• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mencapai tujuan pendidikan. Menurut Wolfinger (dalam Hernawan, 2011: 4.1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. mencapai tujuan pendidikan. Menurut Wolfinger (dalam Hernawan, 2011: 4.1)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Terpadu

2.1.1 Pengertian Pembelajaran Terpadu

Dunia pendidikan sekarang ini semakin maju, dengan menggunakan metode- metode pembelajaran yang mengarah pada peningkatan mutu pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut Wolfinger (dalam Hernawan, 2011: 4.1) terdapat dua istilah yang secara teoritis memiliki hubungan yang saling terkait dan ketergantungan satu dan lainnya, yaitu integrated learning (pembelajaran terpadu) dan integrated curriculum (kurikulum terpadu). Istilah pembelajaran terpadu berasal dari kata integreted teaching and learning atau integreted curriculum approach. Konsep ini telah lama dikemukakan oleh John Dewey sebagai usaha untuk mengintegrasikan perkembangan dan pertumbuhan siswa maupun kemampuan pengetahuannya (Beans dalam Sa’ud, dkk., 2006: 4).

Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat diartikan sebagai pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna pada siswa. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran terpadu, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami (Hernawan, 2011: 1.5).

Fokus perhatian pembelajaran terpadu terletak pada proses yang ditempuh siswa saat berusaha memahami isi pembelajaran sejalan dengan bentuk-bentuk keterampilan yang harus dikembangkannya (Aminuddin dalam Hernawan, 2011:

(2)

1.5). Berdasarkan hal tersebut, maka pengertian pembelajaran terpadu dapat dilihat sebagai: (1) suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai mata pelajaran yang mencerminkan dunia nyata di sekeliling serta dalam rentang kemampuan dan perkembangan anak, (2) suatu cara untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak secara serempak (simultan), dan (3) merakit atau menghubungkan sejumlah konsep dalam beberapa mata pelajaran yang berbeda, dengan harapan siswa akan belajar dengan lebih baik dan bermakna (Hernawan, 2011: 1.5).

Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan dan dunia nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu (William dalam Sa’ud, dkk., 2006: 5). Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang terkait secara harmonis untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa.

Dari beberapa kutipan di atas disimpulkan bahwa pembelajaran terpadu adalah suatu pembelajaran yang menekankan keterlibatan siswa dalam belajar sehingga membuat anak aktif terlibat dalam proses pembelajaran tersebut. Dalam pembelajaran terpadu anak akan memahami konsep-konsep yang dipelajari itu melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami untuk memberikan pengalaman yang bermakna pada siswa.

2.1.2 Karakteristik Pembelajaran Terpadu

Penerapan pembelajaran terpadu disekolah dasar bisa disebut sebagai suatu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Menurut Depdikbud (dalam Trianto, 2011: 61), pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa karakteristik atau ciri-ciri yaitu, holistik, bermakna, otentik, dan aktif.

Sedangkan menurut Hernawan (2011: 1.7) sebagai suatu proses, pembelajaran

(3)

terpadu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) berpusat pada siswa (student centered), (2) memberikan pengalaman langsung pada siswa (direct experiences), (3) pemisahan antara mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas, (4) menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembelajaran, (5) bersifat luwes (fleksibel), dan (6) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.

Sedangkan menurut Kunandar (dalam http://edukasi. kompasiana.com: 2007) karakteristik pembelajaran terpadu sebagai berikut: (1) pembelajaran berpusat pada anak, (2) belajar melalui proses pengalaman langsung, (3) sarat dengan muatan saling keterkaitan, sehingga batasan antar mata pelajaran tidak begitu jelas, (4) lebih menekankan kebermaknaan dan pembentukan pemahaman, dan (5) lebih mengutamakan proses daripada hasil.

Selanjutnya karakteristik pembelajaran menurut Karli dalam Shalih (http://el- shalih.blogspot.com: 2003) pembelajaran terpadu memiliki beberapa macam karakteristik, yaitu: (1) berpusat pada anak (studend center), (2) memberi pengalaman langsung pada anak, (3) pemisahan antara bidang studi tidak begitu jelas, (4) menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembelajaran, (5) bersifat luwes, (6) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak, (7) holistik, (8) bermakna, (9) otentik, dan (10) aktif.

Dapat disimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang holistik, bermakna, otentik, aktif, berpusat pada anak. Dengan demikian pembelajaran terpadu melibatkan siswa langsung dalam proses pembelajarannya karena pembelajaran yang diperoleh merupakan pengalaman langsung oleh siswa.

(4)

2.1.3 Manfaat Pembelajaran Terpadu

Rudi (dalam blogspot.com: 2010) mengemukakan manfaat penggunaan pembelajaran terpadu, yaitu: (1) setiap topik pada mata pelajaran mempunyai keterkaitan konsep, (2) siswa memanfaatkan keterampilannya yang dikembangkan dari keterkaitan antar konsep, (3) membuat hubungan inter dan antar mata pelajaran, (4) membantu siswa dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis, (5) meningkatkan daya ingat (retensi) terhadap materi, dan (6) transfer pembelajaran dapat mudah terjadi.

Selanjutnya Hernawan (2011: 1.15) menguraikan beberapa manfaat pembelajaran terpadu, antara lain: (1) penggabungan berbagai materi mata pelajaran akan hemat, (2) siswa dapat melihat hubungan-hubungan yang bermakna, (3) meningkatkan taraf kecakapan berfikir siswa, (4) pembelajaran yang terpotong- potong sedikit sekali terjadi, (5) memberikan penerapan-penerapan dunia nyata, (6) penguasaan materi pembelajaran akan semakin baik dan meningkat, (7) pengalaman belajar antarmata pelajaran sangat positif untuk membentuk pendekatan pembelajaran menyeluruh, (8) motivasi belajar dapat diperbaiki dan ditingkatkan, (9) membantu menciptakan struktur kognitif atau pengetahuan awal siswa yang dapat menjembatani pemahaman yang terkait, dan (10) terjadi kerjasama yang lebih meningkat antara para guru, para siswa, guru- orang/narasumber yang lain.

Dapat disimpulkan bahwa manfaat pembelajaran terpadu adalah melatih siswa untuk semakin banyak membuat hubungan inter dan antar mata pelajaran, sehingga siswa mampu memproses informasi dengan cara yang sesuai daya pikirnya dan memungkinkan berkembangnya jaringan konsep-konsep serta

(5)

membantu siswa dapat memecahkan masalah dan berpikir kritis untuk dapat dikembangkan melalui keterampilan dalam situasi nyata.

2.1.4 Jenis-jenis Pembelajaran Terpadu

Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit tematisnya, Fogarty (dalam Hernawan, 2011: 1.21) mengemukakan bahwa terdapat sepuluh jenis model pembelajaran terpadu yaitu: connected (keterhubungan), webbed (jaring laba-laba), integrated (keterpaduan), nested (sarang), squenced (urutan/rangkaian), shared (bagian), thereaded (galur), immersed (celupan), networked (jaringan), dan fragmented (penggalan).

Menurut hasil pengkajian Tim Pengembang PGSD (dalam Hernawan, 2011:

1.26) terdapat tiga model pembelajaran terpadu yang nampaknya paling cocok atau tepat diterapakan di SD yaitu:

1) Model connected

Model connected (keterhubungan) adalah model pembelajaran terpadu yang secara sengaja diusahakan untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas-tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas-tugas dilakukan hari berikutnya, bahkan ide-ide yang akan dipelajari pada semester berikutnya di dalam satu mata pelajaran.

2) Model webbed

Model webbed (jaring laba-laba) adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan ini dimulai dengan menentukan tema, yang kemudian dikembangkan menjadi subtema dengan memperhatikan keterkaitan tema tersebut dengan mata pelajaran yang terkait.

3) Model integgreted

Model integrated merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan antarmata pelajaran. Model ini diusahakan dengan cara mengabungkan mata pelajaran dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menentukan keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih di dalam beberapa mata pelajaran.

Di sini penulis mengambil model connected untuk dikaji lebih lanjut, karena model ini secara nyata mengorganisasikan atau mengintegrasikan satu konsep, keterampilan, atau kemampuan yang ditumbuh kembangkan dalam suatu pokok

(6)

bahasan atau subpokok bahasan lain, dalam satu bidang studi, jadi penulis merasa perlu memperkenalkan model pembelajaran terpadu khususnya model connected di Sekolah Dasar.

2.1.5 Langkah-langkah Pembelajaran Terpadu

Pada dasarnya langkah-langkah pembelajaran terpadu mengikuti tahap-tahap yang dilalui dalam setiap model pembelajaran yang meliputi tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi (Prabowo dalam Trianto, 2011:

63). Langkah-langkah pembelajaran terpadu bersifat luwes dan fleksibel artinya sintaks dalam pembelajaran terpadu dapat diakomodasikan dari berbagai model pembelajaran yang dikenal dengan istilah setting atau merekonstruksi. Sedangkan menurut Hadisubroto (Trianto, 2011: 63 ), dalam merancang pembelajaran setidaknya ada empat hal yang perlu diperhatikan yaitu menentukan tujuan, menentukan materi atau media, menyusun skenario pembelajaran, dan menentukan evaluasi.

Trianto (2011: 64-65) berpendapat bahwa dalam merancang pembelajaran terpadu terdapat tiga langkah yang harus dilakukan, yaitu:

1. Tahap Perencanaan Pembelajaran

a) Menentukan materi pelajaran dan jenis keterampilan yang akan dipadukan. Karakteristik mata pelajaran menjadi pijakan untuk kegiatan awal ini.

b) Memilih kajian materi, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator. Langkah ini akan mengarahkan guru untuk menentukan subketerampilan yang dapat diintegrasikan dalam suatu pembelajaran.

c) Menentukan subketerampilan yang dipadukan. Secara umum keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai meliputi keterampilan berpikir, keterampilan sosial, dan keterampilan mengorganisasi, yang masing-masing terdiri dari sub-sub keterampilan.

d) Merumuskan indikator hasil belajar. Berdasarkan kompetensi dasar dan subketerampilan yang telah dipilih dirumuskan indikator. Setiap indikator dirumuskan menurut kaidah penulisan yang meliputi, audience, behaviour, condition, dan degree.

(7)

e) Menentukan langkah-langkah pembelajaran. Langkah ini diperlukan sebagai strategi guru untuk mengintegrasikan setiap subketerampilan yang telah dipilih pada setiap langkah pembelajaran

2. Tahap Pelaksanaan

Trianto (2011: 65) mengemukakan prinsip-prinsip utama dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu meliputi:

a) Guru hendaknya tidak menjadi single actor yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran. Peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran memungkinkan siswa menjadi pebelajar sendiri.

b) Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok.

c) Guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam proses perencanaan.

3. Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi dapat berupa evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran. Tahap evaluasi menurut Depdiknas (dalam Trianto, 2011:

66), hendaknya meperhatikan prinsip evaluasi pembelajaran terpadu yaitu:

a) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi diri di samping bentuk evaluasi lain.

b) Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar, kriteria keberhasilan, dan pencapaian tujuan yang akan dicapai.

Sementara itu, Sintaks (pola urutan) dari model pembelajaran terpadu tipe connected (terhubung) menurut Prabowo dalam Asrul (dalam http://www.sekolahdasar.net: 2010) sebagai berikut :

1. Tahap Perencanaan:

1) menentukan tujuan pembelajaran umum 2) menentukan tujuan pembelajaran khusus Langkah-langkah yang ditempuh oleh guru:

a. menyampaikan konsep pendukung yang harus dikuasai siswa.

(8)

b. menyampaikan konsep-konsep yang akan dikuasai oleh siswa c. menyampaikan keterampilan proses yang dapat dikembangkan d. menyampaikan alat dan bahan yang akan digunakan

e. menyampaikan pertanyaan kunci 2. Tahap Pelaksanaan, meliputi:

1) pengelolaan kelas; dengan membagi kelas kedalam beberapa kelompok 2) kegiatan proses

3) kegiatan pencatatan data 4) diskusi secara klasikal 3. Evaluasi, meliputi:

1) Evaluasi proses , berupa:

a. ketepatan hasil pengamatan

b. ketepatan dalam penyusunan alat dan bahan c. ketepatan siswa saat menganalisis data

2) Evaluasi produk:

penguasaan siswa terhadap konsep-konsep/materi sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus yang telah ditetapkan.

3) Evaluasi psikomotor:

kemampuan penguasaan siswa terhadap penggunaan alat ukur.

Dari kutipan di atas maka yang dimaksud dengan pembelajaran terpadu model connected adalah pembelajaran mengintegrasikan satu konsep, keterampilan, atau kemampuan yang ditumbuhkembangkan dalam suatu pokok bahasan atau subpokok bahasan lain, dalam satu bidang studi. Langkah-langkah pembelajaran terpadu meliputi tiga tahap, yaitu (1) Tahap perencanaan

(9)

pembelajaran, yaitu menentukan jenis materi dan jenis keterampilan yang akan dipadukan, menentukan kompetensi dasar, indikator dan hasil belajar, (2) Pelaksanaan, yaitu pengelolaan kelas, kegiatan proses, kegiatan pencatatan data, serta diskusi, dan (3) Tahap evaluasi, yaitu evaluasi proses, hasil dan psikomotor.

Model connected penekanannya terletak pada integrasi inter bidang studi, secara nyata menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas yang dilakukan pada hari berikutnya, serta ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan semester berikutnya

2.1.6 Pembelajaran Terpadu Model Connected

2.1.6.1 Pengertian Pembelajaran Terpadu Model Connected

Menurut Fogarty (dalam endahresnandari.blogspot.com: 2011) connected model is model focuses on making explicit connections with each subject area, connecting one topic to the next, connecting one concept to another, connecting a skill to relatied skill, connecting one day’s work to the next, or even one semester’s ideas to the next. Artinya, model terhubung adalah model keterkaitan dalam tiap-tiap bidang, mengaitkan topik satu dengan selanjutnya, mengaitkan konsep satu dengan konsep lainnya, mengaitkan keterampilan satu dengan keterampilan lain, mengaitkan tugas pada hari ini dengan selanjutnya atau ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan ide-ide yang dipelajari pada semester berikutnya.

(10)

Maksud dari uraian diatas adalah model pembalajaran ini menyajikan hubungan yang eksplisit dalam suatu mata pelajaran yaitu menghubungkan satu topik dengan topik yang lain, satu konsep dengan konsep yang lain, satu keterampilan dengan keterampilan yang lain, satu tugas ke tugas yang berikutnya. Pada pembelajaran model ini kunci utamanya adalah adanya satu usaha sadar untuk menghubungkan bidang kajian dalam satu disiplin ilmu. Bila kita memandang konsep koneksi ini, rincian dari satu disiplin ilmu terfokus kepada bagian-bagian yang sebenarnya saling berhubungan.

Sehingga akan terjadi serangkaian materi satu menjadi prasarat materi berikutnya atau satu materi mendukung materi berikutnya, atau materi satu menjadi prasarat atau berhubungan sehingga apa yang dipelajari menjadikan belajar yang bermakna.

Sedangkan Fogarty (dalam Trianto, 2011: 39) mengemukakan bahwa model keterhubungan (connected) merupakan model integrasi studi. Model ini secara nyata mengorganisasikan atau mengintegrasikan satu konsep, keterampilan, atau kemampuan yang ditumbuhkembangkan dalam suatu pokok bahasan atau subpokok bahasan lain, dalam satu bidang studi. Kaitan dapat diadakan secara spontan atau direncanakan terlebih dahulu. Dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna dan efektif.

Dengan kata lain bahwa pembelajaran terpadu model Connected adalah pembelajaran yang mengaitkan satu pokok bahasan dengan pokok bahasan berikutnya, mengaitkan satu konsep dengan konsep lain, mengaitkan satu keterampilan dengan keterampilan lain, dan dapat juga mengaitkan pekerjaan hari ini dengan pekerjaan hari berikutnya dalam suatu bidang studi (Hadisubroto dalam Trianto, 2011: 40).

(11)

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran terpadu model connected adalah pembelajaran mengintegrasikan satu konsep, keterampilan, atau kemampuan yang ditumbuhkembangkan dalam suatu pokok bahasan atau subpokok bahasan lain, dalam satu bidang studi.

2.1.6.2 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Terpadu Model Connected Hernawan (2011: 1.27) mengemukakan beberapa kelebihan dan kelemahan pembelajaran terpadu model connected, antara laian:

Kelebihan pembelajaran terpadu model connected:

1) Dengan mengkaitkan ide-ide dalam satu mata pelajaran, siswa memiliki kauntungan gambaran yang besar seperti halnya satu mata pelajaran yang terfokus pada satu aspek.

2) Konsep-konsep kunci dikembangkan siswa secara terus-menerus sehingga terjadi internalisasi.

3) Mengkaitkan ide-ide dalam satu mata pelajaran memungkinkan siswa mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, dan mengasimilasi ide secara berangsur-angsur dan memudahkan transver atau pemindahan ide-ide tersebut dalam memecahkan masalah.

Kelemahan pembelajaran terpadu model connected:

1) Berbagai mata pelajaran didalam model ini tetap terpisah dan nampak tidak terkait, walaupun hubungan dibuat secara eksplisit antara mata pelajaran (interdisiplin).

2) Guru tidak didorong untuk bekerja secara bersama-sama sehingga isi pelajaran tetap terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep dan ide- ide antara mata pelajaran.

3) Usha-usaha yang terkonsentrasi untuk mengintegrasikan ide-ide dalam suatu mata pelajaran dapat mengabaikan kesempatan untuk mengembangkan hubungan yang lebih global dengan mata pelajaran lain.

Menurut Fogarty (dalam Trianto, 2011: 40-41) ada beberapa kelebihan dan kelemahan pembelajaran terpadu model connected antara lain sebagai berikut:

Kelebihan pembelajaran terpadu model connected:

1) Dengan pengintegrasian interbidang studi, maka siswa mempunyai gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu.

2) Siswa dapat mengembangkan konsep-konsep.

(12)

3) Mengintegrasikan ide-ide dalam interbidang studi memungkinkan siswa mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki serta mengasimilasi ide-ide dalam memecahkan masalah.

Kelemahan pembelajaran terpadu model connected:

1) Masih terlihat terpisahnya interbidang studi.

2) Tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi pelajaran tidak terfokus tanpa merentangkan konsep serta ide-ide antar bidang studi.

3) Dalam memadukan ide-ide pada satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan.

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan model pembelajaran terpadu model connected adalah siswa mempunyai gambaran yang luas dari beberapa aspek tertentu serta siswa dapat mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, dan mengasimilasi ide. Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran terpadu model connected adalah berbagai bidang studi masih tetap terpisah dan nampak tidak ada hubungan meskipun hubungan-hubungan itu telah disusun secara jelas di dalam satu bidang studi.

2.1.6.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Terpadu Model Connected

Langkah-langkah pembelajaran terpadu model connected yang dilaksanakan didasarkan pada langkah- langkah connected yang terdiri dari enam langkah atau fase. Adapun fase-fase dalam pembelajaran ini seperti disajikan dalam tabel berikut:

(13)

Tabel 1. Fase-Fase Pembelajaran Terpadu Model Connected

Tahap Kegiatan Guru

Fase 1 Pendahuluan

1. Mengkaitkan pelajaran sekarang dengan pelajaran sebelumnya

2. Memotivasi siswa

3. Memberi pertanyaan pada siswa untuk mengetahui konsep-konsep yang sudah dikuasai oleh siswa

4. Menjelaskan tujuan pembelajaran Fase 2

Presentasi materi

1. Presentasi konsep-konsep yang harus dikuasai siswa melalui demonstrasi 2. Presentasi keterampilan proses yang

dikembangkan

3. Presentasi alat dan bahan yang dibutuhkan

4. Pemodelan menggunakan media Fase 3

Membimbing pelatihan

1. Menempatkan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

2. Mengingatkan cara siswa bekerja dan berdiskusi secara kelompok

3. Membagi LKS

4. Memberikan bimbingan

5. Mengumpulkan hasil kerja kelompok setelah batas waktu yang ditentukan Fase 4

Menelaah pemahaman dan

memberikan umpan balik

1. Meminta salah satu anggota kelompok belajar untuk mempresentasikan hasil kegiatan sesuai dengan LKS yang telah dikerjakan

2. Meminta anggota kelompok lain menanggapi hasil presentasi

3. Membimbing siswa menyimpulkan hasil diskusi

Fase 5 Mengembangkan

dengan memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan

dan penerapan

1. Mengecek dan memberikan umpan balik terhadap tugas yang dilakukan 2. Membimbing siswa menyimpulkan

seluruh materi pembelajaran yang beru saja dipelajari

3. Memberi tugas rumah Fase 6

Menganalisis dan mengevaluasi

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap kinerja mereka.

(sumber: Trianto, 2011: 68)

(14)

Langkah-langkah pembelajaran dalam penelitian ini dilaksanakan dengan merujuk pada langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Trianto (2011: 68).

2.2 Media

2.2.1 Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa Latin Medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Tetapi secara lebih khusus, pengertian media dalam proses pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal (Arsyad, 2009: 3). Sejalan dengan pendapat tersebut, Gagne dalam Angkowo dan Kosasih (2007: 10) mengartikan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

Sementara itu Briggs dalam Sadiman (2006: 6) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.

Media juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa, sehingga dapat terdorong terlibat dalam proses pembelajaran (Angkowo dan Kosasih, 2007: 10). Bila media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Peranan media tidak akan terlihat bila penggunaannya tidak sejalan dengan isi dari tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Karena itu, tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media. Manakala diabaikan, maka media bukan lagi

(15)

sebagai alat bantu pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efisien (Djamarah dan Zain, 2006: 121).

Dari beberapa pendapat di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan.

Selain itu media secara mendasar berpotensi memberikan peluang bagi siswa untuk mengembangkan kepribadian dan dapat merangsang pikiran, dapat membangkitkan semangat, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri siswa.

2.2.2 Fungsi dan Manfaat Media

Dalam proses pembelajaran kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan materi yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Dalam pemilihan media perlu diketahui fungsi media tersebut agar penggunaan media sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai (Djamarah dan Zain, 2006: 120).

Salah satu fungsi media pembelajaran adalah sebagai alat bantu pembelajaran, yang ikut mempengaruhi situasi, kondisi dan lingkungan belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah diciptakan dan didesain oleh guru. Dengan fungsi itu, media pembelajaran harus dijadikan bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran itu sendiri. Menurut Angkowo dan Kosasih (2007: 27) Media yang baik digunakan dalam pembelajaran adalah yang memiliki tingkat relevansi dengan tujuan, materi dan karakteristik siswa.

Dilihat dari wewenang dan interaksinya dalam pembelajaran, guru adalah orang yang paling menguasai materi, mengetahui tujuan apa yang mesti dibuat dan mengenali betul kebutuhan siswanya. Dengan demikian, sebaiknya media juga dibuat oleh guru, karena guru mengetahui secara pasti kebutuhan untuk

(16)

pembelajarannya, termasuk permasalahan-permasalahan yang dihadapi siswa pada materi yang diajarkannya.

Guru dapat lebih mengefektifkan pencapaian kompetensi/ tujuan pembelajaran melalui penggunaan media secara optimal, sebab media ini memiliki nilai dan manfaat yang sangat menguntungkan, diantaranya: (1) Membuat konkrit konsep-konsep yang abstrak, (2) Menghadirkan objek-objek yang terlalu berbahaya atau sukar didapat ke dalam lingkungan belajar, (3) Menampilkan objek yang terlalu besar atau kecil, dan (4) Memperlihatkan gerakan-gerakan yang terlalu cepat atau lambat (Hernawan, dkk, 2007: 13).

Menurut Wilkinson dalam Angkowo dan Kosasih (2007: 14), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih media pembelajaran, yakni tujuan, ketepatgunaan, keadaan siswa, ketersediaan, dan biaya.

Manfaat menggunakan media pembelajaran menurut Hernawan, dkk (2007:

12) yaitu:

1) Memungkinkan siswa berinteraksi secara langsung dengan lingkungannya,

2) Memungkinkan adanya keseragaman pengamatan atau persepsi belajar pada masing-masing siswa,

3) Membangkitkan motivasi siswa,

4) Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan,

5) Menyajikan pesan atau informasi belajar secara serempak bagi seluruh siswa,

6) Mengatasi keterbatasan waktu dan ruang, dan 7) Mengontrol arah dan kecepatan belajar siswa.

Dick dan Carey dalam Sadiman (2006: 86) menyebutkan empat faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media, pertama adalah ketersediaan sumber setempat. Artinya, bila media yang bersangkutan tidak terdapat pada sumber-sumber yang ada, harus dibeli atau dibuat sendiri. Kedua adalah apakah untuk membeli atau memproduksi sendiri tersebut ada dana, tenaga dan fasilitasnya. Ketiga adalah faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media yang bersangkutan untuk waktu yang lama.

Artinya media bisa digunakan di mana pun dengan peralatan yang ada disekitarnya dan kapan pun serta mudah dijinjing dan dipindahkan. Dan yang keempat adalah efektivitas biaya dalam jangka waktu yang panjang.

(17)

Jenis media dalam pembelajaran adalah sebagai berikut : (1) media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan, diagram, poster, kartun, dan komik. Media grafis sering juga disebut media dua dimensi, yaitu media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar, (2) media tiga dimensi yaitu media dalam bentuk model padat, model penampang, model susun, model kerja, dan diorama, (3) media proyeksi seperti slide, film strips, film, dan OHP, dan (4) lingkungan sebagai media pembelajaran.

Akhirnya penulis dapat menyimpulkan bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.

2.2.3 Media grafis

Menurut Sadiman (2006: 28) media grafis termasuk media visual. Media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Sedangkan menurut Santyasa (file.upi.edu: 2007) Media grafis adalah suatu penyajian secara visual yang menggunakan titik-titik, garis-garis, gambar-gambar, tulisan-tulisan, atau simbol visual yang lain dengan maksud untuk mengihtisarkan, menggambarkan, dan merangkum suatu ide, data atau kejadian.

Unsur-unsur media grafis sering disebut sebagai unsur-unsur visual, terdiri dari: titik, garis, bidang, bentuk, ruang, warna, dan tekstur. Jenis-jenis media grafis meliputi: (1) sketsa yaitu gambar sederhana; (2) gambar yaitu bahasa bentuk/rupa yang umum; (3) grafik yaitu pemakaian lambang visual untuk menjelaskan suatu perkembangan suatu keadaan; (4) bagan yaitu penyajian ide-ide atau konsep-konsep secara visual yang sulit bila hanya disampaikan secara tertulis atau lisan; (5) poster yaitu perpaduan antara gambar dan tulisan untuk menyampaikan informasi, saran, seruan, peringatan, atau ide- ide lain; (6) kartoon dan karikatur yaitu gambaran tentang seseorang, suatu buah pikiran atau keadaan dapat dituangkan dalam bentuk lukisan yang lucu;

(18)

(7) peta datar yaitu penyajian visual yang merupakan gambaran datar dari permukaan bumi; (8) papan flanel yaitu untuk menyajikan pesan-pesan tertentu kepada sasaran tertentu, (9) papan buletin yaitu untuk menerangkan sesuatu, dan (10) diagram yaitu suatu gambar sederhana yang menggunakan garis-garis dan simbol-simbol (Sadiman, 2006: 28-49).

Sedangkan kelebihan yang dimiliki media grafis adalah: bentuknya sederhana, ekonomis, bahan mudah diperoleh, dapat menyampaikan rangkuman, mampu mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, tanpa memerlukan peralatan khusus dan mudah penempatannya, sedikit memerlukan informasi tambahan, dapat membandingkan suatu perubahan, dapat divariasi antara media satu dengan yang lainnya. Kelemahan media grafis adalah: tidak dapat menjangkau kelompok besar, hanya menekankan persepsi indra penglihatan saja, tidak menampilkan unsur audio dan motion (Santyasa, dalam file.upi.edu: 2007).

Dapat disimpulkan bahwa media grafis adalah suatu penyajian secara visual yang menggunakan titik-titik, garis-garis, gambar-gambar, tulisan-tulisan, atau simbol visual yang lain dengan maksud untuk mengihtisarkan, menggambarkan, dan merangkum suatu ide, data atau kejadian. Media yang digunakan dengan baik mampu mengarahkan siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran, dengan indikator (1) memungkinkan siswa berinteraksi secara langsung dengan lingkungannya, (2) mengatasi keterbatasan ruang kelas, (3) mengatasi keterbatasan ukuran benda, (4) mengatasi keterbatasan kecepatan gerak benda, dan (5) membangkitkan motivasi belajar siswa.

2.3 Aktivitas Belajar

2.3.1 Pengertian Belajar

Ruseffendi dalam Heruman (2007: 5) membagi belajar menjadi dua macam, yaitu belajar menghafal dan belajar bermakna. Pada belajar menghafal, siswa dapat belajar dengan menghafalkan apa yang sudah diperolehnya. Sedangkan belajar bermakna adalah belajar memahami apa yang sudah diperolehnya, dan dikaitkan dengan keadaan lain sehingga apa yang ia pelajara akan lebih dimengerti.

(19)

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari pengalaman dan latihan. Perubahan dari hasil belajar dapat ditimbulkan dalam berbagai bentuk, seperti berubahnya pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan serta kemampuan (Sa’ud, dkk., 2006: 3).

Menurut Sagala (2010: 37), belajar adalah suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu. Belajar akan membawa kepada perubahan tingkah laku, kecakapan baru dan merupakan hasil dari usaha yang disengaja.

Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti dan suatu proses yang mempunyai tujuan untuk mengubah sikap dan prilaku, menambah pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan kemampuan. Salah satu pertanda seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya.

2.3.2 Pengertian Aktivitas Belajar

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 23) aktivitas adalah keaktifan, kegiatan. Kunandar (2010: 277) berpendapat bahwa aktivitas adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perbuatan, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses pembelajaran dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.

Sejalan dengan pendapat diatas, Junaidi (dalam http://wawan- junaidi.blogspot.com: 2010) menjelaskan aktivitas belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas secara sadar yang dilakukan seseorang yang mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa perubahan pengetahuan atau

(20)

kemahiran yang sifatnya tergantung pada sedikit banyaknya perubahan. Sementara itu Meyer (2002: 90) berpendapat aktivitas belajar sebagai kegiatan yang dilakukan oleh siswa untuk mengubah prilakunya melalui pengalaman yang diperoleh secara langsung dalam proses belajar dan pembelajaran.

Paul B. Diendrich dalam (Sardiman, 1994: 99) menggolongkan aktivitas yang melibatkan fisik dan mental dalam pembelajaran menjadi 8 bagian, yaitu:

“(1) Visual Activities (kegiatan yang tampak), yaitu segala kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas siswa dalam melihat, mengamat, dan memperhatikan, (2) Oral Activities (kegiatan lisan), yaitu aktivitas yang berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mengucapkan, melafazkan, dan berfikir, (3) Listening Activities (kegiatan mendengarkan), kegiatan yang berhubungan dengan kemampuan siswa dalam berkonsentrasi dalam menyimak pelajaran, (4) Motor Activities (kegiatan metrik), yaitu segala keterampilan jasmani siswa untuk mengekspresikan keterampilan bakat yang dimiliki oleh diri siswa, (5) Drawing Activities (kegiatan menggambar), yaitusegala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas siswa dalam menggambar, membuat grafik, peta, dan lainnya, (6) Mental Activities (kegiatan mental), aktivitas yang berhubungan dengan kemampuan siswa dalam menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis dan mengambil keputusan, (7) Writing Activities (kegiatan menulis), segala kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas siswa dalam menulis, dan (8) Emotional Activities (kegiatan emosional), yaitu kegiatan yang berhubungan dengan emosi siswa seperti menaruh minat, gembira, bersemangat, dan berani.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka yang dimaksud aktivitas belajar adalah segala bentuk kegiatan baik mental maupun emosional yang bertujuan untuk mengubah perilaku siswa untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh secara langsung dalam proses pembelajaran, serta merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, dengan indikator (1) visual activities meliputi memperhatikan media, (2) Oral activities meliputi bertanya, menjawab pertanyaan, mengeluarkan pendapat, diskusi, (3) Emotional activities meliputi menaruh minat, gembira, bersemangat, tidak gugup, dan (4) Mental Activities, yaitu menanggapi, memecahkan soal.

(21)

2.4 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan.

Hasil belajar ini sangat dibutuhkan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan. Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari sesuai tujuan yang telah ditetapkan.

Caroll dalam Angkowo dan Kosasih (2007: 51) berpendapat bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor, yakni: (1) faktor bakat belajar, (2) faktor waktu yang tersedia untuk belajar, (3) faktor kemampuan individu, (4) faktor kualitas pengajaran, dan (5) faktor lingkungan. Hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Berkaitan dengan faktor dari dalam diri siswa, selain faktor kemampuan, ada juga faktor lain yaitu motivasi, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kondisi fisik dan psikis (Clark dalam Angkowo dan Kosasih 2007: 50).

Menurut Dimyati dan Mudjiono dalam Indramunawar (dalam http://indramunawar.blogspot.com: 2009) hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

(22)

Sedangkan Woordworth (dalam wawan-junaidi.blogspot.com: 2010) mengemukakan hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan hasil belajar pada penelitian ini adalah hasil yang diperoleh siswa setelah siswa tersebut melakukan proses belajar yang mencakup 3 ranah yaitu: (1) kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, dan penerapan (2) afektif meliputi sikap dan partisipasi, dan (3) psikomotor meliputi ketrampilan serta kreatifitas, kemudian diwujudkan dalam bentuk skor atau angka setelah melalui tes, serta dapat membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.

2.5 Pengertian Matematika

Suwangsih (2006: 3) berpendapat bahwa kata matematika berasal dari perkataan Latin “Mathematika” yang mulanya diambil dari perkataan Yunani “Mathematike” yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya “Mathema” yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang disusun dalam suatu sistem aksiomatis dengan menggunakan simbol (lambang) dan penalaran deduktif Sutawijaya (dalam Aisyah, 2007: 1). Sedangkan Reys (dalam Suwangsih, 2006: 4) berpendapat bahwa matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.

James dan James (dalam Suwangsih 2006: 4), matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainnya. Matematika terbagi dalam tiga besar yaitu aljabar, analisis, dan

(23)

geometri. Tetapi ada pendapat yang menyatakan bahwa matematika terbagi menjadi empat bagian, yaitu aritmatika, aljabar, geometris, dan analisis dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistika.

Permendiknas no. 22 (Depdiknas, 2006: 148) tentang standar isi tujuan matematika menyebutkan bahwa pembelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI memiliki ruang lingkup yang meliputi aspek-aspek yaitu: (a) bilangan, (b) geometri dan pengukuran, dan (c) pengolahan data.

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa Matematika merupakan suatu ilmu yang mempelajari jumlah-jumlah yang diketahui melalui proses perhitungan dan pengukuran yang dinyatakan dengan angka-angka atau simbol-simbol, matematika memiliki ruang lingkup yang meliputi aspek-aspek yaitu: (a) bilangan, (b) geometri dan pengukuran, dan (c) pengolahan data.

2.6 Pengertian Cooperative Learning

Model Cooperative learning memungkinkan semua siswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasan yang sama. Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen (Slavin dalam Isjoni 2007: 12). Sedangkan Roger, dkk., dalam Huda (2011: 29) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok belajar yang didalamnya pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

(24)

Sejalan dengan itu Anita dalam Widyantini (2008: 4) berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok didalamnya dengan menekankan kerjasama. Beberapa para ahli menyatakan bahwa model kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, namun juga sangan berguna untuk menumbuhkembangkan kemampuan berfikir kritis, kerja sama, dan membantu taman (Isjoni, 2007: 29). Tujuan pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat, menumbuhkan sikap toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman dan siswa dapat mengembangkan keterampilan sosial.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka yang di maksud dengan Cooperative learning adalah model pembelajaran dimana siswa belajar melalui kelompok yang saling bekerja sama, dan saling ketergantungan positif di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Aktivitas belajar berpusat pada siswa dalam bentuk diskusi, sehingga interaksi belajar menjadi efektif dan siswa lebih termotivasi, percaya diri, berpikir tingkat tinggi serta mampu membangun hubungan interpersonal.

2.7 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut. “Apabila dalam pembelajaran matematika guru menerapkan pembelajaran terpadu model connected dengan menggunakan media grafis serta memperhatikan langkah-langkah pembelajaran secara tepat, maka akan meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas IV SDN 3 Gayau Sakti ”.

Gambar

Tabel 1. Fase-Fase Pembelajaran Terpadu Model Connected

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini kawasan Waduk Cirata, Kecamatan Maniis, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat menjadi tempat penelitian karena aktivitas karamba jaring apung yang tidak sesuai

Pembentukan dinding baru dimulai pada mitosis akhir atau fase M dari siklus sel, setelah dua set kromosom telah dipisahkan dan bergerak menuju kutub yang

Pemeriksaan secara berkala jumlah CD4 dan viral load (jika memungkinkan) dapat menentukan progresivitas penyakit dan mengetahui syarat yang tepat untuk memulai atau

Kesimpulannya, karakteristik pentakostalis adalah tentang membangun pribadi dinamis yang memiliki karakter: tekun bersekutu dan belajar firman, peduli sosial,

[r]

Bila sistem penyediaan benih dengan pola JABAlSIM dapat terbentuk dan berlangsung sesuai dengan mekanismenya sangat membantu dalam upaya pemecahanan permasalahan perbenihan

Berdasarkan observasi pada siswa dalam pelaksanaan pembelajaran tindakan II sudah sesuai dengan rencana yang telah disusun. Dari hasil observasi, pendekatan kontekstual

Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diketahui tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 5/Pid.Sus.Anak/2018 PN Mbn apakah