• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

21 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lanjut Usia

2.1.1 Definisi Lanjut Usia

Lanjut Usia (Lansia) merupakan siklus kehidupan manusia yang terjadi paling akhir. Siklus ini merupakan proses alamiah kehidupan yang pasti akan dialami oleh setiap individu yang hidup (Alpin, 2016). Menurut UU RI no 13 tahun 1998, Lansia adalah individu yang memasuki usia 60 tahun ke atas. Banyak sekali penyebutan di masyarakat untuk seseorang yang berusia 60 tahun ke atas, antara lain lansia (lanjut usia). Istilah lain adalah manula (manusia lanjut usia) (Indriana et al., 2010).

Menurut Constantinides, proses penuaan adalah suatu masa menghilangnya kinerja jaringan secara perlahan untuk mempertahankan dan mengganti atau memperbaiki diri fungsi normalnya, sehingga hal ini mengakibatkan tidak dapat bertahan dari infeksi maupun memperbaiki kerusakan-kerusakan yang dihadapinya. Kelemahan fungsi dan struktur organ perlahan terjadi pada lansia terutama pada proses penuaan ini, baik pada aspek fisik, mental, psikis dan social, sehingga lansia rentang terkena berbagai macam penyakit (Nurfatimah, R. et al., 2017).

(2)

22 2.1.2 Batasan-Batasan Umur Lansia

Batasan umur lansia dibagi menjadi beberapa bagian menurut beberapa pendapat berikut ini :

1) Menurut WHO, Batasan-batasan usia lansia (lanjut usia) meliputi (Haq, 2017) a. Usia 45-59 tahun masuk kedalam usia pertengahan (middle age)

b. Usia 60-74 tahun masuk kedalam lanjut usia (elderly) c. Usia 75-90 tahun masuk kedalam lanjut usia tua (old) d. Usia >90 tahun masuk kedalam usia sangat tua (very old)

2) Menurut UU no 13 tahun 1998 Bab 1 Pasal 1 ayat 2 (Nurhidayah, 2012) Berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas, baik pria maupun wanita”

2.1.3 Perubahan-Perubahan Lanjut Usia

Gejal-gejala dari perubahan fisik yang muncul dari menjadi tua yang ditandai oleh perubahan-perubahan biologis antara lain (Dinata, 2015):

a. Struktur kulit terlihat mengendur dan mulai berkeriput akibat dari berkurangnya elastisitas kulit serta timbul garis-garis halus

b. Warna rambut berubah menjadi putih (beruban) c. Pengeroposan gigi mulai terlihat

d. Sistem sensori mata dan telinga yang digunakan untuk melihat dan mendengar berkurang

e. Tubuh sering merasa lelah

f. Gerakan menjadi kurang lincah serta menjadi lambat

(3)

23 Perubahan fisik yang mudah terlihat sebagai masalah-masalah fisik pada orang yang memasuki masa lanjut usia menurut (Dinata, 2015) adalah sebagai berikut:

a. Mudah dan/atau sering letih dan jatuh b. Kekacauan mental akut

c. Dada berdebar-debar dan sering merasa nyeri

d. Ketika beraktifitas sering merasa sesak pada daerah dada e. Kaki bagian bawah mengalami pembengkakan

f. Sering merasa nyeri pada sendi panggul, begitupun dengan bagian pinggang dan punggung

g. Kepala sering merasa pusing dan kesulitan untuk tidur h. Penurunan berat badan

i. Fungsi pendengaran dan pengelihatan mulai berkurang dan sulit untuk menahan air kencing

Selain perubahan-perubahan yang telah disebutkan diatas, lansia juga mengalami perubahan pada fungsi organnya secara menyeluruh. Perubahan- perubahan itu antara lain (Dinata, 2015):

a. Sistem Integumen

Pada kulit, menurunnya jumlah cairan dan hilangnya jaringan adipose mengakibatkan kulit kehilangan elastisitasnya dan terasa kering. Hilangnya jaringan lemak pada kulit mengakibatkan kulit menjadi keriput. Penurunan aliran darah ke kulit mengakibatkan kulit menjadi pucat dan muncul bintik-

(4)

24 bintik hitam. Kuku kaki dan tangan menjadi rapuh sebagai akibat dari menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen pada kuku, rambut mulai rontok dan lama kelamaan menjadi tipis dan botak. Berkurangnya jumlah dan fungsi dari kelenjar keringat.

b. Suhu Tubuh

Saat memasuki lansia, kecepatan metabolisme tubuh akan menurun sehingga suhu tubuh juga akan menurun. Tubuh sering merasa menggigil dan tidak dapat menghasilkan panas yang cukup banyak akibat dari kurangnya aktifitas otot yang bekerja.

c. Sistem Muskulokeletal

Pada lansia, kekuatan dan kecepatan pada otot skeletal akan berkurang serta otot akan mengecil akibat dari penurunan serabut otot.

d. Sistem Penginderaan (Pengecapan dan Pembau)

Setalah memasuki usia 50 tahun, kemampuan pengecapan dan pembauan akan berkurang begitupun dengan kepekaan terhadap empat rasa (asin, manis, pahit, asam).

e. Sistem Perkemihan

Saat memasuki masa lanjut usia, ginjal akan mulai mengecil, kemampuan dalam memekatkan urin berkurang akibat dari berkurangnya fungsi tubulus, nefron menjadi atropi, peredaran darah menurun mencapai 50%, proteinuria, berat jenis urin menurun, Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat, vesika urinaria pada laki-laki sulit dikosongkan akibatnya akan terjadi retensi urin, ambang ginjal terhadap glukosa akan meningkat.

(5)

25 f. Sistem Respirasi

Kekakuan dan berkurangnya kekuatan pada otot pernafasan, aktifitas selia mengalami penurunan, berkurangnya aktifitas paru, kurangnya jumlah alveoli serta ukurannya melebar dari biasanya, penurunan pada reflex batuk.

g. Sistem Gastroentestinal

Pengeroposan pada gigi, penurunan pada fungsi pengecap, pelebaran pada esophagus, penurunan pada perasaan lapar, penurunan asam lambung, penurunan pada waktu untuk pengosongan lambung, mengalami konstipasi akibat dari melemahnya peristaltic usus, penurunan dalam kemampuan absorbs, mengecilnya ukuran hati, penurunan dalam produktivitas air liur, menurunnya produksi pepsin dan HCL pada lambung.

h. Sistem Penglihatan

Pada lansia, kornea mata akan berbentuk lebih seperti selindris, sclerosis akan timbul pada spingter pupil sehingga ketika sinar masuk akan kehilangan responnya, kekeruhan pada lensa, peningkatan pada ambang penglihatan sinar (susah melihat cahaya gelap), daya akomodasi akan kehilangan atau hilangnya fungsi, lapang pandang akan mengalami penurunan, penurunan pada kepekaan terhadap warna.

i. Sistem Pendengaran

Pada lanut usia akan mengalami penurunan pada fungsi pendengarannya atau yang biasa disebut dengan presbiakusis, mengalami otoklerosis yang disebabkan oleh membran timpani yang menjadi atropi, peningkatan keratin

(6)

26 yang mengakibatkan serumen yang menumpuk menjadi keras, penurunan pada persepsi nada tinggi.

j. Sistem Saraf

Otak akan mengalami penurunan dalam berat mencapai 10-20%, sel kortikal mengalami pengurangan, pelambatan dalam hal reaksi, penurunan kepekaan tehadap sentuhan, aktifitas sel menjadi berkurang, penambahan pada waktu jawaban motoric, melemahnya hantaran pada neuron motorik, saraf otonom mengalami kemunduran fungsi.

k. Sistem Endokrin

Hormone-hormon pada tubuh mengalami penurunan pada produksinya, fungsi paratiroid dan sekresi tidak berubah, penurunan pada hormon ACTH (Adrenocortocotropic), TSH (Thyroid Stimulating Hormone), FSH (Follicle Stimulating Hormone), LH (Luteinizing Hormone), penurunan pada basal metabolism sebagai akibat dari penurunan aktifitas tiroid, penurunan produksi aldosterone, sekresi hormon estrogen, progenteron dan aldosteron mengalami penurunan, peningkatan insulin.

l. Sistem Reproduksi

Pada vagina mengalami penurunan atau keirng pada selaput lendirnya, ovarium dan uterus mengalami perubahan bentuk menjadi lebih kecil, atropi payudara, sperma masih dapat diproduksi oleh testis meskipun mengalami penurunan secara terus menerus dan keinginan seks masih bertahan sampai usia diatas 70 tahun asalkan keadaan kesehatan masih dalam keadaan baik, produksi ovum mengalami penghentian pada saat mencapai menopause.

(7)

27 m. Sistem Kardiovaskuler

Pada system kardiovaskuler, perubahan yang terjadi pada lansia dapat diamati pada organ jantung dan pembuluh darahnya. Saat suasana rileks, jantung normal pada lansia masih mampu memberikan curah jantung secara normal, akan tetapi kebiasaan dalam merespon keadaan atau situasi yang menyebabkan stress mental maupun fisik akan mengalami penurunan. Pada jantung, akan mengalami perubahan bentuk menjadi kecil karena kurangnya beban kerja, katup jantung juga akan mengalami kekakuan dan penebalan, kemampuan memmpa darah akan menurun sebesar 1% pertahun memasuki usia 30 tahun, tahanan perifer total (total perifer resisten) akan mengalami peningkatan sebagai akibat dari penurunan elastisitasnya pembuluh darah arteri perifer, serta adanya jaringan ikat pada system hantaran khusus jantung (nodus SA (sinoatrium), AV (antrioventrikular) dan berkas his). Hal ini akan memicu kontraktilitas miokardium menjadi turun, waktu dan memompa ventrikel kiri menjadi lama, dan sistem pada hantaran jantung menjadi lambat.

2.2 Konsep Tekanan Darah

2.2.1 Definisi Teknan Darah

Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi.

Tekanan darah adalah aliran darah yang keluar dari jantung dan dipompa menuju dinding arteri menuju keseluruh tubuh. Peningkatan maupun penurunan tekanan

(8)

28 darah ini akan berpengaruh pada homeostatis didalam tubuh (Scanlon, 2010).

Tekanan darah sistolik merupakan tekanan dimana jantung berkontraksi memompa darah ke arteri menuju ke seluruh tubuh. Tekanan darah diastolic merupakan tekanan dimana jantung berelaksasi sebelum memompa darah kembali (Krisnawati et al., 2011).

2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Hipertensi pada lansia terjadi karena adanya proses penuaan dimana terjadi perubahan pada system kardiovaskularnya yaitu (Setiawan, 2013) :

1. Imunitas tubuh menagalami penurunan respons

2. Kekauan dan penebalan katup jantung menebal dan menjadi kaku 3. Kontraktilitas jantung mengalami penurunan kemampuannya

4. Pembuluh darah mengalami pengurangan dalam hal elastisitasnya karena kurangnya aktivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi

5. Jantung mengalami penurunan dalam kemampuan memompa darah sekitar 1% pertahun setelah menginjak usia 30 tahun, sehingga hal ini mengakibatkan volume dan kontraksinya pun juga ikut menurun

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.

Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Tekanan darah seseorang tidak berjalan secara konsisten setiap hari karena dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti usia, jenis kelamin, stress, medikasi, variasi diurnal (Dinata, 2015):

a. Umur

(9)

29 Seiring bertambahnya usia, tekanan darah akan semakin meningkat hamper disemua orang. Tekanan diastolic akan terus meningkat sampai usia 80 tahun, sedangkan tekanan sistolik meningkat sampai usia 55-60 tahun kemudian perlahan-lahan akan berkurang atau bahkan menurun secara drastis. Peningkatan tekanan darah pada lansia terjadi ketika resistensi atau tahan pembuluh darah perifer meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya usia makan elastisitas pembuluh darah arteri perifer akan menurun.

b. Jenis Kelamin

Secara klinis, tekanan darah pada anak laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan yang signifikan. Setelah pubertas, pria cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibanding wanita, sedangkan setelah menopause tekanan darah wanita akan lebih tinggi tekanan darahnya dibanding tekanan darah pada pria.

c. Stress

Peningkatan efek stimulus saraf bagian simpatik dapat dipengaruhi oleh rasa stress emosi maupun cemas dan takut. Hal ini mengakibatkan volume darah, curah jantung maupun tekanan vascular perifer dapat meningkat sehingga tekanan darahnya pun juga akan meningkat.

d. Medikasi atau obat-obatan

Secara langsung dan tidak langsung, tekanan darah juga dapat dipengaruhi oleh efek medikasi seperti obat antihipertensi maupun analgesik narkotik.

e. Variasi Diurnal

(10)

30 Perubahan pada tekanan darah setiap orang sangat bervariasi dan berubah- ubah, pola dan derajat variasinya pun juga berbeda-beda setiap harinya, tergantung dari kondisi tubuh dalam keadaan rileks ataupun sebaliknya. Pada pagi hari tekanan darah cenderung lebih tinggi sedangkan pada malam hari tekanan darah cenderung lebih rendah sekitar 80-90 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan 40-60 mmHg untuk tekanan diastoliknya.

Menurut (Nuraini, 2015), hipertensi dapat diakibatkan oleh beberapa faktor dibawah ini:

a. Genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potassium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.8 Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.

b. Obesitas

Kebanyakan dari kelompok etnis di semua usia, berat badan merupakan faktor penentu pada perubahan tekanna darah. Menurut National Institutes for Health USA, angka kejadian untuk pria dan wanita hipertensi pada orang dengan obesitas atau IMT > 30 masing-masing adalah 38% dan 32%, dibandingkan dengan pria dan wanita normal atau IMT < 25 yang masing- masing memiliki persentase 18% dan 17%.

(11)

31 Hubungan antara obesitas dan hipertensi dapat dijelaskan dengan perubahan fisiologis yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal.

c. Kurang Olahraga

Olahraga merupakan aktivitas tubuh yang dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan darah tinggi dengan cara menurunkan tahanan perifer dan juga olahraga yang teratur dapat melatih otot jantung menjadi terbiasa ketika sekalipun kita melakukan pekerjaan atau aktivitas berat. Hal ini disebabkan jika orang yang tidak terlalu aktif , otot jantung harus bekerja lebih maksimal ketimbang mereka yang aktif melakukan aktivitas, semakin keras atau kuat dan sering jantung memompa maka semakin besar pula kekuatan yang mendesak arteri. Inilah yang akan mengakibatkan tekanan darah menjadi meningkat.

d. Pola asupan garam dalam diet

Pola asupan garam dalam diet sangat penting dilakukan karena konsumsi natrium yang berlebihan dapat meningkatkan konsentrasi natrium dalam cairan ekstraseluler. Untuk menstabilkannya dalam keadaan normal, cairan intraseluler ditarik ke luar, hal ini mengakibatkan volume cairan ektraseluler menjadi meningkat. Peningkatan volume cairan ektraseluler inilah yang nantinya dapat meningkatkan volume darah sehingga tekanan darahnya pun juga akan meningkat. Untuk itu, WHO yang merupakan badan kesehatan

(12)

32 dunia merekomendasikan kadar sodium tidak lebih dari 100 mmol atau sekitar 2,4 gram sampai 6 gram perhari.

e. Kebiasaan merokok

Kebiasaan merokok berat dapat meningkatkan kejadian hipertensi maligna dan resiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.

Bahkan dalam studi kohort prospektif yang dilakukan oleh dr. Thomas S.

Bowman dari Brigmans and Women”s Hospital, Massachussetts yang meneliti sebanyak 28.236 subyek, 51% tidak merokok, 36% subyek perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek merokok >15 batang rokok perhari yang pada awalnya mereka tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi. Studi dilakukan selama ± 9,8 tahun dan kesimpulannya bahwa insiden hipertensi terbanyak ada pada subyek yang merokok dengan >15 batang rokok perhari.

2.2.3 Regulasi/Pengaturan Tekanan Darah

Secara umum, regulasi tekanan darah dapat dibedakan menjadi regulasi tekanan darah jangka pendek dan panjang (Dinata, 2015):

1. Pengaturan Tekanan Darah Jangka Pendek a. Sistem Saraf

Tekanan darah ini diatur oleh sistem saraf dengan cara mempengaruhi tahanan pembuluh darah. Pengaturan ini nantinya digunakan untuk meningkatkan darah ke bagian tubuh yang diperlukan dengan cara mempengaruhi distribusi darah, dan juga guna

(13)

33 mempengaruhi diameter pumbuluh darah untuk mempertahankan tekanan MAP atau tekanan arteri rata-rata yang adekuat. Biasanya pengaturan ini mengikutsertakan kemoreseptor, pusat otak tertinggi (hipotalamus dan serebrum), dan baroreseptor.

b. Kontrol Kimia

Pengaturan tekanan darah pada kontrol kimia ini dibantu oleh kadar O2 dan CO2 melalui reflek kemoreseptor. Selain itu, tekanan darah juga dipengaruhi oleh beberapa kimia darah melalui pusat vasomotor atau otot polos. Hormone yang ikutserta dalam pengaturan pengaturan tekanan darah ini yaitu natriuretic atrium, angiotensin II, norepinefrin dan epinefrin (hormone yang dihasilkan oleh medulla adrenal), nitric oxide dan hormone antidiuretic.

2. Pengaturan Tekanan Darah Jangka Panjang

Regulasi tekanan darah pada jangka panjang ini dimainkan oleh organ ginjal dan baroreseptor. Tekanan darah yang mengalami naik atau turun dengan waktu yang lama akan diregulasi dengan cepat oleh baroreseptor.

Sedangkan organ ginjal digunakan untuk menyeimbangkan tekanan darah secara langsung maupun tidak langsung. Organ ginjal yang menyeimbangkan tekanan darah secara langsung dengan cara mengatur volume darah ± 5 liter/menit, sedangkan organ ginjal yang menyeimbangkan tekanna darah secara tidak langsung dengan cara mengikutsertakan mekanisme reninangiostensin. Jika tekanan darah dalam keadaan turun, organ ginjal ini akan menghasilkan enzim renin masuk ke darah guna untuk mengubah

(14)

34 angiostensin menjadi angiostensi II. Ini merupakan vasokontriktor kuat.

Kemudian aliran darah ke ginjal pun akan meningkatkan karena tekanan darah sistemiknya menjadi naik.

2.3 Konsep Hipertensi

2.3.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah penyakit yang disebabkan karena meningkatnya tekanan darah (Sigarlaki, 2006). Menurut WHO (2013), hipertensi merupakan tekanan darah seseorang dimana tekanan darah sistoliknya mencapai ≥140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya mencapai ≥90 mmHg (Febrianti et al., 2015).

Hipertensi termasuk penyakit yang berbahaya karena keberadannya sering kali tidak disadari oleh penderita karena kebanyak hipertensi tidak adanya gejala atau keluhan yang berarti sampai tiba waktunya terjadi komplikasi jantung, ginjal, pembuluh mata, otak, mata atau organ vital lainnya (Suoth et al., 2014).

2.3.2 Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua jenis yaitu:

1. Hipertensi primer (essensial)

Hipertensi primer atau yang disebut juga dengan ideopatik adalah hipertensi yang tidak diketahui etiologi patofisiologinya (Syahrini, 2012). Pada hipertensi primer ini masih belum diketahui penyebab pastinya, meskipun beberapa mekanisme penyebab yang berhubungan dengan hipertensi ini telah diketahui. Patogenesis hipertensi biasanya terjadi akibat dari turun temurun

(15)

35 atau faktor genetic, hal ini memegang penting dalam pathogenesis hipertensi primer ini

Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun masih tidak ada satupun teori yang menyatakan patogenesis hipertensi primer ini (Glenys, 2017).

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder ini bisa disebabkan oleh penyakit jantung, penyakit ginjal, gangguan anak ginjal, penyakit endokrin (adrenal), dll (Syahrini, 2012).

Banyak kasus yang menjelaskan bahwa hipertensi sekunder diakibatkan oleh disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular. Selain itu, obat-obatan juga dapat menyebabkan hipertensi maupun memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Jika penyebab ini bisa diidentifikasi, maka bisa ditangani langsung dengan menghentikan penggunaan obat atau mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya (Glenys, 2017).

Hipertensi pada lansia dibagi menjadi dua tipe, yaitu (Wulandhani et al., 2014):

1. Tekanan darah tinggi yang melebihi atau sama dengan angka 140 mmHg pada tekanan sistolik dan tekanan darah tinggi yang melebihi atau sama dengan angka 90 mmHg pada tekanan diastolik.

2. Tekanan darah tinggi sistolik terisolasi yang melebihi angka 160 mmHg pada tekanan sistolik dan tekanan darah tinggi sistolik yang melebihi angka 90 mmHg pada tekanan diastolik.

(16)

36 Penyebab hipertensi pada lansia akan terjadi perubahan-perubahan fisiologinya yang meliputi :

1. Imunitas tubuh yang mengalami penurunan pada responsnya.

2. Penebalan dan kekakuan pada katup jantung

3. Kontraktilitas jantung yang mengalami penurunan pada kemampuannya 4. Pembuluh darah yang mengalami penurunan elastisitasnya sebagai akibat dari

tidak efektifitasnya pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.

5. Jantung mengalami penurunan dalam kemampuan memompa darah sekitar 1% pertahun setelah menginjak usia 30 tahun, sehingga hal ini mengakibatkan volume dan kontraksinya pun juga ikut menurun.

Perubahan-perubahan inilah yang menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler sehingga lansia cenderung lebih rentan mengalami hipertensi (Setiawan, 2013).

2.3.3 Patofisiologi Hipertensi

Tekanan darah dipengaruhi oleh volume sekuncup ( jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri dalam satu kali kontraksi) dan resistensi perifer total (TPR). Hipertensi terjadi jika pada salah satu subyek diatas mengalami peningkatan yang tidak terkompensasi dengan baik. Didalam tubuh kita ini memiliki sistem pengendalian tekanan darah yang sangat kompleks guna untuk mempertahankan tekanan darah tetap konsisten dan mencegah timbulnya perubahan tekanan darah secara mendadak yang dikarenakan oleh gangguan sirkulasi. System pengendalian tekanan darah ini dimulai dengan dua tipe reaksi

(17)

37 yaitu reaksi cepat kemudian reaksi lambat. Pada reaksi cepat ini dimulai seperti reflex kardiovaskuler melewati sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan reaksi lambat oleh hormone vasopressin dan angiotensin untuk mengontrol sirkulasi kapiler dan rongga intertisial guna melakukan perpindahan cairan. Setelah itu, diteruskan oleh sistem poten yang kemudian akan terjadi dalam waktu yang lama dan panjang yang mengikutsertakan beraneka macam organ didalam tubuh kita yang distabilkan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh.

Hipertensi terjadi ketika ACE yang merupakan faktor penting dalam meregulasi tekanan darah dalam tubuh menghasilkan angiostensin I yang kemudian membentuk angiostensin II. Ketika darah yang menyimpan angiostensinogen ini yang diproduksi dalam hati diubah menjadi angiostensin I oleh hormon renin, ACE yang berada pada paru-paru ini akan mengubahnya ke angiostensin II. Setelah itu, tekanan darahpun akan naik karena angiostensin II ini yang melewati dua aktivitas utama.

Aktivitas pertama yaitu sekresi ADH yang dinaikkan. Hormon antidiuretik ini dihasilkan oleh kelenjar pituitari yang letaknya dihipotalamus untuk meregulasi osmolitas dan volume urin pada ginjal. Pada saat ADH meningkat, urin yang dihasilkan oleh ginjal ini akan dikeluarkan dalam jumlah yang sedikit, sehingga urin yang keluar ini berwarna pekat dan osmolitasnya menjadi tinggi.

Agar tidak terlalu pekat, cairan intraseluler akan ditarik oleh cairan ekstraseluler

(18)

38 untuk meningkatkan volumenya. Hal ini mnegakibatkan volume darah menjadi naik dan tekanan darahnya pun juga naik.

Aktivitas kedua, pada korteks adrenal yaitu merangsang skresi aldosteron.

Aldosterone ini akan menyerap ekskresi NaCL atau garam dari tubulus ginjal untuk meregulasi volume cairan ektraseluler. Namun, kadar NaCl ini meningkat yang kemudian akan dilarutkan oleh volume cairan ekstraseluler sehingga volumenya juga akan meningkat begitupun pada tekanan darahnya juga akan meningkat (Nuraini, 2015).

2.3.4 Klasifikasi Hipertensi

Menurut badan kesehatan dunia WHO (World Health Association),

klasifikasi hipertensi meliputi sebagai berikut pada Tabel 1 (Yonata & Pratama, 2016).

Tabel 2.1 Kategori tekanan darah dari WHO-ISH 1999 (mmHg)

Kategori Sistolik Diastolik

Optimal < 120 < 80

Stabil < 130 < 85

Stabil-tinggi 130 – 139 85 – 89

Hipertensi ringan (tingkat 1) 140 – 159 90 – 99 Subkelompok : borderline 140 – 149 90 – 94 Hipertensi sedang (tingkat 2) 160 – 179 100 – 109 Hipertensi berat (tingkat 3) ≥ 180 ≥ 110 Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 < 90

(19)

39 Subkelompok : borderline 140 - 149 < 90

Menurut JNC VII (Joint National Committee VII), klasifikasi hipertensi meliputi beberapa berikut ini pada Tabel 2 (Yonata & Pratama, 2016).

Tabel 2.2 Kategori tingkat darah dari JNC-VII 2003 (mmHg)

Kategori Sistolik Diastolik

Stabil < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Hipertensi tingkat 1 140 - 159 Atau 90 – 99

Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

2.3.5 Manifestasi Klinis Hipertensi

Manifestasi klinis pada penyakit hipertensi dibedakan menjadi 2 tipe berikut ini (Setiawan, 2013):

1. Tidak adanya gejala, peningkatan tekanan darah umumnya tidak ada gejala yang mendasarinya. Hipertensi arterial akan terdiagnosa jika sudah ada pemeriksaan oleh dokter.

2. Gejala umum, penderita hipertensi umumnya akan mengalami gejala-gejala seperti sakit kepala dan mudah lelah.

Manifestasi klinis hipertensi umum meliputi (Setiawan, 2013):

1. Mengeluh nyeri kepala 2. Pusing

3. Lemas dan kelelahan

(20)

40 4. Gelisah

5. Mengalami rasa mual muntah 6. Mimisan atau epistaksis 7. Menurunnya kesadaran

Selain gejala diatas, Gejala lain yang mudah dan sering dijumpai pada penderita hipertensi yakni (Setiawan, 2013):

1. Mudah merasa marah

2. Pada Telinga, sering terasa berdengung 3. Tengkuk terasa sangat berat

4. Kesulitan dalam hal tidur 5. Mata terasa berkunang-kunang

2.3.6 Penatalaksanaan Hipertensi

Metabolisme tubuh dan distribusi obat dipengaruhi oleh faktor usia dan adanya penyakit dalam tubuh, karenanya pemberian harus diperhitungkan dan diperhatikan baik-baik dalam memberikan obat antihipertensi. Sebaiknya peresepan obat dimulai dari dosis kecil yang kemudian ditambah dosisnya secara perlahan (Kuswarhani, 2006). Tujuan dilakukannya terapi antihipertensi untuk menurunkan angka mortalitas dan morbilitas penyakit kardiovaskular dan ginjal (Ibrahim, 2011). Penatalaksanaan hipertensi dibedakan menjadi dua terapi, yakni:

a. Terapi Farmakologis

Terpai farmakologi menggunakan obat-obatan khusus untuk penderita hipertensi. Meskipun terpai farmakologi dengan menggunakan obat ini

(21)

41 terbilang cukup mudah dengan cara meminumnya saja, tetapi menurut laporan yang dijelaskan oleh Duthie dan Katz penggunaan obat-obatan ini menciptakan kerugian-kerugian seperti efek samping, biaya yang tidak murah, pengguna dapat menjadi ketergantungan dan kerugian-kerugian lainnya.

Obat antihipertensi yang tersedia sekarang berdasarkan penelitian terbaru yaitu diuretic tipe tiazid, ACE inhibitor (angiotensin converting enzyme inhibitor), Calcium channel blocker, beta-blocker, ARBs (angiotensin-receptor blocker) (Ibrahim, 2011).

1. Diuretik Tiazid

Diuretik tiazid merupakan obat-obatan yang digunakan oleh penderita hipertensi sebagai terapi inisial. Diuretik bekerja dengan mendeplesi simpanan natrium tubuh. Selain efek deuresisnya, beberapa diuretic juga memiliki efek vasodilator. Obat diuretik ini dapat dikonsumsi dan dapat menurunkan pada penderita hipertensi esensial ringan sampai sedang yang mencapai 10-15 mmHg. Dosis obat yang dianjurkan dikonsumsi penderita perharinya yaitu: indapamid SR 1,5, bendrofluazid 1,25-2,5, klortalidon 25-50, klortiazid 500-100, dan hidroklortiazid 12,5-25 (Kuswarhani, 2006).

2. ACE Inhibitor

Golongan obat ACE (Angiotensin Converting Enzim) Inhibitor ini bekerja dengan cara mencegah pembentukan angiostensi I menjadi angiostensin II yang nantinya akan menimbulkan pengerutan atau konstriksin pembuluh darah dengan cara memblokade enzim ACE ini.

(22)

42 Obat golongan ACE (Angiotensin Converting Enzim) Inhibitor meliputi kaptropril, Lisinopril, Ramipril, dan Enalapril (Bastian et al., 2019). Dosis obat yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh penderita yaitu: ramipril 1,25-10 mg 1x/hari, kaptopril 6,25-50 mg 3x/hari, perindropil 2-8 mg 1x/hari, lisinopril 2,5-40 mg 1x/hari, quinapril 2,5- 40 mg 1x/hari (Kuswarhani, 2006).

3. Calsium Channel Blocker

Calcium channel blocker (CCB) merupakan obat antihipertensi yang efektif menurunkan tekanan darah, tetapi bekerja dengan menghambat masuknya kalsium ke otot polos pembuluh darah dan otot jantung dengan berikatan pada L-type calcium channel. Dosis obat yang direkomendasikan untuk dikonsumsi oleh penderita yaitu: nifedipin 30- 60 mg 1x/hari, amlodipin 5-10 mg 1x/hari, felodipin 5-20 mg 1x/hari, diltiazem 200 mg 1x/hari, nikardipin 30 mg 2x/hari, verapamil 120-240 mg 2x/hari (Kuswarhani, 2006).

4. Beta-blocker

Beta-blockers atau penghambat beta merupakan golangan obat yang biasa disebut dengan agen penghambat beta-adrenergik yang biasanya digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Obat ini bekerja mengalirkan darah, menekan efek dari hormone adrenalin atau epinephrine, sehingga jantung akan bekerja lebih sedikit dan denyutannyapun melambat, serta tekanan darahnya pun akan turun.

Selain itu, obat ini membantu melebarkan pembuluh darah agar sirkulasi

(23)

43 darah menjadi lancar. Dosis obat yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh penderita yaitu:pindolol 15-45 mg 1x/hari, asebutolol 400 mg 1x atau 2x/hari, bisoprolol 10-20 mg 1x/hari, atenolol 50 mg 1x/hari, celiprolol 200-400 mg 1x/hari, oksprenolol 180-120 mg 2x/hari,metoprolol 100- 2000 mg 1x/hari (Kuswarhani, 2006).

5. ARBs

Indikasi pemberian ARBs adalah pada pasien yang intoleran terhadap ACEi. ARB akan membuat angiotensin II tidak lagi dapat bekerja (vasokonstriksi, aktivitas simpatik, pelepasan aldosterone, pelepasan hormone antideiretik dan penempitan arteriole efferent di glomerulus). Contoh obat dari golongan ini adalah valsartan. Sakit kepala, pusing, mual muntah merupakan efek samping yang ditembulkan dari obat ini (Soenarta et al., 2015).

b. Terapi Non Farmakologi

Penanganan hipertensi dapat juga dilakukan dengan cara terapi non farmakologis dengan memodifikasi gaya hidup. Menurut Lawrance M. Tierney, 2004: 406, memodifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut ini:

1. Kontrol berat badan ideal. Obesitas merupakan salah satu faktor hipertensi muncul. Kurangi berat badan jika berlebih.

2. Batasi minuman beralkohol, etanol yang tidak lebih dari 1 oz (30 ml), anggur 10 oz (300 ml), bir 24 oz (720 ml).

(24)

44 3. Lakukan aktivitas ringan sampai sedang seperti senam aerobic (± 30-45

menit hampir disetiap harinya selama seminggu).

4. Membatasi konsumsi asupan natrium, harus < 100 mmol/hari.

5. Tetap stabilkan atau tingkatkan asupan kalium adekuat dalam diet (kurang lebih 90 mmol/hari).

6. Coba untuk menstabilkan intake kalsium dan magnesium yang adekuat dalam diet.

7. Kurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol serta hindari merokok untuk menjaga kesehatan kardiovaskular secara menyeluruh.

Memodifikasi gaya hidup sangat direkomendasikan untuk merubah pola hidup agar lebih baik, begitupun anjuran dari pengobatan Eropa dan AS bahwa memodifikasi gaya hidup digunakan sebagai pengganti terapi farmakologis, salah satu caranya dengan meningkatkan aktivitas fisik melalui terapi Isometric Handgrip Exercise. American Heart Association (AHA), mengklasifikasikan terapi Isometric Handgrip Exercise sebagai terapi potensial untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi (Zainuddin & Labdullah, 2020).

2.4 Konsep Isometric Handgrip Exercise

2.4.1 Definisi Isometric Handgrip Exercise

Isometric exercise adalah salah satu latihan tanpa merubah panjangnya otot atau gerakan-gerakan sendi yang tampak saat otot berkontraksi (Sutrisno et al., 2021). Handgrip adalah sebuah alat yang digunakan dengan cara menggengam

(25)

45 dengan kedua tangan untuk mengukur kekuatan otot genggaman pada tangan.

Isometric handgrip exercise adalah latihan otot tangan menggunakan alat yang disebut dengan handgrip dynamometer untuk mengukur seberapa kuat otot tangan tanpa adanya perubahan pada panjang otot dan tidak adanya gerakan yang tampak pada sudut sendi (Zainuddin & Labdullah, 2020).

Menurut Basuki (2008), Handgrip digunakan untuk meihat gangguan mobilisasi fungsional pada lansia. Selama melakukan latihan isometric ini, jaringan akan membutuhkan suplai oksigen lebih banyak dan jantung akan bekerja keras untuk mensuplai darah pada jaringan tersebut dibawah pengaruh aktivitas simpatis. Oleh karena itu, inilah yang akan menyebabkan pengikatan suplai darah ke jaringan otot yang membutuhkan oksigen, sehingga penurunan darah akan terjadi (Sutrisno et al., 2021).

Adapun pada lanjut usia, latihan isometric ini sangat direkomendasikan dan sangat bermanfaat bagi kesehatan mereka. Latihan ini akan membuat para lansia untuk bergerak lebih banyak dan meningkatkan aktivitas fisik yang telah direkomendasikan oleh WHO. Hal ini membuat perubahan kecil dalam memenuhi penatalaksanaan terapi non farmakologis bagi penderita hipertensi untuk mengontrol tekanan darah (Sutrisno et al., 2021).

2.4.2 Tujuan Isometric Handgrip Exercise

Terapi latihan ini kenyataan memang mampu menurunkan tekanan darah yang menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 2,4 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 2,5 mmHg (Andri et al., 2018). Latihan ini terbukti mampu

(26)

46 meningkatkan teganggan melalui perantara biovailabilitas atau ketersediaan hayati dari oksida nitrat dan peningkatan aktivitas antioksidan yang nantinya dapat meningkatkan disfungsi endotel. Selain itu, Latihan isometric ini bermanfaat untuk meningkatkan massa otot, meningkatkan kekuatan ekstremitas atas dan dapat meningkatkan kepadatan tulang (Sutrisno et al., 2021). Latihan isometric ini juga dapat mencegah hilangnya atau menyusutnya massa otot pada tubuh (atrofi otot), membantu dalam peningkatan volume otot, membantu menyetabilkan bentuk sendi dan edema berkurang (Zainuddin & Labdullah, 2020).

2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Isometric Handgrip Exercise

Keunggulan alat handgrip ini yaitu penggunaan yang sederhana dan terbilang simple, tidak memakan waktu yang banyak sehingga mengefisiensi waktu, dalam melaksanakan latihan ini tidak memerlukan sarana atau ruangan berlebih, dan memiliki risiko injuri lebih kecil dibandingkan latihan lain.

Kekurangan latihan ini adalah hanya dapat digunakan oleh satu orang saja karena struktur alat yang didesign hanya untuk satu orang disatu waktu (Zainuddin &

Labdullah, 2020)

2.4.4 Indikasi dan Kontraindikasi Isometric Handgrip Exercise

Penurunan pada tekanan darah yang tinggi dapat dilihat pada tekanan sistolik dan diastoliknya dengan berlatih menggunakan alat ini selama 5 hari rutin tanpa henti dengan frekuensi 1 x/hari. Namun, penderita dengan gangguan jantung maupun hipertensi berat memerlukan perhatian yang ketat saat melakukan latihan ini maupun sebelum melakukan latihan ini. Latihan ini

(27)

47 direkomendasikan kepada penderita hipertensi yang tekanan darahnya sudah terkontrol dengan baik (Andri et al., 2018).

Beberapa cara untuk melaksanakan latihan ini menurut menurut (Andri et al., 2018) antara lain :

1. Peneliti menjelaskan kepada calon responden yang akan melakukan latihan ini mulai dari tujuan latihan ini, metode, manfaatnya, risiko-risiko yang mungkin akan terjadi disebelum maupun sesudah latihan serta mekanisme latihannya.

2. Calon responden yang telah setuju kemudian mengisi serta mendatangani informed concent yang sudah disediakan dan mengisi semua pertanyaan- pertanyaan yang tertera dengan benar.

3. Responden melakukan intervensi secara mandiri dan tentu saja setelah dibimbing oleh peneliti terlebih dahulu.

4. Sebelum melakukan latihan, responden diukur terlebih dahulu tekanan darahnya untuk mengetahui tekanan darah pretest.

5. Responden melakukan latihan dengan kuantitas jumlah seluruhnya selama exercise berlangsung 3 menit atau 180 detik.

6. Setelah itu, responden diminta untuk duduk beristirahat selama 5 menit.

7. Setelah istirahat, pengukuran tekanan darah dilakukan untuk mengetahui tekanan darah posttest menggunakan tensi meter dan dicatat hasilnya.

(28)

48 2.4.5 Mekanisme Penurunan Tekanan Darah dengan Isometric Handgrip

Exercise

Exercise ini akan menimbulkan proses shear stress atau tegangan geser.

Proses shear stress ini bermula karena adanya penekanan pada pembuluh darah ketika melakukan latihan ini sehingga akan memproduksi stimulus iskemik.

stimulus ini nantinya akan digunakan untuk mengurangi efek dari iskemia pada blood vessel dengan cara merangsang aliran arteri brakialis agar meningkat. Pada saat tekanan latihan ini dihempaskan, rangsangan stimulus shear stress ini akan aktif yang terletak pada arteri brakialis dikarenakan sirkulasi darah pada lengan bagian bawah akan dilatasi membesar pada pembuluh darah distal. Proses terjadinya shear stress ini akan mengakibatkan pelebaran pembuluh darah karena telah memicu pelepasan NO (Nitrit Oksid) endothelium yag dihasilkan oleh sel endotel. sel endotel ini sendiri merupakan sel yang digunakan sebagai mediator antara aliran darah dengan sel-sel otot polos pada blood vessel yang dimana sel endotel ini terletak di dalam lumen dari blood vessel. Beberapa jumlah NO ini akan membaur ke dinding vena atau otot polos dan juga arteri guna untuk memperbesar pembuluh darah agar peredaran darah menjadi lancar akibat dari aktivasi enzim yang telah dipicu atau diransang untuk otot menjadi relaks (Andri et al., 2018)

Bersumber pada mekanisme yang telah terjadi diatas, walaupun tekanan darah tidak turun secara drastis, tapi penurunan tekanan darah sebesar 2 mmHg pun sudah cukup untuk mencegah resiko kematian akibat penyakit jantung koroner sebesar 7% yang pada mulanya sebesar 10% yang diberitakan oleh laman

(29)

49 PD PERSI. Oleh karena itu, diharapkan latihan ini sebagai awal dari penurunan tekanan darah bisa menghasilkan tujuan yang baik dalam mengurangi angka kejadian kematian maupun kesakitan akibat hipertensi. Namun, penurunan tekanan darah ini kecil hasilnya jika tidak diimbangi dengan kepatuhan berobat penderita hipertensi itu sendiri. Kepatuhan berobat inilah yang menjadi faktor penting dalam hal perubahan tekanan darah, baik naik atau turunnya tekanan darah (Andri et al., 2018).

Gambar

Tabel 2.1 Kategori tekanan darah dari WHO-ISH 1999 (mmHg)
Tabel 2.2 Kategori tingkat darah dari JNC-VII 2003 (mmHg)

Referensi

Dokumen terkait

Jus wortel dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi di. wilayah kerja

Peran olahraga pada dinding pembuluh darah adalah terjadi peningkatan tekanan pada arteri sehingga dapat menyebabkan pelebaran pada dinding arteri dan tekanan

Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema

Di dalam tubuh manusia, tekanan darah terbagi menjadi dua bagian, yaitu tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan sistolik adalah tekanan yang terjadi bila

2) Menurunkan tekanan darah, merupakan keuntungan bagi banyak sistem tubuh. Hipertensi jangka panjang meningkatkan kemungkinan terjadinya gagal jantung dan jenis

Peran olahraga pada dinding pembuluh darah adalah terjadi peningkatan tekanan pada arteri sehingga dapat menyebabkan pelebaran pada dinding arteri dan tekanan

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang

Mekanisme Kerja Pisang Ambon dalam Menurunkan Tekanan Darah Adanya perubahan tekanan darah setelah mengonsumsi pisang ambon dengan dosis tertentu merupakan salah satu dampak dari