• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah kemampuan untuk mengurus dirinya

sendiri terutama berkaitan dengan pemerintahan umum maupun pembangunan,

yang sebelumnya diurus pemerintahan pusat. Untuk itu, selain diperlukan

kemampuan keuangan diperlukan juga adanya sumber daya manusia berkualitas,

sumber daya alam, modal, dan teknologi (Rudini dalam Silalahi, dkk, 1995).

Silalahi, dkk, (1995) menyatakan bahwa tujuan otonomi daerah adalah

meningkatkan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam rangka mewujudkan

otonomi daerah. Sumber daya manusia yang dibutuhkan tersebut antara lain

adalah :

 Mempunyai wadah, perilaku, kualitas, tujuan, dan kegiatan yang dilandasi

dengan keahlian dan ketrampilan tertentu.

 Kreatif dalam arti mempunyai jiwa inovatif, serta mampu

mengantisipasi tantangan maupun perkembangan, termasuk di

dalamnya mempunyai etos kerja yang tinggi.

 Mampu sebagai penggerak swadaya masyarakat yang mempunyai rasa

solidaritas sosial yang tinggi, peka terhadap dinamika masyarakat, mampu

kerjasama dan mempunyai orientasi berpikir people centered orientation.

 Mempunyai disiplin yang tinggi dalam arti berpikir konsisten terhadap

(2)

program operasional pemerintah daerah sesuai dengan

rambu-rambu pengertian program urusan yang ditetapkan.

2.2 Desentralisasi Fiskal

Menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 ayat 7

dan UU No 33 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan

Daerah Pasal 1 ayat 8, ―Desentralisasi adalah penyerahan wewenang

pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dalam system Negara Kesatuan Republik

Indonesia.‖ Defenisi desentralisasi sendiri menurut Yustika (2008:28)

menyangkut berbagai bentuk dan dimensi yang beragam, terutama berkaitan

dengan aspek fiskal, politik, administrasi dan sistem pemerintahan serta

pembangunan sosial dan ekonomi.

Desentralisasi fiskal merupakan komponen utama dari desentralisasi yang

artinya desentralisasi tidak dapat dilepaskan dari isu kapasitas keuangan daerah,

dimana kemandirian daerah diukur berdasarkan kemampuan menggali dan

mengelola keuangannya, Yustika (2008). Menurut Saragih (2003) pada

Kusumadewi dan Rahman (2007) desentralisasi fiskal secara singkat dapat

diartikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang

lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi

atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya

kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan.

Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

(3)

kebijakan fiskal yang utama bagi pemerintah daerah dan juga menunjukkan

kapasitas dan kemampuan daerah. Menurut Oates (1999), ada dua bentuk

instrumen fiskal yang penting pada sistem federal yaitu (1) Pajak, (2) Hibah antar

pemerintah (Intergovernmental Grants) dan Bagi Hasil Pendapatan (Revenue

Sharing).

2.3 Flypaper Effect

Istilah flypaper effect muncul karena adanya penyimpangan dalam teori

bantuan pemerintah tak bersyarat bahwa transfer pemerintah pusat memang

meningkatkan pengeluaran konsumsi barang publik, tetapi ternyata tidak menjadi

substitut bagi pajak daerah. Fenomena tersebut yang kemudian dalam banyak

literatur disebut dengan flypaper effect. Sedangkan istilah flypaper effect sendiri

timbul dari pemikiran Okun (1930) pada Kusumadewi dan Rahman (2007) yang

menyatakan “money sticks where it hits”. Sejauh ini, belum ada padanan kata

―flypaper effect‖ dalam bahasa Indonesia sehingga kata ini dituliskan

sebagaimana adanya tanpa diterjemahkan. Oates (1999) menyatakan ketika respon

Pemerintah Daerah lebih besar untuk transfer dibanding Pendapatan Asli Daerah

(PAD) daerahnya sendiri maka disebut dengan flypaper effect.

Menurut Sagbas dan Saruc (2008) ada dua teori utama dari beberapa

penelitian tentang sumber munculnya flypaper effect yang sering digunakan

yaitu Fiscal illusion dan The bureaucratic model. Teori Fiscal illusion sebagai

sumber flypaper effect mengemukakan bahwa flypaper effect terjadi dikarenakan

ketidaktahuan atau ketidakpedulian voters atau penduduk daerah mengenai

(4)

kesalahan persepsi tersebut (Schwallie, 1986) dalam Sagbas dan Saruc (2008)

Yang mana inti dari flypaper effect diringkas oleh Schwallie (1986) dalam Sagbas

dan Saruc (2008) yaitu ―Dalam model efek fiscal illusion pada transfer,

pemerintah sebenarnya menghasilkan output yang diminta oleh (voters) pemilih,

tetapi permintaan pemilih untuk barang publik didasarkan pada kesalahan persepsi

tentang bagaimana pembiayaan barang publik dan pembagian biaya yang oleh

ditanggung pemilih. Pemilih tidak diasumsikan salah dalam melihat output yang

sebenarnya atau manfaat yang diperoleh‖. Pemilih atau penduduk daerah memang

melihat hasil ouput yang sebenarnya dari belanja pemerintah terhadap barang

publik dan manfaat yang diperoleh namun mempunyai persepsi yang salah

tentang sumber dari pembiayaan belanja tersebut yang berasal dari transfer

pemerintah pusat yang seharusnya biaya tersebut juga ditanggung oleh mereka

seperti melalui pajak daerah hingga menaikkan pendapatan asli daerah yang ada

juga.

Pada model The bureaucratic, flypaper effect adalah hasil dari perilaku

memaksimalkan anggaran oleh para birokrat (atau politisi lokal), yang lebih

mudah menghabiskan transfer/hibah daripada meminta kenaikan pajak, Sagbas

dan Saruc (2008). Dan pada model ini flypaper effect dapat terjadi karena

kekuasaan dan pengetahuan birokrat atau pemerintah daerah akan anggaran dan

tranfer pemerintah. Dan menurut Niskanen Jr (1968) pada Kang dan Setyawan

(2012) birokrat memiliki posisi yang kuat dalam pengambilan keputusan publik.

Dia menduga bahwa birokrat akan berperilaku untuk memaksimalkan anggaran

(5)

ini mendukung flypaper effect sebagai konsekuensi dari perilaku birokrat

yang bebas menghabiskan transfer (hibah) daripada menaikkan pajak,

dikarenakan kenaikan pajak dianggap program yang tidak populer di mata para

pemilih atau penduduk daerah.

2.4 Identifikasi Flypaper Effect

Asumsi penentuan terjadinya flypaper effect pada penelitian ini fokus pada

perbandingan pengaruh PAD dan DAU terhadap Belanja Modal. Melo (2002) dan

Venter (2007) menyatakan bahwa flypaper effect terjadi apabila:

1. Pengaruh/ nilai koefisien DAU terhadap Belanja Modal lebih besar

dari pada pengaruh PAD terhadap terhadap Belanja Modal, dan nilai

keduanya signifikan.

2. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh/ respon PAD terhadap

Belanja Modal tidak signifikan, maka dapat disimpulkan terjadi

flypaper effect.

2.5 Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN

yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah

untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi (UU No.33

Tahun 2004). Pembagian dana untuk daerah melalui bagi hasil berdasarkan daerah

penghasil cenderung menimbulkan ketimpangan antar daerah dengan

mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Alokasi dana alokasi umum

bagi daerah yang potensi fiskalnya besar namun kebutuhan fiskalnya kecil akan

(6)

yang memiliki potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan fiskalnya besar akan

memperoleh alokasi Dana alokasi umum relatif besar. Dengan maksud melihat

kemampuan APBD dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan daerah dalam rangka

pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi

dengan belanja pegawai (Halim, 2009).

Halim (2009) mengatakan bahwa ketimpangan ekonomi anatara satu

Provinsi dengan Provinsi lain tidak dapat dihindari dengan adanya desentralisasi

fiskal. Disebabkan oleh minimnya sumber pajak dan sumber daya alam yang

kurang dapat digali oleh Pemerintah Daerah. Untuk menanggulangi ketimpangan

tersebut, Pemerintah pusat berinisiatif untuk memberikan subsidi berupa DAU

kepada daerah. Bagi daerah yang tingkat kemiskinannya lebih tinggi, akan

diberikan DAU lebih besar dibanding daerah yang kaya dan begitu juga

sebaliknya. Selain itu untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan

pembiayaan dan penugasan pajak antara pusat dan daerah telah diatasi dengan

adanya kebijakan bagi hasil dan Dana Alokasi Umum minimal sebesar 26 % dari

Penerimaan dalam negeri. Dana Alokasi Umum akan memberikan kepastian bagi

daerah dalam memperoleh sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan

pengeluaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing daerah.

Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah sebagai berikut

(Halim, 2009):

a. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26 % dari penerimaan dalam

(7)

b. DAU untuk daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan

masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum sebagaimana

ditetapkan diatas.

c. DAU untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan

perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/Kota yang

ditetapkan APBN dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

d. Porsi Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan

proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia (Bambang

Prakosa, 2004).

Dalam UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan

kewenangan Pemerintah daerah, Pemerintah pusat akan mentransfer Dana

Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus

(DAK), dan Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam.

Disamping Dana Perimbangan tersebut, Pemerintah daerah memiliki sumber

pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-

lain pendapatan yang sah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan

kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari Pemerintah pusat diharapkan

digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah daerah untuk meningkatkan

pelayanannya kepada masyarakat. Menurut UU No.33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU

oleh suatu daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan

menggunakan pendekatan Fiscal Gap, dimana kebutuhan DAU suatu daerah

(8)

digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi

dari potensi penerimaan daerah yang ada.

2.6 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan asli daerah diartikan sebagai pendapatan daerah yang

tergantung keadaan perekonomian pada umumnya dan potensi dari

sumber-sumber pendapatan asli daerah itu sendiri. Pendapatan asli daerah adalah

suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk

menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah (Sutrisno,

1984). Menurut Undang-undang No.33 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 18, Pendapatan

asli daerah selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah

yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai

pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan

potensi-potensi sumber-sumber keuangan untuk membiayai tugas-tugas dan

tanggung jawabnya.

Menurut Pasal 6 Undang-undang No.33 Tahun 2004 pendapatan asli

daerah berasal dari:

1. Hasil Pajak Daerah

Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak oleh

pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat ditunjuk. Pada

pokoknya pajak memiliki dua peranan utama yaitu sebagai sumber

penerimaan negara (fungsi budget) dan sebagai alat untuk mengatur (fungsi

(9)

mendefenisikan pajak daerah adalah pajak yang dipungut daerah berdasarkan

peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan

rumah tangga daerah tersebut.

Menurut Undang-undang No.34 tahun 2000 pajak daerah yang selanjutnya

disebut pajak yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan

kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan

daerah.

Terdapat banyak batasan tentang pajak yang dikemukakan para ahli, tetapi

pada dasarnya isinya hampir sama yaitu pajak adalah pembayaran iuran oleh

rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa imbalan jasa

secara langsung (Suparmoko, 2002). Dari batasan atau definisi di atas dapat

ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah:

a. Iuran masyarakat kepada negara

b. Berdasarkan undang-undang

c. Tanpa balas jasa secara langsung

d. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah

Berdasarkan kewenangan memungutnya pajak digolongkan menjadi dua

yaitu pajak negara dan pajak daerah. Pengertian pajak daerah adalah sama

dengan pajak negara, perbedaannya terletak pada :

a. Pajak negara ditetapkan dan dikelola oleh pemerintah pusat (dalam

(10)

b. Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan dengan peraturan daerah

atau pajak negara yang pengelolaan dan penggunaannya diserahkan

kepada daerah (Sutrisno, 1984).

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak daerah

adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut

berdasarkan peraturan perundangan yang dipergunakan untuk membiayai

pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.

2. Retribusi Daerah

Retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat

karena seseorang atau badan hukum menggunakan jasa dan barang

pemerintah yang langsung dapat ditunjuk (Sutrisno, 1984). Peraturan

pemerintah No. 66 tahun 2002 tentang retribusi daerah pasal 1 menyebutkan

bahwa retribusi dalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan oleh pemerintah daerah

dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula

disediakan oleh sektor swasta. Menurut Undang- undang No. 34 tahun

2000 retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi yaitu pungutan

daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang

khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk

kepentingan pribadi atau badan.

Pada dasarnya retribusi adalah pajak, tetapi merupakan jenis pajak khusus,

karena ciri-ciri dan atau syarat-syarat tertentu masih dapat dipenuhi (Sutrisno,

(11)

atau peraturan yang sederajat harus disetor ke kas negara atau daerah dan

tidak dapat dipaksakan. Batasan pengertian retribusi ini sendiri merupakan

pungutan yang dilakukan pemerintah karena seseorang dan atau badan hukum

menggunakan barang dan jasa pemerintah yang langsung dapat ditunjuk. Dari

definisi di atas terlihat bahwa ciri-ciri mendasar dari retribusi daerah adalah:

a. Retribusi dipungut oleh daerah.

b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah

yang langsung dapat ditunjuk.

c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan

barang atau jasa yang disediakan oleh daerah.

Lapangan retribusi daerah adalah seluruh lapangan pungutan yang diadakan

untuk keperluan keuangan daerah sebagai pengganti jasa yang diberikan oleh

daerah.

3. Bagian Laba Perusahaan Daerah

Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dalam

memeberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dari

perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada keuntungan, akan tetapi

justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum,

atau dengan perkataan lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang

harus terjamin keseimbangannya yaitu fungsi ekonomi (Kaho, 1998).

Pemerintah daerah mendirikan perusahaan daerah atas dasar berbagai

pertimbangan yaitu menjalankan ideologi yang dianutnya bahwa sarana

(12)

alami, seperti angkutan umum atau telepon; dalam rangka mengambil alih

perusahaan asing; untuk menciptakan lapangan kerja atau mendorong

pembangunan ekonomi daerah; dianggap cara yang efisien untuk

menyediakan layanan masyarakat, dan/atau menebus biaya, serta untuk

menghasilkan penerimaan untuk pemerintah daerah (Devas, 1989).

Sumber pendapatan asli daerah yang ketiga yaitu adalah laba dari perusahaan

daerah. Karena berbentuk perusahaan maka prinsip pengelolaannya

berdasarkan atas asas-asas ekonomi perusahaan. Dengan demikian,

perusahaan harus mencari keuntungan dan selanjutnya sebagian dari

keuntungan tersebut diserahkan ke kas daerah. Fungsi pokok dari

perusahaan daerah adalah :

a. Sebagai dinamisator perekonomian daerah, yang berarti perusahaan

daerah harus mampu memberikan rangsangan bagi berkembangnya

perekonomian daerah.

b. Sebagai penghasil pendapatan daerah yang berarti harus mampu

memberikan manfaat ekonomis sehingga terjadi keuntungan yang

dapat diserahkan ke kas daerah.

Berdasarkan uraian di atas, maka perusahaan daerah merupakan salah satu

komponen yang diharapkan mampu memberikan kontribusinya bagi

pendapatan daerah. Sifat umum perusahaan daerah berorientasi pada

keuntungan yang dapat memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan

umum atau dengan kata lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda

(13)

ekonomi. Artinya pemenuhan fungsi sosial perusahaan daerah dapat berjalan

seiring dengan pemenuhan fungsi ekonomi sebagai badan hukum yang

bertujuan mendapatkan laba. Sedangkan, lapangan hasil perusahaan daerah

adalah sebagian perusahaan daerah yang bergerak di bidang produksi

jasa dan perdagangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

4. Penerimaan Dinas-dinas dan Pendapatan Lain-lain yang disahkan

Penerimaan dinas-dinas merupakan penerimaan yang berasal dari usaha

dinas-dinas daerah yang bersangkutan yang bukan merupakan penerimaan

pajak, retribusi ataupun laba perusahaan daerah. Fungsi pokok dari

penerimaan dinas-dinas daerah (kecuali dinas pendapatan daerah) pada

umumnya adalah bukan mencari pendapatan daerah, tetapi melaksanakan

sebagian urusan pemerintah daerah yang bersifat pembinaan atau bimbingan

kepada masyarakat. Penerimaan lain-lain, dilain pihak adalah penerimaan

pemerintah daerah diluar penerimaan-penerimaan dinas, pajak, retribusi dan

bagian laba perusahaan daerah. Penerimaan ini antara lain berasal dari sewa

rumah dinas milik daerah, hasil penjualan barang-barang (bekas) milik

daerah, penerimaan sewa kios milik daerah dan penerimaan uang langganan

majalah daerah (Hirawan, 1987).

Fungsi utama dari dinas-dinas daerah adalah memberikan pelayanan umum

kepada masyarakat tanpa terlalu memperhitungkan untung dan ruginya, tetapi

dalam batas-batas tertentu dapat didayagunakan untuk bertindak sebagai

organisasi ekonomi yang memberikan pelayanan dengan imbalan jasa.

(14)

untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik yang berupa

materi dalam hal kegiatan bersifat bisnis, maupun non materi dalam hal

kegiatan tersebut untuk menyediakan, melapangkan atau memantapkan suatu

kebiajakan pemerintah daerah dalam suatu bidang tertentu.

Jadi di satu pihak dapat menghimpun dana sebagai salah satu sumber

penerimaan daerah dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, di lain pihak lebih mengarah

kepada public service dan bersifat penyuluhan yaitu tidak mengambil

keuntungan, melainkan hanya sekedar untuk menutup resiko biaya

administrasi yang dikeluarkan.

2.7 Belanja Modal

Salah satu dari belanja langsung adalah belanja modal, menurut Abdul

Halim (2002:72) ―Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang

manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menanambah aset atau

kekayaan daerah, dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin,

seperi biaya operasi dan biaya pemeliharaan‖.

Belanja modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang

menghasilkan aktiva tetap tertentu (Nordiawan, 2006). Belanja modal

dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan,

bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk

memperoleh aset tetap tersebut, yakni dengan membangun sendiri, menukarkan

(15)

Dewi (2006) dan Syaiful (2008) mengutarakan bahwa belanja modal

adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang

sifatnya menambah aset tetap / inventaris yang memberikan manfaat lebih dari

satu periode akuntansi,termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya

pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat,

meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.

Kategori belanja modal menurut Ghozali (2008) adalah sebagai berikut:

1. Pengeluaran mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset

lainnya yang dengan demikian menambah aset Pemda.

2. Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap

atau aset lainnya yang telah ditetapkan oleh Pemda.

3. Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.

Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5(lima) kategori utama :

a. Belanja Modal Tanah

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk

pengadaan/pembelian/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa

tanah, pengosongan, pengurungan, peralatan, pematangan tanah,

pembuatan sertipikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan

perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap

pakai.

b. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang

(16)

kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan

manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin

dimaksud dalam kondisi siap pakai.

c. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang

digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk

pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan

pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai

gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

d. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang

digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan

pembangunan pembuatan serta perawatan dan termasuk pengeluaran untuk

perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang

menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksudkan dalam

kondisi siap pakai.

e. Belanja Modal Fisik lainnya

Belanja Modal Fisik lainnya adalah pengeluaran atau biaya yang akan

digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan

pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang

tidak dapat dikatagorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan

dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk

(17)

barang-barang kesenian, barang peurbakala dan barang untuk museum,

hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

Tabel 2.1

Komponen Biaya yang dimungkinkan didalam Belanja Modal

Jenis Belanja Modal Komponen Biaya yang dimungkinkan didalam Belanja Modal

Belanja Modal Tanah Belanja Modal Pembebasan Tanah

Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah

Belanja Modal Bahan Baku Gedung dan Bangunan Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor

Belanja Modal Perizinan Gedung dan Bangunan Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran Bangunan

Belanja Modal Bahan Baku Peralatan dan Mesin Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Sewa Peralatan, Peralatan dan Mesin Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Peralatan dan Mesin

(18)

2.8 Penelitian Terdahulu

1. Kusumadewi & Rahman (2007) yang meneliti tentang ―Flypaper effect

pada Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Indonesia‖. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa PAD dan DAU secara bersama-sama

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Daerah

masing-masing variabel independen yaitu PAD dan DAU, signifikan terhadap

belanja daerah. Pengaruh DAUt-1 terhadap Belanja Daerah tahun berjalan

lebih kuat daripada pengaruh PADt-1 terhadap belanja Daerah flypaper

effect tidak hanya terjadi pada daerah dengan PAD rendah namun juga

pada daerah dengan PAD tinggi.

2. Siagian (2009), melakukan penelitian tentang ―flypaper effect pada

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap

belanja daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera

Utara‖. Hasil pengujian menunjukkan pengujian secara simultan dan

parsial menunjukkan bahwa DAU dan PAD secara bersama-sama

bepengaruh signifikan terhadap belanja daerah juga telah terjadi flypaper

effect pada belanja daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.

3. Maimunah (2006) menguji ―flypaper effect pada dana alokasi

umum(DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap belanja daerah

pada Kabupaten/Kota di pulau Sumatera‖. Tujuan penelitian ini adalah

untuk memberikan bukti empiris pada (1) pengaruh DAU dan PAD

(19)

kemungkinan terjadinya flypaper effect pada Belanja Pemerintah

Kabupaten/Kota di pulau Sumatera; (3) kecenderungan flypaper effect

menyebabkan peningkatan jumlah Belanja Daerah; (4) kemungkinan

adannya perbedaan flypaper effect antara Pemerintah Kabupaten/Kota

yang PADnya tinggi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang PADnya

rendah; dan terakhir (5) pengaruh DAU dan PAD pada kategori

pengeluaran sektor yang berhubungan langsung dengan publik (belanja

bidang pendidikan, kesehatan dan pekerjaan umum).

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, maka ada lima simpulan yang

merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu: Pertama, besarnya

nilai DAU dan PAD mempengaruhi besarnya nilai Belanja daerah

(pengaruh positif). Kedua, telah terjadi flypaper effect pada Belanja

Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera. Ketiga, terdapat pengaruh

flypaper effect dalam memprediksi Belanja Daerah periode ke depan.

Keempat, tidak terdapat perbedaan terjadinya flypaper effect baik pada

daerah yang PADnya rendah maupun tinggi di Kabupaten/Kota di pulau

Sumatera. Kelima, tidak terjadi flypaper effect pada Belanja daerah bidang

Pendidikan, tetapi telah terjadi flypaper effect pada Belanja Dearah bidang

Kesehatan dan bidang Pekerjaan Umum.

4. Haryo Kuncoro (2007) meneliti tentang ―fenomena flypaper effect pada

kinerja keuangan pemerintah daerah kota dan kabupaten di Indonesia‖.

Studi ini berbeda dengan studi-studi sebelumnya di Indonesia setidaknya

(20)

antara penerimaan transfer dengan upaya pemerintah daerah dalam

menggali PAD. Kedua, dari sisi belanja adalah dengan mengamati

sensitivitas belanja pemerintah daerah dalam merespon perolehan transfer.

Ketiga, kedua aspek tersebut di atas dirangkum ke dalam satu kerangka

kerja dengan memperhatikan eksternalitas fiskal, baik sisi penerimaan dan

belanja yang muncul secara timbal balik antardaerah. Hasil penelitiannya

membuktikan bahwa peningkatan alokasi transfer pemerintah pusat dan

pertumbuhan belanja pemerintah daerah diikuti dengan penggalian PAD

yang lebih tinggi. Gejala ini memperlihatkan bahwa birokrat pemerintah

daerah bertindak sangat reaktif terhadap transfer yamg diterima dari pusat.

Ada indikasi peningkatan belanja yang tinggi tersebut disebabkan karena

inefisiensi belanja pemerintah daerah terutama belanja operasional.

5. Afrizawati (2012), melakukan penelitian tentang ―analisis flypaper effect

pada belanja daerah pada Kabupaten/Kota Sumatera Selatan‖. Hasil

pengujian menunjukkan pengaruh yang positif (diterima), diduga bahwa

pengaruh DAU terhadap belanja daerah lebih kecil daripada pengaruh

PAD terhadap belanja daerah yang mana tujuannya adalah untuk

mengetahui terjadi atau tidaknya flypaper effect, hal ini membuktikan

bahwa terjadi flypaper effect pada belanja daerah di Kabupaten/kota di

Sumatera Selatan, penelitian juga menghasilkan DAU dan PAD

(21)

2.9 Kerangka Konseptual

Berdasarkan telaah yang telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini

akan menganalisis Analisis Flypaper effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-1013. Model penelitian yang diajukan

dalam gambar berikut ini merupakan kerangka konseptual dan sebagai alur

pemikiran dalam menguji hipotesis:

Sumber : Data diolah

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Flypaper Effect

Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi

Umum

(22)

2.10 Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan tujuan, kerangka pemikiran, dan hasil-hasil penelitian

terdahulu, maka hipotesis yang disusun adalah sebagai berikut :

H1 : Diduga Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal.

H2 : Diduga pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal

lebih besar daripada pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap

Gambar

Tabel 2.1 Komponen Biaya yang dimungkinkan didalam Belanja Modal
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

The SVM based dimensionality framework developed in this study is an integration of dimensionality reduction procedure based on eigen vector analysis, automatic

Evaluasi Penawaran dilaksanakan berdasarkan Dokumen Pengadaan Nomor : 001/Ngrejopuro/DAU/BM_DPU/IX/2017 tanggal 21 Agustus 2017, Berita Acara Penjelasan Dokumen

Evaluasi Penawaran dilaksanakan berdasarkan Dokumen Pengadaan Nomor : 001/Ling Ngadirojo /DAU/BM_DPU/IX/2017 tanggal 21 Agustus 2017, Berita Acara Penjelasan Dokumen

Here in this research we are extracting aqueous minerals (Phyllosilicates and OH) of Gale Crater using Modified Gaussian Modeling (MGM) for CRISM TRDR data sets

Tuliskan Program 6.1 berikut ini pada editor Dev-C++ (program ini merupakan program untuk mencari nilai terbesar dari 3 buah bilangan yang diinput).. Program 6.1 di

Manfaat dari lapisan troposfer yaitu adalah menyeimbangkan suhu udara yang ada diluar dengan didalam bumi, ternyata temperature di lapisan ini tidak konstan.. Inilah yang

Laporan Pelaksanaan Tugas Tahun 2014 Kantor Kesatuan Bangsa1.

Maka di sini penulis memandang perlunya sistem dengan dukungan bahasa pemograman WML (Wireless Murkup Language) dan juga database yang berbasiskan client server, sehingga situs