29 BAB 3
METODELOGI PENELTIAN 3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Politeknik Negeri Lhokseumawe, Laboratorium Polimer USU, Laboratorium Fisika LIPI-Bandung dan Labaratorium Terpadu USU. Persiapan sampel dan pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juni 2012 sampai pada bulan Februari 2014.
3.2. Alat dan Bahan
Asam oleat turunan minyak kelapa sawit Aquadest
30
Tahap-tahap penelitian ini meliputi: 1) epoksidasi minyak kelapa sawit diikuti hidroksilasi untuk menghasilkan senyawa poliol minyak kelapa sawit beserta pengujiannya, 2) persiapan bentonit menjadi montmorilonit kemudian menjadi organoclay beserta karakterisasinya, 3) pembuatan poliuretan melalui polimerisasi poliol dengan metilen diisosianat beserta karakterisasinya, 4) pembuatan cat dan karakterisasinya.
3.3.1. Epoksidasi dan Hidroksilasi Minyak Kelapa Sawit
Sintesa poliol dilakukan di dalam reaktor leher empat dengan pengaduk mekanik pada 200 rpm. Kedalam reaktor dimasukkan 60 ml asasm asetat glasial dan 30 ml H2O2 35% secara perlahan-lahan sambil diaduk. Melalui corong penetes
ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat dan diaduk perlahan pada suhu 40-45 oC selama1
jam. Selanjutnya melaluicorong penetes ditambahkan secara perlahan-lahan asam oleat minyak kelapa sawit sebanyak 100 ml. Suhu dipertahankan pada 40-45 oC terus diaduk selama 2 jam. Hasil reaksi merupakan senyawa epoksida asam oleat, kemudian senyawa epoksida yang terbentuk dipisahkan dari fasa air. Selanjutnya ke dalam reaktor dihubungkan dengan penangas air dan pengaduk dimasukkan sebanyak 50 ml glyserol sambil diaduk pada suhu kamar melalui corong penetes dan ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat. Ke dalam campuran ini secara perlahan-lahan
NaOH 2M berturut-turur dengan 25 ml aquades. Hasil pencucian dikeringkan dengan CaCl2 anhydrat. Selanjutnya setelah disaring diikuti pengeringan dengan
Na2SO4 anhydrat kemudian disaring kembali. Hasil penyaringan diuapkan untuk
mendapatkan poliol. Poliol yang dihasilkan diuji dengan FTIR dan dihitung bilangan hidroksil (Harjono, 2012).
3.3.2. Pengolahan Bentonit Menjadi Montmorillonit
Bentonit diambil dari Desa Blang Dalam, Nisam kabupaten Aceh Utara. Bentonit dihaluskan, diayak dengan ayakan 200 mesh, kemudian dikeringkan pada suhu 105oC sampai kering dan disimpan dalam desikator. Selanjutnya sampel tersebut dilakukan fraksinasi untuk mendapatkan montmorillonit (MMT) murni. Metode fraksinasi bentonit dilakukan dengan cara sidimentasi. Suspensi bentonit dibuat dengan menimbang sebanyak 40 gram bentonit dan dimasukkan ke dalam 2 L aquades. Suspensi bentonit diberi gelombang ultrasonic selama 15 menit dengan daya 750 Watt pada suhu kamar. Suspensi didiamkan, endapan yang terjadi diambil dengan cara menuang suspensi melayang ke wadah yang lain dan filtratnya didiamkan lagi. Endapan yang terjadi diambil lagi dengan cara menuangkan. Fraksi melayang kembali diaduk dengan batang pengaduk kemudian didiamkan. Fraksi ini dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 3 jam, kemudian di gerus dan diayak hingga mencapai ukuran 200 mesh. Fraksi- fraksi ini disimpan dalam desikator, kemudian diidentifikasi FT-IR, difraksi sinar X , SEM dan PSA (Fisli, 2008, Julinawati, 2012).
3.3.3. Modifikasi Montmorillonit-CTAB
32
o
C selama 36 jam dan selanjutnya dianalisa FT-IR dan XRD (Rihayat, 2007; Kishore, 2012).
3.3.4. Pembuatan Cat Poliuretan
Pembuatan film poliuretan mengikuti modifikasi prosedur pembuatan poliuretan (Kausiva, 2006 ; Harjono, 2012). Sejumlah poliol minyak kelapa sawit dicampurkan dengan organoclay pada wadah pencampuran dan pada suhu kamar selama 10 menit untuk mendapatkan campuran homogen, kemudian ditambah isosianat (MDI) dan diaduk lagi selama 5 menit sampai campuran homogen. Kemudian diaplikasikan pada spesimen plastik ABS yang telah disiapkan, hasil panel uji didiamkan pada suhu ruang untuk menguapkan pelarut. Lapisan film poliuretan pada panel logam diuji daya kilap dan daya rekat.
Tabel 3.3. Persiapan Pelapis Cat Poliuretan-MMT
Persiapan pelapis poliuretan yang akan dibuat pada perbandingan Poliol:MDI mengikuti prosedur kerja Ginting (2010) dan perbandingan pemakaian clay mengikuti cara Nayani (2013) sebagaimana dapat dilihat pada dapat Tabel 3.1
Tabel 3.1. Komposisi Sampel
Sampel Komposisi
MDI (g) Poliol (g) MMT (g)
PU Komersil 30 70 -
PU MKS 30 70 -
3.4. Karakterisasi Hasil Penelitian 3.4.1. Penentuan Bilangan Iod
Untuk menentukan bilangan Iodium hasil sistesis poliol miyak kelapa sawit (AOCS Cd 1b-87). Ditimbang dengan teliti sebanyak 0,3 g poliol dalam erlemeyer bertutup 250 ml, ditambahkan 15 ml pelarut sikloheksana- asam asetat kedalam sampel dan kocok sampai sampel melarut seluruhnya. Dimasukkan 25 ml larutan Wijs kedalam labu yang berisi sampel, kemudian ditutup dan dikocok agar tercampur sempurna. Kemudian disimpan ditempat yang gelap pada suhu kamar selama 30 menit dan ke dalam campuran ditambahkan 20 ml larutan KI 15 % dan dikocok. Ditambahkan 100 ml akuades dan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N
hingga warna kuning yang terjadi hampir hilang. Selanjutnya ditambahkan 1-2 ml larutan indikator pati kedalam labu dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang, catat volume Na2S2O3 yang terpakai. Dilakukan titrasi terhadap blanko
dengan prosedur yang sama. Bilangan Iodium dihitung dengan rumus:
Bilangan Iodium = (B−S) XNX12,69
BeratSampel (gram) ...(3.1)
Dengan : B = volume titrasi blanko ( ml ) S = volume titrasi sampel ( ml ) 3.4.2. Penentuan Bilangan Oksirana
Analisa bilangan oksirana hanya dilakukan untuk senyawa epoksida hasil epoksidasi mengikuti prosedur (AOCS Cd 8-53). Ditimbang sebanyak (0,3 -0,5 gram) sampel kedalam erlemeyer,larutkan sampel dengan 10 ml CH3COOH
glasial dan klorobenzen, aduk sampai larut sempurna. Tambahkan 5 tetes indikator metil violet dan tutup rapat. Kemudian titrasi sampel dengan larutan 0,1 N HBr hingga mencapai titik akhir titrasi ditandai terjadinya perubahan warna biru kehijauan yang bertahan selama 30 menit. Bilangan Oksirana dihitung dengan rumus :
34
3.4.3. Penentuan Gugus Hidroksil
Gugus hidroksil yang telah terjadi pada proses reaksi epoksida dibuktikan dengan uji FT-IR dan bilangan hidroksil. Bilangan hidroksil didefinisikan sebagai jumlah miligram KOH yang ekivalen terhadap kandungan hidroksil sampel.
3.4.4. Analisis Termogravimetri
Analisa TGA dilakukan dengan menggunakan instrumen Shimadzu DTG – 60. Sampel ditimbang dengan massa 0,2 mg dan dipanaskan pada suhu kamar sampai 600 oC dengan laju pemanasan 20 oC/menit. Analisis dilakukan dengan menaikkan suhu sampel secara bertahap dan menentukan kehilangan berat terhadap perubahan temperatur. Semua spesimen yang diuji dibawah aliran gas nitrogen.
3.4.5. Analisis FT-IR
Spektroskopi inframerah dari nanokomposit yang diperoleh dengan pellet KBr menggunakan Shimadzu FTIR spektrofotometer. Spektra yang diperoleh di wilayah inframerah pertengahan (4000-800 cm-1) pada suhu kamar.
3.4.6. Analisis Morfologis
Proses pengamatan mikroskopik menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) diawali dengan merekatkan sampel dengan stab yang terbuat dari logam spesimen older. Kemudian sampel dibersihkan dengan alat peniup, sampel dilapisi dengan emas dan palladium dalam mesin dionspater yang bertekanan1492 x 10-2 atm. Sampel selanjutnya dimasukkan kedalam ruangan yang khusus dan kemudian disinari dengan pancaran electron bertenaga 10 kVolt sehingga sampel mengeluarkan elektron sekunder dan elektron terpental yang dapat deteksi dan
3.4.7. Analisis Difraksi Sinar- X
Analisis difraksi sinsr-X (XRD) pada sampel dilakukn dengan alat Shimadzu XRD-7000 X-Ray Difraktometer Maxima dengan tabung anoda Cu. Analisis XRD bertujuan untuk mengetahui bentuk kristal material. Perubahan dalam intensitas yang terdifraksi diukur, direkam, dan diplot terhadap sudut difraksi 2 θ. Analisis menggunakan XRD memungkinkan untuk menentukan struktur kristal,analisis fase kuantitatif dan kualitatif, ukuran kristal, maupun perhitungan kisi- kisi dari suatu material.
3.4.8. Pengujian Daya rekat pelapis poliuretan pada aplikasi A. Pengujian Daya rekat Iso 2409
Peralatan yang dipakai untuk uji daya rekat adalah pisau pemotong (penggores,cutter) yang tajam dan crosscut tape 3 M. Lapisan film poliuretan pada aplikasi diuji yang telah disiapkan digores dengan pisau sebanyak 11 baris dengan jarak 2 mm dengan jarak seragam. Goresan yang sama juga dibuat tegak lurus dengan goresan yang pertama sehingga terbentuk pola bujur sangkar kecil sebanyak 100 buah. Crosscut tape ditempelkan secara merata diatas goresan yang dibuat, kemudian ujung crosscut ditarik secara cepat dengan arah 60o terhadap permukaan panel. Tingkat kerusakan film menunjukkan kualitas daya rekatnya.
B. Pengujian Daya Kilap Lapisan film JIS K 7105
36
3.5. Bagan Percobaan
3.5.1. Bagan Pembuatan Epoksida
Asam Asetat Glasial H2SO4 pekat H2O2 30%
Reaktor
Dipanaskan (T: 40-45 oC, t: 1jam)
Epoksida MKS Asam oleat MKS
Dipanaskan (T: 40-45 oC, t: 2 jam)
3.5.2. Bagan Pembuatan Poliol MKS
Refluk (T:40-45 oC, t: 5 jam)
Glyserol H2SO4 Metanol
Reaktor,
Diaduk (T: 40-45 oC, t: 1 jam)
Poliol MKS
Epoksida MKS
38
3.5.3. Bagan Preparasi Bentonit menjadi MMT
Bentonit Dianalisa SEM
Digerus, diayak, didespersikan membentuk suspensi,
didiamkan, saring
Endapan MMT
MMT 200 mesh Analisa XRD dan
SEM
Dilarutkan dalam air, diultrasonikasi diaduk, dipanaskan, dan digerus
MMT nanopartikel
MMT ukuran nano
CTAB
MMT-CTAB Karakterisasi
XRD Uji SEM,
3.5.4. Bagan Pembuatan Poliuretan dan Aplikasi
Poliol MKS
MMT
FT-IR, SEM, DTA Pelarut
Pencampuran aduk (t: 30 menit)
Cat Poliuretan
40 BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Senyawa Poliol dari Minyak Kelapa Sawit.
Pada hasil penelitian ini, epoksida minyak kelapa sawit (MKS) yang dihasilkan dari hasil sintetis memiliki warna lebih terang dibandingkan dari warna asam oleat minyak kelapa sawit. Hasil analisa bilangan iodin dan bilangan oksirana minyak kelapa sawit terhadap epoksida asam oleat minyak kelapa sawit seperti pada Tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1. Hasil analisis minyak kelapa sawit dan epoksida MKS
Parameter Asam Oleat MKS Epoksida MKS
Bilangan Iodin (I2/100 g) 56,72 54,29
Bilangan Peroksida (%) 0,64 7,12
Bilangan iodin asam oleat minyak kelapa sawit 56,72 g I2/100 g menurun
menjadi 54,29 I2/100 g, bilangan oksirana meningkat dari 0,64% menjadi 7,12%.
Penurunan bilangan Iod mengidentifikasikan terjadinya proses oksidasi ikatan rangkap, sedangkan bilangan oksirana mengindikasikan terjadinya cincin epoksida sebagai oksidasi ikatan rangkap yang terdapat pada asam oleat minyak kelapa sawit, reaksi pembentukan senyawa epoksida pada minyak nabati telah dilakukan (Sugita, 2007; Meyer, 2008; Odetoye, 2012). Epoksida yang terbentuk merupakan senyawa antara yang dapat bereaksi lebih lanjut membentuk senyawa diol dengan adanya nukleofil. Berat jenis poliol minyak kelapa sawit hasil sintesis diperoleh 0,912.
C C C C
paracetic acid
epoxidation C CH C C
O (4.1)
Senyawa poliol dari asam oleat minyak kelapa sawit yang terjadi tahap awal adalah pembentukan zat antara senyawa epoksida, melalui reaksi antara hidrokarbon tidak jenuh minyak kelapa sawit dengan asam format pada persamaan (4.1) (Odetoye, 2012). Hasil analisis FT-IR menunjukkan terbentuknya gugus hidroksil pada senyawa epoksida minyak kelapa sawit, reaksi berlangsung selama 5 jam pada suhu 60oC yang dibuktikan dengan serapan bilangan gelombang yang melebar pada 3396,18 cm-1, dan bilangan hidroksil adalah 124 KOH/g, gugus hidroksi yang terbentuk akibat reaksi pembukaan cincin epoksida.
Gambar 4.1 Spektrum FT-IR Asam Oleat MKS, epoksida MKS dan Poliol MKS Serapan pada bilangan gelombang 1370,4 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil pada atom C sekunder.
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000
C-O eter
Bilangan gelombang (cm-1)
42
Tabel 4.2. Bilangan gelombang dengan gugus fungsi
Gugus Fungsi Bilangan gelombang (cm-1)
MKS Epoksi Poliol
-OH - - 3396,18
-CH3 3009,06;2923,73
2854,31
1056,16; 1014,06 2925,85; 2855,3
C=O ester 1708,55 1709,56 1729,10
C-H alkana 1459,12;1412,45 1410,35;1378,06 1457,75;1438,18 1370,4
C-H alkena 935,39;722,58 - -
C-O eter - 1050,16;1014,56 -
C-O alkohol - - 1029;1243,2
4.2. Hasil Karakterisasi Bentonit menjadi Montmorillonit
Gambar 4.2 Sampel a) bentonit alam asal Desa Blangdalam, Aceh Utara dan b) MMT hasil isolasi
4.2.1. Karakterisasi dengan FT-IR
Analisis spektrum FT-IR pada Gambar 4.3 menunjukkan sampel bentonit mempunyai karakteristik yaitu memiliki serapan pada daerah spektrum 3651,45 cm-1 dan 3620,20 cm-1 ini merupakan rentangan H2O dan gugus OH oktahedral.
44
Serapan pada bilangan gelombang 1637,92 cm-1 adalah vibrasi tekuk H-O-H, spektrum 1114,32 cm-1,1003,60 cm-1 merupakan regangan C-H, serapan 1038,83 cm-1 dan 1027,83 cm-1 merupakan asimetris Si-O-Si, serapan regangan Si-O-Al pada 796,5 cm-1,752,4 cm-1, 692,05 cm-1.Spektrum FT-IR montmorillonit hasil pengolahan dari bentonit Desa Blangdalam dapat dilihat pada Gambar 4.4 spektrum yang muncul adalah pada panjang gelombang 3367,35 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus OH (ikatan hidrogen) dan gugus OH oktahedral.
Bilangan gelombang pada 1631,50 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi tekuk H-O-H, spektrum 1032,32 cm-1 adanya regangan asimetris Si-O-Si, dan pada spektrum 797,82 cm-1 911,64 cm-1 vibrasi tekuk dari Al-O-Al. Spektrum montmorillonit hasil isolasi dapat dilihat pada Gambar 4.4. Montmorillonit ini merupakan hasil pengolahan dari bentonit Desa Blangdalam Aceh Utara spektrum montmorillonit
Gambar 4.4. Spektrum FT-IR MMT Hail isolasi
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000
130
Bilangan gelombang (cm-1)
Gambar 4.5. Spektrum FT-IR MMT Standar
Pada Gambar 4.5 spektrum 2923,31 cm-1 menunjukkan adanya gugus OH (ikatan hidrogen) yang merupakan gugus OH oktahedral, spektrum 1738,83 cm-1 vibrasi tekuk H-O-H, pada spektrum 1467,94 cm-1 dan 1366,09 cm-1 merupakan regangan O-H.
Tabel 4.3 Bilangan gelombang dengan gugus fungsi
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000
180
Bilangan gelombang (cm-1)
MMT standar
Gugus Fungsi Bilangan gelombang
(cm-1)
Bentonit MMT Hasil Isolasi MMT Standar
Vibrasi ulur O-H 3694,08 3620,20
3367,35 2923,31
Tekuk H-O-H 1637,92 1631,50 1738,56
Ulur Si-O-Si 1038,83; 1027,83 1032,32 1035,54 Ulur Si-O-Al 796,50; 752,44
692,05
797,82 798,12
Regangan C-H 1114,32;1003,60 - -
46
Pada spektrum 1038,94 cm-1 regangan asimetris SI-O-Si dan spektrum 798,19 cm-1 vibrasi tekuk dari Al-O-Al.
4.2.2. Karakterisasi Morfologi
Berdasarkan hasil karakterisasi terhadap morfologi permukaan dengan SEM, struktur permukaan bentonit alam Gambar 4.6, montmorillonit hasil isolasi dari bentonit alam Gambar 4.8 memiliki permmukaan yang berbeda dan montmorillonit hasil isolasi dari bentonit alam pada Gambar 4.7 memiliki permukaan yang hampir sama. Permukaan montmorillonit lebih homogen dibandingkan dengan permukaan struktur
Gambar 4.6. Foto SEM Bentonit Alam
Gambar 4.8. Foto SEM MMT hasil isolasi
4.2.3. Karakterisasi dengan Difraksi Sinar –X
Gambar 4.9 Spektrum XRD bentonit alam Desa Blangdalam, Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara.
Gambar 4.9. Spektrum XRD Bentonit, MMT Isolasi, MMT Standar
Hasil identifikasi menunjukkan bentonit alam ini mengandung montmorillonit. Puncak-puncak yang menunjuk adanya montmorillonit ditemukan
48
pada puncak 19,90o, 21,00o, 24,50o, 28,05o dan 35,43o ( Fisli, A, 2007) pada Gambar 4.9. Setelah dilakukan pengolahan bentonit alam menjadi montmorillonit, spektrum XRD yang muncul merupakan puncak-puncak khas dari montmorillonit yaitu pada sudut 2 θ yaitu pada puncak 19,42o
, 21,34o, 24,50o dan 35,43o . Setelah bentonit menjadi montmorillonit, kemudian dimodifikasi terlebih dahulu dengan CTAB sehingga montmorillonit yang bersifat hidrofilik menjadi hidrofobik. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya interkalasi antarmuka dengan matrik polimer yang berbeda seperti poliuretan.
4.2.4. Pengujian dngan Particle Size Analizer
Montmorillonit hasil isolasi dari bentonit alam ukurannya antara 50 – 100 µm, kemudian diproses menjadi nanopartikel dengan metoda pengendapan dan pengadukan mengguna kan ultrasonik dan pemanasan.
Gambar 4.10 Grafik Diameter Montmorillonit
4.3. Hasil Karakterisasi Poliuretan sebagai Bahan Cat
Pembuatan bahan cat poliuretan berbasis minyak kelapa sawit, yaitu mereaksikan poliol hasil sintesis dengan methylen diisosianat (MDI), poliol minyak kelapa sawit yang dihasilkan berwarna agak kekuningan. Setelah direaksikan dengan MDI dan di aplikasikan ke spesimen plastik ABS tetap menjadi warna kekuningan, seperti Gambar 4.11 .
Pada gambar 4.11a, spesimen plastik ABS dilapis dengan poliuretan/MMT pada perbandingan Poliol MKS: MDI: MMT adalah 70: 30: 5% hasilnya lebih baik, pada permukaan rata dan halus. Gambar 4.11b spesimen plastik ABS dengan pelapis cat poliuretan komersil
Gambar 4.11. Aplikasi pelapis poliuretan pada plastik ABS
4.3.1. Karakterisasi Reaksi Pembentukan Poliuretan dengan FT-IR
Reaksi poliol MKS dengan MDI menghasilkan poliuretan, dan reaksi poliol komersil dengan MDI menghasilkan poliuretan komersil.
50
Gambar 4.12 Spektrum FT-IR PU Komersil, PU-MKS dan PU-MKS/MMT Hasil karakterisasi terhadap ketiga jenis poliuretan hasil sintesis dengan spektroskopi pada daerah serapan yang hampir sama, yaitu 3311,86 cm-1, 3315,80 cm-1 3316,86 cm-1 merupakan gugus N-H dan pada daerah serapan 1698,47 cm1,170129 cm-1 dan 1704,76 cm-1 merupakan gugus C=O dari senyawa amida.
Tabel 4.4. Bilangan gelombang dengan gugus fungsi Gugus Fungsi Bilangan-
gelombang
(cm-1)
PU Komersil PU-MKS PU-MKS/MMT
-N-H 3311,86 3315,80 3316,21
-CH 2942,56 2926,63:2855,51 2934,74: 2870,40
-C=O (amida) 1698,47 1701,29 1704,76
C=C (MDI) 1475,39 1529,02 1601,78;1536,43
C-H (aromatik) 816,57 816,01 816,72
C=N 1310,78;1226,88 1311,38;1229,42 1313,75;1232,02
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000
Pada daerah serapan 2942,56 cm-1 untuk PU Komersil, 2926,63 cm-1, 2855,51 cm-1 untuk PU-MKS dan 2934,74 cm-1, 2870,40 cm-1 untuk PU-MKS/MMT meupakan serapan gugus C-H alkana, dan pada serapan 816,57 cm-1, 816,01 cm-1 dan 816,72 cm-1 gugus C-H aromatik dari senyawa MDI. Serapan pada daerah 1310,78 cm-1, 1311,38 cm -1 dan 1313,75 cm-1 merupakan serapan gugus C=N dari senyawa isosianat. Perbandingan spektrum FT-IR poliuretan komersil dan poliuretan sintesis menunjukkan daerah serapan yang hampir sama. Pada Gambar 4.12 tampak hasil spektrum FT-IR poliuretan komersil, poliuretan sintesis minyak kelapa sawit dan poliuretan minyak kelapa sawit yang ditambah dengan MMT.
4.3.2. Karakterisasi Termal
Analisis termogravimetri (TGA) dari PU Komersil, PU-MKS dan PU-MKS/MMT ditunjukkan pada Gambar 4.13.Termogravimetri dapat digunakan untuk mengkarakterisasi setiap bahan yang menunjukkan perubahan berat bahan pada saat pemanasan, dan untuk mendeteksi perubahan karena proses dekomposisi.
Gambar 4.13. Termogram dari PU Komersil, PU- MKS, PU- MKS/MMT
52
Pengurangan berat pada awal 50-150 oC air yang menguap untuk PU Komersil, PU MKS dan PU-MKS/MMT dengan kehilangan berat masing-masing -1,00 mg, -0,15 mg dan -0,53 mg atau sekitar 5%. dekomposisi dari PU Komersil pada suhu 380 oC sisa sampel 1,40 mg atau sekitar 14%. Untuk PU MKS dekomposisi dan PU-MKS/MMT pengurangan berat pada awal 150-200 oC sebesar 5% dan dekomposisi pada suhu 490 oC. Ini membuktikan bahwa PU-MKS/MMT tersebut telah mengalami peningkatan kesetabilan termal.
Tabel 4.5. Kehilangan berat pada variasi tpemperatur
Suhu(Co) PU-Komersil (mg) PU-MKS (mg) PU-MKS/MMT (mg)
50-150 -1,00 -0,15 -0,53
150-300 -3,71 -2,66 -3,53
300-450 -6,93 -6,36 -5,94
450-600 -8.60 -9,01 -8,08
Dari Tabel 4.5. dapat disimpulkan bahwa PU-MKS/MMT terdekomposisi 8,08 mg dan masih ada sisa berat sebanyak 1,92 mg, PU-MKS sisa berat sebanyak 0,09 mg dan Komersil sebanyak 1,40 mg. Data ini menunjukkan bahwa PU-MKS/MMT lebih tahan panas.
4.3.3 Karakterisasi Morfologi
Gambar 4.14. Foto SEM pelapis poliuretan Komersil
Foto SEM specimen yang dilapisi dengan bahan pelapis nanokomposit poliuretan minyak kelapa sawit pada Gambar 4.14.
54
Gambar 4.16. Foto SEM pelapis poliuretan minyak kelapa sawit-MMT Gambar 4.16 memperlihatkan foto SEM pelapis poliuretan minyak kelapa sawit-MMT menjelaskan bahwa MMT terdispersi dengan baik dalam poliuretan minyak kelapa sawit. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantara adanya ukuran nano dari MMT dan montmorillonit dimodifikasi dengan CTAB atau pembentukan menjadi organoclay.
4.3.4. Karakterisasi Klasifikasi Daya Rekat
Pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa PU komersil dan PU-MKS masuk dalam klasifikasi 2, ini menyatakan bahwa spesimen plastik ABS yang diaplikasikan dengan PU Komersil dan PU-MKS tingkat kerusakan sekitar 15%.
Tabel 4.6. Klasifikasi Daya Rekat
No Speciment Klasifikasi
1 PU Komersil 2
2 PU-MKS 2
3 PU-MKS/MMT 1
(ISO 2409). Penambahan MMT pada poliuretan berbasis minyak kelapa sawit dapat meningkatkan kuat rekat (daya rekat). Daya rekat antara film pelapis dan media dapat ditimbulkan oleh gaya ikatan, gaya ikatan hidrogen, gaya dispersi, dan perekatan secara mekanis (pori-pori) atau kombinasinya. Daya rekat sangat tergantung pada sifat permukaan media dengan resin. Untuk mendapatkan ikatan yang baik media dan polimer harus bersifat kompatibel dan dapat membangun beberapa macam gaya ikatan (Backman, 2002). Berdasarkan hal tersebut diatas daya rekat yang cukup baik lapisan film poliuretan alam media spesimen ABS disebabkan oleh terbentuknya gaya-gaya ikatan antara spesiment ABS dengan film poliuretan. Kekuatan perekat pelapis polimida dengan penambahan clay 3% meningkat dengan perekat pelapis polimida tanpa clay (Kishore, 2012).
4.3.6 Karakterisasi Daya Kilap Spesiment
Pada Gambar 4.17 daya kilap lapisan film PU Komersil pada aplikasi plastik ABS secara statistik lebih baik dibandingkan dengan daya kilap PU-MKS hasil sintesis, dan daya kilap PU-MKS/MMT lebih baik dari daya kilap PU Komersil.
Gambar 4.17. Pengaruh Jenis Poliol terhadap Daya Kilap Film PU
Daya kilap lapisan film tergantung pada kehalusan dari lapisan film yang terbentuk (Talbert, 2008). Penambahan MMT pada poliol hasil sintesis
56
57 BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah:
1. Berdasrkan uji termal diperoleh bahwa cat poliuretan berbasis minyak kelapa sawit yang ditambahkan montmorillonit hasil isolasi dapat meningkatkan panas dibandingkan dengan poliuretan tanpa penambahan montmorillonit (PU Komersil).
2. Dekomposisi poliuretan komersil pada temperatur 380 oC, dan pada poliuretan minyak kelapa sawit dengan penambahan montmorillonit 5% dekomposisi meninkat pada temperatur 490oC.
3. Dengan penambahan montmorillonit dapat meningkatkan daya rekat pada aplikasi cat poliuretan dan juga dapat meningkatkan daya kilap dari permukaan pelapis cat pada aplikasi.
4. Pengolahan bentonit alam dapat menjadi montmorillonit, dan montmorillonit hasil isolasi ini dapat dibuat menjadi ukuran nanopartikel dengan ukuran 82,5 nm.
5.2. Saran