• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KADAR TIMBAL DARAH DENGAN GANGGUAN PERILAKU PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR TESIS NINA MIRANDA AMALIA LUBIS / IKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN KADAR TIMBAL DARAH DENGAN GANGGUAN PERILAKU PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR TESIS NINA MIRANDA AMALIA LUBIS / IKA"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KADAR TIMBAL DARAH DENGAN GANGGUAN PERILAKU PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR

TESIS

NINA MIRANDA AMALIA LUBIS 117041222 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK – SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

(2)

HUBUNGAN KADAR TIMBAL DARAH DENGAN GANGGUAN PERILAKU PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) dalam Program Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak-Spesialis pada Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara

NINA MIRANDA AMALIA LUBIS 117041222 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

(3)

Judul Penelitian : Hubungan Antara Kadar Timbal Darah

Dengan Gangguan Perilaku Pada Anak Usia Sekolah Dasar

Nama Mahasiswa : Nina Miranda Amalia Lubis Nomor Induk Mahasiswa : 117041222

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

dr. Hj. Sri Sofyani M.Ked(Ped), SpA(K) Ketua

Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) Anggota

Program Magister Kedokteran Klinik

Ketua Program Magister Dekan

dr. Hj.Murniati Manik, MSc,SpKK,Sp.G(K) Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe.Sp.S(K) NIP.195307191980032001 NIP.196605241992031002

Tanggal lulus : 19 Agustus 2016

(4)

PERNYATAAN

HUBUNGAN KADAR TIMBAL DARAH DENGAN GANGGUAN PERILAKU PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2016

Nina Miranda Amalia Lubis

(5)

Telah diuji pada

Tanggal: 19 Agustus 2016

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : dr.Hj. Sri Sofyani M.Ked(Ped), SpA(K) ………

Anggota : Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) ………

Dr. dr Hj. Oke Rina M.Ked(Ped), SpA(K) ………

dr. Emil Azlin, M.Ked(Ped), SpA(K) ..………….

dr. Isti Ilmiati F, MSc.CM-FM, MPd.Ked ...

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkatNya serta salawat kepada Nabi besar Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

1. Pembimbing utama dr. Hj. Sri Sofyani M.Ked(Ped), SpA(K) dan Prof. dr.

Hj. Bidasari Lubis, Sp.A(K) yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Prof. dr. H. Munar Lubis, Sp.A(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini.

3. Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) selaku Ketua Program Studi Pendidikan dan dr. Beby Syofiani Hasibuan, SpA(K), sebagai Sekretaris Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran

(7)

Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Dr. dr. Hj. Oke Rina, M.Ked(Ped), Sp.A(K), dr. H. Emil Azlin, M.Ked(Ped), Sp.A(K) dan dr. Isti Ilmiati F, MSc.CM-FM,MPd.Ked yang sudah memberikan banyak saran kepada saya.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Kepala Sekolah Dasar Swasta Al-Wasliyah Timbang Deli, Kecamatan Medan Amplas, Medan yang telah mendukung penelitian ini dan banyak membantu pelaksanaan penelitian ini.

7. Senior dan teman-teman saya yang telah membantu dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini dr. Novita Sitanggang, dr. Aris Fazeriandy, dr. Carolus Trianda Samosir, dr.

Deddy Eka F. L, dr. Deasy Nedianty, dr. Erlita Wienanda, dr.

Hilmayanti, dr. Kristina Ambarita, dr. Laila Fitri Rahmi, dr. Mazdalifah Wahab, dr. Munarza Muzakkir, dr. Riama Margaretha, dr. Tina Pratiwi, dr. Wiwiek Agustin, dr. Sri Novianty, dr. Bebi Trianita Sari, dr. Yuni Handayani, dr. Nopita Hidayah, dr. Krisnarta Sembiring dan yang lainnya yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

(8)

8. Kepada seluruh murid Sekolah Dasar Swasta Al-Wasliyah Timbang Deli beserta orang tuanya yang menjadi sampel penilitian saya yang telah bersedia membantu saya dalam penelitian ini.

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Kepada yang teramat saya cintai dan hormati, suami saya Ade Ansari Siregar SST, yang telah mendukung dan memberi banyak sekali bantuan selama menjalani pendidikan serta putri kami Naura Putri Ansari Siregar yang selalu menjadi penyemangat saya terima kasih atas pengertiannya. Kepada orang tua saya dr. H. Hasanuddin Lubis dan Hj. Irmawati Lubis serta ayah mertua saya Alm. Muchlis Siregar dan ibu mertua saya Hj. Nurhayati yang telah menjadi panutan dan pendukung saya selama ini, terima kasih atas doa dan bantuannya selama masa pendidikan saya. Semoga selalu dalam lindungan dan mendapat berkah dari Allah SWT. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada abang saya Yongki Amartha Hasan Lubis. SST, kakak saya Dea Fitri Ulina Sitepu, ST serta adik saya Deasy Anggreiny Pane.

S.Psi M.Si yang telah banyak membantu saya selama ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2016

Nina Miranda Amalia Lubis

(9)

DAFTAR ISI

Lembaran Persetujuan Pembimbing i

Lembar Pernyataan ii

Lembar Persetujuan Penguji iii

Ucapan terima kasih iv

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Singkatan xi

Daftar Lambang xii

Abstrak xiii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 4

1.3. Hipotesa 4

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi timbal 6

2.2. Sumber timbal 8

2.3. Paparan timbal 9

2.4. Efek klinis anak akibat paparan timbal 11

2.5. Patofisiologi 13

2.6. Diagnosa toksisitas timbal 15

2.7. Penatalaksanaan 17

2.8. Pencegahan 17

2.9. Gangguan perilaku anak 19

2.10. Hubungan timbal dengan gangguan perilaku anak 21

2.11. CBCL 23

2.12. Kerangka Teori 25

2.13. Kerangka Konseptual 26

BAB 3. METODE

3.1. Desain Penelitian 27

3.2. Tempat dan Waktu 27

3.3. Populasi dan Sampel 27

3.4. Perkiraan Besar Sampel 27

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 28

3.5.1. Kriteria Inklusi 28

3.5.2. Kriteria Eksklusi 28

(10)

3.6. Persetujuan /Informed Consent 29

3.7. Etika Penelitian 29

3.8. Cara Kerja 29

3.9. Alur Penelitian 31

3.10. Identifikasi Variabel 32

3.11. Definisi Operasional 32

3.12. Pengolahan dan Analisis Data 33

BAB 4. HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Penelitian 34 BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Pembahasan 40

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan 46

6.2. Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN

1. Personil dan biaya Penelitian 51

2. Jadwal Penelitian 52

3. Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua 53 4. Persetujuan Setelah Penjelasan 55

5. Kuisioner Penelitian 56

6. Formulir CBCL 59

7. CDC 67

8. Persetujuan Komisi Etik 69

9. Izin Penelitian Dinas Pendidikan Pemko Medan 70

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Faktor risiko kadar timbal darah anak

Tabel 2 Analisis multivariat faktor risiko kadar timbal darah

Tabel 3 Variabel gangguan perilaku yang dipengaruhi kadar timbal darah Tabel 4 Analisis multivariat gangguan perilaku

Tebel 5 Analisis bivariat gangguan perilaku dengan kadar timbal

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Patofisiologi timbal berkompetItif dengan kalsium

Gambar 2 Diagram jalur efek timbal terhadap perilaku

(13)

DAFTAR SINGKATAN

-ALAS : -aminolevulinic acid synthase

-ALAD : -aminolevulinic acid dehydratase

-ALA : -aminolevulinic Acid

AAS : Atomic absorbtion spectrophotometer

ACCLPP : Advisory Committe for Childhood Lead Poisoning Prevention BAL : British antilewisite

CDC : Centers for Disease Control and Prevention DMT 1 : Divalent metal transporter 1

EDTA : Ethylene diamine tetraacetic acid Hb : Hemoglobin

Ht : Hematokrit

IQ : Intelligence Quotient PP : Peraturan Pemerintah SB : Simpang baku

SD : Sekolah Dasar BB : Berat badan TB : Tinggi badan

WIB : Waktu Indonesia Barat

(14)

DAFTAR LAMBANG

: alfa

: beta

: delta

% : persen

< : kurang dari

> : lebih dari

≥ : lebih atau sama dengan

≤ : kurang atau sama dengan

± : kurang lebih

♀ : perempuan

♂ : laki-laki

°C : derajat Celcius

μg : mikrogram

cm : centimeter

dL : desiliter

g : gram

kgbb : kilogram berat badan

L : liter

m3 : meter kubik

mm3 : milimeter kubik

mg : miligram

ml : mililiter

n : besar sampel

P : tingkat kemaknaan

pg : picogram

r : koefisien korelasi

z : deviat baku normal untuk alfa z : deviat baku normal untuk beta

(15)

ABSTRAK

Latar belakang: Anak usia Sekolah Dasar rentan terpapar timbal. Timbal berkompetensi dengan ca2+ pada sistem transportasi membran plasma berikatan dengan kalmodulin yang menyebabkan aktifitas enzim transkripsi gen pada sistem syaraf terganggu. Paparan kronis dapat menyebabkan gangguan perilaku.

Objektif: Mengetahui hubungan kadar timbal dalam darah dengan gangguan perilaku pada anak usia sekolah dasar.

Metode: Dilakukan pemeriksaan kadar timbal darah dengan metode Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) pada 50 orang sampel yang dipilih secara acak; dan dilakukan wawancara pada orang tua sampel untuk mengisi formulir Child Behavior Checklist (CBCL). Data dianalisa dengan uji Chi- square untuk mencari hubungan antara kadar timbal darah dengan gangguan perilaku.

Hasil: Kadar timbal darah tertinggi 3.989 µg/dl dan terendah 1.477 µg/dl dengan nilai rata-rata 2.580 µg/dl. Jumlah anak yang kadar timbal darah lebih tinggi dari rata-rata ada 27 orang dan yang lebih rendah dari rata-rata ada 23 orang. Dari seluruh sampel sebanyak 20 orang (40%) mengalami masalah internalisasi; sebanyak 15 orang (75%) memiliki kadar timbal di atas rata-rata (p=0.021). Dari 15 orang (30%) yang mengalami masalah ekstenalisasi sebanyak 12 orang (80%) memiliki kadar timbal darah diatas rata-rata (p=0.024). Gangguan perilaku yang paling banyak dijumpai pada kelompok anak dengan kadar timbal di atas rata-rata adalah Social problem. Diantara beberapa faktor yang diduga mempengaruhi kadar timbal darah yang bermakna adalah jarak antara lokasi rumah dengan sumber paparan (p=0.040).

Kesimpulan: Anak dengan kadar timbal dalam darah yang tinggi memiliki risiko terjadinya gangguan perilaku pada anak usia sekolah dasar, baik masalah internalisasi atau eksternalisasi.

Kata kunci : Timbal, kadar timbal darah, gangguan perilaku, anak

(16)

ABSTRACT

Background: Children are vulnerable exposure to lead. Lead competent with ca2+ in the plasma membrane transport system, binds to calmodulin and disturb the enzyme activity that causes the transcription of genes in the nervous system affected. Chronic exposure can cause behavioral disorders.

Objective: To examine the relationship between blood lead levels and behavior disorders in children of primary school age.

Methods: Fifty children had chosen randomly included in this cross-sectional study in June 2015. The study was conducted at Al-Wasliyah primary school, Medan Amplas, Medan. The blood sample was collected to determine blood lead levels and all of the parents were interviewed to filled out the Child Behavior Checklist (CBCL). Data were analyzed with Chi-square test and multivariate logistic regression.

Results: There were 27 children whose blood lead levels higher than the average and were 23 children lower than average. Children with the internalizing problem (40%) found 15 people (75%) had blood lead level above the average (p=0.021) and children with the externalizing problem (30%) found 12 people (80%) had blood lead level above average (p=0.024). Social problem was most often disorder found in the group of children with lead levels above the average. Distance between the locations of the house with a source of exposure significantly affects blood lead levels (p=0.040).

Conclusions: The study suggest that even low blood lead levels (<5 µg/dL) are associated with behavioral disorders in children, either internalizing or externalizing problems.

Keyword : child, blood lead level, behavior disorder

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Paparan timbal merupakan salah satu masalah lingkungan di seluruh dunia yang mempengaruhi kesehatan manusia terutama di negara-negara berkembang. Sebagai negara berkembang, penduduk Indonesia berpotensi tinggi terpapar dengan timbal.1,2,3

Anak-anak rentan dan berpotensi besar terhadap keracunan timbal karena pertumbuhan dan sistem sarafnya yang masih berkembang. Sehingga timbal dapat dengan mudah menembus sawar darah otak anak yang belum berkembang sempurna.1,4,5

Paparan timbal pada anak menyebabkan sejumlah gangguan termasuk anemia, hipertensi, gangguan ganstrointestinal, gangguan fungsi ginjal, gangguan metabolisme vitamin D, gangguan sistem saraf pusat (SSP), keterbelakangan mental ringan akibat berkurangnya Intelligence Quotient (IQ) hingga gangguan perilaku.2-4

Pada tahun 2000 kadar timbal darah pada anak yang kadarnya lebih besar dari 5 µg/dl sebanyak 40% di seluruh dunia dan setengah dari jumlah tersebut kadarnya mencapai lebih dari 10 µg/dl. Di Indonesia berdasarkan data WHO tahun 2004 kadar timbal darah anak-anak yang memiliki kadar timbal darah 5 µg/dl sampai 10 µg/dl sebanyak 21,8%, yang memiliki kadar

(18)

10 µg/dl sampai 20 µg/dl sebanyak 11,2% dan yang memiliki kadar diatas 20 µg/dl sebanyak 6,5%. 3

Penelitian pada anak usia Sekolah Dasar (SD) di Jakarta tahun 1998 didapati 26,7% anak memiliki kadar timbal darah lebih besar dari 10 µg/dl.

Kadar timbal yang tinggi tersebut ditemukan pada anak-anak yang hidup di daerah yang padat lalu lintas. Sementara, anak-anak yang tinggal dekat jalan yang rendah kepadatan lalu lintas terbukti memiliki kadar yang lebih rendah.6

Penelitian lain di Jakarta tahun 2002 menyebutkan kadar timbal darah rerata anak usia 6 sampai 12 tahun rata-rata 8,6 µg/dl. Anak yang memiliki kadar timbal darah lebih besar dari 10µg/dl sebesar 35% dan yang meiliki kadar lebih besar 20 µg/dl sebesar 2,4%.7

Paparan timbal yang tinggi ini disebabkan karena belum ada peraturan tentang emisi industri, penggunaan bahan bakar yang mengandung timbal serta lemahnya pelaksanaan peraturan lingkungan, banyaknya industri rumah tangga, pelapisan, pengolahan logam, penerapan budaya tertentu seperti penggunaan alat masak dari keramik mengandung timbal dan penggunaan timbal untuk bahan kosmetik.2

Penelitian di Medan pada tahun 2008, dijumpai hubungan yang nyata antara pertambahan intensitas kendaraan bermotor terhadap kadar timbal di udara kota Medan. Kadar timbal udara paling tinggi adalah di Terminal Amplas, yaitu 32.67 µg/m3, kemudian Pinang Baris dan di Jalan Brigjen Katamso, yaitu 23 µg/m3. Kadar timbal udara berdasarkan Peraturan

(19)

Pemerintah (PP) No.41 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara memiliki nilai ambang batas yaitu 2 μg/m3, dimana menunjukkan bahwa kadar timbal udara kota Medan jauh diatas nilai ambang batas.8,9

Penelitian di Amerika tahun 1992 pada anak dengan kadar timbal darah lebih besar atau sama dengan 15 µg/dl dilaporkan memiliki perilaku maladaptif dibandingkan anak-anak dengan kadar timbal darah yang lebih rendah.Dari 123 anak dengan kadar timbal dibawah 15 µg/dl sebesar 17,9%

memiliki gangguan perilaku. Anak dengan kadar timbal yang lebih tinggi mengalami defisit perhatian, agresif, dan kenakalan dengan pemeriksaan Child Behavior Checklist (CBCL).10

Pada penelitian lain di Amerika tahun 2007 didapati hubungan kadar timbal darah dengan masalah ekternalisasi dan permasalahan sekolah pada anak usia 7 tahun. Penelitian ini dilakukan secara periodik dari usia anak 2 hingga 7 tahun terhadap 780 anak dengan kadar timbal darah 20 sampai 44 µg/dl. 11

Penelitian di India tahun 2009 anak usia 3 hingga 7 tahun didapati kadar timbal darah rata-rata 11,4 µg/dl dengan 54,5% anak memiliki kadar lebih besar dari 10 µg/dl. Pada penelitian ini juga dijumpai kadar timbal yang tinggi dalam darah anak mempengaruhi perilaku seperti kecemasan, perilaku sosial dan kerentanan fungsi eksekutif serta perhatian secara khusus.12

Namun belum ada penelitian tentang hubungan kadar timbal darah dengan gangguan perilaku pada anak usia SD di kota Medan.

(20)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan pertanyaan: bagaimana hubungan antara kadar timbal darah dengan gangguan perilaku pada anak usia SD ?

1.3. Hipotesa

Terdapat hubungan antara kadar timbal darah dengan gangguan perilaku pada anak usia SD.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mencari hubungan kadar timbal darah dengan gangguan perilaku pada anak.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kadar timbal pada anak di lokasi penelitian.

2. Untuk mengetahui gangguan perilaku (eksternalisasi dan internalisasi) di lokasi penelitian.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kadar timbal darah anak di lokasi penelitian.

(21)

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1. Di bidang akademik / ilmiah: meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai hubungan kadar timbal darah dengan gangguan perilaku pada anak usia SD.

1.5.2. Di bidang pelayanan masyarakat: dengan mengetahui hubungan antara kadar timbal darah dengan gangguan perilaku pada anak usia SD, diharapkan dapat mencegah peningkatan populasi anak dengan kadar timbal darah >5 µg/dl akibat paparan timbal

1.5.3. Di bidang pengembangan penelitian: memberikan kontribusi ilmiah mengenai gangguan perilaku pada anak yang terpapar timbal.

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Timbal

Timbal atau timah hitam dengan nama kimia plumbum (Pb) berwarna abu- abu keperakan merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi, tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami. Timbal yang terdapat di lingkungan berasal dari kegiatan manusia yang menghasilkan timbal lebih banyak dibandingkan yang berasal dari proses alami.2

Timbal bersifat lunak dan lentur, memiliki titik lebur yang rendah, mudah dibentuk dan dicampur dengan logam lainnya sehingga banyak digunakan pada produk-produk industri. Timbal banyak digunakan di beragam produk seperti pipa, baterai, cat, bahan vinil, pembungkus wayar dan perisai radiasi.13, 14

Timbal akan terakumulasi di lingkungan, tidak dapat dimusnahkan, tidak dapat terurai secara biologis dan toksisitasnya tidak berubah sepanjang waktu. Timbal bersifat toksik jika terhirup atau tertelan oleh manusia dan di dalam tubuh akan beredar mengikuti aliran darah, diserap dalam ginjal dan otak, kemudian disimpan di dalam tulang dan gigi.4,13,14

Timbal terakumulasi dalam tiga kompartemen di dalam tubuh yaitu dalam darah, jaringan lunak, dan tulang. Dalam darah, sekitar 99% timbal

(23)

berada dalam eritrosit, sisanya sekitar 1% berada dalam plasma dan serum.

Perpindahan timbal dari darah ke jaringan lunak dapat berlangsung dalam waktu yang lambat sekitar 4 sampai 6 minggu. Timbal dalam darah memiliki waktu paruh sekitar 35 hari, di jaringan lunak 40 hari, dan tulang 20 sampai 30 tahun. Waktu paruh timbal lebih lama pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa.4

Distribusi awal timbal seluruh tubuh tergantung pada aliran darah ke jaringan. Lebih dari 95% dari timbal disimpan dalam tulang yang larut fosfat.

Kadar timbal dalam tulang dibagi dalam dua bentuk yaitu terdeposit dengan waktu paruh yang lama, dan dalam bentuk yang tidak stabil sehingga dapat berubah menjadi timbal di dalam darah atau jaringan lunak.4

Timbal bersifat toksik bagi lingkungan yang memiliki efek buruk pada semua sistem di dalam tubuh. Pada anak–anak timbal menyebabkan penurunan IQ, gangguan pertumbuhan dan pendengaran, anemia serta gangguan perhatian dan perilaku.3,11,15 Tidak ada kadar timbal darah yang aman bagi tubuh manusia.16 Centers for Disease Control and Prevention (CDC) secara bertahap menurunkan kadar perhatian timbal dalam darah dari 60 µg/dl pada tahun 1960 menjadi 10 µg/dl pada 1991.1

Pada bulan Januari 2012, Advisory Committee on Childhood Lead Poisoning Prevention (ACCLPP) merekomendasikan penggunaan istilah

"tingkat kewaspadaan" dengan "nilai referensi" untuk membandingkan tingkat timbal dalam darah untuk populasi anak-anak. Nilai referensi berdasarkan

(24)

data National Health and Nutrition Examination Survey (NHAHES) menjadi 5µg/dl.17

2.2. Sumber Timbal

Sumber timbal sangat bervariasi mulai dari polusi udara, emisi bahan bakar, air minum, debu dan tanah juga dari bahan makanan seperti ikan, buah dan sayur. Timbal merupakan salah satu dari polutan udara yang terbanyak, terutama di daerah industri. Pada negara berkembang penggunaan bahan bakar yang mengandung timbal tetraetil berperan besar menghasilkan polusi timbal di udara dari emisi yang dihasilkan.2 Debu atau serpihan yang berasal dari cat berbahan dasar timbal juga dapat menjadi sumber timbal melalui inhalasi.15

Sumber timbal lainnya berasal dari kontaminasi air, baik air permukaan, air minum, air tanah dan kontaminasi air sungai. Pemakaian pipa polyvinyl chloride (PVC) pada distribusi air minum juga merupakan sumber timbal yang harus menjadi perhatian. Sedangkan kontaminasi melalui tanah banyak terdapat di daerah industri, daerah padat kenderaan bermotor dan daerah pantai. Pesatnya kemajuan industri pada saat ini banyak industri yang menggunakan timbal seperti pada industri cat, baterai, kosmetik, keramik berlapis timbal, kabel berlapis timbal merupakan sumber paparan potensial untuk pekerjanya.15

Debu dan tanah merupakan tempat akhir timbal yang berasal dari emisi bahan bakar dan cat yang akan tetap menetap di lingkungan. Anak-

(25)

anak lebih berisiko untuk menyerap debu timbal karena mereka menempatkan tangan dan benda-benda lain ke dalam mulut.18

Kontaminasi mainan anak-anak di Indonesia juga diduga sangat berbahaya. Kebanyakan mainan anak-anak yang berasal dari Cina memiliki kadar timbalnya yang tinggi. Penelitian tahun 2010 menemukan 80% mainan di Indonesia mengandung timbal 4 kali lebih besar dari ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar timbal untuk cat dan produk lainnya adalah 90 ppm, sedangkan di Indonesia tidak ada batas regulasinya untuk produk konsumen.2

2.3. Paparan Timbal

Manusia dapat menyerap timbal melalui udara, debu, air dan makanan.

Jutaan anak dan orang dewasa terpapar timbal dalam jumlah besar di lingkungan, rumah, sekolah dan tempat kerja. Penduduk kota mempunyai kandungan timbal dalam darah yang lebih tinggi dibandingkan penduduk desa. Penduduk di negara berkembang, terutama anak-anak, terancam paparan timbal yang sangat besar.7

Jalur timbal menkontaminasi manusia dapat melalui saluran percernaan, saat makan atau tidak sengaja tertelan, inhalasi saat bernafas, atau absorbsi melalui kulit. Kontaminasi timbal pada anak dapat melalui : 2,4,15 1. Saluran pencernaan

Paparan timbal yang paling sering masuk melalui makanan. Timbal yang terdapat pada kaleng bekas makanan, pipa air, dan mainan anak-anak

(26)

juga berisiko masuk melalui saluran pencernaan. Pada fase oral anak akan sering memasukkan semua benda yang digenggamnya masuk ke dalam mulut. Risiko ini makin besar pada anak dengan pika. Selain itu absorbsi timbal pada saluran pencernaan anak tiga kali lebih besar dibandingkan orang dewasa.5

2. Saluran pernafasan

Paparan melalui inhalasi berasal dari asap pembuangan kenderaan bermotor, paparan ini merupakan sumber timbal utama pada negara- negara berkembang. Kontaminasi inhalasi juga dapat terjadi dari lingkungan anak seperti asap pembakaran sampah di ruangan terbuka, cat dan asap pabrik.

3. Kontak kulit

Paparan kontak langsung pada kulit dapat terjadi pada kosmetik yang tidak aman atau obat-obat tradisional lainnya.

Anak-anak lebih berisiko terhadap paparan timbal dibandingkan orang dewasa karena sistem susunan saraf pusat yang masih berkembang. Selain itu anak juga menghabiskan banyak waktu bermain di lantai, atau di tanah luar yang keduanya terpapar timbal. Anak-anak bermain dengan mainan yang mungkin mengandung timbal dan memasukkan ke dalam mulut. Anak- anak yang kekurangan nutrisi juga bisa meningkatkan absorbsi timbal.4 Risiko paparan timbal yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif dan

(27)

perilaku terjadi pada anak berusia sekolah dibandingkan paparan pada usia yang lebih dini.19

Wanita yang terpapar timbal berisiko menurunkannya pada anak yang di kandungnya.1,4 Kadar timbal darah plasenta hampir sama dengan kadar timbar dalam darah ibu karena timbal dapat melewati plasenta. Sumber timbal dalam darah plasenta dua per tiga berasal dari makanan ibu dan sepertiganya berasal dari timbal yang tersimpan dalam tulang ibu yang berubah bentuk dalam darah.20

Timbal dapat terkandung dalam Air Susu Ibu (ASI) tapi dalam kadar yang hampir sama dengan darah, sehingga kadar timbal yang ditransferkan sangat kecil. Bayi yang menyusui secara langsung memiliki risiko terpapar timbal lebih rendah dibandingkan yang mendapat susu formula, karena pada susu formula dan makanan bayi lainnya juga dapat berisiko mengandung timbal.20

2.4. Efek Klinis Anak Akibat Paparan Timbal

Timbal mempengaruhi semua organ dan sistem, terutama tiga besar yaitu sistem hematologi, SSP dan perifer serta sistem ginjal.21 Sistem lain yang juga terganggu antara lain sistem gastrointestinal, sistem muskuloskeletal termasuk gigi dan tulang, sistem endokrin dan sistem kardiovaskular.14 Berikut efek klinis keracunan timbal pada sistem tubuh yaitu:

(28)

1. Sistem hematologi: timbal menyebabkan anemia karena mengganggu biosintesis heme dan merusak membran sel eritrosit.13,22

2. Sistem neurologis: penurunan IQ, gangguan efek kognitif, sakit kepala, kejang, ensefalopati, perubahan perilaku, meningkatnya edema serebral dan tekanan intrakranial.16,23

3. Sistem ginjal: dijumpainya aminoasiduria, glikosuria, dan peningkatan ekskresi dari protein dengan berat molekul rendah, risiko nefropati dan gagal ginjal, dan juga dapat menginduksi terjadinya sindroma Fanconi.13,21,23

4. Sistem gastrointestinal: sakit perut, muntah dan konstipasi (lead colic syndrome).13

5. Sistem endokrin: memiliki tinggi badan lebih pendek dibanding anak sehat, didapati status pubertas yang terlambat.24

6. Sistem kardiovaskular: peningkatan absorbsi timbal meski dalam kadar yang rendah, berhubungan signifikan dengan peningkatan tekanan darah saat dewasa.21

Kadar timbal darah lebih dari 50 µg/dl dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan anemia. Kadar timbal darah dengan 100 µg/dl dapat menyebabkan keadaan serius seperti koma, konvulsi atau kematian.2,4 Hasil penelitian oleh Third National Helath and Nutrition Examination Survey (NHAHES III) tahun 1998-1994 didapatkan hubungan signifikan kadar timbal darah dengan ukuran antrompometri anak yaitu tinggi badan dan lingkar kepala.25

(29)

2.5. Patofisiologi Neurotoksisitas Timbal

Timbal dalam darah mempengaruhi banyak sistem organ, namun efek yang paling serius dan merugikan terjadi pada sistem saraf pusat. Sistem saraf pusat yang mengatur emosi dan perilaku yaitu sistem limbik. Hippocampus merupakan komponen penting dari sistem limbik yang berperan dalam pengaturan fungsi belajar dan memori, perilaku emosi dan aktivitas neuroendokrin. Pada hippocampus kalsium (Ca2+) merupakan second messenger utama yang memperantarai banyak respon fisiologis neuron.

Timbal besifat kompetitif dengan Ca2+. dan dapat mengganggu Ca2+

sitoplasma yang menyebabkan neurotoksisitas.26,27

Gambar 2.5 Patofisiologi timbal berkompetItif dengan kalsium28

(30)

Timbal berkompetitif dengan Ca2+ sebagai second messanger, bahkan memiliki afinitas yang lebih kuat dengan kalmodulin bahkan pada kadar yang rendah. Timbal (Pb) masuk ke dalam sel melalui kanal kalsium yg terbuka dan berikatan dengan kalmodulin lebih cepat dibandingkan dengan kalsium, kemudian menyebabkan fosorilasi protein kinase yang menghasilkan aktivitas enzim dan transkripsi gen yang abnormal. Salah satu enzim yang terganggu aktivitasnya yaitu enzim delta aminolevulinic acid dehidratase.28

Enzim delta aminolevulinic acid dehidratase sangat sensitif terhadap timbal. Penghambatan enzim tersebut meningkatkan sirkulasi aminolevulinic acid (ALA). ALA merupakan agonis lemah gamma-aminobutyric acid (GABA) yang menurunkan pelepasan GABA oleh penghambatan presinaptik.

Peningkatan peredaran ALA dapat menjelaskan beberapa gangguan perilaku.1

Timbal merupakan kation divalen yang dapat memblokir reseptor N- methyl-D-aspartate yang berperan dalam pematangan plastisitas SSP sehingga dapat mengubah struktur jaringan otak. Pada efek jangka panjang dapat menyebabkan gangguan permanen fungsi pembelajaran dan penyimpanan pengetahuan baru pada otak.1, 27, 28

Timbal menyebabkan beberapa perubahan neurofisiologis dan perilaku, serta mengubah fungsi beberapa sistem organ terutama mempengaruhi SSP.Timbal mengganggu mekanisme oksidasi nitrat fisiologis dan toksisitas timbal dapat mempengaruhi proses belajar dan memori.1,27,29

(31)

Kadar timbal darah yang tinggi menganggu sawar darah otak dan meyebabkan ketidakseimbangan cairan jaringan otak sehingga pada keracunan timbal dapat menyebabkan edema otak.27,28

2.6. Diagnosa Toksisitas Timbal

Diagnosis keracunan timbal dapat dilakukan antara lain dengan anamnesis lingkungan tempat tinggal dan sosioekonomi, pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi. Keracunan timbal banyak terjadi pada anak dengan sosioekonomi rendah dan tinggal di rumah tua atau di area risiko tinggi terpapar timbal.30, Gejala keracunan timbal yang paling sering dijumpai adalah gejala gastrointestinal dan neurologis. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai peningkatan tekanan intrakranial, lead lines pada gusi, dan defisit fokal neurologis.21

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan kadar timbal darah, Erytrocyte Protoporphyrin, Zinc Protoporphyrin dan kadar coproporphyrin urin. Keadaan keracunan timbal yang kronis dapat dijumpai basophilic stippling.31 Pada pemeriksaan radiologi menunjukkan gambaran radioopak di saluran pencernaan dan garis kondensasi dari kalsifikasi tulang panjang (radius distal atau proksimal tibia-fibula) pada bayi, balita dan anak- anak dengan kadar timbal darah lebih dari 40 μg/dL. Ditandai dengan lead lines pada metaphyseal plate tulang panjang, menunjukkan pertumbuhan tulang berhenti.24,33

(32)

Timbal bersifat toksikan unik yang oleh CDC, badan registri zat dan penyakit beracun, dan badan perlindungan lingkungan bahwa tidak ada batas toksisitas untuk timbal. Timbal mengganggu kimia sel darah merah, keterlambatan perkembangan fisik dan mental normal pada bayi dan anak- anak, defisit pada rentang perhatian, pendengaran, kemampuan belajar serta sedikit peningkatan tekanan darah beberapa orang dewasa untuk paparan dengan kadar yang relatif rendah.34

American Academy of Pediatrics (AAP) dan CDC merekomendasikan kriteria pengobatan untuk anak-anak dengan tingkat timbal yang dalam darah. Anak-anak dengan kadar timbal 25 µg/dl harus didientifikasi dan dieliminasi sumber paparan timbal atau keluarga harus pindah dari rumah yang tidak dapat mengurangi kontaminasi timbal pada anak. Intervensi dengan agen chelating dianjurkan jika kadar timbal dari 25 sampai 45 mg/dl dan jika rehabilitasi lingkungan belum dapat menurunkan kadar timbal.34

American Academy of Pediatrics menyatakan bahwa terapi chelating terbukti menurunkan kadar timbal darah pada anak-anak dengan konsentrasi 20 sampai 44 µg/dl. Salah satu terapi chelating yaitu dengan succimer yang dilaporkan efektif dapat menurunkan kadar timbal dalam jangka pendek.29 Namun, tidak ada data yang menunjukkan penurunan kognitif dapat kembali setelah pemberian succimer.34

(33)

2. 7. Penatalaksaan

Mengurangi risiko paparan timbal adalah hal yang harus dilakukan yaitu dengan menghindari sumber-sumber timbal. Pemberian preparat besi tidak dilakukan bersamaan dengan pemberian agen kelasi timbal, karena agen kelasi timbal akan membuat besi menjadi tidak diserap tubuh. Sebaiknya preparat besi diberikan sesudah terapi kelasi.33 Pada anak dengan kadar timbal darah 45 μg/dL atau lebih, memerlukan terapi kelasi yaitu Succimer, Edetate Calcium Disodium, BAL (British Anti Lewisite) dan D-Pen.30

Pada anak dengan kadar timbal darah 45 μg/dL atau kurang disertai anemia defisiensi besi dapat diberikan preparat besi terlebih dahulu dengan dosis 4 sampai dengan 6 mg/kgbb/hari. Obat diberikan dalam 2 sampai dengan 3 dosis sehari. Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.32

2. 8. Pencegahan

Edukasi tentang bahaya paparan timbal kepada masyarakat dan meningkatkan kesadaran tentang keracunan timbal serta penyakit lingkungan lainnya. Pengelolaan sampah yang lebih baik akan membantu masyarakat mengurangi limbah dan bahan-bahan berbahaya lainnya.2

Nutrisi berperanan penting mencegah terjadinya keracunan timbal, terutama pada anak-anak. Nutrisi yang seimbang termasuk jumlah yang adekuat dari makanan yang kaya kalsium, besi dan vitamin C dengan mengkonsumsi cukup sayur-sayuran dan buah-buahan sehingga tidak

(34)

mengalami defisiensi zat esensial dan vitamin yang dapat mengurangi risiko penyerapan timbal. Bahan-bahan yang dianjurkan seperti tomat, beri, bawang dan anggur yang dikonsumsi secara rutin. Mengkonsumsi bahan-bahan makanan tersebut lebih baik dibandingkan terapi chelating yang memiliki efek samping.33,35,36

Ada beberapa langkah yang bisa diambil oleh orang tua diantaranya dengan mendapatkan informasi dari pemerintah setempat tentang timbal dalam air minum, menggunakan air dingin untuk memasak atau susu formula dan membiarkan air kran mengalir kira-kira satu menit sebelum digunakan, mencuci tangan anak-anak sesering mungkin untuk membersihkan segala debu atau kotoran, menggunakan piring yang bebas dari timbal, menyapu lantai atau segala macam permukaan dengan kain basah paling kurang dua minggu sekali untuk mengurangi debu, menghindari makanan dari kaleng yang mengandung timbal dalam lapisannya, mencuci mainan anak-anak dengan teratur dan membuang mainan anak-anak yang sudah rusak atau terkelupas catnya.2

Kebijakan lingkungan saat ini perlu ditingkatkan dengan mengatasi sumber potensi bahaya lingkungan misalnya penempatan lahan pertanian harus terpisah dari daerah perkotaan dan kepadatan lalu lintas sebagai usaha untuk menghilangkan kontaminasi timbal pada sayuran atau padi.

Untuk mengelola daerah pertanian, pemerintah perlu memotivasi perusahaan untuk tidak membangun dekat dengan daerah pertanian. Pemerintah juga

(35)

diharapkan mengatur kandungan timbal produk konsumen. Hal ini menjadi penting terutama karena Indonesia telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas.2

Saat ini CDC dan ACCLPP merekomendasikan prevensi primer keracunan timbal terhadap anak. Pemerintah dan badan terkait yang terlibat dalam keputusan pendanaan harus mempertimbangkan pendanaan untuk pencegahan keracunan timbal. Pemerintah harus menunjukkan dukungan terhadap kesehatan masyarakat melalui alokasi sumber daya dan dukungan untuk penelitian terkait .37

2.9. Gangguan Perilaku Anak

Anak dengan gangguan emosi dan perilaku adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya.38

Seseorang dikatakan mengalami gangguan perilaku apabila memiliki satu atau lebih dari lima karakteristik berikut dalam kurun waktu yang lama, yaitu: 38

1. Ketidakmampuan untuk belajar yang bukan disebabkan oleh faktor intelektualitas, alat indra maupun kesehatan.

(36)

2. Ketidakmampuan untuk membangun atau memelihara kepuasan dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya dan pendidik.

3. Tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang di bawah keadaan normal.

4. Mudah terbawa suasana hati (emosi labil), ketidakbahagiaan, atau depresi.

5. Kecenderungan untuk mengembangkan simtom-simtom fisik atau ketakutan-ketakutan yang diasosiasikan dengan permasalahan- permasalahan pribadi atau sekolah.

Gejala gangguan emosi dan perilaku biasanya dibagi menjadi dua macam, yaitu externalizing behavior dan internalizing behavior. Externalizing behavior memiliki dampak langsung atau tidak langsung terhadap orang lain, contohnya perilaku agresif, membangkang, tidak patuh, berbohong, mencuri, dan kurangnya kendali diri. Internalizing behavior mempengaruhi siswa dengan berbagai macam gangguan seperti kecemasan, depresi, menarik diri dari interaksi sosial, gangguan makan, dan kecenderungan untuk bunuh diri.

Kedua tipe tersebut memiliki pengaruh yang sama buruknya terhadap kegagalan dalam belajar di sekolah.38

Penyebab yang mungkin menimbulkan gangguan emosi dan perilaku pada anak yaitu pertama faktor biologis, seperti genetik, kerusakan atau disfungsi otak, kekurangan gizi dan alergi, temperamen, atau penyakit fisik;

kedua faktor keluarga, seperti struktur keluarga, interaksi keluarga, pengaruh

(37)

keluarga pada keberhasilan dan kegagalan di sekolah, dan tekanan eksternal yang mempengaruhi keluarga; dan ketiga faktor sekolah, seperti kekurangan dalam kemampuan personil sekolah untuk mengakomodasi kecerdasan siswa, prestasi akademik, dan keterampilan sosial.39

Faktor risiko untuk terjadinya gangguan emosional perilaku pada anak antara lain masalah eksternalisasi, masalah internalisasi, ketidakmampuan anak usia dini, fungsi keluarga dan depresi maternal.40

2.10. Hubungan Timbal dengan Gangguan Perilaku Anak

Hubungan paparan timbal dan peningkatan masalah perilaku masih belum dipahami disebabkan secara langsung karena terjadinya kerusakan otak atau sekunder terhadap cacat oleh gangguan kognitif. Cedera otak sering menyebabkan kehilangan kepercayaan dalam menanggapi kesulitan akademik yang terjadi karena defisit fungsi kognitif. Namun, timbal juga mempengaruhi sistem otak yang mengatur fungsi sosial dan emosional.

Untuk regulasi emosional dan keterlibatan orientasi skor anak-anak yang telah terkena paparan timbal secara signifikan lebih buruk dibandingkan anak-anak yang tidak terpapar timbal.28

Peningkatan kadar timbal darah yang berhubungan dengan perubahan perilaku merupakan akumulasi efek langsung dan efek tidak langsung dari timbal.11

(38)

Gambar 2.11. Diagram jalur efek timbal terhadap perilaku 11

Paparan timbal pada kadar yang rendah menyebabkan pelepasan berlebihan norepinefrin dan metabolitnya. Hal ini yang meningkatkan risiko terjadinya defisit neurobehavioral dan gangguan hiperaktivitas seperti pada Attention Deficit Hyperactivity Deficit (ADHD) dan sindrom Tourette.41

Timbal berdampak signifikan terhadap perkembangan anak. Paparan timbal terbukti mengganggu pembentukan dan fungsi dalam SSP dan berdampak buruk terhadap pertumbuhan dendrit, menurunkan kemampuan bahasa, dan meningkatkan risiko kondisi masalah medis tertentu seperti ensefalopati. Paparan timbal juga dikaitkan dengan defisit neuropsikologi, masalah berkurangnya perhatian, memori dan kemampuan belajar.42

Paparan timbal merupakan faktor risiko pada terjadinya masalah perilaku pada anak. Masalah terpenting dari efek buruk timbal pada kedua kemampuan bahasa dan eksternalisasi masalah perilaku. Khususnya paparan timbal pada laki-laki menyebabkan gangguan berbahasa dan peningkatan masalah perilaku.43

(39)

Perbandingan antara kelompok anak dengan paparan timbal rendah dan paparan tinggi menghasilkan kelompok anak dengan paparan timbal yang tinggi mendapat nilai pada Total Behavior Problem Score (TBPS), nilai internalisasi dan nilai eksternalisasi yang lebih besar secara signifikan.10

Penelitian di Boston melaporkan bahkan paparan timbal sejak masa prenatal memiliki hubungan yang signifikan dengan masalah perubahan perilaku pada masa anak usia sekolah sehingga terjadi gangguan internalisasi dan eksternalisasi anak. 44

2.11. Children Behavior Checklist (CBCL)

Salah satu alat untuk skrining gangguan emosi dan perilaku pada anak menggunakan kuisioner Children Behavior Checklist (CBCL).45 Kuisioner ini disusun oleh Thomas M. Achenbach pada tahun 1985, dan telah dilakukan revisi pada tahun 1991. CBCL adalah kuisioner baku, murah dan dapat mendokumentasikan gangguan emosi dan perilaku anak dengan mudah.46 Kuisioner CBCL tersedia untuk anak usia prasekolah (2 sampai 3 tahun) dan untuk usia sekolah (4 sampai 18 tahun). Pada CBCL usia sekolah orang tua atau wali akan menjawab 112 pertanyaan tentang permasalahan anaknya menggunakan skala 0-1-2 pada saat itu atau selama 6 bulan terakhir. 46,47

Jawaban orang tua kemudian diinterpertasikan ke dalam skala dimana permasalahan anak tersebut dibagi dalam 9 jenis gangguan yaitu

(40)

withdrawan, somatic complaint, depressed, social problem, though problems, attention problems, delinquent behavior, aggressive behavior dan other problem Penilaian internalisasi diperoleh dari nilai pada skala 1, 2 dan 3, dikurangi dengan jawaban pertanyaan 103. Eksternalisasi diperoleh dari jumlah nilai skala 7 dan 8.46,47

Pada Kuisioner CBCL, item permasalahan pada kelompok pertanyaan attention problem sesuai dengan gangguan yang dijumpai pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Item permasalahan delinquent behavior sesuai dengan unaggressive conduct problem seperti berbohong, mencuri, bolos dan penggunaan narkoba. Sedangkan kedua item delinquent behavior dan aggressive behavior menggambarkan gangguan kategori conduct disorder pada kriteria American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual (DSM-IV). Sehingga anak yang pada skrining menggunakan kuesioner CBCL yang mengalami permasalahan baik internalisasi atau eksternalisasi dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk penegakan diagnosa sehingga mendapatkan terapi yang sesuai.46

Formulir CBCL ini telah diterjemahkan bagi orang tua yang kesulitan menggunakan bahasa Inggris dan tersedia dalam 58 bahasa lain termasuk bahasa Indonesia.41

(41)

2.12. Kerangka Teori

.

Yang diteliti

Gambar 2.12 Kerangka Teori

ASUPAN DIET RENDAH BESI DAN KALSIUM

KEMISKINAN

ABSORBSI TIMBAL DEFISIENSI BESI

DAN KALSIUM

TERPAPAR TIMBAL

PENGHAMBATAN d-ALA-ase

PENINGKATAN ALA

GANGUAN PERILAKU

MELALUI KONTAK KULIT:

- TIMBAL PADA KOSMETIK - OBAT-OBAT

TRADISIONAL YANG DIOLES KE KULIT

MELALUI PERNAPASAN:

- BENSIN

BERTIMBAL/DENSITAS LALU LINTAS

- CAT BERTIMBAL - AKTIVITAS

INDUSTRI/DAERAH INDUSTRI

- HASIL PEMBAKARAN SAMPAH

PUNURUNAN PELEPASAN GABA MELALUI PENCERNAAN :

- TIMBAL PADA MAKANAN - TIMBAL PADA KALENG - TIMBAL PADA PIPA AIR

(42)

2.13. Kerangka Konseptual

2.13 Gambar Kerangka Konseptual Kadar timbal

dalam darah Perubahan

perilaku anak Paparan timbal asap bahan bakar

Paparan timbal asap pembuangan industri Paparan timbal dari makanan

Papan timbal dari air minum

(43)

BAB 3 METODOLOGI

3.1. Desain

Desain penelitian ini adalah studi cross sectional untuk mengetahui hubungan paparan timbal dengan kejadian gangguan perilaku pada anak usia sekolah dasar di kota Medan.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Swasta Al-Wasliyah Timbang Deli di Jalan Pertahanan, Kecamatan Medan Amplas, Medan, Propinsi Sumatera Utara. Pengambilan sampel dilakukan tanggal 4 sampai 5 Juni 2015.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah anak usia 9 sampai 12 tahun. Populasi terjangkau adalah populasi target yang yang terpapar timbal dan dilakukan pemeriksaan darah yaitu kadar timbal darah dan gangguan perilaku. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel tunggal untuk uji hipotesis data proporsi, yaitu :

(44)

n = besar sampel

 = kesalahan tipe I = 0,05 (Tingkat kepercayaan 95%)  Z = 1,96 P0 = proporsi anak terpapar timbal yang mengalami gangguan perilaku

17,9% = 0,179 Q0 = 1 – P0 = 0,821

Pa = proporsi yang diteliti = 0,379 Pa-P0 = 0,2

Qa = 1-0,379 = 0,621

Zβ = kesalahan tipe II = 0.2 ( tingkat kepercayaan 80% ) Zβ= 0,842 Dengan menggunakan rumus di atas besar sampel minimal adalah sebanyak 33 orang.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Anak yang berusia 9-12 tahun, anak laki-laki atau perempuan, yang bersekolah di lokasi yang terpapar timbal sebagai sampel.

2. Mendapat persetujuan tertulis dari orang tua.

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Anak ada kelainan disfungsi otak 2. Anak penyakit gizi buruk

3. Anak dengan alergi

(45)

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua sampel penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu. Formulir penjelasan terlampir dalam usulan penelitian ini.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini diminta persetujuan oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja

1. Orang tua dan anak diberikan penjelasan dan persetujuan/informed consent yang menyatakan setuju mengikuti penelitian ini.

2. Data dasar diperoleh dari kuisioner.

3. Setiap anak akan ditimbang dan dinilai berat badan dengan menggunakan timbangan merk Camry buatan Cina, dengan skala pengukuran hingga 100 kg dengan ketelitian 0.1 kg. Tinggi badan diukur dalam satuan cm, menggunakan stadiometer. Hasil pengukuran kemudian diplotkan ke dalam kurva pertumbuhan menurut CDC untuk menentukan status nutrisi.

4. Setiap anak dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui nilai kadar timbal darah. Darah diambil oleh analis dari laboratorium Pramita. Darah diambil dengan menggunakan vacutainer sebanyak ± 6cc.

(46)

5. Kadar timbal darah dilakukan dengan pengambilan darah kapiler sebanyak ± 1 - 3 ml dan ditambahkan pengawet Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA), kemudian ditambahkan HNO3 pekat sebanyak 10 ml. Dipanaskan dalam furnace pada suhu 400°C, sampai diperoleh serbuk berwarna putih, kemudian ditambahkan dengan aquades sebanyak 10 mL, kemudian dipanaskan berulang-ulang sampai asam nitratnya habis. Kandungan timbal dalam darah diukur dengan Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS) dengan satuan µg/dL.

6. Setiap orang tua anak diberikan formulir kuesioner CBCL yang berisi 115 pertanyaan yang akan diplotkan ke dalam grafik yang akan diintrepretasikan oleh peneliti. Dikatakan mengalami gangguan perilaku jika skor internalisasi, skor eksternalisasi diatas persentil 98.

7. Data-data dikumpulkan, disusun dalam bentuk tabel dan kemudian dilakukan analisis statistik.

(47)

3.9 Alur Penelitian

Penilaian kadar timbal darah

Populasi terjangkau anak SD usia 9-12 tahun

Sampel yang telah mendapatkan persetujuan

orang tua

Anak yang terpilih sebagai sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi

Mendapatkan persetujuan orang

tua

Pengisian CBCL oleh orang tua

Hasil Hasil

Pengujian statistik antara hasil kadar timbal darah dan hasil interpretasi

kuesioner CBCL

Kesimpulan Hasil

(48)

3.10. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Kadar timbal dalam darah Kategorik

Variabel tergantung Skala

Gangguan perilaku anak Kategorik

3.11. Definisi Operasional

Defenisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Kadar timbal darah

Kadar timbal darah yaitu kadar timbal yang terkandung di dalam darah.

Alat ukur : menggunakan Atomic Absorbtion Spectrophotometer Cara ukur : pengambilan darah kapiler

Skala ukur : kategorik Hasil ukur : [0] <5 µg/dl

[1] ≥5 µg/dl

2. Gangguan perilaku yaitu adalah gangguan, hambatan atau kelainan tingkah laku sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Alat ukur : Kuisioner Child Behavior Checklist (CBCL) usia anak sekolah

Cara Ukur : wawancara Skala ukur : kategorik

(49)

Hasil ukur : [0] tidak ada gangguan perilaku [1] ada gangguan perilaku

3.12. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data yang terkumpul menggunakan perangkat lunak komputer dengan tingkat kemaknaan P < 0.05. Data deksriptif diniliai dengan melihat rerata dan standar deviasi. Analisis data untuk melihat hubungan kadar timbal darah dengan gangguan perilaku pada anak usia sekolah dasar digunakan uji chi-square dan untuk melihat faktor yang paling berpengaruh terhadap kadar timbal darah secara bivariat dengan chi-square dan multivariat dengan regresi logistik.

(50)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar timbal darah dengan gangguan perilaku pada anak usia sekolah dasar. Pengambilan sampel dilakukan di Sekolah Dasar Swasta Al Wasliyah Timbang Deli jalan Pertahanan, Kecamatan Medan Amplas, Medan, propinsi Sumatera Utara. Secara geografis kecamatan Medan Amplas terletak di sebelah timur kota Medan. Di daerah ini terdapat sebuah terminal angkutan umum yang besar dan sibuk karena merupakan pusat pemberhentian angkutan umum dari dan ke kota Medan.

Selain itu juga terdapat banyak pabrik dari industri komponen bahan bangunan, minuman keras, makanan ternak, makan ringan dan lain lain.

Pengambilan sampel dilakukan pada Juni 2015. Pada 292 siswa kelas 3,4,5 dan 6 diberikan surat undangan, penjelasan dan persetujuan untuk orang tua. Kemudian 50 orang siswa yang bersedia dan mengumpulkan persetujuan dari orang tua dijadikan sebagai sampel penelitian. Orang tua diminta mengisi kuesioner CBCL dan pada anak dilakukan pengambilan darah perifer untuk menilai kadar timbal darah.

Hasil pemeriksaan terhadap kadar Pb dalam darah menunjukkan nilai terendah 1.477 µg/dl dan tertinggi 3.989 µg/dl. dengan rerata 2.580 µg/dl.

(51)

NIlai tersebut tidak melebihi nilai referensi dari ACCLP yaitu > 5 µg/dl.

Sehingga kami bagi menjadi dua kelompok anak dengan kadar timbal darah di bawah dan di atas rerata.

Tabel 4.1 Faktor risiko kadar timbal darah anak

Karakteristik

Kadar timbal

p value

< 2.580 µg/dl n=23

≥ 2.580 µg/dl n=27 Karakteristik dasar

Umur, n (%)

9 12 (70.6) 5 (29.4)

0.075

10 2 (22.2) 7 (77.8)

11 8 (38.1) 13 (61.9)

12 1 (33.3) 2 (66.7)

Jenis Kelamin, n (%)

Laki-laki 18 (54.5) 15 (45.5) 0.165

Perempuan

Status Nutrisi, n (%) Kurang

Baik

Overweight Obese

5 (29.4)

8 (50.0) 13 (50.0) 0 (0.0) 2 (50.0)

12 (70.6)

8 (50.0) 13 (50.0) 4 (100.0) 2 (50.0)

0.295

Penghasilan Keluarga, n (%)

< UMK (2.035.000) 20 (48.8) 21 (51.2) 0.479

0.001

0.689

0.495 > UMK (2.035.000)

Kondisi rumah Lokasi rumah, n (%) Dekat dgn jln besar Jalan yg cukup ramai Jalan yg tidak ramai Rumah yang dicat, n (%) Ya

Tidak

Bagian yang dicat, n (%) Hanya bagian dalam Bagian luar & dalam

3 (33.3)

7 (24.1) 7 (63.6) 9 (90.0) 19 (44.2) 4 (57.1)

6 (54.5) 13 (40.6)

6 (66.7)

22 (75.9) 4 (36.4) 1 (10.0) 24 (55.8) 3 (42.9)

5 (45.5) 19 (59.4)

(52)

Cat terkelupas, n (%) Ya

Tidak

Sumber air minum, n (%) Air leding

Sumur Air Kemasan Kebiasaan anak Makanan kaleng, n (%) Ya

Tidak

Makan selain makanan, n (%) Ya

Tidak

Gigit kuku, jari, pulpen, n (%) Ya

Tidak

Jajan pinggir jalan, n (%) Ya

Tidak

Tidak mencuci tangan, n (%) Ya

Tidak

14 (53.8) 5 (29.4)

12 (34.3) 7 (77.8) 4 (66.7)

5 (62.5) 18 (42.9) 0 23 (46.0) 7 (50.0) 16(44.4) 9 (40.9) 14 (50.0) 14 (40.0) 9 (60.0)

12 (46.2) 12 (70.6)

23 (65.7) 2 (22.2) 2 (33.3)

3 (37.5) 24 (57.1) 0 27 (54.0) 7 (50.0) 20 55.6) 13 (59.1) 14 (50.0) 21 (60.0) 6 (40.0)

0.021

0.036

0.444

-

0.970

0.723

0.322

Dari tabel 4.1 dijumpai pada anak usia yang lebih tua memiliki kadar timbal yang lebih tinggi. Mayoritas anak laki-laki memiliki kadar timbal darah lebih rendah sedangkan anak perempuan memiliki kadar timbal darah yang lebih tinggi. Status nutrisi dan ekonomi keluarga tidak berpengaruh pada kadar timbal anak.

Faktor yang berpengaruh secara signifikan yaitu jarak rumah dengan sumber paparan timbal (p=0.001). Mayoritas anak tinggal di rumah yang di cat dan terdapat hubungan yang signifikan kadar timbal dengan cat rumah yang terkelupas (0.021). Faktor lain yang juga mempengaruhi kadar timbal

(53)

secara signifikan yaitu sumber air minum yang berasal dari air ledeng (p=0.036)

Tidak ada peningkatan kadar timbal darah dengan kebiasaan pada anak baik kebiasaan mengkonsumsi makanan kaleng dan selain makanan, gigit jari, jajanan pinggir jalan dan kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan

Tabel 4.2 Analisis multivariat faktor risiko kadar timbal darah

Exp (B) Wald Sig

Umur 1.504 0.843 0.358

Jenis Kelamin 6.165 2.967 0.085

Lokasi rumah 0.172 8.524 0.040

Cat terkelupas 1.786 0.432 0.511

Sumber air 0.683 0.783 0.376

Constant 0.025 0.539 0.463

Dari hasil analisis multivariat pada tabel 4.2 menunjukkan lokasi rumah dengan sumber paparan (p=0.040) merupakan faktor yang paling berpengaruh secara signifikan terhadap kadar timbal darah anak.

Tabel 4.3 Variabel gangguan perilaku yang dipengaruhi kadar timbal darah

Karakteristik Kadar timbal

p value

< 2.580µg/dl n=23

≥ 2.580 µg/dl n=27

Pendiam, n(%) 0(0) 4(14.8) 0.115

Keluhan somatik, n(%) 4 (17.4) 5 (18.5) 1

Depresi,n(%) 2 (8.7) 2 (8.7) 1

Masalah sosial, n(%) Masalah pemikiran, n(%)

2 (8.7) 0 (0.0)

10 (37.0) 2 (7.4)

0.045 1 Pemusatan perhatian, n(%)

Nakal, n(%) Agresif, n(%)

1 (4.3) 1 (4.3) 0 (0.0)

1 (3.7) 5 (18.5)

1 (3.7)

1 0.199

1

(54)

Hasil analisis bivariat kadar timbal darah terhadap gangguan perilaku pada tabel 4.3 didapati bahwa kadar timbal darah berhubungan secara signifikan dengan gangguan perilaku masalah sosial (p=0.045).

Tabel 4.4 Analisis multivariat gangguan perilaku

Gangguan perilaku X2 p value

Pendiam 1.065 0.302

Keluhan somatik 0.133 0.716

Depresi 0.000 1.000

Masalah sosial

Masalah pemikiran 3.868

2.042 0.049

0.153 Pemusatan perhatian

Nakal Agresif

0.000 2.970 1.000

1.000 0.085 0.317

Dari hasil multivariat tabel 4.4 didapati bahwa dari hasil analisis multivariat gangguan perilaku yang paling dipengaruhi kadar timbal darah yaitu gangguan sosial (p=0.049)

Tabel 4.5 Analisis bivariat gangguan perilaku dengan kadar timbal

Gangguan perilaku Kadar timbal Kadar timbal

< 2.580µg/dl n=23

≥ 2.580 µg/dl n=27

p value Internal, n(%)

Normal Terganggu Eksternal, n(%) Normal Terganggu

18 (60.0) 5 (25.0)

20 (57.1) 3 (20.0)

12 (40.0) 15 (75.0)

15 (42.9) 12 (80.0)

0.021

0.024

Dari tabel 4.5 diketahui anak yang tidak memiliki masalah perilaku internal diperoleh sebanyak 30 orang dimana 60.0% memiliki kadar timbal

(55)

rendah dan 40.0% tinggi. Sedangkan anak yang memiliki masalah perilaku internal diperoleh sebanyak 20 orang anak dimana 25.0% memiliki kadar timbal rendah dan 75.0% tinggi (p=0.021)

Dari tabel tersebut juga diketahui anak yang tidak memiliki masalah eksternal 35 orang dimana 57.1% memiliki kadar timbal rendah dan 42.9%

tinggi. Sedangkan anak yang memiliki masalah perilaku ekstrenal diperoleh sebanyak 15 orang anak dimana 20.0% memiliki kadar timbal rendah dan 80.0% tinggi (p=0.023)

Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar timbal darah yang tinggi dengan terjadinya gangguan baik perilaku internal (p=0.21) dan gangguan perilaku eksternal (p=0.023).

Gambar

Gambar 2.5 Patofisiologi timbal berkompetItif dengan kalsium 28
Gambar 2.11.   Diagram jalur efek timbal terhadap perilaku  11
Gambar 2.12  Kerangka Teori
Tabel 4.1 Faktor risiko kadar timbal darah anak
+3

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tujan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar gula darah tidak terkontrol (HbA1c &gt;7%) merupakan faktor risiko gangguan fungsi kognitif pada penderita DM tipe 2

PERBANDINGAN EFEK PENINGKATAN KADAR GULA DARAH ANTARA KONSUMSI TEH MANIS DAN KURMA SAAT PUASA PADA USIA

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara durasi pengisian dengan peningkatan kadar timbal dalam darah,karena durasi pengisian BBM merupakan waktu

ditetapkan dalam penelitian yaitu (α = 0,05) yang artinya H1 diterima yang berarti ada hubungan yang kuat antara perilaku pola makan dengan peningkatan kadar gula darah pada