• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Usia Dini Studi Pada Taman Kanak-kanak Bethany School Salatiga T2 942011016 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Usia Dini Studi Pada Taman Kanak-kanak Bethany School Salatiga T2 942011016 BAB IV"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Gambaran Sekolah

(2)

pengetahuan, ketrampilan, dan daya cipta yang diperlukan anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya; Kelima, membantu masyarakat dan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Bethany School resmi berdiri pada tanggal 5 Juli 2005 ini. Sebagai lembaga pendidikan yang belum lama berdiri, Bethany School telah banyak mendapat kepercayaan dari masyarakat dalam hal ini orang tua peserta didik. Hal tersebut dapat dilihat jumlah peserta didik khususnya untuk unit Taman Kanak-kanak di lembaga ini cenderung mengalami kenaikan.

Tabel 4.1 Jumlah Siswa TK Bethany School

Tahun Ajaran Jumlah Siswa

2005/2006 20

2006/2007 38

2007/2008 38

2008/2009 51

2009/2010 58

2010/2011 55

2011/2012 55

2012/2013 57

Sumber: dokumen Bethany School

(3)

luas dari standart yang ada terutama untuk perkembangan kognitif dan bahasa. Hal tersebut dirancang dan dikembangkan untuk mengenalkan anak dengan membaca, menulis dan berhitung sederhana. Untuk bahasa, sekolah ini mengenalkan anak tiga bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Mandarin dan Inggris.

B.

Deskripsi Hasil Penelitian

Dalam bagian ini akan disajikan hasil penelitian dari aspek konteks, masukan, proses dan hasil dari pelaksanaan kurikulum di TK Bethany School Salatiga.

1. Aspek Konteks (Context)

Aspek konteks ini meliputi dua hal yaitu kurikulum atau silabus dan lingkungan pembelajaran.

a. Kurikulum atau Silabus

(4)

Schedule. Untuk Monthly Schedule ini juga akan dibagikan ke orang tua setiap ada wali murid atau parenting class yang diadakan tiap 1 bulan sekali di minggu terakhir dengan tujuan orang tua peserta didik tahu apa saja yang akan dipelajari anak setiap bulannya. Untuk rencana pengelolaan kelas dan rencana penilaian akan masuk sebagai salah satu bagian di RKH.

Dalam wawancara juga, guru-guru mengatakan bahwa persiapan tersebut dilakukan satu bulan sebelum kurikulum tersebut dipakai dalam pengajaran di kelas. Guru-guru yang mengajar di Bethany School bekerja secara tim (team teaching) untuk tiap kelasnya. Untuk TK A yang terdiri dari dua kelas, satu tim terdiri dari dua guru dan untuk TK B yang terdiri dari satu kelas terdapat tiga guru dalam satu tim. Dalam pembuatan kurikulum tersebut dilakukan secara bergiliran.

Seperti yang dikatakan guru yang sudah berpengalaman selama 3 tahun mengajar di TK B:

GB1 :...dibaginya secara perbulan jadi satu bulan sekali satu orang (guru) mengerjakan 3 persiapan itu, daily, monthly, weekly sama materinya sekalian.

Pernyataan itu juga didukung oleh kepala sekolah, meskipun juga diungkapkan bahwa tidak semua guru tepat waktu dalam membuat persiapan mengajar tersebut.

(5)

menjadi tugas mereka. Tapi seandainya pun ada juga yang kelewat gitu, e, kami mengharapkan untuk segala sesuatunya sudah lewat sebelum jam pelajaran dimulai gitu.

Para guru mengatakan dalam pembuatan dan pengembangan kurikulum itu mengikuti tema yang sudah ditentukan dari sekolah dalam program semester yang dibuat kepala sekolah. Tugas mereka adalah mengembangkan dan memilih materi, bentuk kegiatan, dan latihan-latihan soal dari berbagai macam sumber seperti buku, internet, atau dokumen tahun-tahun sebelumnya dengan berbagai penyesuaian. Guru dari TK A mengatakan:

GA1 :Tema sudah dari silabus, kalau materi dan kegiatan biasanya kita mengacu dari materi tahun sebelumnya. Dari acuan tersebut mungkin ada hal-hal yang bisa ditambahkan, atau mungkin kita lihat memang harus dikurangi atau diganti, ya kita ganti sesuai dengan kebutuhan. Juga melihat kondisi masing-masing kelas.

Sejalan dengan hal tersebut dalam wawancara, kepala sekolah membenarkan bahwa untuk kurikulum atau silabus yang berupa menu pembelajaran dan program tahunan/semester menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan guru membuat SKH dan SKM.

(6)

perbedaan kemampuan itu akan ada cara lain yang diterapkan guru ketika anak-anak belajar secara individual dengan guru dan juga guru akan memanfaatkan sebuah kegiatan yang disebut free learning.

GB2 : Kalau selama ini materi tidak dibedakan. Tetapi dalam pelaksanaannya kalau anak itu mengalami kendala hambatan itu nanti akan diberikan seperti tambahan itu lho...jadi maksudnya tambahan waktu, jadi kemampuan dia itu diperkaya. Kalau yang lainnya, kalau yang memang sudah, ya sudah sesuai dengan jadwal pembelajaran. Tapi kalau yang kurang itu biasanya ada free learning itu kan, ditambahin di situ.

Kegiatan ini lebih cenderung dan banyak dimanfaatkan guru untuk membimbing anak dalam perkembangan akademik terutama matematika dan bahasa.

Hal tersebut seperti menanggapi kebutuhan orang tua yang terungkap dalam wawancara dengan OT1, OT2, dan OT3 yaitu menginginkan anak-anak mereka sudah bisa membaca, menulis dan berhitung dengan alasan sebagai dasar atau persiapan masuk Sekolah Dasar (SD).

Meskipun demikian para guru juga

mengungkapkan dalam wawancara bahwa cara

(7)

situasi yang tidak membuat anak stress atau bosan seperti memakai permainan-permainan.

Dalam observasi, penulis juga menemukan contoh bagaimana penanaman konsep dari sebuah materi dilakukan dengan cara yang menyenangkan bagi anak. Di kelas TK A dalam pengenalan penjumlahan dan pengurangan dilakukan dengan metode bermain peran “penjual dan pembeli”. Semua anak bergiliran bermain dalam peran tersebut sebelum akhirnya mereka diberi satu lembar kerja berisi satu pertanyaan penjumlahan atau pengurangan di atas kertas warna-warni yang bebas dipilih anak. Untuk belajar bahasa Inggris, di TK A guru juga melakukan permainan dengan bola. Guru menempelkan kosakata-kosakata yang di beberapa bola kecil, kemudian anak melemparkan bola-bola tersebut ke dalam keranjang sesuai huruf awal atau akhir dari gambar kosakata tersebut.

Kepala sekolah pun mendukung pernyataan para

guru tersebut, dimana dalam wawancara

mengungkapkan bahwa materi-materi yang disampaikan ke anak telah diperiksa lebih dulu untuk dipertimbangkan apakah sesuai untuk anak ataukah tidak sesuai.

(8)

exercise karena tidak hanya dalam unjuk kerja saja yang bisa diberikan tetapi kita bisa observe. Supaya anak-anak juga tidak begitu terbeban.

Pendapat lain yang diberikan oleh kepala sekolah dalam hal materi adalah bahwa bagaimana cara menyampaikan materi tersebut sehingga bisa dikatakan sesuai bagi anak.

KS : Kalau seandainya kita bisa menyiasati, kita memberikan pembelajaran itu tetapi tidak membuat anak stress, tetapi tidak membuat anak merasa ‘waduh aku nggak mau seperti ini’ nah, itu menurutku kok nggak masalah. Nah itu yang sedang kita kelola saat ini dan puji Tuhan, untuk kelas bahasanya atau kelas languagenya anak-anak pun juga merasa enjoy untuk belajar itu, tidak merasa ‘haduh aku nggak bisa’.

Dalam wawancara, para orang tua menyatakan sebagai orang tua mereka diajak terlibat dan ikut mengetahui apa yang akan diajarkan kepada anak dan bagaimana cara pengajarannya dimana diinformasikan sekolah melalui parenting class. Sehingga mereka bisa mengatakan pengalaman-pengalaman belajar atau kurikulum yang akan diberikan ke anak tidak terlalu menekan anak dan memang sudah sesuai porsinya.

b. Lingkungan Pembelajaran

Lingkungan pembelajaran dalam penelitian ini meliputi penciptaan lingkungan pembelajaran dan setting lingkungan pembelajaran.

(9)

nyaman, menarik dan aman oleh hampir sebagian besar guru. Dari pengamatan peneliti memang sekolah ini sudah mempunyai ruang kelas yang nyaman, dilengkapi dengan sarana lengkap. Terdapat pula display-display yang terlihat sesuai untuk dunia anak, alat permainan cukup lengkap dan berwarna-warni, adanya evamat di dalam maupun di playground untuk kenyamanan, keamanan anak serta adanya petugas lain yang ikut membantu mengawasi anak selain guru di luar kelas. Namun, hampir semua guru juga menyatakan ada satu hal yang menjadi kekurangan yaitu halaman sekolah yang berada di luar ruangan atau outdoor. Beberapa guru seperti GA2, GA3, dan GA4 mengatakan bahwa kekurangan itu menyebabkan guru tidak bisa menyiapkan lingkungan bermain di luar ruangan yang terkena sinar matahari langsung atau tempat berkegiatan dan bermain yang benar-benar luas di luar ruangan. Sehingga untuk kegiatan belajar yang seharusnya memerlukan setting di luar ruangan terpaksa dilakukan dalam ruangan. Salah satu guru mengungkapkan yaitu GB2 bahwa anak-anak belajar tidak hanya secara akademis, tetapi juga secara sosial emosional dan juga secara fisik. Tetapi di Bethany School masih kekurangan lahan untuk anak bermain secara outdoor ataupun yang bersinggungan langsung dengan lingkungan.

(10)

belajar mengajar dilakukan di lantai 2. Lantai 2 tersebut dibagi kedalam beberapa ruangan kelas, sebuah perpustakaan, sebuah ruang makan, sebuah ruang kesehatan, tiga toilet dan tempat sikat gigi dan mencuci tangan anak. Sisa ruangan di depan kelas-kelas itulah yang dipakai sebagai playground yang diisi mainan luar ruangan sebagai tempat bermain anak di luar kelas. Semua kegiatan anak berpusat di lantai 2.

Salah satu guru dari TK A yaitu GA1 mengatakan dalam wawancara bahwa hal tersebut tidak mengganggu pembelajaran namun guru tersebut mengakui bahwa akan lebih menyenangkan jika sekolah mempunyai halaman luar. Dalam studi dokumen peneliti menemukan bahwa kurikulum TK Bethany School tetap melakukan kegiatan luar ruangan dengan field trip yang dilakukan sesuai tema. Misalnya di TK B yang dalam bulan tertentu mempunyai tema “alat transportasi” maka kegiatan field trip dijadwalkan mengunjungi stasiun kereta api, terminal bus, dan bandara. Contoh lain misal TK A dengan tema “hewan ternak”, field trip dilakukan mengunjungi sebuah peternakan. Namun, hal tersebut masih dilakukan waktu-waktu tertentu saja.

Dalam setting lingkungan pembelajaran yang berhubungan dengan penataan ruang diantaranya adalah terpadu, area, dan gabungan. Kurikulum TK Bethany School menggunakan setting terpadu atau tematik dimana terdapat tema-tema yang diangkat tiap bulan berdasarkan konsep pengetahuan. Guru mengatakan:

(11)

dengan air. Entah itu artnya, entah itu aktifitasnya. Terus kita juga punya yang namanya field study itu, kita juga,,,field study itu juga bertema, jadi kita sesuaikan dengan tema pada bulan itu...

Apabila sebuah tema dipakai dalam bulan tertentu, maka hampir semua kegiatan akan disesuaikan dengan tema saat itu.

GB2 : Awal ajaran ya, awal tahun ajaran....Kalau untuk apa namanya kelas, kalau kelas itu kan sepenuhnya diberikan tanggung jawab pada guru kelas tersebut, jadi kita yang menentukan, seperti kelas itu mau dibikin tema apa, itu nanti akan disesuaikan dengan pembelajaran ke depannya, sesuai dengan tema-tema pembelajaran...

Seperti bisa dilihat dari hasil wawancara di atas, hal-hal yang berhubungan dengan penataan ruang kelas sebagai tempat belajar anak, merupakan tanggung jawab guru kelas masing-masing dan dilakukan tiap awal tahun ajaran dan mereka menambahkan hal-hal lainnya sesuai tema ketika proses belajar mengajar sudah berlangsung.

(12)

ada. Guru hanya memasang hasil karya anak yang memang dibuat berdasarkan tema tersebut.

2. Aspek Masukan (Input)

Dalam aspek masukan (input) ini akan mencakup tiga hal yaitu guru, siswa, dan sarana prasarana pembelajaran.

a. Guru

Guru sebagai pelaksana kurikulum memegang peranan penting, karena tanpa guru tidak akan terjadi kegiatan pembelajaran. Guru-guru TK Bethany School berjumlah 7 orang, dimana 4 orang bertanggung jawab atas TK A dan 3 orang bertanggung jawab atas TK B. Semua guru berlatar pendidikan strata-1 (S1), enam guru merupakan sarjana pendidikan Bahasa Inggris, dan satu guru merupakan sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).

Dalam wawancara para guru menyatakan bahwa latar pendidikan yang dimiliki mendukung mereka dalam melaksanakan tugas sebagai guru TK. Misalnya dari GA2 menyatakan meskipun pendidikan strata-1 yang dimiliki dari PGSD, merasa terbantu dalam kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar oleh pendidikannya tersebut. GA4 yang mempunyai pendidikan S1 dari pendidikan Bahasa Inggris terdukung

dalam kemampuan pembuatan kurikulum dan

pengembangan aktifitas-aktifitas. Sedangkan guru dari jenjang TK B, yaitu GB2 merasa bahwa latar belakang

pendidikannya sangat mendukung dalam hal

(13)

dalam maupun di luar kelas. Dari contoh-contoh tersebut bisa disimpulkan latar belakang yang dimiliki para guru mendukung kompetensi pedagogis mereka.

Pernyataan-pernyataan guru tersebut didukung oleh kepala sekolah dalam wawancara yang menyatakan bahwa mereka telah memiliki kompetensi-kompetensi yang mendukung sebagai pendidik. Para guru sudah bisa memiliki sikap dan karakter yang baik dikarenakan para guru berasal dari lingkungan keluarga yang tidak bermasalah, bisa bekerja sama dengan baik antara teman kerja dan lingkungan kerja karena dari awal rekrutmen sudah ada penekanan tentang teamwork, serta menguasai bidang pengembangan anak dan mau belajar hal-hal baru dari orang lain. Hanya saja para guru tersebut belum mempunyai pendidikan yang linear dengan pekerjaan mereka yaitu sarjana pendidikan usia dini.

b. Siswa

(14)

sekitar 8 atau 10 anak tersebut. Sehingga guru mampu menguasai dan memahami peserta didik lebih baik. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa perkembangan pada usia TK adalah hal rentan. Apa yang masuk sebagai rangsangan bagi anak dalam pendidikannya harus benar-benar mendapat perhatian. Karena kesalahan pada masa ini akan bisa terbawa dan mempengaruhi perkembangan anak ditahap selanjutnya. Oleh karena itu sangat penting bagi anak untuk mendapat perhatian dan pemahaman oleh guru agar bisa diberikan rangsangan pendidikan yang tepat.

c. Sarana Prasarana

Berdasarkan hasil observasi bisa dikatakan bahwa TK Bethany School tersedia dalam keadaan baik, tidak rusak dan cukup lengkap dalam menyediakan sarana prasarana untuk mendukung proses pembelajaran. Hal tersebut juga didukung oleh guru-guru dalam wawancara yang semuanya menjawab bahwa untuk sarana prasarana sudah terpenuhi dengan baik.

Untuk ruangan-ruangan pendukung pembelajaran yang tersedia adalah ruang kelas berjumlah lima ruang, ruang guru berjumlah 1 ruang, ruang kamar mandi dan WC berjumlah 4 ruang, ruang perpustakaan dan ruang kesehatan masing-masing 1 ruang. Sedangkan yang tidak tersedia adalah halaman outdoor, ruang audiovisual, dan ruang bimbingan.

(15)

rak penyimpanan arsip, rak tas anak, rak buku, rak sepatu, timbangan badan dan termometer, semuanya tersedia dengan kondisi baik dan mencukupi kebutuhan.

Untuk kelengkapan silabus atau kurikulum tersedia lengkap dan Bethany School mengarsipkan dalam bentuk soft file dan hard file untuk menu pembelajaran, SKH, SKM, buku kemajuan belajar anak, dan daftar nilai. Sementara untuk buku persuratan dan daftar hadir anak didik dalam bentuk hard file.

Untuk alat permainan edukatif, sekolah ini telah memfasilitasi peserta didik dengan baik. Alat-alat permainan edukatif di dalam maupun di luar kelas tersedia hampir lengkap dan dalam keadaan baik. Hanya beberapa hal yang tidak tersedia karena sekolah ini tidak mempunyai tempat di luar ruangan seperti bak pasir, terowongan dan kolam renang.

Sarana prasarana berupa kelengkapan kehidupan sehari-hari yang dipunyai sekolah ini adalah peralatan sikat gigi dan sabun untuk mencuci tangan serta peralatan ibadah berupa alkitab anak. Sedangkan untuk peralatan makan dan minum mereka tidak menyediakan dengan penjelasan bahwa anak akan berada di sekolah sampai pukul 11.00 dan pukul 12.00 dan anak membawa bekal sendiri dari rumah.

(16)

Sarana pendukung bahan pustaka yang dimiliki sekolah ini berupa buku-buku cerita yang ditempatkan di perpustakaan dan buku-buku yang kadang dipakai sebagai sumber pembuatan materi oleh guru serta fasilitas internet.

Yang terakhir, sarana untuk portofolio seperti tempat menempel hasil menggambar anak, hasil karya anak ada di tiap kelas. Para guru memanfaatkan sisi dinding ruangan. Sedangkan untuk meletakkan hasil kerja anak yang tidak bisa ditempel, tidak ada tempat khusus, hanya diletakkan di atas rak atau locker tas atau mainan anak. Begitupun dengan tempat meletakkan foto aktifitas anak, sekolah ini belum mempunyai.

3. Aspek Proses (Process)

Data hasil penelitian untuk aspek proses dibagi dalam beberapa hal, antara lain: strategi instruksional, metode yang digunakan, media pembelajaran yang digunakan, interaksi warga belajar, ketepatan dan kesesuaian rancangan langkah-langkah pembelajaran, serta penilaian hasil pembelajaran.

a. Strategi Instruksional

(17)

Dalam hal perhatian terhadap individu, guru yang sudah empat tahun mengajar di TK A mengungkapkan bahwa hal tersebut akan disesuaikan dengan karakter anak. Guru lain yang sudah mempunyai masa mengajar yang sama mengatakan bahwa apabila dalam proses belajar dalam hal ini pengenalan konsep kepada anak melalui permainan atau penjelasan yang dilakukan secara klasikal, seperti dalam belajar bahasa dan matematika, ilmu pengetahuan, seni, dan lain-lain maka guru akan memberikan perhatian yang sama. Namun, untuk hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan anak dalam sosial emosional atau karakter anak, maka akan diberikan perhatian yang berbeda-beda pada setiap anak.

Dalam observasi di kelas TK B, peneliti menemukan hal yang sejalan dengan pernyataan-pernyataan tersebut. Ketika penyampaian konsep dan bermain, guru memperhatikan anak secara menyeluruh. Tetapi ketika ada 3 anak yang terlihat tidak bermain dengan bagus dan terlibat konflik, guru memanggil mereka, menanyai permasalahan dan membantu menyelesaikan masalah tersebut.

Seorang guru yang sebelumnya mengajar di jenjang playgroup dan sekarang mengajar TK B memberikan jawaban yang melengkapi pernyataan sebelumnya.

(18)

didalam kelompok itu akan mengajari kelompok itu aja.

Yang dimaksud guru tersebut berdasarkan hasil observasi adalah bahwa dalam proses belajar mengajar, pada saat anak belajar hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan akademis, mereka akan juga menerima bimbingan secara individu dari guru. Anak akan dipanggil satu persatu mengerjakan lembar, membuat sesuatu, mengerjakan sesuatu, atau melakukan percobaan dengan mendapat bimbingan dari guru. Anak-anak dibagi dalam jumlah tertentu dengan mendapat satu guru pembimbing dengan harapan guru bisa memberikan perhatian lebih detail pada setiap perkembangan anak dalam proses belajar mengajar.

Dalam hal organisasi kelas, guru-guru dalam wawancara menyatakan bahwa mereka melakukan organisasi kelas secara berbeda-beda menyesuaikan dengan kegiatan. Guru baru di TK B menjelaskan salah satu organisasi kelas yang dilakukannya seperti berikut.

(19)

Menurut jawaban wawancara diatas adalah, untuk mengerjakan lembar kerja atau tugas dengan bimbingan individual dari guru, anak akan mengerjakan bergiliran di meja dengan guru. Sementara masing-masing guru membimbing satu anak di meja, anak-anak lain bermain di dalam kelompok yang telah di atur sebelumnya berdasarkan aturan tertentu. Misal berdasarkan warna evamat atau berdasarkan guru pembimbingnya. Jadi selain berdasarkan jenis kegiatan, dalam mengatur kelas guru juga sering mengggunakan kegiatan kelompok.

Dari hasil pengamatan di kelas TK A dan TK B pun menunjukkan hal yang sama. Misalnya, sebelum kegiatan awal, anak diperbolehkan bermain dengan mainan-mainan edukatif yang telah disediakan. Dilanjutkan kegiatan awal, dimana di TK Bethany School dikenal sebagai morning circle, maka guru mengajak anak untuk duduk dan membuat lingkaran besar di atas evamat. Sedangkan untuk kegiatan inti saat guru harus menanamkan konsep seperti dalam belajar matematika atau bahasa, anak diperintahkan duduk di tikar menghadap whiteboard atau melingkar menghadap guru. Begitupun apabila kegiatan intinya berupa permainan atau percobaan-percobaan dalam belajar ilmu pengetahuan atau di TK Bethany School dikenal dengan experiment, maka anak akan diatur, apakah akan berdiri, duduk berhadapan, duduk melingkar, duduk menunggu giliran, semua langsung terlibat, secara individu atau berkelompok.

(20)

kelas dalam hal inisiatif. Hampir sebagian besar guru mengendalikan anak untuk menerima apa yang disampaikan, terutama saat mereka belajar matematika dan bahasa. Kemudian ketika anak menyampaikan respon terhadap apa yang disampaikan, atau ketika anak mengerjakan tugas yang diperintahkan, tidak semua guru mendorong dan memuji respon tersebut.

Namun demikian, ada juga kegiatan yang tidak sepenuhnya menggunakan ide dari guru, seperti misalnya dalam belajar mengenal berbagai jenis lagu, dimana anak akan di kenalkan ada jenis lagu nasional, lagu daerah, lagu gereja, dan sebagainya. Misalnya, pada saat pengamatan di kelas TK A sedang belajar lagu gereja. Guru menstimulasi anak supaya mereka menyebutkan lagu-lagu yang merupakan jenis tersebut. Kemudian jawaban dari seorang anak akan dipertanyakan kebenarannya didepan anak-anak lain. Jadi guru mencoba mempertanyakan ide atau jawaban tersebut dengan pendapat dari anak lain, walaupun guru tetap yang memutuskan apakah jawaban itu benar atau tidak. Ketika jawaban itu benar maka lagu itu akan dinyanyikan bersama, ataupun ketika tidak benar mereka harus mencoba lagi.

(21)

listen to the teacher” (Kita akan mulai belajar, jadi semuanya harus duduk yang bagus dan mendengarkan guru). Kedua, apabila masih ada anak yang tidak bisa mengikuti perintah tersebut, akan ditegur secara individual dan lebih tegas. Ketiga, ada konsekuensi yang akan diterima anak, apabila masih tidak bisa mengikuti perintah sehingga anak itu sendiri tidak memberikan perhatian pada guru dan mengganggu proses belajar mengajar di kelas. Konsekuensi yang harus diterima anak adalah sad face (sticker berupa gambar ekspresi wajah sedih). Guru akan memberikan sad face tersebut di papan nama yang sudah disediakan, yang artinya hari itu anak tidak akan mendapat reward yang berupa sticker atau stempel pada saat jam sekolah selesai nantinya.

Dalam wawancara dengan guru dari jenjang TK A juga mengatakan hal yang seiring dengan hasil observasi.

GA2 : Kalau ada anak yang interrupt (mengganggu), kalau saya didengarkan dulu, terus habis itu kalau interupsinya mengganggu temannya ya berusaha untuk menasihati dengan cara ya menasihati tadi dengan metode penghitungan. Istilahnya berapa kali menginterupsi, nanti kalau udah 3 kali udah out limit ya ada punishment, konsekuensinya.

Guru lain dari jenjang yang sama namun dari kelas yang berbeda juga mengungkapkan hal senada namun terlihat lebih fleksibel.

(22)

kita sampaikan itu masih kita ladeni. Misalnya sedang bible story, kemudian ada yang interrupt tetapi masih ada hubungannya dengan itu, cerita yang kita sampaikan, masih dalam “batas wajar” masih kita ladeni, nggak pa-pa. Tapi kalau memang sudah tidak ada hubungannya sama sekali dengan apa yang kita sampaikan ya memang harus diberikan penjelasan: nanti dulu atau kita kembalikan dia untuk fokus: ayo dengarkan dulu, nanti ceritanya.

Tetapi dalam hasil observasi yang dilakukan penulis di kelas guru tersebut, ketika penjelasan yang dimaksud masih tidak membuat anak memberikan perhatian ke guru atau anak masih terus melakukan sesuatu yang mengganggu kelas, maka konsekuensi sad face pun akan tetap diberikan.

Hasil wawancara dengan guru lain lebih menyampaikan peranan teman sekerja dalam penciptaan iklim belajar.

GA4 : Lha kita kan nggak sendiri di dalam kelas. Jadi kita punya kalau guru mayornya 1 berarti kan ada guru minor, pendampingnya itu. Nah, disini kalau mayornya lagi mengajar sudah memberikan perintah tetapi kalau ada anak yang masih tidak mendengarkan gitu berarti tugas assisten nya yang satu, yang tidak mengajar itu membantu lebih. O, mungkin harus didudukin bersama atau ditemeni atau gimana, itu tugas partner itu tadi.

(23)

b. Metode Pengajaran

Dalam proses belajar mengajar di TK Bethany guru-guru sudah menggunakan berbagai macam metode pengajaran. Metode tersebut telah dirancang sebelumnya dalam silabus. Sebagai contoh yang didapat dari hasil wawancara dan pengamatan adalah metode bernyanyi untuk kegiatan awal (morning circle); demonstrasi dan praktik langsung untuk kegiatan art (seni), experiment (science/ilmu pengetahuan); cerita/mendongeng untuk kegiatan Bible Story (cerita alkitab), Story Time dan character building; ceramah dan tanya jawab untuk kegiatan belajar matematika dan bahasa. Biasanya, dalam satu kegiatan para guru menggabungkan metode-metode tersebut. Misal guru TK A mengatakan:

GA4 :...biasanya kalau metode bercerita itu ya kalau story time itu. Biasanya kita kan dari buku atau ada setelah nonton gitu terus kita menjelaskan ke anak atau kadang kita juga bawa ava untuk bercerita. Lalu setelah kita bercerita baru ada, e, kita ingin mengetahui kan sampai seberapa anak bisa menangkap cerita kita, ya kita bertanya dan anak-anak menjawab.

(24)

jawab lagi yang mana gambar yang mengandung suara huruf x atau y. Dalam kegiatan ini, guru tidak hanya mengembangkan kemampuan berpikir anak untuk memahami konsep huruf x dan y, tetapi juga menambah kosakata anak dan juga mengembangkan keaktifan dan keberanian anak untuk merespon. Kemudian guru menggunakan metode bermain menggunakan dua keranjang yang ditempeli huruf x dan y dan bola-bola kecil yang ditempeli gambar kosakata-kosakata yang dipelajari sebelumnya. Aturan permainan adalah, anak mengambil bola-bola lalu memasukkan ke keranjang sesuai suara huruf yang dipunyai kosakata dalam bola itu dari jarak tertentu. Anak-anak terlihat sangat bersemangat menunggu giliran mereka melakukan permainan itu. Dalam metode ini guru juga mengembangkan kemampuan motorik kasar anak.

Selain variasi metode pengajaran, ketepatan metode dengan kegiatan dan topik juga penting. GA2 menyatakan bahwa ketika respon yang ditunjukkan anak tidak aktif atau anak tidak memperhatikan pengajaran, bisa diartikan metodenya tidak menarik atau tidak cocok. Hasil wawancara lain juga mengungkapkan hal yang sama:

GB1 : biasanya kita lihatnya dari hasilnya sama selama pembelajaran itu bagaimana anaknya kepada e, maksudnya tanggapan anak-anak kepada apa yang kita lakukan itu. Kalau ternyata mereka antusias, berarti kan itu, it works, gitu. Cuma kalau kelihatannya mereka juga nyantai-nyantai aja, berarti kan itu tidak bekerja gitu.

(25)

tidak untuk sebuah kegiatan adalah dari respon atau hasil yang diterima dari anak-anak.

Sehubungan dengan hal tersebut kepala sekolah menyampaikan bahwa, seharusnya metode pengajaran sudah sesuai dengan yang dihimbau. Alasannya adalah bahwa untuk metode pengajaran telah diperiksa dan diperbaharui kepala sekolah sebelum diterapkan pada pengajaran.

c.Media Pembelajaran dan Alat Permainan Edukatif (APE)

Dari hasil observasi, TK Bethany School menyediakan media pembelajaran yang masih dalam kondisi baik dan mendukung proses belajar. Misalnya whiteboard dan marker yang disediakan untuk tiap kelas; Liquid Crystal Display (LCD) dimana untuk penggunaannya di atur secara bergiliran karena jumlahnya hanya 1 unit; untuk komputer, masing-masing guru telah memiliki sendiri, sehingga untuk pengajaran di dalam kelas mereka bisa bebas menggunakannya untuk menggantikan peran kaset video dan pemutarnya (VCD dan VCD player) atau televisi yang tidak tersedia di sekolah. Untuk video-video yang digunakan dalam pengajaran, guru mendownload dari internet disesuaikan dengan jenjang kelas anak.

(26)

pelajarannya, misalnya kalau cerita/mendongeng menggunakan LCD karena anak akan lebih antusias saat menonton. Kalau untuk belajar matematika, terkadang guru hanya menggunakan papan tulis atau whiteboard saja, kemudian dilanjutkan permainan menggunakan APE. Guru-guru dari TK A memberikan tambahan penjelasan dalam wawancara bahwa ketika mereka mengacu pada pengalaman, misalnya menggunakan media atau APE tertentu dan itu menarik untuk anak,

mereka akan menggunakannya lagi atau

mengembangkannya. Begitu pula sebaliknya ketika media atau APE tersebut tidak menarik anak atau sudah terlalu sering digunakan akan diganti dan dibuat lagi yang baru.

Dalam persiapan media atau APE untuk pengajaran di kelas, guru di TK Bethany School sudah melakukan persiapan terlebih dahulu minimal 1 hari sebelum media atau APE itu akan dipakai di kelas, terutama untuk APE-nya. Namun, dalam wawancara juga terungkap bahwa meskipun telah dipersiapkan sebelumnya, terkadang penggunaan media atau APE tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal itu menurut salah satu guru karena media atau APE yang rusak, ataupun karena penggunaan media atau APE dianggap akan memerlukan waktu yang melebihi alokasi sebenarnya. Salah satu guru memberikan contoh:

(27)

anak-anak mengalami kesulitan, maka kita membuat, kita permudah…

Menurut guru tersebut solusi yang dilakukan adalah guru melakukan bagian-bagian yang sulit atau tidak sesuai kemampuan anak kemudian anak akan mengerjakan bagian yang sesuai kemampuan mereka. Guru lain mengatakan bahwa ketika tidak bisa menggunakan media atau APE yang sudah direncanakan sebelumnya, maka kegiatannya akan ditukar dengan kegiatan hari berikutnya terlebih dahulu atau guru langsung membuat kegiatan baru secara spontan.

Beberapa kesulitan lain yang dihadapi guru dalam persiapan media termasuk juga APE ini. Empat guru menyatakan faktor waktu, dua guru menyatakan kemampuan atau ketrampilan guru, dan satu guru menyatakan ketersediaan bahan untuk pembuatan APE. Guru terpancang pada bahan yang sudah ada dan harus sekreatif mungkin menggunakan hal tersebut, apabila ingin membeli bahan lain harus mendaftar barang-barang yang diperlukan tersebut dan diajukan ke administrasi. Hal tersebut memakan waktu.

Masalah APE ini juga dibenarkan dalam wawancara dengan kepala sekolah:

(28)

bukan AVA-nya tetapi yang penting poinnya masuk untuk anak-anak’.

Jadi meskipun media telah cukup lengkap dan ada persiapan dalam pemanfaatannya, termasuk juga pembuatan APE, namun tetap ada hambatan atau kesulitan yang dihadapi guru.

d.Interaksi dalam Proses Belajar Mengajar (PBM)

(29)

berinteraksi nonverbal seperti memberikan senyuman, memeluk, mengadakan kontak mata, duduk sejajar dengan anak, sehingga guru menempatkan diri sejajar sebagai teman.

Dalam setiap kegiatan, semua anak terlibat. Hal ini ditemukan penulis pada saat melakukan observasi di kelas. Sementara, dalam wawancara sebagian besar guru mengakui bahwa dalam belajar mengajar masih cenderung banyak melibatkan peran guru namun kesenjangan itu tidak terlalu besar. Dua guru dari TK A dan TK B memberikan penjelasan yang hampir sama GA1 dan GB3 menjelaskan bahwa terkadang hal itu dipengaruhi tingkat kecepatan anak menerima materi yang diajarkan. Ada anak yang bisa memahami penjelasan guru dengan cepat akan merespon lebih cepat pula. Namun ada juga anak yang kurang bisa menangkap materi atau penjelasan guru dengan cepat atau mereka bisa memahami namun tidak percaya diri karena malu atau takut salah sehingga tidak berani memberikan respon. Berdasarkan observasi pun, memang beberapa anak selalu aktif dalam merespon dan mengikuti kegiatan di kelas, namun beberapa masih terlihat diam ataupun merespon hanya bila ditunjuk oleh guru.

Untuk kasus seperti itu, guru telah mempunyai solusi yang dijalankan selama ini. Salah satu contoh yang diperoleh dari wawancara dengan guru adalah:

(30)

misalkan experiment mereka bisa langsung merasakan atau terlibat gitu.

Sebagian besar guru memberikan jawaban yang mendukung contoh tersebut bahwa untuk memotivasi mereka adalah dengan pemberian kesempatan untuk lebih sering memberikan pendapat, tampil didepan kelas, lebih banyak terlibat dalam kegiatan, memberikan partner sehingga tidak malu ataupun memberikan pujian. Namun dalam observasi di kelas, terlihat ada sebagian guru yang tidak melakukan itu.

e.Ketepatan dan Kesesuaian dengan Kurikulum

(31)

Beberapa guru lain mengungkapkan alasan lain seperti adanya libur mendadak, seminar, ataupun persiapan sebuah acara sekolah. Semisal, TK Bethany School mempunyai acara tahunan berupa Drama Performance. Jadi untuk persiapan latihan anak, rekaman, dan lain sebagainya biasanya akan mengganggu ketepatan dan kesesuaian rencana pengajaran yang telah disusun sebelumnya. Sementara ada juga guru yang mengungkapkan penyebabnya berhubungan dengan materi, media ataupun APE. Seperti media rusak, APE yang sudah direncanakan tidak ada, materi yang ingin disampaikan, misalnya video untuk cerita, tidak ditemukan padahal dalam silabus sudah ditulis.

f. Penilaian Hasil Pembelajaran

Dalam bagian ini, penelitian meliputi dua hal yaitu alat menilai dan ruang lingkup penilaian. Pertama, dari hasil wawancara dan studi dokumen, alat penilaian yang digunakan di TK Bethany School telah mengikuti acuan minimal dari pemerintah yaitu Permendiknas No.58 Tahun 2009 yang meliputi pengamatan, penugasan, unjuk kerja, dan pencatatan anekdot.

(32)

konsep bentuk, warna, ukuran dan pola, serta konsep bilangan, lambang bilangan, dan huruf; 4) Bahasa yang mencakup menerima bahasa, mengungkapkan bahasa, dan keaksaraan; dan 5) Sosial emosional.

Namun untuk pelaporan ke orang tua ruang lingkup penilaian telah dikembangkan dalam bentuk yang berbeda. Kemudian juga antara TK A dan TK B ditemukan sedikit perbedaan. Untuk TK A ruang lingkup penilaian dibagi kedalam beberapa kategori seperti (1) akademik yang meliputi perkembangan matematika, bahasa (Inggris dan Mandarin), seni, warna (kemampuan membedakan warna); (2) perkembangan fisik; (3) perkembangan sosial dan karakter; (4) interest (ketertarikan). Sedangkan untuk TK B dalam akademik untuk perkembangan bahasa di tambah satu bahasa lagi yaitu Bahasa Indonesia dan juga ada penilaian tentang pengenalan teknologi informasi. Lebih lengkapnya, disajikan dalam Tabel 4.2.

(33)
(34)

- Bergerak pada

Sumber: dokumen Bethany School (dokumen asli berbahasa Inggris)

Dalam studi dokumen ditemukan juga bahwa penilaian terdiri dari penilaian deskriptif dan penilaian angka. Penilaian angka ini berasal dari penilaian guru yang di istilahkan seperti excellent bila anak mampu mencapai tujuan pembelajaran dengan nilai angka 5, very good bila anak mampu mencapai tujuan pembelajaran namun ada sedikit hal yang belum dikuasai dengan nilai angka 4, good bila anak mampu mencapai tujuan pembelajaran namun ada beberapa hal yang masih dibantu guru dengan nilai angka 3, average bila anak tidak mencapai tujuan pembelajaran dan

harus di bantu guru dalam melakukan

tugas/evaluasinya dengan nilai angka 2, dan Need Improvement apabila anak tidak bisa mencapai tujuan pembelajaran meskipun telah dibantu oleh guru dengan nilai angka 1 s.d 0.

(35)

yang dilakukan anak di sekolah pada hari itu; General Observation Review adalah penilaian deskriptif tentang perkembangan kognitif (Matematika) dan bahasa (Inggris, Bahasa Indonesia dan Mandarin) berdasar pada hasil review. Review adalah alat evaluasi yang diberikan kepada anak untuk melihat bagaimana pemahaman anak pada setiap perkembagan terutama konitif dan bahasa dalam menangkap materi dan dilakukan tiap akhir bulan; dan Student Developmental Report merupakan laporan penilaian anak yang dibuat satu semester sekali meliputi perkembangan moral dan agama, kognitif, bahasa, sosial emosional, kemandirian, ketrampilan motorik, dan ketertarikan anak dalam seni.

Sedangkan penilaian dengan angka meliputi Daily Scoring Report yaitu penilaian yang diambil dari kegiatan atau latihan yang dikerjakan anak setiap harinya meliputi perkembangan akademik dan interest yang dijelaskan dalam Tabel 4.2; Review Scoring Report merupakan nilai rata-rata selama 1 semester dari hasil nilai rata-rata review tiap bulan untuk tiap perkembangan kognitif dan bahasa; dan Monthly Scoring Report adalah nilai rata-rata bulanan yang didapat dari nilai Daily Scoring Report dan nilai rata-rata review tiap bulan yang meliputi semua perkembangan akademik dan interest (Tabel 4.2).

Laporan penilaian ke orang tua tiap akhir semester

dalam bentuk buku raport meliputi semua

(36)

laporan deskriptif sehingga orang tua mengetahui, misalnya, bagaimana perkembangan anaknya bisa sehingga mendapat nilai average. Semuanya dilaporkan berdasarkan penilaian-penilaian yang telah dilakukan sebelumnya. Kemudian guru menuliskan juga saran-saran ke orang berhubungan dengan hasil yang diperoleh anak ataupun membicarakan hasil tersebut secara lisan. Misalnya pada saat penerimaan raport untuk akhir tahun ajaran, seperti yang diungkapkan oleh GB1 dan GB2 dalam wawancara.

4.Aspek Hasil (Product)

(37)

Tabel 4.3 Jumlah Anak dengan Nilai Average dan

Need Improvement pada Buku Raport Semester 1 Th. 2012/2013

Bahasa (Inggris) 16 Bahasa Inggris Bahasa

Indonesia

8 7

Seni 14 Seni 4

Interest 15 Teknologi

(38)

pada semester 1 untuk lingkup perkembangan Bahasa Inggris, misalnya, ada 8 anak yang tidak menguasai semua tingkat perkembangan atau tidak mencapai semua tujuan pembelajaran. Bisa saja anak menguasai tingkat perkembangan ‘berbicara’ namun tidak dengan ‘menulis’, dan seterusnya.

Mengenai hasil tersebut guru mengungkapkan dalam wawancara bahwa hal itu memang terjadi, ada guru yang mengatakan pendapat bahwa hal tersebut tidak terlalu bermasalah karena tujuan pembelajaran yang dikembangkan di Bethany School lebih luas dari sekolah lain. Misalnya ada sekolah lain yang belum menyampaikan materi tertentu, Bethany School sudah menyampaikan atau mengenalkan pada anak. Guru lain dari jenjang TK A mengungkapkan hal yang sama dengan alasan lain.

GA4 :...biasanya kalau dari lulusan gitu hanya satu/dua yang memang tidak mencapai perkembangan, beberapa perkembangan, tidak seluruhnya tidak bisa dicapai. Memang anak kan talentanya sendiri-sendiri, biasanya di akademis ya, misalnya di math dia lemah tapi languagenya dia ok, atau language-nya dia lemah tapi kadang malah dia bagus motorist skill-nya.

(39)

harus dikuasai tersebut. Ataupun alasan lain adalah bahwa anak memang tidak harus menguasai semua perkembangan dengan sempurna karena perbedaan kemampuan maupun bakat yang dimiliki. Seperti yang diungkapkan oleh kepala sekolah dalam wawancara:

KS : kalau untuk masalah akademis, karena memang standart kami lebih tinggi dibanding TK-TK lain dimana mereka hanya bisa berhitung 10 padahal kami sudah sampai 1-50. Kalau ternyata ada anak yang tidak sesuai dengan standart misal 50 pun berarti kan mereka sudah 1 standart dengan yang lainnya. Jadi tidak begitu terlalu yang ketinggalan. Kalau untuk membaca seandainya, kan ini membacanya juga untuk pengenalan. Dalam pengenalan dalam membaca ini, anak-anak kalau untuk mengenalnya sudah tapi mungkin waktu keluar dari TK belum lancar.

(40)

C.

Pembahasan

1.Evaluasi Konteks (Context)

Evaluasi konteks dilakukan pada aspek kurikulum dan lingkungan pembelajaran.

a.Kurikulum atau Silabus

Berdasarkan data yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa peran guru dalam pembuatan silabus di TK Bethany School sebagai persiapan pembelajaran adalah dalam pembuatan satuan kegiatan mingguan (SKM), kemudian dari SKM dijabarkan dalam satuan kegiatan harian (SKH) dimana di dalamnya termasuk rencana pengelolaan kelas dan penilaian. Penyusunan berdasarkan program tahunan/semester yang dikembangkan kepala sekolah berdasarkan standar minimal dari Permendiknas No.58 Tahun 2009. Hasil data tersebut sejalan dengan hasil penelitian Fauziyyah, dkk (2008) yaitu seorang guru sebelum melakukan proses pembelajaran harus membuat pemetaan, silabus, program tahunan, program semester, program mingguan dan program harian yang didalammya sudah terencana mengenai tujuan, bahan ajar, waktu, media, strategi, dan bagaimana mengevaluasinya, termasuk bagaimana apabila tujuan tidak tercapai.

(41)

pembelajaran berupa: Perencanaan Semester, Rencana Kegiatan Mingguan (RKM), Rencana Kegiatan Harian (RKH); 2) Rencana pengelolaan kelas berupa: rencana penataan lingkungan pembelajaran, rencana kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir; 3) Rencana penilaian berupa: rencana bentuk dan teknik penilaian yang akan digunakan.

Dari paparan diatas bisa dikatakan bahwa guru dalam persiapan pengajaran telah melaksanakan tugasnya. Persiapan tersebut sangat berguna dalam pelaksanaan atau penerapan kurikulum dalam pembelajaran. Nantinya guru mampu memberikan pengajaran yang terstruktur dan jelas terarah tujuannya sehingga anak bisa mendapat dan membangun pengetahuan sesuai dengan perkembangan usia mereka.

(42)

pun berperan dalam memeriksa kesesuaian materi

maupun metode yang akan digunakan dalam

pelaksanaan silabus dikelas. Sehingga apa yang disampaikan di kelas benar-benar dalam dunia anak-anak.

Dari data terlihat seperti para guru menekankan pengenalan perkembangan kognitif dan bahasa kepada peserta didik di dalam kurikulum mempunyai porsi lebih dibanding dengan perkembangan lainnya. Bisa saja hal itu terjadi, seperti apa yang dinyatakan Morrison (2012) bahwa TK sedang dalam tahap perubahan dari program yang berfokus pada perkembangan sosial dan emosi menjadi TK yang menekankan nilai akademis, terutama kemampuan baca tulis dini, matematika dan ilmu pengetahuan yang menyiapkan anak untuk berpikir dan memecahkan masalah. Namun, berdasar data itu pula, dapat dikatakan kurikulum TK Bethany School tetap direncanakan dengan pendekatan bermain. Masih sesuai dengan pendapat Morrison (2012) yang mengatakan bahwa semua pengalaman belajar di TK, pertama-tama harus didekati dengan mempertimbangkan kemampuan dan keinginan anak untuk bermain saat belajar. Sejalan dengan itu pula, Maryatun (2011) menuliskan bahwa kegiatan yang dilakukan di PAUD harus diusahakan sebagai kegiatan yang menyenangkan bagi anak dan bermakna menanamkan konsep tertentu.

(43)

diinginkan, (2) menyesuaikan materi yang diberikan, (3) mengikuti suatu urutan yang benar dan (4) berisikan informasi yang dibutuhkan.

Dari beberapa data tersebut diatas diperoleh keterangan bahwa silabus atau kurikulum yang dilakukan di TK Bethany School ini dipersiapkan untuk tidak menimbulkan beban bagi anak meskipun tujuan maupun isinya direncanakan mengikuti perkembangan atau tuntutan pendidikan yang ada. Hal tersebut sangat penting agar anak tidak kehilangan minat belajarnya namun tidak juga mengurangi hak mereka untuk bermain dan mempunyai aktivitas yang menyenangkan namun tetap terarah pada suatu pencapaian perkembangan.

Maka, kurikulum atau silabus di TK Bethany School sebagai aspek konteks merupakan dukungan yang baik bagi pelaksanaan kurikulumnya. Hal ini karena tujuan yang akan dicapai telah direncanakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak. Hal tersebut bisa dilihat dari kurikulum telah dibuat sebelum pembelajaran dilaksanakan, mengikuti kebutuhan anak yaitu menguasai kemampuan calistung namun tetap diusahakan untuk disampaikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan yaitu pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.

b.Lingkungan Pembelajaran

(44)

halaman outdoor. Sehingga guru tidak bisa menyiapkan setting kegiatan pembelajaran termasuk bermain di luar ruangan. Sebagai gantinya, sekolah merencanakan kegiatan field trip berdasarkan tema pembelajaran. Meskipun demikian kegiatan ini belum dilaksanakan maksimal. Sebenarnya, apabila di lihat dari pendapat para guru dan juga fungsi pendidikan menurut Sujiono (2009) mempunyai halaman luar atau berkegiatan di luar ruangan bisa mendukung fungsi pengembangan yang berkaitan dengan pengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak yang bisa dilakukan dengan mengenalkan anak pada dunia sekitar saat mereka berkegiatan di luar ruangan tersebut.

Dari pernyataan-pernyataan itu bisa diketahui bahwa halaman luar yang bisa didukung dengan alat/permainan luar ruangan akan menambah variasi permainan anak daripada hanya didalam ruangan saja sehingga hal tersebut bisa lebih mendukung fungsi bermain. Selain pengalaman bermain anak akan bertambah, anak bisa mengeksplorasi dunianya dan membangun pengetahuannya sendiri dari situasi yang berbeda saat mereka dikelas atau di playground dalam ruang. Anak juga bisa berinteraksi dan bersosialisasi dengan suasana dan keadaan yang berbeda sehingga kemampuan mereka dalam hal itu diperkaya. Oleh karena itu meskipun pihak TK Bethany School menganggap bahwa penyediaan setting belajar luar ruangan tidak mengganggu pelaksanaan pembelajaran namun sebenarnya hal ini penting bagi anak.

(45)

ditulis Kostelnik (dalam Sujiono, 2009) bahwa pengembangan tema dapat didasarkan pada konsep pengetahuan, yaitu (1) konsep sains yang berhubungan dengan tanaman, hewan, kesehatan, dll; (2) konsep Pengetahuan Sosial yang berhubungan dengan tema konsep diri, teman, keluarga, rumah, dan pakaian; (3) Konsep Matematika yang berhubungan dengan tema berhitung dan angka, mengukur; dan (4) konsep bahasa dan seni berhubungan dengan tema bercerita dan musik. Sehingga untuk setting lingkungan pembelajaran pun disusun tematik dan menjadi tanggung jawab guru kelas. Namun, setting tersebut belum terlihat maksimal keterpaduannya terutama dalam hal display di ruang kelas dan pemilihan buku-buku. Sedangkan dalam penelitian Hiryanto, dkk (2011) menuliskan proses pembelajaran dapat berjalan dengan optimal manakala kelompok bermain maupun TPA, memiliki panti belajar atau tempat belajar yang memenuhi kriteria tertentu.

(46)

disediakan. Sehingga apabila guru memilih dan menyediakan buku-buku yang berhubungan dengan tema yang dipelajari dari perpustakaan untuk dibawa ke kelas akan membuat anak “terpaksa” membaca. Selain menumbuhkan minat baca, anak akan belajar memahami topik atau tema dari buku tersebut dengan melihat gambar misalnya. Display baik yang ditempel di dinding maupun diletakkan ditempat-tempat tertentu bisa menjadi hal yang baik juga bagi anak. Anak terbiasa melihat display-display tersebut setiap hari dan akan diingat mereka. Selain itu guru juga bisa memanfaatkan display sebagai APE.

2.Evaluasi Masukan (Input)

a.Guru

Dari data latar belakang pendidikan yang dimiliki, maka guru-guru TK Bethany School belum memenuhi kualifikasi akademik sebagai guru TK. Hal itu bila dilihat dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru:

Guru pada PAUD/TK/RA harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan anak usia dini atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

(47)

No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan profesional sangat penting. Karena menurut Sauri (2010) peserta didik berkualitas tergantung pada sejauh mana guru bisa menjadi seorang pendidik yang memiliki kapasitas dan kompetensi untuk mengarahkan mereka.

Dari berbagai keterangan diatas dapat dipahami bahwa salah satu aspek masukan (input) yang penting bagi pendidikan adalah guru. Guru merupakan sumber pengetahuan, penyedia bahan pembelajaran, dan pendidik. Karena itu sangatlah penting bagi sebuah lembaga pendidikan untuk memiliki guru berkualitas yang menguasai keempat kompetensi yang disyaratkan sebagai pelaksana kurikulum. Oleh karena keberhasilan pelaksanaan kurikulum dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensi guru dalam melakukan rencana-rencana pengajaran tersebut. Data menunjukkan bahwa di TK Bethany School telah hampir memenuhi hal tersebut. Dikatakan hampir karena masih ada yang harus ditingkatkan yaitu jenis pendidikan para guru serta kemampuan pedagogis beberapa guru dalam menyiapkan APE dan menjalankan peran sebagai motivator.

(48)

jalur pendidikan usia dini yang disyaratkan, sehingga lebih lagi bisa memenuhi kompetensinya terutama pedagogis dan profesional.

b.Siswa

Usia peserta didik atau siswa di TK Bethany School untuk TK A adalah 4 - < 5 tahun dan TK B adalah 5 - < 6 tahun. Hal tersebut telah sesuai dengan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada bagian Pendahuluan bahwa penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhaful Alfal (RA) menggunakan program untuk anak usia 4 - < 6 tahun. Usia yang tepat tersebut penting karena kurikulum atau program kegiatan usia dini digunakan untuk mengembangkan seluruh kemampuan anak sesuai tahap perkembangannya (Albrecht dan Miller dalam Sujiono, 2009).

Selain itu menurut Permendiknas No.58 Tahun 2009 juga bahwa untuk peserta didik sebanyak 20 anak harus mempunyai satu guru pembimbing. Di TK ini rata-rata 1 guru hanya membimbing antara 8 sampai 10 anak.

(49)

pada standar perkembangan untuk anak usia TK dari depdiknas, disampaikan kepada anak dengan tahap perkembangan yang sesuai. Selain itu dengan guru pembimbing dan jumlah murid yang tidak terlalu banyak, setiap anak diharapkan bisa mendapat perhatian dan bimbingan yang maksimal dari guru.

c.Sarana Prasarana

Secara umum sarana prasarana yang mendukung pelaksanaan kurikulum di TK Bethany School ini tersedia cukup lengkap dan dalam kondisi baik. Sarana prasarana ini mencakup ruangan, sarana pendukung kerja dan pembelajaran, kurikulum atau silabus, alat permainan edukatif, kelengkapan kehidupan sehari-hari, media audiovisual, bahan pustaka, dan sarana portofolio. Ada hal-hal yang belum bisa disediakan oleh sekolah namun dirasakan tidak sampai mengganggu proses belajar mengajar. Misalnya halaman luar, ruang audiovisual dan ruang bimbingan.

(50)

Sehingga bisa dikatakan bahwa kelengkapan sarana prasarana mampu menjadi faktor pendukung pelaksanaan pembelajaran dan hasil yang diharapkan. Oleh karena itu sangat penting bagi lembaga pendidikan untuk memperlengkapi sarana prasarana tersebut. Melihat keadaan sarana prasarana di TK Bethany School tersebut, bisa dikatakan baik dalam mendukung proses pembelajaran yang efektif. Selain lengkap dan dalam kondisi baik, kekurangan yang dihadapi juga telah disiasati sehingga tidak mengganggu proses belajar mengajar. Misalnya, di TK ini tidak mempunyai halaman luar ruangan, namun ada kegiatan field trip atau penggunaan playground sebagai tempat aktivitas luar ruangan. Namun demikian kegiatan seperti field trip tersebut perlu ditambah kuantitasnya, sehingga anak bisa lebih lagi beraktivitas di luar ruangan sambil belajar.

(51)

3.Evaluasi Proses (Process)

Menurut Mulyasa (2008), pelaksanaan kurikulum adalah suatu proses penerapan ide, konsep dan kebijakan kurikulum dalam aktivitas pembelajaran sehingga peserta didik menguasai kompetensi tertentu sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Ada beberapa aktivitas dalam proses ini yang berpengaruh pada hasil.

a.Strategi Instruksional

Dalam memberikan perhatian guru melakukan variasi berdasarkan kegiatan dan masalah yang dihadapi anak. Misalnya dalam bermain atau penanaman konsep, perhatian diberikan secara umum dan sama pada semua anak. Namun untuk masalah akademik terutama berhitung dan bahasa, sosial emosional dan karakter, guru memberikan perhatian secara individual. Begitupun dalam organisasi kelas guru juga mendasarkan variasinya pada jenis kegiatan. Di dalam kelas guru banyak menggunakan perintah untuk membuat anak mendengarkan apa yang disampaikan. Ada guru yang

mendorong dan memotivasi anak, misalnya

menggunakan inisiatif atau ide anak dan memuji anak saat berhasil melakukan tugas. Namun ada juga guru yang tidak melakukan itu.

(52)

diberikan dalam bentuk pujian, sticker atau stamp, sedangkan konsekuensi dengan pemberian sticker sad face. Penciptaan iklim belajar lain adalah dengan peranan teman atau partner dalam satu tim.

Dilihat dari apa yang dilakukan para guru di TK Bethany School pada saat pembelajaran maka bisa dikatakan guru menanamkan konsep dengan tetap memperhatikan kenyamanan belajar anak. Hal tersebut seperti dalam beberapa model pengajaran untuk Taman Kanak-kanak yang ditulis Sujiono (2009). Misalnya model kelas berpusat pada anak, model beyond center and circle time (BCCT), dan model bermain kreatif berbasis kecerdasan jamak. Model-model tersebut mempunyai prinsip-prinsip yang mengutamakan kebutuhan anak yang sesuai juga dengan Permendiknas No.58 Tahun 2009 yaitu bahwa prinsip pembelajaran PAUD berpusat pada anak. Prinsip-prinsip itu antara lain: pertama, pengelolaan kelas yang bebas dan memperhatikan kebutuhan anak. Kedua, menempatkan setting lingkungan main sebagai pijakan awal penting. Ketiga, peran pendidik sebagai fasilitator, motivator, dan evaluator. Keempat adanya pemberian pijakan sebelum dan setelah anak bermain. Kelima dalam bermain, anak diberi kebebasan untuk berimajinasi, bereksplorasi, dan menciptakan suatu bentuk kreatifitas yang unik. Keenam, guru juga tetap mengelola kelas dengan demokrasi, saling menghargai, kepedulian dan kehangatan.

(53)

fasilitator guru menyediakan dan mengusahakan strategi instruksional untuk kenyamanan dan keberhasilan belajar anak bukan semata-mata untuk menanamkan suatu konsep pada anak. Guru bebas melakukan berbagai strategi seperti memberi pijakan belajar atau menciptakan kondisi kelas sehingga anak belajar beradaptasi dengan pemberian aturan-aturan tertentu. Tetapi dalam penciptaan itu harus mempertimbangkan kebutuhan anak pada usia TK. Sebagai motivator guru memberikan berbagai bentuk dorongan kepada anak

untuk bisa berkembang dalam kemampuan,

pengetahuan maupun kepribadian. Sehingga baik apabila di TK Bethany School guru-guru telah mempunyai strategi instruksional yang berpusat pada kebutuhan anak seperti ditunjukkan oleh data. Namun, masih diperlukan perubahan pada beberapa guru yang belum bisa memenuhi tugasnya sebagai motivator yang baik bagi anak. Mereka bisa lebih lagi meningkatkan perhatian kepada anak, memberikan pujian untuk hasil kerja anak, mendengarkan pendapat mereka, maupun melakukan pendekatan pribadi kepada anak.

b.Metode Pengajaran

(54)

belajar yang berfungsi memotivasi dan menggairahkan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran.

Syaodih (2008) juga mengutip dua pendapat pertama dari Krin Villien seorang konsultan pendidikan anak usia dini dari Bank Dunia yang mengungkapkan bahwa kegiatan pembelajaran TK di Indonesia lebih bersifat akademik dimana anak lebih banyak duduk di bangku seperti sekolah dasar. Sedangkan kutipan ahli kedua yaitu Froebel yang mengungkapkan bahwa jika orang dewasa mampu menyediakan suatu “taman” yang dirancang sesuai dengan potensi dan bawaan anak, maka anak akan berkembang secara wajar.

(55)

melulu satu metode bisa membantu anak hanya mengembangkan satu kemampuan.

Misalnya yang dilakukan di TK Bethany dalam belajar bahasa di kelas TK A yang ditulis sebelumnya. Menurut Morrison (2012) murid TK berada dalam masa perkembangan kecerdasan dan bahasa yang sangat pesat. Mereka memiliki kapasitas besar untuk belajar kata-kata baru. Kemudian menurut Piaget (dalam Puteh dan Ali, 2011) juga mengatakan bahwa pada peringkat praoperasional (umur 2-7 tahun) kemahiran bahasa anak-anak berkembang dengan cepat dan dapat diasah melalui berbagai aktivitas. Jadi akan sangat bagus bagi anak jika dalam belajar sebuah tingkat perkembangan, ada variasi metode yang menghasilkan variasi kegiatan seperti yang telah dilakukan tersebut.

c.Media Pembelajaran dan Alat Permainan Edukatif (APE)

(56)

Suyanto (2005) mengatakan bahwa usia dini juga disebut usia emas dimana dalam usia ini, anak sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat baik fisik maupun mental. Dikatakan juga dalam UU No. 23 Tahun 2003 bahwa pendidikan usia dini yang diterima anak adalah rangsangan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan tersebut agar siap untuk memasuki pendidikan lebih lanjut. Berkaitan pula dengan fungsi pendidikan PAUD, terutama fungsi perkembangan maka pengelolaan dan pemilihan media dan APE yang tepat bagi anak sangatlah penting.

Sehingga bisa dikatakan bahwa dengan media yang lengkap seharusnya bisa mendukung proses belajar dengan baik. Pemanfaatan media dan APE yang tepat bisa menjadi penghantar yang baik bagi anak untuk menerima rangsangan perkembangan yang diberikan guru. Dengan media dan APE, apa yang sudah direncanakan dalam kurikulum bisa diberikan ke anak atau peserta didik dengan lebih menarik. Hal itu bisa mendukung anak memahami secara visual pengetahuan-pengetahuan yang diberikan sehingga membantu mengembangkan potensi-potensi mereka untuk bekal persiapan perkembangan dan pertumbuhan selanjutnya.

(57)

diusahakan jauh-jauh hari sudah dilakukan oleh semua guru namun juga ada juga pemeriksaan kembali. Jadi tidak ada APE asal jadi yang penting bisa dipakai menyampaikan konsep ke anak. Selain itu bisa juga diberikan pelatihan kepada guru dalam pembuatan APE, sehingga adanya kemampuan yang merata, bukan cuma beberapa guru yang bisa memberikan APE bagus dan menarik kepada anak. Dengan begitu diharapkan masalah bisa dihindari atau apabila muncul masalah, maka dalam mengantisipasi solusi bukan dengan ide seadanya atau yang akan merugikan anak.

d.Interaksi dalam Proses Belajar Mengajar (PBM)

Di TK Bethany School, interaksi antar anak baik dalam kelompok besar maupun kecil di dalam kelas telah terjalin dengan baik. Namun interaksi antara guru dan anak tidak sebaik itu. Guru berinteraksi dengan anak paling efektif hanya saat belajar individual. Di luar itu guru hanya sesekali berinteraksi dengan semua anak, meskipun itu interaksi nonverbal.

(58)

kompetitif. Karena itu terkadang mereka akan terlibat konflik saat berinteraksi satu sama lain.

Selain itu menurut Sutarmanto (2012), guru harus mampu memahami peserta didik dengan baik pada saat merencanakan dan menerapkan kurikulum. Pengenalan terhadap peserta didik dalam interaksi belajar mengajar merupakan faktor mendasar dan penting agar guru memahami dan menghargai keunikan cara belajar, kebutuhan perkembangan, minat, kemampuan serta karakteristik mereka dan pada akhirnya mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan

Dari beberapa keterangan di atas, maka interaksi antara guru dan anak juga penting dalam pendidikan TK. Sehingga diharapkan interaksi tersebut bukan hanya terjadi saat penyampaian materi tetapi sepanjang hari dimana anak masih berada dalam jam belajar. Guru harus bisa berperan sebagai guru, orang dewasa bahkan sahabat anak pada saat berinteraksi. Sehingga mendukung pemahaman guru akan perkembangan anak didiknya dan juga dalam berbagai peran tersebut mampu mendukung anak-anak pada saat mereka membutuhkan bantuan untuk memecahkan konflik-konflik emosi dan sosial yang sering terjadi pada anak TK.

(59)

mereka atau perkembangan lain. Karena dengan mengenal anak, guru akan memahami anak dan

membantu guru sendiri dalam menerapkan

pembelajaran efektif bagi anak. Misalnya ikut beraktivitas dan bermain dengan anak, memanfaatkan waktu jeda untuk mengobrol dengan anak, dan sebagainya. Karena menurut Catron dan Allen, interaksi yang baik dengan orang dewasa atau sesama anak-anak juga bisa mengembangkan kemampuan berbahasa anak seperti memperluas kosakata, mengembangkan daya

penerimaan serta pengekspresian kemampuan

berbahasa mereka (dalam Sujiono, 2009).

Dalam melaksanakan kurikulumnya, meskipun peran guru di TK ini masih mendominasi, guru telah berusaha melibatkan semua anak dalam setiap kegiatan. Ada beberapa anak yang tidak bisa aktif dalam proses belajar mengajar karena tidak percaya diri ataupun mempunyai sedikit kesulitan dalam memahami konsep. Mengatasi hal tersebut, sebagian besar guru memberikan motivasi dengan memberikan pujian atau lebih banyak kesempatan dalam setiap kegiatan. Seiring dengan prinsip model pembelajaran beyond center and circle time (BCCT) diantaranya pertama, dalam proses belajar mengajar memberikan dukungan penuh kepada anak untuk aktif, kreatif dan berani mengambil keputusan sendiri. Kedua, peran pendidik atau guru sebagai fasilitator, motivator, dan evaluator.

(60)

mengembangkan kepercayaan diri. Ketekunan guru dalam mengusahakan dan mendampingi anak dalam kesulitan belajar juga akan membawa pengaruh yang baik bagi anak. Sehingga apa yang sudah dilakukan oleh sebagian besar guru-guru di TK ini bisa dipertahankan sehingga mereka bisa terus menjadi motivator yang baik bagi anak. Sedangkan guru-guru yang belum menjalankan fungsinya sebagai motivator yang baik, bisa belajar dari guru lain dan menerapkan dalam pengajarannya.

e.Ketepatan dan Kesesuaian dengan Kurikulum

Dalam pelaksanaan kurikulum TK Bethany School, terkadang guru tidak tepat dan sesuai karena beberapa hal. Pertama, situasi kelas yang tidak mendukung iklim belajar, media atau APE yang tidak sesuai dengan rancangan, persiapan acara sekolah, dan acara-acara seperti seminar, lomba, ataupun hari libur yang tidak direncanakan sebelumnya.

(61)

Sehingga ketidaksesuaian pelaksanaan dengan perencanaan akan mengganggu pencapaian tujuan berupa kompetensi-kompetensi perkembangan anak. Untuk hal-hal yang bisa di perkirakan sebelumnya, seharusnya bisa dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum di TK ini. Misalnya acara-acara sekolah yang sudah rutin dilakukan sehingga dalam persiapannya tidak harus mengurangi atau mengganggu terlaksananya kurikulum atau malah sudah memasukkan kegiatan-kegiatan tersebut ke dalam kurikulum. Sedangkan untuk hambatan kondisi kelas, guru bisa belajar dari pengalaman-pengalaman bagaimana mengorganisasikan kelas sehingga bisa menciptakan iklim belajar dengan lebih efektif. Begitupun dengan media atau APE, bisa melakukan persiapan lebih baik lagi sehingga ada waktu untuk kembali melakukan pengecekan sebelum dipakai pada pembelajaran.

f. Penilaian Hasil Belajar

(62)

penugasan, unjuk kerja dan pencatatan anekdot. Lingkup penilaiannya mencakup seluruh tingkat pencapaian perkembangan dalam acuan minimal dengan dikembangkan dalam kategori yang berbeda dalam pelaporannya ke orang tua. Penilaian sendiri dilakukan dalam bentuk deskripsi dan angka 0 sampai 5 dengan kategori tertentu untuk tiap angka.

Demikian juga dalam hal pengelolaan hasil, dalam Permendiknas No.58 Tahun 2009 disebutkan: (a) pendidik membuat kesimpulan dan laporan kemajuan anak berdasarkan informasi yang tersedia; (b) pendidik menyusun dan menyampaikan laporan perkembangan anak secara tertulis kepada orang tua secara berkala, minimal sekali dalam satu semester; (c) Laporan perkembangan anak disampaikan ke orang tua dalam bentuk laporan lisan dan tertulis secara bijak, disertai saran-saran yang dapat dilakukan orang tua dirumah. Para guru di TK Bethany juga telah melakukan penilaian secara harian kemudian dihitung dan disusun dalam bulanan dan dalam satu semester. Hasilnya dilaporkan ke orang tua tiap akhir semester disertai saran-saran yang berhubungan dengan hasil tersebut.

(63)

Dari berbagai penjelasan diatas, maka aspek proses yang merupakan inti dari pelaksanaan kurikulum ini bisa dikatakan telah terlaksana dengan berbagai variasi didalamnya yang ditujukan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan di TK Bethany School. Namun juga ditemukan beberapa hambatan yang membuat proses-proses dalam implementasi kurikulum ini tidak berjalan seperti seharusnya. Seperti dalam strategi instruksional dimana beberapa guru belum menjadi motivator yang baik bagi anak; dalam pemanfaatan APE, ada beberapa guru yang belum memiliki kemampuan yang baik untuk menyiapkan APE; dalam interaksi dengan anak, ada sebagian kecil guru yang belum mengembangkan interaksi yang baik dengan anak; beberapa guru terkadang mengalami kesulitan dalam organisasi kelas, perencanaan kegiatan mendadak dan persiapan media dan APE sehingga kurikulum tidak berjalan sesuai rencana.

4.Evaluasi Hasil (Product)

(64)

semua perkembangan dengan sempurna karena perbedaan kemampuan dan bakat yang dimiliki.

Hasil penemuan diatas tentu mempengaruhi pula tercapainya salah satu misi TK ini yaitu membantu pertumbuhan dan perkembangan rohani dan jasmani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan pada jenjang lebih tinggi yang sejalan dengan fungsi pendidikan usia dini dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003.

Karena dikatakan sebelumnya oleh Froebel (dalam Syaodih, 2008) bahwa masa anak merupakan fase yang fundamental bagi individu untuk membentuk dan mengembangkan pribadi seseorang. Hal itu karena aspek-aspek perkembangan seseorang saling berkaitan dan mempengaruhi. Bila ada aspek yang terhambat akan menghambat aspek lain, namun bila aspek-aspek itu terbentuk dan berkembang optimal akan membentuk individu yang kuat. Sehingga bila aspek perkembangan pada masa anak yang seharusnya dicapai pada usia TK tersebut terganggu, bisa mempengaruhi perkembangan lainnya dijenjang yang lebih tinggi.

Gambar

Tabel 4.1 Jumlah Siswa TK Bethany School
gambar kosakata tersebut.
Tabel 4.2 Ruang Lingkup Penilaian TK Bethany
Tabel 4.3 Jumlah Anak dengan Nilai Average dan

Referensi

Dokumen terkait

Namun tidak semua pasien PPOK dapat mengerti tentang pengaruh breathing retraining ini, sebagian pasien menganggap bahwa pada saat mereka terbangun dari tidur dan

Barang /Pekerjaan tersebut telah diterima/diselesaikan dengan lengkap dan baik.. Pejabat Pemeriksa

Gerak, Desain atas, desain lantai, tema, Dinamika, Dramatik, Musik, Komposisi Kelompok, Properti, Tata rias dan busana, Tata panggung, tata lampu dan tata suara.. Desain Atas

Jolliffe, dkk (2001) menyatakan bahwa dari sekian banyak metode dan teknologi yang dipakai dalam e-learning, ada beberapa karakteristik, yaitu: 1) materi pembelajaran

[r]

[r]

[r]

penawaran untuk pekerjaan Pengadaan Peralatan Pembuatan Pupuk Organik dan Bahan lndustri Kecil Pupuk Organik Kegiatan Bimbingan Teknis Manajemen lndustri