuw dan revisi berkala terhadap kurikulum yang diterapkan, semenjak menjadi sekolah inklusif.

2. Dalam mengembangkan kurikulum sekolah belum

memaksimalkan keterlibatan berbagai pihak terkait dalam membantu mengevaluasi serta mereviuw kurikulum yang dibuat.

3. Dalam penerapan kurikulum masih terdapat kelemahan-kelamahan sehingga sekolah mengambil langkah kelas tambahan khusus bagi siswa inklusif serta remedial.

4. Sekolah belum mempunyai tim khusus untuk pembuatan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa inklusif.

EFAS Peluang

1. Uji coba sekolah inklusif yang berkelanjutan sehingga ada kesempatan bagi sekolah untuk merevisi kurikulum dan mengembangkan kurikulum pendidikan inklusif

2. Meningkatkan kendali mutu pelaksanaan kurikulum sebagai upaya menjamin agar kualitas lulusan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan.

3. Sekolah bekerjasama dengan Sekolah Luar Biasa. Ancaman

1. Terbatasnya pemahaman konsep pendidikan inklusif. 2. Sekolah inklusif jenjang menengah bukan hanya Sekolah

Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga. B. Guru

No Kekuatan IFAS

(10)

2. Penerimaan terhadap siswa berkebutuhan khusus di SMP Negeri 7 Salatiga (slow learner)

3. Tenaga pendidik yang mempunyai dedikasi tinggi terhadap pendidikan , sehingga dalam menjalankan tugas

mempunyai rasa tanggung jawab untuk mencerdaskan anak didiknya.

Kelemahan

1. Terbatasnya pemahaman konsep pendidikan inklusif. 2. Tidak ada Guru Pendamping Khusus (GPK) untuk

mendampingi anak berkebutuhan khusus

3. Tidak ada pembinaan bagi guru tentang pendidikan inklusif. Sehingga yang paling memahami pendidikan inklusif ini hanya sebatas kepala sekolah.

EFAS Peluang

1. Kerjasama dengan orang tua dalam rangka pengembangan pendidikan.

2. Pertemuan Rutin dengan orang tua siswa Ancaman

1. Terbatasnya pemahaman tentang konsep pendidikan inklusif.

2. Tidak ada Guru Pendamping khusus.

C. Siswa

No IFAS

Kekuatan

1. Penerimaan siswa non inklusif terhadap siswa inklusif. 2. Jumlah siswa inklusif yang relatif sedikit

3. Les tambahan bagi siswa inklusif (Juga remedial) Kelemahan

1. siswa tidak memahami konsep pendidikan inklusif. 2. Kelalaian siswa inklusif dalam mengikuti kelas tambahan

EFAS Peluang

1. Sekolah mendukung penyelenggaraan proses belajar yang inklusif

2. Kesempatan bagi siswa slow untuk naik kelas (kenaikan kelas otomatis)

(11)

1. Siswa belum memahami konsep pendidikan inklusif secara baik, sehingga seringkali merasa terganggu dengan cara pembelajarannya.

2. Kerjasama orang tua dan siswa yang kelihatannya kurang.

D. Fasilitas

No IFAS

Kekuatan

1. Buku-buku penunjang yang cukup memadai bagi anak inklusif taraf slow learner

2. Ruang kelas yang nyaman bagi siswa inklusif maupun reguler

Kelemahan

1. Sekolah belum mengetahui fasilitas apa saja yang dibutuhkan siswa taraf slow learner

2. Fasilitas terbatas bagi siswa slow learner.

EFAS Peluang

1. Biaya dari Pemerintah Kota Salatiga untuk pendidikan inklusif

2. Tenaga kependidikan yang terampil menjaga fasilitas sekolah

Ancaman

1. Kebijakan pemerintah yang sewaktu-waktu bisa berubah. 2. Biaya dari pemerintah

E. Biaya

No IFAS

Kekuatan 1. Sekolah mendapat biaya dari pemerintah

2. Biaya khusus dari sekolah untuk pendidikan inklusi Kelemahan

1. Penggunaan biaya pendidikan inklusif yang sepertinya kurang menyentuh kebutuhan siswa ABK.

2. Biaya dari sekolah yang relatif kecil untuk pendidikan inklusif

EFAS Peluang

(12)

Ancaman

1. Kebijakan pemerintah yang sewaktu-waktu bisa berubah. 2. Biaya dari pemerintah

4.4. Hasil Analisis SWOT Terhadap

Pengembangan Model Pembelajaran

Inklusif.

1. Kurikulum disesuaikan dengan

anak-anak ABK (Slow learner). 0,4 3 1,2 2. Kurikulum yang dikembangkan

mengacu pada KTSP 0,6 4 2,4

Total Skor 1 3,6

Kelemahan

1. Sekolah belum mengadakan reviuw dan revisi berkala terhadap kurikulum yang diterapkan, semenjak menjadi sekolah inklusif.

0,3 2 0,4

2. Dalam mengembangkan kurikulum sekolah belum memaksimalkan keterlibatan berbagai pihak terkait dalam membantu mengevaluasi serta mereviuw kurikulum yang dibuat.

0,3 3 0,9

3. Dalam penerapan kurikulum masih terdapat kelemahan-kelamahan sehingga sekolah mengambil langkah kelas tambahan khusus bagi siswa inklusif serta remedial.

0,2 2 0,2

4. Sekolah belum mempunyai tim khusus untuk pembuatan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa inklusif.

0,2 2 0,4

(13)

Total Skor Akhir

(Kekuatan-Kelemahan) 3,6 1,9 1,7

EFAS

No Elemen SWOT Bobot Skor Total

Skor Peluang

1. Uji coba sekolah inklusif yang berkelanjutan sehingga ada kesempatan bagi sekolah untuk merevisi kurikulum.

0,4 3 1,2

2. Meningkatkan kendali mutu pelaksanaan kurikulum sebagai upaya menjamin agar kualitas lulusan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan.

0,4 3 1,2

3. Sekolah bekerjasama

dengan Sekolah Luar Biasa. 0,2 2 0,4

Total Skor 1 2,8

Ancaman

1. Terbatasnya pemahaman

konsep pendidikan inklusif. 0,6 3 1,8 2. Sekolah inklusif jenjang

menengah bukan hanya Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga.

0,4 2 0,8

Total Skor 1 2,6

Total Skor Akhir

Peluang-Ancaman 2,8 2,6 0,2

IFAS EFAS

KATEGORI SUB TOTAL KATEGORI SUB

TOTAL Kekuatan (S) 3,6 Peluang (O) 2,8 Kelemahan (W) 1,9 Ancaman (T) 2,6

(14)

5

1. Kualitas layanan terhadap siswa

yang optimal. 0,3 5 1,5

2. Penerimaan guru terhadap

siswa slow learner 0,4 5 2,0

3. Tenaga pendidik yang mempunyai dedikasi tinggi terhadap pendidikan , sehingga dalam menjalankan tugas mempunyai rasa tanggung jawab untuk mencerdaskan anak didiknya.

0,3 5 1,5

1.Pembentukan tim khusus (Pendidikan Inklusif). Tim ini terdiri dari Kepala sekolah serta para guru yang telah mengikuti pelatihan pendidikan inklusif. 2.Menjalin kerjasama (Rutin/terjadwal)

dengan Sekolah Luar Biasa, dan lembaga terkait.

3.Kehadiran GPK (Guru Pendamping Khusus).

4.Keterlibatan GPK dalam kurikulum.

KELEMAHAN KEKUATAN

PELUANG

(15)

Total Skor 1 4

Kelemahan .

1. Terbatasnya pemahaman

konsep pendidikan inklusif. 0,3 3 0,9 2. Tidak ada Guru Pendamping

Khusus (GPK) untuk mendampingi anak berkebutuhan khusus

0,5 4 2

3. Tidak ada pembinaan bagi guru di sekolah tentang pendidikan inklusif. Sehingga yang paling memahami pendidikan inklusif ini hanya sebatas kepala sekolah (Juga yang mengikuti kegiatan dari Dinas).

0,2 3 0,6

Total Skor 1 3,5

Total Skor Akhir

(Kekuatan-Kelemahan) 4 3,5 0,5

1. Kerjasama dengan orang tua dalam rangka

pengembangan pendidikan.

0,5 4 2

2. Pertemuan Rutin dengan

orang tua murid 0,5 5 2,5

Total Skor 1 4,5

Ancaman

1. Terbatasnya pemahaman tentang konsep pendidikan inklusif.

0,4 3 1, 2 2. Tidak ada Guru Pendamping

khusus. 0,6 2 1,2

TOTAL KATEGORI

(16)

Kelemahan (W) 3,5 Ancaman (T) 2,4

Total (S-W) 1,5 Total (O-T) 1,5

C. Siswa IFAS

No Elemen SWOT Bobot Skor Total

Skor Kekuatan

1. Penerimaan siswa non inklusif terhadap siswa inklusif

0,5 5 2,5 2. Jumlah siswa inklusif yang

relatif sedikit 0,3 4 1,2

5

4

3

2

(1,3.1,5)

1

-1 -2 -3 -4 -5 1 2 3 4 5

-1

-2

-3

-4

-5

1. Kehadiran serta keterlibatan Guru Pendamping Khusus bagi anak berkebutuhan khusus.

2. Meningkatkan pemahaman

bagi guru mengenai konsep pendidikan inklusif.

PELUANG

KELEMAHAN KEKUATAN

(17)

3. Les tambahan bagi siswa

inklusif (Juga remedial) 0,2 3 0,6

Total Skor 1 4,3

Kelemahan 1. siswa tidak memahami

konsep pendidikan inklusif. 0,6 3 1,8 2. Kelalaian siswa inklusif

dalam mengikuti kelas tambahan

1. Sekolah mendukung penyelenggaraan proses belajar yang inklusif.

0,7 4 2,8

2. Kesempatan bagi siswa slow

untuk naik kelas (kenaikan kelas otomatis)

0,3 3 0,9

Total Skor 1 3,7

Ancaman

1. Siswa belum memahami konsep pendidikan inklusif secara baik, sehingga seringkali merasa terganggu dengan cara

pembelajarannya.

0,5 3 1,5

2. Kerjasama orang tua dan siswa yang kelihatannya kurang.

KATEGORI SUB TOTAL KATEGORI SUB

TOTAL Kekuatan (S) 4,3 Peluang (O) 3,7 Kelemahan (W) 3 Ancaman (T) 3

TOTAL (S-W) 1,3 TOTAL

(18)

5

4

3

2

1 (1,3.0.7)

-1 -2 -3 -4 -5 1 2 3 4 5

-1

-2

-3

-4

-5

D. Sarana Prasarana

IFAS

No Elemen SWOT Bobot Skor Total

Skor Kekuatan

1. Buku-buku penunjang yang cukup memadai bagi anak inklusif taraf slow learner

0,5 4 2

2. Ruang kelas yang nyaman bagi siswa inklusif maupun reguler

0,5 4 2

Total Skor 1 4

Kelemahan

1. Sekolah belum mengetahui 0,6 2 1,2 PELUANG

1. Pemahaman konsep

pendidikan inklusif bagi warga sekolah (siswa juga perlu dilibatkan).

2. Pembentukan kelompok

belajar yang terdiri dari siswa inklusif dan non inklusif.

KELEMAHAN KEKUATAN

(19)

fasilitas apa saja yang dibutuhkan siswa taraf slow learner

2. Fasilitas terbatas bagi siswa

slow learner. 0,4 2 0,8

Total Skor 1 2

Total Skor

(Kekuatan-Kelemahan) 4 2 2

EFAS

No Elemen SWOT Bobot Skor Total

Skor Peluang

1. Biaya dari Pemerintah

Untuk pendidikan inklusif 0,7 5 3,5 2. Sarana dan prasarana yang

lengkap 0,3 4 1,2

Total Skor 1 4,7

Ancaman

1. Kebijakan pemerintah yang sewaktu-waktu bisa

berubah.

0,6 2 2

2. Perawatan fasilitas sekolah 0,4 1 0,4

Total Skor 1 2,4

Total Skor

(Peluang-Ancaman) 4,7 2,4 2,3

IFAS EFAS

KATEGORI

SUB TOTAL KATEGORI SUB

TOTAL Kekuatan (S)

4 Peluang (O) 4,7 Kelemahan (W)

2 Ancaman (T) 2,4 TOTAL (S-W)

2 TOTAL

(20)

5

4

3

2 (2;2,3)

1

-1 -2 -3 -4 -5 1 2 3 4 5

-1

-2

-3

-4

-5

E. Biaya IFAS

No Elemen SWOT Bobot Skor Total

Skor Kekuatan

1. Sekolah mendapat biaya

dari pemerintah 0,7 5 5

2. Biaya khusus dari sekolah

untuk pendidikan inklusi 0,3 3 0,9

Total Skor 1 5,9

Kelemahan 1. Penggunaan biaya

pendidikan inklusif dari pemerintah yang sepertinya kurang menyentuh

kebutuhan siswa ABK.

0,6 2 1,2

KELEMAHAN KEKUATAN

ANCAMAN

PELUANG 1. Membeli buku-buku pengetahuan tentang

anak slow learner.

2. Membeli perlengkapan

penunjang bagi anak

(21)

2. Biaya dari sekolah yang relatif kecil untuk pendidikan inklusif

0,4 2 0,8

Total Skor 1 2

Total Skor

(Kekuatan-Kelemahan) 5,9 2 3,9

EFAS

No Elemen SWOT

Bobot Skor Total

Skor Peluang

1. Pelaksanaan pendidikan

inklusif yang berkelanjutan 0,6 4 2,4 2. Biaya pendidikan relatif

murah di sekolah inklusif 0,4 3 1,2

Total Skor 1 3,6

Ancaman

1. Kebijakan pemerintah yang sewaktu-waktu bisa

berubah

0,5 2 1

2. Biaya dari pemerintah 0,5 2 1

Total Skor 1 2

Total Skor

(Peluang-Ancaman) 4 2 2

IFAS EFAS

KATEGORI

SUB TOTAL KATEGORI SUB

TOTAL Kekuatan (S)

5,9 Peluang (O) 4 Kelemahan (W)

2 Ancaman (T) 2 TOTAL (S-W)

3,9 TOTAL

(22)

5

4

3

2 (3,9;2)

1

-1 -2 -3 -4 -5 1 2 3 4 5

-1

-2

-3

-4

-5

4.4.1. Strategi Pengembangan Model Pembelajaran Inklusif

A. Kurikulum

Dari hasil analisis SWOT terhadap Kurikulum berada pada strategi pengembangan SO (1,7 ; 0,2). Strategi yang digunakan adalah Pembentukan tim khusus (Pendidikan Inklusif). Tim ini terdiri dari Kepala sekolah serta para guru yang telah mengikuti pelatihan pendidikan inklusif. Fungsi dari tim ini adalah mengontrol segala kegiatan sekolah termasuk proses

pembelajaran (pembuatan kurikulum sampai

KELEMAHAN KEKUATAN

ANCAMAN PELUANG

Pelaksanaan Pendidikan inklusif yang

(23)

pembinaan siswa inklusif). Tim ini diharapkan mampu mengayomi para guru dalam memahami konsep pendidikan inklusif. Sehingga melalui tim ini sekolah

dapat mencapai apa yang diharapkan dalam

Permendiknas No 70 Tahun 2009. Strategi lainnya yaitu menjalin kerjasama yang rutin dengan Sekolah Luar Biasa. Hal ini perlu, karena sekolah ini merupakan sekolah dengan label inklusif. Selain itu, SLB maupun lembaga lainnya yang terkait juga dirasa mampu dalam membimbing anak dalam kategori berkebutuhan khusus. Guru Pendamping Khusus atau GPK, seharusnya dimiliki sekolah dan dilibatkan dalam proses pembuatan kurikulum.

B. Guru

Dari hasil analisis SWOT terhadap Guru berada pada strategi pengembangan SO (1,5;1,5). Strategi yang

ditempuh dalam rangka pengembangan model

(24)

(bila sudah ada), atau dengan SMPLB atau lembaga lainnya yang paham tentang pendidikan inklusif ini.

C. Siswa

Dari hasil analisis SWOT terhadap Siswa berada pada strategi pengembangan SO (1,3;0,7). Strategi yang digunakan yaitu pemahaman konsep pendidikan inklusif bagi seluruh warga sekolah termasuk siswa. Hal ini perlu dilakukan mengingat bahwa siswa inklusif belajar bersama dengan siswa reguler lainnya. Sehingga pemahaman konsep inklusif perlu dijelaskan bagi seluruh siswa, agar siswa secara keseluruhan menerima, memahami, dan dalam proses pembelajaranpun berjalan dengan baik. Selain itu strategi lainnya yaitu, pembentukan kelompok belajar dalam kelas, hal ini dirasa perlu sehingga siswa dapat saling belajar.

D. Fasilitas

Dari hasil analisis SWOT terhadap fasilitas berada pada strategi pengembangan SO (2;2,3). Strategi

yang digunakan yaitu Membeli buku-buku

pengetahuan tentang anak slow learner, biaya yang

digunakan dalam pembelian yaitu dengan

memanfaatkan biaya dari pemerintah. Strategi

berikutnya yaitu membeli perlengkapan penunjang bagi

anak slow learner. Misalnya: sekolah dapat membeli

beberapa unit komputer, yang dapat digunakan bukan

(25)

E. Biaya

Dari hasil analisis SWOT terhadap biaya berada pada strategi pengembangan S0 (3,9;2). Strategi yang digunakan yaitu pelaksanaan pendidikan inklusif yang berkelanjutan dipakai untuk memanfaatkan biaya sesuai kebutuhan siswa inklusif.

4.5. Pengembangan Model Pembelajaran

Inklusif

Hasil analisis SWOT yang dilakukan bersama

kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang

kurikulum, Guru, Guru BK, yang merupakan orang-orang yang memahami pendidikan inklusif, dalam

Focus Group Discussion (FGD) dihasilkan kesepakatan

sebagai berikut :

Tabel. 4.1

Hasil FGD ( Focus Group Discussion)

HARAPAN STRATEGI YANG

DITEMPUH

ACUAN MODEL PENGEMBANGAN

INDIKATOR

KEBERHASILAN SOAL

Tersusunnya model pembelajaran inklusif yang mengacu pada Permendiknas No 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.

1.Keterlibatan Guru Pendamping Khusus dalam Proses Pembelajaran 2.Pemahaman Konsep

Pendidikan Inklusif bagi warga Sekolah. 3.Pembentukan Tim

Khusus “Inklusif”. 4.Kerjasama dengan

Sekolah Luar biasa, maupun lembaga terkait. 5. Pembentukan

kelompok belajar yang terdiri dari siswa inklusif maupun non inklusif.

Permendiknas No 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau

(26)

GI MODEL PEMBELAJARAN INKLUSIF

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 7 SALATIGA

Dasar Pendidikan Inklusif: 1.Deklarasi HAM (PBB,1948). 2.Konvensi Hak Anak (PBB,1989) 3.Pendidikan Untuk Semua

(UNESCO,1990) 4.Peraturan tentang Standar

Kesamaan Kesempatan bagi penyandang Cacat (PBB,1993) 5.Penyataan Salamanca tentang

Pendidikan Inklusif (UNESCO,1994)

Pendidikan Segregrasi-Sekolah Luar Biasa

Permendiknas No 70 Tahun 2009

Pemerintah Kota Salatiga; Dinas Pendidikan dan Olahraga Kota Salatiga

(LINGKUNGAN)

SMP Negeri 7 Salatiga

P R O S E S

Kurikulum Pembentukan Tim Khusus

Pembuat Kurikulum

 Kurikulum disesuaikan dengan ABK.

Reviuw dan revisi kurikulum.

Guru

Kehadiran serta keterlibatan Guru Pendamping Khusus bagi anak berkebutuhan khusus.

Meningkatkan pemahaman bagi guru mengenai konsep pendidikan inklusif.

Kerjasama guru dan GPK (Guru Pendamping Khusus).

Model pembelajaran yang dipakai guru, harus bervariasi.

Siswa Pemahaman konsep

pendidikan inklusif bagi warga sekolah (siswa juga perlu dilibatkan).

Pembentukan kelompok belajar yang terdiri dari siswa inklusif dan non inklusif.

Sarpras

Membeli buku-buku pengetahuan tentang anak

slow learner.

Membeli perlengkapan penunjang bagi anak slow learner. Misalnya : beberapa unit komputer.

Biaya

Pelaksanaan Pendidikan inklusif yang berkelanjutan dipakai untuk Memanfaatkan biaya sesuai kebutuhan siswa inklusif.

MODEL PEMBELAJARAN

Individual

Mengembangkan pemahaman siswa tentang keahlian

Memberi siswa latihan untuk menggunakan keterampilan

Membuat transisi dari pendidikan kelompok utuh ke kerja kelompok.

Memberi siswa pengalaman bekrja sama dengan teman kelompok dari kemampuan dan latar belakang berbeda. Dalam fase ini guru dapat membagi siswa reguler dan siswa inklusif dalam satu kelompok kerja.

Memberikan latihan keterampilan akademis yang dikerjakan secara individu

Mengakui prestasi

Meningkatkan prestasi siswa untuk belajar

Fase 1:

Instruksi/PendidikanKeterampilan dijelaskan dan dimodelkan di dalam lingkungan

kelompok utuh

Fase 2:

Belajar dalam tim. Siswa bepindah dari pendidikan kelompok utuh dan bersiap untuk studi tim. Siswa dipandu LKS untuk menuntaskan materi.

Fase 3:

Kuis Tim-tim siswa berlatih melakukan ketrampilan akademik

Fase 4:

Penghargaan tim. Nilai perbaikan dan penghargaan bagi tim

Penerapan dan Pelaksanaannya

Feed Back

(27)

Penjelasan Gambar:

1. Pendidikan Inklusif pada awalnya lahir dari

ketidakpuasan terhadap pendidikan segregatif, yang

menyebabkan anak-anak berkebutuhan khusus

mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam kehidupan masyarakat normal. Alasan inilah yang memicu lahirnya pendidikan inklusif.

2. Tuntutan akan pendidikan inklusif ini mengacu pada

instrumen internasional antara lain; Deklarasi HAM (PBB, 1948), Konvensi Hak Anak (PBB, 1989), Pendidikan Untuk Semua (UNESCO, 1990), Peraturan tentang Standar Kesamaan Kesempatan bagi penyandang Cacat (PBB, 1993), Penyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusif (UNESCO, 1994).

3. Peraturan Menteri Pendidikan No 70 Tahun 2009 Tentang

Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, yang dibuat berdasarkan instrumen internasional, dan kemudian diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia.

4. Salatiga sebagai salah satu Kota yang juga turut ambil

bagian dalam penerapan pendidikan inklusif. Sasaran dalam pendidikan ini yakni siswa berkebutuhan khusus, di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Salatiga. Pelaksanaan pendidikan inklusif di SMP Negeri 7 Salatiga telah berlangsung, yakni periode tahun 2012-2013.

5. Proses: dalam proses pembelajaran, terdiri dari

Kurikulum, Guru, Siswa, Fasilitas, dan biaya sebagai penunjang proses pembelajaran.

6. Dalam pengembangan model pembelajaran, bagian

(28)

proses pembuatan kurikulum serta sesuai dengan acuan pendidikan inklusif yakni Permendiknas No 70 Tahun 2009. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain Pembentukan Tim Khusus Pembuat Kurikulum. Tim ini melibatkan kepala sekolah, kurikulum, dan beberapa guru yang dipandang sebagai sosok yang memahami pendidikan inklusif. Agar dalam pembuatan kurikulum dapat mengarah pada pendidikan serta pembelajaran yang inklusif. Kurikulum yang disusun disesuaikan dengan kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus, dengan memperhatikan model-model pembelajaran apa saja yang cocok untuk diterapkan baik bagi siswa reguler maupun

siswa inklusif. Untuk SMP Negeri 7, ABK bertaraf slow

learner karena itu, perlu memahami betul kebutuhan dari

siswa slow learner. Sekolah perlu bekerja sama dengan

Sekolah Luar Biasa, yang dianggap memahami kebutuhan ABK. Setelah pembuatan kurikulum, kurikulum perlu direviu serta direvisi, untuk mengetahui keefektifannya. Hal ini sangatlah penting untuk dilakukan, sebagai alat

ukur sejauh mana sekolah telah melaksanakan

pembelajaran yang inklusif.

7. Dalam pengembangan model pembelajaran, kehadiran

(29)

guru dapat menjalin kerjasama dengan GPK (Guru

Pendamping Khusus). Model pembelajaran yang

digunakan oleh guru dalam menghadapi siswa slow

learner haruslah bervariasi, Aktif Inovatif Kreatif dan

Menyenangkan (PAIKEM). Oleh karena itu, guru harus

kerja ekstra untuk mempelajari model-model

pembelajaran apa saja yang cocok dengan kebutuhan siswa.

8. Pembelajaran yang inklusif akan dapat terselenggara

dengan baik, apabila warga sekolah memahami konsep pendidikan inklusif dengan baik. Bukan saja, Guru dan tenaga kependidikan, melainkan juga siswa sebagai bagian dari warga sekolah. Pembentukan kelompok belajar yang terdiri dari siswa inklusif dan siswa reguler dianggap mampu menolong siswa inklusif. Walaupun dirancang secara berkelompok, namun tetap dikelola secara individual.

9. Sarana Prasarana. Sarpras dalam proses pembelajaran

merupakan hal yang penting dan perlu mendapat

perhatian. Sekolah perlu mengetahui

kebutuhan-kebutuhan dari siswa slow learner, sehingga sarpras yang

diberikan bagi siswa dalam taraf slow tepat sasaran.

Dalam melakukan SWOT kelemahan sekolah adalah

belum memahami kebutuhan siswa slow (fasilitas), oleh

karena itu sekolah perlu memiliki buku-buku

pengetahuan tentang ABK, terkhususnya untuk siswa

slow learner. Sekolah juga dapat membeli perlengkapan

penunjang bagi anak slow, misalnya beberapa unit

komputer yang bukan saja dipakai siswa slow, tapi juga

siswa reguler.

10.Model Pembelajaran. Model Pembelajaran yang dapat

(30)

dianggap cocok bagi siswa slow learner. Karena pembelajaran kooperatif menekanan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Dimana pada tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa

berbagai tingkat kemampuan, melakukan berbagai

kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu

rekan belajar, sehingga bersama-sama mencapai

keberhasilan. Guru dapat menerapkan model

pembelajaran ini di kelas, namun penilaian tetap bersifat individual. Jika pembelajaran kooperatif diterapkan dikelas inklusif, maka guru tidak lagi menghabiskan

waktu untuk mengadakan kelas tambahan dan remedial

bagi siswa inklusif. Model pembelajaran kooperatif yang

dapat diterapkan yaitu: Model STAD (Student team

achievment division). Menurut Widyatini (2008) STAD

merupakan pembelajaran kooperatif yang paling

sederhana dan dapat memberikan pemahaman materi yang sulit kepada siswa melalui lembar kerja yang telah dipersiapkan guru. Dalam penerapan model ini guru

dapat mengikuti fase-fase yang ada sehingga

(31)

Belajar dalam tim. Pada fase ini siswa dikelompokkan dan bersiap untuk studi tim atau bekerja dalam tim. Tim/kelompok yang terbentuk terdiri dari beberapa orang siswa reguler dan inklusif (Heterogen, bisa 4,5 orang siswa). Siswa dipandu LKS untuk menuntaskan materi pembelajaran. Pada fase ini siswa bekerja dalam kelompok/tim. Pada fase 3, kuis. Guru dapat memberikan latihan-latihan akademis yang dikerjakan siswa secara individu. Pada tahap ini siswa kembali mengerjakan materi yang telah dikerjakan dalam kelompok, dalam bentuk pekerjaan pribadi/individual. Selanjutnya pada fase 4 Penghargaan tim. Nilai perbaikan dan penghargaan bagi tim. Pada fase ini guru dapat mengakui prestasi siswa berdasarkan hasil atau skor nilai yang di dapat siswa, serta memberikan penghargaan bagi setiap siswa, baik berupa pujian ataupun lainnya, sehingga dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajar. Di samping itu, guru juga dapat menerapkan model pembelajaran lain misalnya : model Jigsaw, Three Minute Review (TMR), Group Investigazion (GI), Think Pair Share (TPS), CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition), dan Reciprocal Teaching (RT). Model pembelajaran dapat di sesuaikan dengan mata pelajaran yang diajarkan. Disamping itu, sekolah juga dapat menerapkan Program pembelajaran individual yang juga dianggap juga cocok

bagi anak-anak slow learner. PPI ini dapat dirancang

secara berkelompok (dipadukan dengan pembelajaran kooperatif) namun tetap dikelola secara individual.

11.Feed back berimplikasi langsung terhadap proses

Gambar

Gambar. 4.1. Alur Pengembangan Borg and Gall (1983)
Gambar 4.2. Bagan Analisis SWOT (Rangkuti, 2000)
Tabel. 4.1  Focus Group Discussion)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan analisa kebutuhan organisasi, kebutuhan pekerjaan dan kebutuhan pekerja maka dapat diketahui relevansi pelatihan yang dapat diterapkan di perusahaan. Kata kunci:

Ada berapa siswa berkebutuhan khusus yang ada di kelas bapak/ibu?. Bagaimana manajemen pembelajaran

Semua guru dalam wawancara mengatakan bahwa mereka tidak selalu tepat dan sesuai dalam melaksanakan rencana pembelajaran dalam kurikulum yang telah disusun

Entrepreneurship perlu untuk menciptakan sebuah kegiatan dan yang memiliki pemahaman tentang kebutuhan lingkungan Entrepreneurship harus menciptakan cara-cara baru dan

Program disusun oleh Pengurus MGBK yang merupakan perwakilan beberapa sekolah yang sudah dipilih, kami menyusun program bukan berdasarkan kebutuhan kami tetapi

Guru sebelum merencanakan pembelajaran berbasis TIK perlu mengidentifikasi dan mendiagnosis masalah yang berkaitan dengan kebutuhan integrasi TIK dalam pembelajaran

Hasil dari penelitian ini yaitu: (1) Perencanaan kurikulum sekolah dilakukan sesuai dengan kebutuhan sekolah sekarang dan akan datang, (2) pelaksanaannya media

3) Kegiatan apa yang dilakukan untuk memperkenalkan keberadaan perpustakaan? Belum pernah diadakan kegiatan untuk memperkenalkan perpustakaan melalui promosi