• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kejadian Flat Foot dengan Obesitas pada Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kejadian Flat Foot dengan Obesitas pada Anak"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penentuan status gizi

Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang

badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Grafik pertumbuhan yang

digunakan sebagai acuan ialah grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun dan

grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun. Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia

0-5 tahun karena mempunyai keunggulan metodologi dibandingkan CDC 2000. Subyek

penelitian pada WHO 2006 berasal dari 5 benua dan mempunyai lingkungan yang

mendukung untuk pertumbuhan optimal. Untuk usia di atas 5 tahun hingga 18 tahun

digunakan grafik CDC 2000 dengan pertimbangan grafik WHO 2007 tidak memiliki

grafik BB/TB dan data dari WHO 2007 merupakan smoothing NCHS 1981

(Moersintowarti B. Narendra, 2010)

2.1.1 Kurva WHO

Pada kurva WHO, digunakan penyimpangan 2 SD (standar deviasi) untuk mendefinisikan penyimpangan dalam pertumbuhan. Angka 0 menunjukkan tinggi

badan atau berat badan rerata dari anak-anak untuk usianya.

Pertumbuhan merupaan keadaan yang dinamis, sehingga untuk

mendefinisikan gangguan pertumbuhan diperlukan lebih dari satu kali pengamatan. Penting juga untuk melihat proporsi tinggi badan dengan berat badan seorang anak. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakakn kurva pertumbuhan yang dikeluarkan oleh WHO atau CDC sesuai dengan usia anak.

Cara untuk melakukan plotting dari kurva WHO adalah sebagai berikut. 1. Ukur tinggi badan dengan cara yang sesuai usia anak.

2. Lakukan plotting usia (dalam minggu, bulan atau tahun) yang telah lengkap pada garis vertical.

(2)

4. Apabila sudah didapatkan dua titik dari dua atau lebih kunjungan, maka dua titik yang saling berdekatan harus dihubungkan untuk mempermudah membaca tren pertumbuhan anak.

Plotting kurva berat badan-usia.

1. Timbang berat badan anak dengan cara yang sesuai usia.

2. Lakukan plotting usia (dalam minggu, bulan, atau tahun) yang telah lengkap pada garis vertikal.

3. Lakukan plotting berat badan pada garis horizontal atau pada ruang antar garis untuk menunjukkan pengukuran berat badan hingga ketelitian 0,1 kg. 4. Apabila sudah didapatkan dua titik dari dua atau lebih kunjungan, maka dua titik yang saling berdekatan harus dihubungkan untuk mempermudah membaca tren pertumbuhan anak.

Plotting kurva berat badan-panjang/tinggi badan.

1. Lakukan plotting panjang atau tinggi badan pada garis vertikal.

2. Plot berat badan seteliti mungkin dengan ketelitian hingga 0,1 kg dengan memanfaatkan garis horizontal yang ada atau garis antar ruang.

3. Saat dua titik dari dua kunjungan yang berbeda, maka dihubungkan keduanya untuk memperhatikan tren pertumbuhan anak.

Plotting indeks massa tubuh-usia.

1. Lakukan pengukuran IMT dengan menggunakan rumus [BB dalam kg/ (TB dalam m)2].

2. Lakukan plotting usia (dalam minggu, bulan atau tahun) yang telah lengkap pada garis vertikal.

3. Plot IMT pada garis horizontal atau pada ruang antar garis. Pembulatan IMT dilakukan hingga satu decimal di belakang koma.

(3)

Setelah dilakukan plotting, dapat dilakukan interpretasi data untuk kurva

Tabel diadaptasi dari World Health Organization Training Course on Child Growth Assessment; c interpreting growth indicator 2008. World Health Organization. Tersedia di http://www.who.int/childgrowth/training

= merupakan nilai normal

Catatan :

1. Fisik yang tinggi jarang menimbulkan masalah. Masalah yang timbul apabila seseorang terlalu tinggi dan keadaan klinis menunjukkan adanya

(4)

(contoh: anak dari kedua orang tua yang pendek dan berukuran tubuh tinggi).

2. Anak yang berat untuk usianya jatuh pada rentang ini mungkin memiliki gangguan pertumbuhan namun sebaiknya gangguan ini lebih dalam dikaji dengan bantuan kurva berat badan-panjang badan atau IMT-usia.

3. Titik yang diplot diatas 1 menunjukkan resiko. Tren kearah garis skor Z 2

merupakan resiko.

4. Mungkin saja anak yang stunted jadi overweight.

5. Ini disebut sebagai very low weight dalam modul pelatihan IMCI (Intergrated Management of Childhood Illness. In-service training WHO, Geneva,1997).

(Indra Maharddhika, Rini Sekartini, 2014).

2.1.2 Kurva CDC

Kurva CDC digunakan dengan cara yang hampir sama. Plotting dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1. Tentukan usia anak pada aksis horizontal. Saat melakukan plotting berat badan-panjang badan, temukan panjang badan pada aksis horizontal. Tarik garis membentuk garis vertikal lurus dari titik tersebut.

2. Gunakan tabel yang sesuai dengan parameter yang sedang diukur (berat badan, panjang/tinggi badan, IMT) dan temukan ukuran yang sesuai yang didapatkan dari pengukuran anak pada garis vertikal. Tarik garis horizontal lurus hingga berpotongan dengan garis vertikal yang sebelumnya telah dibuat.

3. Tandai titik dimana dua garis berpotongan (Indra Maharddhika, Rini Sekartini, 2014).

(5)

Tabel 2.2 Interpretasi Kurva CDC

Indeks Antropometrik Persentil Status Nutrisi

IMT-Usia >97 Overweight

>85 - <97 Risk of overweight

<5 Underweight

Berat badan-panjang/tinggi badan

>95 Overweight

<5 Underweight

Tinggi/panjang badan-usia <5 Short stature (Indra Maharddhika, Rini Sekartini, 2014).

2.2 Obesitas

2.2.1 Defenisi Obesitas

Obesitas adalah akumulasi jaringan lemak di bawah kulit yang berlebihan

dan terdapat di seluruh tubuh. Sering dihubungkan dengan overweight (kelebihan berat badan), walaupun tidak terlalu identik, oleh karena obesitas memiliki ciri-ciri tersendiri (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).

Obesitas adalah kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan

adipose secara berlebihan, sedangkan overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat badan ideal, yang mungkin dapat disebabkan oleh peningkatan massa otot seperti pada atlet binaraga (Dimas Priantono, Titis Prawitasari, 2014).

Obesitas adalah keadaan dimana terdapat jaringan lemak berlebihan.

(6)

2.2.2 Etiologi Obesitas

Obesitas biasanya disebabkan oleh kelebihan masukan makanan bukannya dari kelebihan makanan (overeating) yang masif. Simpanan lemak tubuh bertambah ketika masukan energi melebihi pengeluaran, dan keadaan ini biasanya terjadi bila ada keseimbangan energi yang sedikit positif selama masa yang lama. Anak gemuk tidak makan secara berbeda atau lebih banyak makan junk food atau

tepung daripada sebayanya. Pengeluaran energi total selama latihan fisi anak gemuk terkontrol bertambah, tetapi bila dikoreksi menurut kenaikan massa tubuh adalah ekuivalen dengan energy total anak tidak gemuk (nonobese). Angka metabolic istirahat juga sama bila disesuaikan dengan massa tubuh yang aktif secara metabolik (Waldo E. Nelson, 2012).

Masukan energi yang berlebihan terdapat pada keadaan sebagai berikut: 1. Gangguan emosional

Dalam hal ini makanan merupakan pengganti untuk mencapai kepuasan dalam memperoleh kasih saying, ketenangan dan ketentraman jiwa yang tidak diperoleh penderita.

2. Kelainan pada otak hipotalamus atau hipofisis yang mengakibatkan

gangguan terhadap ‘pusat rasa kenyang’.

3. Kelebihan insulin (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).

Penggunaan kalori yang kurang dapat terjadi pada:

1. Merendahnya nilai untu metabolism basal, specific dynamic action dan energy expenditure untuk berbagai kegiatan jasmani.

2. Endokrinopati misalnya hipotiroidea, sindrom adrenogenital dan\sebagainya.

3. Aktivitas jasmani kurang

(7)

Faktor penyebab obesitas lainnya adalah kekurangan aktivitas fisik baik kegiatan harian maupun latihan fisik terstruktur. Aktivitas fisik yang dilakukan sejak masa anak sampain lansia akan mempengaruhi kesehatan seumur hidup. Penyebab obesitas dinilai sebagai multikausal dan sangat multidimensional karena tidak hanya terjadi pada golongan sosio-ekonomi tinggi, tetapi juga sering terdapat pada sosio-ekonomi menengah hingga menengah ke bawah. Obesitas

dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan dengan faktor genetik (Ratu Ayu Dewi Sartika, 2011).

2.2.3 Faktor resiko obesitas

Faktor resiko untuk terjadinya obesitas bersifat multipel yaitu adanya hubungan yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Riwayat keluarga juga merupakan faktor resiko yang juga menentukan. Jika salah satu orang tua obesitas, maka odds ratio untuk terjadi obesitas pada saat dewasa adalah 3 kali, tetapi jika kedua orang tua obesitas, maka odds ratio untuk terjadi obesitas saat dewasa adalah 10 kali (Nancy F. Krebs, MD, MS, Laura E. Primak, RD, CNSD, CSP, 2009).

Faktor lingkungan yang memungkinkan seseorang untuk melakukan intervensi makan. Konsumsi makanan yang manis secara berlebihan, porsi yang besar, konsumsi makanan cepat saji secara rutin dan aktivitas yang kurang memiliki faktor resiko yang lebih besar untuk terjadi kelebihan berat badan (Nancy F. Krebs, MD, MS, Laura E. Primak, RD, CNSD, CSP, 2009).

2.2.4 Patogenesis obesitas

Kelebihan energi oleh tubuh akan diubah menjadi lemak yang kemudian disimpan sebagai jaringan lemak di bawah kulit dan juga pada organ-organ lain.

(8)

2.2.5 Gejala klinis obesitas

Obesitas dapat menjadi jelas pada setiap umur, tetapi obesitas tampak paling sering pada usia 1 tahun pertama, pada usia 5-6 tahun dan selama remaja. Anak yang obesitasnya karena masukan kalori tinggi secara berlebihan biasanya tidak hanya lebih berat daripada yang lain di kelompoknya sendiri tetapi juga lebih tinggi, dan umur tulang lebih tua (Waldo E. Nelson, 2012).

Bentuk tubuh, penampilan, dan raut muka penderita obesitas: 1. Raut muka

Hidung dan mulut tampak relative kecil dengan dagu yang berbentu ganda 2. Dada dan payudara

Bentuk payudara mirip dengan payudara yang telah tumbuh. Pada anak pria keadaan demikian menimbulkan perasaan yang kurang menyenangkan.

3. Abdomen

Membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk bandul lonceng (pendulum). Kadang-kadang terdapat stria putih atau ungu.

4. Genitalia luar

Pada pria penis seakan-akan terpendam dalam jaringan lemak mons pubis, sehingga tampak kecil dari bagian yang tersembul keluar.

5. Anggota badan

Lengan atas dan paha tampak besar, terutama pada bagian proksimal. Tangan relatif kecil dengan jari-jari yang berbentuk runcing. Terdapat kelainan berupa koksa vara dengan genu valgum pada tungkai.

6. Kelainan emosi

Pada penderita sering ditemukan gejala gangguan emosi yang mungkin merupakan penyebab atau aibat dari keadaan obesitas (Staf Pengajar Ilmu

(9)

2.2.6 Diagnosa obesitas

Pakar Committee of Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Service (suatu kelompok penasehat pada Biro Kesehatan Ibu dan

Anak, American Academy of Pediatrics and American Medical Association) telah mereomendasikan penggunaan IMT untuk penentuan populasi obesitas dan kelebihan berat badan. Dua kategori telah ditentukan:

1. Remaja dengan IMT pada persentil ke 95 atau lebih menurut umur dan kelamin atau yang IMT nya lebih daripada 30 (mana saja yang lebih kecil) harus dianggap kelebihan berat dan dirujuk untuk evaluasi medik yang menentukan.

2. Remaja dengan IMT nya pada persentil ke 85 atau lebih tetapi kurang daripada persentil ke 95 atau sama dengan 30 (mana saja yang lebih kecil) harus dirujuk ke tingkat skrining kedua (Waldo E. Nelson, 2012).

Tujuan tingkat skrining kedua meliputi lima area resiko kesehatan sebagai berikut:

1. Riwayat keluarga, yaitu riwayat keluarge penyakit kardiovaskular positif, kadar kolesterol total orangtua naik (atau riwayat tidak diketahui), riwayat keluarga diabetes mellitus positif, atau riwayat keluarga obesitas orang tua positif

2. Tekanan darah, yaitu kenaikan tekanan darah dengan menggunakan metode dan kriteria Second Task Force on Blood Pressure Control in Children.

3. Kadar kolesterol total, yaitu kenaikan lebih daripada 5,2 mmol/L atau 200

mg/dL

4. Tambahan kenaikan tahunan dalam IMT besar, yaitu kenaikan melebihi

dua unit IMT tahun sebelumnya

(10)

Jika satu atau lebih dari lima area tersebut positif, maka penderita harus mendapat evaluasi medik yang teliti untuk memikirkan keadaan patologis medik primer seperti terdaftar pada diagnosa banding (Waldo E. Nelson,2012).

2.2.7 Diagnosa Banding Obesitas

Anak dengan obesitas yang ditentukan dengan IMT persentl ke 95 atau

lebih dan atau 30 atau lebih menurut umur harus mendapat evaluasi medik yang teliti untuk gangguan yang mungkin mempunyai hubungan medis primer dengan obesitas. Kebanyakan dari gangguan ini jarang. Mereka biasanya dibedakan dari obesitas anak dengan tinggi badan yang pendek, umur tulang terlambat dan perkembangan tanda-tanda kelamin sekunder terlambat. Diagnosa banding pada tabel 2.3 berkaitan dengan kurang dari 1% dari semua kasus obesitas masa anak. (Waldo E. Nelson,2012)

Tabel 2.3 Diagnosa Banding Obesitas Penyebab Endokrin

Cushing Sindrom Hipertiroidisme Hiperinsulinemia

Defisiensi Hormon Pertumbuhan Disfungsi Hipotalamus

Sindrom Prader-Willi

Sindrom Stein-Leventhal (ovarium polikistik)

Pseudohipoparatiroidisme tipe 1

Sindrom Genetik

Sindrom Turner

Sindrom Laurence-Moon_Biedl Sindrom Alstrom-Hallgren

Sindrom lain

(11)

2.2.8 Komplikasi obesitas

Bayi dan anak gemuk mempunyai resiko cukup tinggi untuk menjadi orang dewasa gemuk. Kenaikan resiko ini dihubungkan dengan keparahan obesitas anak yang lebih besar, interval waktu menurun sampai umur dewasa dan jumlah anggota keluarga yang gemuk lebih besar. Ada hubungan antara obesitas masa anak dan faktor resiko kardiovasular. Pada penelitian Muscatine, anak

gemuk mempunyai kadar lipoprotein kolesterol densitas-tinggi sangat lebih rendah, kadar trigliserida lebih tinggi dan tekanan darah sitolik lebih tinggi, walaupun tidak ada perbedaan dengan kisaran normal untuk kolesterol total, kolesterol lipoprotein densitas rendah, apolipoprotein A1, apolipoprotein B, atau tekanan darah sistolik (Waldo E. Nelson,2012).

Obesitas pada masa kanak-kanak memberikan dampak jangka pendek dan jangka panjang terhadap kesehatan. Dampak yang segera terjadi diantaranya:

1. Anak obese cenderung memiliki faktor resiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit kardiovaskular, seperti peningkatan kolesterol darah dan tekanan darah. Pada sampel di populasi usia 15-17 tahun, 70% remaja obese setidaknya memiliki satu faktor resiko penyakit kardiovaskular.

2. Remaja obese lebih beresiko jatuh dalam keadaan prediabetes, suatu kondisi yang menunjukkan risiko tinggi penyakit diabetes mellitus.

3. Anak dan remaja obese memiliki risiko lebih tinggi untuk masalah tulang dan persendian, sleep apnea, masalah sosial dan psikologi seperti stigmatisasi dan kepercayaan diri yang rendah (Nancy F. Krebs, MD, MS, Laura E. Primak, RD, CNSD, CSP, 2008).

Dampak jangka panjang obesitan diantaranya :

1. Anak dan remaja obese sangat mungkin menjadi dewasa obese dan oleh

karena itu, menjadi lebih beresiko untuk menderita masalah kesehatan seperti penyakit jantung, diabetes melitus tipe 2, stroke, beberapa jenis kanker dan osteoarthritis.

(12)

tiroid, ovarium, serviks, prostat, dan lainnya (Nancy F. Krebs, MD, MS, Laura E. Primak, RD, CNSD, CSP, 2008).

Tabel 2.4 Komplikasi obesitas masa anak yang dilaporkan Kardiovaskuler

Tekanan darah Naik Kolesterol naik Trigliserid serum naik LDL naik

HDL turun Hiperinsulinisme Kolelitiasis

Penyakit Blount dan epifisis kaput femoris terlepas Pseudotumor serebri

Paru-paru

Sindrom Pickwickian Kelainan uji fungsi paru

Komorbiditas yang bersifat non kardiovaskular dan non malignan yang berhubungan dengan obesitas pada anak termasuk:

1. Sleep Apnea

2. Masalah ortopedik, yaitu tibia vara, gune valgum, flat kneecap pressure/pain, flat foot, spondilolysthesis, scoliosis dan osteoarthritis

3. Masalah kulit, yaitu infeksi jamur dan acanthosis nigricans 4. Hepatic steatosis, reflus gastro-esofagus, sirosis hepatis

5. hipertensi intracranial yang bersifat benign (pseudotumor cerebri) dapat menyebabkan kebutaan

(13)

2.3 Anatomi kaki

Terdapat tiga kelompok tulang pada kaki, yaitu:

 Delapan buah tulang tarsal (ossa tarsalia), yang memberi bentuk pada bagian mata kaki

 Metatarsal (ossa metatarsalia I-V), yang merupakan tulang dari metatarsus  Palanges (phalanges), yang membentuk bagian jari kaki, setiap jari kaki terdiri dari tiga buah tulang palanges kecuali ibu jari kaki yang hanya terdiri dari dua buah tulang palanges.

(14)

2.3.1 Ossa Tarsalia

Ossa tarsalia terdiri atas os calcaneus, os talus, os naviculare, os cuboideum, dan tiga buah ossa cuneiforme. Hanya os talus yang bersendi dengan tibia dan fibula pada articulation talucruralis (sendi pergelangan kaki).

2.3.1.1 Os Calcaneus

Os calcaneus adalah tulang terbesar dari kaki dan membentuk tumit yang menonjol. Tulang ini ke atas bersendi dengan talus dan di depan dengan os cuboideum. Calcaneus mempunyai enam facies (permukaan) gambar 2.2.

Facies anterior kecil dan membentuk facies articularis yang bersendi

dengan os cuboideum.

Facies posterior membentuk tonjolan tumit dan merupakan tempat

pelekatan dari tendon calcaneus (tendon Achilles).

Facies superior didominasi oleh dua facies articulares untuk talus, yang

dipisahkan oleh alur kasar, yaitu sulcus calcanei.

Facies inferior mempunyai tuberculum anterior pada garis tengah, dan

tuberculum mediale yang besar serta tuberculum laterale yang lebih kecil pada pertemuan antara facies inferior dan facies posterior.

Facies medialis mempunyai sebuah tonjolan yang besar berbentuk kerang,

disebut sustentaculum tali, yang membantu menyokong os talus.

Facies lateralis hampir rata. Pada bagian anteriornya terdapat peninggian

kecil yang disebut tuberculum perineum, yang memisahkan tendo-tendo dari m. peroneus longus dan m. peroneus brevis.

2.3.1.2 Os Talus

Os talus bersendi di atas dengan tibia dan fibula, di bawah dengan os

(15)

2.3.1.3 Os Naviculare

Tuberositas ossis navicularis dapat dilihat dan dipalpasi pada pinggir medial kaki lebih kurang 1 inci di depan dan bawah malleolus medialis; serta memberikan tempat perlekatan untuk bagian utama tendo m. tibialis posterior. Dapat dilihat pada gambar 2.2.

2.3.1.4 Os Cuboideum

Terdapat alur yang dalam pada aspek inferiornya sebagai tempat untuk tendo m. peroneus longus. Dapat dilihat pada gambar 2.2.

2.3.1.5 Os Cuneiforme

Ketiga tulang-tulang kecil berbentuk baji ini bersendi di proksimal dengan os naviculare dan di distal dengan ketiga ossa metatarsalia yang pertama. Bentuk bajinya berperan penting dalam membentuk dan mempertahankan lengkung transversal kaki.

(16)

2.3.2 Ossa Metatarsal dan Phalanges

Ossa metatarsalis dan phalanges menyerupai ossa metacarpalia dan phalanges pada tangan, dan masing-masing mempunyai caput di distal, corpus dan basis di proksimal. Kelima ossa metatarsalia diberi nomor dari sisi medial ke lateral.

Ossa metatarsal pertama besar dan kuat dan berperan penting dalam

menyokong berat badan. Pada aspek inferior caput terdapat alur dari ossa sesamoidea medial dan lateral yang terdapat di dalam tendo dari m. fleksor hallucis brevis.

Ossa metatarsal kelima mempunyai tuberculum yang menonjol pada basisnya, yang dengan mudah dapat diraba sepanjang pinggir lateral kaki. Tuberculum ini merupakan tempat perlekatan tendo dari m. peroneus brevis.

Masing-masing jari kaki mempunyai tiga phalanges, kecuali ibu jari kaki yang hanya mempunyai dua phalanges. Gambar 2.1.

2.4 Tulang-Tulang Arcus

Pemeriksaan pada kaki yang berartikulasi atau foto lateral kaki, akan dapat dilihat tulang-tulang yang membentuk arcus pedis.

Arcus Longitudinalis Medialis. Arcus ini dibentuk oleh calcaneus, talus,

os naviculare, ketiga os cuneiform dan ketiga os metatarsalia yang pertama. Arcus Longitudinalis Lateralis. Arcus ini dibentuk oleh calcaneus,

cuboideum, dan ossa metatarsalia keempat dan kelima.

Arcus Transversus. Arcus ini dibentuk oleh basis metatarsi dan os

(17)

Gambar 2.3 Tulang-tulang yang menyusun arcus longitudinalis medialis, arcus longitudinalis lateralis, dan arcus transverses pedis dextra.

Sumber : Richard S. Snell, 2006

Memepertahankan arcus longitudinalis medialis

(18)

2. Pinggir-pinggir bawah tulang diikat menjadi satu oleh ligamentum plantaris, yang lebih besar dan lebih kuat dari ligamentum-ligamentum dorsalis. Ligamentum yang paling penting adalah ligamentum-ligamentum calcaneonaviculare. Perluasan tendinosa dari insersio m. tibialis posterior mempunyai peran penting dalam hal ini.

3. Yang mengikat kedua ujung arcus menjadi satu adalah aponeurosis

plantaris, bagian medial m. fleksor digitorum brevis, m. abductor hallucis, m. fleksor hallucis longus, bagian medial m. fleksor digitorum longus dan m. fleksor hallucis bervis.

4. Yang menggantung arcus dari atas adalah m. tibialis anterior dan posterior serta ligamentum mediale sendi pergelangan kaki (Richard S. Snell, 2006).

2.5 Kaki Sebagai Unit Fungsional

2.5.1 Kaki sebagai penyokong berat badan dan pengungkit

Kaki mempunyai dua fungsi utama: (1) menyokong berat badan dan (2) berfungsi sebagai pengungkit untuk memajukan tubuh sewaktu berjalan dan berlari. Karena mempunyai satu tulang yang kuat dan bukan beberapa tulang yang kecil, kaki dapat menyokong berat badan dan berfungsi sebagai pengungkit yang kaku untuk gerakan ke depan. Namun, dengan susunan seperti itu kaki tidak dapat menyesuaikan diri terhadap permukaan yang tidak rata, dan gerak maju seluruhnya akan tergantung pada aktivitas musculus gastrocnemius dan musculus soleus. Karena pengungkit ini terdiri atas segmen-segmen dengan banyak sendi, kaki bersifat fleksibel dan dapat menyesuaikan diri terhadap permukaan yang

tidak rata. Lagipula, otot-otot fleksor panjang dan otot-otot kecil kaki dapat menggunakan fungsinya pada tulang-tulang kaki bagian depan dan jari-jari

(19)

2.5.2 Arcus pedis

Struktur yang bersegmen hanya dapat menyokong berat badan bila dibangun dalam bentuk lengkung. Kaki mempunyai tiga lengkung yang telah ada sejak lahir: arcus longitudinalis medialis, arcus longitudinalis, arcus longitudinalis lateralis, dan arcus transverses (gambar 2.4). Pada anak-anak

kecil, kaki tampak ceper karena banyak lemak subcutan pada telapak kaki.

(Richard S. Snell, 2006)

Pada pemeriksaan jejak kaki basah seseorang yang sedang berdiri pada lantai, akan terlihat bahwa tumit, margo lateralis kaki, bantalan bagian bawah caput matetarsal, dan bantalan phalanges distalis berkontak dengan tanah (gambar 2.3). Pinggir medial kaki, dari tumit sampai caput metatarsal pertama melengkung di atas tanah, karena adanya arcus longitudinalis medialis yang penting. Tekanan di ata tanah oleh margo lateralis kaki paling besar pada tumit dan caput metatarsal kelima dan paling kecil di antara kedua daerah ini, karena adanya arcus longitudinalis lateralis yang letaknya rendah. Arcus transverses dibentuk oleh basis kelima as metatarsal, cuboideum, dan cuneiforme. Bagian ini sebenarnya hanya setengah lengkung, dengan basisnya pada pinggir lateral kaki dan puncaknya pada bagian medial kaki. Kaki dapat dianggap sebagai setengah kubah, sehingga bila kedua margo medialis kaki diletakkan bersama, terbentuklah kubah yang lengkap (Richard S. Snell, 2006).

(20)

Gambar 2.4 Anatomi Permukaan Kaki

Sumber : George H. Thompson, Peter V. Scoles, 2012

2.6 Gangguan pada Kaki

Gangguan pada kaki pediatrik yang paling lazim adalah:

1. Metatarsus adduktus kongenital : masalah yang lazim pada bayi dan anak kecil. Kelainan ini juga dikenal sebagai varus metatarsus jika kaki depan tersupinasi serta adduksi.

2. Kaki kalkaneovalgus : temuan yang relative sering pada bayi baru lahir dan merupakan akibat posisi dalam uterus.Kaki tampak hiperdorsifleksi dengan abduksi kaki depan dan bertambahnya valgus tumit.

3. Talipes equinovarus (kaki pekuk) : deformitas bukan hanya pada kaki tetapi seluruh tungkai bawah dan dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: congenital, teratologis dank arena posisi.

4. Talus vertikal kongenital : deformitas kaki yang tidak lazim dengan penyebab yang serupa dengan deformitas kaki talipes equinovarus.

(21)

6. Penggabungan tarsus : dikenal juga sebagai kaki rata spastic peroneus, merupakan gangguan kaki yang relative sering yang ditandai dengan deformitas datar yang menimbulkan nyeri dan kaku, spasme otot peroneus tetapi tanpa spastisitas yang sebenarnya. Kelainan ini menggambarkan fusi atau kegagalan kongenital segmentasi antara dua atau lebih tulang tarsus. 7. Kaki kavus : kaki dengan kelebihan arkus longitudinal medial yang

disertai dengan varus kaki belakang dan kadang-kadang adduksi kaki depan.

8. Osteokondriosis : proses patologis yang melibatkan infark, revaskularisasi, resorpsi, dan penggantian tulang yang terkena.

9. Luka tembus kaki

(George H. Thompson, Peter V. Scoles, 2012)

2.7 Pes Planus Hipermobil (flat foot)

2.7.1 Defenisi Flat Foot

Kaki rata hipermobil atau kaki pronasi merupakan sumber kecemasan bagi orang tua. Pada umumnya, anak tidak menunjukkan gejala dan tidak mempunyai keterbatasan fungsi. Kaki rata lazim pada neonates dan anak belajar jalan karena kelemahan pada kompleks tulang-ligamentum kaki dan lemak pada daerah arkus longitudinal mediale. Anak ini biasanya mengalami perbaikan yang berarti pada usia 6 tahun. Pada anak yang lebih tua, kaki rata fleksibel biasanya akibat kelemahan ligamentum secara menyeluruh, suatu eadaan autosom dominan. Hampir semua ana dan remaja dengan kaki rata yang fleksibel tidak mengalami gangguan (George H. Thompson, Peter V. Scoles, 2012).

2.7.2 Manifestasi Klinis Flat Foot

(22)

subtalus akan normal atau sedikit meningkat. Kehilangan gerakan subtalus menunjukkan kaki datar yang kaku. Penyebab yang lazim meliputi kontraktur tendon Achilles, koalisi tarsus, kelainan neuromuscular (palsi serebral) dan kelainan familial (George H. Thompson, Peter V. Scoles, 2012).

2.7.3 Evaluasi Radiologis Flat F oot

Gambar

Tabel 2.1 Z-Score
Tabel 2.2 Interpretasi Kurva CDC Indeks Antropometrik
Gambar 2.1 Tulang Kaki Sumber : Frank H. Netter, 2003
Gambar 2.2  Ossa calcaneus, talus, naviculare, dan cuboideum Sumber : Richard S. Snell, 2006
+3

Referensi

Dokumen terkait

dari setiap 5 menit perlakuan yang berarti, pemberian dosis kelompok aspirin dan sampel uji menunjukkan pengaruh analgetika yang menyebabkan penurunan jumlah

Judul keseluruhannya diketik dengan huruf besar, satu spasi yang disusun secara piramida terbalik (bila lebih dari satu baris), dan dicantumkan secara lengkap

Pengaruh Tingkat Kesegaran Jasmani Dan Postur Ektremitas Bawah Terhadap Cidera Stres Fraktur Prajurit Siswa Wanita Selama Menjalani Program Latihan Dasar Militer 16

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD DENGAN AUTOGRAPH DITINJAU DARI SIKAP PERCAYA DIRI DAN KREATIVITAS SISWA.. KELAS VIII SMP DI KABUPATEN MAGETAN TAHUN

[r]

State government agencies on the east coast of Australia and the University of Queensland have been collaborating since 2007 through the Joint Remote Sensing

Although spline representations are typically best suited to modelling smooth data, our algorithms are capable of providing an approximate representation of the underlying

BAB II GAMBARAN DINAS SOSIAL KABUPATEN