• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. dalam penelitian ini karena sejauh ini belum ditemukan peneliti lain yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. dalam penelitian ini karena sejauh ini belum ditemukan peneliti lain yang"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

13

2.1 Kajian Pustaka

Relasi gramatikal BMk kajian tipologi sintaksis dipilih sebagai topik dalam penelitian ini karena sejauh ini belum ditemukan peneliti lain yang mengkaji BMk, khususnya pada tataran tipologi sintaksis. Berdasarkan pertimbangan yang telah diuraikan di atas, berikut ini disajikan kajian pustaka penelitian-penelitian terdahulu, baik terhadap BMk maupun selain BMk yang mengilhami penelitian sekarang.

Sedeng (2000) melakukan penelitian dalam tesisnya yang berjudul “Prediket Kompleks dan Relasi Gramatikal Bahasa Sikka” dengan pendekatan leksikal fungsional. Penelitian Sedeng ini diawali dengan penjelasan relasi gramatikal BS, yaitu meliputi ketransitifan, subjek, serta kaidah gramatikal yang dapat menentukan tipologi BS. Ia juga menjelaskan bahwa dari aspek morfologis, BS tergolong dalam bahasa isolasi yang memiliki tata urutan SVO yang dibuktikan dengan tidak ditemukannya pemarkahan afiks pada struktur BS. Jika dilihat dari tipologi sintaksis, BS berada di antara bahasa akusatif dan bahasa S-terpilah (split-S) karena ada bukti kuat untuk kedua tipologi ini. Kalau struktur klausa transitif BS bermarkah, maka BS bisa dianggap sebagai struktur pasif sehingga dapat juga disebut dengan struktur pasif secara sintaksis dan dapat digolongkan ke dalam bahasa yang bertipologi akusatif.

(2)

Satyawati (2009) melakukan penelitian di daerah Bima, Nusa Tenggara Barat dalam disertasinya yang berjudul “Valensi dan Relasi Sintaksis Bahasa Bima Dialek Mbojo” (BBm). Dalam penelitiannya ditemukan bahwa struktur klausa BBm seperti verba, nomina, adjektiva, numeralia, dan adverbia bisa berfungsi sebagai NUK. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa BBm memiliki tiga lapisan struktur, yaitu unsur nukleus, inti nukleus dan argumen, serta inti dan periferal. Demikian juga ia menjelaskan bahwa kategori yang menjelaskan nukleus, inti, dan klausa adalah operator. Tujuh tipe operator ditemukan dalam BBm, yakni aspek, penegasi, modalitas, status, evidensial, daya, ilokusional, dan dereksional. Dalam BBm juga ditemukan beberapa pemarkah gramatikal dan leksikal seperti pemarkah kausatif {ka-}, aplikatif, pemarkah {-wea}, pemarkah {labo}, dan pemarkah {kai}, pemarkah pasif {ba}, pemarkah refleksif {weki}, dan pemarkah resiprokal {angi}. Selain pemarkah diatesis yang telah disebutkan di atas, terdapat juga pemarkah pronomina, seperti {ma-}, {ra-} {di-}, terdapat juga pemarkah kedefinitan, {ake} dekat dengan pembicara, {ede} “agak jauh dengan pembicara”, {aka} “sangat jauh dengan pembicara}”, dan {re} untuk pemarkah yang indefinit. Selain beberapa pemarkah yang sudah disebutkan di atas, juga ditemukan empat pemaknaan kelas verba, yakni state, aktivitas, achievement, dan accoplishment. Perbedaan kedua penelitian ini adalah dilakukan di lokasi yang berbeda, tetapi memiliki persamaan pada teori.

Budiarta (2009) melakukan penelitian pada bahasa Dawan BD di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, NTT dalam tesisnya yang berjudul “Aliansi Gramatikal Bahasa Dawan: Kajian Tipologi Bahasa”. Dalam

(3)

penelitiannya ditemukan dua klausa utama dalam BD, yakni transitif dan intransitif yang masing-masing dapat diisi oleh verba berafiks atau tidak berafiks. Demikian juga, afiks yang melekat pada verba tergantung pada subjek yang hadir. Selanjutnya, ada perbedaan antara hakikat subjek, objek, dan oblik dalam BD, yakni subjek ditentukan melalui kasus, ekspansi, adverbial, persesuaian, pivot, dan pemofokusan. Akan tetapi, objek BD bisa ditentukan melalui pemasifan dan oblik BD adalah argumen yang berpreposisi. Penelitiannya membuktikan bahwa konstruksi koordinatif dan konstruksi subordinatif BD memperlakukan S sama dengan A, dan perlakuan yang berbeda diberikan kepada P (S = A P) secara sintaksis. Lebih lanjut, Budiarta mengatakan bahwa BD adalah kelompok bahasa yang bekerja dengan sistem S/A pivot karena sistem seperti ini membuktikan bahwa BD adalah bahasa yang bertipe nominatif-akusatif secara sintaksis. Jika dilihat dari perilaku S pada klausa intransitif dengan perilaku A dan P pada klausa transitif, maka dalam BD dapat dibuktikan bahwa S dimarkahi sama dengan A dan P pada klausa dan dimarkahi sama dengan P. Oleh karena itu, BD cenderung termasuk sebagai bahasa nominatif-akusatif secara morfologis. Perbedaan dan persamaan pada penelitian Budiarta dapat dilihat dari segi teori dan lokasi penelitian. Penelitian Budiarta menggunakan TR Blake (1990) sebagai teori utama untuk mengkaji klausa dasar BD dan teori tipologi Comrie (1983).

Mandala (2010) melakukan penelitian pada bahasa-bahasa di Timor Leste dalam disertasinya yang berjudul “Evolusi Fonologis Bahasa Oirata dan Kekerabatannya dengan Bahasa-Bahasa non-Austronesia di Timor Leste”. Dalam

(4)

penelitiannya disebutkan bahwa bahasa secara sinkronis, seperti bahasa Or, Ft, Mk memiliki identitas fonologi sebagai berikut.

a) Bahasa Or, Ft, dan Mk sama-sama memiliki lima buah fonem vokal /i/, /u/, /e/, /o/, dan /a/ yang dapat berdistribusi lengkap dan sama-sama pula memiliki sebuah fonem diftong /ai/.

b) Bahasa Or memiliki tiga belas fonem konsonan (/p/, /t/, /đ/, /k/, /‟/, /m/, /n/, /l/ /r/, /s/, /h/, /w/, dan /y/), bahasa Ft memiliki enam belas fonem konsonan (/p/, /t/, /c/, /j/, /k/, /‟/, /m/, /n/, /l//r/, /f/, /v/, /s/, /h/, /w/, dan /y/) dan bahasa Mk lima belas fonem konsonan (/p/, /t/, /b/, /d/, /k/, /g/, /m/, /n/, /l/ /r/, /f/, /s/, /h/, dan /w/) yang semuanya hanya dapat menempati posisi pada awal dan tengah kata.

Correia (2011) melakukan penelitian di Distritu Baucau, Timor Leste dalam disertasinya yang berjudul “Describing Makasae: A Trans-New Guinea Language of East Timor”. Dalam penelitiannya ia membedakan fonem BMk menjadi tiga bagian, yaitu fonem dasar BMk, fonem asli BMk, dan Fonem BMk yang dipinjam dari bahasa Asing. Fonem-Fonem itu dapat dilihat sebagai berikut. Lima fonem dasar BMk: /a/ /e/ /i/ /o/ /u/. Konsonan Asli: /b/ /d/ /f/ /g/ /h/ /k/ /l/ /m/ /n/ /r/ /s/ /t/ /w/ /'/. Fonem asing: /p/ /r/ /z/ /v/. Penelitian Correia lebih difokuskan pada perpaduan kajian umum antara mikro dan makro melalui analisis tata bahasa, seperti sintaksis, fonologi, dan vernacular, tetapi belum menyentuh kajian yang lebih khusus pada tataran linguistik tertentu, baik mikro maupun makro, khususnya pada tataran tipologi sintaksis.

(5)

Sukerti (2011) melakukan penelitian pada bahasa Kodi BK di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, NTT dalam tesisnya yang berjudul “Relasi Gramatikal Bahasa Kodi: Kajian Tipologi Sintaksis”. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa BK termasuk bahasa yang memiliki pemarkah inti yang menggunakan acuan silang berupa klitik pronominal untuk memarkahi argumen pada verba. Dalam hal ini BK memiliki tipe kasus pemarkah klitik nominal seperti kasus nominatif, akusatif, datif, dan genetif. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa BK juga memiliki klitik pronominal keaspekan yang bisa muncul dalam konstruksi keaspekan seperti perfektif, imperfektif dan habitual. Klitik pronominal keaspekan bersesuian dengan tipe jumlah argumen pengisi slot subjek. BK juga memiliki pemarkah multi fungsi pa-, pemarkah antikausatif ma-, dan pemarkah penegas-ka. Argumen S pada klausa nonverbal BK dimarkahi dengan klitik pronominal pemarkah kasus akusatif dan datif (PRED nominal), kasus nominatif, (PRED adjektival), kasus datif dan genetif (PRED numeralia) tidak dimarkahi pada PRED yang disusun oleh frasa preposisional. Dilihat dari argumen S, A dan O dimarkahi dengan klitik pronomina yang memarkahi kasus morfologis. Argumen perdikat juga dapat dimarkahi oleh kluster klitik dengan tipe kasus morfologis datif-datif pada klusa transitif berargumen tiga dan genetif-datif pada klausa bermarkah kepemilikan. Penelitian Sukerti menggunakan teori TPA Van Valin, Jr, Lapolla (1997) dan teori tipologi Dixon (2010).

Sukendra (2012) melakukan penelitian pada bahasa Sabu BS di daerah Sabu, Nusa Tengara Timur, NTT, yakni dalam disertasinya yang berjudul “Klausa Bahasa Sabu: Kajian Tipologi Sintaksis”. Penelitian Sukendra menghasilkan

(6)

beberapa temuan yang menjelaskan bahwa BS termasuk bahasa yang bertipologi akusatif yang minim afiks. Ia juga menjelaskan bahwa BS memiliki tata urutan kanonik SVO dengan alternasi OVS dan memiliki diatesis aktif-pasif dan dapat dimarkahi dengan preposisi (ri) dan diatesis medial (morfologis, perifrastik, dan leksikal). Jika dilihat dari aspek topik, objek penelitian, teori, dan lokasi penelitian yang dilakukan oleh Sukendra berbeda dengan penelitian sekarang.

Dari empat disertasi dan tiga tesis pada kajian pustaka yang telah diuraikan di atas, penelitian Mandala (2010) dan Correia (2011) telah memberikan gambaran pada penelitian BMk sekarang dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan. Kedua disertasi tersebut dipilih sebagai bahan perbandingan dengan penelitian BMk sekarang karena penelitian Mandala difokuskan pada perubahan evolusi fonologis pada BMk dan bahasa-bahasa di Indonesia Timur dan Correia (2011) tentang gambaran BMk yang telah mengilhami penelitian sekarang karena penelitian sekarang lebih difokuskan pada kajian mikro, yaitu tipologi sintaksis BMk yang belum tersentuh oleh para peneliti terdahulu.

2.2 Konsep

Kridalaksana (2008:132) menjelaskan bahwa konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang memerlukan penggunaan akal budi untuk memahaminya. Konsep dipaparkan bertujuan menyatukan sudut pandang dan pemahaman sehingga pembaca bisa memperoleh gambaran yang jelas mengenai arah penelitian ini. Di bawah ini adalah konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

(7)

2.2.1 Klausa

Cook (1971:65), Elson dan Pickett (1969:64) menjelaskan bahwa klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat. Selanjutnya, Khaira dan Ridwan (2014:88) juga menjelaskan bahwa klausa adalah paparan tentang hubungan fungsi di dalam klausa menunjukkan bahwa klausa adalah satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang mengandung unsur predikasi atau tersusun atas predikator dan argumen, belum disertai oleh intonasi akhir pada ragam lisan atau tanda tanya pada ragam tulisan.

2.2.2 Argumen

King (1996:4) menyatakan bahwa sebuah predikat mengungkapkan sebuah relasi antara partisipan; dari partisipan-partisipan ini disebut sebagai argumen predikat. Oleh karena itu, argumen adalah unsur (sintaksis atau semantik) yang diperlukan oleh sebuah verba yang umumnya berkorelasi dengan partisipasi pada suatu kejadian atau keadaan yang dinyatakan oleh verba atau predikatnya.

2.2.3 Tipologi Linguistik

Comrie (1988b) menjelaskan bahwa tipologi linguistik adalah kajian yang berusaha mengelompokkan bahasa-bahasa berdasarkan (property) struktural bahasa tersebut. Tujuan pokoknya adalah menjawab pertanyaan, Seperti apa bahasa X? Secara etimologi, tipologi berarti pengelompokan rana (classification of domain). Pengertian tipologi bersinonim dengan istilah taksonomi (Mallinson dan Blake, 1983:3).

(8)

2.2.4 Pivot

Pivot merupakan kategori yang dapat mengaitkan S dan A, S dan P, atau S dan P atau S, A dan P. Pivot juga dapat diartikan sebagai nomina atau frasa nominal yang paling sentral secara gramatikal. Pivot adalah subjek gramatikal pada bahasa-bahasa yang bertipe akusatif, sedangkan pada bahasa-bahasa yang bertipe ergatif, pivot adalah nomina atau frasa nominal yang merupakan pasien (Dixon, 1994 dan Matthews, 1997).

2.2.5 Relasi Gramatikal

Kecenderungan persekutuan gramatikal yang ada dalam suatu bahasa secara tipologi; apakah berupa S=A, S=O, Sa=A, So=O, atau yang lainya. Dixon (2010:119) menjelaskan bahwa fungsi argumen A dan O terdapat pada konstruksi klausa transitif, sedangkan fungsi S pada konstruksi klausa intransitif. Sistem yang paling umum adalah A dan S dimarkahi sama (kasus nominatif), sedangkan O dimarkahi berbeda (kasus akusatif). Sistem kedua yang lebih jarang ditemukan adalah S dan O dimarkahi sama (kasus absolutif), sedangkan A dimarkahi berbeda (kasus ergatif). Namun, terdapat beberapa jenis bahasa tertentu yang mengombinasikan tipe permarkahan tersebut berdasarkan berbagai parameter semantik dan sintaktik sehingga muncul tipologi bahasa split-S ( S-terpilah) dan Fluid –S (S-alir).

(9)

2.2.6 Subjek

Blake (1990) menjelaskan bahwa subjek merupakan fungsi gramatikal utama yang bisa ditempati oleh frasa nomina FN dalam sebuah kalimat. Subjek merupakan satu-satunya argumen inti yang terdapat pada kalimat intransitif, sedangkan subjek pada kalimat transitif merupakan FN yang menduduki posisi tertinggi pada hierarki fungsi gramatikal. Namun, Sidu (2013:83) berpendapat bahwa subjek merupakan salah satu fungsi kalimat yang secara struktur berada di depan predikat.

2.2.7 Objek

Objek merupakan fungsi gramatikal selain subjek yang ditempati oleh FN sebagai argumen inti. Objek secara konvensional dapat dibagi menjadi objek langsung, objek taklangsung, dan objek oblik. Sidu (2013:87) juga berpendapat bahwa objek merupakan salah satu fungsi sintaksis yang secara struktur berada sesudah predikat, tetapi terkadang objek dalam suatu kalimat juga bisa menjadi sebuah subjek.

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan satu teori utama dan satu teori pendukung. Teori tipologi Dixon (2010 dan 1994) sebagai teori utama, sedangkan teori tata bahasa relasional (TR) Mallinson dan Blake (1990) sebagai teori pendukung. Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap dan jelas tentang teori yang

(10)

digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan secara lebih rinci seperti di bawah ini.

2.3.1 Teori Tipologi Linguistik dan Relasi Gramatikal

Istilah tipologi secara teknis telah dikenali dalam linguistik yang merujuk ke pengelompokan bahasa-bahasa berdasarkan atas ciri khas kata-kata dan tata kalimatnya. Artawa (1995:60;1998:127) berpendapat bahwa tujuan linguistik tipologi adalah untuk mengelompokkan bahasa-bahasa berdasarkan sifat-perilaku (properti) struktural bahasa tersebut. Tujuan pokoknya adalah untuk menjawab pertanyaan, Seperti apa bahasa X itu?

Song (2011:2) dalam bukunya yang berjudul Linguistic Typology menjelaskan bahwa sejarah tipologi linguistik modern tidak bisa mengabaikan para pelopor terdahulu yang telah membagi linguistik tipologi menjadi empat periode, yaitu (i) antara (1840-1893) merupakan era Georg von der Gabelentz dalam bukunya yang berjudul (Christening Typologie) yang mengantarkan linguistik tipologi dari 1901 sampai dengan 1950-an; (ii) pada 1960-an dan 1970-an merupak1970-an era tipologi linguistik revitalisasi y1970-ang dikemb1970-angk1970-an oleh Joseph Greenberg (misalnya: Greenberg 1963b; Greenberg et al.1978); (iii) Pada 1980-an sampai dengan 1990-an merupakan era peremajaan tipologi linguistik yang dilakukan oleh para linguist (seperti Comrie 1981, Mallinson dan Blake 1981, Dryer 1989,1992, Nicholas 1992); dan (iv) (Haspelmath, Dryer, Gil, dan Comrie 2005 lihat juga Bickel 2007, Croft 2007b Nicholas 2007, dan Song 2007 adalah generasi keempat yang mengembangkan tipologi linguistik sampai saat ini).

(11)

Selain apa yang telah diuraikan oleh Song di atas, Sudaryanto (1983:23) menjelaskan bahwa Sapir, Greenberg, dan Lehmann merupakan tiga tokoh dalam tipologi bahasa yang cenderung mendasarkan tipologinya pada struktur, khususnya struktur gramatikal. Baik Sapir, Greenberg, maupun Lehmann memandang urutan unsur lingual yang merupakan proses gramatikal berkadar “tugas” yang penuh sebagai dasar yang sangat berfaedah dalam studi tipologi. Ketritunggalan nama sapir-Greenberg-Lehmann yang disarankan menunjukkan bahwa tipologi yang dilakukan mereka saling berkaitan; yang pertama mendasari yang kedua, yang kedua mendasari yang ketiga.

Mallinson dan Blake (1981:3) menjelaskan bahwa bahasa dapat dikelompokkan ke dalam batasan-batasan ciri khas strukturalnya. Namun, mereka juga berpendapat bahwa tipologi yang terkenal adalah tipologi yang berusaha menetapkan pengelompokan luas berdasarkan sejumlah fitur yang saling berhubungan. Greenberg (1963) (dalam Mallinson dan Blake, 1981:3) telah menunjukkan bahwa bahasa-bahasa dapat dikelompokkan menurut urutan dasar subjek, objek, dan verba SOV-OV-VO.

Pendapat Mallinson dan Blake (1981:3) juga didukung oleh Comrie (1983:30-32) bahwa kajian kesemestaan bahasa dan kajian tipologi seakan-akan bertentangan dengan kajian kesemestaan bahasa yang berusaha menemukan (1) perilaku dan sifat-sifat yang umum bagi semua bahasa manusia; (2) mencari kemiripan yang ada dalam lintas bahasa; dan (3) berusaha menetapkan batas-batas variasi dalam bahasa manusia. Penelitian tipologi berusaha (1) mengelompokkan bahasa-bahasa, yaitu menetapkan bahasa-bahasa ke kelompok/tipe yang berbeda;

(12)

(2) mengkaji perbedaan antara bahasa-bahasa; dan (3) mempelajari variasi-variasi bahasa manusia. Untuk menetapkan tipologi bahasa, perlu ditetapkan parameter tertentu untuk mengelompokkan bahasa di dunia.

Blake (1981:20-21) berpendapat bahwa berdasarkan tipologi morfologis, bahasa-bahasa di dunia dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu (1) bahasa isolasi (bahasa yang tidak mempunyai proses morfologi; adanya hubungan satu lawan satu antara kata dan morfem, misalnya bahasa China, Vietnam, dan sebagainya); (2) bahasa aglutinasi (bahasa yang mempunyai proses morfologis; kata dapat terdiri atas lebih dari morfem, dan batas-batas antara morfem-morfem dapat dengan mudah dipisahkan/ditentukan, misalnya bahasa Hongaria, Indonesia, dan sebagainya); (3) bahasa fungsional atau infleksi bahasa yang morfemnya diwujudkan dengan afiks-afiks, tetapi umumnya tidak mudah dan tidak jelas untuk memisahkan atau menentukan morfem atau afiks-afiks yang mewujudkan kata atau morfern tersebut, misalnya bahasa Arab, Latin, dan sebagainya); (4) bahasa polisintetik atau inkorporasi bahasa yang mempunyai kemungkinan mengambil sejumlah morfem leksikal dan menggabungnya bersama ke dalam kata tunggal, misalnya bahasa Greenlandic Eskimo, Inggris, dan sebagainya.

Para ahli tipologi berpendapat bahwa ada dua asumsi pokok linguistik tipologi, yakni (a) semua bahasa dapat dibandingkan berdasarkan strukturnya; (b) ada perbedaan di antara bahasa-bahasa yang ada. Bahasa-bahasa dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, seperti bahasa akusatif, ergatif, dan aktif. Apabila perlakuan yang sama tersebut diperlihatkan secara morfologis, bahasa itu dikatakan sebagai bahasa ergatif secara morfologis. Secara sintaksis,

(13)

bahasa akusatif merupakan suatu sistem relasi gramatikal bahasa yang memperlihatkan bahwa S pada kalimat intransitif diperlakukan sama dengan A kalimat transitif, sementara P dalam kalimat transitif diperlakukan berbeda dengan S kalimat intransitif (lihat Comrie, 1981; Trask, 1993; Dixon, 1994, 2010; Artawa 1998, 2000; Arka, 2000).

Dixon (2010:116) juga menjelaskan bahwa terdapat dua struktur klausa utama secara lintas bahasa di dunia, yaitu klausa intransitif dengan satu argumen dan klausa transitif dengan dua argumen seperti yang dipaparkan dalam klasifikasi berikut ini.

TIPE KLAUSA PREDIKAT ARGUMEN INTI Intransitif Intransitif S (subjek intransitif)

Transitif Transitif A (subjek transitif) dan O (objek transitif) Selain itu, terdapat juga argumen periferal yang bersifat opsional dan secara umum dapat menjadi argumen dari kedua tipe klausa. Argumen periferal, yakni meliputi instrumen, benefesiari, serta penanda keterangan waktu dan tempat.

Satu-satunya argumen dalam klausa intransitif diidentifikasi berada pada fungsi S. Penetapan fungsi A dan O sebagai dua argumen inti dalam konstruksi klausa transitif memiliki dasar semantis. Argumen yang referennya cenderung relevan dikaitkan dengan proses terjadinya sebuah aktivitas diidentifikasikan sebagai A. Sebuah argumen A biasanya memiliki referen bersifat animate (bernyawa) sehingga argumen tersebut dapat memulai atau mengontrol aktivitas. Sementara itu, argumen yang cenderung menerima efek dari sebuah aktivitas

(14)

memiliki fungsi O. Lebih lanjut, Dixon (2010:118) menjelaskan bahwa hampir setiap bahasa memiliki beberapa mekanisme gramatikal struktur lahir untuk memarkahi argumen inti dan periferal sehingga kedua argumen tersebut dapat diidentifikasi dan wacana dapat dipahami oleh lawan tutur. Berdasarkan pendapat Dixon, fungsi argumen dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1) Melalui pemarkahan pada frasa nomina (FN) yang merealisasikan sebuah argumen dengan pilihan bentuk pemarkah berupa sistem infleksi pemarkah kasus atau dengan adposisi.

2) Dengan bentuk pronomina terikat yang merealisasikan sebuah argumen; bentuk ini dapat melekat pada predikat atau pada konstituen klausa yang lainnya.

3) Dengan urutan konstituen, seperti yang ditemukan dalam bahasa Inggris. Argumen dengan fungsi A dan O muncul dalam konstruksi klausa transitif, sedangkan argumen dengan fungsi S muncul dalam konstruksi klausa intransitif. Dixon (2010:119) menyatakan bahwa terdapat dua pola yang sering ditemukan, yaitu S dimarkahi seperti A dan S dimarkahi seperti O. Kemungkinan pola pemarkahan ini dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.

I

II =

III

=

Gambar 2.1 Pola Pemarkahan Argumen Inti (Dixon, 2010:119)

A A nominatif A ergatif S nominatif S S absolutif O O akusatif O absolutif

(15)

Baris 1 menunjukkan bahwa A, S, dan O dimarkahi berbeda. Pola dengan sistem tripartite seperti ini jarang diaplikasikan dalam sebuah tata bahasa meskipun dapat menjadi bagian dari sistem pemarkahan campuran. Sistem yang paling umum ditemukan adalah ditunjukkan pada baris II, yaitu A dan S diperlakukan atau dimarkahi sama (kasus nominatif), sedangkan O dimarkahi berbeda (kasus akusatif). Sistem yang lebih jarang ditemukan, tetapi tetap dijumpai pada sekitar seperempat bahasa di dunia adalah pola pada baris III, yaitu S dan O diperlakukan atau memiliki pemarkah yang sama (kasus absolutif), sedangkan A dimarkahi berbeda (ergatif). Dalam hal ini, S digunakan sebagai patokan sehingga penentuan tipologi bahasa dapat dilakukan dengan pengetesan morfologis dan sintaksis, yaitu dengan meneliti apakah A atau O yang diperlakukan sama dengan S. Di samping itu, terdapat juga bahasa yang mencampur jenis nominatif-akusatif dan absolutif-ergatif dalam pemarkahan intraklausa dan digolongkan sebagai bahasa dengan sistem terpilah. Skema alternatif ini mengindikasikan bahwa S dimarkahi sama seperti A (dilambangkan dengan Sa) untuk beberapa tipe verba tertentu dalam konstruksi klausa intransitif dan dimarkahi seperti O untuk tipe verba yang lainnya.

IV. = =

Gambar 2.2 Pola Pemarkahan Terpilah Dixon (2010:120).

Sebuah verba intransitif umumnya dengan argumen S yang memiliki ciri visional dimarkahi seperti A (Sa), sementara argumen S yang referennya memiliki tingkat kontrol yang lemah terhadap sebuah aktivitas dimarkahi seperti O (So). Tipe bahasa seperti ini diberikan istilah bahasa berpermarkah split-S (S-terpilah).

(16)

Kelompok bahasa yang lain menunjukkan variasi pola yang berbeda dari skema IV. Argumen S dari verba intransitif dapat dimarkahi, baik seperti A (Sa) maupun seperti O (So) tergantung pada makna spesifik dari verba dalam penggunaannya dalam sebuah konstruksi klausa. Sistem ini diberikan istilah sistem fluid-S (S-alir). Dixon (2010:137) menyebutkan bahwa sistem pemarkahan kasus yang terpilah dipengaruhi oleh hierarki nominal seperti yang ditinjukkan oleh gambar 2.3.

Common Nouns 1st person 2nd person 3rd person Proper

Deonstrative Noun Human Animate Inanimate More likely to be in a than in O function

Gambar 2.3 Hierarki Nominal (Dixon, 2010:137)

Partisipan yang berbeda pada slot sebelah kiri dari hierarki nominal memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menjadi inisiator atau pengontrol sebuah aktivitas sehingga memiliki fungsi sintaktik A. Sebaliknya, partisipan yang berada pada slot sebelah kanan cenderung menerima akibat sebuah aktivitas sehingga memiliki fungsi sintaktik O (Dixon, 2010:139). Hal ini berlaku untuk konstruksi klausa intransitif. Klausa intransitif memiliki argumen tunggal yang berada pada fungsi S. Basis semantik untuk pemarkahan terpilah Sa/So menunjukkan variasi pemarkahan argumen inti dalam kaitannya dengan tipologi relasi gramatikal satu bahasa dengan bahasa yang lain.

2.3.2 Teori Tata Bahasa Relasional

Blake (1990) menjelaskan bahwa teori Tata Bahasa Relasional TR ini awalnya dikembangkan oleh Perlimutter dan Postal pada era 1970-an. Teori ini muncul sebagai reaksi atas ketidakpuasan terhadap Teori Transformasi Generatif

(17)

(TTG) oleh Choamsky tentang penentuan struktur klausa. Teori Tata Bahasa Relasional menyebutkan bahwa teori sintaksis yang universal harus didasarkan pada relasi-relasi gramatikal dan secara universal relasi-relasi tersebut tidak dapat dibatasi melalui urutan atau struktur konstituen, seperti yang dinyatakan dalam teori TTG. Teori tata Bahasa Relasional menunjukkan kelemahan TTG dalam menganalisis bahasa yang bertipe VSO dan SOV. Perlmutter dan Postal (1977 dalam Ba‟dulu, 2010:104-105) memberikan gambaran tentang relasi gramatikal sebagai berikut.

a. Relasi Gramatikal

Dalam hal ini konsep-konsep dasar yang telah dibahas dalam teori-teori sintaksis terdahulu juga berlaku bagi tata bahasa relasional (TR). Namun, TR mengenal relasi-relasi gramatikal: subjek, objek langsung, objek taklangsung, dan sejumlah relasi oblik (lain), seperti lokatif, instrumental, dan benefaktif. Subjek, objek langsung, dan objek taklangsung disebut term dan bersama dengan oblik membentuk hierarki sebagai berikut:

Subjek Objek langsung Objek taklangsung Oblik 1 2 3

Term sering dirujuk oleh posisinya pada hierarki: subjek adalah 1, objek langsung 2, dan objek taklangsung 3; 1 dan 2 disebut relasi inti, serta 2 dan 3 secara kolektif disebut relasi objek.

b. Jaringan Relasi (Relation – Network)

Struktur klausa dinyatakan sebagai jaringan arc, yaitu merupakan anak panah melengkung yang menghubungkan simpai ekor kepala. Setiap arc

(18)

mempunyai label untuk relasi dan satu atau lebih koordinat yang menunjukkan stratum atau strata tempat relasi itu berlaku.

Fakta bahwa suatu unsur linguistik tertentu menyandang relasi gramatikal tertentu terhadap unsur lain pada tingkat tertentu dapat dinyatakan sebagai berikut.

1. b

RGi ci

a

2. [ RGi (a, b) < ci > ]

Representasi ini disebut ARC. Interpretasinya ialah bahwa unsur linguistis dasar a manyandang relasi, yang namanya adalah RG, terhadap unsur linguistis dasar b pada tingkat ci. Jadi, jika Rgi adalah 2, nama dari

relasi objek langsung, dan ci adalah ci, maka arc menyatakan bahwa a

menyandang relasi-2 terhadap b pada tingkat ci. Hal ini dapat dinyatakan

sebagai berikut. 1. b

2 c1 a

2. [ 2 (a, b) < c1 > ]

Karena arc dapat direpresentasikan sebagai anak panah berbentuk kurva, maka a dalam arc ini disebut head dari arc dan b disebut tail.

(19)

Sinyal-sinyal-R 1, 2, 3, dan Cho adalah nama-nama dari relasi subjek, objek langsung, objek taklangsung, dan chomeur masing-masing.

Ada beberapa kaidah yang telah dirumuskan oleh penganut teori tata bahasa relasional, (Perlmutter, 1980:211-212), yakni adalah sebagai berikut. a. The I-Advancement Exclusiveness Law

Kaidah ini menyatakan bahwa suatu klausa tertentu hanya dapat mengalami satu pengendapan ke 1.

b. The Final I Law

Kaidah ini menyatakan bahwa setiap klausa dasar harus mempunyai sebuah arc-1 dalam stratum akhir;

c. The Nuclear Dummy Law

Kaidah ini menyatakan bahwa unsur „dummy‟ suatu unsur abstrak yang mewakili suatu kategori yang biasanya dilambangkan dengan tidak dapat mengepalai arc dengan sinyal-R selain dari 1 dan 2.

d. The Relation Succession Law

Kaidah ini menyatakan bahwa sebuah unsur „ascendee‟ (unsur yang ditingkatkan) menyandang relasi gramatikal penerima dari mana unsur itu ditingkatkan.

e. The Host Limitation Law

Kaidah ini menyatakan bahwa hanya nominal yang menyandang relasi term yang dapat bertindak sebagai penerima peningkat.

(20)

f. The Stratal Uniqueness Law

Kaidah ini menyatakan bahwa tidak boleh dari satu nominal yang dapat mengapalai arc dengan sebuah sinyal-R dari term tertentu dalam stratum tertentu.

g. The Oblique Law

Kaidah ini menyatakan bahwa suatu unsur terkait yang menyandang relasi oblik tetap menyandang relasi itu dalam stratum awal.

h. The Motivated Chomage Law

Kaidah ini menyatakan bahwa chomeur tidak diciptakan secara spontan, melainkan sebagai hasil dari pengendapan, peningkatan atau kelahiran „dummy‟.

i. The Chomeur Advancement Ban

Kaidah ini menyatakan bahwa chomeur tidak dapat dikedepankan. Organisasi Tata Bahasa Relasional.

Organisasi tata bahasa relasional dapat digambarkan seperti berikut ini.

Relasi Gramatikal Leksikon

Jaringan Relasi

Kaidah / Hukum Relasional

(21)

Analisis Klausa / Kalimat a. The woman walked

walked the woman

1 c1

Pred c1

b. The farmer killed the duckling

killed the duckling

1

c1 c1

the farmer

Pred 2 c1

c. The duckling was killed by the farmer 1)

killed the duckling

1 c1 c1 the farmer Pred 2 c1 c2 1 c2 Cho

(22)

2)

killed the duckling

1

the farmer

Pred 2

Pred Cho 1

d. John killed the duckling with an axe

killed the duckling

1 c1 c1 John Pred 2 c1 an axe Inst c1

e. The woman believed that John killed the farmer

believed

1

c1 c1

the woman

Pred 2 c1

killed the duckling

2

c1 c1

the farmer

(23)

f. Ali membawa surat ini kepada saya

Membawa surat ini

1 c1 c1 Ali Pred 2 c1 saya 3 c1

g. Ali membawakan saya surat ini

membawakan saya 1 c1 c1 Ali Pred 3 c1 surat ini 2 c1 1 c2 Pred c2 Cho c2 2 c2

h. Surat ini dibawa kepada saya oleh Ali

dibawa surat ini

1 Ali Pred 2 saya 3 1 Pred Cho 3

(24)

i. Saya dibawakan surat ini oleh Ali

dibawakan surat ini

1 Ali Pred 2 saya 3 1 Pred Cho 3 Pred 1 Cho Cho

Sampson (1980:253) berpendapat bahwa teori yang dikembangkan oleh aliran ini juga tidak jauh berbeda dari aliran transformasional Chomsky. Oleh karena itu, aliran ini tidak diperlakukan secara terpisah di dalam bukunya yang berjudul Schools of Linguistics. Senada dengan Purwo (1985:22) bahwa kerangka teori TT Transformasi pasif dapat diterapkan pada konstruksi yang memiliki urutan struktural NP-V-NP, dan pemasifan itu mengakibatkan berpindahnya NP yang menyusul V ke depan, dan NP yang mendahului V ke belakang. Hal ini menyangkut persoalan urutan linear. Persoalan relasi dominasi berkenaan dengan batasan subjek dan objek langsung. Menurut TT, subjek adalah NP yang secara langsung diatasi (dominated) oleh S (sentence), dan objek langsung adalah NP yang secara langsung diatasi oleh VP. Dalam kaitan ini TR mengajukan kritikan dengan menyatakan bahwa urutan linear dan relasi dominansi itu gagal untuk diterapkan, misalnya pada bahasa VSO.

Perlmutter dan Postal (1983a) menunjukkan kegagalan itu dengan mengemukakan contoh-contoh pasangan konstruksi aktif-pasif di dalam bahasa Turki, bahasa Malagasi, bahasa Nitinaht, bahasa Latin, bahasa Rusia, bahasa

(25)

Indonesia, bahasa Eskimo, bahasa Basque, bahasa Mandarin, dan bahasa Aceh. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa urutan linear dan relasi dominasi tidak selayaknya dicantumkan di dalam kaidah semestaan bahasa karena kedua hal itu tergantung pada kekhasan bahasa yang bersangkutan.

2.4 Model Penelitian

Model penelitian ini dimulai dari pengumpulan data yang berupa kalimat sederhana dan kalimat kompleks yang kemudian selanjutnya disebut korpus data. Teori tata bahasa relasional (1990) oleh Blake digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama tentang konstruksi dasar klausa BMk. Teori tipologi yang dikembangkan oleh Dixon (1994-2010) digunakan untuk menjawab masalah kedua tentang sistem pivot dan masalah ketiga tentang tipologi relasi gramatikal BMk. Hasil analisis dan temuan dalam penelitian ini kemudian disimpulkan dan dijadikan dasar dalam memberikan saran kepada para peneliti berikutnya yang tertarik pada gramatikal BMk sebagai objek kajiannya pada masa mendatang. Berikut ini adalah gambaran model penelitian.

(26)

BAHASA MAKASAE KORPUS DATA LISAN KLAUSA / KALIMAT BAHASA MAKASAE SISTEM PIVOT BAHASA MAKASAE RELASI TIPOLOGI BAHASA MAKASAE KLAUSA DASAR BAHASA MAKASAE TEMUAN PENELITIAN

TEORI TATA BAHASA RELASIONAL OLEH BLAKE

TEORI TIPOLOGI OLEH DIXON SIMPULAN DAN SARAN METODE ANALISIS DESKRIPTIF KETERANGAN:

= hubungan langsung ke bawah = hubungan timbal balik langsung

Gambar

Gambar 2.1 Pola Pemarkahan Argumen Inti (Dixon, 2010:119) A A nominatif A ergatif S nominatif S S absolutif  O O  akusatif O  absolutif

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi penurunan pernikahan usia muda di tahun 2015 dengan perbandingan tahun 2011, tingginya pernikahan usia muda sebagian besar

Berbeda dengan pengangkutan sistem terbuka, pada sistem tertutup oksigen berasal dari oksigen murni yang dimasukkan ke dalam wadah dan tekanan udara di dalam wadah

Menurut Lena Anatan, M.Si dan Lena Ellitan, Ph.D dalam bukunya manajemen Sumber Daya Manusia dalam bisnis modern (2009:70) Stress merupakan respon seseorang terhadap suatu hal

Sebagaimana dalam pendahuluan sebagai pengganti tubuh manusia yang digunakan pada pengujian dilakukan adalah tahanan dengan nilai yang diambil dari pengukuran tahanan

Manfaat secara akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang teknik pertambangan khususnya

Dalam kaitan dengan pembinaan iman orang dewasa, sekarang ini bisa dibedakan empat jenis orang dewasa: pertama, mereka yang menjalani masa katekumenat, kedua,

  Diagram fasa merupakan suatu gambar yang menyatakan daerah   Diagram fasa merupakan suatu gambar yang menyatakan daerah  fasa yang stabil dengan dekomposisi

Tujuan dan Manfaat dari penelitian ini adalah menerapkan sistem penilaian ujian essay secara otomatis berbasis web secara online menggunakan metode GLSA, menghasilkan