• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perangkap Kemiskinan Pengrajin Keranjang Bambu Di Desa Sirpang Dalig Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perangkap Kemiskinan Pengrajin Keranjang Bambu Di Desa Sirpang Dalig Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Faktor Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan yang terjadi di masyarakat disebabkan oleh adanya

faktor-faktor yang menghambat seseorang individu dalam memanfaatkan kesempatan

yang ada dalam masyarakat. Penyebab kemiskinan dapat terjadi karena faktor

struktural, kultural (budaya), serta kondisi alamiah (bencana alam). Kemiskinan

struktural disebabkan karena struktur ekonomi yang timpang atau pembangunan

yang belum merata, Hal ini menyebabkan adanya perbedaan kesempatan bagi

setiap individu untuk memperoleh mendapatkan aset ekonomi. Dalam hal ini,

pedesaan menjadi tertinggal karena terjadinya ketidakadilan dalam pembangunan

sehingga mereka terjebak dalam kemiskinan. Sedangkan kemiskinan kultural

(budaya) disebabkan oleh sikap malas atau kebiasaan masyarakat yang sudah

merasa puas dengan apa yang dimiliki sekarang sehingga mereka terjebak dalam

kemiskinan, dan juga penyakit serta cacat fisik. Hal ini menjadi sangat ironis pada

masyarakat di pedesaan karena masyarakat tidak mau berusaha untuk

memperbaiki kehidupannya sehingga masyarakat tetap stagnan dan tidak

mengalami perubahan dalam bidang ekonomi (Setiadi, 2011:798).

Berbeda dengan kemiskinan alamiah, ada beberapa beberapa faktor alamiah yang

menyebabkan kemiskinan, antara lain :

a. keadaan alam yang miskin

b. bencana alam

(2)

Kemiskinan alamiah dapat juga ditandai dengan semakin menurunnya

kemampuan kerja anggota keluarga karena usia bertambah dan sakit keras untuk

waktu yang cukup lama. Namun bencana alam dapat diterima sebagai sebuah

kenyataan karena hal ini berakibat rusaknya barang berharga milik masyarakat

serta kehilangan tempat tinggal masyarakat. Dalam hal ini kemiskinan alamiah

merupakan kemiskinan yang terjadi begitu saja dan merupakan faktor alamiah

yang terjadi pada struktur kehidupan masyarakat Nugroho (dalam Warsito, 2015).

Menurut Bank Dunia (2003) penyebab dasar kemiskinan adalah:

a. Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana.

b. Kegagalan pemilikan terutama tanah dan modal.

c. Adanya perbedaan kesempatan diantara angota masyarakat dan sistem yang

tidak mendukung.

d. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor.

e. Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor

ekonomi.

f. Budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola

sumber daya alam dan lingkungannya.

g. Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam

masyarakat.

h. Tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik.

i. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan

(3)

Inti dari penyebab kemiskinan ini secara tidak langsung terletak pada

informasi mengenai karakteristik rumah tangga miskin. Karakterisitik rumah

tangga miskin itu dapat dilihat dari kondisi pendidikan kepala rumah tangga,

kondisi sosial demografi dan kondisi perumahan masyarakat(BPS 2015).

Secara konseptual kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat dalam

(Setiadi2011:802)banyak dihubungkan dengan beberapa hal berikut ini:

a. Faktor individual, yang melihat kemiskinan yang disebabkan oleh perilaku,

pilihan, dan kemampuan dari orang itu sendiri.

b. Faktor struktural, artinya bahwa kemiskinan terjadi karena struktur atau

sistem yang tidak adil sehingga menyebabkan seorang individu menjadi

miskin.

c. Faktor subbudaya ini lebih kepada kebiasaan hidup atau mentalitas yang

dimiliki sebagai orang miskin.

d. Faktor keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan

(4)

2.2. Kemiskinan di Pedesaan

Pemikiran mengenai kemiskinan berubah sejalan dengan berlalunya waktu,

tetapi pada dasarnya berkaitan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi

kebutuhan dasar dalam masyarakat. Kemiskinan menunjukan situasi serba

kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak si miskin, melainkan karena tidak

bisa dihindari. Menurut Badan Pusat Statistik(2015) kemiskinan merupakan

persoalan multidimensi yang mencakup berbagai akses kehidupan, tidak hanya

mencakup sisi ekonomi, tetapi juga sosial dan budaya. Kemiskinan dipandang

sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya

baik dari kebutuhan dasar makanan maupun non makanan yang diukur dari sisi

pengeluaran.

Ada dua syndrome kemiskinan yang merupakan permasalahan pokok dalam

pembangunan. Di daerah pedesaan, syndrome kemiskinan berkaitan dengan

dimensi yang saling memperkuat seperti kurang gizi, pengangguran, tingginya

angka buta huruf, dan produktivitas rendah. Hal inilah menjadi salah satu faktor

pendorong kemiskinan yang tinggi di pedesaan. Tingginya pengangguran dan

buta huruf mengakibatkan masyarakat desa tetap stagnan dan sulit keluar dari

lingkaran kemiskinan. Sedangkan syndrome inertia lebih kepada ketergantungan,

dan serba patuh (Soetomo, 1996).

Dari sisi ini kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu kemiskinan

absolut dan kemiskinan relatif. Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila

tingkat pendapatannya lebih rendah daripada garis kemiskinan absolut yang

ditetapkan atau dengan kata lain jumlah pendapatannya tidak cukup untuk

(5)

hidup yang ditentukan BPS sebesar 2.100 kalori per kapita per hari. Tingkat

pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan yang disebut miskin

dan tidak miskin atau sering disebut dengan garis kemiskinan (Mardimin 1996).

Kemiskinan relatif di pedesaan dapat dilihat bahwa perbandingan dekat

mempunyai pengaruh besar, perbandingan tersebut mendorong individu untuk

bersaing dengan tetangga atau kenalan. Pemicu terkuat atas rasa ketidakadilan

sosial kita muncul ketika merasa martabat diri kita tidak diakui. Hal inilah yang

menunjuk pada kemiskinan relatif di pedesaan (Seabrook, 2007).

Perbedaan dalam kedua ini ialah pada kemiskinan absolut ukurannya sudah

terlebih dahulu ditentukan dengan garis kemiskinan, sementara pada kemiskinan

relatif kategori kemiskinan ditentukan berdasarkan perbandingan relatif tingkat

kesejahteraan penduduk.

2.3. Pendekatan Tentang Kemiskinan

Pendekatan tentang kemiskinan terbagi dua yaitu kemiskinan struktural

dan kultural. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang terjadi pada

suatu masyarakat karena struktur sosial dalam masyarakatnya tidak dapat

menggunakan sumber penghasilan yang tersedia bagi kebutuhan mereka. Dalam

hal ini, artinya struktur yang ada dalam masyarakat menyebabkan suatu kelompok

masyarakat mengalami kemiskinan karena struktur tersebut telah menghambat

mereka dalam penguasaan sumber daya. Kemiskinan struktural tidak hanya

kekurangan sandang dan pangan saja tetapi juga meliputi kekurangan fasilitas

pemukiman yang sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan perlindungan hukum

(6)

Secara teoritis, kemiskinan struktural dapat diartikan sebagai suasana

kemiskinan yang dialami oleh masyarakat yang penyebab utamanya bersumber

pada struktur sosial sehingga keadaan kelompok yang termasuk golongan miskin

tampak tidak berdaya untuk mengubah nasibnya dan tidak mampu mengubah

hidupnya. Dalam hal ini, struktur sosial telah mengurung mereka ke dalam

suasana kemiskinan secara turun menurun selama bertahun-tahun. Sejalan dengan

itu, mereka hanya mungkin keluar dari penjara kemelaratan melalui proses

perubahan struktur yang mendasar (Setiadi,2011).

Menurut Robert Chambers (dalam Setiadi, 2011:804) mengemukakan

dimensi luas yang berkaitan dengan masalah kemiskinan di pedesaan. Berbagai

dimensi tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya dalam memperkokoh

kondisi kemiskinan itu sendiri. Ia mengatakan bahwa inti kemiskinan struktural

tersebut terletak pada perangkap kemiskinan atau deprivation trap. Menurut

Chambers perangkap kemiskinan terdiri dari lima unsur yaitu:

a. Kemiskinan itu sendiri

b. Kelemahan fisik

c. Keterasingan/kadar isolasi

d. Kerentanan

e. Ketidakberdayaan

Kelima unsur ini menjadi saling berhubungan satu sama lain dan menjadi suatu

perangkap kemiskinan dalam masyarakat sehingga masyarakat sangat sulit keluar

dari keadaan mereka saat ini sehingga mereka terus berada dalam kemiskinan.

Diantara kelima faktor tersebut, kemiskinan ditunjuk sebagai faktor yang paling

(7)

Dalam hal ini pemahaman dan penanganan masalah kemiskinan

melibatkan aspek sosiologis, ekonomis, serta psikologis. Aspek sosiologis

terutama sosial, yaitu terbatasnya interaksi sosial dan terbatasnya penguasaan

informasi. Aspek ekonomi meliputi terbatasnya pemilikan faktor produksi, rentan

terhadap kebutuhan mendesak karena tidak memiliki tabungan. Realita

kemiskinan tersebut lebih kepada realita kemiskinan di pedesaan. Dikatakan

bahwa lapisan miskin pada umumnya cenderung terisolir dari lapisan masyarakat

lainnya. Menurut pandangan masyarakat lain mereka terkesan malas, kotar dan

imoral (Soetomo, 1996).

Kondisi tersebut disadari oleh lapisan miskin sendiri dan mereka mengkategorikan

dirinya sebagai kelompok yang gagal dan kelompok yang terlempar dalam

lingkungannya. Kesadaran ini menyebabkan kemiskinan di pedesaan sudah

terlihat, bahwa mereka merasa tidak memiliki kekuatan dan mereka tidak mampu

menguasai nasibnya sendiri karena lebih ditentukan oleh orang lain.

Kemiskinan kultural ialah kemiskinan yang terjadi karena faktor internal

dalam individu, misalnya seperti malas, etos kerja yang rendah serta pasrah

dengan nasib atau kondisi yang dialaminya. Masyarakat rela dengan keadaan

miskinnya karena diyakini sebagai upaya untuk membebaskan diri dari sikap

serakah. Kemiskinan kultural mengacu pada sikap hidup seseorang atau

kelompok, masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan

budaya dimana mereka merasa berkecukupan. Kelompok masyarakat yang seperti

ini sulit untuk diajak berpartisipasi dalam pembangunan, akibatnya tingkat

pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang dipakai secara umum(Khomsan,

(8)

Kemiskinan kultural inilah yang menjadi salah satu penyebab utama

masyarakat di pedesaan tetap berada dalam lingkaran kemiskinan. Faktor tersebut

menjadi indikator utama bahwa kemiskinan yang mereka alami saat ini sudah

merupakan suatu takdir yang tidak dapat diubah sehingga sulit keluar dari

kemiskinan.

Berdasarkan pendekatan kemiskinan di atas hal-hal yang menyebabkan

terjadinya kemiskinan adalah kebijakan pembangunan yang belum merata, karena

budaya, dan juga karena ketimpangan dalam memperoleh akses baik terhadap

kesehatan, kekuasaan, dan sumber daya lainnya.

2.4. Indikator-Indikator Kemiskinan

Badan Pusat Statistik menyertakan analisis tentang karakteristik rumah

tangga miskin. Didalamnya tercakup kondisi rumah tangga miskin berdasarkan

karakteristik pendidikan, kesehatan, sumber penghasilan, kondisi perumahan,

sumber air dan sanitasi, kondisi sosial demografi. Dalam hal ini karakteristik

rumah tangga miskin memiliki ciri identik dengan pendidikan kepala rumah

tangga, jumlah anggota keluarga, kepala keluarga yang berstatus janda, kepala

rumah tangga melek huruf, penguasaan lantai dan luas rumah, akses air bersih,

serta pekerjaan kepala rumah tangga(Khomsan 2015:). Indikator kemiskinan

ditandai oleh pendapatan perkapita wilayah yang rendah , persentase rawan gizi

yang tinggi, umur harapan hidup rendah serta disertai tingkat pendidikan yang

(9)

Menurut Badan Pusat Statistik yang digunakan oleh Kabupaten

Simalungun pada tahun 2011, untuk mengukur indikator kemiskinan digunakan

beberapa kriteria sebagai berikut:

1. Kondisi perumahan

Keadaan atau kondisi tempat tinggal rumah tangga dapat menggambarkan

keberhasilan pembangunan. Kondisi fisik bangunan serta fasilitas yang berada

didalamnya seperti luas bangunan, jenis dinding, atap, lantai bangunan serta

sumber air minum dan WC menjadi gambaran kondisi tingkat kesejahteraan

masyarakat. Beberapa kriterianya ialah sebagai berikut:

a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 20 m² /orang.

b. Status penguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati sewa, milik

dinas, atau milik keluarga.

c. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah, semen, jenis

dinding bangunan terbuat dari bambu, kayu murahan atau tembok tanpa

diplester.

d. Sumber air minum dari mata air tak terlindung, sumur tak terlindung, air

hujan, air sungai, air isi ulang.

e. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan tetangga lain.

f. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar, arang atau

(10)

2. Pendidikan

Pendidikan di Kabupaten Simalungun masih sangat rendah. dilihat dari

masih banyaknya masyarakat yang berpendidikan rendah. Disadari, bahwa

masalah pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah,

tetapi lebih menuntut kepedulian masyarakat terhadap pendidikan serta pola pikir

masyarakat terhadap pentingnya pendidikan. Kriteria pendidikannya ialah tidak

pernah sekolah, tidak tamat SD, dan hanya tamat SD.

3. Kesehatan

Dampak dari kemiskinan akan bermuara pada tingkat kesehatan yang

rendah serta berakibat pada kekurangan asupan gizi. Salah satu indikator yang

dapat digunakan untuk mengetahui keluarga sehat atau tingkat derajat kesehatan

masyarakat adalah dengan melihat angka kesakitan. Semakin banyak masyarakat

yang mempunyai keluhan kesehatan dan jenis keluhan kesehatan, maka derajat

kesehatan di daerah itu masih rendah. Indikator lain yaitu tidak sanggup

membayar biaya pengobatan di Puskesmas atau Poliklinik.

4. Klasifikasi Ketenagakerjaan

Pembangunan ekonomi melalui pemberdayaan ekonomi berupaya

meningkatkan pemerataan pendapatan serta memperluas lapangan pekerjaan serta

mengurangi angka kemiskinan. Indikator ini lebih kepada sumber penghasilan

kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan sempit, buruh tani, serta

(11)

5. Karakteristik Sosial Demografi

Indikator yang tercakup dalam karakteristik sosial demografi, meliputi

rata-rata jumlah Anggota Rumah Tangga (ART), usia dan jenis kelamin Kepala

Rumah Tangga (KRT). Secara umum, rumah tangga miskin memiliki ciri bahwa

jumlah anggota keluarga lebih banyak, kepala keluarga yang berusia lebih tinggi,

serta lebih mungkin memiliki perempuan sebagai kepala keluarga dibandingkan

rumah tangga tidak miskin.

Masyarakat miskin menurut World Bank(2004) yaitu mereka yang hidup

dalam keluarga yang kemampuan konsumsinya di bawah garis tertentu, seperti di

bawah $1 atau $2 per hari atau di bawah level yang ditetapkan negara

masing-masing.Indikator kemiskinan di pedesaan terdiri dari:

a. Konsumsi Pangan

Pangan sumber protein adalah pangan yang digunakan sebagai lauk-

pauk sehari-hari dan menjadi zat gizi pengatur metabolisme dalam tubuh

sehingga dapat menjaminpertumbuhan optimal. Pemilihan protein hewani

seperti daging sapi dan ikan asin dilakukan karena kedua jenis lauk tersebut

mewakili jenis protein yang memiliki nilai ekonomis yang berbeda. Pada

rumah tangga miskin, menu ikan asin disajikan setiap hari. Secara

keseluruhan, rumah tangga miskin mengonsumsi daging sapi lebih sedikit

dan ikan asin lebih banyak per minggunya dibandingkan dengan rumah

(12)

b. Sandang

Kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan sandang dapat

dilihat dari banyaknya anggota rumah tangga yang mampu mengakses baju

baru dalam kurun waktu setahun terakhir. Jumlah rata-rata anggota keluarga

yang mampu membeli baju baru pada kategori keluarga miskin sebesar 3,7

orang sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan rumah tangga tidak

miskin. Tidak berbeda jauh dengan data rumah tangga berdasarkan

kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sandang, sebaran sebagian besar

rumah tangga miskin memiliki kemampuan untuk membeli sedikitnya satu

stel pakaian dalam setahun dengan persentase sebesar 85,7%.

c. Papan

Keadaan rumah yang sehat dapat tergambarkan dari cukup tidak

ventilasi udara. Selain dari sisi ventilasi udara, rumah tangga miskin juga

dapat dilihat dari total pengeluaran listrik rumah tangga per bulan. Rata-rata

pengeluaran listrik perbulan rumah tangga miskin hanya Rp 50.667,00.

Kemampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan papan tidak hanya

dilihat dari keadaan fisik rumah tapi juga kemampuan dalam memenuhi

kebutuhan bahan bakar. Selain itu, indikator rumah tangga miskin juga

dapat dilihat berdasarkan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan

(13)

Indikator utama kemiskinan di pedesaan menurut Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional (2005), adalah sebagai berikut :

a. kecukupan dan mutu pangan yang terbatas

b. mutu dan akses layanan kesehatan terbatas

c. akses dan mutu layanan pendidikan rendah dan terbatas

d. kesempatan kerja dan berusaha terbatas

e. akses layanan perumahan dan sanitasi terbatas

f. akses terhadap air bersih terbatas

g. kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah yang lemah

h. kondisi lingkungan hidup dan sumber daya alam memburuk, serta akses

masyarakat terhadap sumber daya alam memburuk, serta akses

masyarakat terhadap sumber daya alam terbatas.

i. Jaminan rasa aman rendah

j. Partisipasi rendah.

2.5 Strategi Adaptasi

Strategi adaptasi merupakan strategi, cara atau metode yang dilakukan

oleh masyarakat untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam

lingkungan sosial. Dalam hal ini adaptasi berarti suatu proses untuk memenuhi

syarat dasar ilmiah, syarat dasar kejiwaan atau ketenangan hidup, serta syarat

dasar sosial. Syarat dasar ilmiah meliputi pemenuhan kebutuhan untuk

makan,minum, pakaian, tempat tinggal dan ketahanan tubuh, sedangkan syarat

dasar sosial meliputi hubungan untuk melangsungkan keturunan, belajar budaya,

(14)

Snel dan Staring (Nainggolan, 2013) mengatakan bahwa strategi adaptasi

adalah rangkaian tindakan yang dipilih secara standar oleh individu dan rumah

tangga miskin secara sosial ekonomi. Melalui strategi ini seseorang bisa berusaha

untuk menambah penghasilan lewat pemanfaatan sumber-sumber lain, ataupun

mengurangi pengeluaran lewat pengurangan kuantitas dan kualitas barang atau

jasa. Cara-cara individu menyusun strategi dipengaruhi oleh posisi individu atau

kelompok dalam struktur masyarakat, sistem kepercayaan dan jaringan sosial

yang dipilih, termasuk keahlian dalam memobilitasi sumber daya yang ada,

tingkat keterampilan, dan kepemilikan aset.

Secara umum copying strategy dapat didefinisikan sebagai kemampuan

seseorang dalam menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagai

permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Kajian mengenai copying strategis

dapat memberikan gambaran mengenai karakteristik dan dinamika kemiskinan

bahwa ia dapat menjelaskan bagaimana keluarga miskin merespon dan mengatasi

permasalahan sosial ekonomi yang terkait dengan situasi kemiskinannya.

Pada mulanya konsep coping strategys sering dipergunakan untuk

menunjukan strategi bertahan hidup keluarga di negara-negara berkembang dalam

menghadapi kondisi kritis, seperti bencana alam, kekeringan. Belakangan ini,

beberapa peneliti menunjukan bahwa konsep ini ternyata dipraktekkan juga oleh

keluarga di wilayah perkotaan dan tidak hanya di negara berkembang, melainkan

di negara maju.

Di daerah pedesaan, coping strategys keluarga miskin sangat terkait

dengan sumber daya alam dan sistem pertanian (Kharisma, 2013). Beberapa

(15)

1. Akumulasi asset pada masa panen untuk digunakan pada masa paceklik.

2. Sistem gotong royong diantara anggota keluarga dan anggota masyarakat

dalam mengelola makanan dan sumber daya alam pada masa krisis.

3. Migrasi ke kota untuk mencari pekerjaan.

4. Penggantian jenis tanaman dan cara bercocok tanam.

5. Pengumpulan tanaman-tanaman liar untuk makanan.

6. Penghematan konsumsi makanan.

7. Peminjaman dari kredit dari anggota keluarga pedagang atau lintah darat.

8. Penjualan simpanan benda-benda berharga(emas, perabot rumah tangga)

9. Penjualan aset produktif (tanah, binatang ternak)

10. Penerapan ekonomi subsistem.

11. Produksi dan perdagangan skala kecil.

12. Pemanfaatan bantuan pemerintah di masa krisis.

2.6. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan telah mengilhami penelitian

ini, baik sebagai referensi, pembanding maupun sebagai dasar pemilihan topik

penelitian. Diantaranya yaitu:

1 Rujukan pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Nari (2013), yang

menganalisis bagaimana pengrajin keranjang bambu sangat identik dengan

masalah sosial terutama di bidang sosial ekonomi. Secara sosial, mereka

(pengrajin bambu) yang menggeluti profesi ini adalah masyarakat dengan

perekonomian menengah ke bawah. Ada yang memilih profesi pengrajin

(16)

pengrajin ini sebagai penghasilan tambahannya. Penelitian ini menyatakan

bahwa pekerjaan sebagai pengrajin keranjang bambu telah merupakan

warisan dari orang tua mereka yang sejak dahulu digeluti dan merupakan

kebiasaan turun-temurun. Hal ini mereka lakukan karena kesulitan dalam

memenuhi kebutuhan ekonomi sehingga mereka masih melakukan

kegiatan mereka setiap hari. Alasan mereka menjadi pengrajin keranjang

bambu karena kebiasaan dan budaya masyarakat daerah, pengetahuan dan

keahlian yang rendah, dan keterbatasan lapangan pekerjaan. Para pekerja

perempuan ini beraktifitas dari pagi hari sampai sore hari bahkan malam

hari.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi

deskriptif dengan penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan

dengan wawancara, studi kepustakaan, serta observasi. Adapun yang

menjadi unit analisa informan ini adalah para ibu rumah tangga di desa

Timbang Lawan. Kerajinan ini mereka lakukan guna menambah

penghasilan suami mereka. Dimana harga bahan baku yang tidak terlalu

mahal dan proses pengolahannya yang tidak terlalu sulit dan hanya

menggunakan pisau dan gergaji. Hal itulah yang membuat mereka bekerja

sebagai pengrajin keranjang bambu.

2. Rujukan kedua adalah penelitian yang dilakukan Kharisma (2013), yang mendeskripsikan dan menganalisis perangkap kemiskinan yang terjadi

dikaitkan dengan adanya keterbatasan sumber daya manusia serta rendahnya

kesempatan dunia kerja. Dalam hal ini ada dua faktor penyebab kemiskinan

(17)

diri seseorang seperti pendidikan rendah, keterbatasan skill yang dimiliki,

serta faktor kultur dan kebiasaan. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor

pendapatan dan upah yang rendah, keterbatasan lapangan pekerjaan. Adapun

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab

kemiskinan dan untuk mengetahui strategi adaptasi pengrajin batu bata dalam

mengatasi kemiskinan.

Teknik pengumpulan data dilakukan denganobservasi, wawancara,

dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor

penyebab kemiskinan disebabkan oleh dua faktor yaitu internal dan

eksternal. Strategi bertahan hidup yang dilakukan adalah dengan

pengelolaan aset tenaga kerja yaitu peran anak dan istri sebagai pengatur

ekonomi keluarga. Dan strategi mereka bertahan hidup dengan jaringan atau

meminjam uang kepada tetangganya serta pengusahanya. Dalam hal ini

kegiatan produksi batu bata merusak lingkungan.

Dari kedua referensi penelitian di atas terdapat kaitan dengan penelitian

yang akan dilakukan kepada masyarakat yang ada di Desa Sirpang Dalig Raya,

Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun. Persamaan tersebut adalah sama-sama

meneliti kemiskinan serta pengrajin keranjang bambu. Perbedaannya terletak pada

fokus permasalahan, lokasi dan objek penelitian. Seperti pada penelitian rujukan

pertama yang membahas mengenai peran perempuan pengrajin keranjang bambu

dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Hal tersebut juga terkait dengan

(18)

keranjang bambu dalam meningkatkan keadaan ekonomi serta menambah

penghasilan keluarga.

Demikian juga beranjak dari penelitian rujukan kedua mengenai perangkap

kemiskinan pengrajin batu bata dengan melihat faktor penyebab kemiskinan dan

strategi adaptasi yang dilakukan guna mengatasi kemiskinan tersebut. Alasan

penelitian ini juga menjadi referensi dalam penelitian ini dikarenakan pada latar

belakang penelitian ini juga membahas bagaimana penyebab terjadinya

kemiskinan dan bagaimana klasifikasi penghasilan pengrajin batu bata serta

bagaimana strategi adaptasi yang dilakukan untuk mengatasi kemiskinan. Dari

uraian pustaka di atas kita bisa melihat bagaimana cara untuk mengatasi

kemiskinan yang terjadi di pedesaan dengan memanfaatkan potensi sumber daya

alam pedesaan terutama keranjang bambu. Kemiskinan tidak akan bisa teratasi

bila masyarakat itu sendiri tidak berusaha untuk keluar dari perangkap

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data dilakukan dengan uji T untuk mengetahui perbedaan rata-rata jumlah bakteri sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok berkumur seduhan teh hitam dengan

1) Jika t hitung > t tabel , maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti physical evidence berpengaruh secara nyata dalam meningkatkan Loyalitas Anggota Kopersi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penurunan jumlah bakteri rongga mulut berkumur seduhan teh hitam 80 mg/ml dibandingkan teh hijau 80 mg/ml.. Untuk

Perbandingan kualitas citra subyektif antara kompresi OBDD dengan YUV 4:1:1, kompresi OBDD dengan YUV 4:2:2, dan JPEG2000 mem- berikan hasil bahwa, pada kategori natural dan tekstur

judul Analisis Laporan Keuangan Dan Penggunaan Z-Score Altman Untuk Memprediksi Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Properti Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

Daerah pertanaman ini umumnya terletak pada ketinggian lebih dari 400 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara yang baik bagi tanaman teh adalah suhu yang berkisar

kunci tersebut dapat diatur dimana semakin panjang bit pembentukan kunci maka semakin sukar untuk dipecahkan karena sulitnya memfaktorkan dua bilangan yang sangat besar dan

melaksanakan proses pengunduhan dokumen penawaran dan dekripsi dokumen penawaran serta pembukaan dokumen penawaran, yang dimulai dari tanggal 02 Agustus 2012 pukul 16:01 (waktu