• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA BURUH DI KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA BURUH DI KOTA MAKASSAR "

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA BURUH DI KOTA MAKASSAR

SYAMSURIADI SYAMSUDDIN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(2)

SKRIPSI

ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA BURUH DI KOTA MAKASSAR

Sebagai salah satu peryaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

disusun dan diajukan oleh

SYAMSURIADI SYAMSUDDIN A111 11 268

kepada

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(3)
(4)
(5)
(6)

vi PRAKATA

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta‟ala, yang telah melimpahkan segala taufiq, rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dengan segenap kemampuan dan kesungguhan, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Tak lupa juga shalawat dan salam penulis kirimkan kepada Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam, beserta para sahabat dan keluarga beliau yang telah memberikan tauladan dalam menjalani kehidupan.

Skripsi yang berjudul “ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA BURUH DI KOTA MAKASSAR” ini merupakan tugas akhir untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ilmu ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Meski masih terdapat kekurangan, namun skripsi ini bernilai lebih dari sekedar apa yang tertuang dari hasil belajar penulis selama ini. Banyak pihak yang telah mendukung dalam bentuk bimbingan, nasehat, doa serta saran dari berbagai pihak. Dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

 Orang tua tercinta, Almarhum Ayahanda Syamsuddin Nonci yang banyak

mendidik, membimbing penulis dan ibunda Hasnawati yang sangat banyak memberikan bantuan moril, material, arahan dan selalu mendoakan keberhasilan dan keselamatan selama menempuh pendidikan.

 Bapak Prof. Dr. Rahman Kadir, SE, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin berserta jajarannya.

(7)

vii

 Bapak Drs. Muh. Yusri Zamhuri, MA., Ph.D selaku Ketua Departemen Ilmu

Ekonomi. Terima kasih atas segala bantuan yang senantiasa diberikan hingga peneliti dapat menyelesaikan studi di Jurusan Ilmu Ekonomi.

 Bapak Dr. Madris, DPS., M. Si. selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dr.

Fatmawati, SE., M. Si. selaku dosen pembimbing II, penulis sangat berterimakasih atas segala pemikiran, ide, bantuan, arahan, nasehat, kesabaran, serta waktu yang diluangkan demi penyelesaian skripsi ini.

 Dosen penguji Bapak Dr. Paulus Uppun, SE., MA.; Bapak Dr. Sanusi Fattah, SE., M. Si. dan Bapak Dr. Amanus Khalifah FY, SE., M. Si., penulis mengucapkan terimakasih atas saran dan kritik terhadap hasil penelitian sehingga lebih menyempurnakan tugas akhir ini.

 Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah menginspirasi

dan bersedia membagi ilmunya kepada penulis, terimakasih atas pembelajaran dan bantuan selama tahun kuliah penulis.

 Staf dan karyawan akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah banyak

membantu penulis dalam segala hal terkait dokumen akademik.

 Rekan-rekan Jurusan Ilmu Ekonomi dan seluruh teman-teman angkatan 2011

yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas masukan dan kritikannya, serta canda tawanya selama ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Makassar, 14 Agustus 2018

Syamsuriadi Syamsuddin

(8)

viii ABSTRAK

Analisis Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Buruh di Kota Makassar

Syamsuriadi Syamsuddin Madris

Fatmawati

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, dan pendidikan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga buruh yang ada di kota Makassar serta melihat perbedaan dari konsumsi rumah tangga buruh yang telah menikah dan dari jenis pekerjaan buruh yang berbeda.

Penelitian ini menggunakan metode OLS, adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan memiliki pengaruh terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga buruh di kota Makassar, jumlah tanggungan keluarga memiliki pengaruh terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga buruh di kota Makassar.

Tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga buruh di kota Makassar. Ada perbedaan antara pengeluaran konsumsi rumah tangga buruh yang telah menikah dan yang belum, tidak ada perbedaan antara pengeluaran konsumsi rumah tangga antara buruh bangunan dan lainnya.

Kata kunci : Konsumsi, Pendapatan, Jumlah tanggungan, Pendidikan, Status Kawin, Jenis Pekerjaan

(9)

ix ABSTRACT

Analysis of Labor Household Consumption Expenditures in Makassar

Syamsuriadi Syamsuddin Madris

Fatmawati

This study aims to analyze how much influence the income, the number of family dependents, and education on household consumption expenditure of workers in the city of Makassar and see the differences in consumption of workers who are married and of different types of labor.

This study uses the OLS method, while the results of this study indicate that income has an influence on the consumption expenditure of labor households in the city of Makassar, the number of family dependents has an influence on the consumption expenditure of labor households in the city of Makassar.

The level of education does not affect the consumption expenditure of labor households in the city of Makassar. There is a difference between household consumption expenditure of workers who have been married and those who have not, there is no difference between household consumption expenditure between construction workers and other workers.

Keywords: consumption, income, number of dependents, education, marital status, type of work

(10)

x

D AF T AR I SI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 5 1.3. Tujuan Penelitian 6 1.4. Manfaat Penelitian 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Landasa Teori 7

2.1.1. Catatan Teoritis Tentang konsumsi 7 2.1.2. Catatan Teoritis Pola Pengeluaran Konsumsi

Masyarakat 8

2.1.3. Catatan Teoritis Konsumsi 14

2.1.3.1. Teori Konsumsi dari John Maynard Keynes 14 2.1.3.2. Teori Konsumsi dari Ernst Engel 14 2.1.3.3. Teori Konsumsi dari Franco Modigliani 15 2.1.3.4. Teori Konsumsi Milton Friedman 17 2.1.3.5. Teori Ekonomi Irving Fisher 18 2.1.3.6. Teori Ekonomi James Duesenberry 19

2.2. Catatan Teoritis Buruh 20

2.3. Hubungan antar Variabel 21

2.3.1 Hubungan Pendapatan dengan Pengeluaran

Konsumsi 21

2.3.2 Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Pengeluaran

Konsumsi 23

2.3.3 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengeluaran

Konsumsi 24

2.3.4 Hubungan Status Kawin dengan Pengeluaran

Konsumsi 25

2.3.5 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Pengeluaran

Konsumsi 25

2.4. Penelitian Terdahulu 26

2.5. Kerangka Pikir 27

2.6. Hipotesis 28

(11)

xi

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Lokasi Penelitian 29

3.2. Populasi dan Sampel 29

3.3. Jenis dan Sumber Data 30

3.4. Metode Pengumpulan Data 30

3.4.1. Wawancara Berdasarkan Kuesioner 30

3.4.2. Studi Pustaka 31

3.5. Metode Analisis Data 31

3.6. Definisi Operasional 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian 36

4.1.1. Keadaan Geografi 36

4.1.2. Keadaan Penduduk 36

4.2. Karakteristik Responden 38

4.2.1. Responden Berdasarkan Usia 38

4.2.2. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 39 4.2.3. Responden Berdasarkan Pendidikan 40 4.2.4. Responden Berdasarkan Pendapatan Rumah

Tangga 41

4.2.5. Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan

Rumah Tangga 41

4.2.6. Responden Berdasarkan Pengeluaran Konsumsi 42

4.3. Analisis Data 43

4.3.1. Uji t-Statistik 46

4.3.2. Uji F-Statistik 47

4.3.3. Koefisien Determinasi 47

4.4. Pembahasan Hasil Analisis 48

4.4.1. Analisis Pengaruh Pendapatan Terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Buruh di

Kota Makassar 48

4.4.2. Analisis Pengaruh Jumlah Tanggungan ART Terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Buruh di Kota Makassar 49

4.4.3. Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Buruh di

Kota Makassar 50

4.4.4. Analisis Status Kawin Terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Buruh di Kota Makassar 51 4.4.5. Analisis Jenis Pekerjaan Terhadap Pengeluaran

Konsumsi Rumah Tangga Buruh di Kota Makassar 52 BAB V PENUTUP ... 53

5.1. Kesimpulan 53

5.2. Saran 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN ... 59

(12)

xii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1. Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama 4 4.1. Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk, dan Persentase

Penduduk 37

4.2. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Menurut

Kecamatan di Kota Makassar 38

4.3. Distribusi Responden Menurut Usia 39

4.4. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin 39 4.5. Distribusi Responden Menurut Pendidikan 40 4.6. Distribusi Responden Menurut Pendapatan 41 4.7. Distribusi Responden berdsarkan Jumlah Tanggungan Rumah

Tangga 42

4.8. Distribusi Responden berdsarkan Pengeluaran Perbulan 42 4.9. Hasil Analisis Hubungan Fungsional Variabel Bebas terhadap

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Buruh di Kota

Makassar 44

(13)

xiii

D AF T AR G A MB AR

Gambar Halaman

2.1. Kerangka Pikir 27

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gambaran tentang kesejahteraan penduduk bisa dikaji dengan melihat pola konsumsi penduduk. Apalagi dalam aktivitas perekonomian suatu negara, konsumsi mempunyai peran penting serta pengaruh yang sangat besar terhadap stabilitas perekonomian. Semakin tinggi tingkat konsumsi, semakin tinggi tingkat perubahan kegiatan ekonomi dan perubahan dalam pendapatan nasional suatu negara. Pola konsumsi penduduk berubah dari waktu ke waktu atau antar daerah satu dengan yang lainnya tergantung pada selera, pendapatan dan lingkungan.

Pada gilirannya pola konsumsi menentukan berapa yang harus disediakan dan bagaimana distribusinya, terutama dalam hal makanan, agar harga tidak terguncang.

Di mana pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, institusi nasional, penanganan masalah pendapatan, pengentasan kemiskinan, serta mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi. Sejatinya tujuan pembangunan suatu negara adalah kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh rakyat.

Sehingga perlu disadari, arah dan tujuan pembangunan nasional mengisyaratkan bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan harus dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, dan hasil yang dicapai harus dapat dinikmati merata oleh seluruh rakyat. Dengan demikian tersirat bahwa tujuan pembangunan nasional tidak semata-mata mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun juga harus diikuti dengan aspek peningkatan pendapatan dan

(15)

aspek pemerataan, yakni mengurangi kesenjangan pendapatan kelompok berpendapatan rendah dan tinggi.

Karena itu, pembahasan mengenai konsumsi sangat penting untuk menganalisis ekonomi baik jangka panjang maupun jangka pendek. Dalam masyarakat, kegiatan konsumsi merupakan interaksi sehari-hari, setiap orang selalu berhubungan dengan konsumsi, apakah itu untuk memenuhi kebutuhan akan makan, kesehatan, pendidikan, hiburan dan kebutuhan lainnya.

Pengeluaran masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhannya tersebut dinamakan dengan pembelanjaan atau konsumsi. Pengeluaran konsumsi melekat kepada setiap orang mulai dari lahir hingga akhir hidupnya, artinya setiap orang selama hidupnya melakukan kegiatan konsumsi. Jadi karena itu, kegiatan konsumsi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

Berbagai jenis pilihan barang dan jasa yang ditawarkan kepada masyarakat untuk dikonsumsi dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya. Konsumsi seringkali dijadikan salah satu indikator kesejahteraan dalam rumah tangga.

Dalam fungsi utiliti menjelaskan bahwa semakin besar pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa, maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut.

Secara garis besar konsumsi rumah tangga dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kebutuhan pokok (primer) dan penunjang (sekunder). Yang tergolong kebutuhan primer adalah sandang, pangan dan perumahan.

Sedangkan kebutuhan sekunder meliputi kelomok kebutuhan yang tidak selalu menuntut kebutuhan. Masing-masing rumah tangga mepunyai perilaku konsumsi yang berbeda-beda mencakup apa saja yang dikonsumsi, berapa banyak yang akan dikonsumsi dan bagaimana mengkonsumsinya. Hal yang sangat wajar bila

(16)

3

rumah tangga yang berpendapatan besar akan melakukan konsumsi lebih banyak dibanding dengan yang berpendapatan rendah (Pracoyo, 2005).

Pengeluaran konsumsi rumah tangga selalu menduduki tempat utama dalam penggunaan produk domestik bruto yaitu sekitar 60% dari produk domestik bruto Indonesia tiap tahunnya. Keadaan ini umum terjadi di negara mana saja bahwa konsumsi rumah tangga selalu menduduki tempat utama dalam distribusi penggunaan produk domestik bruto (Suparmoko, 2001). Secara umum konsumsi/pengeluaran dibagi menjadi dua kelompok, yaitu konsumsi untuk makanan dan konsumsi bukan makanan. Tingkat kebutuhan/ permintaan terhadap kedua kelompok pengeluaran tersebut pada dasarnya berbeda. Dalam kondisi pendapatan terbatas, pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih didahulukan, sehingga pada masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan.

Seiring dengan peningkatan pendapatan maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bahan makanan. Peningkatan pengeluaran rumah tangga merupakan indikasi adanya peningkatan pendapatan yang dapat diartikan pula adanya peningkatan kesejahteraan rumah tangga. Rumah tangga dapat memutuskan satu dari dua pilian atas pendapatannya: membelanjakan untuk konsumsi atau atau menyimpannya (Esmawati 2005).

Jika rumah tangga memutuskan seberapa banyak yang digunakan pada satu penggunaan, secara otomatis ia memutuskan seberapa banyak pada penggunaan lain. Rumah tangga membeli barang yang tidak tahan lama (non durable) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan untuk barang tahan lama (durable) hanya sebagai pelengkap atau pendukung sehingga permintaan barang tahan lama lebih volatile dibanding barang tidak tahan lama (Misbach,

(17)

2003). Kota Makassar merupakan kota besar yang menjadi pusat berbagai macam kegiatan ekonomi dan berbagai macam jenis pekerjaan.

Tabel 1.1

Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama

Status Pekerjaan Utama Jumlah

Berusaha Sendiri 90 744

Berusaha dibantu buruh tidak tetap/ buruh tak dibayar 25 497 Berusaha dibantu buruh tetap/ buruh dibayar 15 748

Buruh/ Karyawan/ Pegawai 343 575

Pekerja bebas 18 087

Pekerja keluarga/ tak dibayar 28 273

Jumlah Total 521 854

Survey Angkatan Kerja Nasional BPS 2015

Data BPS sulawesi selatan 2016 yang di muat oleh tabel 1.1 terlihat bahwa dalam jumlah pekerja yang memiliki status pekerjaan utama sebagai buruh/ karyawan/ pegawai sebanyak 343 575. Jumlah itu sangat besar mengindikasikan ada banyak sekali rumah tangga yang menggantungkan kehidupan dengan bekerja sebagai buruh. Adapun kondisi sebagian buruh sendiri merupakan profesi yang selalu berhubungan dengan isu peningkatan kesejahteraan, ini menunjukkan bahwa rumah tangga para pekerja yang terlibat dalam profesi ini cenderung memiliki pandapatan yang tidak terlalu besar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti yang kita ketahui bahwa jika pendapatan seorang pekerja tinggi, maka akan diikuti oleh tingkat konsumsi yang tinggi pula, tetapi pada kenyataannya walaupun pendapatan atau upah seorang buruh rendah tetapi konsumsi yang ia butuhkan bisa saja jauh lebih besar dari upah yang ia terima diakibatkan kondisi-kondisi lain seperti jumlah anggota rumah tangga yang membuat beban ekonomi yang ditanggung harus bertambah pula.

Selain itu ada juga pendidikan di mana pendidikan ini sangat penting untuk

(18)

5

melihat kualitas sumber daya manusia. Di tambah faktor status kawin serta jenis pekerjaan dari seseorang itu sendiri.

Dari hal tersebut ingin lebih jauh diketahui apa sajakah faktor yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga tenaga kerja buruh di Makassar. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian ilmiah dengan objek buruh yang di kelompokkan menjadi 2 yaitu buruh bangunan dan buruh lain selain bangunan dengan judul, “Analisis Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Buruh di Kota Makassar”

1.2 Rumusan Masalah

Rumah tangga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, jadi dapat dikatakan bahwa kesejahteraan rumah tangga berarti kesejahteraan masyarakat.

Pendekatan konsumsi merupakan salah satu pendekatan yang sering digunakan untuk menganalisa berapa besarnya pendapatan rumah tangga. Pendapatan tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi pola konsumi dari masing-masing rumah tangga tersebut. Rumah tangga membuat keputusan untuk mengalokasikan sebagian anggarannya untuk membeli pangan dan kebutuhan non pangan. Maka dari itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah pendapatan, jumlah tanggungan rumah tangga, dan tingkat pendidikan, berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga buruh di kota Makassar?

2. Apakah ada perbedaan pengeluaran konsumsi rumah tangga antara buruh yang telah menikah atau belum?

(19)

3. Apakah ada perbedaan pengeluaran konsumsi rumah tangga antara pekerja buruh bangunan dan buruh lainnya?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah faktor pendapatan, jumlah tanggungan rumah tangga, dan tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pengeluaran rumah tangga pekerja buruh di kota Makassar.

2. Untuk mengetahui perbedaan pengeluaran konsumsi rumah tangga buruh yang telah menikah dan belum menikah.

3. Untuk mengetahui perbedaan pengeluaran konsumsi antara pekerja buruh bangunan dan lainnya.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1. Sebagai suatu pertimbangan untuk pemerintah dalam rangka memberikan bantuan dan apresiasi kepada pekerja khususnya kepada buruh.

2. Sebagai bahan informasi bagi penduduk untuk memperbaiki kelemahan dan kekurangan selama ini dalam kaitannya dengan pola konsumsi yang dilakukan.

3. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengeluaran konsumsi rumah tangga.

(20)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Catatatan Teoritis Tentang Konsumsi

Konsumsi merupakan salah satu variabel makroekonomi yang dilambangkan dengan huruf “C” inisial dari kata consumption, merupakan pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga untuk memperoleh barang dan jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan (Dumairy, 2004). Konsumsi dalam istilah sehari-hari sering diartikan sebagai pemenuhan akan kebutuhan makanan dan minuman. Konsumsi mempunyai pengertian yang lebih luas lagi yaitu barang dan jasa akhir yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Barang dan jasa akhir yang dimaksud adalah barang dan jasa yang sudah siap dikonsumsi oleh rumah tangga.

Kata konsumsi dalam Kamus Besar Ekonomi diartikan sebagai tindakan manusia baik secara langsung atau tak langsung untuk menghabiskan atau mengurangi kegunaan (utility) suatu benda pada pemuasan terakhir dari kebutuhannya (Sigit dan Sujana, 2007).

Mankiw (2007), mendefiniskan konsumsi sebagai pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga. Barang mencakup pembelanjaan rumah tangga pada barang yang tahan lama, kendaraan dan perlengkapan dan barang tidak tahan lama seperti makanan dan pakaian. Jasa mencakup barang yang tidak berwujud konkrit, termasuk pendidikan.

Selanjutnya menurut Suparmoko (1997) konsumsi terbagi 2 (dua) yakni konsumsi permanen dan konsumsi sementara. Konsumsi permanen adalah

(21)

konsumsi yang ditentukan oleh pendapatan permanen dan konsumsi sementara dapat diartikan sebagai konsumsi yang tidak diperkirakan sebelumnya, misalnya pengeluaran untuk jasa dokter. Sedangkan menurut Samuelson dan Nordhaus (2001), konsumsi adalah pengeluaran untuk pembelian barang-barang dan jasa akhir guna mendapatkan kepuasan ataupun memenuhi kebutuhannya.

Dari beberapa pengertian konsumsi di atas dapat disimpulkan bahwa konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan individu atau rumah tangga untuk pembelian barang dan jasa guna memenuhi segala kebutuhan akan barang konsumsi yang terdiri atas barang konsumsi sekali pakai dan barang konsumsi yang dipergunakan lebih dari satu kali.

2.1.2 Catatan Teoritis Pola Pengeluaran Konsumsi Masyarakat

Asumsi dasar tentang pola konsumsi rumah tangga atau individu adalah bahwa setiap rumah tangga atau individu akan memaksimumkan kepuasannya, kesejahteraannya, kemakmurannya, atau kegunaannya. Pola konsumsi itu sendiri adalah jumlah persentase dari distribusi pendapatan terhadap masing- masing pengeluaran pangan, sandang, jasa-jasa, serta rekreasi dan hiburan.

BPS menyatakan kategori adalah pengeluaran makanan, perumahan, pakaian, barang, jasa, dan pengeluaran non konsumsi seperti untuk usaha dan lain-lain pembayaran. Secara terperinci pengeluaran konsumsi adalah semua pengeluaran untuk makanan, minuman, pakaian, pesta atau upacara, barang- barang lama ,dan lain-lain. Yang dilakukan oleh setiap anggota rumah tangga baik itu di dalam maupun di luar rumah, baik keperluan pribadi maupun keperluan rumah tangga. (BPS, Makassar dalam angka 2015).

Kebutuhan pokok sebagai kebutuhan esensial sedapat mugkin harus dipenuhi oleh suatu rumah tangga supaya mereka dapat hidup wajar. Kebutuhan

(22)

9

Esensial ini antara lain: makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi, perawatan pribadi, rekreasi. Alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat secara garis besar dapat digolongkan dalam dua kelompok penggunaan, yaitu pengeluaran untuk makanan, dan pengeluaran untuk bukan makanan.

Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah mencakup berbagai pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga atas barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan individu ataupun kelompok secara langsung. Pengeluaran rumah tangga di sini mencakup pembelian untuk makanan dan bukan makanan (barang dan jasa) di dalam negeri maupun luar negeri. Termasuk pula disini pengeluaran lembaga nirlaba yang tujuan usahanya adalah untuk melayani keperluan rumah tangga.

Pola konsumsi masyarakat menggambarkan kecenderungan mengkonsumsi mayarakat yang mengarah kepada unsur makanan atau non makanan. Kecenderungan mengkonsumsi masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Pola konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu 1) tingkat pendapatan masyarakat yaitu tingkat pendapatan (Y) dapat digunakan untuk dua tujuan: konsumsi (C) dan tabungan (S), dan hubungan ketiganya dapat terbentuk dalam persamaan Y= C + S. Fungsi ini diartikan bahwa besar kecilnya pendapatan yang diterima seseorang akan mempengaruhi pola konsumsi; 2) selera konsumen, setiap orang memiliki keinginan yang berbeda dan ini akan mempengaruhi pola konsumsi; 3) harga barang, jika harga suatu barang mengalami kenaikan, maka konsumsi barang tersebut akan mengalami penurunan. Sebaliknya jika harga suatu barang mengalami penurunan, maka konsumsi barang tersebut akan mengalami kenaikan; 4) tingkat pendidikan

(23)

masyarakat, tinggi rendahnya pendidikan masyarakat akan mempengaruhi terhadap perilaku, sikap dan kebutuhan konsumsinya; 5) jumlah keluarga, besar kecilnya jumlah keluarga akan mempengaruhi pola konsumsinya; 6) Lingkungan, keadaan sekeliling dan kebiasaan lingkungan sangat berpengaruh pada prilaku konsumsi masyarakat.

Menurut T. Gilarso (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi pola perilaku konsumen meliputi faktor individual yang termasuk dalam hal itu adalah faktor emosional. Selain itu disebabkan karena faktor-faktor objektif, seperti umur, kelompok usia (anak, remaja, dewasa, dan berkeluarga) dan lingkungan yang mempengaruhi tidak hanya apa yang dikonsumsikan, tapi juga kapan, berapa, model-modelnya, dan lain-lain. Ada juga faktor ekonomi yaitu harga barang, pendapatan konsumen dan adanya subtitusi, serta terdapat beberapa hal lain yang bisa mempengaruhi terhadap permintaan seseorang atau keluarga, antara lain lingkungan fisik (panas, dingin, basah, kering, dan lain-lain); Kekayaan yang sudah dimiliki; pandangan atau harapan tentang penghasilan di masa yang akan datang; besarnya keluarga (keluarga inti, program KB); tersedia tidaknya kredit murah untuk konsumsi (koperasi, bank). Faktor sosial, orang yang hidup dalam masyarakat harus bisa menyesuaiakan diri dengan lingkungan sosialnya. Gaya hidup dan faktor iklan sangat besar pengaruhnya terhadap pola konsumsi masyarakat serta faktor kebudayaan yaitu berupa agama dan adat kebiasaan dapat mempengaruhi konsumen dalam menentukan keputusan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.

Menurut T. Gillarso (2003) juga menyebutkan bahwa terdapat faktor- faktor yang menyebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat diantaranya sistem keluarga semakin diganti dengan sistem keluarga kecil yang berdiri sendiri dan tertutup, banyak istri juga bekerja di luar rumah, di kantor-kantor, dan

(24)

11

perusahaan-perusahaan, sebagian dari pekerjaan yang dulu dikerjakan sendiri di rumah makin lama makin dialihkan ke perusahaan atau pabrik, banyak keluarga muda dengan tingkat penghasilan masih rendah, padahal membutuhkan penghasilan untuk konsumsi sehingga sangat sulit untuk menabung, taraf pendidikan masyarakat telah mulai naik sehingga diperlukan macam-macam hal tambahan yang tidak dibutuhkan oleh orang yang tidak sekolah, pertumbuhan kota-kota besar dengan gaya hidup yang lain daripada desa, dengan sekolah- sekolah dan hiburannya, model pakaiannya, toko-tokonya yang mewah, listriknya, lalu lintas yang ramai, secara otomatis akan merubah pola kebutuhan masyarakat.

Beberapa variabel lain yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi dalam perkembangan ekonomi yang terjadi mengakibatkan bertambahnya variabel yang dapat mempengaruhi pengeluaran konsumsi selain pendapatan nasional, inflasi, suku bunga, dan jumlah uang beredar seperti sebagai berikut:

1. Selera

Di antara orang-orang yang berumur sama dan berpendapatan sama, beberapa orang dari mereka mengkonsumsi lebih banyak dari pada yang lain.

Hal ini dikarenakan ada nyaperbedaan sikap dalam penghematan.

2. Faktor sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi misalnya: umur, pendidikan, pekerjaan dan keadaan keluarga. Biasanya pendapatan akan tinggi pada kelompok umur muda dan terus meninggi dan mencapai puncaknya pada umur pertengahan, dan akhirnya turun pada kelompok tua. Demikian juga dengan pendapatan yang ia sisihkan (tabung) pada kelompok umur tua adalah rendah. Yang berarti bagian pendapatan yang dikonsumsi relatif tinggi pada kelompok muda dan tua, tetapi rendah pada umur pertengahan. Dengan adanya perbedaan proporsi

(25)

pendapatan untuk konsumsi diantara kelompok umur, maka naiknya umur rata- rata penduduk akan mengubah fungsi konsumsi agregat.

3. Kekayaan

Tercakup dalam pengertian kekayaan rumah tangga adalah kekayaan riil (misalnya rumah, tanah, mobil) dan finansial (deposito berjangka, saham, dan surat-surat berharga). Kekayaan-kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi, karena menambah pendapatan disposibel. Misalnya bunga deposito yang diterima tiap bulan dan deviden yang diterima setiap tahun menambah pendapatan rumah tangga. Demikian juga rumah, tanah, mobil yang disewakan.

Penghasilan-penghasilan tadi disebut penghasilan monipah. Sebagian dari tambahan penghasilan tersebut akan dipakai sebagai konsumsi. Tentunya, hal ini akan meningkatkan konsumsi.

4. Keuntungan / Kerugian Capital

Keuntungan kapital yaitu dengan naiknya hasil bersih dari kapital akan mendorong tambahnya konsumsi, sebaliknya dengan adanya kerugian kapital akan mengurangi konsumsi. Menurut John J. Arena menemukan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi agregat dan keuntungan kapital karena sebagian saham dipegang oleh orang-orang yang berpendapatan tinggi dan konsumsi mereka tidak terpengaruh oleh perubahan perubahan jangka pendek dalam harga surat berharga tersebut. Sebaliknya Kul B. Bhatia dan Barry Bosworth menemukan hubungan yang positif antara konsumsi dengan keuntungan kapital.

5. Tingkat harga

Naiknya pendapatan nominal yang disertai dengan naiknya tingkat harga dengan proporsi yang sama tidak akan mengubah konsumsi riil. Bila seseorang tidak mengubah konsumsi riilnya walaupun ada kenaikan pendapatan nominal dan tingkat harga secara proposional, maka ia dinamakan bebas dari ilusi uang

(26)

13

(money illusion) seperti halnya pendapat ekonomi kasik. Sebaliknya bila mereka mengubah konsumsi riilnya maka dikatakan mengalami “ilusi uang” seperti yang dikemukakan Keynes.

6. Barang tahan lama

Barang tahan lama adalah barang yang dapat dinikmati sampai pada masa yang akan datang (biasanya lebih dari satu tahun). Adanya barang tahan lama ini menyebabkan timbulnya fluktuasi pengeluaran konsumsi. Seseorang yang memiliki banyak barang tahan lama, seperti lemari es, perabotan, mobil, sepeda motor, tidak membelinya lagi dalam waktu dekat. Akibatnya pengeluaran konsumsi untuk jenis barang seperti ini cenderung menurun pada masa (tahun) yang akan datang. Pengeluaran konsumsi untuk jenis barang ini menjadi berfluktuasi sepanjang waktu, sehingga pada periode tersebut pengeluaran konsumsi secara keseluruhan juga berfluktuasi.

7. Kredit

Kredit yang diberikan oleh sektor perbankan sangat erat hubungannya dengan pengeluaran konsumsi yang dilakukan rumah tangga. Adanya kredit menyebabkan rumah tangga dapat membeli barang pada waktu sekarang dan pembayarannya dilakukan di kemudian hari. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa adanya fasilitas kredit menyebabkan rumah tangga akan melakukan konsumsi yang lebih banyak, karena apa yang mereka beli sekarang harus dibayar dengan penghasilan yang akan datang. Konsumen akan memperhitungkan beberapa hal dalam melakukan pembayaran dengan cara kredit, misalnya tingkat bunga, uang muka dan waktu pelunasannya. Tingkat bunga tidak merupakan faktor dominan dalam memutuskan pembelian dengan cara kredit, sebagaimana faktor-faktor yang lain seperti uang muka dan waktu pelunasan. Kenaikan uang muka akan menurunkan jumlah uang yang hurus

(27)

dibayar secara kredit. Sedangkan semakin panjang waktu pelunasan akan meningkatkan jumlah uang yang harus dibayardengan kredit. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak adanya kejelasan mengenai pengaruh kredit terhadap pengeluaran konsumsi. (Suparmoko, 1991).

2.1.3 Catatan Teoritis Konsumsi

2.1.3.1 Teori Konsumsi dari John Maynard Keynes

Keynes mengedepankan variabel utama dalam analisisnya yaitu konsumsi dipengaruhi oleh tingkat pendapatan C= f(Y). Keynes mengajukan 3 asumsi pokok secara makro dalam teorinya yaitu pertama, kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume) ialah jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu.

Kedua Keynes menyatakan bahwa kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (average prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ketiga Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting.

Sehingga secara garis besar terori konsumsi Keynes menyatakan bahwa, konsumsi masyarakat sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan.

Sedangkan unsur tabungan tidak terlalu berdampak terhadap perubahan jumlah barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.

2.1.3.2 Teori Konsumsi dari Ernst Engel

Teori Konsumsi menurut Engel (1821-1896) menyatakan bahwa saat pendapatan meningkat, proporsi pendapatan yang dihabiskan untuk membeli makanan berkurang, bahkan jika pengeluaran aktual untuk makanan meningkat.

Hal ini berati hukum Engel menyatakan bahwa tingkat kesejahteraan dikatakan

(28)

15

membaik bila perbandingan pengeluaran untuk konsumsi makanan cenderung semakin menurun dan sebaliknya pengeluaran untuk non-makanan semakin meningkat. Adanya pergeseran permintaan konsumsi tersebut dikarenakan beberapa faktor seperti, (a) tingkat pendapatan per kapita (per capita income) masyarakat, (b) cita rasa atau selera (taste) konsumen terhadap barang itu, (c) harga barang lain (prices of related goods), terutama barang pelengkap (complementary goods) dan barang pengganti (substitution goods) dan (d) harapan atau perkiraan konsumen (consumer expectation) terhadap harga barang yang bersangkutan.

Klasifikasi untuk permintaan barang konsumsi terdiri dari Superior good (barang mewah), Inferior good (barang bermutu rendah) dan normal good (barang normal). Superior good adalah barang yang perubahan jumlah barang yang diminta lebih besar dari pada perubahan pendapatan konsumen. Inferior good adalah barang yang apabila pendapatan konsumen bertambah maka jumlah barang yang diminta justru semakin berkurang atau barang yang sudah tidak menjadi mode lagi di kalangan anggota masyarakat seperti jenis makanan kuno semacam jagung bakar, gethuk bahkan bukan hanya makanan saja juga seperti alat transportasi misalnya sepeda. Sementara itu, normal good adalah barang-barang yang sering dilihat sehari-hari, pada umumnya seperti pakaian, makanan, dan lain-lainnya.

2.1.3.3 Teori Konsumsi Franco Modigliani

Franco Modigliani, dikenal teori dengan hipotesis siklus hidup. Teori ini mencoba menerangkan bahwa pengeluaran masyarakat mendasarkan kepada kenyataan bahwa pola penerimaan dan pola pengeluaran konsumsi seseorang pada umumnya dipengaruhi masa dalam siklus hidupnya. Selanjutnya Modligani

(29)

menekankan bahwa pendapatan bervariasi secara sistematis selama kehidupan seseorang dan tabungan membuat konsumen dapat mengalihkan pendapatan dari masa hidupnya ketika pendapatan tinggi ke masa hidup ketika pendapatannya rendah (Mankiw, 2007: 461).

Seseorang cenderung menerima penghasilan/pendapatan yang rendah pada usia muda, tinggi pada usia menengah dan rendah pada usia tua, maka rasio tabungan akan fluktuasi sejalan dengan perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan mempunyai tabungan negatif, orang berumur menengah menabung dan membayar kembali pinjaman pada masa muda mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang dibuatnya di masa usia menengah.

Ari Sudarman dan Algifari (1996: 313-314) menjelaskan bahwa teori ini membagi pola konsumsi seseorang menjadi 3 bagian. Bagian pertama yaitu dari seseorang berumur nol tahun hingga berusia tertentu dimana orang tersebut dapat menghasilkan pendapatan sendiri. Sebelum orang tersebut dapat menghasilkan pendapatan sendiri, maka ia mengalami dissaving (dia berkonsumsi tetapi tidak menghasilkan pendapatan). Kemudian pada bagian kedua dimana seseorang berusaha kerja (dapat menghasilkan pendapatan sendiri) hingga ia tepat pada saat berusia tidak bisa bekerja lagi pada keadaan ia mengalami saving. Dan bagian ke tiga ketika seseorang pada usia tua dimana orang tersebut tidak mampu lagi menghasilkan pendapatan sendiri. Pada keadaan ini ia mengalami dissaving lagi. Kenyataannya orang menumpuk kekayaan sepanjang hidup mereka dan tidak hanya orang yang sudah pensiun saja. Apabila terjadi kenaikan dalam nilai kekayaan, maka konsumsi akan meningkat atau dapat dipertahankan lebih lama. Akhirnya hipotesis siklus kehidupan ini akan berarti menekan hasrat konsumsi.

(30)

17

2.1.3.4 Teori Konsumsi Milton Friedman

Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh M Friedman. Teori ini berpendapat bahwa pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan permanen (permanent income) dan pendapatan sementara (transitory income). Pengertian dari pendapatan permanen adalah Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah.

Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (yang menciptakan kekayaan). Pengertian pendapatan sementara adalah pendapatan yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Friedman beranggapan bahwa tidak terdapat korelasi antara pendapatan/

konsumsi sementara dengan pendapatan/konsumsi permanen, maupun konsumsi sementara dengan pendapatan sementara. Kecenderungan mengkonsumsi dari pendapatan sementara sama dengan nol, artinya jika konsumen menerima pendapatan sementara yang positif maka tidak akan mempengaruhi konsumsi. Jika konsumen menerima pendapatan sementara yang negatif maka tidak akan mengurangi konsumsi (Goeritno dan Algifari, 1998)

Friedman menganggap pula bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan sementara dengan pendapatan permanen, juga antara konsumsi sementara dengan konsumsi permanen, maupun konsumsi sementara dengan pendapatan sementara. Sehingga MPC dari pendapatan sementara sama dengan nol yang berarti bila konsumen menerima pendapatan sementara yang positif maka tidak akan mempengaruhi konsumsi. Demikian pula bila konsumen menerima pendapatan sementara yang negatif maka tidak akan mengurangi konsumsi (Suparmoko, 2001).

(31)

2.1.3.5 Teori Ekonomi Irving Fisher

Teori Irving Fisher menyatakan bahwa ketika seseorang memutuskan berapa banyak pendapatan yang akan dia konsumsi dan berapa banyak yang akan ditabung, dia mempertimbangkan kondisi sekarang dan kondisi yang akan datang. Semakin banyak yang dia konsumsi saat ini, maka akan semakin sedikit yang bisa dia konsumsi di masa yang akan datang. Irving Fisher mengembangkan model konsumsi untuk menganalisis bagaimana seorang konsumen yang rasional dan berpandangan kedepan membuat pilihan antar waktu yang berbeda (intertemporal choice). Model Fisher menunjukan kendala yang dihadapi konsumen dan bagaimana mereka memilih antara konsumsi dan tabungan.

Masyarakat yang rasional akan terus berusaha menambah jumlah dan mutu barang atau jasa yang mereka konsumsi. Salah satu alasan mengapa masyarakat mengkonsumsi lebih sedikit dari yang sebenarnya diinginkan adalah adanya keterbatasan anggaran (budget constrain). Ketika mereka memutuskan berapa yang akan dikonsumsi saat ini dan berapa yang akan ditabung untuk masa depan, mereka menghadapi yang disebut dengan intertemporal budget constrain.

Model Fisher juga mengasumsiskan bahwa konsumen dapat meminjam dan menabung. Kemampuan untuk meminjam memungkinkan konsumsi saat ini lebih besar daripada pendapatan saat ini. Jika konsumsi meminjam, berarti dia mengkonsumsi sebagian dari pendapatannya nanti pada saat ini. Tetapi pada sebagian orang meminjam merupakan hal yang mustahil. Analisis tentang kendala meminjam menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat dua fungsi konsumsi. Pada sebagian konsumen, kendala meminjam tidak membatasi, dan konsumsi tergantung pada nilai sekarang dari pendapatan sepanjang hidupnya.

(32)

19

Pada sebagian konsumen yang lain, kendala meminjam membatasi fungsi konsumsinya. Jadi pada konsumen yang ingin meminjam tetapi tidak bias, konsumsinya semata-mata ditentukan oleh pendapatannya saat ini. (Herlambang Dkk, 2001).

2.1.3.6 Teori Ekonomi James Duesenberry

Teori lain yang digunakan adalah teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan relatif dari James Duesenberry. Teori ini mempunyai maksud untuk merekonsiliasikan hubungan yang proporsinal dan yang tidak proporsional antara konsumsi dan pendapatan dengan maksud agar diperoleh gambaran mengenai alasan sebab-sebab timbulnya perbedaan konsumsi seseorang. Duesenberry menjelaskan ada faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengeluaran seseorang yaitu selera rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen, artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya (tetangga) dengan kata lain faktor lingkungan dapat berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi. Pengeluaran konsumsi adalah irreversible, artinya pola pengeluaran pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat pendapatan mengalami penurunan.

Maksudnya adalah pengeluaran konsumsi seseorang dalam jangka pendek dapat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan relatif. Pendapatan relatif yang dimaksud adalah pendapatan tertinggi yang pernah dicapai seseorang.

Menurut Duesenberry apabila seseorang mengalami kenaikan pendapatan maka dalam jangka pendek tidak langsung menaikkan pengeluaran konsumsinya secara proporsional dengan kenaikan pendapatan, akan tetapi kenaikan pengeluaran konsumsinya lebih lamban karena seseorang lebih memilih untuk menambah jumlah tabungan (saving) dan sebaliknya apabila

(33)

pendapatan turun seseorang tidak mudah terjebak dalam kondisi konsumsi dengan biaya tinggi.

2.2 Catatan Teoritis Buruh

Buruh, pekerja, tenaga kerja, karyawan pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainnya kepada pemberi kerja atau majikan atau pengusaha. Buruh adalah mereka yang bekerja pada usaha perorangan dan diberikan imbalan secara harian maupun borongan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, baik lisan maupun tertulis yang biasanya imbalan kerja tersebut diberikan secara harian. Pada dasarnya, buruh, pekerja, tenaga kerja maupun karyawan adalah sama. Tapi di Indonesia buruh selalu diindentikan dengan pekerja rendahan, hina, kasar dan sebagainya.

Sedangkan pekerja, tenaga kerja dan karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi dan diberikan kepada buruh yang tidak memakai otot tetapi otak dalam bekerja, tetapi pada intinya keempat kata tadi mempunyai makna yang sama yaitu pekerja. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pungasaha di Indonesia.

Menurut UU No 13 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 ayat 2, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan masyarakat pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat tersebut adalah kesejahteraan rakyat termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan hatus di jamin hak-haknya. PER-04/MEN/1994 mengatakan bahwa pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja

(34)

21

pada perusahaan yang belum wajib mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja karena adanya pentahapan kepesertaan.

Secara umum pengertian buruh adalah orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapatkan upah. Dalam konteks kepentingan didalam suatu perusahaan terdapat dua kelompok yaitu kelompok pemilik modal (owner) dan kelompok buruh, yaitu orang-orang yang diperintah dan dipekerjakan dan berfungsi sebagai salah satu komponen dalam proses produksi. Dalam teori Karl Marx tentang nilai lebih disebutkan bahwa kelompok yang memiliki dan menikmati nilai lebih disebut sebagai majikan dan kelompok yang terlibat dalam.proses penciptaan nilai lebih itu disebut buruh.

Buruh berbeda dengan pekerja. Pengertian pekerja lebih menunjuk kepada proses dan bersifat mandiri, bisa saja pekerja itu bekerja untuk dirinya sendiri dan mengaji dirinya sendiri seperti petani yang mempunyai tanah garapan sendiri, nelayan yang mempunyai kapal ikan sendiri, dokter yang membuka praktek sendiri dll yang dalam proses bekerjanya memperoleh nilai tambah dari apa yang mereka buat sendiri.

2.3 Hubungan Antar Variabel

2.3.1 Hubungan Pendapatan dengan Pengeluaran Konsumsi

Keynes menyatakan bahwa hubungan antara besarnya konsumsi dengan besarnya pendapatan keluarga dapat dilihat dalam bentuk fungsi konsumsi.

Fungsi konsumsi adalah rencana konsumsi untuk berbagi tingkat pendapatan.

Dalam kehidupan masyarakat tentu saja terdapat berbagai macam cara dalam melaksanakan konsumsi guna mencukupi kebutuhan hidup. Demikian juga tentang pendapatan yang mereka peroleh tentu saja berbeda-beda meskipun memiliki pekerjaan pokok yang sama. Tetapi apabila ditinjau kondisi dari

(35)

kehidupan masyarakat yang berpenghasilan rendah dimana pada umumnya mereka mempunyai pola kehidupan yang hampir sama terutama dalam pemenuham kebutuhan konsumsi yang hanya terbatas pada pemenuhan pangan, pendidikan anak-anaknya, berobat bila keadaan memaksa dan sedikit sekali untuk memenuhi kebutuhan sandang (Priyanto, 2007).

Pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya saving. Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan bertambah, tetapi bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan bertambah besar dengan pesatnya. Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat pendapatan tertinggi yang telah kita capai tercapai kembali. Sesudah puncak dari pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan banyak menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan di lain pihak bertambahnya saving tidak begitu cepat.

(Reksoprayitno,2000).

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan betapa sulit golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya, karena prioritas utama dalam mengunakan uang hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhan pangan saja, sedangkan kebutuhan non pangan akan sulit dipenuhi secara layak.

(36)

23

2.3.2 Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Pengeluaran Konsumsi Jumlah anggota keluarga sangat menentukan jumlah kebutuhan keluarga. Semakin banyak anggota keluarga berarti semakin banyak pula jumlah kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi. Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit anggota keluarga berarti semakin sedikit pula kebutuhan yang harus dipenuhi keluarga. Sehingga dalam keluarga yang jumlah anggotanya banyak, akan diikuti oleh banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi. Semakin besar ukuran rumah tangga berarti semakin banyak anggota rumah tangga yang pada akhirnya akan semakin berat beban rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Demikian pula jumlah anak yang tertanggung dalam keluarga dan anggota- anggota keluarga yang cacat maupun lanjut usia akan berdampak pada besar kecilnya pengeluaran suatu keluarga. Mereka tidak bisa menanggung biaya hidupnya sendiri sehingga mereka bergantung pada kepala keluarga dan istrinya. Anak-anak yang belum dewasa perlu di bantu biaya pendidikan, kesehatan, dan biaya hidup lainnya (Putu, 2014).

Menurut Mantra (2003) yang termasuk jumlah anggota keluarga adalah seluruh jumlah anggota keluarga rumah tangga yang tinggal dan makan dari satu dapur dengan kelompok penduduk yang sudah termasuk dalam kelompok tenaga kerja. Kelompok yang dimaksud makan dari satu dapur adalah bila pengurus kebutuhan sehari-hari dikelola bersamasama menjadi satu. Jadi, yang termasuk dalam jumlah anggota keluarga adalah mereka yang belum bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari karena belum bekerja (dalam umur non produktif) sehingga membutuhkan bantuan orang lain (dalam hal ini orang tua).

(37)

2.3.3 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengeluaran Konsumsi

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan tidak saja menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan bekerja, dengan demikian juga dapat meningkatkan produktivitas kerja. Dalam kaitannya dengan konsumsi masyarakat, menurut Survey Biaya Hidup (SBH) yang dilakukan BPS bahwa semakin tinggi rata-rata pendidikan kepala rumahtangga semakin kecil persentase pengeluaran untuk konsumsi makanan. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2011) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara status sosial ekonomi dalam hal ini pendidikan terhadap konsumsi. Menurut Mahmud dalam Wahyuni (2011), status sosial ekonomi antara lain meliputi tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, jenis pekerjaan, jabatan, orang tua, fasilitas khusus dan barang-barang berharga yang ada di rumah. Pekerjaan adalah akibat dari pendidikan dan merupakan salah satu faktor penentu. Pendidikan seseorang sangat mempengaruhi perilaku konsumsi. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula kebutuhan yang harus terpenuhi.

Dengan kondisi status sosial ekonomi yang berbeda-beda akan mengakibatkan perbedaan gaya hidup, termasuk mengkonsumsi barang dan jasa. Bagi seseorang yang mempunyai status sosial ekonomi tinggi, maka ada kecenderungan bergaya hidup mewah dan memungkinkan dapat memenuhi kebutuhan yang ada. Dalam perilaku konsumsinya juga berbeda dengan seseorang yang memiliki status sosial ekonomi menengah ke bawah atau kurang mampu, karena lebih berpikir dalam melakukan konsumsi dan bergaya hidup.

(38)

25

2.3.4 Hubungan Status Kawin dengan Pengeluaran Konsumsi

Status perkawinan memiliki hubungan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga, dengan adanya status perkawinan maka menunjukkan rumah tangga tersebut mengalokasikan pendapatan yang diterimanya untuk keperluan anggota rumah tangga baru yang nantinya akan membuat pengeluaran konsumsi akan bertambah pula seiring meningkatnya jumlah anggota rumah tangga. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Okeke (2015) bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara status perkawinan dengan pengeluaran konsumsi beras lokal setiap bulan. Pada golongan pendapatan tinggi dan menengah status perkawinan tidak berpengaruh signifikan terhadap konsumsi beras. Hal ini juga didukung penelitian yang dilakukan oleh Farah (2011) bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status perkawinan dengan perilaku pembelian beras untuk konsumsi beras rumah tangga.

2.3.5 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Pengeluaran konsumsi

Jenis pekerjaan memiliki pengaruh besar terhadap pengeluaran konsumsi seseorang. Pada rumah tangga dengan kategori rata-rata pengeluaran rendah variabel pendidikan dan status pekerjaan berpengaruh signifikan terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin di perkotaan, dalam hal ini dapat diartikan bahwa semakin rendah pendidikan kepala keluarga, terdapat kecenderungan bahwa rumah tangga tersebut dalam pengeluaran rumah tangganya lebih besar terfokus pada keperluan pangan dibandingkan non pangan. Menurut Sjirat (2007) kepala rumah tangga berpendidikan rendah bekerja pada sektor informal dengan pendapatan yang terbatas, sehingga pendapatan yang diperoleh kelompok rumah tangga ini sebesar-besarnya akan tersedot untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarganya.

(39)

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Niken Agustin (2012), dalam penelitian tentang Analisis Konsumsi Rumah Tangga Petani Padi dan Palawija di Kabupaten Demak, hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga petani padi dan palawija masih didominasikan oleh konsumsi makanan. Faktor- faktor yang mempengaruhi konsumsi rumah tangga petani padi dan palawija adalah pendapatan, jumlah tanggungan, dan penggunaan kredit. Variabel pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besar konsumsi rumah tangga petai padi dan palawija.

Penelitian oleh Fani Esmawati (2005) dalam penelitian tentang Analisis Konsumsi Rumah Tangga di Kabupaten Brebes Tahun 2004, hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor tingkat pendapatan rumah tangga dan jenis pekerjaan kepala keluarga mempunyai pengaruh positif terhadap konsumsi rumah tangga dengan tingkat signifikan 1%. Sedangkan jumlah anggota keluarga dan tingkat pendidikan kepala keluarga mempunyai pengaruh positif terhadap konsumsi rumah tangga pada taraf signifikan 5%. Data yang digunakan adalah data primer dengan menggunakan metode survey unit analisisnya adalah rumah tangga dari brebes yang diambil secara proportional random sampling. Alat analisis yang digunakan adalah regresi double log.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurhikmah (2009) dengan judul Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga, kelurahan aek kota batu kab. Labuhan batu utara, hasilnya menunjukkan tingkat pendapatan rumah tangga, mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga, sedangkan jumlah tanggungan keluarga, mempunyai pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan terhadap

(40)

27

pengeluaran konsumsi rumah tangga dan tabungan keluarga, mempunyai pengaruh yang negative dan signifikan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga.

2.5 Kerangka Pikir

Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang diduga memiliki hubungan dengan pengeluaran konsumsi rumah tangga buruh sebagai variabel terkait (Y).

Adapun faktor yang dimaksud adalah Pendapatan (X1), Tanggungan Rumah Tangga (X2), Pendidikan (X3), Status Perkawinan (D1), dan Jenis Pekerjaan (D2) sebagai variabel bebas.

Secara sederhana, kerangka pikir digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Pendapatan

RumahTangga (X1)

Tanggungan Rumah Tangga (X2)

Pengeluaran Konsumsi RT Buruh (Y)

Status Kawin (D1) Pendidikan (X3)

Jenis Pekerjaan (D2)

(41)

2.6 Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan yang bersifat sementara atas rumusan masalah. Dalam penelitian ini akan dirumuskan hipotesis guna memberikan arah dan pedoman dalam melakukan penelitian. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Diduga bahwa pendapatan, jumlah tanggungan rumah tangga, dan pendidikan berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga buruh di Kota Makassar.

2. Diduga terdapat perbedaan pengeluaran konsumsi rumah tangga buruh yang sudah menikah dan yang belum menikah.

3. Diduga terdapat perbedaan pengeluaran konsumsi rumah tangga antara buruh bangunan dan lainnya.

(42)

29 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian atau ruang lingkup penelitian yang dilakukan yakni di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan dengan mempertimbangkan Kota Makassar sebagai ibu Kota Provinsi dan merupakan kota dengan populasi terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi yang dimaksud menurut Suharsimi Arikunto (2002: 108) adalah jumlah keseluruhan subjek penelitian. Populasi menurut Sugianto dalam Atik (2006) juga berarti keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah pekerja buruh yang ada di Kota Makassar. Buruh yang bekerja ini akan di bagi menjadi dua bagian yaitu buruh bangunan dan buruh non bangunan. Buruh non bangunan adalah mereka yang bekerja sebagai buruh pabrik, buruh pelabuhan, serta beberapa buruh yang bekerja pada sektor jasa lainnya.

Sedangkan sampel bagian dari populasi yang diteliti atau perwakilan dari populasi yang hasil penelitian yang diperoleh digeneralisasikan pada populasi.

Adapun jumlah sampel dari penelitian ini adalah 110 responden yang ditentukan dengan asumsi mengambil proporsi dari sampel yaitu buruh yang termasuk dalam objek penelitian yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh peneliti. Pengambilan sampel didasarkan pada asumsi Hair et al. (2010:102) tentang pengambilan sampel yaitu : “ The researcher generally

(43)

would not factor analyze a sample of fewer than 50 observations and preferably the sample size should be 100 or larger”. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian yaitu random sampling tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Dalam hal ini terdiri dari 31 sampel untuk yang bekerja sebagai buruh bangunan dan 79 sampel yang bekerja sebagai buruh selainnya.

3.3 Jenis dan Sumber Data

1. Data Primer

Pengumpulan data primer yang dilakukan secara langsung di lapangan melalui wawancara dengan membagikan kuesioner kepada narasumber buruh di Kota Makassar.

2. Data Sekunder

Data yang diperlukan dalam mendukung penelitian ini Serta melakukan studi kepustakaan terhadap data-data dan melalui buku-buku, jurnal-jurnal, artiker- artikel yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dalam mengumpulan data adalah:

1. Wawancara Berdasarkan Kuesioner

Metode pengumpulan data ini dilakukan secara langsung kepada responden dengan panduan kuesioner yang terdiri atas pertanyaan tertutup yang meliputi data tentang identitas responden. Informasi yang berasal dari kuesioner tersebut menjadi data mentah yang akan diolah dan dianalisis.

(44)

31

2. Studi Pustaka

Pengumpulan data yang ditemukan dari berbagai sumber lain seperti data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, juga dari jurnal- jurnal mengenai penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya, serta data dan informasi dari buku-buku referensi yang terkait untuk menunjang teori yang behubungan.

3.5 Metode Analisis

Dalam penelitian ini ada dua metode yang akan di gunakan yaitu :

1. Metode Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif untuk mengungkapkan atau menggambarkan mengenai keadaan dan fakta akurat dari obyek yang diamati, yaitu rumah tangga buruh baik itu buruh bangunan maupun buruh lainnya yang disesuaikan dengan teori yang berlaku atau diakui baik yang menyangkut data primer dan data sekunder akan dilakukan untuk memperoleh informasi. Metode ini digunakan untuk melihat pola pengeluaran rumah tangga dari objek penelitian.

2. Model Regresi Linear Berganda

Model regresi linear berganda dengan menggunakan alat analisis Program IBM SPSS 25. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linear berganda untuk mengolah data dalam penelitian ini. Alasan penggunaan metode analisis regresi linear berganda adalah untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel independen atau variabel bebas terhadap variabel dependent atau variabel terikat. Kemudian untuk mengestimasi parameter dalam model regresi linear berganda maka digunakan metode OLS (Ordinary Least Square).

(45)

Untuk melihat pengaruh pendapatan, jumlah anggota keluarga, pendidikan, status kawin, dan jenis pekerjaan, dirumuskan sebagai berikut:

Y = f ( X1, X2, X3, X4, X5)

Dimana Y merupakan variabel dependent atau variabel terikat dan X1, X2, X3, D1, dan, D2 merupakan variabel independen atau variabel bebas. Atau dengan menggunakan bentuk umum model regresi linear berganda pada persamaan berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5D1 µ

Keterangan : Y= Pengeluaran konsumsi rumah tangga

α = Nilai konstanta

β = Koefisien regresi

X1 = Pendapatan (rupiah)

X2 = Jumlah Anggota Rumah Tangga (orang)

X3 = Tingkat Pendidikan (Tahun)

D1 = Status kawin

D1.1 = Menikah = 1

D1.2 = Belum Menikah = 0

D2 = Jenis Pekerjaan

D2.1 = Buruh Bangunan = 1

X2.2 = Buruh non Bangunan = 0

(46)

33

µ = error term

Kriteria pengujian yang dilakukan terhadap model persamaan tersebut yaitu dengan menggunakan pengujian statistik. Pengujian statistik tersebut meliputi pengujian koefisien regresi parsial (uji t), pengujian koefisien regresi secara bersama-sama (uji F), dan pengujian koefisien determinasi (R2).

1. Uji t-Statistik

Uji t-statistik merupakan pengujian koefisien regresi secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependent atau variabel terikat dengan menganggap variabel lainnya konstan atau tetap. Dalam uji t-statistik ini digunakan sebagai berikut:

Ho : βi = 0... (tidak ada pengaruh)

Ha : βi ≠ 0... (ada pengaruh)

Dalam hipotesis di atas βi adalah koefisien variabel independent atau variabel bebas ke-i yang berarti jika sama dengan nol berarti tidak ada pengaruh variabel X terhadap variabel Y atau dengan kata lain Ho diterima. Bila pada tingkat kepercayaan atau tingkat signifikansi tertentu nilai t-hitung > t-tabel maka Ho ditolak. Hal ini berarti variabel independent atau variabel bebas yang diuji berpengaruh secara nyata atau signifikan terhadap variabel dependent atau variabel terikat.

2. Uji F-Statistik

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah model regresi yang digunakan valid. Model tersebut dikatakan valid apabila F hitung > F tabel dan sebaliknya

(47)

apabila F hitung < F tabel maka model tersebut tidak valid. Untuk lebih mudahnya, dapat dengan melihat probabilitas dan membandingkannya dengan taraf kesalahan (a) yang digunakan yaitu 5 persen atau 0,05. Jika probabilitasnya

< taraf kesalahan, maka dapat dikatakan bahwa model regresi yang digunakan valid.

3. Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi (R-Square) sering diartikan sebagai seberapa besar kemampuan semua variabel independent atau variabel bebas dalam menjelaskan variabel dependent atau variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (0 < R2 < 1). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel independent atau variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel dependent atau variabel terikat amat terbatas. Nilai yang mendekati satu variabel-variabel bebas dapat menjelaskan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel-variabel.

3.6 Definisi Operasional

Buruh adalah mereka yang bekerja dan diberi upah oleh orang lain dari hasil pekerjaannya. Yang akan termasuk dalam objek penelitian yaitu buruh bangunan, buruh pabrik, buruh pelabuhan, serta buruh jasa lain.

Pengeluaran konsumsi rumah tangga (Y) diukur dengan semua pengeluaran rumah tangga untuk pengeluaran makanan, minuman, kebutuhan bahan pokok, pulsa, sabun, pasta dan lain-lain yang dilakukan setiap anggota rumah tangga baik didalam maupun diluar rumah, dinyatakan dalam satuan rupiah/bulan.

(48)

35

Pendapatan rumah tangga (X1) adalah semua uang yang diterima dalam suatu rumah tangga dari hasil kerja dalam bentuk gaji, upah bunga, laba, tunjangan, uang pensium dan sebagainya dalam satuan rupiah/bulan.

Jumlah Tanggungan Rumah Tangga (X2) adalah jumlah anggota rumah tangga yang masih mengantungkan kebutuhannya sehari-hari baik itu untuk pangan maupun non pangan. Orang yang ditanggung tersebut meliputi anggota rumah tangga yang memiliki hubungan darah maupun tidak dan tinggal bersama dalam satu tempat, yang di ukur menggunakan satuan jiwa atau orang.

Tingkat Pendidikan (X3) Tingkat pendidikan dari responden, sebagai seorang yang paling banyak tahu tentang pengeluaran untuk konsumsi dalam rumah tangga. Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh meliputi, Tidak tamat SD, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sarjana. Diukur dalam tahun, Tidak Tamat SD = 3 SD = 6 SMP = 9 SMA = 12.

Status Kawin (D1) merupakan status perkawinan responden. Status perkawinan digolongkan menjadi 2 yaitu menikah dan belum menikah. Laki-laki maupun perempuan dari responden yang telah menikah baik itu duda maupun janda digolongkan dalam kategori menikah, sedangkan responden laki-laki maupun perempuan yang belum pernah menikah masuk dalam kategori belum menikah. Menikah = 1 dan Belum Menikah = 0

Jenis Pekerjaan (D2) adalah jenis pekerjaan dari responden atau kepala rumah tangga yang pekerjaannya sebagai buruh. Dikelompokkan menjadi 2 yaitu sebagai buruh bangunan atau buruh lainnya yang meliputi buruh pelabuhan, buruh pabrik, serta buruh lainnya. Buruh Bangunan = 1, Buruh Lainnya = 0

(49)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penilitian 4.1.1 Keadaan Geografi

Secara astronomis, Kota Makassar terletak antara 119⁰ 24’17’38” Bujur Timur dan 5⁰ 8’6’19” Lintang Selaan, Berdasarkan posisi geografisnya, Kota Makassar memiliki batas-batas:

Utara –Kabupaten Maros;

Selatan – Kabupaten Gowa;

Barat – Selat Makassar;

Timur – Kabupaten Maros,

Luas Wilayah Kota Makassar tercatat 175,77 km persegi yang meliputi 15 kecamatan, Secara Administratif, Kota Makassar terdiri dari 15 kecamatan, yaitu:

Kecamatan Mariso, Mamajang, Tamalate, Rappocini, Makassar, Ujung Pandang, Wajo, Bontoala, Ujung Tanah, Kep. Sangkarrang, Tallo, Panakukkang, Manggala, Biringkanaya, dan Tamalanrea. Pada tahun 2016, jumlah kelurahan di Kota Makassar tercatat memiliki 153 kelurahan, 1.002 RW, dan 4.965 RT.

4.1.2 Keadaan Penduduk

Populasi dan penyebaran penduduk suatu daerah sangat mempengaruhi ketersediaan akan sumberdaya manusia yang diberdayakan dalam upaya pertumbuhan ekonomi dan pembangunannya, tidak terkecuali kota Makassar sebagai Ibu kota propinsi Sulawesi Selatan yang secara geografis juga berada

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan masalah-masalah yang dihadapi oleh para nelyan ini ialah kondisi alam yang tidak menentu, hal ini sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan nelayan,

SUB SEKTOR PETERNAKAN NO KECAMATAN Mekakau Ilir Banding Agung Warkuk Ranau Selatan BPR Ranau Tengah Buay Pemaca 6 Simpang Buana Pemaca Muaradua Buay Rawan 10 Buay Sandang Aji 11

Melakukan pekerjaan dengan menggunakan sistem dan prosedur juga merupakan suatu bentuk telah membutikan bahwa fungsi budaya dalam organisasi telah berjalan dengan baik,

Saya tidak mudah murung ketika mengalami kesulitan beradaptasi dengan orang Jawa.. Pikiran saya tetap fokus meskipun mendengar bahasa Jawa yang tidak saya

Melaksanakan dan memenuhi seluruh penugasan selama pelaksanaan E-Training Terstruktur dengan penuh tanggung jawab dan menjunjung tinggi kejujuran.. Demikian pernyataan

Jenis penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, menganalisa dan menyajikan data secara sistematis, sehingga

Ruang lingkup ijtihad „Umar bin Khaṭṭāb tentang hukum Islam yang berlaku dalam syariat pada waktu itu yaitu ijtihad „Umar bin Khaṭṭāb pada nas-nas khusus dan ijtihad

Tidak hanya belajar Mind Map, Anda juga akan mendapatkan software khusus Mind Map yang dirancang langsung oleh tim Tony Buzan, pencipta Mind Map.. Dalam training ini kami