• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stigma Sosial Terhadap Penderita HIV AIDS di Rumah Singgah Moderamen GBKP (Study Deskriptif pada Rumah Singgah Moderamen GBKP ) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Stigma Sosial Terhadap Penderita HIV AIDS di Rumah Singgah Moderamen GBKP (Study Deskriptif pada Rumah Singgah Moderamen GBKP ) Chapter III V"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian pendekatan kualitatif

dengan metode deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan format deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi,

berbagai fenomena realitas sosial yang ada dalam masyarakat objek penelitian (Bungin, 2007:68). Pendekatan kualitatif bertujuan untuk memahami secara lebih mendalam lagi permasalahan yang akan diteliti.

Bogan dan Taylor mendefenisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata (baik tulisan maupun lisan) dan pelaku yang dapat diamati. Metode penelitian kualitatif ini

dipilih karena dapat menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden serta lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan pola-pola nilai yang dihadapi. Pada penelitian, peneliti ini mencoba menggambarkan

bagaimana stigma masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS.

3.2. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian, Lokasi penelitian di Perumahan Sb Jln. Petunia Raya No.36 Kelurahan Namogajah Kec. Medan Tuntungan. Adapun alasan peneliti

(2)

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi subjek penelitian keseluruhan unsur yang menjadi fokus penelitian

(Bungin,2007). Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh Pengurus Lembaga Komisi Pelayanan HIV/ADIS dan NAPZA GBKP.

3.3.2 Informan

Informan adalah subjek yang memahami objek penelitian sebagai

pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin, 2007:78). Informan ditentukan dengan teknik purposive sampling, purposive sampling yang dimaksud adalah digunakan pada

penelitian-penelitian yang lebih mengutamakan tujuan penelitian-penelitian daripada sifat populasi dalam menentukan sampel penelitian.

Berdasarkan pengetahuan maka unit-unit populasi yang dianggap

“kunci“ diambil sebagai sampel peneliti. Yang menjadi informan dalam penelitian ini yaitu Pengurus rumah singgah, penderita HIV/AIDS,

masyarakat sekitar Lokasi rumah singgah.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

(3)

3.4.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber informan yang ditemukan di lapangan. Adapun langkah-langkah dalam

pengumpulan data primer adalah dengan cara:

1. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit. Karena itu metode

observasi adalah pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan (Bungin, 2007:118).

2. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka

antara pewawancara dan informan atau yang di wawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (Bungin,2007:11). Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh pewawancara

yang diharapkan menguasai atau memahami data dan informasi dari suatu objek penelitian.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah sebuah data yang di peroleh secara tidak langsung dari objek penelitian atau sumber data. Peneliti menggunakan

(4)

surat-surat, catatan harian, laporan dan sebagainya. Kumpulan data

berbentuk tulisan ini di sebut dokumen dalam arti luas termaksuk artefak, foto, tape, flashdisk, dan sebagainya (Bungin, 2007:125.

3.5. Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan suatu tahap proses pengelolaan data yang

dimulai dari tahap mengedit data sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti kemudian diolah secara deskriptif berdasarkan apa yang terjadi dilapangan. Menganalisis data menunjuk pada kegiatan mengorganisasi data kedalam

susunan-susunan tertentu dalam rangka perinterpretasian.

3.6 Jadwal Kegiatan

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan

Kegiatan

Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pra Proposal

Penyususnan Proposal Penelitian

Seminar Proposal Penelitian

Revisi Proposal

Penelitian Lapangan

Pengolahan Data

Bimbingan Skripsi

(5)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah singgah Moderamen GBKP merupakan rumah sementara bagi

penderita HIV/AIDS. Rumah Singgah ini terletak di Medan (berada di belakang Rumah Sakit Adam Malik Medan). Alasan Rumah Singgah ini dibuat dibelakang Rumah Sakit Adam Malik agar penderita HIV/AIDS mudah untuk melakukan

kontrol dan berobat. Kecamatan Medan Tuntungan adalah salah satu dari

Kecamatan Medan Tuntungan berbatasan dengan Selatan dan

ini adalah suku-suku pendatang seperti: Tionghoa, Minang, Batak, Aceh dan Jawa sedangkan suku asli Suku Melayu Deli 40%. Luas Wilayah : 21,58 Km2. Kecamatan Medan Tuntungan memiliki luas wilayah 20.680 Km2 dengan jumlah

penduduk 68.887 jiwa (Sumber : BPS Kota Medan 2007).

Kecamatan Medan Tuntungan terdiri dari 9 kelurahan yaitu :

1. Kelurahan Namo Gajah

2. Kelurahan Simpang Selayang

3. Kelurahan Mangga

4. Kelurahan Sida Mulyo

5. Kelurahan Lau Cih

(6)

7. Kelurahan Baru Ladang Bambu

8. Kelurahan Kemenangan Tani

9. Kelurahan Simalingkar B

Medan Tuntungan

Peta lokasi Kecamatan Medan Tuntungan

Luas 20,68 km²

Kepadatan 3.174,32 (2001)

9

Kelurahan Namogajah awalnya berasal dari Namu Gajah dalam bahasa

(7)

Belawan (tepatnya di Jalan Petunia Raya) yang melintas di tempat itu, merupakan

lokasi pemandian gajah. Menurut Pasang Purba, pada 1940- 1950, rombongan gajah liar masih sering menikmati Sungai Belawan karena sungai sangat dalam dan lebar. Namun, memasuki 1960-an, gajah-gajah liar tersebut sudah jarang

terlihat mandi di sana.

Kelurahan Namo Gajah dulunya merupakan kawasan hutan yang masih

terdapat habitat gajah liar. Tapi kemudian, hutan itu dibuka dan dijadikan sebagai lahan pertanian, gajah-gajah tersebut naik hingga ke kawasan hutan Sibolangit.Lubuk Gajah tersebut sudah tidak berbekas lagi karena sungai,

lubuknya akan sulit bertahan seiring perkembangan lingkungan. Salah satu kenangan yang dibuat adalah pemberian nama kelurahan. Tapi dari dulu,

masyarakat di sana memang menyebutnya sebagai Namu Gajah.

4.2 Sejarah Terbentuknya Komisi Pelayanan HIV/AIDS dan Napza GBKP Kepedulian GBKP terhadap masalh HIV/AIDS sudah ada sejak dulu

bahkan sejak data mengenai kasus HIV/AIDS sudah ada. Namun, pelayanan yang dilakukan dalam menunujukkan suatu kepedulian tersebut masih berkisar pada

sosialisasi yang dilakukan masih secara terpisah, artinya dalam setiap persekutuan kategorial tingkat pusat seperti MORIA (lembaga kaum ibu), PERMATA (lembaga pemuda), KA-KR (lembaga anak dan remaja) terdapat suatu program

tentang pelayanan terhadap masalah HIV/AIDS khususnya dalam bentuk sosialisasi HIV/AIDS. Oleh karena itu setiap lembaga bekerja sendiri-sendiri,

(8)

Dengan bersatunya dalam program, maka diharapkan pelayanan ini akan

dapat lebih maksimal. Berdasarkan pemikiran inilah maka dibentuk satu unit pelayanan di GBKP yang dinamakan Komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP.Komisi ini pada awalnya bekerja dengan baik, kegiatan yang masih

terpusat pada sosialisasi berjalan dengan lancar. Namun, oleh kurangnya dana, maka kegiatan tersebut sempat terhenti, bahkan Komisi HIV/AIDS tidak aktif lagi

dalam beberapa tahun.

Namun berdasarkan undangan dari UEM (United Evangelical Mission) tentang pelatihan HIV/AIDS, maka GBKP dituntut untuk segera mengaktifkan

kembali Komisi HIV/AIDS dengan membentuk Komisi Pelayanan HIV/AIDS dan Napza GBKP pada tahun 2006 yang diketuai oleh Alm dr. Petrus Tarigan dan beranggotakan 7 orang. Dalam hal pendanaan, seluruh kegiatan biaya Komisi ini

diberikan oleh UEM sejumlah Rp. 60.000.000, akan tetapi 2 tahun kemudian dana tersebut dikurangi menjadi Rp. 30.000.000 karenaprogram kerja Komisi ini masih

berkisar pada sosialisasi HIV/AIDS.

Kegiatan Komisi terus berjalan walaupun dengan danayang terbatas. Komitmen yang ada setiap pengurus Komisi membuat dana bukanlah menjadi

hambatan untuk tetap melakukan pelayanan. Selain dari UEM, Komisi HIV/AIDS terus berusaha mencari sumber dana yang lain. Tanpa henti, Komisi meminta Moderamen untuk menyediakan subsidi bagi Komisi yang berasal dari kas umum

(9)

Komisi mulai melakukan pendampingan kepada ODHA pada tahun 2009,

namun pendampingan ini dilakukan masih sebatas mengunjungi ke rumah ODHA. Pada tahun 2010, kerjasama Komisi dengan Rumah Sakit Adam Malik semakin meningkat, dan banyak jemaat GBKP yang sudah mengetahui keberadaan Komisi

HIV/AIDS. Oleh karena itu, semakin banyak ODHA yang menghubungi Komisi HIV/AIDS untuk mencari informasi tentang HIV/AIDS dan mencari bantuan

ataupun dukungan.

4.2.1 Visi Misi Komisi Pelayanan HIV/AIDS dan Napza GBKP A. Visi

Menghargai kemanusiaan.

B. Misi

1. Memberikan pemahaman yang benar bahwa semua manusia berharga baik

yang terinfeksi HIV maupun yang tidak melalui sosialisasi HIV, pelatihan, dan kampanye kepada seluruh masyarakat.

2. Mencegah dan menghilangkan stigma, isolasi dan diskriminasi terhadap

ODHA dan OHIDA melalui pendekatan dan pendampingan kepada masyarakat umum.

3. Melayani ODHA dan OHIDA secara menyeluruh melalui Rumah Singgah.

4. Memberdayakan ODHA dan OHIDA melalui pelatihan dan keterampilan sebagai peningkatan ekonomi.

4.2.2 Program Komisi Pelayanan HIV/AIDS dan Napza GBKP A. Jangka Pendek

(10)

3. Melakukan pelayanan ke Rumah Singgah secara rutin.

4. Melakukan advokasi dan pendekatan kepada Pemerintah.

B. Jangka Menengah

1. Membentuk tenag-tenaga relawan HIV/AIDS yang pada akhirnya akan menjadi rekan sekerja Komisi HIV dalam melakukan berbagai kegiatan.

2. Mencari lahan untuk pembangunan rumah singgah yang permanen milik GBKP.

C. Jangka panjang

Membangun rumah pelayanan terhadap ODHA yang dilengkapi klinik, dan fasilitas-fasilitas yang mendukung pelayanan Rumah Singgah dan rumah

perawatan yang lengkap.

4.2.3 Kepengurusan Komisi Pelayanan HIV/AIDS dan Napza GBKP 1. Ketua : Pt. Tuah Bastari Barus

2. Sekretaris : Pdt. Monalisa br Ginting S.SI (Toel) 3. Bendahara : Janvri Ginting SE

4. Anggota : 1. Ir. Haslinda Sinulingga 2. Jonsarep Tarigan, SKM

3. dr. Novel Ginting

4. dr. Emminiate br Singarimbun 5. dr. Tuah Barus

4.3 Gambaran Rumah Singgah Moderamen GBKP

Rumah Singgah Moderamen GBKP adalah rumah singgah sementara

(11)

Rumah Singgah tersebut berawal dari 1 kasus anak berumur 2 tahun yang sudah

terinfeksi HIV/AIDS. Dimana orangtuanya sudah meninggal dunia dan anak tersebut diasuh oleh neneknya.

Orangtua anak tersebut berasal dari Kec.Tigajumpa, dimana kondisi

anak tersebut sangat memprihatinkan. Salah seorang tetangga nenek tersebut memberitahu keadaan si anak kepada Komisi HIV/AIDS GBKP. Akhirnya anak

tersebut dibawa ke Rumah Sakit dan diperiksa oleh seorang Dokter namun dokter tersebut curiga dengan kondisi anak tersebut akhirnya Dokter menghubungi Komisi HIV/AIDS, dimana Dokter yang merawat si anak adalah Ketua dari

Komisi HIV/AIDS GBKP yaitu Dokter Petrus di Berastagi.

Dokter tersebut memberitahu informasi mengenai anak tersebut dan keesokan harinya Komisi HIV/AIDS GBKP langsung mengunjungi dan sepakat

untuk mengurus segala surat-surat yang dibutuhkan supaya anak tersebut segera mendapatkan pertolongan di Rumah Sakit Adam Malik. Setelah sampai di Rumah

Sakit anak tersebut di Opname dan pada saat itu kondisi anak sudah parah sehingga dibuat seseorang untuk mendampingi si anak agar merasa nyaman. Namun 2 hari kemudian, anak tersebut dibawa lari dari Rumah Sakit oleh

neneknya dan kembali ke kampung mereka. Informasi tersebut tidak langsung di ketahui oleh Komisi HIV/AIDS GBKP, beberapa hari setelah kejadian tersebut Komisi menerima informasi bahwa pasien tersebut melarikan diri dari Rumah

Sakit.

(12)

merawat si pasienlah mendatangi mereka. Alasan mereka lari dari Rumah Sakit

yaitu ternyata Nenek tersebut tidak mempunyai uang untuk memenuhi kebutuhan mereka selama di Rumah Sakit walaupun biaya pengobobatan dan opname pasien

gratis.

Pada akhirnya setelah tim menerima informasi tersebut maka beberapa hari kemudian pasien meninggal dunia. Pengalaman ini sangat berarti bagi Komisi

HIV/AIDS GBKP. Setelah kejadian tersebut akhirnya Komisi mencari informasi dan sepakat untuk membentuk Rumah Singgah dan memberanikan diri untuk mengontraknya. Namun hal itu tidak masuk dalam anggaran, tapi mencari bantuan

kepada teman-teman agar dapat membantu biaya untuk Rumah Singgah dan pada akhirnya tim mengontrak rumah di daerah Adam Malik pada tahun 2011 yang hanya ada rumahnya saja belum ada fasilitas didalamnya namun sedikit demi

sedikit akhirnya tercukupilah semua, jadi ada yang memberi bantuan berupa bantal, kasur, kompor dan itu dilakukan dari pengalaman anak tersebut.

Rumah singgah yang aman, nyaman, makanan yang bergizi sudah disiapkan oleh tim karena obat-obatan pemerintah yang siapkan, jadi bagian dari tim yaitu menyiapkan rumah yang nyaman, penataan dan betul-betul menjadi

rumah yang sehat. Dimana makanan disediakan oleh Komisi dan melibatkan ODHA seperti buang sampah, mengepel, menyapu, masak dll. Rumah ini adalah rumah ODHA, rumah tersebut sama dengan greja yang harus dijaga dan

dipelihara. Dalam membentuk 1 Rumah Singgah, sebenarnya tim tidak mempunyai apapun, tidak mempunyai persiapan, tidak punya konsep yang sudah baku dan bagus pada saat itu tim melakukan sebisa mungkin agar dapat

(13)

Karena kepolosan itulah, tim mencari rumah yang lebih bagus, lebih

besar di sekitar Rumah Sakit dan akhirnya tim mendapatkannya rumah yang bagus sekali, sehat sekali dan luas sekali tetapi pada akhirnya mereka didemo masyarakat setempat padahal semuanya sudah dipersiapkan karena awalnya

masyarakat senang tapi setelah sebulan berjalan akhirnya didemo dan harus keluar. Pada saat itu rumah sudah ditata seperti semi rumah sakit, sudah membuat

tempat krem, wastapel, plat dan juga lemari obat.

Awal mulai adanya Rumah Singgah Moderamen GBKP yaitu pada tahun 2011 dengan mengontrak sebuah rumah yang berada di Perumahan SB Jln.

Petuania Raya No.36 Kelurahan Namogajah Kecamatan Medan Tuntungan (di belakang Rumah Sakit Adam Malik Medan). Rumah singgah ini didirikan atas usulan dari Komisi Pelayanan HIV/AIDS dan NAPZA GBKP. Pada tahun 2011

Komisi HIV/AIDS mengontrak sebuah rumah yang beralamatkan di Perumahan SB Jln. Petunia Raya No.36 Kelurahan Namogajah Kecamatan Medan Tuntungan (di belakam RSU.Adam Malik), namun pada saat itu pertambahan jumlah ODHA

semakin banyak, dimana pada setiap harinya terdapat pertambahan jumlah ODHA itu sekitar 20 orang, maka Komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP mencari rumah

yang lebih besar lagi agar dapat menampung semua ODHA.

Rumah singgah yang berada di Petunia Raya ini sudah tidak memadai lagi dalam menampung semua ODHA maka pada bulan Oktober tahun 2013

(14)

Rumah yang berada di Jalan Bunga Law tersebut sangat besar dan halaman yang

luas sehingga dapat menampung banyak ODHA.

Pertengahan bulan Desember tahun 2013 Rumah Singgah Moderamen GBKP yang berada di Jalan Bunga Law ditutup, hal ini dikarenakan masyarakat

sekitar Rumah Singgah tersebut tidak menerima dan menolak keberadaanODHA di daerah tempat tinggal mereka, hal ini terkai dengan stigma dan juga

diskriminasi terhadap ODHA. Komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP sudah berusaha melakukan sosialisasi dan advokasi kepada aparat pemerintah dan masyarakat setempat, tetapi tidak berhasil juga. Akhirnya pada bulan Desember

tahun 2013 Komisi HIV/AIDS dan Napza GBKP memutuskan untuk memindahkan ODHA ke Berastagi dan mendapat tempat di Gedung KWK Jalan

Udara No.64 Berastagi.

Jumlah ODHA yang tinggal di Rumah Singgah Moderamen GBKP Berastagi sampai bulan Juni tahun 2014 berjumlah 7 orang, 4 orang laki-laki dan

3 orang wanita dengan usia 25 sampai dengan 45 tahun, sedangkan beberapa ODHA diantaranya memilih untuk pulang ke kampung mereka masing-masing dan juga ada yang ke rumah saudaranya untuk sementara waktu.

Seiring dengan berjalannya waktu, banyak ODHA yang mengalami kesulitan untuk berobat jalan ke Rumah Sakit Adam Malik Medan, hal itu disebabkan karena jarak dari rumah mereka membutuhkan biaya perjalanan yang

(15)

Perumahan SB Jl. Petuani Raya No.36 Kelurahan Namogajah Kecamatan Medan

Tuntungan (di belakang Rumah Sakit Adam Malik medan), hanya saja Rumah Singgah Moderamen GBKP yang ada di Medan dikhususkan bagi ODHA yang

kondisinya masih lemah dan yang baru mengikuti terapi ARV.

Berkurangnya jumlah ODHA yang tinggal di Rumah Singgah tersebut dikarenakan beberapa diantara mereka sudah bisa pulang ke kampung

masing-masing dimana kelurga susah dapat menerima mereka kembali dan karenakondisi yang sudah lebih sehat dan CD4 sudah diatas 400. Fasilitas yang ada di Rumah Singgah Moderamen GBKP yang di Medan yaitu ada 11 kamar tidur, 2 kamar

mandi, 1 dapur, ruang tamu, 1 TV dan halaman rumah.

4.3.1 Pelayanan di Rumah Singgah antara lain :

1. Menyediakan kebutuhan makanan sehari-hari seperti nasi, lauk pauk,

sayur, susu.

2. Memberikan pelayanan konseling pastoral seminggu sekali.

3. Memberikan kegiatan keterampilan seperti membuat sabun cair dan

membuat alat peraga untuk anak-anak (boneka). 4. Pendampingan ODHA.

4.3.2 Program di Rumah Singgah yaitu : 1. Pemenuhan nutrisi yang sehat

2. Pendampingan 3. Pemberdayaan 4. Pelayanan karakter

(16)

4.3.3 Adapun sumber Dana Rumah Singgah Moderamen GBKP diperoleh dari :

1.UEM (Unoted Evangelical Mission) Jerman 2. Moderamen GBKP

3. Donatur

4.3.4Syarat-syarat ODHA yang dapat tinggal di Rumah Singgah Moderamen GBKP adalah :

1. ODHA yang menjalani terapi ARV dan tempat tinggalnya jauh dari

Medan. Biasanya mereka yang baru menerima ARV dan harus menjalankan penyesuaian. Jadi harus tinggal di sekitar Rumah Sakit Adam Malik.

2. ODHA yang ditolak oleh keluarga atau masyarakat karena tingginya stigma dan diskriminasi.

3. Odha yang berasal dari keluarga tidak mampu atau ekonomi lemah karena

ODHA membutuhkan asupan gizi yang tinggi.

Rumah Singgah Moderamen GBKP tidak memandang suku, agama dan latarbelakang ODHA. Kehadiran Rumah Singgah ini sangat membantu ODHA

yang mengalami penolakan dari keluarga dan lingkungannya.

4.4 Profil Informan

4.4.1. Masyarakat setempat 1.P br. surbakti

Ibu P br. Surbakti merupakan salah satu warga yang tinggal di kelurahan Lau Cih tetapi membuka rumah makan di depan Rumah Sakit Adam Malik. Ibu

(17)

memiliki soerang anak laki-laki pekerjaan ibu ini merupakan seorang dokter gigi.

Menurut ibu ini penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang menular lama kelamaan bisa membuat kematian.

Penyakit tersebut dapat menular dengan cara melalui hubungan seks

berganti-ganti dan jarum suntik dan sampai sekarang belum ada obat yang ditemukan yang bisa meyembuhkan penyakit HIV/AIDS tersebut namun hanya

ada obat untuk antibiotik pencegah rasa sakit . Ibu ini mendapat informasi melalui buku, tv, media elektronik. Menurutnya sebaiknya ODHA tersebut jangan dijauhi tetapi seharusnya diberikan motivasi agar mereka tidak merasa terpuruk dengan

keadaanya dan memberikan semangat serta menerima keadaanya. Mungkin mereka yang melakukan hal tersebut karena telah menyimpang dari norma agama dan masyarakat. Dulu di keluarga informan ada yang terkena HIV/AIDS tetapi

sudah meninggal dunia.

Ibu ini tidak melarang untuk bergaul dengan ODHA tetapi setidaknya

menjaga jarak tetapi mungkin komunikasi dikurangi. Mengikuti penyuluhan atau seminar di tempat-tempat lain seperti dari Rumah Sakit, Gereja itu sangat penting karena dengan begitunya pengetahuan kita akan HIV/AIDS akan lebih baik.

Untuk membangun suatu wadah atau rumah singgang untuk mereka, ibu tersebut sangat mendukung karena menurutnya dengan begitunya mereka dapat ditampung di Rumah Singgah tersebut seperti yang ada di sekitar tempat saya yaitu Lau Cih.

(18)

2. B.I Tarigan

Informan ini adalah seorang pelajar SMA yang berusia 15 tahun tinggal di sekitar Adam Malik dan beragama Kristen Protestan. HIV/AIDS itu merupakan penyakit yang menular dan berbahaya dan kebanyakan orang menghindari

penderita tersebut. Seseorang dapat terkena melalui jarum suntik, air liur, nyamuk. Menurutnya tertular dari nyamuk itu pada saat nyamuk menggigit orang yang

telah positif HIV/AIDS dan setelah itu menggigit kita maka kita akan tertular. Pengetahuan yang didapatnya dari buku, internet dan juga dari sekolah. Penyakit tersebut sangat berbahaya karena jika seseorang melakukan hubungan seks

berganti-ganti akan mudah untuk tertular. Kita masih bisa tetap berteman dengan mereka dan memberikan mereka nasehat agar tidak melakukan hal yang

menyimpang yang dapat membahayakan dirinya.

Perilaku tersebut dapat terjadi karena menyimpang dari norma agama dan norma masyarakat jika iman seseorang kuat maka tidak akan mungkin melakukan

hal terlarang seperti itu dan disekitar lingkungan informan ada yang sudah terkena HIV/AIDS. Menurutnya sikap dan perlakuan yang diberikan biasa saja setidaknya hal tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran kedepannya agar tidak

melakukannya. Kita tidak boleh memberikan stigma dan diskriminasi terhadap mereka, tidak menghindari mereka dan tidak masalah jika bertegur sama dengan mereka dan mengunjungi mereka karena mereka juga manusia. Walaupun

(19)

Walaupun ODHA tinggal disekitar lingkungan mereka ,tidak ada hak bagi

mereka untuk melarangnya tinggal di tempat itu tetapi seharusnya merasa kasihan. Dan informan tersebut sangat setuju jika dibuat sebuah wadah untuk mereka

karena hal itu berguna untuk keluarga ODHA dan juga ODHA tersebut.

3. D Tarigan, MTH

Bapak ini berumur 45 tahun bertempat tinggal didepan Rumah Sakit Adam

Malik sudah berumah tangga dan beragama Kristen Protestan. HIV/AIDS ialah salah satu penyakit yang mematikan namun secara perlahan, lahirnya penyakit ini diawali dari penyebaran virus sama seperti namanya HIV,Human Immuno

Deficiency Virus , yaitu virus yang menyerang penurunan daya tahan tubuh dan AIDS adalah kepanjangan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yaitu kumpulan berbagai gejala penyakit sebagai akibat menurunnya sistem dan fungsi

kekebalan tubuh oleh virus.

Penularan virus ini melalui hubungan darah, dan pada umumnya seperti hubungan intim baik secara sehat (hubungan suami-isteri) maupun tidak sehat

(berganti-ganti pasangan), melalui suntik yang dipakai secara bergantian baik pada rumah sakit ataupun yang dilakukan para pelaku Narkotika. Bagi pria

umumnya bisa juga terinfeksi melalui cukur kumis yang sudah terinfeksi virus tersebut. Menurutnya bahwa penularannya melalui hubungan darah tersebut tidak terlalu berbahaya karena kita dapat menghindarinya.

(20)

sepantasnya menghindari mereka, justru sebaliknya semestinya memberikan

perhatian penuh, agar kiranya batin mereka tidak juga ikut terluka dan juga memberikan simpatik terhadap ODHA. Perilaku tersebut tidak bisa dikatakan karena diakibatkan menyimpangnya dari norma agama dan norma masyarakat

karena tidak semua prilaku menyimpang berhadapan dengan hubungan darah.

Orang dengan HIV/AIDS memang perilaku menyimpang tapi tidak

semuanya, perlu diketahui bahwa ada juga ODHA yang tidak menyimpang, misalnya istri yang tidak mengetahui bahwa suaminya terkena hal tersebut. Tidak ada larangan bagi keluarga untuk bergaul dengan mereka selagi masih terkendali.

Dan mereka itu berhak mendapatkan suatu pekerjaan apalagi alangkah baiknya mereka dapat bekerja diinstansi yang memberikan tunjangan kesehatan.

Walaupun berdekatan dengan ODHA itu tidak masalah mereka juga sama

dengan kita merasakan letih saat berdiri lama, yang haus dalam kekeringan terik matahari. Juga perlu diketahui mereka tidak ada bedanya dengan manusia yang lainnya. Menurut informan tersebut baik juga jika mendirikan rumah singgah atau

wadah tempat tinggal bagi mereka karena dengan begitunya mereka menjadi merasa nyaman dan akan mendapatkan perhatian.

4. J br. Pandia

Salah satu informan yang berusia 23 tahun beragama Kriten Protestan bertempat tinggal di Tuntungan tapi kesehariannya berdagang didepan Rumah

(21)

pasangan dan sering ke club. Penyakit tersebut sangat menular karena sampai saat

ini belum ada yang dapat menyembuhkan penyakit berbahaya tersebut.

Sebaiknya untuk kebaikkan bagi diri kita, harus menjauhi atau menghindari ODHA dan mengurangi interaksi dengan mereka serta melarang

keluarga untuk bergaul dengan ODHA. Dan perilaku itu karena menyimpang dari norma-norma yang ada karena pria yang “jajan” diluar meskipun beragama

kurang dalam memaknai norma tersebut. Tidak ada rasa nyaman apabila berdekatan dengan ODHA dan tidak setuju jika ada yang membuat wadah tempat tinggal mereka di lingkungan tempat tinggal informan.

5. Y br Sembiring

Informan tersebut berusia 23 tahun beragama kristen protestan bertempat tinggal di jl. BungaNcole dan belum berumahtangga. Penyakit HIV/AIDS adalah

penyakit yang bisa mematikan semua organ tubuh manusia. Penyakit HIV/AIDS juga semacam virus yang sangat mematikan dan hingga saat ini penyakit tesebut belum ditemukan obatnya. Cara penularan dari penyakit HIV/AIDS dengan

hubungan seksual dan bisa menular dengan suntik yang dipakai penderita HIV/AIDS sehingga penyakit tersebut sangat berbahaya. Tidak boleh menjauhi

penderita apalagi mengasingkan dan mengucilkan mereka dari lingkungan tempat tinggal.

Seharusnya tidak perlu menjauhkan diri dengan penderita, walaupun

(22)

dengan penderita, tidak ada larangan tetapi banyak keluarga yang melarang

karena menurut mereka penyakit HIV/AIDS suatu penyakit yang mengerikan tetapi sebenarnya penderita tersebut juga membutuhkan motivasi, nasehat dan dukungan dari orang-orang disekitarnya. Dan sangat setuju jika dibuat suatu

rumah singgah bagi penderi karena mereka akan mendapatkan perawatan dari orang-orang yang peduli dengannya dan tidak merasa dibedakan dengan orang

yang lain. Serta tidak ada hak seseorang untuk mendiskriminasi dan memberikan stigma negatif bagi penderita tetapi hal tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran agar tidak melakukan yang sama dengan mereka.

6. ....br Ginting

Informan ini berumur 23 tahun beragama Kristen Protestan bertempat tinggal di BungaNcole. Menurutnya HIV/AIDS merupakan penyakit yang sangat

berbahaya dan juga penyakit menular. Hal tersebut dikarenakan penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan. Cara penularannya bisa melalui jarum suntik, air susu

ibu, air liur, tato dan juga melalui hubungan seks. Sikap br Ginting ini terhadap penderita HIV/AIDS yaitu akan menjauhi, menjaga jarak dengan penderita dan tidak bergaul dengan mereka serta akan melarang keluarga untuk berinteraksi

dengan penderita HIV/AIDS tersebut.

Hal itu dapat dikatakan menyimpang dari norma-norma yang ada karena lingkungan yang buruk dapat mempengaruhi kehidupan seseorang. Misalnya jika

(23)

setuju jika disekitar tempat tinggalnya dibuat rumah singgah bagi penderita

HIV/AIDS karena takut si penderita akan berkeliaran di sekitar tempat tinggalnya dan berdampak buruk bagi masyarakat setempat. Dan dampak dari stigma dan diskriminasi itu akan mempengaruhi mereka juga terlebih keluarga si penderita,

maka dengan begitunya keluarga mereka akan dikucikan dari masyarakat serta akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan sebelumnya.

7. D br. Ginting

Adalah masyarakat yang berusia 28 tahun beragama Kristen Protestan dan pekerjaan sebagai seorang guru disalah satu sekolah. HIV/AIDS merupakan

sejenis penyakit seksual yang diakibatkan oleh sebuah jenis virus yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, penularannya dapat melalui kontak darah dan hubungan seks. Penyakit tersebut sangat menular karena penyakit tersebut sangat

mematikan dan saampai saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkannya. Sikap informan terhadap penderita akan bertindak biasa saja, tidak merasa

perlu mengucilkan mereka, tetap berhubungan baik, dan mungkin memberikan dukungan untuk penderita agar bertobat dan berobat. Dan dilingkungan tempat tinggal informan tidak ada masyarakat yang terkena HIV/AIDS, informan tidak

melarang sanaksaudara untuk bergaul dengan penderita HIV/AIDS tetapi alangkah baiknya jika tidak melakukan kontak darah dan hubungan seksual.

Kita tetap harus menjaga hubungan baik dengan mereka seperti

selayaknya di dalam hubungan bermasyarakat. Dan juga jika masih memungkinkan bagi mereka untuk bekerja maka sangat baik jika mereka juga

(24)

Informan ini merasa biasa saja walaupun berdekatan dengan penderita

karena penyakit itu tidak akan menular jika hanya dengan berdekatan atau kontak kulit serta tidak keberatan jika mereka tinggal disekitar tempat tinggal informan karena menurutnya mereka juga memilik hak yang sama dengan kita di dalam hal

bermasyarakat. Dan juga mereka harus kuat di dalam menghadapi penyakit yang di deritanya, mereka butuh dukungan moril dari keluarga, kerabat, masyarakat dan

jika memungkinkan sebaiknya dibuat rumah singgah atau wadah bagi mereka untuk tinggal.

Informan tidak akan mendiskriminasi ODHA tetapi jika ada masyarakat

yang melakukan itu maka jelas akan berdampak buruk baginya. Dampak buruk tersebut akan menimbulkan kesenjangan sosial dan ketidaknyamanan orang-orang

yang tinggal di sekelilingnya.

8. A br. Tarigan

Informan ini berusia 22 tahun beragama Kristen dan pekerjaannya berjualan. HIV/AIDS adalah penyakit yang sangat berbahaya karena dapat

menular kepada siapapun. Penularan HIV/AIDS dapat melalui hubungan seks bebas, dari alat kontrasepsi. Penyakit itu sangat berbahaya karena orang yang

telah tertular HIV akan meninggal dunia. Sikap informan terhadap penderita akan membuat jarak kepada orang yang terkena HIV dan tidak akan melakukan seks bebas.

(25)

jarak agar tidak sampai tertular. Informan tidak melarang keluarga untuk bergaul

dengan mereka selagi keluarga masih bisa menjaga diri agar tidak tertular penyakit HIV/AIDS. Dan setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan terutama bagi ODHA. Sama sekali tidak keberatan jika ada penderita tinggal di sekitar

tempat tinggal selama penderita dijaga dan dirawat dengan baik agar tidak tertular kepada orang lain. Dan selagi masyarakat menerima ODHA tidak masalah jika

dibentuk suatu wadah tempat tinggal mereka di lingkungan sekitar.

9. Marga Situmorang

Berusia 29 tahun beragama Islam bertempat tinggal disamping Adam

Malik, sudah berumahtangga dan pekerjaanya sebagai pedagang. HIV/AIDS adalah penyakit yang datang akibat penyimpangan seks yang tertular atau akibat dari penyalahgunaan obat-obat terlarang. Penyakit ini bukan penyakit tertular

karena HIV/AIDS tetular ketika seseorang melakukan hubungan seks yang menyimpang dan itu mungkin perilaku yang menyimpang dari norma agama dan

norma masyarakat. Sikap dari informan tersebut akan menjauh sejauh-jauhnya, kebiasaan baik akan hilang jika kebiasaan buruk dilakukan.

Tetapi sebaiknya penderita HIV/AIDS diobati, direhabilitasi dan diberikan

semangat. Informan ini melarang keluarga untuk bergaul dengan penderita dan juga menyuruh ODHA untuk menjauhi keluarga dari informan tersebut. Tidak ada rasa keberatan walaupun penderita tinggal disekitar tempat tinggal informan

(26)

diskriminasi maka bisa mempengaruhi kepribadiaannya, merubah karakternya,

dan merasa tidak ada gunanya untuk bertahan hidup.

10. Mina

Ibu Mina ini berusia 18 tahun beragama Islam bertempat tinggal di Perumahan SB di belakang Rumah Sakit Adam Malik dan membuka Rumah Makan di samping Adam Malik. HIV/AIDS adalah penyakit yang bisa menular

dimana cara penularannya bisa melalui gonta ganti pasangan, hubungan seks, dan jarum suntik. Sehingga penyakit itu dikatakan penyakit yang sanga berbahaya dikarenakan sampai sekarang belum ada obat untuk menyembuhkan penyakit

tersebut.

Informan akan menjauhi penderita HIV/AIDS dan tidak nyaman jika berdekatan dengan penderita HIV/AIDS tetapi di sisi lain merasa kasihan karena

masa depan mereka sudah hancur, didiskriminasi oleh masyarakat setempat dan juga di mata masyarakat mereka adalah orang-orang yang tidak baik dan telah melanggar norma-norma yang ada. Ibu mina ini melarang keluarga untuk bergaul

dengan mereka dan tidak mengijinkan untuk berinteraksi dengan penderita. Informan ini menyarankan penderita untuk berobat agar dapat mengurangi

penyakit tersebut. Mereka masih berhak untuk mendapatkan pekerjaan kembali tetapi itu tergantung dari perusahaan itu sendiri, mau menerima mereka atau tidak. Alangkah bergunanya bagi mereka jika dibuat rumah singgah bagi mereka semua

(27)

Tabel 4.1. Data Informan berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Agama dan 6. Ginting Perempuan 23 Tahun Kristen Protestan berdagang 7. D br.G Perempuan 28 Tahun Kristen Protestan Guru Sumber : olahan data peneliti, 2017.

4.4.2. Pendamping atau pengurus di Rumah Singgah 1. Pdt. Monalisa br Ginting, S.Si (Teol)

Informan ini adalah seorang Pendeta yang berumur 33 tahun beragama

Kristen Protestan bertempat tinggal di jalan Udara, sudah berumah tangga dan mempunyai 2 orang anak dan sebagai pastoral pelayanan khusus bagi HIV/AIDS.

Menurutnya bahwa HIV/AIDS merupakan jika HIV itu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sedangkan AIDS yaitu kumpulan dari beberapa gejala penyakit yang disebabkan oleh HIV. Pencegahan HIV/AIDS dapat

dilakukan dengan cara yang pertama dengan adanya informasi yang baik dan cepat diterima masyarakat kedua, berdasarkan faktor penularan, tidak menggunakan narkoba suntik dan memastikan bahwa kita yang menerima

(28)

terkena HIV/AIDS di sekitar lingkungan tempat tinggal berjenis kelamin laki-laki

dan sudah berumah tangga tetapi sekang sudah meninggal dunia.

Sikap ibu ini terhadap ODHA sebenarnya biasa saja karena menurutnya tidak ingin membuat sesuatu yang spesial supaya penderita tidak merasa bahwa

dirinya berbeda dengan yang lain. Karena masalah HIV/AIDS saat ini bukan lagi sesuatu yang khusus lagi cuma yang bersangkutan dengan ODHA tersebut yang

masih menutup diri dan hal itu mungkin disebabkan karena pemahaman yang belum pas.

Perlakuan yang diberikan sama seperti yang belum tertular, menghargai

mereka namun yang membedakan hanya di mereka ada virus HIV di kita tidak ada selebih itu tidak ada masalah. ODHA berhak untuk mendapatkan pekerjaan karena tidak ada yang bisa menghalangi mereka untuk bekerja, sejauh mereka

semangat, punya kesempatan silahkan saja untuk bekerja.

Di Rumah Singgah fokusnya lebih ke pemulihan, karena setelah mereka di Opname di Rumah Sakit Adam Malik Medan akan ada gejala-gejala yang dialami

jadi mereka tidak mungkin untuk pulang kampung karena kampung mereka semua jauh jadi disediakanlah tempat yaitu Rumah Singgah bagi ODHA. Jadi

kegiatan yang dilakukan hanya untuk pemulihan agar mereka bisa cepat sehat selanjutnya ada juga pembinaan rohani dan pembinaan-pembinaan karakter.

Pembinaan-pembinaan yang dilakukan ada yang dilakukan perbulan dan

(29)

kegiatan ini semua dari Komisi HIV/AIDS di tambah dari orang-orang yang

memberikan sumbangan, donatur-donatur tetapi mereka jarang datang langsung untuk bertemu dengan penderita karena mereka memberi sumbangan lewat Komisi, di transfer lewat rekening. Tetapi ada juga sebagian dari mereka misalnya

pada saat hari Natal, orang-orang yang memberi sumbangan tersebut mengundang ODHA ke tempat mereka dan menghadiri acara mereka.

Pendampingan di Rumah Singgah tersebut dilakukan oleh tim pendamping dan ada jugadirekrut dari mereka (ODHA). Pendamping yang mendampingi penderita ada dua orang yang yaitu Perisma Tarigan atau disebut

dengan “Bunda Prisma” dan satu orang dari ODHA itu sendiri yaitu Elvi atau disebut “Kak Elvi”. Prisma itu bertanggungjawab atas masalah kesehatan mereka, pendampingan, obat-obatan, persoalan-persoalan pribadi dll. Sedangkan elvi di

angkat sebagai staf semacam ibu asrama bagi ODHA yang lain seperti mengatur makanan, mengecek apa yang perlu disediakan di rumah, bahkan juga perannya

sangat penting.

ODHA dinyatakan sembuh tergantung gejala yang di deritanyamisalnya TB (Tubercle bacillius)sudah parah itu kemungkinan akan lama untuk sembuh

tetapi jika TB (Tubercle bacillius) tidak terlalu parah pasti cepat proses penyembuhannya dan juga tergantung semangat dari dirimereka masing-masing. TB (Tubercle bacillius) merupakan penyakit menular yang umum dan dalam

banyak kasus mematikan, mengganggu sistem kekebalan tubuh yang bertugas untuk melawan infeksi yang menyerang tubuh. Usaha menyerang infeksi ini dapat

(30)

Mycobacterium tuberculosis atau MTbc. Dulu ada pasien yang berasal dari

Ajimbelang bernama Heri, selama dirawat di Rumah Singgah hingga beberapa bulan perkembangan dan perubahannya luar biasa, semangatnya luar biasa dan sekarang Heri sudah sehat dan berat badannya juga bertambah jadi jika seseorang

mengalami perubahan seperti Heri maka perkembangan dan pemulihannya juga akan cepat.

Kegiatan yang diberikan Komisi Moderamen GBKP terhadap ODHA, sudah dilakukan mulai bulan Februari, mereka sudah diberdayakan untuk menjadi tenaga perawat, merawat ODHA yang opname di Rumah Sakit Adam Malik.

Sebelum mereka merawat pasien mereka sudah diberikan pelatihan, tipe-tipe dasar merawat pasien ODHA. Misalnya keluarga dari pasien tersebut sibuk, maka mereka bisa merawat sesama merekatidak tergantung terhadap keluarga, dan pada

kesempatan itulah dipergunakan tenaga perawat tersebut karena tidak mungkin menyalahkan keluarga mereka yang sibuk dengan aktifitas masing-masing.

Sebelumnya telah banyak dari mereka yang sudah bekerja, mereka dilatih

bagaimana cara merawat pasien, apa yang dibutuhkan pasien dan apa yang perlu dijaga agar pasien secepatnya sembuh. Selain itu pemberdayaan yang dilakukan

Komisi yaitu membuat alat peraga anak sekolah minggu tetapi omsetnya kecil-kecilan dan hanya antar GBKP saja. Ada satu orang yang sudah profesional dan dianggap sudah bisa menjadi tenaga perawat yang profesional, pelayanannya juga

sudah bagus yaitu Mak Gian. Mak Gian tinggal sendiri di sekitar Rumah Sakit Adam Malik dan sudah banyak memiliki pasien untuk dirawat di Rumah

(31)

Apalagi Prisma mempunyai jaringan atau hubungan baik ke Adam Malik

jadi jika ada pasien yang datang maka akan langsung dirawat dan diberikan pendekatan serta konseling. Dengan adanya kegiatan tersebut pasti bisa mengurangi stigma negatif dari masyarakat walaupun mungkin sedikit lambat.

Walaupun ada keluarga datang dan menyerahkannya begitu saja agar ODHA merawat dirinya sendiri tanpa dipedulikan maka pada saat itulah tim akan

mendampinginya. Tim tidak ingin memutuskan ikatan persaudaraan, harus tetap menjaga komunikasi dengan pihak keluarga, melakukan perjumpaan-perjumpaan dengan pihak keluarga, hal tersebut dilakukan agar keluarga tidak

mendiskriminasi dan memberikan stigma yang negatif terhadap keluarga yang sudah terkena HIV/IDS. Keluarga akan dibekali bagaimana cara menjaga kesehatan, memahami kondisi ODHA, dan setelah semuanya sehat, sembuh dan

selesai berobat serta dapat kembali kekehidupan yang normal, tidak akan ada lagi masalah walaupun mereka sudah terkena HIV.

Dukungan dari gereja sudah pasti ada karena dengan GBKP membentuk

Komisi Pelayanan HIV/AIDS dalam menyiapkan dana, membutuhkan dukungan yang luar biasa dan dukungan dari masyarakat hal tersebut sangat membantu

kehidupan para ODHA. Jika program secara keseluruhan dapat dikatakan berjalan setengah-setengah, sebenarnya jemaat merasa penting tetapi dipengaruhi oleh ketidakepedulian dari masyarakat itu sendiri. Selanjutnya dukungan dari

Pemerintah dapat dibagi dua yaitu khusus masalah Pemerintah Kabupaten Karo, dukungan dari Pemerintah setempat sangat kurang mendukung karena hanya bergerak masing-masing, misalnya Pemerintah dengan RSUnya, Pemerintah

(32)

Komisi sudah berusaha untuk menjallin kerjasama tapi tidak mendapatkan

respon, Komisi tidak mengetahui apa yang menjadi penyebabnya, dan tidak ingin menduga-duga penyebab dari hal tersebut. Sebelumnya Komisi sudah pernah melakukan rapat dengan DPRD Kabupaten Karo, jadi ada beberapa rekomendasi

yang sudah ditawarkan di RDP (Rapat Dengan Pendapat), rekomendasi-rekomendasi tersebut nantinya akan dilakukan oleh DPRD Kabupaten Karo tetapi

sudah 2 tahun berlalu tidak ada satu pun yang dilaksanakan termasuk penutupan cafe, rumah remang-remang, penginapan-penginapan yang tidak ada izinnya. Sedangkan di tingkat Provinsi sudah berjalan dengan baik dan sudah lama terjalin

kerjasama,sedangkan diKabupaten Karo SK (Surat Keputusan) sudah dikeluarkan oleh KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) tetapi kinerjanya sama sekali tidak

ada.

Kegiatan yang bisa dilakukan untuk dapat menghilangkan stigma negatif dari masyarakat yaitu sosialisasi, karena sosialisasi itu yang terutama. Sosialisasi harus dijalankan tidak bisa diberhentikan dan harus dilakukan secara

berkesinambungan dan dilakukan terhadap orang-orang yang peduli. Jika hanya Jemaat GBKP yang melakukannya tidak akan berhasil, akan lambat prosesnya.

Seharusnya pemerintah juga ikut berpartisipasi, gereja dan agama yang lain, dari kelompok-kelompok lain yang ada di masyarakat juga harus semua dapat bekerjasama dan mensosialisasikan bahwa HIV/AIDS itu bukan penyakit yang

gampang penularanya sehingga tidak perlu melakukan pendiskriminasian, memberikan stigma negatif karena siapa saja bisa terkena, justru yang diinginkan atau diharapkan dengan mengasihi mereka, mereka akan lebih menghargai orang

(33)

Ada selalu prinsip yang dilihat bahwa “dendam” di mereka cukup tinggi.

Jadi ketika seseorang memusuhi mereka maka “dendam” mereka akan semakin tinggi dan niat mereka untuk menularkannya akan menjadi tinggi. Tetapi ketika seseorang mengasihi mereka , mereka akan berkata “cukup virus itu di aku saja,

jangan ada lagi yang tambah”. Karena mereka sudah melihat kasih yang diberikan, seandainnya semua masyarakat dapat melakukan itu tentunya

penularan akan terus berkurang.

Komisi biasanya mengadakan kegiatan khususnya di lingkungan gereja, masyarakat dan membuat pelatihan-pelatihan kader serta media. Untuk

melakukan kegiatan tersebut banyak mendapatkan hambatan, hambatan yang pernah dialami yaitu terjadi di wilayah Berastagi, sebelumnya telah disepakatan bahwa akan diadakan kegiatan sosialisasitetapi tidak ada seorangpun yang datang

pada kegiatan tersebut. Hal ini dikarenakan ketidakpedulian dari masyarakat tersebut yang menghambat berjalannya suatu kegiatan, atau karena budaya kita budaya tabu atau ada anggapan sejauh itu tidak ada di keluarga saya, maka saya

aman-aman saja. Hambatan selanjutnya yaitu banyak pemerintah yang tidak memfasilitasi dan tidak merespon kegiatan tersebut. Namun Komisi terus

berusaha agar dapat menghilangkan stigma negatif dari masyarakat. Keterlibatan Komisi didalam Rumah Singgah tersebut sangat bermanfaat bagi penderita HIV/AIDS karena Komisi melakukan pendampingan, pastoral, kecukupan nutrisi

dan pemberdayaan di Rumah Singgah Moderamen GBKP.

Stigma negatif yang banyak diterima ODHA yaitu menganggap kelakuan ODHA tidak baik, tukang jajan, pasti mereka orang pasaran yang perilakunya

(34)

melakukan hubungan seks gonta ganti pasangan. Misalnya pada saat Komisi

meminta bantuan kepada masyarakat, masyarakat berkata untuk apa mereka diberikan bantuan, itukan karena tingkahlaku mereka sendiri, karena perbuatan mereka sendiri, mereka sendiri yang melakukannya, itulah stigma yang muncul

dari masyarakat.

Salah satu yang menyebabkan hal tersebut terjadi yaitu karena kurangnya

pemahaman yang benar di masyarakat. Sehingga hal tersebut membawa dampak bagi ODHA, dimana ODHA menerima stigma yang negatif maka mereka akan berpikir dan merasa terpuruk jadi ketika mereka menderita dengan kondisi

tersebut dan dicap buruk oleh masyaraka, dengan bergumul dengan HIV maka mereka akan semakin stres. Stigma dan diskriminasi lebih mematikan daripada virus HIVnya. Karena virus HIV dengan meminum ARV akan aman dan bisa

dikendalikan tetapi jika stigma dan diskriminasi dari masyarakat bagaimana mereka menghadapinya, mereka akan menjadi rapuh, tak berdaya maka seseorang harus kuat menghadapinya dan selalu diberikan dukungan. Hal tersebutlah yang

menyebabkan seseorang tidak ingin membuka statusnya(open status) kepada masyarakat dan hanya orang-orang tertentu yang berani open status karena ketika

mereka akan membuka status tidak hanya dirinya yang akan terancam tetapi keluarganya juga akan ikut terancam dan dikucilkan.

2. Perisma Tarigan

Informan ini merupakan salah seorang pendamping yang ada di Rumah Singgah Moderamen GBKP. Menurutnya HIV/AIDS merupakan virus yang

(35)

seseoran melakukan hubungan seks maka pakailah kondom, tetapi lebih baiknya

jika tidak melakukan hal tersebut jikalau belum menikah dan jika ingin menikah maka sebaiknya masing-masing pasangan cek HIV/AIDS agar tidak terinfeksi, jika salah satu dari pasangan telah positif maka akan dapat dicegah serta jangan

mencoba memakai jarum suntik yang sudah bekas pakai karena melalui jarum suntik juga akan dapat tertular HIV/AIDS.

Di keluarga dan lingkungan informan terdapat ODHA, karena informan tersebut merupakan seorang pendamping ODHA di Rumah Singgah. Sehingga hal tersebut sudah menjadi tugasnya dalam mendampingi ODHA, agar ODHA tidak

rendah diri, tidak mudah putus asa karena sekarang informasi yang benar tentang bahaya HIV/AIDS banyak yang salah jadi ODHA terpengaruh dengan perkatan masyarakt tersebut. Jadi hal tersebutlah yang menjadi tugas informan, untuk

meluruskan dan memperbaiki bahwa penderita HIV masih bisa hidup sehat dan bisa bekerja layaknya orang-orang sehat hanya yang membedakan yaitu dalam diri seseorang sudah ada virus HIV/AIDS tetapi didalam diri kita tidak ada dan

penderita HIV/AIDS harus menunggu beberapa bulan untuk sembuh dan sehat kembali tetapi banyak pasien yang tidak sabar untuk menunggu.

Dengan penderita tersebut meminum obat ARV maka mereka akan sehat kembali karena obat ARV akan menghambat perkembangan virus didalam tubuh. Anti Retroviral (ARV) menyebabkan kondisi kesehatan para penderita menjadi

jauh lebih baik dan infeksi penyakit oportunistik lain yang berat dapat disembuhkan. Penekanan terhadap replikasi virus menyebabkan penurunan produksi sitokin dan protein virus yang dapat menstimulasi pertumbuhan. Obat

(36)

menghilangkan vitus yang telah berkembang. Obat ARV sudah dikeluarkan oleh

internasional dan di indonesia sendiri telah digratiskan oleh pemerintahan jadi obat tersebut sangat membantu dan dengan mereka meminum obat ARV maka penderita HIV/AIDS bisa hidup sehat, layak hidup, dan berumur panjang seperti

yang tidak terinfeksi dan bisa makan makan yang sehat. Itulah namanya obat ARV sifatnya mencegah, menekan virus walaupun tidak membunuh virus.

Sikap informan tersebut ODHA yaitu peduli dan empati, karena dengan empati informan dapat merasakan apa yang dirasakan oleh mereka serta menjadi bagian dari kehidupan ODHA, tetapi ada juga yang tidak empati terhapa mereka

karena seseorang itu bukan bagian dari ODHA sehingga mereka tidak peduli terhadap ODHA. Manusia di dunia tidak ada yang sempurna jadi tidak boleh memandang remeh kepada ODHA seharusnya kita merangkul mereka serta

mengasihi mereka.

Sikap informan akan selalu menyanyangi ODHA dan mengasihi ODHA,

karena pernah ada kasus, informan meminta ODHA untuk tinggal di Rumah Singgah tetapi ODHA tersebut tidak peduli, ODHA lebih mengikuti perkataan keluarganya hingga pada akhirnya dia terdampar, sudah tidak bisa melakukan

apapun dan tidak berdaya walaupun demikian informan tetap membawanya dan berobat ke Rumah Sakit Adam Malik Medan dan kesehatanya sudah pulih kembali. Menurutnya ODHA berhak untuk mendapatkan pekerjaan, karena

(37)

ODHA yang berhasil. Selalu diingatkan bahwa masih ada yang sayang terhadap

mereka dan berhak untuk dapat bekerja seperti orang lain.

Kegiatan di Rumah Singgah ada membuat alat peraga untuk anak sekolah minggu seperti boneka dan gambar, ada juga kegiatan membuat sabun cuci piring

dan kadang dibantu juga oleh pendamping dan hasil karya mereka dijual untuk dapat memenuhi keperluan mereka di Rumah Singgah. Kegiatan tersebut

dilakukan setiap bulan dan itu merupakan kegiatan rutin serta dengan kegiatan tersebut dapat mengurangi stres ODHA.

Pihak yang terlibat dalam kehidupan ODHA yaitu keluarga mereka karena

keluargalah yang paling utama dan menjadi kunci agar ODHA dapat bertahan hidup lebih lama dan bekerjasama dengan ODHA lainnya supaya mereka lebih kuat dan juga mereka bisa menanggung beban keluarga karena jika ODHA tidak

dibiarkan berpikir capek maka mereka bisa lebih parah lagi. Jika ODHA semakin beraktifitas maka mereka akan semakin sehat. Kedua yaitu para pengurus atau

pendamping, karena sangat membantu para ODHA dan juga menguatkan mereka dan yang ketiga yaitu uang, uang sangat membantu para ODHA supaya mereka dapat sehat kembali, tenang pikiran dan hal tersebut tidak dapat dipungkiri

bahwasanya uang juga sangat berpengaruh terhadap diri mereka.

Pendampingan dilakukan setiap terhadap penderita HIV.AIDS, karena di Rumah Singgah ini diharapkan ada ODHA yang sudah sehat untuk dapat

(38)

seminggu diluar Rumah Singgah seperti mengunjungi rumah penderita

HIV/AIDS, adanya kegiatan sosialisasi, penyuluhan. Tetapi jika pendampingan di Rumah Sakit tetap ada walaupun hanya satu orang yang dapat menjaga mereka. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Rumah Singgah sangat mengurangi stigma

negatif dari masyarakat sehingga jika ODHA ingin baik dimata masyarakat maka mereka harus bersih seperti orang sehat. Dukungan dari masyarakat terhadap

ODHA sangat banyak, dapat berbentuk makanan, membeli sabun dan membantu untuk biaya sewa Rumah Singgah dan masyarakat sekitar Rumah Singgahhanya ada beberapa karena di lingkungan Rumah Sakit tetapi secara umum mereka

sangat mendukung. Untuk dapat mengurangi stigma negatif dari masyarakat terlebih dahulu harus memberikan informasi dan pendidikan tentang HIV/AIDS yang benar sehingga masyarakat tidak memanggap bahwa jika sudah terkena tidak

dapat disembuhkan serta HIV/AIDS bukanlah virus orang jahat tapi dapat tertular lewat hubungan seks bebas. Sehingga sangat diharapkan bahwa ODHA sendiri

yang berbicara mengenai apa itu HIV/AIDS, bagaimana penularannya.

Penyakit tersebut tidak akan tertular jika hanya berjabat tangan, bergaul, berdekatan, hanya saja sekarang akibat stigma, akibat kurangnya informasi dan

pendidikan yang benar mengenai HIV/AIDS sehingga ODHA takut dan justru semakin dijauhi. Di Rumah Singgah tersebut mereka merasa aman, perjuangan itu selalu ada jadi alangkah baiknya jika kita membela hak kaum ODHA walaupun

tidak secara riil atau material tapi dengan berbicara, menyampaikan informasi yang benar maka akan dapat mengurangi stigma karena HIV bukan penyakit yang

(39)

Komisi HIV/AIDS sangat terlibat dalam kehidupan ODAH di Rumah

Singgah, Komisi HIV/AIDS memang tidak sempurna dan memiliki kekurangan. Sifatnya menolong secara global, membuat pasien tersebut menjadi sehat kembali hanya saja Komisi tidak mempunyai orang-orang yang khusus untuk menjaga

pasien dan Rumah Singgah dibuat untuk pasien yang membutuhkan pertolongan kemudian mereka berkarya dan memulai membenahi dirinya dari Rumah Singgah.

Stigma negatif yang diterima ODHA yaitu dijauhi, mereka dianggap terkena penyakit yang jahat, masyarakat mengucikan ODHA, diusir dan tidak di terima tinggal di kampung mereka. Dan stigma itu muncul karena informasi dan

pendidikan tentang HIV/AIDS yang diterima masyarakat salah sehingga ODHA merasa ketakutan untuk open status kepada orang lain.

Tabel 4.2. Pengurus atau Pendamping di Rumah Singgah berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Alamat dan Tugasnya

No Nama Jenis

Sumber : olahan data peneliti, 2017.

4.4.3. Penderita HIV/AIDS 1. Budi Naibaho

Budi Naibaho (nama samaran) berusia 31 tahun berasal dari Samosir

(40)

menyerang tubuh dan lama kelamaan akan mengurangi tenaga. Gejala terinfeksi

HIV/AIDS awalnya demam-demam, mual, selera makan menurun, dan ada jamur di mulut sehingga dibawa ke Rumah Sakit dan positif terkena HIV/AIDS. Saat mengetahui hal tersebut tidak terima dengan hasilnya dan hal itu pada awal tahun

2017.

Keluarga sudah mengetahui bahwa informan terkena penyakit HIV/AIDS

dan pada saat keluarga mengetahui hal tersebut keluarga merasa takut dan khawatir karena keluarga tersebut menganggap penyakit tersebut penyakit yang sangat mematikan. Perlakuan dari keluarga pasti ada, kadang dijauhi, dikucilkan

oleh masyarakat setempat yang telah mengetahui status informan sehingga tidak berani untuk membukakan status, menunjukkan identitas serta kehidupan informan menjadi berubah. Stigma dan diskriminasi sangat banyak diterima

informan seperti pada saat ada pesta atau kumpul-kumpul bersama informan tidak diperbolehkan untuk datang, jika informan datang maka masyarakat tidak akan

datang ke acar tersebut serta tidak ingin berdekatan.

2. Rita

Rita ini adalah salah satu penderita HIV/AIDS yang berusia 38 tahun

berasal dari Berastagi beragama Kristen Protestan, sudah berkeluarga dan telah mempunyai anak. HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang menular dan cara penularanya melalui cara transfusi darah, jarum suntik dan gonta ganti pasangan

(41)

positif HIV/AIDS adalah awalnya diare, batuk, berat badan berkurang, selera

makan menurun dan tumbuh jamur di lidah.

Sehingga informan berkeinginan untuk tinggal di Rumah Singgah, awalnya beliau ini mengetahui adanya Rumah Singgah untuk penderita

HIV/AIDS dari penyuluhann-penyuluhan yang dilakukan ke daerah-daerah. Alasan beliau tinggal di Rumah Singgah agar bisa melakukan pemulihan total, ada

kawan untuk berinteraksi sehingga tidak stres, kadang jika sendiri berat rasanya tetapi jika di Rumah Singgah, malam harinya bisa bercandaria dengan mereka, dikuatkan, memberi semangat dan berlomba-lomba untuk sehat.

Di Rumah singgah ada kegiatan yang dilakukan untuk mengisi kekosongan para ODHA seperti membersihkan rumah, masak, mencuci, mengepel dan juga ada kegiatan membuat alat peraga untuk anak sekolah minggu.

Selama tinggal di Rumah Singgah hubungan dengan sesama ODHA tidak ada masalah sudah seperti saudara sendiri apalagi dengan pengurus atau pendamping

di Rumah Singgah tersebut, mereka memperlakukannya dengan baik dan tidak ada pilih kasih di antara mereka semua.

Stigma dan diskriminasi yang dialami oleh informan dari keluarga, teman

dan lingkungan yaitu adanya penolakan dari keluarga tetapi jika dari lingkungan sekitar tidak ada karena orang sekitar tempat tinggal beliau tidak ada yang mengetahui penyakit beliau. Sikap beliau terhadap stigma dan diskriminasi

(42)

memberitahukan kepada siapapun tentang penyakitnya tersebut dan cukup hanya

keluarga beliau saja yang mengetahuinya.

3. Rudi

Rudi ini berusia 28 tahun berasal dari Kabanjahe beragama Islam dan sudah berumahtangga. Menurut informan ini bahwa HIV/AIDS tersebut adalah penyakit yang berasal dari seks bebas, jarum suntik, narkoba dan tato. Gejala awal

yang dialami oleh Rudi yaitu gejala demam tinggi, diare yang berkepanjangan, tenggorokan terasa sakit seperti influenza walaupun minum obat tetapi tidak sembuh dan tidak berhenti. Setelah itu informan tersebut berobat ke Rumah Sakit

Adam Malik untuk berobat dan tinggal di Rumah Singgah GBKP hal tersebut atas saran dari Dokter yang mengobati beliau.

Sejak tinggal di Rumah Singgah, informan merasa semakin membaik dan

awalnya itu informan mendatangi mereka dan menceritakan kekhawatirannya akan keluarga yang tidak akan menerimanya kembali. Setelah itu informan tinggal di Rumah Singgah hingga saat ini dan melakukan kegiatan membuat sabun sanligt

dan selain itu untuk mengisi kekosongan, kegiatan yang dilakukan yaitu dengan menjadi tukang becak yang dapat menambah pendapatan baginya.

Dan ditempat tersebut informan banyak mendapatkan pencerahan, dorongan untuk sehat kembali, semangat serta motivasi-motivasi dari teman-teman dan juga dari tim pendamping di Rumah Singgah. Namun untuk tetap sehat

informan harus patuh meminum obat ARV, karena dengan meminum obat ARV maka informan akan dapat bertahan hidup lama dan sehat kembali seperti manusia

(43)

Stigma itu tetap adaditerima seperti tidak adanya kepedulian orang lain

terhadapnya atau tidak ada orang yang ingin menjenguk, menjauhi mereka, mengucikan mereka dan menjauhkan mereka dari masyarakat dan lingkungannya. Sejak saat itu informan mulai membenci dan dendam terhadap masyarakat

tersebut karena perlakuan yang tidak adil yang terjadi kepada dirinya.

4. Susanti

Informan ini berusia 33 tahun berasal dari Dolok Sanggul beragama Kristen Protestan dan sudah berkeluarga. Menurutnya penyakit HIV/AIDS adalah penyakit berbahaya dan tidak dapat disembuhkan. Awal mengetahui penyakit

tersebut karena tumbuhnya jamur dimulut, demam terus-menerus, berat badan yang menurun akhirnya cek ke Rumah Sakit Adam Malik ternyata informan

tersebut terkena HIV/AIDS.

Cara penularannya dapat melalui hubungan seks bebas, jarum suntik dan juga melalui darah. Ketika dinyatakan positif HIV/AIDS perasaan menjadi kacau, ingin mengakhiri hidup karena Susanti berpikir tidak ada gunanya untuk hidup,

tidak ada harapan untuk dapat sembuh kembali. Setelah kejadian itu informan mendapatkan informasi dari petugas Adam Malik dan melakukan wawancara

hanya berdua akhirnya informan tersebut mendapatkan pendampingan dari Perisma Tarigan atau kerap dipanggil dengan sebutan “Bunda”.

Sejak itulah ibu Susanti ini sudah berkeinginan untuk dapat sembuh

kembali karena kepedulian dan kasih sayang yang diberikan pendamping terhadapnya dan juga dengan kepatuhan meminum obat ARV yang dapat

(44)

Awal mereka berkumpulnya di Rumah Singgah tersebut yaitu dengan

adanya donatur atau bunda Perisma dan juga dari Gereja GBKP yang peduli dengan penyakit HIV/AIDS tersebut. Alasan informan untuk tinggal sementara di Rumah Singgah yaitu agar dapat sehat kembali, pengontrolan berobat ke Rumah

Sakit teratur, patuh meminum obat ARV dan mendapatkan dampingan, karena setelah meminum obat ARV tersebut maka seseorang akan mengalami

gejala-gejala atau reaksi-reaksi yang berbeda.

Di Rumah Singgah tersebut juga dibuat kegiatan seperti membuat alat peraga boneka untuk anak sekolah minggu dan alat peraga tersebut dijual ke

gereja-gereja tiap klasis, kegiatan kebaktian yang dilakukan 2 minggu sekali dari gereja lain tetapi belakangna ini kegiatan rohani tersebut tidak dilakukan lagi, mereka tidak mengetahui apa alasan tidak dilakukan kembali kebaktian tersebut

padahal mereka sangat berkeinginan untuk dapat dilakukan kembali kegiatan kebaktian tersebut. Karena kegiatan kebaktian tersebut sangat bermanfaat bagi mereka dan dari kegiatan tersebut juga, mereka dapat berpengharapan dan tidak

mudah putus asa.

Sikap dan perlakuan yang mereka terima dari masyarakat sudah tidak

seperti dulu saat mereka belum terkena HIV/AIDS. Karena masyarakat merasa jijik, merasa remeh, menjauhi informan , merasa takut dan tidak ingin berdekatan denga mereka. Dan ada anggapan dari masyarakat bahwa itu adalah akibat dari

perbuatan mereka yang selama ini melakukan hal yang menyimpang sehingga masyarakat tidak merasa empati terhadap sesorang yang telah terkena HIV/AIDS tersebut. Tapi informan tidak terima dengan sikap dan perlakuan masyarakat

(45)

untuk open status kepada orang lain karena takut dihindari dan dikucilkan dari

lingkungan masyarakat.

5. Linda

Adalah seorang ibu rumah tangga yang berusia 31 tahun berasal dari Padang Sidempuan beragama Islam. Gejala awal yang dialami sering keringatan tengah malam, mencret, gatal-gatal, siang-siang menggigil kedinginan dan

muncul jamur dimulut. Pada saat kejadian tersebut informan memeriksannya ke Rumah Sakit dan ternyata positif terkena HIV/AIDS, pada saat itu informan langsung drop dan sedih. Setelah kejadian tersebut, informan menceritakan

keadaannya kepada teman sekerjanya dan keesokan harinya informan langsung di pecat dari pekerjaannya.

Mereka yang berada disekitar tempat kerjannya tidak menerima informan

kembali karena teman sekerjanya takut tertular dan langsung mengusirnya. Setelah itu informan tinggal di Rumah Singgah, ditempat tersebut ibu Linda mendapatkan perawatan yang layak dan merasa nyaman walaupun harus berpisah

dengan keluarga untuk beberapa bulan.

Di Rumah Singgah mereka melakukan kegiatan sehari-hari agar tidak

bosan seperti membuat boneka, sabun cuci piring, membersihkan rumah dan jika ada waktu kosong maka informan berjualan di sekitar Rumah Sakit Adam Malik Medan. Alasan informan tinggal di tempat tersebut karena informan telah banyak

(46)

yang membedakan hanya didalam tubuh masyarakat tidak ada virus HIV/AIDS

tetapi di mereka ada.

Stigma dari masyarakat sangat tinggi sehingga siapa saja yang mengetahui status mereka maka akan langsung mendapatkan diskriminasi yang dapat

membawa dampak yang sangat buruk bagi informan. Karena ada masyarakat yang menerimanya dan ada juga tidak menerimanya, ada yang merasa jijik, takut

tertular dan jika bertemu dengan teman di tempat kerja dulu, mereka tidak mau menegur informan, tidak mau bersalaman, dan informan ini sangat sedih. Tapi informan menanggapinya biasa saja karena informan sadar bahwa itu terjadi

karena perilakuknya di masa lalu dan dengan berserah kepada Tuhan membuat hatinya merasa tenang. yang

6. Tino

Informan ini berumur 34 tahun berasal dari Berastagi beragama Khatolik dan sudah berkeluarga. HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang menular melalui darah, gontak ganti pasangan, jarum suntik. Informan ini berada di Rumah

Singgah sejak tahun 2017, sejak dinyatakan terkena virus HIV/AIDS dan melakukan semua peraturan yang telah dibuat. Dimana informan harus minum

teratur obat ARV, kontrol yang teratur, menjaga kebersihan dan juga istirahat yang cukup. Awal terkenanya karena melakukan hubungan seks bebas, gejala awalnya demam, badan menjadi kurus, tidak ada semangat, mencret dan ada

jamur di mulut.

(47)

bunda Primus ke Rumah Singgah. Pertama tinggal di tempat itu, informan masih

merasa takut karena belum kenal betul dengan semuanya, tapi setelah berbulan-bulan akhirnya mereka sudah seperti satu keluarga di rumah tersebut.

Di tempat tersebut mereka diajari untuk membuat alat peraga berupa

boneka untuk anak sekolah minggu, membuat sabun cuci piring dan juga informan bekerja sebagai sopir angkot, dengan begitu dapat menambah

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan selama tinggal di Rumah Singgah. Selama tinggal di Rumah Singgah informan merasa nyaman, tenang, tidak sendiri dan telah memilik keluarga baru saling menerima kelemahan dan kekurangan

mereka.

Dulu keluarga informan tidak menerima keadaannya karena keluarganya merasa malu dengan keadaan informan tersebut, takut dijauhi oleh tetangga,

dikucilkan dan di usir dari kampung. Itulah alasan informan mengapa melilih tinggal di Rumah Singgah. Masyarakat setempat belum mengetahui penyakit

informan karena tidak berani open status. Karena jika orang lain mengetahuinya maka orang lain akan memberikan stigma dan diskriminasi yang dapat memperburuk keadaan informan. Masyarakat menganggap bahwa seseorang yang

sudah terkena HIV/AIDS maka tidak perlu untuk dikasihani dan informasi-informasi yang salah diterima masyarakat menyebabkan memberikan stigma

terhadap penderita HIV/AIDS.

7. Adel

(48)

yang sangat menular, sangat berbahaya dan belum dapat disembuhkan karena

belum ada obatnya. Untuk saat ini hanya ada obat ARV yang dapat menghambat pertumbuhan virus sehingga seseorang dapat bertahan hidup lebih lama. Sesorang dapat terkena jika melakukan hubungan seks bebas, menggunakan jarum suntik

secara berganti-gantian dan melakukan transfusi darah. Gejala awalnya tumbuh jamur di mulut, demam, mencret dan kekebalan tubuh berkurang sehingga

seseorang menjadi lemas dan tidak bertenaga.

Informan mengetahui adanya Rumah Singgah dari bunda Prisma dan juga dari petugas Rumah Sakit Adam Malik. Sejak tinggal di Rumah Singgah tersebut,

informan menjadi sehat kembali, dapat bekerja, dan kembali percaya diri. Dengan meminum obat ARV maka seseorang akan dapat bertahan hidup dan dapat beraktifitas seperti biasanya. Di tempat tersebut mereka membuat sabun cuci

piring, membuat boneka alat peraga. Informan tersebut sama sekali tidak dijauhi oleh keluarganya tetapi semuanya mendukung agar informan dapat sehat kembali, sehingga tidak ada stigma dan perlakuan diskriminasi yang diterima. Dan

dilingkungan tempat tinggal, tidak ada yang mengetahui bahwa informan terkena HIV/AIDS.

(49)

7. Adel Perempuan 30 Tahun Kriten Medan

Sumber : olahan data peneliti, 2017.

4.5 Stigma Sosial terhadap Penderita HIV/AIDS

4.5.1 Stigma Masyarakat terhadap Penderita HIV/AIDS

Stigma sosial merupakan ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh dari lingkungan. Dalam kehidupan sehari-hari dapat

kita temukan orang-orang yang menderita HIV dan AIDS. Mereka yang disebut ODHA ini sering mendapatkan perlakuan tidak adil dalam pergaulan

di lingkungan sosialnya. Ada perlakuan yang berbeda terhadap penderita HIV dan AIDS, seperti dikucilkan, dijauhi bahkan didiskriminasi. Namun stigma dan diskriminasi terhadap ODHA tersebut sama sekali tidak akan membantu usaha

mencegah penularan dari virus tersebut.

Tidak dapat dipungkuri bahwa stigma-stigma negafit cenderung melekat pada orang yang menderita HIV dan AIDS. Pemahaman yang kurang tentang

HIV/AIDS di masyarakat perlu diminimalisir agar penanganan HIV/AIDS bukan dengan memerangi penderita tetapi memerangi cara penularannya yaitu melalui

jarum suntik, transfusi darah yang tidak steril, pemakaian narkoba dan seks bebas yang beresiko tinggi.

Stigma terhadap ODHA merupakan suatu fenomena yang sangat banyak

ditemukan di indonesia tidak terkecuali juga di Kabupaten Karo. Dimana masyarakat Tanah Karo sebagian banyak dari mereka telah terkena HIV/AIDS, hal ini mungkin dikarenakan adanya seks bebas di kalangan masyarakat hal

(50)

ODHA sering dituding sebagai orang yang tidak bermoral dan pendosa

sehingga mengakibatkan ODHA bukan hanya sulit berhubungan dengan keluarga dan masyarakat sekitar, bahkan mendapatkan berbagai hinaan dari masyarakat serta perlakuan yang tidak manusiawi. Seperti yang diungkapkan oleh seorang

masyarakat yaitu Marga Situmorang :

Menurut saya ya nak....orang yang terkena oleh itu, karena sudah

menyimpang gitu dan saya akan menjauh sejauh-jauhnya gitu dan saya

suruh orang itu untuk menjauhi saya juga. (wawancara Mei 2017).

Informan tersebut sangat takut jika berdekatan dengan penderita

HIV/AIDS padahal penularan penyakit tersebut tidak semudah yang ada dalam pikirannya, tidak seperti penyakit TBC yang dapat tertular lewat udara dan juga

kemungkinan lainnya yang menyebabakan adanya anggapan seperti yang diungkapakan diatas adalah adanya informasi yang salah yang telah diterima masyarakat tersebut. Dan juga sebagian dari masyarakat belum memahami secara

benar faktor penyebaran dan cara penanggulangannnya. Ketidakpahaman tersebut dapat menyebabkab over protectif terhadap diri ODHA seperti diskriminasi tidak mau bergaul dengan ODHA serta stigma bahwa penderita HIV/AIDS harus

dihindari. Seperti yang dituturkan oleh J br Pandia :

Sebaiknya kan kak... untuk kebaikan kita juganya nanti itu, harus kita

jauhilah orang itu, kita hindari dan juga dikurangilah interaksinya. Karena

orang yang sudah terkena itu mungkin bisa jadi menyimpang dari

(51)

itu memang punya agama tapikan kurang dimaknainnya normannya itu

kak....(wawancara Mei 2017).

ODHA sebenarnya orang yang patut untuk diberikan dukungan yang baik

secara sosial maupun psikologis bukan malah untuk dikucilkan dari lingkungan masyarakat. Karena stigma dan diskriminasi dari masyarakat lebih mematikan daripada virus HIV/AIDS. Selain itu, stigma terhadap ODHA menyebabkan orang

yang memiliki gejala atau diduga menderita HIV enggan untuk melakukan tes HIV karena mereka takut ditolak oleh keluarga terutama pasanagn mereka dan juga stigma tersebut menghalangi ODHA untuk melakukan aktifitas sosial. Serta

ODHA cendrung menutup diri dan cenderung tidak bersedia untuk berinteraksi dengan keluarga, teman dan juga tetangga.

Sebagian dari informan dari penelitian ini masih memiliki pengetahuan dan pendidikan yang salah tentang HIV/AIDS seperti penyakit tersebut dapat menular melalui gigitan nyamuk, barang-barang yang digunakan penderita

walaupun demikian mayoritas informan juga mengetahui bahwa HIV/AIDS ditukarkan melalui hubungan seks dan transfusi darah. Tapi tidak dapat dipungkuri bahwa stigma masyarakat terhadap penderita tetap masih melekat pada

diri masyarakat.

Bentuk stigma yang sering diberikan masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS yaitu dengan menjauhi ODHA atau tidak meginginkan untuk

menggunakan peralatan yang sama, penolakan dari keluarga, teman ataupun masyarakat terhadap ODHA, sikap yang menyalahkan ODHA karena penyakit

Gambar

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan
Tabel 4.1. Data Informan berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Agama dan
Tabel 4.2. Pengurus atau Pendamping di Rumah Singgah berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Alamat dan Tugasnya
Tabel 4.3 Penderita HIV/AIDS berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Agama dan Asal Tempat Tinggal

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian tandem gait exercise dan ankle strategy exercise tidak ada perbedaan pengaruh, dimana selisih hasil nilai rerata kelompok I dan kelompok II yaitu 0,051

Sebelum melaksanakan praktek mengajar, praktikan membuat RPP sesuai dengan kompetensi yang akan diajarkan. Praktikan mendapat kesempatan untuk mengajar

Imagine if the rubish is not properly managed will lead to disasters such as floods, polluted, traffic jam, aesthetics and waste also causes various diseases such as diarrhea,

Bahwa terdakwa, SAFDAN alias ADAN bersama-sama dengan ISPANDI alias Iis(dilakukan penuntututan secara terpisah) pada hari Jumat tanggal 17 Mei 2013 sekira pukul 20.30 WIB

Hidrograf limpasan langsung dari hasil analisis kedua model dengan data RSS dan proses pengerjaan GIS di softwareWMS menunjukkan kesamaan yang cukup ideal dan

Hukum Pidana; Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.. Filsafat Hukum

Demikian diterangkan untuk digunakan melengkapi syarat pendaftaran Ujian Meja Hijau Tugas Akhir Mahasiswa bersangkutan di Departemen Matematika FMIPA

Traditional market management in Tsukiji Fish Market based on marketing mix (product, place, promotion, price, people, processes, programs, performance)..