• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Bahasa Jawa Sebagai Muatan Lokal (MULOK) di SMP Negeri di Kota Salatiga: Perspektif Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons T1 BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Bahasa Jawa Sebagai Muatan Lokal (MULOK) di SMP Negeri di Kota Salatiga: Perspektif Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons T1 BAB V"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

IMPLEMENTASIPENGEMBANGAN MULOK DISMP NEGERI SALATIGA

2.1Penentuan MULOK

Kurikulum 2013 Muatan Lokal Bahasa Jawa dikembangkan dengan

mempertimbangkan tantangan internal dan eksternal. Tantangan internal terkait

dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional

Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan,

standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar

pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Tantangan eksternal terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang

terkait dengan kemajuan teknologi, informasi perkembangan pendidikan di tingkat

nasional dan internasional. Arus globalisasi akan menggeser pola hidup dan budaya

masyarakat Jawa. Bila hal initidak ditangani secara tepat boleh jadi masyarakat Jawa

tinggal nama tanpa kepribadian. Kurikulum 2013 Muatan Lokal Bahasa Jawa

dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir, baik secara makro (jagad gedhe) dan secara mikro (jagad cilik).

1. Penyempurnaan pola pikir secara makro (jagad gedhe)mengacu pada perubahan pola pikir yang mengarah pada hal-hal berikut:

1. pembelajaran berpusat pada peserta didik.

2. pembelajaran interaktif.

3. pola pembelajaran jejaring.

4. pola pembelajaran aktif dengan pendekatan sains.

5. pola belajar berbasis tim.

6. pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat

multimedia.

7. pola pembelajaran berbasis kebutuhan peserta didik.

(2)

Pola pemikiran secara mikro (jagad cilik) mengacu pada;

1. pola pembelajaran bahasa Jawa mengarah pada pembentuk kepribadian dan

penguat jati diri masyarakat Jawa yang tercermin pada pocapan(ucapan),

patrap(sikap), dan polatan(muka / ekspresi wajah).

2. pembelajaran bahasa Jawa sebagai upaya pengolahan kearifan budaya lokal

untuk didayagunakan dalam pembangunan budaya nasional, watak, dan

karakter bangsa.

3. pembelajaran bahasa Jawa sebagai penjaga dan pemelihara kelestarian bahasa,

sastra, dan aksara Jawa.

4. pembelajaran bahasa Jawa sebagai upaya penyelarasan pemakaian bahasa,

sastra, dan aksara Jawa agar sejalan dengan perkembangan bahasa Jawa (nut

ing jaman kalakone)

5. pembelajaran bahasa Jawa sebagai proses pembiasaan penggunaan bahasa

Jawa yang laras dan leres dalam berkomunikasi dan berinteraksi sehari-hari di

dalam keluarga dan masyarakat sesuai dengan kaidah, etika, dan norma yang

berlaku

6. pembelajaran bahasa Jawa memiliki ciri sebagai pembawa dan pengembang

budaya Jawa.

2. Penguatan materi dilakukan dengan memperhatikan;

1. penggunaan bahasa Jawa ragam ngoko dan krama dengan

mempertimbangkan keberadaan dialek masing-masing daerah. Materi

kebahasaan yang berkaitan dengan unggah-ungguh tidak disajikan secara

khusus pada aspek pengetahuan (KI3). Hal ini dikawatirkan unggah ungguh

hanya berhenti pada tataran pengetahuan padahal yang diharapkan unggah

ungguh basa sebagai sebuah action sebagai manifestasi kesantunan berbahasa

yang menjadi bagian dari sikap sosial (KI3)yang tercermin dalam penggunaan

(3)

setiap kesempatan baik itu dalam proses pembelajaran di dalam kelas,

maupun di luar kelas.

2. pemanfaatan sastra Jawa modern sebagai hasil karya sastra Jawa baik yang

berupa sastra tulis maupun sastra lisan (geguritan, crita cekak, crita sambung,

novel, drama, film dan sebagainya) yang berkembang untuk pembentukan

karakter yang njawani.

3. pemanfaatan sastra klasik baik lisan maupun tulis (sastra piwulang, babad,

legenda, tembang, nyanyian rakyat, tembang dolanan, cerita, mitos, dongeng,

sastra wayang dan sebagainya) untuk penguatan jati diri.

(4)

Berikut adalah surat keputusan yang diberikan olah Dinas Pendidikan

Provinsi Jawa Tengah :

Gambar 1

(5)

Gambar 2

(6)

Dilihat dari sikap yang sudah diberikan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa

Tengah mengenai MULOK bahasa jawa tersebut, mengharapkan adanya upaya

pembentukan karakter terhadap sikap dan tindakan dalam melestarikan kebudayaan

lokal.Tujuan dalam kurikulum tersebut nantinya para siswa dapat menjaga dan

melestarikan kebudayaan lokal yang ada dan memiliki sifat maupun karakter yang

mengakar terhadap kebudayaan tersebut.

Dalam perspektif teori struktural fungsional dimana AGIL sebagai pisau

analisisnya untuk melihat topik yang penulis teliti ini terdapat beberapa aspek yang

menurut penulis menjadi pertimbangan dalam penentuan MULOK tersebut yaitu:

1. Sistem Kultural

Menurut Parsons, kebudayaan merupakan kekuatan utama yang

mengikat sistem tindakan. Hal ini disebabkan karena di dalam kebudayaan

terdapat norma dan nilai yang harus ditaati oleh individu untuk mencapai

tujuan dari kebudayaan itu sendiri. Nilai dan norma itu akan diinternalisasikan

oleh aktor ke dalam dirinya sebagai suatu proses dalam sistem kepribadian

agar membentuk individu sesuai yang diinginkan dalam sistem kultural.

Contohnya, nilai dan norma akan mendorong individu untuk bertutur kata

lebih sopan kepada orang yang lebih tua maupun orang yang dituakan.

Parsons berpendapat bahwa sistem kultural sama dengan sistem

tindakan yang lain. Jadi, kebudayaan adalah sistem simbol yang terpola dan

tertata yang merupakan sarana orientasi aktor, aspek sistem kepribadian yang

diinternalisasikan, dan pola-pola yang terinstitusionalkan dalam sistem sosial

(Ritzer dan Goodman, 2008:263). Artinya sistem kultural dapat dikatakan

sebagai salah satu pengendali sistem kepribadian.

Sistem kultural terhadap implementasi MULOK bahasa jawa diSMP

Negeri di Salatiga yaitu dimana MULOK tersebut berasal dari budaya

masyarakat sekitar yang seperti dikatan oleh Parsons kultural sebagai salah

satu pengendali sistem kepribadian dan hal itu sama halnya dengan tujuan

(7)

2. Sistem Kepribadian

Sistem kepribadian tidak hanya dikendalikan oleh sistem kultural,

namun juga dikendalikan oleh sistem sosial. Ini tidak berarti tidak ada tempat

independen atau bebas pada sistem kepribadian. Pandangan Parsons adalah

kendati konteks utama struktur kepribadian berasal dari sistem sosial dan

kebudayaan melalui sosialisasi. Kepribadian menjadi sistem independen

karena hubungannya dengan organismenya sendiri dan melalui keunikan

pengalaman hidupnya sendiri; Sistem Kepribadian Bukanlah Sekadar

Epifenomena (Ritzer dan Goodman, 2008:263).

Kritik Parsons tentang kepribadian ialah, dia tidak membiarkan

kepribadian sebagai sistem yang tidak independen atau tidak bisa berdiri

sendiri dan hanya diatur oleh sistem kultural maupun sistem sosial.

Kepribadian adalah sistem motivasi yang ada di dalam diri individu yang

mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan disposisi. Kebutuhan ini

berbeda bukanlah dorongan naluriah sejak lahir yang dimiliki individu, namun

kebutuhan ini timbul karena individu berada dalam setting sosial.

Kebutuhan disposisi akan mendorong individu untuk menerima

maupun menolak objek yang ada di lingkungan itu maupun untuk mencari

dan menemukan objek yang baru. Dengan kata lain, kebutuhan inilah yang

mendorong individu untuk terjebak maupun masuk dalam suatu sistem

maupun terciptanya sistem.

Parsons membedakan kebutuhan disposisi menjadi tiga jenis, yakni hal

yang mendorong aktor untuk mendapatkan cinta, persetujuan, keputusan yang

disebabkan dari hubungan sosial mereka. Kedua adalah internalisasi nilai

yang mendorong aktor untuk mengamati berbagai standar struktural, dan

kemudian menjadi harapan suatu peran untuk memberi maupun mendapatkan

respon yang tepat dari hubungan sosial. Seperti yang dapat kita lihat dalam

contoh tadi, seorang yang lebih muda akan berbicara lebih sopan kepada

(8)

Dilihat dari keputusan yang sudah diberikan oleh pemerintah provinsi jateng

terkait dengan adanya kurikulum 2013 terkait MULOK bahasa jawa, bahwa dinas

pendidikan provinsi jateng telah melihat bahasa jawa adalah MULOK yang mudah

beradaptasi dengan keadaan lingkungan sekitar khususnya Provinsi Jawa Tengah

dikarenakan bahasa tersebut seringkali digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh

masyarakat sekitar. Tujuan yang diinginkan pun juga tergolong cukup mudah,

dikarenakan hingga saat ini terdapat cukup banyak komunitas yang bergerak dalam

pelestarian kebudayaan dan pengenalan kebudayaan kedaerah luar, sehingga

pemerintah provinsi cukup terbantu dalam penerapan muatan lokal d SMP-SMP

Negeri di Provinsi Jateng.SMP Negeri di Salatiga sendiri telah mengikuti atau

menerapkan kurikulum 2013 dimana juga melaksanakan keputusan yang telah

diberikan oleh Dinas Pnedidikan Provinsi Jwa Tengah terkait MULOK bahasa jawa.

Di SMP Negeri di Salatiga dari berlakunya Kurikulum 2013 yang telah diterapkan,

hingga saat ini hanya terdapat 1 (satu) mata pelajaran muatan lokal (mulok) yaitu

bahasa jawa.Bahasa jawa terkhususnya bagi masyarakat jawa merupakan bahasa ibu

yang bisa dikatakan bahasa nenek moyang terdahulu yang hingga saat ini masih ada

dan masih terjaga hingga saat ini dan dikembangkan melalui pendidikan yaitu

melewati mutan lokal (MULOK) diSMP – SMP Negeri.

2.2 Pengembangan mulok

Dilihat dari kondisi MULOK untuk wilayah jateng dan terkhusunya Salatiga

saat ini, dimana kurikulum MULOK yang terdapat dalam kurikulum K13 tersebut

yaitu bahasa jawa saja dan diputuskan langsung oleh gubernur Provinsi Jawa Tengah

dimana nantinya keinginan pemerintah yang diharapkan dengan adanya MULOK

tersebut mampu mengangkat bahasa daerah dan bahkan parasiswa nantinya mampu

mengembangkan kebudayaan yang ada melalui bahasa jawa tersebut dan pada

(9)

Di Salatiga dinas pendidikan sendiri juga berharap dengan adanya MULOK

tersebut mampu menjadi salah satu upaya bagi para siswa dalam melestarikan

kebudayaan yang ada serta menjadi upaya dalam mempertahaankan budaya

berbahasa jawa di era globalisasi ini, dimana bahasa jawa ini semakin lama

ditinggalkan oleh generasi muda dan kesulitan dalam persaingan dengan bahasa luar

maupun nasional.

Dalam mengembangkan MULOK (muatan lokal) Dinas pendidikan berupaya

mengembangkan mencari potensi yang ada di kota Salatiga agar kota Salatiga

memiliki MULOK tersendiri dimana nantinya dapat masuk kedalam kurikulum yang

ada.

“ ini sudah di awali oleh bagian KESRA sudah mulai menggali potensi apa yang ada di kota salatiga ini, yang nanti bisa dijadikan muatan lokal yang berdasarkan kearifan lokal. Kita akan mengangkat potensi kota salatiga dan bisa di kembangkan menjadi muatan lokal.”1

Mulok yang terdapat dalam kurikulum 2013 yaitu dari bahasa jawa karena

budaya jawa yang menonjol adalah dari segi bahsa namun sampai saat ini masih

dikembangkan lebih lagi dalam hal materi yang diberikan dan upaya Dinas

Pendidikan kota Salatiga dalam mencari potensi kota Salatiga adalah salah satu usaha

dalam mengembangkan muatan lokaldengan cara mendata potensi – potensi yang

terdapat dikota Salatiga ini yang selanjutnya akan dipilih maupun disaring dan

nantinya mampu dimasukan kedalam kurikulum yang akhirnya dapata

diimplementasikan dalam pembelajaran oleh guru-guru kepada para siswa SMP –

SMP Negeri kota Salatiga. Bagi para siswa setiap tahunnya diadakan lomba macapat

bahasa jawa agar menjadi salah satu wadah ajang bersaing bagai para siswa untuk

mengembangkan diri dengan berbahasa jawa dan bagi para guru memiliki forum guru

pengampu bahasa jawa yang nantinya dalam forum tersebut membahas tentang

1

(10)

kabijakan kurikulum MULOK bahasa jawa hingga cara pengajaran atau penyampaian

materi didalam kelas. Dalam upaya tersebut sama seperti dalam sebuah teori sosiologi

Tallcot Parsons tentang AGIL yang menjadi kacamata dalam melihat implementasi

muatan lokal ini yaitu:

1. Adaptasi

Adaptasi yaitu adalah upaya suatu bagian beradaptasi atau membiasakan diri

dengan lingkungan/sistem/wadah maupun ruang lingkup yang ada.Sebelum

ditentukannya MULOK yang ada saat ini, Dinas Pendidikan sudah berupaya

dalam melihat potensi apa yang mampu masuk dalam kurikulum tersebut dan

mudah untuk dipelajari bagi para siswa dalam hal ini yaitu mulok bahasa

jawa.Dipilihnya mulok bahasa jawa sebagaisalah satu bagian dari kurikulum K13

dijawa tengah yaitu dikarenakan bahasa jawa merupakan bahasa ibu atau bahasa

nenek moyang masyarakat sekitar dan hal ini mempermudah dalam memutuskan

bahwa bahasa jawa masuk kedalam kurikulum K13.

MULOK sendiri sudah menjadi salah satu upaya dalam menjaga dan

melestarikan kebudayaan sekitar, bahkan MULOK hingga saat ini diterima dengan

baik oleh masyarakat sekitar yang hingga saat ini MULOK bahasa jawa cukup

berjalan dengan lancar dalam tataran pendidikan dan menjadi cukup mudah untuk

dipahami oleh para siswa SMP. Kurikulum MULOK bahasa jawa berbeda dengan

kurikulum mata pelajaran lain dimana mata pelajaran lain sudah relative rinci

hingga ke referensi buku – buku yang akan digunakan, beda dengan kurikulum

MULOK bahasa jawa dimana guru pengampu dituntut untuk berimprovisasi dalam

pengajaran dalam kelas dan menjacari referensi buku yang dirasa pas maupun

cocok dengan kurikulum kompetensi yang diberikan hingga para guru pengampu

MULOK bahasa jawa tersebut berbagi dalam forum yang mereka buat yang

berisikan seluruh guru pengampu MULOK bahasa jawa SMP – SMP Negeri di

Salatiga. Waktu mengajar guru pengampu MULOK bahasa jawa juga mengalami

(11)

selama satu minggu sekarang sudah berubah menjadi dua jam sekali pertemuan

dalam satu minggu dimana hal itu sudah tercantum dalam kurikulum MULOK

bahasa jawa 2013.

2. Goal (Tujuan)

Apa tujuan dengan adanya MULOK?yaitu untuk menjaga dan melestarikan

kebudayaan lokal sekitar yang menjadi aset kebudayaan Indonesia. Dimana

mencari potensi yang dapat dijadikan MULOK?yaitu dengan melihat budaya

sekitar yang ada dan potensi yang mampu dan sesuai dengan standar seleksi suatu

kebudayaan lokal dijadikan MULOK. Siapa yang menerima pendidikan MULOK

?yaitu parasiswa dalam hal ini para siswa SMP –SMP Negeri di Salatiga. Kapan

pendidikan tentang MULOK diberikan ?pemberian pendidikan tentang MULOK

diberikan sedini mungkin, dikarenakan diera globalisasi ini menginginkan generasi

penerus yang mengakar akan kebudayaan sekitar. Kenapa pendidikan MULOK

harus diberikan ?karena melalui pendidikan MULOK mampu membuat para siswa

memiliki kesadaran akan melestarikan kebudayaan lokal yang ada di era

globalisasi yang semakin lama semakin menggeser kebudayaan lokal dan

diharapkanya mampu mengembangkan diri memalui MULOK tersebut hingga

akhirnya dapat mengakar akan kebudayaan sekitar.Berikut juga pernyataan dari

kepala Dinas pendidikan kota Salatiga tentang tujuan yang ingin dicapai kota

Salatiga oleh Dinas Pendidikan kota Salatiga:

“Dampak yang diharapkan yaitu dengan adanya muatan lokal ini kita bisa mengangkat potensi daerah dan memberikan bekal anak – anak untuk bisa menjadi suatu keterampilan dan nantinya dapat mengangkat perekonomian kota salatiga.”2

Bagaimana tahapan tahapan yang akan dicapai dengan adanya mulok?

berikutpernyatan tentang tahapan tahapan yang akan dicapai dengan adanya

muatan lokal tersebut.

2

(12)

“Tahapan – tahapanya ya karna kita ada pembaharuan ya itu, kita harus membuat fokus grup yang nanti akan ada iventarisasi kearifan lokal, setelah di iventarisasi kita akan diskusikan lagi ini lho banyak potensi. Dan kita pasti akan membuat kajian sebenarnya dari potensi salatiga ini yang memililki peluang besar apa untuk dikembangkan.”3 3. Integrasi

Kurikulum MULOK tersendiri mampu dalam mengintegrasi sebuah sistem

masyarakat yang ada, dimana mulok mampu mengatur bagian-bagian dalam

komponennya yaitu kebudayaan, masyarakat serta pendidikan yang menjadikan

mulok menjadi salah satu hal penting dalam menjaga dan melestarikan

kebudayaan lokal sekitar bahkan mampu dalam pembentukan karakter dan

nantinya juga mampu membuat para siswa mengakar akan budaya lokal. Waktu

mengajar guru pengampu MULOK bahasa jawa juga mengalami upaya dalam

mengintegrasi pola dengan mata pelajaran lainya yaitu yang dulunya sempat hanya

satu jam dalam sekali pertemuan selama satu minggu sekarang sudah berubah

menjadi dua jam sekali pertemuan dalam satu minggu dan memiliki porsi yang

sama dengan mata pelajaran yang lain. MULOK bahsa jawa

memilikikesinambunagan dengan mata pejaran lain, dimana MULOK bahasa jawa

meiliki peran sebagai standar penilaian guru terhadap sikap dan dari itu menjadi

salah satu syarat kenaikan kelas bagi para siswa dengan cara nilai moral harus

sesuai dengan standar yang sudah ditentukan oleh sekolah.

4. Latensi (Pemeliharaan Pola)

Pemeliharaan pola yang terjadi dalam muatan lokal cukup menarik dimana

dalam setiap aspeknya memiliki cara tersendiri dalam menjaga polatersebut agar

tetap terkait. Dalam bagian kerangka berpikir menjelaskan bahwa pemeliharaan

pola yang terjadi dirasa cukup menjaga setiap bagaian-bagian yang terkait dari

3

(13)

munculnya MULOK hingga output yang diinginkan yaitu pembentukan karakter siswa akan budaya lokalsehingga setiap aspek mampu memberikan kontribusi

yang cukup dalam pemeliharaan pola dalam pengembangan MULOK. Ada pula

upaya sekolah dan para guru dalam menjaga dan memelihara keberlangsungan

MULOK dengan cara pengambangan diri para siswa dalam hal ini berbahasa jawa

dan disalurkan melalui ekstra kurikuler karawitan ada juga pendalangan yang

nantinya dilombakan dengan sekolah lain dan upaya ini sudah menjadi kebiasaan

yang sudah dilakukan di sekolah – sekolah SMP Negeri di Salatiga yang nantinya

kembali lagi menjadi sarana dalam pengambangan diri oleh para siswa.

Ketika membahas sistem sosial, Parsons tidak sepenuhnya mengesampingkan

masalah hubungan antar aktor dengan struktur sosial. Sebaliknya, ia menyebut

integrasi pola-pola nilai dan kebutuhan disposisi dengan dinamika

fundamental(Ritzer dan Goodman, 2008:260).

Karena perhatian utamanya pada sistem sosial, yang terpenting dalam

integrasi ini adalah internalisasi dan sosialisasi. Dalam sosialisasi yang sukses, nilai,

dan norma akan terinternalisasi atau dengan kata lain, mereka menjadi bagian dari

nurani aktor, sehingga dalam mengejar kepentingan mereka, para aktor tengah

menjalankan kepentingan sistem secara keseluruhan.

Aktor adalah penerima pasif dalam proses sosialisasi. Anak-anak tidak hanya

tahu cara bertindak, mereka juga mengetahui norma dan nilai, serta moral

masyarakat.

Sosialisasi digambarkan sebagai proses penjagaan dimana kebutuhan disposisi

mengikatkan anak-anak dalam sistem sosial. Untuk itu, akan diadakan sarana-sarana

yang akan dimiliki anak-anak untuk mengembangkan kreativitas dan memuskan

kebutuhannya, dan kebutuhan akan kepuasan akan mengikat anak-anak pada sistem

yang diharuskan.

Menurut Parsons, alur pertahanan kedua dalam sistem adalah kontrol sosial.

Suatu sistem akan berjalan baik apabila kontrol sosial hanya dijalankan sebagai

(14)

penyimpangan. Sosialisasi dan kontrol sosial adalah mekanisme utama yang

memungkinkan sistem sosial mempertahankan ekuilibriumnya. Jumlah individu

yang sedikit dan berbagai bentuk penyimpangan dapat terakomodasi, namun

bentuk-bentuk lain yang lebih ekstrim harus diakomodasi oleh mekanisme penyeimbang

baru.

Intinya adalah Parsons ingin menekankan bahwa analisisnya mengacu tentang

bagaimana sistem mengontrol aktor, bukan bagaimana aktor menciptakan dan

memelihara sistem.

Menurut Parsons, sistem sosial yang paling spesifik adalah masyarakat yang

dijabarkan sebagai sebuah kolektivitas yang relatif mandiri, dan anggotanya mampu

memenuhi seluruh kebutuhan individual dan kolektif dan sepenuhnya hidup dalam

kerangka kerja kolektif (Ritzer dan Goodman, 2008:262).

Seperti teori diatas menjelaskan bahwa bagian-bagian sistem didalam

pengembangan mulok sangat penting dimana pada nantinya sistem pengembangan

mulok berpengaruh dalam pengimplementasiannya bagi para siswa SMP – SMP

Negeri di Salatiga.

2.3 Implementasi MULOK

Kementrian pendidikan indonesia membuat sebuah peraturan dimana setiap

daerah di indonesia mengharuskan sekolah-sekolah untuk mengangakat budaya

sekitar dan menjadikan sebuah mata pelajaran yang berbasis dengan kebudayaan

masyarakat sekitar agar ikut serta dalam melestarikan budaya masyarakat sekitar,

maka dari itu diterbitkanlah peraturan PERMENDIKBUD NO. 79 Tahun 2014 yang

berisi tentang kurikulum muatan lokal (MULOK) dimana MULOK tersebut

berdasarkan nilai kebudayaan yang berbasis pada budaya masyarakat sekitar.

Peraturan tersebut nantinya akan memacu setiap sekolah untuk menciptakan

kebijakan-kebijakan (khususnya SMP-SMP Negeri di Salatiga) diperuntukan untuk

kurikulum muatan lokal (MULOK) agar menjadi sebuah upaya dalam

(15)

yang berdampak pada pengembangan karakter pada setiap siswa dan berujung pada

tercapainya tujuan bagi setiap siswa agar dapat mengakar pada kebudayaan yang

berbasis pada budaya masyarakan sekitar maupun kebudayaan di Indonesia lainnya.

Dalam penerapan kurikulum K13 tentang muatan lokal sudah berjalan cukup

baik. Setiap guru menjadi lebih paham dan mudah dalam mencari materi yang sesuai

dengan kurikulum yang diberikan dan mampu memmahami sejauh man kemampuan

para siswa untuk menerima materi yang diberikan namun setiap guru harus mampu

menyesuaikan dengan mata pelajaran lain dikarena MULOK sendiri tidak menjadi

mata pelajaran utama pada setiap SMP Negeri di Salatiga.

Karna mulok itu berbeda dangan MAPEL yang lain jadi kita harus menyesuaikan dengan MAPEL yang lain, karna MULOK sendiri itu membuat materi sendiri, hanya dibuatkan kurikulum dari dinas pendidikan.”4

Dengan demikian pengimplementasian MULOK dapat dilakukan di SMP –

SMP Negeri di Salatiga dan para guru pengampu dimudahkan dengan adanya

kurikulum kompetensi yang sudah diberikan oleh dinas pendidikan provinsi jawa

tengah dan di harapkan dengan adanya kurikulum kompetensi tersebut menjadi guru

mempu memberikan metode – metode pengajaran yang dengan mudah dipahami dan

pemberian materi yang cukup untuk dapat dimengerti oleh para siswa.

4

(16)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari data yang sudah didapat dilapangan dan observasi secara langsung ke

sekolah SMP –SMP Negeri di Salatiga dapat disimpulkan bahwa MULOK sangat

diperlukan dalamhalkeikutsertaan suatu usaha dalam melestarikan kebudayaan yang

ada melalui dunia pendidikan, dimana melalui pendidikan banyak golongan

masyarakat harus melewati bangku sekolah, makadari itu MULOK adalah salah satu

cara dalam mengenalkan kebudayaan lokal sekitar dalam dunia pendidikan.

Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa implementasi muatan lokal SMP

Negeri diSalatiga dirasa mampu dalam keikutsertaan melestarikan kebudayaan,

dikarenakan dari usaha dinas pendidikan Provinsi Jawa Tengah hingga para guru

pengampu MULOK di SMP – SMP Negeri di Salatiga dalam mempertahankan

adanya pendidikan akan MULOK yang masuk kedalam kurikulum hingga penerapan

MULOK. Dinas pendidikan dikota Salatiga pun juga berusaha dalam keikut sertaan

untuk mengembangkan kurikulum MULOK tersebut agar menjadi wadah terhadap

siswa dalam pengembangan diri hingga akhirnya dapat melestarikan kebudayaan

lokal sekitar dan dapat mengakar akan kebudayaan.

6.2 Rekomendasi

1. Kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah

Terhadap dinas terkait diharapkan dalam membuat kurikulum muatan

lokal, untuk memberikan buku referensi terhadap materi yang diberikan

agar guru pengampu dapat terbantu dalam kegiatan ajar mengajar dikelas

dengan adanya buku referensi tersebut dan tidak terjadi perbedaan maupun

(17)

2. Kepada Peneliti Selanjutnya

Kepada peneliti selanjutnya yang akan meneliti dengan topik yang

sama, agar lebih mendalam lagi dalam hal membandingkan kualitas

pengajar dan pengajaran terhadap sekolah –sekolah tersebutagar nantinya

dapat terlihat bagaimana pengimplementasiannya yang nantinya dapat

melihat perbedaan antara kualitas pengampu mata pelajaran terhadap

pelajaran yang lain dalam memperbaiki sistem pengimplementasianya dan

Gambar

Gambar 1 Surat Keputusan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah
Gambar 2

Referensi

Dokumen terkait

Pada simulasi yang kedua dengan menekankan pada aspek kemampuan pembangkitan daya maksimum yang hanya sebesar 210 MW dan menghindari adanya pemutusan beban secara

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, bahwa faktor-faktor kejahatan penelantaran bayi adalah karena pelaku merasa malu dan tidak mau bertanggung jawab terhadap

siswa dalam memecahkan masalah yang ada pada soal post test dan data hasil belajar siswa yang berupa nilai post test pada materi perbandingan segmen garis siswa

Insentif dan gaji yang memadai memang dapat menimbulkan kepuasan kerja akan tetapi pada kenyataannya di birokrasi kita insentif yang tinggi belum memperbaiki kinerja para pegawai

[r]

Pelaksanaan Peraturan Bupati Tulang Bawang Barat Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Program Bantuan Pendidikan sudah terlaksana dengan baik, yang di harapkan program bantuan

Namun, masih saja menghadapi beberapa kendala yang kemudian menjadi hambatan untuk menerapkan pembelajaran matematika dengan media berbasis IT tersebut.. Banyak

untuk menentukan metode pembelajaran matematika yang