• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relasi Gramatikal Bahasa Makasae: Kajian Tipologi Sintaksis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Relasi Gramatikal Bahasa Makasae: Kajian Tipologi Sintaksis."

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

RELASI GRAMATIKAL BAHASA MAKASAE:

KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS

ANTONIO CONSTANTINO SOARES

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

TESIS

RELASI GRAMATIKAL BAHASA MAKASAE:

KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS

ANTONIO CONSTANTINO SOARES NIM 1390161050

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

RELASI GRAMATIKAL BAHASA MAKASAE:

KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Linguistik,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

ANTONIO CONSTANTINO SOARES NIM 1390161050

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(4)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 11 JANUARI 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Drs. I Nyoman Sedeng, M.Hum. Dr. Ni Luh Ketut Mas Indrawati, Dip.TEFL.,M.A. NIP 19540424 198303 1 002 NIP 19591010 198503 2 002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Linguistik Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana Universitas Udayana,

(5)

Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 20 April 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, 1735 / UN 14.4 / HK / 2016

Tanggal 20 April 2016

Panitia Penguji Penelitian Tesis adalah :

Ketua : Dr. Drs. I Nyoman Sedeng, M.Hum. Anggota :

1. Dr. Ni Luh Ketut Mas Indrawati, Dip.TEFL.,M.A. 2. Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S.

(6)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Antonio Constantino Soares

NIM : 1390161050

Judul Tesis : Relasi Gramatikal Bahasa Makasae: Kajian Tipologi Sintaksis

Dengan ini menyatakan bahwa tesis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bebas dari peniruan terhadap karya orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain dirujuk sesuai dengan cara-cara penulisan karya ilmiah yang berlaku.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa tesis ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang melanggar peraturan, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI Nomor 17 tahun 2010 dan perundangan-perundangan yang berlaku.

Denpasar, April 2016

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas karunia, rahmat, kekuatan, kesabaran, petunjuk, dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Relasi Gramatikal Bahasa Makasae: Kajian Tipologi Sintaksis” Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi ini tidak terlepas dari peranan, bantuan, dan uluran tangan dari banyak pihak yang telah memberikan bantuan, baik itu berupa materi, nonmateri, maupun doa.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua pembimbing penulis, yaitu Dr. Drs. I Nyoman Sedeng, M.Hum, dan Dr. Ni Luh Ketut Mas Indrawati, Dip.TEFL.,M.A, yang telah berperan banyak dalam memberikan arahan, dukungan, bimbingan, dan semangat yang tidak pernah lelah untuk membantu penulis mulai tahapan proposal penelitian sampai tesis ini selesai.

(8)

Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., dan Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum. yang selalu memberikan penulis motivasi, nasihat, dan dukungan, baik selama proses perkulihan sampai ke tahapan penelitian lapangan maupun penyelesaian proses penyusunan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada para dosen yang mengajarkan mata kuliah, baik linguistik mikro maupun makro di program magister linguistik diantaranya : Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D., Prof. Dr. Aron Meko Mbete, Prof. Dr. I Gusti Made Sutjaja, M.A., Prof. Drs. I Made Suastra, M.A., Ph.D., Prof. Dr I Ketut Riana, S.U., Prof. Dr. Dewa Komang Tantra, M.Sc., Prof. Drs. I Wayan Arka, M.S., M.Phil., Ph.D., Prof. Dr. N. L. Sutjiati, Beratha, M.A., Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A., Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum., Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum., Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S., dan Dr. Anak Agung Putu Putra, M.Hum. dan seluruh dosen pengajar yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu dalam tesis ini.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada para informan penulis, yakni Juanico Soares, Yustina Soares, Aniceto Benigno Soares, dan Constantino Soares yang telah dengan tekun dan sabar membantu penulis untuk memberikan data selama penelitian ini dilakukan karena tanpa bantuan dan kesediaan waktunya, penulis mungkin tidak mendapatkan data yang akurat dalam menyelesaikan tesis ini.

(9)

menyediakan buku-buku yang dijadikan sebagai acuan mulai proposal penelitian sampai penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Dr. Asako Sihohara, Profesor Asosiasi Institut Penelitian Bahasa dan Budaya Asia Afrika, Tokyo University of Foreign Studies (TUFS) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis menjadi konsultan bahasa Makasae di Tokyo University of Foreign Studies.

Penulis mempersembahkan tesis ini kepada putri semata wayang penulis Hasna Salsabila Soares dan istri tercinta penulis Santy Rahayu yang selalu memberikan penulis motivasi, dukungan, dan doa untuk kesuksesan penulis walaupun dalam masa-masa yang cukup sulit. Bapak dan ibu penulis yang telah mendukung penulis, baik dalam materi maupun nonmateri. Kedua mertua penulis yang juga selalu mendukung dan mendoakan penulis sehingga penulis sampai ke tahapan akhir penyelesian tesis ini.

(10)

penelitian. Adik penulis, Anakai (Alm) yang semasa hidupnya selalu mendoakan penulis untuk tetap menjadi kebanggaannya.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Nissa Puspitaning Adni, S.S., Putu Eka Guna Yasa, S.S., Anwari, S.S., dan Setyarti, S.S., yang selalu mendukung penulis untuk mengambil linguistik mikro sebagai objek kajian, yaitu tipologi linguistik. Pada awalnya memang terasa berat, tetapi semua bisa berjalan dengan baik karena mereka selalu mendukung penulis. Valente Quintao, SP.,MP. dan Alcino Sarmento Correia, SE yang telah membantu penulis untuk mengecek kembali data BMk sehingga tesis ini bisa diselesaikan.

(11)

Akhirnya, penulis minta maaf yang sebesar-besarnya karena keterbatasan waktu, maka tidak semua para sahabat dan pihak-pihak lain yang telah turut memberikan kontribusi demi menyukseskan tesis ini disebutkan di sini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan Anda semua, atas bantuannya, baik berupa materi maupun nonmateri yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Denpasar, April 2016 Penulis

(12)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Relasi Gramatikal Bahasa Makasae: Kajian

Tipologi Sintaksis”. Penelitian ini pada dasarnya bertujuan menelaah tentang struktur dasar klausa, sistem pivot, dan tipologi relasi gramatikal BMk sehingga diperoleh pemetaan yang komprehensif mengenai sistem gramatika BMk sebagai salah satu bahasa rumpun Melanesia yang hidup di RDTL. Pembahasan dalam penelitian ini merujuk pada teori Tipologi (2010) oleh Dixon untuk menelaah sistem pivot dan relasi gramatikal (BMk), sedangkan teori Tata Bahasa Relasional (1990) digunakan untuk menelaah klausa dasar (BMk).

Data penelitian ini diperoleh dari para informan yang terpilih dan layak dijadikan informan. Data yang diperoleh dari para informan berupa kalimat sederhana dan kalimat kompleks yang dikumpulkan melalui elisitasi terjemahan dengan menggunakan metode linguistik lapangan dan metode introspektif-refleksif. Data yang telah diperoleh selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan masing-masing rumusan masalah, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode agih. Hasil analisis data kemudian disajikan dengan menggunakan dua metode, yaitu metode formal dan metode informal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur klausa BMk terdiri atas struktur klausa berpredikat nonverba dan klausa berpredikat verba. Dalam hal ini BMk tidak memiliki verba kopula sehingga verba kopula tidak hadir pada klausa berpredikat nonverbal. Sistem verba dalam BMk yang ditemukan merupakan verba asal tidak ada persesuaian (agreement) antara verba dan subjek atau verba dan objek. Begitu pula, BMk juga memiliki diatesis aktif-pasif yang merupakan salah satu ciri penting dalam bahasa bertipologi akusatif. Di samping diatesis aktif-pasif, BMk juga memiliki diatesis medial.

Hasil analisis terhadap perilaku gramatikal pada konstruksi sintaktis menunjukkan bahwa secara sintaktis BMk termasuk bahasa yang memiliki sistem relasi gramatikal yang memperlakukan S sama dengan A dan memberi perlakuan yang berbeda kepada O. Pengujian terhadap konstruksi dengan verba tak terbatas dan konstruksi dengan pelengkap menunjukkan bahwa jika S berkoreferensi dengan A, maka pelesapan salah satu argumen dapat dilakukan secara langsung. Namun, apabila S berujuk-silang dengan O, maka diperlukan proses penurunan sintaktis (derivasi) melalui penopikan dan pemasifan (pasif analitik) supaya pelesapan bisa diizinkan. Berdasarkan uji pivot pada konstruksi koordinatif, subordinatif, dan adverbial, yakni membuktikan bahwa BMk bekerja dengan S/A pivot oleh karena itu BMk dikategorikan sebagai bahasa akusatif.

(13)

ABSTRACT

This research enttiled “Grammatical Relation of Makasae Language: A study of Syntax Typology” The aims of this research were to map (1) the basic clause constructions of BMk (2) the construction of pivot system and (3) the complex sentences collected from the selected informants by applying the method of field linguistic. The data were collected by applying elicitation tehnique then all the data classified were analysed by applying the distributional method.

The result of this research showed that the structure of the BMk clauses consist of nonverbal predicate clauses and the verbal predicate clauses. BMk does not have any copula verbs therefore they do not appear on nonverbal predicate clauses. BMk verb system found is the verb root only and there is no agreement between the verb and the subject or verb and object as well. Besides, BMk also has an active-passive voice has an important feature in an accusative language. In addition to the active-passive voice, BMk also has medial voice.

The analysis of grammatical behavior on syntactic constructions show that syntactically BMk has grammatical relation that treats S and A equally, and the different treatment is given to O. The test on non finite complement constructions show that if S coreference with A, the deletion of one argument can be done directly. On the contrary, if S co-reference with O, the deletion of one argument requires syntactic derivation through topicalization and passivization in order the deletion is allowed. Based on the pivot operation on coordinative, subordinative, and adverbial verb constructions prove that BMk works with S/A pivot, therefore, BMk is categorized as an accusative language.

(14)

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

2.3.1 Teori Tipologi Linguistik dan Relasi Gramatikal ... 22

2.3.2 Teori Tata Bahasa Relasional ... 28

2.4 Model Penelitian ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

3.1 Pendekatan Penelitian ... 39

3.2 Lokasi Penelitian ... 39

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 40

3.4 Instrumen Penelitian ... 43

(15)

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data ... 45

3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis ... 46

BAB IV STRUKTUR DASAR KLAUSA BAHASA MAKASAE ... 47

4.1 Pengantar ... 47

4.2 Konstruksi Klausa Dasar Bahasa Makasae ... 48

4.3 Klausa Berpredikat Nonverbal ... 49

4.3.1 Klausa Berpredikat Nominal ... 50

4.3.2 Klausa Berpredikat Adjektiva ... 51

4.3.3 Klausa Berpredikat Numeralia ... 52

4.3.4 Klausa Berpredikat Frasa Posposisional ... 53

4.3.5 Klausa Berpredikat Verbal ... 55

4.3.5.1Klausa Intransitif ... 55

4.3.5.2Klausa Transitif ... 59

4.3.5.2.1Klausa Ekatransitif ... 59

4.3.5.2.2Klausa Dwitransitif/Ditransitif... 61

4.4 Relasi Gramatikal Bahasa Makasae ... 63

4.4.1 Subjek Bahasa Makasae ... 63

4.4.5.3Kalimat Interogatif ... 73

BAB V SISTEM PIVOT BAHASA MAKASAE ... 75

5.1 Pengantar ... 75

5.2 Uji Pivot pada Konstruksi Koordinatif ... 79

5.3 Uji Pivot pada Konstruksi Subordinatif ... 86

5.4 Uji Pivot pada Konstruksi Klausa Adverbial ... 90

5.5 Uji Pivot pada Konstruksi Verba Tidak Terbatas ... 95

BAB VI TIPOLOGI RELASI GRAMATIKAL BAHASA MAKASAE ... 98

6.1 Pengantar ... 98

6.2 Sekilas tentang Konstruksi Sintaksis Bahasa Makasae... 98

6.3 Sekilas tentang Pivot Bahasa Makasae ... 103

6.4 Relasi Gramatikal Bahasa Makasae ... 105

6.4.1 Relasi Gramatikal dan Tipologi Sintaksis Bahasa Makasae ... 105

6.4.2 Diatesis Bahasa Makasae ... 111

6.5 Bahasa Makasae sebagai Bahasa Bertipologi Akusatif ... 117

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 119

7.1 Simpulan ... 119

7.2 Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 122

(16)

DAFTAR GAMBAR

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Penyusunan Tesis 2015-2016 ... 126

Lampiran 2 Rencana Anggaran Biaya Penelitian ... 127

Lampiran 3 Peta Republica Democratica De Timor Leste ... 128

Lampiran 4 Peta Distritu Baucau ... 129

Lampiran 5 Daftar Pertanyaan Elisitasi Bahasa Makasae ... 130

Lampiran 6 Kumpulan Data Transkrip Bahasa Makasae ... 147

Lampiran 7 Daftar Pertanyaan Wawancara ... 161

Lampiran 8 Data Informan ... 167

(18)

DAFTAR SINGKATAN

1 J : Pronomina persona Pertama Jamak 1 T : Pronomina Persona Pertama 2 J : Pronomina Persona Kedua Jamak 2 T : Pronomina Persona Kedua Tunggal 3 J : Pronomina Persona Ketiga Jamak 3 T : Pronomina Persona Ketiga Tunggal A : Agen/Aktor

ADJ : Adjektiva ADV : Adverbia AK : Akusatif AKT : Aktif ARG : Argumen ART : Artikel

(19)

MARK : Marking NEG : Negatif NUM : Numeral

O : Objek

OBL : Oblik

OL : Objek Langsung OTL : Objek Tak Langsung

P : Pasien

PAS : Pasif POS : Posesif POSP : Posposisi PRED : Predikat PRO : Pronomina

PT : Pertanyaan Terbuka PTP : Pertanyaan Tertutup

RDTL : Republica Democratica De Timor Leste

S : Subjek

S/A : Subjek Agen S/P : Subjek Pasien Sa : Subjek Agen So : Subjek Objek

(20)

DAFTAR SIMBOL / DAFTAR LAMBANG

* : tidak gramatikal = : sama dengan

≠ : tidak sama dengan [ ] : adanya pelesapan ( ) : opsional

„ ‟ : hasil terjemahan ke bahasa Indonesia

“ ” : untuk mengapit kata

(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Republica Democratica de Timor Leste yang (selanjutnya disebut RDTL) dulunya pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, yaitu provinsi ke-27 yang bernama Timor Timur dari 1975-1999 dan kemudian menjadi sebuah negara melalui referendum pada 30 Agustus 1999. Secara administratif RDTL dibagi menjadi tiga belas distritu, yaitu Aileu, Ainaro, Baucau, Bobonaro, Cova-Lima, Ermera, Lautem, Liquica, Manatuto, Maliana, Manufahi, Oecussi, dan Viqueque. Di antara tiga belas distrik yang telah disebutkan di atas memiliki ragam bahasa dan budaya yang berbeda-beda karena terdapat tiga puluh dua bahasa lokal yang saat ini tetap hidup dan tersebar hampir di semua wilayah RDTL dengan jumlah penutur yang cukup banyak. Salah satu dari bahasa-bahasa itu adalah bahasa Makasae (selanjutnya disingkat BMk) yang saat ini masih aktif digunakan oleh para penuturnya dan berkembang sebagai alat komunikasi, baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat.

(22)

2

Austronesia yang berlayar ke Ceram, kemudian mereka masuk ke pulau-pulau berikutnya yang saat ini disebut laut Arafura. Mereka terus berlayar menuju ke Timor, Wetar, Alor, dan Flores kemudian bermukim di sana dan melakukan pernikahan campuran dengan penduduk asli setempat. Logat Bomberai mereka ditanamkan di daerah-daerah ini, tetapi pengaruh dari golongan pra-Papua cukup berpengaruh sehingga melahirkan bahasa muncul di mana-mana. Dalam hal ini BMk memiliki beberapa dialek, seperti dialek Watulari, dialek Ossu, dialek Laga dan dialek Quelicai. Perbedaan dialek yang satu dengan yang lain disebabkan oleh penggunaan intonasi kalimat dan kosa kata, tetapi semua penutur dari keempat dialek tersebut masih dapat berkomunikasi dengan penutur BMk yang lain.

Daerah sebaran BMk mencakup tiga distritu, yaitu Distritu Baucau, Distritu Viqueque, dan Distritu Lospalos. Akan tetapi, BMk paling banyak digunakan di Distritu Baucau yang terdiri atas enam (subdistrik/kecamatan), yaitu Subdistrik Baguia, Baucau, Quelicai, Laga, Venilale, dan Vemasse. Selanjutnya, BMk paling banyak digunakan di Subdistrik Laga, Quelicai, dan Baguia, sedangkan Subdistritu Venilale dan Vemase berbahasa Waima‟a dan Imidiki Kairui. Subdistritu Baucau menggunakan tiga bahasa, yaitu bahasa Makasae,

(23)

3

melestarikan warisan karya sastra lisan, seperti (1) Rakalele (tuturan yang dilagukan untuk mengiringi tarian ketika menebang pohon untuk membuat rumah adat yang sakral), (2) Datalolo (cerita rakyat), (3) Lopoda (upacara untuk memperingati kelahiran bayi), (4) Data su‟a (upacara untuk permohonan keselamatan), dan (5) Tetelee (nyanyian untuk kematian atau kesedihan). Pada umumnya bahasa-bahasa yang ada di RDTL belum memiliki tulisan sehingga penggunaannya masih difokuskan pada bentuk lisan dan bukan pada bentuk tulisan karena hampir semua bahasa-bahasa lokal di RDTL belum memiliki bahasa tulis dan masih digunakan secara lisan. Selain BMk, ada bahasa asing yang juga cukup aktif digunakan di RDTL, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Portugis. Bahasa Portugis digunakan sebagai bahasa kenegaraan dan bahasa Tetun sebagai bahasa nasional RDTL, sedangkan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa pekerja.

Correia (2011:6) menjelaskan bahwa jumlah penutur BMk paling banyak keempat di RDTL dengan jumlah 110,960,11 dan masing-masing dapat mengusai dua bahasa atau bahkan bisa menguasai lebih dari tiga bahasa daerah. Juliette (2008) juga menjelaskan bahwa BMk merupakan rumpun bahasa Papua (Trans-New Guenia) yang memiliki 70.000 penutur di samping bahasa daerah lainnya, seperti bahasa Fataluku, bahasa Makalero, bahasa Galole, bahasa Imidiki-Kairui,

(24)

4

/t/ /w/ /'/ dan ditambah dengan empat konsonan asing, yaitu /p/ /r/ /z/ /v/. Moravcsik (2013) dalam bukunya yang berjudul Introducing Language Typology membagi tipologi bahasa menjadi lima bagian, yaitu (i) tipologi leksikal, (ii) tipologi sintaktik, (iii) tipologi morfologi, serta (iv) tipologi fonologi dan tipologi perubahan bahasa. Berdasarkan uraian Moravcsik di atas maka penelitian ini hanya difokuskan pada relasi gramatikal untuk menentukan seperti apa fenomena kebahasaan pada BMk dari aspek tipologi sintaksis.

Hal lain yang juga menarik dari BMk untuk dijadikan objek penelitian karena struktur dasar BMk dibangun melalui SOV. Dari aspek morfologi BMk tergolong dalam bahasa isolasi yang miskin dalam proses pemarkah morfologis, baik dari klausa intransitif klausa transitif, ekatransitif, maupun klausa dwitransitif. Ketika BMk digunakan, bentuk asal verba tidak terikat karena verba BMk bisa berdiri sendiri tanpa pemarkah morfologis. Berikut ini adalah tata urutan kanonik BMk.

a. SV b. SOV c. OSV

(25)

5

(26)

6

(1.8) Gi teli ko’e 3T jagung panen

„Dia panen jagung‟

(27)

7

d) Klausa Dwitransitif

Jika klausa ekatransitif menuntut kehadiran dua argumen inti, maka berbeda dengan klausa dwitransitif/ditransitif yang menuntut kehadiran tiga argumen inti dalam kalimat. Contohnya dalam bahasa Indonesia, klausa ditransitif salah satunya ditandai oleh pemarkah morfologis –kan yang berfungsi untuk meningkatkan kehadiran argumen, contohnya pada klausa saya membeli baju

(verba “membeli” mengikat dua argumen, “saya” dan “baju”), kemudian saya

membelikan adik baju (verba “membelikan” mengikat tiga argumen, “saya”,

“adik”, dan “baju”). Berikut ini adalah contoh klausa dwitransitif. (1.13) Abo asukai era gau paunu seranake

„Makanan mama yang kirim untuk saya‟

Berdasarkan contoh klausa dwitransitif/ditransitif pada klausa (1.13) -(1.16) yang telah diuraikan di atas, yakni menunjukkan bahwa setiap klausa terdapat tiga argumen inti yang hadir pada struktur klausa tersebut.

(28)

8 nonverba. Klausa (1.17) terdiri atas dua frasa nomina, dan satu frasa verba, klausa (1.18) terdiri atas satu frasa nomina dan satu frasa numeralia, klausa (1.19) terdiri atas satu frasa nomina dan satu frasa posposisi, klausa (1.20) terdiri atas satu frasa nomina dan satu frasa adjektiva, klausa (1.21) terdiri atas satu frasa nomina dan satu frasa adverbia, dan klausa (1.22) terdiri atas dua frasa nomina.

(29)

9

digunakan untuk menjelaskan suatu pola relasi gramatikal. Secara morfologis hal ini relatif mudah dilihat, misalnya, pada bahasa Inggris, tetapi hal ini sangatlah tidak mudah untuk dilihat atau dijelaskan pada bahasa-bahasa Austronesia Barat, seperti pada bahasa Filipina.

Berdasarkan pendapat Artawa di atas, dapat dilihat permasalahan relasi gramatikal BMk yang tergolong ke dalam rumpun bahasa Papua (Trans-New Guenia). Untuk mengetahui apakah BMk cenderung ke dalam bahasa yang bertipe nominatif-akusatif, ergatif-absolutif, atau dengan sistem S-terpilah, maka harus diadakan pengetesan melalui struktur kalimat atau klausa. Berbicara tentang struktur klausa/kalimat suatu bahasa tertentu sangatlah penting dan harus dilihat struktur kalimat dasar yang terkait dengan kehadiran argumen inti di dalam klausa/kalimat tersebut. Oleh karena dengan mengetahui pola struktur dasar bahasa tersebut akan menjadi penentu tipologi suatu bahasa apakah bahasa X itu bertipe bahasa akusatif, ergatif, atau S-terpilah? Berdasarkan alasan yang telah diuraikan di atas maka penelitian relasi gramatikal tipologi sintaksis ini dilakukan untuk mengkaji dan menentukan secara khusus tentang tipologi BMk.

1.2 Rumusan Masalah

(30)

10

a. Bagaimanakah struktur dasar klausa BMk? b. Bagaimanakah sistem pivot BMk?

c. Bagaimanakah tipologi relasi gramatikal BMk?

1.3 Tujuan Penelitian

(31)

11

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua manfaat penting yang harus dicapai, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis yang diharapkan bisa memberi sumbangan bagi BMk dan dapat diterapkan secara maksimal. Kedua manfaat penelitian tersebut dapat dirinci sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah linguistik, khususnya linguistik mikro dalam usaha memperoleh pengetahuan yang berhubungan dengan relasi gramatikal, khususnya tipologi sintaksis. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa pengetahuan baru bagi pencinta linguistik, khususnya pada relasi gramatikal BMk tipologi sintaksis dan memberikan kontribusi bagi pengembangan BMk sebagai acuan untuk mengetahui sejauh mana fenomena keunikan yang ada pada BMk. Penelitian ini juga bertujuan menerapkan teori tipologi dan teori tata bahasa relasional dalam menelaah relasi gramatikal BMk sebagai bahasa non-Austronesia di RDTL.

1.4.2 Manfaat Praktis

(32)

12

(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Relasi gramatikal BMk kajian tipologi sintaksis dipilih sebagai topik dalam penelitian ini karena sejauh ini belum ditemukan peneliti lain yang mengkaji BMk, khususnya pada tataran tipologi sintaksis. Berdasarkan pertimbangan yang telah diuraikan di atas, berikut ini disajikan kajian pustaka penelitian-penelitian terdahulu, baik terhadap BMk maupun selain BMk yang mengilhami penelitian sekarang.

Sedeng (2000) melakukan penelitian dalam tesisnya yang berjudul

(34)

14

Satyawati (2009) melakukan penelitian di daerah Bima, Nusa Tenggara Barat dalam disertasinya yang berjudul “Valensi dan Relasi Sintaksis Bahasa Bima Dialek Mbojo” (BBm). Dalam penelitiannya ditemukan bahwa struktur klausa BBm seperti verba, nomina, adjektiva, numeralia, dan adverbia bisa berfungsi sebagai NUK. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa BBm memiliki tiga lapisan struktur, yaitu unsur nukleus, inti nukleus dan argumen, serta inti dan periferal. Demikian juga ia menjelaskan bahwa kategori yang menjelaskan nukleus, inti, dan klausa adalah operator. Tujuh tipe operator ditemukan dalam BBm, yakni aspek, penegasi, modalitas, status, evidensial, daya, ilokusional, dan dereksional. Dalam BBm juga ditemukan beberapa pemarkah gramatikal dan leksikal seperti pemarkah kausatif {ka-}, aplikatif, pemarkah {-wea}, pemarkah {labo}, dan pemarkah {kai}, pemarkah pasif {ba}, pemarkah refleksif {weki}, dan pemarkah resiprokal {angi}. Selain pemarkah diatesis yang telah disebutkan di atas, terdapat juga pemarkah pronomina, seperti {ma-}, {ra-} {di-}, terdapat juga pemarkah kedefinitan, {ake} dekat dengan pembicara, {ede} “agak jauh

dengan pembicara”, {aka} “sangat jauh dengan pembicara}”, dan {re} untuk pemarkah yang indefinit. Selain beberapa pemarkah yang sudah disebutkan di atas, juga ditemukan empat pemaknaan kelas verba, yakni state, aktivitas, achievement, dan accoplishment. Perbedaan kedua penelitian ini adalah dilakukan

di lokasi yang berbeda, tetapi memiliki persamaan pada teori.

Budiarta (2009) melakukan penelitian pada bahasa Dawan BD di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, NTT dalam tesisnya yang berjudul

(35)

15

penelitiannya ditemukan dua klausa utama dalam BD, yakni transitif dan intransitif yang masing-masing dapat diisi oleh verba berafiks atau tidak berafiks. Demikian juga, afiks yang melekat pada verba tergantung pada subjek yang hadir. Selanjutnya, ada perbedaan antara hakikat subjek, objek, dan oblik dalam BD, yakni subjek ditentukan melalui kasus, ekspansi, adverbial, persesuaian, pivot, dan pemofokusan. Akan tetapi, objek BD bisa ditentukan melalui pemasifan dan oblik BD adalah argumen yang berpreposisi. Penelitiannya membuktikan bahwa konstruksi koordinatif dan konstruksi subordinatif BD memperlakukan S sama dengan A, dan perlakuan yang berbeda diberikan kepada P (S = A P) secara sintaksis. Lebih lanjut, Budiarta mengatakan bahwa BD adalah kelompok bahasa yang bekerja dengan sistem S/A pivot karena sistem seperti ini membuktikan bahwa BD adalah bahasa yang bertipe nominatif-akusatif secara sintaksis. Jika dilihat dari perilaku S pada klausa intransitif dengan perilaku A dan P pada klausa transitif, maka dalam BD dapat dibuktikan bahwa S dimarkahi sama dengan A dan P pada klausa dan dimarkahi sama dengan P. Oleh karena itu, BD cenderung termasuk sebagai bahasa nominatif-akusatif secara morfologis. Perbedaan dan persamaan pada penelitian Budiarta dapat dilihat dari segi teori dan lokasi penelitian. Penelitian Budiarta menggunakan TR Blake (1990) sebagai teori utama untuk mengkaji klausa dasar BD dan teori tipologi Comrie (1983).

(36)

16

penelitiannya disebutkan bahwa bahasa secara sinkronis, seperti bahasa Or, Ft, Mk memiliki identitas fonologi sebagai berikut.

a) Bahasa Or, Ft, dan Mk sama-sama memiliki lima buah fonem vokal /i/, /u/, /e/, /o/, dan /a/ yang dapat berdistribusi lengkap dan sama-sama pula memiliki sebuah fonem diftong /ai/.

b) Bahasa Or memiliki tiga belas fonem konsonan (/p/, /t/, /đ/, /k/, /‟/, /m/, /n/, /l/ /r/, /s/, /h/, /w/, dan /y/), bahasa Ft memiliki enam belas fonem

konsonan (/p/, /t/, /c/, /j/, /k/, /‟/, /m/, /n/, /l//r/, /f/, /v/, /s/, /h/, /w/, dan /y/)

dan bahasa Mk lima belas fonem konsonan (/p/, /t/, /b/, /d/, /k/, /g/, /m/, /n/, /l/ /r/, /f/, /s/, /h/, dan /w/) yang semuanya hanya dapat menempati posisi pada awal dan tengah kata.

(37)

17

Sukerti (2011) melakukan penelitian pada bahasa Kodi BK di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, NTT dalam tesisnya yang berjudul “Relasi Gramatikal Bahasa Kodi: Kajian Tipologi Sintaksis”. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa BK termasuk bahasa yang memiliki pemarkah inti yang menggunakan acuan silang berupa klitik pronominal untuk memarkahi argumen pada verba. Dalam hal ini BK memiliki tipe kasus pemarkah klitik nominal seperti kasus nominatif, akusatif, datif, dan genetif. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa BK juga memiliki klitik pronominal keaspekan yang bisa muncul dalam konstruksi keaspekan seperti perfektif, imperfektif dan habitual. Klitik pronominal keaspekan bersesuian dengan tipe jumlah argumen pengisi slot subjek. BK juga memiliki pemarkah multi fungsi pa-, pemarkah antikausatif ma-, dan pemarkah penegas-ka. Argumen S pada klausa nonverbal BK dimarkahi dengan klitik pronominal pemarkah kasus akusatif dan datif (PRED nominal), kasus nominatif, (PRED adjektival), kasus datif dan genetif (PRED numeralia) tidak dimarkahi pada PRED yang disusun oleh frasa preposisional. Dilihat dari argumen S, A dan O dimarkahi dengan klitik pronomina yang memarkahi kasus morfologis. Argumen perdikat juga dapat dimarkahi oleh kluster klitik dengan tipe kasus morfologis datif-datif pada klusa transitif berargumen tiga dan genetif-datif pada klausa bermarkah kepemilikan. Penelitian Sukerti menggunakan teori TPA Van Valin, Jr, Lapolla (1997) dan teori tipologi Dixon (2010).

(38)

18

beberapa temuan yang menjelaskan bahwa BS termasuk bahasa yang bertipologi akusatif yang minim afiks. Ia juga menjelaskan bahwa BS memiliki tata urutan kanonik SVO dengan alternasi OVS dan memiliki diatesis aktif-pasif dan dapat dimarkahi dengan preposisi (ri) dan diatesis medial (morfologis, perifrastik, dan leksikal). Jika dilihat dari aspek topik, objek penelitian, teori, dan lokasi penelitian yang dilakukan oleh Sukendra berbeda dengan penelitian sekarang.

Dari empat disertasi dan tiga tesis pada kajian pustaka yang telah diuraikan di atas, penelitian Mandala (2010) dan Correia (2011) telah memberikan gambaran pada penelitian BMk sekarang dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan. Kedua disertasi tersebut dipilih sebagai bahan perbandingan dengan penelitian BMk sekarang karena penelitian Mandala difokuskan pada perubahan evolusi fonologis pada BMk dan bahasa-bahasa di Indonesia Timur dan Correia (2011) tentang gambaran BMk yang telah mengilhami penelitian sekarang karena penelitian sekarang lebih difokuskan pada kajian mikro, yaitu tipologi sintaksis BMk yang belum tersentuh oleh para peneliti terdahulu.

2.2 Konsep

(39)

19

2.2.1 Klausa

Cook (1971:65), Elson dan Pickett (1969:64) menjelaskan bahwa klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat. Selanjutnya, Khaira dan Ridwan (2014:88) juga menjelaskan bahwa klausa adalah paparan tentang hubungan fungsi di dalam klausa menunjukkan bahwa klausa adalah satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang mengandung unsur predikasi atau tersusun atas predikator dan argumen, belum disertai oleh intonasi akhir pada ragam lisan atau tanda tanya pada ragam tulisan.

2.2.2 Argumen

King (1996:4) menyatakan bahwa sebuah predikat mengungkapkan sebuah relasi antara partisipan; dari partisipan-partisipan ini disebut sebagai argumen predikat. Oleh karena itu, argumen adalah unsur (sintaksis atau semantik) yang diperlukan oleh sebuah verba yang umumnya berkorelasi dengan partisipasi pada suatu kejadian atau keadaan yang dinyatakan oleh verba atau predikatnya.

2.2.3 Tipologi Linguistik

Comrie (1988b) menjelaskan bahwa tipologi linguistik adalah kajian yang berusaha mengelompokkan bahasa-bahasa berdasarkan (property) struktural bahasa tersebut. Tujuan pokoknya adalah menjawab pertanyaan, Seperti apa bahasa X? Secara etimologi, tipologi berarti pengelompokan rana (classification of domain). Pengertian tipologi bersinonim dengan istilah taksonomi (Mallinson

(40)

20

2.2.4 Pivot

Pivot merupakan kategori yang dapat mengaitkan S dan A, S dan P, atau S dan P atau S, A dan P. Pivot juga dapat diartikan sebagai nomina atau frasa nominal yang paling sentral secara gramatikal. Pivot adalah subjek gramatikal pada bahasa-bahasa yang bertipe akusatif, sedangkan pada bahasa-bahasa yang bertipe ergatif, pivot adalah nomina atau frasa nominal yang merupakan pasien (Dixon, 1994 dan Matthews, 1997).

2.2.5 Relasi Gramatikal

(41)

21

2.2.6 Subjek

Blake (1990) menjelaskan bahwa subjek merupakan fungsi gramatikal utama yang bisa ditempati oleh frasa nomina FN dalam sebuah kalimat. Subjek merupakan satu-satunya argumen inti yang terdapat pada kalimat intransitif, sedangkan subjek pada kalimat transitif merupakan FN yang menduduki posisi tertinggi pada hierarki fungsi gramatikal. Namun, Sidu (2013:83) berpendapat bahwa subjek merupakan salah satu fungsi kalimat yang secara struktur berada di depan predikat.

2.2.7 Objek

Objek merupakan fungsi gramatikal selain subjek yang ditempati oleh FN sebagai argumen inti. Objek secara konvensional dapat dibagi menjadi objek langsung, objek taklangsung, dan objek oblik. Sidu (2013:87) juga berpendapat bahwa objek merupakan salah satu fungsi sintaksis yang secara struktur berada sesudah predikat, tetapi terkadang objek dalam suatu kalimat juga bisa menjadi sebuah subjek.

2.3 Landasan Teori

(42)

22

digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan secara lebih rinci seperti di bawah ini.

2.3.1 Teori Tipologi Linguistik dan Relasi Gramatikal

Istilah tipologi secara teknis telah dikenali dalam linguistik yang merujuk ke pengelompokan bahasa-bahasa berdasarkan atas ciri khas kata-kata dan tata kalimatnya. Artawa (1995:60;1998:127) berpendapat bahwa tujuan linguistik tipologi adalah untuk mengelompokkan bahasa-bahasa berdasarkan sifat-perilaku (properti) struktural bahasa tersebut. Tujuan pokoknya adalah untuk menjawab pertanyaan, Seperti apa bahasa X itu?

(43)

23

Selain apa yang telah diuraikan oleh Song di atas, Sudaryanto (1983:23) menjelaskan bahwa Sapir, Greenberg, dan Lehmann merupakan tiga tokoh dalam tipologi bahasa yang cenderung mendasarkan tipologinya pada struktur, khususnya struktur gramatikal. Baik Sapir, Greenberg, maupun Lehmann memandang urutan unsur lingual yang merupakan proses gramatikal berkadar

“tugas” yang penuh sebagai dasar yang sangat berfaedah dalam studi tipologi. Ketritunggalan nama sapir-Greenberg-Lehmann yang disarankan menunjukkan bahwa tipologi yang dilakukan mereka saling berkaitan; yang pertama mendasari yang kedua, yang kedua mendasari yang ketiga.

Mallinson dan Blake (1981:3) menjelaskan bahwa bahasa dapat dikelompokkan ke dalam batasan-batasan ciri khas strukturalnya. Namun, mereka juga berpendapat bahwa tipologi yang terkenal adalah tipologi yang berusaha menetapkan pengelompokan luas berdasarkan sejumlah fitur yang saling berhubungan. Greenberg (1963) (dalam Mallinson dan Blake, 1981:3) telah menunjukkan bahwa bahasa-bahasa dapat dikelompokkan menurut urutan dasar subjek, objek, dan verba SOV-OV-VO.

(44)

24

(2) mengkaji perbedaan antara bahasa-bahasa; dan (3) mempelajari variasi-variasi bahasa manusia. Untuk menetapkan tipologi bahasa, perlu ditetapkan parameter tertentu untuk mengelompokkan bahasa di dunia.

Blake (1981:20-21) berpendapat bahwa berdasarkan tipologi morfologis, bahasa-bahasa di dunia dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu (1) bahasa isolasi (bahasa yang tidak mempunyai proses morfologi; adanya hubungan satu lawan satu antara kata dan morfem, misalnya bahasa China, Vietnam, dan sebagainya); (2) bahasa aglutinasi (bahasa yang mempunyai proses morfologis; kata dapat terdiri atas lebih dari morfem, dan batas-batas antara morfem-morfem dapat dengan mudah dipisahkan/ditentukan, misalnya bahasa Hongaria, Indonesia, dan sebagainya); (3) bahasa fungsional atau infleksi bahasa yang morfemnya diwujudkan dengan afiks-afiks, tetapi umumnya tidak mudah dan tidak jelas untuk memisahkan atau menentukan morfem atau afiks-afiks yang mewujudkan kata atau morfern tersebut, misalnya bahasa Arab, Latin, dan sebagainya); (4) bahasa polisintetik atau inkorporasi bahasa yang mempunyai kemungkinan mengambil sejumlah morfem leksikal dan menggabungnya bersama ke dalam kata tunggal, misalnya bahasa Greenlandic Eskimo, Inggris, dan sebagainya.

(45)

25

bahasa akusatif merupakan suatu sistem relasi gramatikal bahasa yang memperlihatkan bahwa S pada kalimat intransitif diperlakukan sama dengan A kalimat transitif, sementara P dalam kalimat transitif diperlakukan berbeda dengan S kalimat intransitif (lihat Comrie, 1981; Trask, 1993; Dixon, 1994, 2010; Artawa 1998, 2000; Arka, 2000).

Dixon (2010:116) juga menjelaskan bahwa terdapat dua struktur klausa utama secara lintas bahasa di dunia, yaitu klausa intransitif dengan satu argumen dan klausa transitif dengan dua argumen seperti yang dipaparkan dalam klasifikasi berikut ini.

TIPE KLAUSA PREDIKAT ARGUMEN INTI Intransitif Intransitif S (subjek intransitif)

Transitif Transitif A (subjek transitif) dan O (objek transitif) Selain itu, terdapat juga argumen periferal yang bersifat opsional dan secara umum dapat menjadi argumen dari kedua tipe klausa. Argumen periferal, yakni meliputi instrumen, benefesiari, serta penanda keterangan waktu dan tempat.

(46)

26

memiliki fungsi O. Lebih lanjut, Dixon (2010:118) menjelaskan bahwa hampir setiap bahasa memiliki beberapa mekanisme gramatikal struktur lahir untuk memarkahi argumen inti dan periferal sehingga kedua argumen tersebut dapat diidentifikasi dan wacana dapat dipahami oleh lawan tutur. Berdasarkan pendapat Dixon, fungsi argumen dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1) Melalui pemarkahan pada frasa nomina (FN) yang merealisasikan sebuah argumen dengan pilihan bentuk pemarkah berupa sistem infleksi pemarkah kasus atau dengan adposisi.

2) Dengan bentuk pronomina terikat yang merealisasikan sebuah argumen; bentuk ini dapat melekat pada predikat atau pada konstituen klausa yang lainnya.

3) Dengan urutan konstituen, seperti yang ditemukan dalam bahasa Inggris. Argumen dengan fungsi A dan O muncul dalam konstruksi klausa transitif, sedangkan argumen dengan fungsi S muncul dalam konstruksi klausa intransitif. Dixon (2010:119) menyatakan bahwa terdapat dua pola yang sering ditemukan, yaitu S dimarkahi seperti A dan S dimarkahi seperti O. Kemungkinan pola pemarkahan ini dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.

I

II =

III

=

(47)

27

Baris 1 menunjukkan bahwa A, S, dan O dimarkahi berbeda. Pola dengan sistem tripartite seperti ini jarang diaplikasikan dalam sebuah tata bahasa meskipun dapat menjadi bagian dari sistem pemarkahan campuran. Sistem yang paling umum ditemukan adalah ditunjukkan pada baris II, yaitu A dan S diperlakukan atau dimarkahi sama (kasus nominatif), sedangkan O dimarkahi berbeda (kasus akusatif). Sistem yang lebih jarang ditemukan, tetapi tetap dijumpai pada sekitar seperempat bahasa di dunia adalah pola pada baris III, yaitu S dan O diperlakukan atau memiliki pemarkah yang sama (kasus absolutif), sedangkan A dimarkahi berbeda (ergatif). Dalam hal ini, S digunakan sebagai patokan sehingga penentuan tipologi bahasa dapat dilakukan dengan pengetesan morfologis dan sintaksis, yaitu dengan meneliti apakah A atau O yang diperlakukan sama dengan S. Di samping itu, terdapat juga bahasa yang mencampur jenis nominatif-akusatif dan absolutif-ergatif dalam pemarkahan intraklausa dan digolongkan sebagai bahasa dengan sistem terpilah. Skema alternatif ini mengindikasikan bahwa S dimarkahi sama seperti A (dilambangkan dengan Sa) untuk beberapa tipe verba tertentu dalam konstruksi klausa intransitif dan dimarkahi seperti O untuk tipe verba yang lainnya.

IV. = =

Gambar 2.2 Pola Pemarkahan Terpilah Dixon (2010:120).

Sebuah verba intransitif umumnya dengan argumen S yang memiliki ciri visional dimarkahi seperti A (Sa), sementara argumen S yang referennya memiliki tingkat kontrol yang lemah terhadap sebuah aktivitas dimarkahi seperti O (So). Tipe bahasa seperti ini diberikan istilah bahasa berpermarkah split-S (S-terpilah).

(48)

28

Kelompok bahasa yang lain menunjukkan variasi pola yang berbeda dari skema IV. Argumen S dari verba intransitif dapat dimarkahi, baik seperti A (Sa) maupun seperti O (So) tergantung pada makna spesifik dari verba dalam penggunaannya dalam sebuah konstruksi klausa. Sistem ini diberikan istilah sistem fluid-S (S-alir). Dixon (2010:137) menyebutkan bahwa sistem pemarkahan kasus yang terpilah dipengaruhi oleh hierarki nominal seperti yang ditinjukkan oleh gambar 2.3.

Common Nouns 1st person 2nd person 3rd person Proper

Deonstrative Noun Human Animate Inanimate

More likely to be in a than in O function

Gambar 2.3 Hierarki Nominal (Dixon, 2010:137)

Partisipan yang berbeda pada slot sebelah kiri dari hierarki nominal memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menjadi inisiator atau pengontrol sebuah aktivitas sehingga memiliki fungsi sintaktik A. Sebaliknya, partisipan yang berada pada slot sebelah kanan cenderung menerima akibat sebuah aktivitas sehingga memiliki fungsi sintaktik O (Dixon, 2010:139). Hal ini berlaku untuk konstruksi klausa intransitif. Klausa intransitif memiliki argumen tunggal yang berada pada fungsi S. Basis semantik untuk pemarkahan terpilah Sa/So menunjukkan variasi pemarkahan argumen inti dalam kaitannya dengan tipologi relasi gramatikal satu bahasa dengan bahasa yang lain.

2.3.2 Teori Tata Bahasa Relasional

(49)

29

(TTG) oleh Choamsky tentang penentuan struktur klausa. Teori Tata Bahasa Relasional menyebutkan bahwa teori sintaksis yang universal harus didasarkan pada relasi-relasi gramatikal dan secara universal relasi-relasi tersebut tidak dapat dibatasi melalui urutan atau struktur konstituen, seperti yang dinyatakan dalam teori TTG. Teori tata Bahasa Relasional menunjukkan kelemahan TTG dalam menganalisis bahasa yang bertipe VSO dan SOV. Perlmutter dan Postal (1977

dalam Ba‟dulu, 2010:104-105) memberikan gambaran tentang relasi gramatikal sebagai berikut.

a. Relasi Gramatikal

Dalam hal ini konsep-konsep dasar yang telah dibahas dalam teori-teori sintaksis terdahulu juga berlaku bagi tata bahasa relasional (TR). Namun, TR mengenal relasi-relasi gramatikal: subjek, objek langsung, objek taklangsung, dan sejumlah relasi oblik (lain), seperti lokatif, instrumental, dan benefaktif. Subjek, objek langsung, dan objek taklangsung disebut term dan bersama dengan oblik membentuk hierarki sebagai berikut:

Subjek Objek langsung Objek taklangsung Oblik 1 2 3

Term sering dirujuk oleh posisinya pada hierarki: subjek adalah 1, objek langsung 2, dan objek taklangsung 3; 1 dan 2 disebut relasi inti, serta 2 dan 3 secara kolektif disebut relasi objek.

b. Jaringan Relasi (Relation – Network)

(50)

30

mempunyai label untuk relasi dan satu atau lebih koordinat yang menunjukkan stratum atau strata tempat relasi itu berlaku.

Fakta bahwa suatu unsur linguistik tertentu menyandang relasi gramatikal tertentu terhadap unsur lain pada tingkat tertentu dapat dinyatakan sebagai berikut.

1. b

RGi ci

a

2. [ RGi (a, b) < ci > ]

Representasi ini disebut ARC. Interpretasinya ialah bahwa unsur linguistis dasar a manyandang relasi, yang namanya adalah RG, terhadap unsur linguistis dasar b pada tingkat ci. Jadi, jika Rgi adalah 2, nama dari

relasi objek langsung, dan ci adalah ci, maka arc menyatakan bahwa a

menyandang relasi-2 terhadap b pada tingkat ci. Hal ini dapat dinyatakan

sebagai berikut. 1. b

2 c1 a

2. [ 2 (a, b) < c1 > ]

(51)

Sinyal-31

sinyal-R 1, 2, 3, dan Cho adalah nama-nama dari relasi subjek, objek langsung, objek taklangsung, dan chomeur masing-masing.

Ada beberapa kaidah yang telah dirumuskan oleh penganut teori tata bahasa relasional, (Perlmutter, 1980:211-212), yakni adalah sebagai berikut.

a. The I-Advancement Exclusiveness Law

Kaidah ini menyatakan bahwa suatu klausa tertentu hanya dapat mengalami satu pengendapan ke 1.

b. The Final I Law

Kaidah ini menyatakan bahwa setiap klausa dasar harus mempunyai sebuah arc-1 dalam stratum akhir;

c. The Nuclear Dummy Law

Kaidah ini menyatakan bahwa unsur „dummy‟ suatu unsur abstrak

yang mewakili suatu kategori yang biasanya dilambangkan dengan tidak dapat mengepalai arc dengan sinyal-R selain dari 1 dan 2.

d. The Relation Succession Law

Kaidah ini menyatakan bahwa sebuah unsur „ascendee‟ (unsur yang

ditingkatkan) menyandang relasi gramatikal penerima dari mana unsur itu ditingkatkan.

e. The Host Limitation Law

(52)

32

f. The Stratal Uniqueness Law

Kaidah ini menyatakan bahwa tidak boleh dari satu nominal yang dapat mengapalai arc dengan sebuah sinyal-R dari term tertentu dalam stratum tertentu.

g. The Oblique Law

Kaidah ini menyatakan bahwa suatu unsur terkait yang menyandang relasi oblik tetap menyandang relasi itu dalam stratum awal.

h. The Motivated Chomage Law

Kaidah ini menyatakan bahwa chomeur tidak diciptakan secara spontan, melainkan sebagai hasil dari pengendapan, peningkatan atau

kelahiran „dummy‟.

i. The Chomeur Advancement Ban

Kaidah ini menyatakan bahwa chomeur tidak dapat dikedepankan. Organisasi Tata Bahasa Relasional.

Organisasi tata bahasa relasional dapat digambarkan seperti berikut ini.

Relasi Gramatikal Leksikon

Jaringan Relasi

Kaidah / Hukum Relasional

(53)

33

Analisis Klausa / Kalimat a. The woman walked

walked the woman

1 c1

Pred c1

b. The farmer killed the duckling

killed the duckling

1

c1 c1

the farmer

Pred 2 c1

c. The duckling was killed by the farmer 1)

killed the duckling

1

c1 c1

the farmer

Pred 2 c1

c2 1 c2

(54)

34

2)

killed the duckling

1

the farmer

Pred 2

Pred Cho 1

d. John killed the duckling with an axe

killed the duckling

1

c1 c1

John

Pred 2 c1

an axe

Inst c1

e. The woman believed that John killed the farmer

believed

1

c1 c1

the woman

Pred 2 c1

killed the duckling

2

c1 c1

the farmer

(55)

35

f. Ali membawa surat ini kepada saya

Membawa surat ini

g. Ali membawakan saya surat ini

membawakan saya

h. Surat ini dibawa kepada saya oleh Ali

(56)

36

i. Saya dibawakan surat ini oleh Ali

dibawakan surat ini

Sampson (1980:253) berpendapat bahwa teori yang dikembangkan oleh aliran ini juga tidak jauh berbeda dari aliran transformasional Chomsky. Oleh karena itu, aliran ini tidak diperlakukan secara terpisah di dalam bukunya yang berjudul Schools of Linguistics. Senada dengan Purwo (1985:22) bahwa kerangka teori TT Transformasi pasif dapat diterapkan pada konstruksi yang memiliki urutan struktural NP-V-NP, dan pemasifan itu mengakibatkan berpindahnya NP yang menyusul V ke depan, dan NP yang mendahului V ke belakang. Hal ini menyangkut persoalan urutan linear. Persoalan relasi dominasi berkenaan dengan batasan subjek dan objek langsung. Menurut TT, subjek adalah NP yang secara langsung diatasi (dominated) oleh S (sentence), dan objek langsung adalah NP yang secara langsung diatasi oleh VP. Dalam kaitan ini TR mengajukan kritikan dengan menyatakan bahwa urutan linear dan relasi dominansi itu gagal untuk diterapkan, misalnya pada bahasa VSO.

(57)

37

Indonesia, bahasa Eskimo, bahasa Basque, bahasa Mandarin, dan bahasa Aceh. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa urutan linear dan relasi dominasi tidak selayaknya dicantumkan di dalam kaidah semestaan bahasa karena kedua hal itu tergantung pada kekhasan bahasa yang bersangkutan.

2.4 Model Penelitian

(58)

38

BAHASA MAKASAE

KORPUS DATA LISAN

KLAUSA / KALIMAT BAHASA MAKASAE

SISTEM PIVOT BAHASA MAKASAE

RELASI TIPOLOGI BAHASA MAKASAE KLAUSA DASAR

BAHASA MAKASAE

TEMUAN PENELITIAN

TEORI TATA BAHASA RELASIONAL OLEH BLAKE

TEORI TIPOLOGI OLEH DIXON

SIMPULAN DAN SARAN METODE ANALISIS

DESKRIPTIF

KETERANGAN:

Gambar

Gambar 2.1 Pola Pemarkahan Argumen Inti (Dixon, 2010:119)
Gambar 2.2 Pola Pemarkahan Terpilah Dixon (2010:120).

Referensi

Dokumen terkait

hal tersebut, struktur KL inti apa yang dapat dihubungkan dengan jenis konjoin pada poin.

Berdasarkan contoh (22 - 24) yang disajikan di atas dapat dinyatakan bahwa pemarkahan verba intransitif tidak membedakan properti semantis argumen S-nya (argumen S mempunyai

‘Beberapa Aspek Intransitif Terpilah pada Bahasa-Bahasa Nusantara: Sebuah Analisis Leksikal-Fungsional’ dalam Kajian Serba Linguistik untuk Anton Moeliono Pereksa Bahasa

Aspek sintaksis yang menjadi pokok masalah penelitian ini, secara lebih rinci mengkaji sistem yang bersangkut-paut dengan relasi dan peran gramatikal dalam BPD, yang secara

Para guru penulis yang amat terpelajar di PSL SPs USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu pada kesempatan yang terbatas ini, telah memberikan bekal ilmu yangberharga

2) Perubahan relasi gramatikal dalam BR terjadi melalui perubahan tataurut konstituen klausa dan melalui mekanisme predikat kompleks. Apabila A muncul pada posisi post- verbal, maka

Para guru penulis yang amat terpelajar di PSL SPs USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu pada kesempatan yang terbatas ini, telah memberikan bekal ilmu yangberharga

Yang dimaksud frasa nominal dengan pewatas adverbial adalah frasa yang terdiri atas unsure inti berupa nomina dengan adverbial sebagai pewatasnya. Struktur frasa