BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya
membutuhkan pasangan hidup. Pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan
sesuai dengan apa yang diinginkannya. Salah satu cara untuk mendapatkan keturunan
yaitu dengan pernikahan. Pernikahan adalah awal dari pembentukan suatu keluarga.
Psikologis keluarga dapat dilihat dari individu-individu yang ada dalam satu
keluarga, dan bagaimana relasi antar individu-individu tersebut. Persiapan psikologis
individu/tokoh utama yang disoroti yaitu muda-mudi calon pengantin, sedang dalam
paska nikah yang di soroti adalah pasangan suami istri. Individu-individu lain di
pandang sebagai lingkungan sosial yang berkaitan dengan fase pranikah maupun
pasca nikah (Setiono, 2011:12&13).
Pernikahan adalah penyatuan jiwa dan raga dua manusia yang berlawanan
jenis dalam satu ikatan yang suci dan mulia di bawah lindungan hukum Tuhan Yang
Maha Esa (Widyasih, 2009:105). Pernikahan merupakan sebuah momentum yang
sangat penting dalam perjalanan hidup manusia di dunia. Disamping membawa
kedua mempelai ke sebuah kehidupan yang berbeda. Pernikahan juga secara otomatis
akan mengubah status keduanya, setelah pernikahan kedua belah pihak akan
menerima beban hidup yang berat dan tanggung jawab masing-masing. Tanggung
jawab dan beban itu bukanlah sebuah hal yang mudah untuk dilaksanakan. Tanggung
jawab dan beban, dua hal inilah yang sehingga mereka dituntut untuk harus dapat
dan sanggup memikul dan bertanggung jawab dalam menjalani pernikahan.
pada profesi, agama, suku bangsa, miskin atau kaya, tinggal di desa atau di kota.
Indonesia menempati peringkat ke-37 negara dengan persentase pernikahan usia
muda yang tinggi di dunia, serta tertinggi ke-2 di Asia usia 10-14 tahun di Indonesia
terikat pernikahan. Hasil survei demografi dan kesehatan tahun 2012 menunjukkan
10 persen remaja usia 15-19 tahun sudah pernah melahirkan atau sedang hamil anak
pertama (BPS, 2010).
Hasil sensus penduduk 2010 menunjukkkan laju pertumbuhan penduduk
Indonesia selama tahun 2000-2010 sebesar 1,49% pertahun. Laporan kerja BKKBN
pada tahun 2012 menunjukkan bahwa salah satu penyebab tingginya laju
pertumbuhan penduduk Indonesia adalah pernikahan usia muda. Data pernikahan
usia muda, Bappenas (2008) menemukan bahwa 34,5% dari 2.049.000 perkawinan
pada tahun 2008 adalah perkawinan anak. Hal serupa ditunjukkan oleh riset
kesehatan dasar (2010) yang menemukan bahwa pernikahan usia 15-19 tahun
mencapai 41,9%. Terdapat pula pernikahan usia 10-14 tahun sebesar 4,8%.
UU No. 1 tahun 1974, pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa perkawinan hanya
diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 tahun. Usulan perubahan pada pasal 7 tahun 1974 ayat (1) perkawinan dapat
dan dilakukan jika pihak laki-laki dan perempuan berusia minimal 19 tahun, ayat (2)
untuk melangsungkan pernikahan masing masing calon mempelai yang belum
mencapai umur 21 tahun, harus mendapat izin kedua orangtua, sesuai dengan
kesepakatan pihak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) yang telah melakukan kerjasama dengan MOU yang menyatakan bahwa
Usia Perkawinan Pertama diijinkan apabila pihak pria mencapai umur 25 tahun dan
wanita mencapai umur 20 tahun. Namun dalam kenyataannya, masih banyak kita
sukses membutuhkan kedewasaan tanggung jawab secara fisik maupun mental.
Pernikahan bisa mewujudkan harapan yang ideal dalam kehidupan berumah tangga.
Peranan orang tua sangat besar artinya bagi psikologis anak-anaknya. Mengingat
keluarga adalah tempat pertama bagi tumbuh perkembangan anak sejak lahir hingga
dewasa. Pola asuh anak perlu disebarluaskan pada setiap keluarga.
Perkawinan usia muda di Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau Kabupaten
Aceh Tamiang ini mempunyai dampak kepada mereka yang telah melangsungkan
pernikahan diusia muda. Dampak yang akan muncul pada anak-anak yang
dilahirkannya serta masing-masing keluarganya. Dampak yang ada tidak dapat
dipungkiri bahwa tidak semua perkawinan di usia muda berdampak kurang baik bagi
sebuah keluarga karena sedikit dari mereka yang telah melangsungkan perkawinan di
usia muda dapat mempertahankan dan memelihara keutuhannya sesuai dengan tujuan
dari perkawinan itu sendiri. Fakta yang ada bahwa pola asuh demokratis yang
diterapkan dalam keluarga lebih mendorong anak menjadi mandiri dan berprestasi di
bandingkan dengan anak diasuh dengan cara otoriter. Pola asuh demokratik ini orang
tua tidak mengekang pada anaknya dan memaksakan kehendaknya pada
anak-anaknya, sebaliknya mereka memberikan kepercayaan penuh terhadap anak-anaknya
untuk bisa menjalani kehidupan dimasa yang akan datang (Dariyo,2004).
Hal yang penting yang harus disampaikan kepada masyarakat yang memiliki
sosial ekonomi rendah hendaknya lebih meningkatkan keadaan ekonominya.
Pendapatan ekonomi yang menjadi suatu hal yang dijadikan sebagai sumber
penghasilan yang memadai. Masyarakat harus mengarahkan yang putus sekolah
untuk mengikuti kursus-kursus keterampilan. Kepada pasangan yang belum menikah
harus lebih memperhatikan dampak apa saja yang timbul dari perkawinan usia muda.
merupakan satu siklus fenomena yang terulang dan tidak hanya terjadi di daerah
pedesaan. Pernikahan usia muda yang notabene dipengaruhi oleh minimnya
kesadaran dan pengetahuan, namun juga terjadi di wilayah perkotaan yang secara
tidak langsung juga dipengaruhi oleh “role model” dari dunia hiburan yang mereka
tonton.
Penelitian yang dilakukan oleh Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI, 2011)
Provinsi Jawa Barat mengungkapkan fakta masih tingginya pernikahan di usia muda
di pulau Jawa dan Bali. Diantara wilayah-wilayah tersebut, Jawa Barat di posisi
pertama dalam jumlah pasangan yang menikah di usia muda dimana dari 1000
penduduknya dengan usia 15 hingga 19 terdapat 126 orang yang menikah dan
melahirkan di usia muda.Diikuti dengan DKI Jakarta dengan 44 orang. Hasil sensus
penduduk 2010 menunjukkan laju pertumbuhan penduduk indonesia selama tahun
2000-2010 sebesar 1,49 persen pertahun. Laporan BKKBN pada tahun 2012
menunjukkan bahwa salah satu penyebab tingginya laju pertumbuhan penduduk
indonesia adalah pernikahan usia muda.
Berdasarkan dengan adanya fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Muda
(Studi Kasus Pada Suku Jawa Di Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau Kabupaten
Aceh Tamiang).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di jelaskan sebelumnya
peneliti ingin mengetahui Faktor-Faktor Apa Saja Yang Menjadi Penyebab
Pernikahan Usia Muda Pada Suku Jawa Di Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan masalah yang dirumuskan sebelumnya, maka yang menjadi
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan
Usia Muda pada Suku Jawa di Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau Kabupaten
Aceh Tamiang.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
rangka :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pengetahuan
terhadap pengembangan khazanah ilmu sosial khususnya perihal
Faktor-faktor pernikahan usia muda.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat dijadikan bahan pedoman bagi penelitian selanjutnya bila
kebetulan ada titik singgung dengan masalah yang dibahas kali ini dan
semoga bisa berguna bagi penerapan suatu ilmu di lapangan atau di
masyarakat.
1.4 Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan tentang teori, uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah
dan objek yang diteliti, serta kerangka pemikiran.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian,
teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dimana penulis
melakukan pelitian.
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang di peroleh dalam penelitian beserta
analisisnya.
BAB VI : PENUTUP