• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUAL BELI TANAH HGB ANTARA KONSEP DAN PR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JUAL BELI TANAH HGB ANTARA KONSEP DAN PR"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

JUAL BELI TANAH HGB; ANTARA KONSEP DAN PRAKTIK Dr. Muhammad Ilham Arisaputra, S.H., M.Kn.

(ilhamarisaputra@gmail.com)

Hak Menguasai Negara (HMN) merupakan konsep dasar penguasaan tanah yang ada di Indonesia. UUD 1945 mengamatkan bahwa sumber daya alam (bumi, air dan ruang angkasa) dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Prinsip “dikuasai negara” adalah logis sebagai penegasan bahwa sumber daya alam tidak boleh dikuasai oleh orang perorangan, badan hukum atau kelompok orang tertentu, melainkan oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat yang berdaulat. Implementasinya adalah berupa penegasan mengenai bentuk hak-hak penguasaan (pemilikan) dan hak-hak pemanfaatan (penggunaan). Hal ini sejalan dengan fungsi negara dimana ada 4 (empat) fungsi negara menurut W. Friedmann, yakni (a) negara sebagai penyelenggara kebutuhan masyarakat; (b) negara sebagai regulator, dalam arti bahwa negara memiliki kekuasaan untuk mengatur; (c) negara sebagai pengusaha; dan (d) negara sebagai wasit. Mahkamah konstitusi memberikan perluasan makna ”dikuasai oleh negara” sebagai bukan hanya sebagai hak untuk mengatur. Menurut Mahkamah Konstitusi, rakyat secara kolektif memberikan kekuasaan kepada negara untuk melakukan serangkaian tindakan pengelolaan sumber daya alam untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang meliputi 5 (lima) fungsi penguasaan negara, yakni fungsi kebijakan (beleid), fungsi pengurusan (bertuurdaad), fungsi pengaturan (regelendaad), fungsi pengelolaan (beheerdaad), dan fungsi pengawasan (toezichthoudensdaad).

Pasal 4 ayat (1) UUPA menyebutkan bahwa “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai dimaksud dalam Pasal 2, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”. Atas dasar Pasal 4 ayat (1) UUPA ini kemudian lahir beberapa hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 16 jo. Pasal 20 sampai dengan Pasal 53 UUPA yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bidang, yaitu:

1. Hak atas tanah yang bersifat tetap, yakni Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak sewa, Hak Membuka Tanah, dan Hak Memungut Hasil Hutan.

2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Sampai saat ini, hak atas tanah ini macamnya belum ada.

3. Hak atas tanah yang bersifat sementara, yakni Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.

Fenomena yang sedang hangat-hangatnya terjadi di Indonesia akhir-akhir ini di bidang hukum pertanahan nasional yang menarik perhatian penulis adalah tanah yang berstatus hak Guna Bangunan (HGB). Dalam UUPA, HGB ini diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 40. Selain itu, HGB juga diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang merupakan pengejawantahan dari UUPA, di antaranya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah.

(2)

tanah dan bangunan yang ada di atasnya adalah suatu hal yang terpisah (mengingat asas pemisahan horizontal) sehingga dapat ditafsirkan bahwa haknya memang melekat pada tanah tapi yang dimiliki hanyalah bangunannya. Hak Guna Bangunan dapat bersumber dari tanah negara (hak pengelolaan) atau dari tanah hak milik. Jadi ketika Hak Guna Bangunan berakhir, maka tentunya tanahnya akan kembali ke pemiliknya (negara atau pemegang hak milik).

Hak Guna Bangunan memungkinkan untuk beralih dan atau dialihkan sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (3) UUPA. Hal ini juga sebagaimana diatur dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah dimana disebutkan bahwa peralihan HGB terjadi karena jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah, dan pewarisan. Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa peralihan HGB di atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan (Negara), dan juga bahwa peralihan HGB di atas tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan.

Terkait dengan peralihan Hak Guna Bangunan melalui jual beli, pertanyaan yang muncul kemudian adalah dalam jual beli tanah Hak Guna Bangunan, apakah yang dijual tanahnya atau bangunannya? Dalam praktiknya, jual beli tanah dengan status HGB, tanah dan berikut bangunan yang ada di atasnya yang dijual. Jika melihat konsep HGB sebagaimana dikemukakan di atas, maka praktik jual beli tanah dengan status HGB ini perlu dicermati kembali. Menurut A.P Parlindungan bahwa right to use Hak Guna Bangunan adalah untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Jadi right to use Hak Guna Bangunan terbatas selama hak itu masih berlaku sehingga jika hak itu telah berakhir maka right to use-nya juga berakhir. Jadi, jika jual beli tanah HGB adalah tanah berikut bangunan yang ada di atasnya, artinya yang dimiliki oleh pemegang HGB adalah tanah dan bangunannya. Hal ini tentunya bertentangan dengan konsep HGB itu sendiri karena HGB pada hakikatnya hanyalah hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Jadi, bagaimana mungkin bisa menjual tanah tersebut sementara tanah itu bukan miliknya si pemegang HGB. Kepemilikan tanah yang terdapat HGB di atasnya adalah negara atau orang peroangan sebagaimana telah dijelaskan. Belum lagi jika mempersandingkan konsep HGB dengan konsep Hak Milik dalam kaitannya dengan jual beli tanah. Jika dilakukan jual beli tanah dengan status Hak Milik, maka tentunya akan mengikuti nilai pasar harga tanah atau yang paling rendah adalah merujuk pada NJOP tanah. Namun, jika dilakukan jual beli tanah dengan status HGB, apakah wajar jika dipersamakan dengan jual beli tanah dengan status hak milik? Menurut penulis, tentunya hal ini akan menjadi janggal mengingat Hak Milik adalah hak yang paling spasial yang ada dalam UUPA.

Referensi

Dokumen terkait

dan mereka itu tidak nampak yang ia adalah satu gerakan atau pertubuhan

Entahlah aku sadar atau tidak atas perkataanku tadi, tapi yang jelas aku sudah muak dengan mereka berdua?. Lebih baik aku cerai darinya daripada harus berbagi suami,

dan dialektis seperti Marxisme. Begitu juga kaitannya perspektif marxisme terhadap agama, ateisme Feuerbach hanya berkonsentrasi pada keterasingan

Konsepsi dari terminologi “pemimpin” bisa dipahami sebagai proses untuk mempengaruhi seseorang baik individu maupun kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang di cita

Gambar 8 FluktuasiTingkat Pelayanan Ruas Jalan di Lokasi Penelitian Tingkat pelayanan ruas jalan lajur kiri terburuk terjadi di Jalan Utama Gerbang Depan dengan

Latar belakang dari penelitian ini adalah semakin baik kedisiplinan dan semangat karyawan makin tinggi tingkat prestasi kerja yang akan dicapai, disamping itu

Untuk pameran haji di bawah british museum, kuratornya iaitu Venetia Porter menegaskan ia sebagai usaha memahami Islam dengan sudut yang berbeza, memandangkan masyarakat barat

kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai sesuai. dengan standar dan kriteria yang telah ditetapkan dalam kurun