• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

Sebelum proses penelitian dilakukan, peneliti terlebih dahulu memulainya dengan melakukan studi kepustakaan dari berbagai sumber seperti melalui beberapa penelitian yang telah ada sebelumnya dan jurnal internasional maupun nasional yang berkaitan dengan teori penelitian. Setelah selesai melakukan studi kepustakaan, penulis mendapatkan beberapa penelitian, informasi dan teori yang mampu mendukung topik penulis.

2.1 Tinjauan Studi

Berikut ini terdapat beberapa refernsi jurnal penelitian yang terkait dengan metode–metode yang digunakan untuk mendukung kegiatan penelitian ini :

1. A Theory Based on Conversion of RGB Image to Gray Image. [11]

Jurnal ini disusun oleh Tarun Kumar dari Universitas Teknologi di Meerut, India dan Karun Verma dari Universitas Thapar di Patiala, India.

Jurnal ini menjelaskan secara rinci mengenai karaktekristik dari citra berwarna (rgb) dan karakteristik dari citra beraras keabuan (grayscale).

Selain itu jurnal ini juga membahas mengenai teknik dan perhitungan yang dapat digunakan untuk melakukan konversi citra berwarna (rgb) ke dalam citra beraras keabuan (grayscale).

2. Study on Naive Bayesian Classifier and its relation to Information Gain. [23]

Jurnal ini disusun oleh Anjana Kumari dari Delhi Technological University.

Pada jurnal ini membahas secara rinci mengenai metode Naive Bayes beserta dengan algoritma dan perannya dalam klasifikasi dan perolehan

(2)

informasi. Anjana Kumari menjelaskan bahwa teknik metode klasifikasi Naive Bayes berdasarkan pada teorema Bayes yang memanfaatkan peluang bersyarat untuk mengklasifikasikan data yang diinputkan ke dalam kelas yang telah ditentukan. Selain itu metode Naive Bayes ini juga sangat cocok digunakan untuk mengatasi dimensi input data yang banyak sehingga dapat menghasilkan akurasi yang tinggi.

3. The Statistical Quantized Histogram Texture Features Analysis for Image Retrieval Based on Median and Laplacian Filters in the DCT Domain. [22]

Jurnal ini disusun oleh Peneliti Fazal Malik dan Baharum Baharudin dari Universitas Teknologi Petronas di Malaysia.

Pada jurnal ini mempelajari mengenai tingkat effiisiensi penggunaan ekstraksi fitur tekstur histogram dan efektivitas pencocokan gambar dalam domain yang terkompresi. Metode ekstraksi fitur tekstur histogram dianggap sangat berguna untuk proses klasifikasi, karena fitur tekstur tersebut menyediakan seluruh informasi mengenai sifat distribusi tingkat intensitas dalam gambar seperti keseragaman, kelancaran, kerataan dan kontras. Penggunaan metode ekstraksi fitur tekstur histogram terkuantisasi menunjukkan kinerja yang baik dalam hal presisi dengan menghasilkan presisi sebesar 82% pada penelitian tersebut.

4. Aplikasi Pengolahan Citra Untuk Identifikasi Kematangan Mentimun Berdasarkan Tekstur Kulit Buah Menggunakan Metode Ekstraksi Ciri Statistik. [9]

Jurnal ini disusun oleh Yuda permadi dan Murinto dari Universitas Ahmad Dahlan di Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan metode ekstraksi ciri statistik Histogram sebagai metode untuk mengenali kematangan mentimun dari segi tekstur kulit buah dan untuk mengetahui nilai akurasi setelah sistem dilakukan pengujian. Berdasarkan penelitian tersebut mereka menyatakan

(3)

bahwa terdapat suatu kendala dalam menggunakan metode ekstraksi ciri statistik yaitu pada teknik pengambilan data. Sebuah citra yang blurr, kurang pencahayaan atau terlalu terang dapat mempengaruhi dari nilai perhitungan yang dilakukan. Teknik pengambilan sampel pada proses pengumpulan data akan sangat mempengaruhi hasil akhir pengujian dan akurasi dari metode ini, sehingga dapat berdampak pada pengambilan kesimpulan. Meskipun begitu, para peneliti tersebut mengungkapkan bahwa metode ekstraksi fitur tekstur ini memiliki persentase tingkat keberhasilan yang baik. Penelitian ini menghasilkan tingkat keberhasilan identifikasi untuk mentimun matang mencapai 70% sedangkan tingkat keberhasilan idenfitikasi untuk mentimun belum matang mencapai 80%.

Secara keseluruhan tingkat keberhasilan aplikasi mencapai 75%,

5. Penentuan Kualitas Kayu Kelapa Menggunakan Algoritma Naive Bayes Berdasarkan Tekstur pada Citra. [10]

Jurnal ini disusun oleh M.Miqdad dari Universitas Dian Nuswantoro di Semarang.

Jurnal ini berbicara mengenai perancangan sebuah sistem klasifikasi terhadap kualitas kayu kelapa berdasarkan pada tingkat kerapatannya yang dibagi menjadi tiga kelas yaitu kerapatan rendah, menengah dan tinggi dengan menggunakan metode klasifikasi naive bayes, persamaan distribusi Gaussian dan metode ekstraksi ciri statistik histogram. Peneliti M. Miqdad menyatakan bahwa sebelum melakukan proses klasifikasi maka perlu dilakukan proses analisis tekstur yang berguna untuk mendapatkan parameter penentu kelas kayu kelapa. Pada umumnya analisis tekstur membutuhkan tahapan fitur tekstur yang menggunakan perhitungan statistika untuk membentuk suatu fitur. Fungsi dari metode ekstraksi fitur tekstur histogram ialah untuk memperoleh beberapa fitur yang kemudian diproses menggunakan metode klasifikasi naïve bayes untuk menentukan tipe kualitas kayu kelapa berdasarkan pada tingkat kerapatannya.

M.Miqdad menegaskan bahwa metode naïve bayes ini juga dapat

(4)

menangani dataset yang sangat banyak baik berupa atribut variabel diskrit maupun kontinyu. Penelitian ini menghasilkan akurasi dan recall sebesar 86,67% serta presisi sebesar 87.78% dari 15 data uji dan 90 data latih.

6. Naive Bayesian Classification Approach in Healthcare Applications.

[12]

Jurnal ini disusun oleh R. Bhuvaneswari dan K. Kalaiselvi dari Saveetha Engineering College di Chennai, India.

Pada penelitian ini para peneliti menerapkan metode klasifikasi Naive Bayes ke dalam aplikasi kesehatan. Jurnal ini juga memberikan penjelasa mengenai tahapan dalam menerapkan persamaan Gaussian ke dalam metode klasifikasi naive bayes. Oleh karena teori Gaussian Probability Density Function (PDF) berkembang dengan baik, maka kita dapat mengklasifikasikan objek baru lebih mudah melalui model klasifikasi Bayes yang sama tetapi dengan tingkat pengenalan kovarian tertentu.

Namun Gaussian bukanlah satu-satunya PDF yang dapat diaplikasikan ke dalam metode klasifikasi naive bayes, terdapat PDF yang lain seperti Longnormal, Gamma dan Poisson. Hanya saja hasil estimasinya sangat tergantung pada seberapa dekat PDF dapat mensimulasikan dataset yang diberikan.

7. Implementasi Metode Klasifikasi Naive Bayes Dalam Memprediksi Besarnya Penggunaan Listrik Rumah Tangga. [13]

Jurnal ini disusun oleh Alfa Saleh dari Universitas Potensi Utama di Sumatera Utara.

Pada penelitian ini Alfa Saleh menerapkan persamaan Densitas Gaus ke dalam metode naive bayes yang diharapkan mampu untuk memprediksi besarnya penggunaan listrik tiap rumah tangga supaya memudahkan penggunaan listrik yang efektif. Metode tersebut diimplementasikan dengan menggunakan software tool Weka dan memiliki dua alur penyelesaian yang berbeda yaitu alur untuk mengatasi data numerik yang

(5)

langsung dapat dihitung posterior probability-nya dan alur untuk menyelesaikan data bukan numerik (data kontinyu) yang kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan Densitas Gaussian. Alfa Saleh menambahkan bahwa metode Naive Bayes memiliki keuntungan yaitu bahwa metode ini mudah digunakan dan hanya membutuhkan jumlah data pelatihan (Training Data) yang kecil untuk menentukan estimasi paremeter yang diperlukan dalam proses pengklasifikasian. Berdasarkan data rumah tangga yang dijadikan data training, metode Naive Bayes berhasil mengklasifikasikan 47 data dari 60 data yang diuji. Sehingga metode Naive Bayes berhasil memprediksi besarnya penggunaan listrik rumah tangga dengan persentase keakuratan sebesar 78,3333%.

8. Color vs Texture Feature Extraction And Matching In Visual Content Retrieval By Using Global Color Histogram. [25]

Jurnal disusun oleh Shimi P.S. dari SN Gurukalum College of Engineering di Emakulum, Kerala.

Jurnal ini membandingkan dan mengukur performa dari ekstraksi fitur warna dan tekstur dari suatu gambar dalam pengambilan dan pencocokkan gambar yang serupa dari sebuah dataset. Kinerja diukur dengan menerapkan sistem CBIR dalam dua level yang berbeda. Level pertama menggunakan ekstraksi fitur warna pada pengambilan dan pencocokan gambar. Level kedua menggunakan fitur tekstur untuk mengekstraksi gambar yang serupa atau mirip. Setelah itu menggunakan metode Euclidean distance sebagai pengukur jarak dari kedua citra tersebut. Hasil pengujian mengindikasikan bahwa pencarian citra menggunakan metode ekstraksi fitur statistik memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pencarian dengan metode fitur warna.

(6)

2.2 Tinjauan Pustaka 2.2.1 Daging

Menurut (Lawrie, 2003) Daging didefinisikan sebagai daging segar yang diperoleh dari hasil penyembelihan hewan konsumsi yang digunakan sebagai bahan makanan. Definisi daging tersebut juga mencakup pada beberapa organ yang dapat dikonsumsi seperti hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung. Daging tersusun dari jaringan ikat, epitelial, jaringan-jaringan saraf, pembuluh darah, lemak dan juga otot sebagai komponen utama penyusun daging (Soeparno, 1994).

Daging hewan konsumsi yang seringkali dimanfaatkan sebagai makanan oleh masyarakat di Indonesia yaitu daging ayam, daging ikan, daging sapi dan daging kambing [6] [16].

Soeparno (1994) menyatakan bahwa berdasarkan pada keadaan fisik, daging dapat dikelompokkan menjadi :

a. Daging segar yang dilayukan

b. Daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan menjadi daging dingin

c. Daging segar yang dilayukan, didinginkan lalu dibekukan.

d. Daging masak e. Daging asap f. Daging olahan

Daging merupakan komponen utama dari karkas. Karkas terbentuk dari lemak jaringan adipose, tulang, tulang rawan, jaringan ikat dan tendo. Komponen- komponen tersebut menentukan ciri-ciri kualitas dan kuantitas dari daging [16].

2.2.2 Nilai Gizi Daging

Protein merupakan komponen utama dari daging. Nilai nutrisi pada daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Selain mengandung protein, daging juga mengandung air, lemak, karbohidrat dan komponen anorganik. Berikut komposisi lengkap yang terkandung dalam daging [16] :

(7)

No. Komposisi Persen (%)

1. Air 65-80

2. Protein 16-22

3. Lipid 1,5-13

4. Karbohidrat 0,5-1,5

5. Glikogen 0,8

6. Glukosa 0,1

7. Sulfur 0,2

8. Klorin 0,1

9. Sodium 0,1

10. Mioglobin 0,3

11. Hemoglobin 0,1

Tabel 2. 1Kandungan gizi dalam Daging pada umumnya

Nilai kalori pada daging banyak ditentukan oleh kandungan lemak intraselular di dalam serabut-serabut otot yang disebut dengan lemak marbling atau intramuscular. Nilai kalori daging juga tergantung pada jumlah daging yang dimakan. Secara relatif, kandungan gizi daging dari berbagai bangsa ternak dan ikan berbeda, namun setiap 100 gram daging dapat memenuhi kebutuhan gizi seorang dewasa setiap harinya sekitar 10% kalori, 50% protein, 35% zat besi (Fe) dan 100% zat besi [16].

Kandungan daging segar berbeda dengan kandungan daging olahan, daging olahan mengandung lebih sedikit protein dan air serta lebih banyak lemak dan mineral. Kenaikan persentase yang dimiliki daging olahan disebabkan oleh penambahan bumbu-bumbu masak dan garam, sedangkan kenaikan nilai kalorinya disebabkan oleh penambahan karbohidrat dan protein dari biji-bijian, tepung dan susu krim. [16]

2.2.3 Kualitas Daging

Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan dilakukan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis

(8)

kelamin, umur, pakan dan stress. Sedangkan faktor setelah pemotongan dilakukan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotik, lemak marbling, metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging [16].

Faktor kualitas daging yang dimakan terutama meliputi warna, tekstur, rasa dan aroma (termasuk cita rasa dan juiciness). Disamping itu, lemak instramuskular, susut masak (cooking loss), retensi cairan dan pH daging ikut menentukan kualitas daging. Penjelasan mengenai faktor yang mempengaruhi kualitas daging penulis ringkas sebagai berikut [16] [17] :

1. Warna

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi warna daging, termasuk pangan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress, pH dan oksigen.

Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi penentu utama pada warna daging, yaitu konsentrasi pigmen daging mioglobin. Tipe molekul mioglobin, status kimia mioglobin, dan kondisi kimia serta fisik komponen lain dalam daging memiliki peranan besar dalam menentukan warna daging. Pada umumnya, makin bertambah umur ternak, konsentrasi mioglobin juga makin meningkat, tetapi peningkatan ini tidak konstan, sehingga warna daging ternak berumur muda berbeda dengan warna daging ternak umur tua.

2. pH Daging

Variasi nilai pH pada daging dipengaruhi oleh tingkat stress sebelum pemotongan, pemberian obat-obatan tertentu, macam otot dan spesies hewan.

3. Daya ikat air oleh protein daging

Daya ikat air oleh protein daging ialah kemampuan daging untuk mengikat air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar misalnya saat pemotongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan.

(9)

4. Susut Masak

Susut masak (cooking loss) yaitu berat sampel daging yang hilang selama pemasakan atau pemanasan. Susut masak dipengaruhi oleh nilai pH, panjang sarkoner serabut otot, panjang potongan serabut otot dan berat sampel daging.

5. Keempukan dan tekstur daging

Keempukan dan tekstur daging kemungkinan besar merupakan penentu yang paling penting pada kualitas daging. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging ialah meliputi perbedaan spesies, umur, lama waktu dan temperatur pemasakkan, pengaruh nilai pH, jenis kelamin dan tingkat stress hewan. Kesan keempukan secara keseluruhan meliputi tekstur dan melibatkan tiga aspek yaitu kemudahan awal penetrasi gigi ke dalam daging, mudahnya daging dikunyah dan jumlah residu yang tertinggal setelah pengunyahan.

6. Flavor dan aroma

Flavor melibatkan bau, rasa, tekstur, temperatur dan pH. Sensasi rasa yang dominan adalah pahit, manis, asam dan asin. Daging dari ternak yang lebih tua memiliki bau yang lebih kuat daripada daging dari ternak yang lebih muda. Flavor daging dipengaruhi oleh umur ternak, tipe pakan, spesies, jenis kelamin, lemak, bangsa, lama waktu penyimpanan daging setelah pemotongan, dan temperatur pemasakan daging.

2.2.4 Daging Ayam

Daging ayam adalah bagian dari karkas ayam yang telah disembelih dan lazim dikonsumsi oleh manusia, dapat berupa daging unggas segar ataupun beku.

Sedangkan karkas ayam ialah bagian dari ayam yang disembelih setelah proses pencabutan bulu dan pengeluaran jeroan dilakukan. Masyarakat Indonesia sangat gemar mengkonsumsi daging ayam, hal ini dikarenakan bahwa rasanya yang khas dan harga yang terjangkau oleh berbagai kalangan masyarakat. Kandungan protein hewani pada daging ayam sangat dibutuhkan untuk membantu pertumbuhan manusia. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan pada sektor

(10)

penjualan dan produksi daging ayam tiap tahunnya sehingga terjadilah peningkatan jumlah konsumen daging ayam [14].

Berdasarkan data dari USDA National Nutrient Database for Standard Reference [15] bahwa daging ayam memiliki kandungan vitamin C, B1, B-6, E, D dan K. Selain itu USDA juga mencatatkan bahwa tiap 100 g ayam mengandung:

Dewasa ini telah banyak ditemukan restoran atau penyedia makanan cepat saji yang selalu menyediakan daging ayam sebagai menu utamanya, seperti KFC (Kentucky Fried Chicken), McDonald dan restoran cepat saji lainnya. Jenis ayam yang umumnya digunakan sebagai bahan konsumsi ialah jenis ayam potong atau dikenal dengan sebutan ayam broiler. Ayam broiler ialah ayam hasil dari budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhannya cepat, sebagai penghasil daging dengan konversi makanan irit dan siap potong pada usia muda. Tentunya ayam jenis ini paling sering diternakkan dan dipotong secara tradisional maupun pada rumah pemotongan hewan. Pada umumnya daging ayam broiler dijual secara utuh maupun secara

No. Komposisi Jumlah

1. Air 75.46 g

2. Energi 119 kkal 3. Protein 21.39 g

4. Kalsium 12 mg

5. Besi 0.89 g

6. Magnesium 25 mg

7. Sodium 77 mg

8. Lemak 15 g

9. Lemak Jenuh 4 g 10. Kolesterol 75 mg

11. Kalium 189 mg

12. Natrium 70 mg

13. Seng 1.54 mg

Tabel 2. 2Kandungan Gizi Daging Ayam per 100g

(11)

potongan untuk kebutuhan pribadi. Oleh karena terdapat beberapa masyarakat yang kurang menyukai seluruh bagian pada ayam sehingga pembelian ayam yang telah dipotong-potong dapat menjadi solusi. Bagian potongan pada ayam yang umumnya disediakan oleh para pedagang daging ayam broiler untuk dijual kepada konsumen ialah bagian kaki, paha, paha “gending”/paha atas, dada dengan rusuk, kepala, punggung dan bagian sayap. Namun terkadang terdapat beberapa pelanggan yang juga berminat untuk membeli ayam utuh [14] [5].

2.2.5 Ayam Tiren

Ayam tiren merupakan sebutan umum yang seringkali digunakan masyarakat untuk menyebut ayam bangkai atau ayam yang mati tanpa melalui proses penyembelihan sehingga darah mengendap di dalamnya. Peredaran ayam tiren di pasar sangat merugikan konsumen karena ayam tiren disarankan bahwa tidak layak dikonsumsi serta diharamkan khususnya bagi umat muslim. Perbedaan antara daging ayam normal dengan daging ayam tiren menurut pengamatan peneliti sendiri ialah sebagai berikut :

No. Daging Ayam Normal Daging Ayam Tiren

1. Darah berwarna merah normal.

Darah berwarna merah tua dan mendekati kehitaman.

2. Tekstur Daging empuk, lembut dan padat.

Tekstur Daging terasa lunak, licin dan lembek.

3. Daging berwarna putih

kekuningan. Daging berwarna merah kehitaman.

4. Kulit berwarna putih bersih,

cerah dan tidak pucat. Kulit berwarna kemerahan dan pucat.

5. Tidak terdapat bercak-bercak darah.

Terdapat banyak bercak darah membeku.

6. Kulit elastis. Kulit mudah mengelupas dan lemas.

7. Bau ayam biasa. Bau bangkai menyengat.

Tabel 2. 3Perbedaan daging ayam normal dengan daging ayam tiren

(12)

Daging ayam tiren sangat tidak layak untuk dikonsumsi karena memiliki kualitas yang sangat buruk, mengandung gizi yang kurang, dan terdapat lebih banyak bakteri serta beracun sehingga sangat tidak dianjurkan untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Berikut merupakan gambaran perbedaan secara fisik antara daging ayam normal dan daging ayam tiren secara utuh :

Gambar 2. 1 Daging ayam normal (kiri) dan daging ayam tiren (kanan) Berdasarkan pada Gambar 2.1 dapat kita saksikan perbedaan karakteristik fisik antara daging ayam normal dan daging ayam tiren secara utuh. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap ciri warna kulit dan tekstur pada kedua kualitas daging tersebut.

Menurut pakar gizi IPB prof.ir. Ali Khomsan menyatakan bahwa pada daging ayam tiren terdapat bakteri jenis salmonella yang banyak. Pertumbuhan dari bakteri tersebut dapat dilihat dari berapa lama jarak kematian ayam tersebut dengan masa konsumsi. Apabila jaraknya semakin lama, maka akan semakin banyak pula kandungan bakteri salmonella-nya. Bakteri salmonella merupakan suatu genus bakteri enterobakteria gram negatif yang berbentuk tongkat, bakteri tersebut dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti tipus, demam paratifod, dan diare akut [6].

Selain bakteri Salmonella, terdapat bakteri lainnya yang yang tumbuh dominan pada daging ayam tiren yaitu bakteri Escherichia coli dan Staphylococus Aureus. Bakteri Escherichia coli ialah bakteri yang sifatnya flora normal pada

(13)

saluran pencernaan, namun juga merupakan bakteri yang pathogen pada strain- strain tertentu. Sedangkan bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram negatif yang dapat menyebabkan diare parah oleh karena eksotoksin yang dihasilkan bernama verotoksin. Kedua bakteri ini yang seringkali menyerang daging yang mentah dan membusuk [6].

Beberapa pedagang seringkali mengecoh konsumen dengan mengolesi seluruh permukaan daging dengan menggunakan kunyit supaya daging menjadi berwarna kuning dan terlihat segar. Hal ini dilakukan untuk menutupi kerusakan tekstur dan warna pada daging ayam tiren. Selain itu juga mereka menjual daging ayam tiren pada malam hari untuk menyamarkan penglihatan konsumen.

Tentunya ketidakjujuran para pedagang nakal ini seringkali berdampak buruk terhadap konsumen yang hendak membeli daging ayam, meskipun seringkali ditegur oleh pihak yang berwajib mengenai larangan menjual daging ayam tiren namun sepertinya pedagang tidak jera untuk tetap menjualnya dengan berbagai cara supaya tetap mendapatkan keuntungan. Para pedagang berpikir bahwa dengan terjualnya ayam tiren mereka dapat mengurangi resiko kerugian yang didapatkan dibandingkan dengan tidak menjualnya sama sekali atau dibuang [6].

2.2.6 Definisi Citra

Citra (image) merupakan suatu representasi dari sebuah gambar yang terletak pada bidang dua dimensi atau disebut sebagai dwimatra. Citra berlaku sebagai objek yang diterangi oleh cahaya, kemudian objek tersebut memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pemantulan dari cahaya itu sendiri akan ditangkap oleh alat-alat optik seperti kamera atau penglihatan visual manusia, sehingga dapat merekam bayangan dari citra objek tersebut. Peran citra sebagai output suatu sistem perekaman data memiliki 3 ciri sifat yaitu bersifat optik, bersifat analog dan bersifat digital. [18].

Citra yang memiliki sifat optik dapat diartikan sebagai foto atau gambar.

Kemudian untuk citra bersifat analog dapat berupa sinyal video yang juga bersifat kontinyu atau berkelanjutan. Contoh citra analog ialah seperti pada gambar di dalam televisi, foto sinar X, lukisan, hasil CT scan dan kumpulan gambar yang

(14)

terekam oleh pita kaset. Sedangkan pada citra bersifat digital merupakan suatu citra yang dapat diolah oleh komputer, sehingga menghasilkan suatu informasi yang nantinya akan berguna sebagai parameter penentu [19].

Teknik pengambilan citra dilakukan dengan menggunakan kamera digital atau pun alat lain yang dapat mentransfer dan menyimpan citra. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi citra yaitu efek degradasi, distorsi, kekaburan (blur) dan gangguan yang disebabkan peralatan pembuat citra [19].

2.2.7 Pengolahan Citra Digital

Pengolahan citra digital dimulai sekitar awal tahun 1920-an melalui aplikasi citra digital yang pertama yaitu industri surat kabar ketika citra pertama kali dikirimkan dengan kapal selam antara London dan New York. Proses transmisi ini menghemat waktu pengiriman dari awalnya seminggu menjadi kurang dari tiga jam. Sebelum citra dikirimkan, citra terlebih dahulu dikodekan kemudian setelah citra diterima, citra direkonstruksi ulang, namun dalam proses transmisi masih belum menggunakan teknologi komputer. Kemudian pada tahun 1960-an ditemukan suatu komputer yang cukup canggih untuk melakukan pekerjaan pengolahan citra digital. Komputer tersebut memicu cepatnya perkembangan teknologi pengolahan citra digital saat ini. Metode bekerja dengan menggunakan teknik komputer untuk meningkatkan citra dari sebuah tempat penelitian dimulai oleh Jet Porpulsion Laboratory yang berlokasi di Pasadena, California pada tahun 1964 ketika gambar bulan ditransmisikan oleh Ranger 7 yang kemudian diproses oleh komputer untuk menyempurnakan bermacam- macam jenis distorsi citranya [7] [20]

Sebuah citra dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dua dimensi f(x,y), dengan asumsi x maupun y adalah posisi koordinat sedangkan f merupakan amplitudo pada posisi (x,y) yang seringkali dikenal sebagai intensitas atau grayscale. Bentuk nilai dari intensitas ini ialah diskrit dan dimulai dari 0 hingga 255. Beberapa elemen yang dimiliki citra digital antara lain berupa kecerahan (brightness), kontras, kontur, warna, bentuk dan tekstur. [21].

(15)

Pengolahan citra digital adalah sebuah ilmu yang mempelajari mengenai perbaikan kualitas gambar, mentransformasikan suatu gambar, melakukan kompresi pada gambar dan mereduksi data. Input (masukan) dari pengolahan citra berupa citra juga, namun output-nya (keluaran) berupa citra yang merupakan hasil pengolahan sehingga memiliki kualitas atau pun informasi yang terkandung di dalamnya. Pengolahan citra memiliki 3 kategori yaitu antara lain pengolahan citra dengan kategori rendah, pengolahan citra dengan kategori menengah dan pengolahan citra dengan kategori tinggi.[19]

Pengolahan citra dengan kategori rendah melibatkan operasi sederhana seperti pra-pengolahan (preprocessing). Lalu pada pengolahan citra dengan kategori menengah melibatkan pengaturan seperti segmentasi dan klasifikasi citra.

Kemudian pada pengolahan citra berkategori tinggi melibatkan proses pengenalan dan deskripsi citra. [19].

Selain ketiga kategori yang telah diuraikan tersebut, menurut [9]

menyatakan bahwa pada bidang komputer terdapat tiga bidang studi yang seringkali kita jumpai. Ketiga bidang tersebut antara lain : Grafika komputer (Computer Graphic), Pengolahan citra (Image Processing), dan Pengenalan pola (Pattern Recognition). Hubungan akan ketiga bidang tersebut ditunjukkan melalui gambar berikut :

Gambar 2. 2 Hubungan kerja bidang studi

(16)

Grafika komputer (Computer Graphic) merupakan suatu disiplin ilmu yang membahas mengenai proses menciptakan suatu gambar/citra yang berdasarkan pada deskripsi objek dan latar belakang yang terkandung dalam gambar tersebut. Tujuan dari grafika komputer ialah menghasilkan citra/gambar dengan primitif-primitif geometri seperti garis, lingkaran dan sebagainya.

Primitif-primitif tersebut membutuhkan data deskriptif untuk dapat melukis elemen-elemen gambar. Data deskriptif berupa koordinat panjang garis, jari-jari lingkaran, tebal garis dan warna. Grafika komputer mencoba untuk memvisualisasikan suatu informasi menjadi citra, dalam hal ini meliputi teknik- teknik untuk membuat gambar objek sesuai dengan objek di alam nyata.

Kesimpulannya yaitu input grafika komputer ialah informasi mengenai citra yang akan digambar, sedangkan output-nya berupa citra juga. Contoh dalam grafika komputer misalnya menggambar sebuah „rumah‟ yang terbentuk melalui garis- garis lurus, dengan data masukan berupa koordinat awal dan koordinat ujung garis. [20] [9]

Pengolahan citra (image processing) merupakan sebuah disiplin ilmu yang mempelajari sekumpulan hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra), transformasi gambar (rotasi, translasi, skala), kompresi atau reduksi data, transmisi data dan waktu proses data. Pada dasarnya input dari pengolahan citra adalah citra, sedangkan output-nya adalah citra hasil pengolahan. Tujuan dari pengolahan citra ialah untuk memperbaiki kualitas citra sehingga dapat dengan mudah diinterpretasikan oleh manusia atau pun mesin komputer. [20] [9]

Pengenalan pola (pattern recognition) digunakan oleh komputer untuk melakukan pengelompokkan beberapa data numerik/angka dan data simbolik.

Tujuannya antara lain untuk mengenali suatu objek di dalam citra. Komputer mencoba meniru kemampuan sistem visual manusia yang dapat mengenali objek alam yang dilihatnya oleh karena otak manusia telah belajar mengklasifikasikan objek-objek yang telah dilihatnya. Jadi, input dalam pengenalan pola berupa citra objek yang akan diidentifikasi dan diproses sehingga output-nya berupa deskripsi objek di dalam citra yang telah teridentifikasi. Contohnya dalam pengenalan pola

(17)

ialah tulisan tangan yang digunakan sebagai data masukan (input) untuk mengenali karakter „Z‟. Sehingga dengan memanfaatkan salah satu algoritma pengenalan pola, manusia berharap komputer dapat mengenali bahwa karakter tersebut memang adalah huruf „Z‟. [9]

Selama ini berbagai bidang pekerjaan telah memanfaatkan teknologi pengolahan citra untuk berbagai kepentingan contohnya pada bidang kedokteran, industri, pertanian, geologi dan kelautan. Peran serta teknologi pengolahan citra telah memberikan kemajuan yang begitu pesat terhadap bidang tersebut, sehingga dapat memberikan kemudahan bagi kelangsungan hidup manusia dalam menyelesaikan berbagai pekerjaan dan penelitian. Pada masa depan perkembangan teknologi ini akan terus meluas dan hal ini menjadi tantangan tersendiri terhadap para peneliti dan praktisi pada bidang ini. [16].

2.2.8 Akuisisi Citra

Akuisisi citra merupakan langkah awal dalam mendapatkan citra digital.

Tujuannya ialah untuk menentukan data yang dibutuhkan seorang peneliti serta memilih metode perekaman citra digital. Diawali dengan mempersiapkan beberapa objek penelitian, alat-alat pendukung apa saja yang akan digunakan, jarak dan waktu pengambilan citra, mengatur sumber pencahayaan yang baik dan hingga melakukan pencitraan. Pencitraan adalah suatu aktivitas mentransformasikan citra nyata (berupa gambar, foto, lukisan, pemandangan dan lainnya) menjadi citra digital. Contoh alat yang dimanfaatkan untuk pencitraan antara lain sebagai berikut [20]:

a. Video kamera (handycam) b. Kamera digital

c. Scanner d. Photo sinar-X

Pada akuisisi citra terdapat tiga jenis sensor yang digunakan yaitu sensor tunggal (single sensor), sensor garis (sensor strip) dan sensor larik (sensor array).

Kamera digital menggunakan sensor larik (sensor array), sensor tersebut disebut

(18)

dengan sensor CCD dengan ukuran sensor yang pada umumnya mencapai 4.000 x 4.000 elemen [16]

2.2.9 Digitalisasi Citra

Pada penjelasan sebelumnya menyatakan bahwa citra analog tidak dapat diproses secara langsung oleh mesin komputer. Maka dari itu perlu mengubah citra analog menjadi citra digital dengan cara merepresentasikan citra tersebut secara numerik dengan nilai-nilai diskrit, proses perubahan itu disebut dengan digitalisasi citra. Citra yang dihasilkan inilah yang disebut dengan citra digital (digital image). Citra digital berbentuk empat persegipanjang dengan dimensi ukuran dinyatakan sebagai panjang x lebar atau lebar x panjang. [18] [19]

Citra digital yang berukuran N x M dinyatakan dengan matriks yang berukuran N baris dan M kolom sebagai berikut :

( ) [

( ) ( ) ( )

( ) ( )

( ) ( )]

Indeks baris (i) dan indeks kolom (j) menyatakan suatu koordinat titik pada citra, sedangkan f(i,j) merupakan intensitas (derajat keabuan) pada titik (i,j). [18] [19]

Setiap elemen pada citra digital disebut dengan image element, picture element, atau pixel. Jadi, citra yang berukuran N x M memiliki NM buah pixel.

Contohnya, citra memiliki ukuran 256x256 pixel lalu direpresentasikan secara numerik dengan matriks yang terdiri dari 256 buah baris dan 256 buah kolom seperti pada contoh berikut ini :

[

]

Jadi Pixel pertama pada koordinat (0,0) mempunyai nilai intensitas 0 yang berarti warna pixel tersebut hitam, pixel kedua pada koordinat (0,1) memiliki intensitas 134 yang berarti warnanya antara hitam dan putih, dan seterusnya. [18] [19]

(19)

Terdapat dua hal yang harus dilakukan pada digitalisasi citra, yaitu digitalisasi spasial (sampling) dan digitalisasi intensitas (kuantisasi). Kedua sistem inilah yang bertugas memotong-motong citra menjadi x kolom dan y baris yang termasuk dalam proses sampling dan menentukan besar intensitas yang terdapat pada titik tersebut yang merupakan proses kuantisasi sehingga dapat menghasilkan resolusi citra yang dibutuhkan.[18] [19]

2.2.10 Elemen-elemen Citra Digital

Citra digital mengandung sejumlah elemen-elemen dasar yang dimanipulasi dalam pengolahan citra dan dieksploitasi lebih lanjut dalam komputer vision. Elemen-elemen dasar yang dianggap penting diantaranya sebagai berikut [20] [19]:

1. Kecerahan (Brightness)

Kecerahan merupakan intensitas cahaya yang dipancarkan piksel dari citra yang dapat ditangkap oleh sistem penglihatan. Kecerahan pada sebuah titik (pixel) di dalam citra bukanlah intensitas yang riil, melainkan sebenarnya adalah intensitas rata-rata dari suatu area yang melingkupinya. Kecerahan dapat mempengaruhi kualitas dan besar kecilnya suatu piksel pada citra.

Pada penelitian ini penulis menggunakan cahaya lampu kamar untuk membantu mengatur kecerahan terhadap objek yang akan diambil citranya sehingga tiap objek memiliki kecerahan yang seimbang.

2. Kontras (Contrast)

Kontras menyatakan akan sebaran terang (lightness) dan gelap (darkness) di dalam sebuah citra. Citra dengan kontras rendah dicirikan oleh sebagian besar komposisi citranya adalah terang atau sebagian besar gelap. Pada citra dengan kontras yang baik terdiri dari komposisi gelap dan terang yang tersebar secara merata.

3. Kontur (Contour)

Kontur ialah keadaan yang dimunculkan oleh perubahan intensitas pada pixel-pixel yang bertetangga. Oleh karena adanya perubahan intensitas inilah mata kita dapat mendeteksi tepi-tepi (edge) objek di dalam citra.

(20)

4. Warna (Color)

Warna merupakan persepsi yang dirasakan oleh sistem visual manusia terhadap panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek. Setiap warna memiliki warna gelombang (λ) yang berbeda. Penelitian memperlihatkan bahwa kombinasi warna yang memberikan rentang warna paling lebar ialah red,green dan blue atau disingkat rgb.

5. Bentuk (Shape)

Bentuk adalah properti intrinsik dari objek 3 dimensi, dengan pengertian bahwa bentuk merupakan properti intrinsik utama untuk sistem visual manusia. Informasi bentuk objek dapat diekstraksi dari citra pada permulaan pra-pengolahan dan segmentasi citra.

6. Tekstur (Texture)

Tekstur adalah keteraturan sekumpulan pola tertentu yang terbentuk dari susunan piksel-piksel dalam citra digital. Informasi tekstur dapat digunakan untuk membedakan sifat-sifat permukaan suatu benda dalam citra yang berhubungan dengan kasar dan halus, serta sifat-sifat spesifik dari kekasaran dan kehalusan permukaan tadi yang sama sekali terlepas dari warna permukaan tersebut.

2.2.11 Jenis Citra Digital

Terdapat tiga jenis citra yang umumnya digunakan dalam pemrosesan citra dan penyimpanan citra digital dalam memori. Ketiga jenis citra tersebut antara lain sebagai berikut [7] [20].:

1. Citra Berwarna (RGB)

Citra berwarna atau seringkali disebut sebagai citra rgb merupakan jenis citra yang menyajikan warna dalam susunan komponen merah (red), hijau (green), dan biru (blue). Pada setiap piksel dalam komponen tersebut diwakili oleh 8 bit dengan jangkauan warna antara 0 hingga 256 warna.

(21)

Maka kemungkinan warna yang dapat diberikan mencapai 255x255x255 atau 16.581.375 warna.

2. Citra Berskala keabuan (grayscale)

Citra grayscale adalah citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pikselnya. Citra ini menangani gradasi warna hitam putih, yang tentunya menghasilkan efek warna abu-abu. Pada jenis citra ini, warna dinyatakan dengan intensitas. Intensitasnya berkisar antara 0 sampai dengan 255. Jadi nilai 0 menyatakan hitam dan 255 menyatakan putih.

Tingkatan keabuan ini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih dan memiliki kedalaman warna 8 bit.

3. Citra Biner

Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai piksel yaitu antara hitam dan putih atau 0 dan 1. Citra biner membutuhkan hanya 1 bit untuk mewakili nilai setiap pikselnya. Citra jenis ini banyak digunakan dalam pemrosesan citra, misalnya untuk kepentingan memperoleh tepi bentuk suatu objek.

2.2.12 Pengantar Fitur Tekstur

Tekstur seringkali digunakan untuk temu kembali citra oleh karena beberapa objek mengandung pola-pola tertentu yang sukar dibedakan menggunakan penglihatan manusia. Pada umumnya, aplikasi tekstur dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama adalah untuk kepentingan segmentasi. Pada proses ini, tekstur dipakai untuk melakukan pemisahan antara satu objek dengan objek yang lain. Kedua adalah untuk klasifikasi tekstur, yang menggunakan fitur-fitur tekstur untuk mengklasifikasikan objek. [7]

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai tekstur, pengertian tekstur perlu dijelaskan terlebih dahulu. Menurut Kulkarni (1994) mendefinisikan tekstur sebagai hubungan mutual antara nilai intensitas piksel-piksel yang bertetangga yang berulang di suatu area yang lebih luas daripada jarak hubungan tersebut. [7]

Ada suatu pengulangan tekstur yang terkadang sulit dijabarkan, tetapi mudah ditangkap oleh mata, seperti yang terdapat pada Gambar 2.3 (a) dan

(22)

Gambar 2.3 (b). Hal ini berbeda dengan Gambar 2.3 (c). Citra yang disebut terakhir mempunyai sifat pengulangan yang mudah dilihat. Namun, pada ketiga gambar tersebut, jelas bahwa ada suatu tekstur yang terkandung dalam setiap citra. Tekstur pada Gambar 2.3 (c), dari sisi keteraturan pola, adalah yang paling mudah untuk dikenali.

(a) Halus (b) Kasar (c) Teratur

Gambar 2. 3 Berbagai citra yang memiliki sifat tekstur yang berbeda-beda.

2.2.13 Tekstur Berbasis Histogram

Metode yang sederhana untuk mendapatkan tekstur adalah dengan mendasarkan pada histogram. Namun, sebelum membahas fitur-fitur yang dapat dikenal secara statistis melalui histogram, ada baiknya untuk melihat histogram dari tiga buah citra yang mengandung tekstur yang berbeda, yang terdapat di gambar 2.4. Pada gambar 2.4 (a) menunjukkan bahwa citra dengan tekstur halus memiliki daerah perubahan intensitas yang sempit. Sebaliknya, citra yang kasar memiliki kontras yang tinggi, ditandai dengan jangkauan intensitas yang lebar (gambar 2.4 (c) dan (d)). Menurut penglihatan, citra dalam gambar 2.4 (e) juga termasuk kasar dibandingkan dengan citra pada gambar 2.4 (a) meskipun beraturan.

(23)

(a) Tekstur halus (b) Histogram tekstur halus

(c) Tekstur kasar (d) Histogram tekstur kasar

(e) Tekstur periodik (f) Histogram tekstur periodik

Gambar 2. 4 Hasil histogram dari tiga citra yang bertekstur berbeda 2.2.14 Penjelasan Fitur Tekstur

Menurut (Acharya dan Ray, 2005) Tekstur dikategorikan menjadi dua bentuk yaitu Tekstur tidak teratur dan Tekstur teratur. Bentuk tekstur buatan manusia termasuk dalam kategori bentuk tekstur teratur, namun bentuk tekstur yang bersifat alamiah termasuk ke dalam kategori bentuk tekstur yang tidak teratur. [7]

Berdasarkan pada tingkat kekasaran objek, tekstur dibedakan menjadi dua bagian yaitu Makrotekstur dan Mikrotekstur. Bila pada ukuran elemen yang menyusun pengulangan pola berukuran besar, maka tekstur dinyatakan sebagai makrotekstur. Namun apabila memiliki sifat elemen yang menyusun pengulangan

(24)

pola berukuran kecil, maka tekstur dinyatakan sebagai mikrotekstur. Berikut adalah contoh perbedaan tekstur pada citra [7] :

(a) Tekstur Teratur (b) Tekstur Tidak Teratur

Gambar 2. 5 Contoh Citra tekstur teratur dan Citra tidak teratur

Analisis tekstur seringkali digunakan untuk kebutuhan dalam klasifikasi dan interpretasi citra. Suatu proses klasifikasi citra yang berbasis pada analisis tekstur tentunya membutuhkan tahapan ekstraksi citri yang terbagi dalam tiga macam metode antara lain [7]:

1. Metode Statistis

Menggunakan perhitungan statistika untuk membentuk fitur, seperti Histogram, Tamura dan GLCM.

2. Metode Struktural

Menjabarkan susunan elemen ke dalam tekstur, seperti Shape Grammar.

3. Metode Spektral

Metode yang didasarkan pada domain frekuensi-spasial, seperti distribusi energi domain Fourier, Gabor dan filter Laws.

(a) Waru berdaun hijau (b) Waru varigata

Gambar 2. 6 Perbedaan pola tekstur

(25)

Ekstraksi fitur merupakan tahapan awal dalam melakukan klasifikasi, juga digunakan untuk memunculkan suatu ciri dan mereduksi citra dari dimensi tinggi ke dimensi yang rendah. Menurut (Marques & Firht 2002) dalam ekstraksi ciri dikategorikan ke dalam tiga jenis yaitu [7]:

1. low-level

Ekstraksi ciri berdasarkan isi visual seperti warna dan tekstur 2. middle-level

Ekstraksi ciri berdasarkan pada wilayah citra yang ditentukan dengan segmentasi

3. high-level.

Ekstraksi ciri berdasarkan informasi semantik yang terkandung dalam citra.

2.2.15 Ekstraksi Fitur Tekstur Berbasis Histogram

Ekstraksi fitur berbasis Histogram ini adalah metode sederhana yang berguna untuk mendapatkan tekstur dan termasuk dalam metode statis orde satu.

Di dalam metode ekstraksi fitur berbasis Histogram terdapat 6 parameter atau fitur untuk menentukan ciri yaitu rerata intensitas, standar deviasi, skewness, energy, entropy, dan smoothness. Proses ekstraksi fitur berbasis Histogram ini membutuhkan citra grayscale sebagai inputan. [10].

Berdasarkan pada [7] dan [22] menjelaskan bahwa fitur pertama yang dihitung secara statistik adalah rerata intensitas atau disebut juga Mean. Mean merupakan fitur tekstur yang mewakili kecerahan pada objek gambar. Mean mengukur nilai rata-rata dari suatu nilai intensitas, jadi apabila semakin tinggi nilai dari Mean, maka semakin terang pula gambar tersebut, namun apabila semakin rendah nilai Mean, maka semakin gelap gambar tersebut. Komponen fitur ini dihitung berdasarkan pada rumus :

∑ ( )

( 1 )

(26)

Penjelasan parameter pada formula diatas:

i = aras keabuan pada citra f atau citra inputan p(i) = probabilitas kemunculan i

L = nilai aras keabuan tertinggi

Rumus di atas akan menghasilkan rerata kecerahan objek.

Fitur kedua berupa standar deviasi atau varians yang merupakan orde kedua dan menunjukkan kontras intensitas tingkat abu-abu. Semakin rendah nilai dari standar deviasi maka semakin kecil kontrasnya, apabila semakin tinggi nilai standar deviasi maka semakin tinggi kontrasnya. Rumusnya sebagai berikut : [7][22]

√∑( ) ( )

( 2 )

Penjelasan parameter pada formula di atas:

= standar deviasi atau varian p(i) = fungsi peluang

Fitur ketiga yaitu Kecondongan atau Skewness yang seringkali disebut sebagai momen orde tiga ternormalisasi. Fitur ini merupakan ukuran ketidak simetrisan atau kemiringan terhadap rerata intensitas. Nilai dari skewness berupa positif atau negatif, apabila nilai positif maka mengindikasikan bahwa sejumlah besar nilai intensitas di sisi kiri dari mean dan kemiringan ekor dari nilai-nilai intensitas menuju ke sisi kanan dari distribusi atau ekor pada sisi kanan lebih panjang dari sisi kiri. Sedangkan apabila nilai negatif mengindikasikan bahwa sejumlah besar nilai intensitas berada pada sisi kanan dari mean dan kemiringan ekor dari nilai-nilai intensitas menuju arah sisi kiri dari distribusi atau ekor di sisi kiri lebih panjang daripada sisi kanan. Nilai 0 atau kosong mengindikasikan bahwa distribusi nilai intensitas relatif sama pada kedua sisi dari mean.

Formulanya ialah sebagai berikut: [7][22]

∑( ) ( )

( 3 )

(27)

Dalam praktik, nilai skewness dibagi dengan ( ) supaya ternormalisasi.

Fitur keempat yaitu energy. Energy adalah ukuran yang menyatakan distribusi intensitas piksel terhadap jangkauan aras keabuan. Definisinya sebagai berikut : [7][22]

∑ ( )

( 4 )

Citra yang seragam dengan satu nilai aras keabuan akan memiliki nilai energy yang maksimum, yaitu sebesar 1. Secara umum, citra dengan sedikit aras keabuan akan memiliki energy yang lebih tinggi daripada yang memiliki banyak nilai aras keabuan. Energy sering disebut sebagai keseragaman.

Fitur kelima ialah Entropy yang mengindikasikan kompleksitas citra.

Rumus Entrphy ialah sebagai berikut : [7][22]

∑ ( )

( ( )) ( 5 )

Semakin tinggi nilai entropy, semakin kompleks citra tersebut. Perlu diketahui, entropy dan energy berkecenderungan berkebalikan. Entropy juga merepresentasikan jumlah informasi yang terkandung di dalam sebaran data.

Biasanya gambar yang tidak kompleks memiliki entropy yang rendah, sedangkan gambar yang lebih kompleks memiliki entropy yang tinggi.

Properti kehalusan biasanya disertakan untuk mengukur tingkat kehalusan/kekasaran intensitas pada citra. Rumusnya sebagai berikut :

( 6 )

Pada rumus di atas, adalah deviasi standar yang telah dinormalisasi sehingga nilainya berada dalam jangkauan [0 1] dengan cara membaginya dengan ( ) . Nilai R yang rendah menunjukkan bahwa citra memiliki intensitas yang kasar.[7] [22]

(28)

Berikut merupakan contoh perbandingan statistik ekstraksi fitur tekstur Histogram untuk citra bertekstur halus dan bertekstur kasar [7]:

Object Fitur

Citra Tekstur Halus

Mean : 127.4896 Standar Deviasi : 20.8016

Skewness : - 0.0163

Energy : 0.0135

Entropy : 4.4520

Smoothness : 0.0066 Citra Tekstur Kasar

Mean : 121.6201 Standar Deviasi : 52.6183

Skewness : - 0.1445

Energy : 0.0051

Entropy : 5.3411

Smoothness : 0.0408

Tabel 2. 4 Perbandingan citra tekstur halus dengan citra tekstur kasar Dari hasil perbandingan citra tekstur halus dengan citra tekstur kasar di atas dapat kita lihat bahwa terdapat perbedaan hasil ekstraksi fitur tekstur terhadap kedua citra tersebut.

2.2.16 Konsep dan Model Klasifikasi

Klasifikasi ialah suatu pekerjaan menilai objek data untuk memasukkannya ke dalam kelas tertentu dari sejumlah kelas yang tersedia.

Terdapat dua pekerjaan utama yang harus dilaksanakan dalam klasifikasi yaitu :

 Perancangan model prototipe

 Penggunaan model prototipe tersebut untuk klasifikasi pada objek data lain

(29)

Pekerjaan ini dilakukan supaya dapat mengetahui letak kelas objek data tersebut dalam model yang sudah disimpannya. Model dalam klasifikasi mempunyai arti yang sama dengan kotak hitam, di mana ada suatu model yang menerima masukan, kemudian mampu melakukan pemikiran terhadap masukan tersebut, dan memberikan jawaban sebagai keluaran dari hasil pemikirannya. Kerangka kerja (framework) akan proses klasifikasi ditunjukkan pada gambar berikut : [8]

Kerangka kerja tersebut menjelaskan bahwa terdapat sejumlah data latih (x,y) yang dimanfaatkan sebagai data pembangunan model. Lalu model tersebut digunakan untuk memprediksikan kelas dari data uji (x,?) sehingga nantinya akan diketahui kelas y yang sesungguhnya. [8].

Kerangka kerja pada gambar tersebut melalui 2 langkah proses yaitu induksi dan deduksi. Induksi merupakan langkah untuk membangun model klasifikasi dari data latih yang telah diberikan. Sedangkan deduksi ialah langkah untuk menerapkan model tersebut pada data uji untuk diuji. Sehingga dapat mengetahui kelas yang sesungguhnya dari data uji. [8].

Gambar 2. 7 Framework konsep klasifikasi

(30)

2.2.17 Teorema Bayes

Bayes merupakan teknik prediksi berbasis probabilistik sederhana yang berdasarkan pada penerapan Teorema Bayes (atau aturan Bayes) dengan asumsi independensi yang kuat (naif). Dalam Bayes, maksud independensi yang kuat ialah bahwa sebuah fitur pada sebuah data tidak berkaitan dengan ada atau tidaknya fitur lain dalam data yang sama. Contohnya pada kasus klasifikasi hewan dengan fitur penutup kulit, melahirkan, berat dan menyusui. Dalam dunia nyata, hewan yang berkembang biak dengan cara melahirkan dipastikan juga akan menyusui. Di sini terdapat ketergantungan pada fitur menyusui karena hewan yang menyusui biasanya melahirkan. Namun dalam Bayes, hal tersebut tidak dipandang sehingga masing-masing fitur seolah-olah seperti tidak memiliki hubungan apa pun. Prediksi Bayes berdasarkan pada teorema bayes dengan formula umum sebagai berikut [8]:

P(Y | X) =

( | ) ( )

( ) ( 7 )

Penjelasan dari formula tesebut adalah sebagai berikut ini :

Parameter Keterangan

P(Y|X)

Probabilitas akhir bersyarat (conditional probability) suatu hipotesis Y terjadi jika diberikan bukti (evidence) X telah diamati / diteliti.

P(X|Y) Probabilitas sebuah bukti X terjadi akan mempengaruhi hipotesis Y.

P(Y) Probabilitas awal (prior probability) pada hipotesis Y yang terjadi tanpa memandang bukti apa pun.

P(X) Probabilitas awal (prior probability) bukti X terjadi tanpa memandang hipotesis/bukti yang lainnya.

Tabel 2. 5 Keterangan Rumus persamaan Naive Bayes

(31)

Ide dasar dari teorema Bayes adalah bahwa hasil dari hipotesis atau peristiwa ( ) dapat diperkirakan berdasarkan pada beberapa bukti ( ) yang telah diamati. Terdapat beberapa hal yang penting dari aturan Bayes tersebut, yaitu antara lain :

1. Sebuah probabilitas awal/prior probability atau P( ) ialah probabilitas dari suatu hipotesis sebelum bukti diamati

2. Seluruh probabilitas akhir/posterior probability atau P( ) ialah probabilitas dari suatu hipotesis setelah bukti diamati.

Naïve Bayes erat kaitannya dengan klasifikasi, hal ini disebabkan oleh karena hipotesis dalam teorema Bayes merupakan label kelas yang menjadi target pemetaan dalam klasifikasi, sedangkan bukti merupakan fitur-fitur yang menjadi masukan dalam model klasifikasi [8] [13].

2.2.18 Naïve Bayes untuk Klasifikasi

Kaitan antara Naive Bayes dengan klasifikasi, korelasi hipotesis, dan bukti dengan klasifikasi adalah bahwa hipotesis dalam teorema Bayes merupakan label kelas yang menjadi target pemetaan kalsifikasi, sedangkan bukti merupakan fitur- fitur yang menjadi masukan model klasifkasi.

Jika adalah vektor masukan yang berisikan fitur, sedangkan Y adalah label kelas, maka dalam Naive Bayes dituliskan dengan P(Y|X) yang disebut sebagai probabilitas akhir (Posterior probability). Notasi P(Y|X) berarti probabilitas label kelas Y diperoleh setelah fitur-fitur pada X diamati/diteliti.

Sedangkan untuk mengamati/mempreoleh fitur pada yang mempengaruhi kelas Y dituliskan dengan P( |Y) (disebut sebagai likelihood), kemudian untuk probabilitas awal (disebut sebagai prior probability) dari kelas Y dituliskan sebagai P(Y) dan probabilitas untuk seluruh bukti yang digunakan untuk klasifikasi (disebut juga Evidence) dituliskan sebagai P(X). Maka persamaan Naive Bayes sebelumnya bisa juga dituliskan sebagai berikut [8][13] :

Posterior =

( 8 )

(32)

Selama proses pelatihan harus dilakukan pembelajaran probabilitas akhir P(Y|X) pada model untuk setiap kombinasi X dan Y berdasarkan informasi dari data latih. Dengan membangun model tersebut, suatu data uji X‟ dapat diklasifikasikan dengan mencari nilai Y‟ dengan memaksimalkan nilai P(Y‟|X‟) yang diperoleh. Klasifikasi dengan Naive Bayes bekerja berdasarkan teori probabilitas yang memandang seluruh fitur dari data sebagai bukti dalam probabilitas [8].

Rumus Naive Bayes untuk klasifikasi adalah :

P(Y

k

|X) =

( ) ( ) ( | ) ( 9 )

P(Yk|X) (posterior probability) adalah probabilitas data dengan vektor X pada kelas Yk , P(Yk) (prior probability) adalah probabilitas awal kelas , sementara probabilitas independen ( | ) tersebut merupakan pengaruh semua fitur dari data terhadap setiap kelas Y, dimana setiap set fitur X = {X1,X2, .... ,Xq} terdiri atas q atribut (q dimensi). Nilai P(X) (evidence) selalu tetap tiap kelas sehingga dalam perhitungan prediksi nantinya kita tinggal menghitung bagian P(Y) x ( | ) atau prior probability dikalikan dengan seluruh likelihood probability (dihitung dengan menggunakan distribusi Gaussian) kemudian memilih nilai terbesar sebagai kelas yang dipilih sebagai hasil prediksi posterior probability.

2.2.19 Distribusi Gaussian

Pada Umumnya metode Naive Bayes dapat dihitung untuk fitur bertipe kategoris misalnya seperti kasus klasifikasi hewan dengan “fitur penutup kulit”

dengan nilai {bulu, rambut, cangkang}, atau kasus klasifikasi “jenis kelamin”

dengan nilai {pria, wanita}. Namun untuk fitur dengan tipe numerik (kontinyu) terdapat perlakuan khusus sebelum dimasukkan dalam Naive Bayes, yaitu dengan mengasumsikan bentuk tertentu dari distribusi probabilitas untuk fitur kontinu dan memperkirakan parameter distribusi dengan data pelatihan.

Distribusi Gaussian atau dikenal sebagai distribusi normal biasanya dipilih untuk merepresentasikan probabilitas bersyarat dari fitur kontinu pada sebuah

(33)

kelas ( | ), pada distribusi Gaussian dikarakteristikkan dengan dua parameter yang harus diketahui terlebih dahulu yaitu : mean ( ) dan varian/standar deviasi ( ). Distribusi Gaussian merupakan salah satu distribusi peluang kontinu dengan grafik berbentuk bel/genta serta paling banyak digunakan dalam berbagai analisis statistika. Berbagai kejadian ataupun fenomena baik dalam ilmu sosial maupun ilmu alam dapat dihitung melalui pendekatan dengan mengikuti prosedur distribusi gaussian. Distribusi Gaussian dapat dihitung melalui persamaan berikut [7] :

( | )

=

( )

( ) ( 10 )

Penjelasan pada parameter di atas ialah sebgai berikut : Parameter Deskripsi

P Peluang

Atribut ke-i Nilai Atribut ke-i Kelas yang dicari Sub kelas Y yang dicari

Nilai standar deviasi atau varian (s2) dari semua attribut data latih yang menjadi milik kelas ayam tiren dan ayam normal yang diperoleh melalui persamaan

( )

Nilai mean atau rata-rata sampel dari semua attribut data latih yang menjadi milik kelas ayam tiren dan ayam normal dengan menggunakan persamaan

.

π

Nilai standart pi(π) dengan nominal 3,141592654

e

Nilai Eksponen dengan nilai 2,718282

Tabel 2. 6 Penjelasan persamaan Distribusi Gaussian

(34)

2.2.20 Recognition Rate

Sebuah sistem yang melakukan klasifikasi diharapkan dapat melakukan klasifikasi semua set dengan benar. Namun, tidak dapat dipungkiri apabila kinerja suatu sistem tidak dapat bekerja sepenuhnya dengan benar. Maka dari itu, sebuah sistem klasifkasi juga harus diukur kinerjanya [7].

Umtuk menghitung akurasi dari sistem klasifikasi daging ayam, penulis menggunakan recognition rate, yaitu perhitungan akurasi ini difokuskan pada keberhasilan mengenali citra daging ayam berdasarkan kelas yang benar. Rumus perhitungan recognition rate ialah sebagai berikut [7] :

Recognition Rate =

x 100%

( 11)

Penjelasan dalam parameter di atas ialah sebagai berikut : Parameter Deksripsi

∑ Total dari citra uji yang terklasifikasi pada kelas yang benar.

∑ Total seluruh citra uji.

Tabel 2. 7 : Penjelasan parameter akurasi

2.2.21 Format File JPG

Pada penelitian ini penulis menggunakan semua gambar/citra yang berformat .jpg karena format file tersebut sangat umum digunakan saat ini khususnya untuk transmisi citra. Format file .jpg pertama kali dikembangkan oleh Joint Photographic Experts Assemble atau disingkat JPEG, kemudian format ini dijadikan standar gambar untuk para fotografer professional internasional maupun di ranah internet. Format JPG mendukung 24-bit rgb dan 8-bit grayscale. File JPG sangat cocok digunakan untuk gambar yang memiliki banyak warna, seperti foto wajah, pemandangan dan gambar yang mengandung gradient [24].

(35)

Gambar

Tabel 2. 1Kandungan gizi dalam Daging pada umumnya
Tabel 2. 2Kandungan Gizi Daging Ayam per 100g
Tabel 2. 3Perbedaan daging ayam normal dengan daging ayam tiren
Gambar 2. 1 Daging ayam normal (kiri) dan daging ayam tiren (kanan)  Berdasarkan    pada  Gambar  2.1  dapat  kita  saksikan  perbedaan  karakteristik  fisik  antara  daging  ayam  normal  dan  daging  ayam  tiren  secara  utuh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Motivasi belajar dapat dilihat dari keaktifan belajar siswa, untuk itu perlu dipilih suatu pendekatan yang lebih memberdayakan siswa. Pendekatan pembelajaran yang tidak

Plaxis output dapat dipanggil dengan mengklik toolbar Plaxis output, atau dari start menu yang bersesuaian dengan program plaxis. Toolbar Calculation pada

Imam Fahrurrozi (NIM. 091111031) Judul “Peran Bimbingan Perkawinan Bagi Calon Pengantin Di BP4 Sebagai Upaya Mengurangi Perceraian Akibat Banyaknya TKI/TKW Ke Luar Negeri

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pH, diameter zona bening dan populasi bakteri asam laktat yang diisolasi dari limbah kol dengan penambahan dedak dan

Untuk kepentingan penyaringan tersebut dilakukan telaah terhadap beberapa hasil penelitian sebelumnya berkenaan dengan produk unggulan Kota Salatiga yang bersumber dari

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas anugerah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan Tugas Akhir dengan judul “Analisa Laju

menunjukkan bahwa agresi pada anak dapat terbentuk karena setiap hari anak sering melihat dan menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga baik secara langsung atau

tanpa animasi, (2) keefektifan media Powerpoint beranimasi tidak koheren, (3) perbedaan keefektifan antara media Powerpoint tanpa animasi dan media Powerpoint beranimasi