• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Flu Burung (Avian Influenza)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Flu Burung (Avian Influenza)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Flu Burung (Avian Influenza)

Flu burung atau avian influenza merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus Avian Influenza (AI) tipe A yang digolongkan dalam famili Orthomyxoviridae. Partikel virus berbentuk pleomorfik dengan ukuran 100 nm hingga 300 nm. Virus ini memiliki amplop yang merupakan derivat dari lipid bilayer yang berasal dari membran sel inang selama proses budding (Mubareka &

Palese 2011). Virus influenza memiliki genom untai tunggal RNA berpolaritas negatif yang dibagi menjadi delapan segmen (Osterhaus et al. 2008).

Gambar 1 Struktur virus influenza (Haaheim 2010).

Virus AI diklasifikasikan berdasarkan antigen permukaannya yaitu Haemagglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA). Hingga saat ini, telah teridentifikasi 16 jenis HA (H1-H16) dan 9 jenis NA (N1-N9) yang dapat saling berkombinasi (seperti H1N1 dan H5N1) (Osterhaus et al. 2008). Virus AI memiliki kemampuan tinggi dalam bermutasi. Proses mutasi terjadi melalui mekanisme antigenic drift dan antigenic shift. Antigenic drift merupakan perubahan yang terjadi secara minor dan perlahan melalui proses mutasi titik. Antigenic shift atau disebut juga genetic reassortment terjadi melalui proses tukar menukar materi genetik antara dua atau lebih virus influenza. Proses ini terjadi jika dua atau lebih virus influenza menginfeksi sel yang sama. Proses tukar-menukar materi genetik

(2)

terjadi karena virus AI memiliki genom yang segmental. Proses mutasi yang terjadi pada virus AI menyebabkan virus ini memiliki potensi besar dalam menimbulkan pandemi (Pappaioanou 2009).

AI dibagi menjadi dua kelompok yaitu Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI). LPAI menginfeksi unggas domestik namun tidak mengakibatkan gejala klinis yang parah, sedangkan HPAI mengakibatkan penyakit yang parah secara tiba-tiba, penyebaran yang cepat, dan angka kematian yang tinggi (mencapai 100% dalam 48 jam) (Sellwood 2010). Semua subtipe virus AI awalnya bersifat Low Pathogenic, namun kemampuan mutasi menyebabkan virus ini menjadi Highly Pathogenic. Virus AI subtipe H5 dan H7 memiliki kecendrungan besar mangalami mutasi menjadi HPAI (Osterhaus et al. 2008).

Virus AI yang endemik di Indonesia adalah HPAI H5N1 (FAO, OIE, WHO 2011). Virus ini memiliki kemampuan menginfeksi mamalia lain seperti babi, kuda, kucing bahkan manusia (Osterhaus et al. 2008). Virus AI subtipe H5N1

pertama kali menginfeksi manusia pada tahun 1997 di Hong Kong, Cina. Virus ini muncul kembali pada tahun 2003 dan 2004 (WHO 2011b).

Inang alami virus H5N1 adalah unggas liar yang hidup di air (Yen et al.

2008).Virus ini hidup pada saluran pernafasan dan usus serta tidak mengakibatkan penyakit pada inang alaminya (Yen & Webster 2009). Babi diyakini berperan pada transmisi antar spesies virus H5N1. Virus influenza unggas dan manusia memiliki kemampuan menginfeksi babi. Virus ini mengalami genetic reassorment di dalam tubuh babi sehingga menghasilkan strain baru yang sangat patogen bagi manusia dan unggas. Virus yang terbentuk memiliki gen campuran dari virus yang menginfeksi babi, unggas, dan manusia sehingga memungkinkan terjadinya transmisi antar spesies (Brown 2008). Namun, hingga saat ini transmisi virus dari manusia ke manusia belum pernah dilaporkan (FAO, OIE, WHO 2011).

Unggas yang terinfeksi mengeluarkan virus melalui saluran respirasi, konjungtiva dan feses. Transmisi terjadi melalui interaksi langsung antara hewan yang terinfeksi dengan hewan yang rentan. Transmisi juga dapat terjadi melalui kontak tidak langsung melalui droplet atau kontaminasi pada peralatan.

(3)

Gejala klinis infeksi virus H5N1 pada unggas antara lain lesu, edema dan sianosis pada pial dan kaki, serta diare. Gejala syaraf juga terlihat pada uggas yang terinfeksi seperti gejala ataksia, tortikolis, dan kejang. Kematian mendadak tanpa gejala juga dapat terjadi (Kalthoff et al. 2010). Kelainan patologis yang disebabkan oleh virus ini antara lain edema, hiperemi, dan hemoragi yang terjadi pada limpa, miokardium, paru-paru, hati, ginjal, dan otak. Degenerasi parenkim dan nekrosa terjadi pada limpa, ginjal, dan hati. Infeksi virus ini juga mengakibatkan terjadinya multi fokal lomfoid nekrosis pada limpa, timus, dan bursa Fabricius.

Vaksin

Vaksin adalah suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan, atau protein antigenik dari mikroorganisme yang diberikan untuk mencegah meringankan atau mengobati penyakit (Dorland 2010). Vaksin memiliki kemampuan menggertak pembentukan antibodi. Antibodi merupakan protein globular yang melawan infeksi dengan cara berikatan dengan epitop yang terdapat di permukaan agen penginfeksi (Frank 2002). Antibodi berperan dalam menetralisasi mikroorganisme dengan mengaktifasi sistem komplement dan atau merangsang opsonisasi oleh Natural Killer (NK) sel, makrofag, dan monosit (Schijns et al. 2008).

Vaksin dibedakan menjadi vaksin mati (inactivated) dan vaksin hidup (live attenuated). Vaksin hidup merupakan vaksin yang berisi organisme hidup yang telah dilemahkan sehingga memiliki kemampuan replikasi yang terbatas. Vaksin hidup mampu merangsang imunitas yang kuat dan bertahan dalam waktu yang lama, namun vaksin ini sangat rentan terhadap kontaminasi organisme lain seperti mikoplasma. Selain itu vaksin hidup memiliki kemungkinan tinggi untuk kembali memiliki virulensi seperti sebelumnya.

Vaksin mati berisi organisme yang telah diinaktivasi dengan bahan-bahan kimia atau pemanasan. Vaksin mati memiliki keuntungan karena tidak mungkin kembali memiliki sifat virulensi namun mampu menggertak pembentukan antibodi. Vaksin ini relatif mudah dalam penyimpanan karena kemungkinan kontaminasi yang minimal. Namun kekebalan yang terbentuk oleh vaksin inaktif

(4)

relatif rendah sehingga pemberian vaksin mati perlu dikombinasikan dengan pemberian adjuvan.

Antigen permukaan merupakan bagian yang berperan dalam merangsang pembentukan antibodi. Vaksin influenza menginduksi antibodi primer yang melawan glikoprotein permukaan virus yaitu HA dan NA. Antibodi yang menetralisasi HA memiliki peranan yang lebih penting dalam pencegahan penyakit, sedangkan antibodi yang melawan NA mampu mengurangi keparahan penyakit (Gerhard 2001; Anthony et al. 2009).

Limpa

Limpa merupakan organ limfoid sekunder yang berperan dalam menyaring dan membuang partikel antigen. Pada mamalia limpa juga berperan dalam menyimpan eritrosit dan menghancurkan eritrosit yang sudah tua, namun limpa pada unggas tidak memiliki peran yang berarti sebagai tempat penyimpanan eritrosit. Limpa pada unggas memiliki peran yang lebih penting pada sistem pertahanan dibanding limpa pada mamalia karena lifonodus dan pembuluh limfe unggas kurang berkembang (Oláh & Vervelde 2008).

Limpa secara histologis tersusun dari beberapa bagian yaitu stroma (terdiri dari kapsula dan trabekula), parenkim (terdiri dari pulpa merah dan pulpa putih), dan daerah marginal. Kapsula merupakan pelindung limpa yang terbentuk dari kolagen dan serabut retikuler. Trabekula merupakan struktur kapsula yang menjulur hingga ke bagian dalam limpa. Trabekula pada limpa unggas sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali (Oláh & Vervelde 2008).

Pulpa merah berfungsi sebagai tempat penyimpanan eritrosit dan tempat penghancuran antigen. Pulpa merah merupakan bagian terbesar limpa, berwarna merah dan mengandung banyak darah yang disimpan dalam jaringan retikuler.

Pulpa merah terbentuk dari anastomose sinus venosus yang membentuk bingkai pulpa. Bingkai limpa terletak diantara sinus membentuk jalinan tiga dimensi yang terdiri dari serabut retikuler dengan sebaran sel-sel retikuler, eritrosit, makrofag, limfosit, sel plasma, dan leukosit lainnya. Penjuluran sel-sel retikuler cenderung membentuk seperti lorong yang berfungsi untuk menyalurkan darah celah antar endotel dalam dinding sinus.

(5)

Pulpa putih berperan dalam proses tanggap kebal. Pulpa putih merupakan jaringan limfoid pekat yang dikelilingi oleh selubung periarterial, berbentuk lingkaran atau lonjong dengan interval tertentu. Buluh darah utama yang menuju limpa adalah Arteria lienalis cranialis dan caudalis dan beberapa cabang kecil dari A. gastrica dan hepatica (Oláh & Vervelde 2008). Arteri akan bercabang menjadi bagian yang lebih kecil yaitu arteriol. Setiap arteriol dikelilingi oleh selubung jaringan limfoid periarteriolar. Selubung limfoid periarteriolar sebagian besar terdiri dari sel T. Folikel primer melintasi selubung limfoid, folikel ini sebagian besar terdiri dari sel B. Bila terjadi rangsangan antigen, folikel ini membentuk pusat germinal dan demikian menjadi folikel sekunder. Setiap folikel dikelilingi oleh lapisan sel T yang disebut dengan zona mantel. Limfosit pada limpa berasal dari limfosit sirkulasi yang masuk ke limpa melalui sinus venosus dan tinggal di daerah tertentu pada pulpa putih.

Daerah marginal merupakan daerah diantara pulpa merah dan pulpa putih.

Daerah ini berupa jalinan retikuler, menerima darah yang berasal dari pulpa putih dan beberapa kapiler terminal pulpa merah. Darah mengalir perlahan menuju sinus venosus pulpa merah. Daerah marginal berperan dalam memproses antigen yang masuk ke limpa (Oláh & Vervelde 2008).

Timus

Timus merupakan organ limfoid primer pada unggas, yang terletak sejajar dengan saraf vagus dan vena jugularis interna. Pada setiap sisi leher ada 7-8 lobus terpisah dan membentang dari vertebra servikalis ketiga hingga segmen thoracal atas. Besarnya timus relatif bervariasi, ukuran relatif yang paling besar terdapat pada hewan yang baru lahir sedangkan ukuran absolutnya terbesar pada waktu pubertas. Timus bertahan selama kurang lebih 17 minggu setelah menetas dan mengalami involusi setelah kematangan sexual. Sesudah dewasa timus mengalami atrofi pada parenkimnya dan korteks diganti oleh jaringan lemak (Oláh &

Vervelde 2008).

Timus terdiri dari sejumlah lobus berisi sel epitelial yang tersusun longgar.

Setiap lobus dibatasi oleh kapsul jaringan ikat. Lobus terdiri dari korteks dibagian luar dan medula di bagian dalam. Korteks terdiri dari sel limfosit (timosit) yang

(6)

padat dan pekat sehingga sel retikuler tidak terlihat jelas. Sel limfosit yang terdapat di korteks merupakan sel limfosit yang belum matang. Timus tidak memiliki pusat kecambah, namun proses mitosis tetap terjadi. Timosit bervariasi dalam ukuran dan sifat sitologiknya. Sel-sel timosit besar banyak terdapat pada daerah subkapsuler tiap lobus, berproliferasi cepat dan beberapa menjadi sel limfosit T. Medulla strukturnya mirip korteks tetapi sel timositnya lebih sedikit sehingga sel retikular tampak jelas. Sel-sel limfosit yang terdapat pada medulla merupakan limfosit yang telah matang (Pathak & Palan 2005). Khas pada medula terdapat badan timus (Korpuskel Hassal). Korpuskel Hassal berbentuk lonjong dengan sel-sel tersusun kosentrik dan yang ditengah mengalami degenerasi total.

Proses degenerasi sel dari pinggir ke tengah mirip kornifikasi epitel pipih banyak lapis. Pada ayam struktur korpuskel Hassal kecil, dan kurang berkembang (Oláh

& Vervelde 2008). Korpuskel Hassal berisi epitel yang telah mengalami keratinisasi, leukosit, dan sel debris. Sel epitel yang terdapat di timus diduga mengalami pergantian seperti halnya epitel kulit. Korpuskel Hassal diduga berperan sebagai tempat endositosis, degradasi, dan penghancuran epitel yang rusak oleh limfosit (Pathak & Palan 2005).

Timus berfungsi sebagai sumber limfosit asal timus (limfosit T). Limfosit T ini sebenarnya berasal dari sumsum tulang namun diproses di timus sesudah ditarik oleh hormon yang disekresi oleh sel epitelial timus. Sel limfosit ini sangat cepat membelah di dalam timus, pembelahan diri ini tidak dipengaruhi oleh keberadaan antigen. Sel baru yang dihasilkan oleh timus mati di dalam timus itu sendiri, hanya sebagian kecil yang berpindah dan membuat koloni sel T pada organ limfoid sekunder. Makrofag yang terdapat pada perbatasan korteks dan medula bertugas memfagositosis timosit yang mati tersebut (Pathak & Palan 2005).

Timus juga berfungsi sebagai kelenjar endokrin. Bermacam-macam hormon disekresikan oleh sel epitelial timus diantaranya timosin, timopoietin, dan Fecteur Thymique Serique (FTS). Hormon-hormon ini berperan dalam pendewasaan sel T.

Sel T berperan dalam menginduksi pembentukan antibodi dan sitotoksisitas (Pathak & Palan 2005).

(7)

Bursa Fabricius

Bursa Fabricius adalah organ limfoepitelial yang hanya terdapat pada unggas. Organ ini berasal dari pertemuan ektoendodermal. Struktur bursa Fabricius berbentuk bulat seperti kantong dan berlokasi di dorsal kloaka di antara kloaka dan sakrum. Bursa mencapai ukuran maksimalnya sekitar satu sampai dua minggu sesudah menetas dan sesudah itu mengalami infolusi secara perlahan- lahan. Bursa Fabricius mulai mengalami regresi saat dewasa kelamin. Ukurannya berbanding terbalik dengan ukuran testis dan adrenal (Davidson 2008).

Pertumbuhan maksimum bursa Fabricius dicapai saat ayam berumur 4-12 minggu dan mengalami regresi secara lengkap pada waktu mencapai kematangan seksual yaitu pada umur antara 14-20 minggu. Pada tahap ini bursa akan mengkerut, terjadi pembentukan jaringan ikat yang lebih intensif, deretan epitel menjadi melipat-lipat, parenkimnya digantikan dengan jaringan lemak dan sel-sel limfoid dalam folikel digantikan oleh kista. Bursa akan mengalami involusi lebih cepat karena adanya infeksi agen-agen yang merusak sel B seperti Infectius Bursal Disease Virus (IBDV) serta penggunaan kortikosteroid dan androgen (Oláh &

Vervelde 2008).

Bursa terdiri atas sel limfoid yang terbalut dalam jaringan epitelial. Jaringan epitelial ini membatasi suatu kantong berongga yang dihubungkan dengan kloaka oleh suatu saluran. Di bagian dalam kantong, terdapat lipatan besar epitel yang menjulur ke dalam lumen. Folikel sel limfoid tersebar melalui lipatan epitel tersebut. Dinding bursa membentuk divertikulum bercabang yang dibalut oleh epitel silindris banyak lapis pada puncak dan silinder sebaris pada bagian dasar divertikulum. Langsung di bawah epitel terdapat deretan folikel limfoid yang memiliki pusat kecambah. Dinding dalam terdiri jaringan ikat yang mengadung otot polos (Oláh & Vervelde 2008).

Setiap folikel limfoid terdiri atas korteks dan medula. Korteks mengandung limfosit, sel plasma dan makrofag. Pada pertemuan kortiko-medular terdapat membran basal dan jaringan-jaringan kapiler yang bagian dalamnya adalah sel epitelial. Medula berisi sel epitelial yang berasal dari divertikulum kloaka dan sel- sel haematopoietik. Sel-sel haematopoietik tersebut terdiri dari dendritic cell, sel

(8)

limfoid, makrofag, dan beberapa sel plasma yang terdapat pada bursa yang mengalami involusi (Oláh & Vervelde 2008).

Bursa Fabricius berfungsi sebagai organ limfoid primer tempat terjadinya pendewasaan dan diferensiasi sel limfosit B yang berperan dalam pembentukan antibodi. Bursa juga memiliki peran sebagai organ limfoid sekunder yang dapat menangkap antigen dan membentuk antibodi (Ratcliffe 2008).

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)

Sambiloto tergolong tanaman perdu yang tumbuh di berbagai habitat, seperti pinggiran sawah, kebun, atau hutan. Sambiloto memiliki batang berkayu berbentuk bulat dan segi empat serta memiliki banyak cabang (monoplodial).

Daunnya tunggal saling berhadapan, berbentuk pedang (lanset) dengan tepi rata (integer) dan permukaannya halus serta berwarna hijau. Bunganya berwarna putih keunguan. Bunga berbentuk bulat panjang dengan pangkal dan ujung lancip. Di India bunga dan buah bisa dijumpai pada bulan Oktober atau antara Maret sampai Juli. Di Australia bunga dan buah dapat dijumpai antara bulan November sampai Juni, sedang di Indonesia bunga dan buah dapat ditemukan sepanjang tahun (Balitro 2008).

Gambar 2 Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) (Morad 2011).

Taksonomi sambiloto berdasarkan NCBI (2011a) adalah:

Filum : Steptophyta Subkelas : Asterids Ordo : Lamiales

(9)

Famili : Acanthaceae Subfamili : Acanthoideae Genus : Andrographis

Spesies : Andrographis paniculata Ness

Bahan aktif utama yang terdapat pada sambiloto adalah diterpenoid, flavanoid dan polifenol (Xu et al. 2010; Koteswara 2004). Andrografolid (C20H30O5) adalah diterpenoid utama dalam Andrographis paniculata Nees yang terdapat pada seluruh bagian dari tanaman kering, batang, dan daun melalui ekstraksi menggunakan metanol dan etanol (Cheung et al. 2001; Pholphana et al.

2004). Andrografolid paling banyak terdapat di daun dan dapat dengan mudah diisolasi dari ekstrak tanaman mentah sebagai kristal padat (Chao & Lin 2010).

Rumus bangun andrografolid dapat dilihat pada Gambar 3. Salah satu derivat andrografolid yaitu 14-alpha-lipoyl andrographolide memiliki kemampuan melawan infeksi virus influenza H5N1 dengan cara menghambat pelekatan haemaglutinin virus dengan reseptor yang ada pada sel (Chen et al. 2009).

Gambar 3 Rumus bangun andrografolid (NCBI 2006).

Andrografolid juga memiliki aktifitas sebagai imunomodulator. Fungsi imunomodulator adalah memperbaiki sistem imun yaitu dengan cara stimulasi (imunostimulan), menekan atau menormalkan reaksi imun yang abnormal (imunosupresan) (Suhirman & Winarti 2007). Andrografolid memperlihatkan

(10)

kemampuan dalam meningkatkan proliferasi dan sekresi interleukin (IL)-2 pada human Peripheral Blood Lymphocyte (hPBL) (Kumar et al. 2004). Andrografolid juga memiliki aktifitas dalam meningkatkan sekresi IL-2 dan interferon (IFN)γ oleh sel T dan merangsang produksi limfosit T sitotoksik (Sheeja & Kuttan 2007a;

Sheeja & Kuttan 2007b). Di sisi lain, ketika sel T mencit percobaan dirangsang dengan mitogen, pemberian andrografolid mengakibatkan penurunan IL-2 (Burgos et al. 2005) berkemungkinan melalui penghambatan kerja Nuclear Factor Of Activated T cells (NFAT) dan meningkatkan fosforilasi Jun NH2-Terminal Kinase (JNK) (Carretta et al. 2009). Andrografolid mengurangi peradangan yang yang dimediasi oleh dopaminergic neurodegeneration pada kultur sel syaraf mesensephalon dengan menghambat aktivasi mikroglial dan produksi faktor- faktor proinflamasi (Wang et al. 2004). Sebuah studi klinis menunjukkan bahwa ekstrak A. paniculata (30% andrografolid) mampu mengurangi gejala klinis dan parameter imunologi seperti imunoglobulin serum dan komponen-komponen komplemen pada pasien yang menderita rheumatoid arthritis selama pengobatan 14 minggu (Burgos et al. 2009).

Sirih Merah (Piper crocatum)

Sirih merah merupakan tanaman merambat yang memiliki daun berbentuk hati, berwarna merah keperakan dan mengkilat serta bertangkai. Tangkainya tumbuh berselang-seling dan merambat pada pohon atau pagar. Ciri khas tanaman ini adalah berbatang bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daun sirih merah akan berngeluarkan lendir dan aroma yang wangi jika daunnya disobek (Manoi 2007).

(11)

Gambar 4 Sirih Merah (Piper crocatum) (Manoi 2007).

Taksonomi sirih merah berdasarkan NCBI (2011b) adalah:

Superkingdom: Eukaryota Kingdom : Viridiplantae Filum : Streptophyta Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper

Spesies : Piper crocatum

Secara empiris sirih merah dimanfaatkan untuk menurunkan kadar gula darah, anti tumor, jantung koroner, asam urat, hipertensi, dan peradangan. Sirih merah mengandung flavonoid, polevenolad, alkaloid, tanin, dan minyak atsiri.

Senyawa flavonoid dan polevenolad bersifat anti kangker, antioksidan, anti- diabetik, antiseptik, dan antiinflamasi (Setiyono & Bermawie 2010).

Piperin merupakan alkaloid utama yang terdapat pada tanaman dengan genus Piper (Kumar et al. 2007). Rumus bangun piperin dapat dilihat pada Gambar 5. Piperin memiliki kemampuan sebagai imunomodulator yang terlihat dari kemampuannya menghambat atropi timus dengan pencegahan apoptosis timosit (Pathah & Khandelwal 2009), kemampuan sitoprotektif sel-sel limpa (Pathah & Khandelwal 2007), dan meningkatkan kerja sistem imun baik humoral maupun seluler (Pathah & Khandelwal 2009). Aktivitas imunostimulan dilakukan melalui peningkatkan jumlah sel leukosit (Sunila & Kuttan 2004). Hasil penelitian

(12)

lainnya memperlihatkan daya kerja piperin sebagai agen antipiretik, analgesik, insektisidal, dan anti-inflamasi. Mekanisme kerja antiinflamasi piperin dilakukan melalui penghambatan pada perlekatan neutrofil pada endotel pembuluh darah (Kumar et al. 2007).

Gambar 5 Rumus bangun piperin (NCBI 2004).

Adas (Foeniculum vulgare)

Adas merupakan tanaman yang berasal dari Eropa Selatan dan daerah Mediterania, yang kemudian menyebar cukup luas di berbagai negara seperti Cina, Meksiko, India, Itali, Indian, dan termasuk negara Indonesia. Tanaman ini dicirikan dengan bentuk herba tahunan, hingga tanaman dapat mencapai 1-2 m dengan percabangan yang banyak, batang beralur. Daun berbagi menyirip, berbentuk bulat telur sampai segi tiga dengan panjang 3 dm, bunga berwarna kuning membentuk kumpulan payung yang besar. Dalam satu payung besar terdapat sekitar 15-40 payung kecil, dengan panjang tangkai payung 1-6 cm.

Bunga memiliki panjang 3.5-4 mm. Dalam masing-masing biji terdapat tabung minyak yang terletak berselang-seling. Pada waktu muda biji adas bewarna hijau kemudian kuning kehijauan, dan kuning kecokelatan pada saat panen (Rusmin &

Melati 2007).

(13)

Gambar 6 Tanaman Adas (Foeniculum vulgare) (Leonard 2005).

Taksonomi adas berdasarkan NCBI (2011c) adalah:

Superkingdom : Eukaryota Kingdom : Viridiplantae Pilum : Streptophyta Subkelas : Asterids Ordo : Apiales Subordo : Apiineae Famili : Apiaceae Subfamil : Apioideae Genus : Foeniculum

Spesies : Foeniculum vulgare

Kandungan utama ekstrak F. vulgare adalah trans-anetol, estragol, fenkon, dan limonen (Shahat et al. 2011). Trans-anetol merupakan komponen tertinggi dalam biji F. vulgare. Konsentrasi trans-anetol pada biji sangat dipengaruhi oleh lokasi penanaman (Raal et al. 2011).

(14)

Gambar 7 Rumus bangun anetol (NCBI 2005).

Ekstrak F. vulgare dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antifungi (Mimica et al. 2003), antioksidan, dan antimikroba (Shahat et al. 2011; Miguel et al. 2010).

Anetol berperan sebagai imunomodulator melalui kemampuannya menekan proliferasi limfosit T dan produksi interleukin (IL)-2 dengan cara menghambatan kerja Nuclear Factor Of Activated T-cells (NF-AT) dan Activator Protein-1 (AP-1) (Yea et al. 2006). Ekstrak F. vulagare terutama anetol juga memperlihatkan kemampuan sebagai antitrombosis dengan kemampuannya sebagai antiplatelet dan vasorelaksan (Tognolini et al. 2007).

Gambar

Gambar 1  Struktur virus influenza (Haaheim 2010).
Gambar  2  Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) (Morad 2011).
Gambar 3  Rumus bangun andrografolid (NCBI 2006).
Gambar 4  Sirih Merah (Piper crocatum) (Manoi 2007).
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan

Tanaman pisang memiliki banyak manfaat, tidak hanya pada bagian buah dan daunnya tetapi bagian bonggol pisang yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan

Dimana penulis skripsi ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar akademik Sarjana Ilmu Politik (S.IP) pada Program Studi Ilmu Hubungan

Kultur jaringan memiliki beberapa keuntungan yaitu untuk memperbanyak tanaman tertentu yang sulit atau lambat diperbanyak secara konvensional, memerlukan waktu yang

plastik dan agar plastik dapat merekat pada kotak maka akan dipanaskan dengan

Hasil regresi terhadap hipotesa 3 yakni untuk menguji pengaruh variabel desentralisasi fiskal bidang kesehatan, PDRB per kapita, jumlah tenaga medis dan jumlah tempat

Tracer Study akan bermanfaat dalam menyediakan informasi penting mengenai hubungan antara pendidikan tinggi yang dilaksanakan di prodi Pendidikan Fisika dan dunia kerja, menilai

YBY menilai Yogyakarta memiliki modal yang lebih dari cukup untuk melakukan intervensi pemikiran kebudayaan di tingkat global lebih dari inisiatif pameran senirupa yang sudah