• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran Manajemen Laba Menggunakan Revenue Model: Studi Empirik pada Sektor Farmasi di BEI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengukuran Manajemen Laba Menggunakan Revenue Model: Studi Empirik pada Sektor Farmasi di BEI."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

vi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Manajemen laba merupakan suatu tindakan manajemen untuk mengelola perolehan laba suatu perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengindikasikan adanya manajemen laba dengan pengukuran revenue model. Penelitian ini mengadopsi penelitian yang dilakukan Stubben (2010). Obyek penelitian ini adalah perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif statistik dengan mengetahui nilai residual pada masing-masing perusahaan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dengan menggunakan revenue model mampu mengindikasikan 5 perusahaan dari total 7 perusahaan yang terindikasi manajemen laba.

(2)

vii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

Earnings management is a management action to manage the profitability of a company. The purpose os this study is to indicate the earnings management using revenue model. This study adopts the research conducted by Stubben (2010). Object of this research is the pharmaceutical sector companies listed in Indonesia Stock Exchange. The technique of data analysis is descriptive statistics to determine the residual value in each industry sector. The result prove that the revenue model is able to indicate the 5 of the total 7 pharmaceutical sector companies indicated earnings management.

(3)

viii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teori ... 8

2.1.1 Laporan Keuangan ... 8

2.1.2 Agency Theory ... 8

2.1.3 Manajemen Laba ... 9

2.1.3.1 Pengertian Manajemen Laba ... 9

2.1.3.2 Faktor yang Memotivasi Manajer Melakukan Manajemen Laba ... 10

2.1.3.3 Pola Manajemen laba ... 12

2.1.4 Model Pendeteksian Manajemen Laba ... 13

2.1.4.1 Modified Jones Model ... 13

2.1.4.2 Revenue Discretionary Model ... 14

2.1.5 Riset Empiris ... 16

2.2 Rerangka Pemikiran ... 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 23

3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 23

3.3 DOV ... 25

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 27

3.5 Teknik Analisis Data ... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 30

4.1.1 Deskripsi Data ... 30

4.1.2 Deskriptif Statistik ... 30

(4)

ix Universitas Kristen Maranatha

4.1.3.1 Uji Normalitas ... 34

4.1.3.2 Uji Outlier ... 35

4.2 Pembahasan ... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 44

5.3 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN ... 47

(5)

x Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Riset Empiris... 16

Tabel 3.1 Perusahaan Sektor Farmasi yang Terdaftar di BEI ... 24

Tabel 3.2 Sampel Penelitian ... 25

Tabel 3.3 DOV ... 26

Tabel 4.1 Variabel yang Digunakan untuk Menghitung Nilai Residu ... 31

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Nilai Residu ... 32

Tabel 4.3 Analisis Deskriptif ... 33

Tabel 4.4 Uji Normalitas ... 34

Tabel 4.5 Uji Outlier ... 36

Tabel 4.6 Hasil Uji Data Bebas Outlier ... 36

Tabel 4.7 Uji Normalitas ... 37

Tabel 4.8 Perkembangan Manajemen Laba dengan Revenue Model ... 38

(6)

xi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A Uji Normalitas ... 46

Lampiran B Uji Outlier ... 47

Lampiran C Uji Normalitas ... 49

(7)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manajemen perusahaan bertanggung jawab dalam pelaporan keuangan dan

sekaligus menjadi salah satu tonggak dalam kelangsungan perusahaan karena

tugasnya yang berfokus pada pencapaian profit. Keistimewaan dari manajemen

perusahaan itu sendiri adalah memiliki wewenang dalam pembuatan laporan

keuangan, nantinya laporan keuangan tersebut akan digunakan baik oleh pihak

internal maupun eksternal perusahaan.

Laporan keuangan merupakan hal yang penting bagi kelangsungan hidup

perusahaan. Laporan keuangan membantu para pemakainya, baik pihak internal

maupun eksternal perusahaan untuk mengambil keputusan. Laporan keuangan

menurut PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) nomor 1 (revisi 2009)

adalah suatu pengajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan

suatu entitas. Tujuan dari laporan keuangan itu sendiri adalah menginformasikan

tentang keuangan perusahaan kepada pihak eksternal perusahaan yang

membutuhkannya. Oleh karena itu, validitas dari suatu laporan keuangan sangat

penting.

Laba merupakan salah satu informasi potensial yang terdapat dalam

laporan keuangan perusahaan. Informasi laba merupakan bagian dari komponen

laoporan keuangan yang bertujuan untuk menilai kinerja perusahaan. Banyak cara

yang dilakukan oleh manajemen dalam meningkatkan laba, seperti manajemen

(8)

BAB I PENDAHULUAN 2

Universitas Kristen Maranatha

dibeberapa negara. Berbagai macam model pendeteksi laba dapat digunakan

untuk mengukur manajemen laba dalam sebuah perusahaan. Jones model

merupakan model pendeteksi laba yang pertama diperkenalkan oleh Jones (1991)

yang kemudian dikembangkan oleh Dechow et al. (1995) yang dikenal dengan

modified Jones model.

Menurut Stubben (2010), terdapat beberapa kelemahan dari model

modified Jones model yang diungkapkan seperti estimasi cross-sectional yang

secara tidak langsung mengasumsikan bahwa perusahaan dalam industri yang

sama menghasilkan proses akrual yang sama. Selain itu, model akrual juga tidak

menyediakan informasi untuk komponen mengelola laba perusahaan dimana

model akrual tidak membedakan peningkatan diskresioner pada laba melalui

pendapatan atau komponen beban. Melihat kelemahan tersebut, Stubben (2010)

mengembangkan model yang menggunakan komponen utama pendapatan yaitu

piutang untuk mendeteksi manajemen laba. Penelitian tersebut memberikan bukti

bahwa revenue model biasnya lebih rendah, spesifik, dan lebih kuat dalam

mendeteksi manajemen laba daripada model akrual. Perusahaan yang memiliki

arus kas negatif cenderung melebih-lebihkan pendapatannya (Callen et al. 2008)

Manajemen laba masih menjadi perdebatan di dalam dunia akuntansi.

Hingga saat ini, banyak sekali pro dan kontra mengenai apakah manajemen laba

boleh dilakukan atau tidak. Berbagai persepsi manajemen laba telah diungkapkan

baik dari sisi debitur dan kreditur. Pada umunya debitur memandang manajemen

laba sebagai upaya manajer untuk mengelola angka laba sampai pada angka yang

diinginkan melalui kebijakan dan metode akuntansi. Kebebasan untuk memilih

(9)

BAB I PENDAHULUAN 3

Universitas Kristen Maranatha

peluang yang memang bisa dimanfaatkan. Dengan begitu, manajemen laba

bukanlah tindakan kecurangan atau manipulasi laba karena masih dilakukan

dalam koridor SAK. Pandangan yang berbeda muncul dari pihak kreditor, yang

mengungkapkan bahwa manajemen laba bisa dikatakan sebagai manipulasi laba

(Febrianty dkk., 2014).

Manajemen laba yang dilakukan oleh manajer tersebut timbul karena

keinginan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dengan laba besar serta adanya

masalah keagenan yaitu adanya pemisahan kepemilikan oleh principal dengan

pengendalian oleh agen dalam sebuah organisasi yang cenderung akan

menimbulkan konflik keagenan antara principal dan agen (Jensen & Meckling,

1976).

Manajemen laba seringkali dilakukan oleh perusahaan. Banyak sekali

skandal kasus pelaporan akuntansi yang berkaitan dengan manajemen laba, baik

di Indonesia maupun di luar negeri. Salah satu kasus yang cukup dikenal

masyarakat terjadi pada perusahaan Enron yang merupakan perusahaan yang

bergerak di sektor energi, dan beroperasi di Amerika Serikat. Enron terbukti

melakukan manajemen laba yaitu dengan cara melakukan manipulasi melalui

lembaga auditornya, sehingga Enron dapat mendongkrak laba hampir mendekati

USD 1 miliar. Padahal, eksekutif Enron hanya menikmati angka semu yang

sebetulnya laba tersebut tidak pernah mereka dapatkan. Pada akhirnya skandal

kasus manajemen laba Enron pun terkuak dan membuat perusahaan itu collapse.

Tidak hanya dalam sektor energi, manajemen laba juga seringkali dilakukan oleh

(10)

BAB I PENDAHULUAN 4

Universitas Kristen Maranatha

Di Indonesia, kasus serupa terjadi pada PT Kimia Farma Tbk, dimana

terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk,

berupa kesalahan penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan

penjualan, dimana dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba

pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp32,6

miliar (Bapepam 2002). PT Kimia Farma Tbk sebagai salah satu perusahaan

manufaktur yang terdaftar di BEI adalah contoh terjadinya manajemen laba yang

berawal dari adanya manipulasi laporan keuangan. Praktek oleh akuntan untuk

melakukan “earning management” dalam masalah kasus PT Kimia Farma, Tbk

(PT KAEF) adalah

PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF), merupakan salah satu produsen obat-obatan

milik

pemerintah di Indonesia. Tujuan perusahaan sebagai badan usaha tidak berbeda

dengan badan usaha lainnya, yaitu mencari laba sebesar-besarnya. Pelaporan

keuangan pada tanggal 31 Desember 2001, menunjukkan adanya laba bersih

sebesar

Rp 132 milyar, dan laporan keuangan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta &

Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementrian BUMN dan Bapepam menilai bahwa

laba

bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan

audit ulang, pada tanggal 3 Oktober 2002 laporan keuangan PT. KAEF tahun

2001 disajikan kembali (restated). Hal ini disebabkan telah ditemukan kesalahan

(11)

BAB I PENDAHULUAN 5

Universitas Kristen Maranatha

sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7%

dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul dari :

a. Kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF. Sehingga

dampak

kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk

tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,6 miliar yang

merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT KAEF.

b. Kesalahan tersebut terdapat pada unit-unit sebagai berikut:

1. Unit Industri Bahan Baku: Kesalahan berupa overstated

penjualan sebesar Rp 2,7 Miliar.

2. Unit Logistik Sentral: Kesalahan berupa overstated persediaan

barang sebesar Rp 23,9 Miliar.

3. Unit Pedagang Besar Farmasi (PBF): Kesalahan berupa

overstated persediaan barang sebesar Rp 8,1 Miliar dan kesalahan

berupa overstated penjualan sebesar Rp 10,7 Miliar (Parsaroan

2009).

Kasus yang sama juga pernah terjadi pada PT Indofarma Tbk., yang

ditemukan bukti bahwa nilai barang dalam proses diniliai lebih tinggi dari nilai

yang seharusnya proses pada tahun buku 2001 sebesar Rp28,87 miliar. Akibatnya

penyajian terlalu tinggi (overstated) persediaan sebesar Rp28,87 miliar, harga

pokok penjualan disajikan terlalu rendah (understated) sebesar Rp28,8 miliar dan

laba bersih disajikan terlalu tinggi overstated dengan nilai yang sama (Bapepam

(12)

BAB I PENDAHULUAN 6

Universitas Kristen Maranatha

Kasus Enron yang beroperasi di Amerika Serikat, kemudian PT Kimia

Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk yang berpusat di Indonesia telah mengurangi

kepercayaan para pengguna laporan keuangan. Beberapa upaya telah dilakukan

untuk meminimalisir kasus manajemen laba. Misalnya di Indonesia, dengan

dikeluarkannya keputusan Mentri Keuangan nomor 423/KMK.06/2003 untuk

melindungi investor dari tindakan kecurangan.

Kasus diatas menggambarkan bahwa perusahaan menggunakan

manajemen laba dalam pencapaian target untuk memenuhi kepentingan. Kasus

inilah yang menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian khususnya

pada sektor farmasi, karena kasus tersebut terjadi pada sektor farmasi, selain itu

sektor farmasi di Indonesia juga menjadi sasaran empuk bagi para pelaku bisnis

farmasi. Kementerian Kesehatan mencatat pada 2010 pertumbuhan pasar obat di

Indonesia mencapai 10% dengan nilai penjualan Rp39 triliun. Dari total penjualan

di pasar domestik itu, perusahaan dalam negeri menguasai sekitar 70% atau Rp27

triliun, sedangkan 30% sisanya menjadi milik perusahaan multinasional.

Berdasarkan data Intercontinental Marketing Services (IMS) Health, pasar farmasi

Indonesia mencapai Rp 37,53 triliun pada 2010, naik dari Rp 33,93 triliun dari

2009. Rata-rata pertumbuhan pasar nasional sebesar 9,7 persen selama lima tahun

terakhir.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan diatas, maka

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai

(13)

BAB I PENDAHULUAN 7

Universitas Kristen Maranatha

 Bagaimana mengukur manajemen laba akrual pada perusahaan sektor

farmasi dengan pengukuran revenue model?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dalam penelitian ini adalah:

 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur manajemen laba akrual

pada perusahaan sektor farmasi dengan pengukuran revenue model.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Perusahaan

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk lebih memahami pengaruh

manajemen laba terhadap hubungan dalam tingkat pengungkapan

laporan keuangan.

2. Investor

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

investor dalam melakukan investasi pada perusahaan.

3. Kreditor

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi kreditor

(14)

43 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan terhadap 7 perusahaan sektor farmasi yang

terdaftar di BEI. Data yang terkumpul tersebut kemudian diolah untuk dianalisis.

Dari hasil analisis dan pembahasannya penulis dapat menarik kesimpulan

berdasarkan identifikasi masalah dalam penelitian ini untuk memberikan

gambaran umum mengenai perhitungan manajemen laba menggunakan revenue

model. Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sebanyak 5 dari total 7 perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di

BEI terindikasi manajemen laba.

b. Tempo Scan Pasific Tbk memiliki nilai residu terbesar, yaitu 0,77976

yang berarti perusahaan terindikasi manajemen laba dan Kimia Farma

Tbk memiliki nilai residu terendah yaitu -0,27224 yang juga berarti

perusahaan terindikasi manajemen laba.

c. Dilihat dari nilai rata-rata residunya, persentase terindikasinya

manajemen laba selama tahun 2012-2014 sebesar 71,43%. Persentase

perusahaan yang tidak terindikasi manajemen laba sebesar28,57%.

Berdasarkan hasil persentase dapat disimpulkan bahwa dengan

menggunakan revenue model, sebagian besar perusahaan sektor

farmasi terindikasi manajemen laba.

d. Ketika terjadi kenaikan pada pendapatan, maka akan disertai dengan

(15)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 44

Universitas Kristen Maranatha

terlalu tinggi atau rendah, dianggap mengindikasikan adanya

manajemen laba.

5.2 Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini hanya dilakukan pada perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di

BEI.

2. Peneliti tidak memperoleh data secara lengkap sehingga mengurangi sampel

penelitian yang akan diteliti.

5.3 Saran

Setelah mengolah, menganalisa, dan menginterpretasikan data yang

telah dikumpulkan penulis mencoba mengajukan beberapa saran bagi

peneliti selanjutnya. Riset selanjutnya dapat menambah obyek

penelitian tidak hanya pada perusahaan sektor farmasi saja. Bagi

perusahaan, diharapkan dapat lebih transparan pengungkapan laporan

keuangan. Bagi investor, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

investor dalam melakukan investasi pada perusahaan. Terakhir bagi

kreditor, dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi kreditor dalam

(16)

45 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Bagnoli, M., & Watts, S. 2000. The Effect of Relative Performance Evaluation on Earnings Management: A Game- Theoretic Approach. Journal of Accounting and Public Policy, 19(4-5):377-397.

Callen, J. L.,et.al. 2008. Revenue manipulation and restatements by loss firms. Auditing: A Journal of Practice & Theory, 27(2), 1-29.

Dechow, P., & Skinner, D. 2000. Earnings Management: Reconciling the Views of Accounting Academics, Practitioners and Regulators. Accounting Horizon,14: 235-250.

Febriyanti, Anggie., dkk. 2014. Manajemen Laba: Pro-Kontra Pemaknaan Antara Kreditur dan Debitur dalam Proses Pembiayaan Kredit. JMK Vol. 16, No 1, 55-68.

Fisher, M., & Rosenzweig. 1995. Attitude os Students and Accounting

Practitioners Concerning The Ethical Acceptability of Earnings Management. Journal of Business Ethics. 14. pp:433-444.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hartono, J. 2013. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta : BPFE.

Jensen, M. C., & Meckling, W. H. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behaviour, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3(4), 305-360.

Jones, J. J. 1991. Earning Management During Import Relief Investigations. Journal of Accounting Research, 29(2), 193-228.

Llukani, T. 2013. Earnings Management and Firm Size: An Empirical Analyze In Albanian Market. European Scientific Journal, 1857-7881.

Maith, H. 2013. Analisis Laporan Keuangan dalam Mengukur Kinerja Keuangan PT. Hanjanya Mandala Sampoerna Tbk. Jurnal EMBA: 619-628.

McNichols, M. F., & Stubben, S. 2008. Does Earning Management Affect Firm’s Investment Decisions? The Accounting Review, 1571-1603.

Sari, N., & Ahmar, N. 2014. Revenue Discretionary Model Pengukuran Manajemen Laba: Berdasarkan Sektor Industri Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 16.

Scott, W. R. 2012. Financial Accounting Theory, 6th Edition. Prentice Hall.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung : ALFABETA.

(17)

DAFTAR PUSTAKA 46

Suliyanto. 2009. Metode Riset Bisnis. Yogyakarta : C.V ANDI OFFSET.

Gambar

gambaran umum mengenai perhitungan manajemen laba menggunakan revenue

Referensi

Dokumen terkait

Selama mengikuti lomba, peserta harus berperilaku sopan, tertib, dan tidak melakukan kegiatan yang merugikan orang

elain itu, sekalipun biaya masa depan yang didiskontokan itu sama besar dengan nilai aktiva pada saat perolehan, identitas biaya masa depan yang diharapkan yang didiskontokan

Pada pasal 67 ayat 1-2 dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 dijelaskan bahwa tenaga kerjan dari kaum difabel yang telah direkrut oleh wirausahawan mempunyai hak

Pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBG) merupakan suatu pembangkit energi listrik menggunakan biogas sebagai bahan bakar utama yang dihasilkan dari proses fermentasi

Sebagai kelanjutan program Pembaharuan Mahkamah Agung, dalam upaya meningkatkan citra Mahkamah Agung serta Pengadilan dibawahnya sebagai lembaga yang terhormat dan

Dalam konteks arsitektur Gereja yang merupakan fungsi “ import ” lewat proses kolonia lisasi di Indonesia, per- masalahan yang muncul adalah dalam hal apa proses

[r]

Setelah diberikan latihan asertif berdasarkan hasil posttest kelompok eksperimen mengalami penurunan berada pada kategori rendah, sedangkan kelompok kontrol yang