PENETAPAN KADAR MAGNESIUM, BESI DAN SENG PADA DAUN KUCAI (Allium schoenoprasum, L.) SEGAR DAN REBUS
SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
OLEH:
FEBRYANTO YEHEZKIEL PANJAITAN NIM 151524016
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
PENETAPAN KADAR MAGNESIUM, BESI DAN SENG PADA DAUN KUCAI (Allium schoenoprasum, L.) SEGAR DAN REBUS
SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
FEBRYANTO YEHEZKIEL PANJAITAN NIM 151524016
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGESAHAN SKRIPSI
PENETAPAN KADAR MAGNESIUM, BESI DAN SENG PADA DAUN KUCAI (Allium schoenoprasum, L.) SEGAR DAN REBUS SECARA
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
OLEH:
FEBRYANTO YEHEZKIEL PANJAITAN NIM 151524016
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: Oktober 2017
Disetujui Oleh:
Pembimbing I,
Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt.
NIP 195008281976032002
Medan, Oktober 2017 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Dekan
Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.
NIP 195707231986012001 Pembimbing II,
Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt.
NIP 195108161980031002
Panitia Penguji,
Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt.
NIP 195006071979031001
Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt.
NIP 195008281976032002
Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt.
NIP 195406281983031002
Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt.
NIP 195108161980031002
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Penetapan Kadar Magnesium, Besi dan Seng Pada Daun Kucai (Allium schoenoprasum, L.) Segar dan rebus secara Spektrofotometri Serapan Atom”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan serta jajarannya, yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt., Dan Bapak Prof.Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., dan Bapak Drs.Nahitma Ginting, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini. Bapak Prof.Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., selaku penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Freddy P Panjaitan dan Ibunda Rosalli Simangunsong, dan adik
Panjaitan yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dan semangat yang tak terhingga kepada penulis, serta seluruh teman-teman Farmasi, terimakasih untuk perhatian, semangat, doa, dan kebersamaannya selama ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, Oktober 2017 Penulis
Febryanto Y Panjaitan NIM 151524016
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Febryanto Y Panjaitan
Nomor Induk Mahasiswa : 151524016
Program Studi : S1 Ekstensi Farmasi
Judul Skripsi : Penetapan Kadar Magnesium, Besi dan Seng Pada Daun Kucai (Allium schoenoprasum, L.) Segar dan rebus secara Spektrofotometri Serapan Atom
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah di ajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.
Medan, Oktober 2017 Yang membuat pernyataan,
Febryanto Y Panjaitan NIM 151524016
PENETAPAN KADAR MAGNESIUM, BESI DAN SENG PADA DAUN KUCAI (Allium schoenoprasum L.) SEGAR DAN REBUS SECARA
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
ABSTRAK
Kucai (Allium schoenoprasum L.) adalah tanaman dari keluarga Liliaceae dan biasa disajikan sebagai sayuran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat magnesium, besi dan seng dan untuk mengetahui kadar serta perbedaan kadar magnesium, besi dan seng pada kucai segar dan kucai rebus.
Sebelum dilakukan analisis terlebih dahulu sampel didestruksi kering, kemudian analisis kuantitatif magnesium, besi dan seng dilakukan dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) dengan nyala udara- asetilen pada panjang gelombang 285,2 nm; 248,3 nm dan 213,9 nm masing- masing untuk magnesium, besi dan seng.
Hasil penelitian menunjukkan kadar magnesium pada kucai segar dan kucai rebus masing-masing sebesar (29,3645 ± 1,1240) mg/100g dan (17,0257 ± 1,6963) mg/100g. Kadar besi pada kucai segar dan kucai rebus masing-masing sebesar (1,1706 ± 0,0428) mg/100g dan (1,0472 ± 0,0286) mg/100g. Kadar seng
pada kucai segar dan kucai rebus masing-masing sebesar (0,2797 ± 0,0115) mg/100g dan (0,1494 ± 0,0305) mg/100g.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kadar magnesium, besi dan seng pada kucai segar lebih tinggi dari pada kucai rebus.
Kata Kunci: Kucai, Magnesium, Besi, Seng, Spektrofotometri Serapan Atom
Determination Of Magnesium, Iron And Zinc Levels In Chive (Allium schoenoprasum L.) Fresh And Boiled
Atomic Absorption Spectrophotometry ABSTRACT
Chive (Allium schoenoprasum L.) is a plant of the Liliaceae family and is usually served as a vegetable. This study aims to determine whether there is magnesium, iron and zinc and to determine levels and differences in magnesium, iron and zinc levels on fresh chive and boiled chive.
Before the first analysis of dry sampling was done, then quantitative analysis of magnesium, iron and zinc was performed using Atomic Absorption Spectrophotometric (SSA) method with an air-acetylene flame at 285.2 nm wavelength; 248.3 nm and 213.9 nm respectively for magnesium, iron and zinc.
The results showed magnesium levels on fresh chive and boiled chive respectively (29.3645 ± 1.1240) mg/100g dan (17.0257 ± 1.6963) mg/100g. Iron content of fresh chive and boiled chive respectively (1.1706 ± 0.0428) mg/100 g and (1.0472 ± 0.0286) mg/100g. Zinc content in fresh chive and boiled chive respectively (0.2797 ± 0.0115) mg/100g and (0.1494 ± 0.0305) mg/100g.
From the research results can be concluded that the magnesium, iron and zinc content in fresh chives is higher than boiled chives.
Keywords: Chive, Magnesium, Iron, Zinc, Atomic Absorption Spectrophotometry
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Daun Kucai (Allium schoenoprasum, L.) ... 4
2.2 Mineral ... 4
2.2.1 Magnesium ... 5
2.2.2 Besi ... 5
2.2.3 Seng ... 6
2.3 Spektrofotometri Serapan Atom ... 7
2.3.1 Gangguan-Gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom 10 2.4 Validasi Metode Analisis ... 12
BAB III METODE PENELITIAN... 15
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15
3.2 Bahan-bahan ... 15
3.2.1 Sampel ... 15
3.2.2 Identifikasi Sampel ... 15
3.2.3 Pereaksi ... 16
3.3 Alat-alat... 16
3.4 Pembuatan Pereaksi ... 16
3.4.1 Larutan Asam Nitrat (1:1) ... 16
3.4.2 Larutan Kuning Titan 0,05% b/v ... 16
3.4.3 Larutan Natrium Hidroksida 2N ... 16
3.4.4 Larutan Amonium Tiosianat 10% b/v ... 17
3.4.5 Larutan Ditizon 0,005% b/v ... 17
3.5 Prosedur Penelitian ... 17
3.5.1 Penyiapan Sampel ... 17
3.5.1.1 Daun Kucai Segar ... 17
3.5.1.2 Daun Kucai Rebus ... 17
3.5.2 Proses Destruksi Kering ... 17
3.5.3 Pembuatan Larutan Sampel ... 18
3.5.4.1 Magnesium ... 18 3.5.4.1.1 Reaksi dengan Larutan Kuning
Titan 0,05% b/v ... 18 3.5.4.2 Besi ... 18
3.5.4.2.1 Uji dengan Larutan Amonium
Tiosianat 1% b/v ... 18 3.5.4.3 Seng ... 19
3.5.4.3.1 Uji dengan Larutan Ditizon
0,005% b/v ... 19 3.5.5 Pemeriksaan Kuantitatif ... 19 3.5.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 19
3.5.5.1.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Magnesium ... 19 3.5.5.1.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi ... 20 3.5.5.1.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Seng .... 20 3.5.5.2 Penetapan Kadar Mineral pada Daun Kucai .. 21
3.5.5.2.1 Penetapan Kadar Magnesium pada Daun Kucai Segar dan Daun Kucai
Rebus ... 21 3.5.5.2.2 Penetapan Kadar Besi pada Daun
Kucai Segar dan Daun Kucai Rebus
... 22 3.5.5.2.3 Penetapan Kadar Seng pada Daun
Kucai Segar dan Daun Kucai Rebus
... 22 3.5.6 Analisis Data Secara Statistik ... 23 3.5.6.1 Penolakan Hasil Pengamatan ... 23 3.5.6.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel 24
3.5.7 Validasi Metode Analisis ... 25
3.5.7.1 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 25
3.5.7.2 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 25
3.5.7.3 Simpangan Baku Relatif ... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
4.1 Identifikasi Tumbuhan ... 27
4.2 Analisis Kualitatif ... 27
4.3 Analisis Kuantitatif ... 28
4.3.1 Kurva Kalibrasi Magnesium, Besi, dan Seng ... 28
4.3.2 Analisis Kadar Magnesium, Besi, dan Seng ... 29
4.3.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 30
4.3.4. Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 31
3.3.5 Simpangan Baku Relatif ... 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
5.1 Kesimpulan ... 33
5.2 Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
LAMPIRAN ... 36
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Hasil Analisis Kualitatif pada Daun Kucai ... 27 4.2 Hasil Analisis Kadar Magnesium, Besi, dan Seng pada Daun
Kucai Segar dan Rebus ... 29 4.3 Hasil Penurunan Kadar Magnesium, Besi, dan Seng pada Daun
Kucai Segar dan Rebus ... 29 4.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Magnesium, Besi dan Seng .... 30 4.5 Persen Hasil Uji Perolehan Kembali (Recovery) Kadar
Magnesium, Besi dan Seng ... 31 4.6 Nilai Simpangan Baku dan Simpangan Baku Relatif ... 32
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Magnesium ... 28 4.2 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Besi ... 28 4.3 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Seng ... 28
DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN
Gambar Halaman
1 Alat Spektrofotometri Serapan Atom ... 36 2 Alat Tanur ... 36 3 Tumbuhan Daun Kucai (Allium schoenoprasum, L.) ... 41 4 Uji Kualitatif Magnesium dengan Pereaksi larutan kuning titan 42 5 Uji Kualitatif Besi dengan Pereaksi Amonium Tiosianat 10% .. 42 6 Uji Kualitatif Seng dengan Pereaksi Ditizon 0,005% ... 42
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Gambar Alat ... 36
2 Bagan Alir Penyiapan Sampel dan Dekstruksi Kering (Daun Kucai Segar) ... 37
3 Bagan Alir Penyiapan Sampel dan Dekstruksi Kering (Daun Kucai Rebus) ... 38
4 Bagan Alir Pembuatan Larutan Sampel, Analisa Kualitatif dan Kuantitatif ... 39
5 Identifikasi Tumbuhan ... 40
6 Gambar Daun Kucai (Allium schoenoprasum, L.) ... 41
7 Uji Kualitatif Magnesium, Besi dan Seng ... 42
8 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Baku dan Perhitungan Persamaan Garis Regresi Magnesium (Mg) ... 43
9 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Baku dan Perhitungan Persamaan Garis Regresi Besi (Fe) ... 44
10 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Baku dan Perhitungan Persamaan Garis Regresi Seng (Zn)... 45
11 Hasil Analisis Kadar Magnesium, Besi, dan Seng pada Sampel ... 46
12 Contoh Perhitungan Kadar Magnesium, Besi, dan Seng pada Sampel ... 48
13 Perhitungan Statistik Kadar Magnesium, Besi, dan Seng pada Daun Kucai Segar dan Daun Kucai Rebus ... 54
14 Persentase Penurunan Kadar Magnesium, Besi, dan Seng
pada Daun Kucai ... 66 15 Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 68 16 Hasil Uji Recovery Magnesium, Besi, dan Seng pada Sampel . 71 17 Contoh Perhitungan Uji Perolehan Kembali Magnesium,
Besi, dan Seng pada Sampel ... 73 18 Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kadar
Magnesium, Besi, dan Seng pada Sampel ... 77 19 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Magnesium pada
Sampel Daun Kucai Segar dan Daun Kucai Rebus ... 80 20 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Besi pada Sampel
Daun Kucai Segar dan Daun Kucai Rebus ... 82 21 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Seng pada Sampel
Daun Kucai Segar dan Daun Kucai Rebus ... 84 21 Tabel Distribusi t ... 86
21 Tabel Distribusi F ... 87
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai jenis tumbuhan menjadi potensial untuk agen terapeutik selama bertahun-tahun dan telah berkembang menjadi obat modern. Salah satunya yaitu tanaman kucai (Allium schoenoprasum, L.) yang dipercaya sebagai tanaman obat multifungsi untuk berbagai penyakit, diantaranya untuk mengatasi keputihan, sembelit serta infeksi kuman bakteri dalam usus. Selain itu kucai juga berkhasiat melancarkan aliran darah, sekaligus mencegah pembekuan darah (Al- Snafi, 2013; Andarwulan dan Faradilla, 2012).
Kucai (Allium schoenoprasum, L.) diketahui berasal dari sebagian wilayah Amerika Utara dan Eropa Utara. Tanaman ini dikenal sebagai sayuran daun dari keluarga Liliaceae (tanaman berumbi) dan biasa disajikan dalam irisan kecil-kecil. Selain sebagai tanaman sayur, juga sering ditanam sebagai tanaman hias. Dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Pertumbuhan akan sangat baik jika ditanam pada tanah yang agak dalam dan dipenuhi dengan kompos (Andarwulan dan Faradilla, 2012).
Mengolah dan memasak bahan pangan dapat mengalami perubahan gizi, dapat berupa peningkatan gizi atau sebaliknya. Bahan pangan yang dipanaskan umumnya akan mengalami penurunan zat gizi. Merebus adalah memanaskan bahan makanan dengan cairan hingga mendidih. Cairan yang digunakan dapat berupa air atau kaldu. Selama perebusan akan terjadi perubahan-perubahan pada
yang mudah larut dalam air merupakan zat gizi yang cepat hilang pada saat merebus sayur (Murdiati dan Amaliah, 2013).
Magnesium dibutuhkan dalam membentuk tulang dan gigi, untuk fungsi normal saraf dan otot. Besi berperan mentransport oksigen dari paru-paru keseluruh tubuh transpor dan penyimpanan jangka pendek oksigen dalam sel otot. Seng berperan dalam membantu dalam penyembuhan luka dan kesehatan kulit, berperan dalam perkembangan seksual, pertumbuhan dan kemampuan reproduksi (Grober, 2009).
Pada penelitian yang sudah dilakukan oleh Ikhsen (2015) kandungan mineral pada daun kucai segar yakni 321 mg /100 g untuk kalium, 47 mg /100 g untuk kalsium serta 10 mg /100 g natrium. Berdasarkan penjelasan di atas penulis tertarik untuk meneliti kandungan mineral lain seperti : magnesium, besi dan seng yang terdapat pada daun kucai (Allium schoenoprasum, L.).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:
a. Apakah terdapat magnesium, besi dan seng pada daun kucai segar dan daun kucai rebus?
b. Berapakah kadar magnesium, besi dan seng pada daun kucai segar dan daun kucai rebus?
c. Apakah terdapat perbedaan magnesium, besi dan seng pada daun kucai segar dan daun kucai rebus?
1.3 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Terdapat magnesium, besi dan seng pada daun kucai segar dan daun kucai rebus.
b. Pada daun kucai segar dan daun kucai rebus mengandung magnesium, besi dan seng dalam jumlah tertentu.
c. Terdapat perbedaan kadar magnesium, besi dan seng pada daun kucai segar dan daun kucai rebus.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui apakah terdapat magnesium, besi dan seng pada daun kucai segar dan daun kucai rebus.
b. Untuk mengetahui kadar magnesium, besi dan seng pada daun kucai segar dan daun kucai rebus.
c. Untuk mengetahui perbedaan kadar magnesium, besi dan seng pada daun kucai segar dan daun kucai rebus.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang kandungan kadar magnesium, besi dan seng pada daun kucai segar dan daun kucai rebus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daun Kucai (Allium schoenoprasum, L.)
Daun kucai menyukai kondisi tanah yang basah dan bersuhu dingin.
Penyebarannya meliputi Eropa Selatan, Iran, India dan Cina, Amerika Utara (New York sampai Colorado Selatan) dan Jepang (Badan POM RI, 2008).
Daun kucai (Allium schoenoprasum L.) diketahui berasal dari sebagian wilayah Amerika Utara dan Eropa Utara. Tanaman ini dikenal sebagai sayuran daun dari keluarga Liliaceae (tanaman berumbi) dan biasa disajikan dalam irisan kecil-kecil. Selain sebagai tanaman sayur, daun kucai juga sering ditanam sebagai tanaman hias. Daun kucai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Pertumbuhan akan sangat baik jika ditanam pada tanah yang agak dalam dan dipenuhi dengan kompos.
Daun kucai dapat tumbuh di bawah panas matahari ataupun di tempat yang teduh. Musim kemarau tidak terlalu mempengaruhi perkembangan daun kucai karena masih memiliki umbi sebagai cadangan air. Sama seperti bawang, daun kucai mempunyai akar berbawang dan daun. Selain itu, kucai dapat ditanam dari bijinya. Daun kucai adalah tanaman yang berumur panjang (perrenial) dimana dapat terus hidup hingga beberapa tahun jika keadaan tanahnya terus dijaga, yaitu tanah yang subur (Andarwulan dan Faradilla, 2012).
2.2 Mineral
Sebagian besar bahan makanan, yaitu 96% terdiri atas bahan organik dan air. Sisanya terdiri atas unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai
bahan anorganik atau kadar abu. Mineral dibagi 2 yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah besar seperti natrium, kalium, klorida, kalsium, magnesium, belerang dan fosfor. Mineral mikro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit seperti : mangan, besi, seng, kobalt, flour dan iodium (Rohman dan Sumantri, 2007).
2.2.1 Magnesium
Dalam keadaan normal dalam tubuh, unsur magnesium bisa diperkirakan tersedianya dalam tubuh sekitar 0,5 gram perkilogram jaringan bebas lemak, kira- kira 60% daripadanya berada dalam jaringan tulang. Diperkirakan sepertiga dari tersedianya unsur ini didalam tubuh bergabung/bercampur dengan unsur fosfat, sedang sisanya dalam keadaan bebas melekat pada susunan mineral. Unsur yang melekat pada permukaan tulang biasanya mudah bertukaran dengan sejumlah kecil Mg yang terlarut dalam cairan ekstraseluler.
Mineral magnesium diperoleh dari sumber alami yaitu hampir dari semua bahan makanan, terutama dari sayuran hijau yang kandungan magnesium dan klorofilnya cukup tinggi.
Defisiensi magnesium dalam tubuh dapat terjadi sebagai akibat gangguan absorpsi, menimbulkan diare berat, muntah-muntah yang terus-terusan, yang tentunya dapat berakibat pada keaadaan lemas dan lesu, karena energi banyak dikeluarkan (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2008).
2.2.2 Besi
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh: sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2004).
Tubuh sangat efisien dalam penggunaan besi. Sebelum diabsorpsi di dalam lambung, besi dibebaskan dari ikatan organik seperti protein. Sebagian besar besi dalam bentuk ferri(Fe+3) direduksi menjadi bentuk ferro (Fe+2). Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam lambung dengan adanya HCl dan vitamin C yang terdapat di dalam makanan. Absorpsi terutama terjadi di bagian atas usus halus (duodenum) dengan alat angkut protein khusus (Almatsier, 2004).
Kekurangan besi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunkan kebugaran tubuh, menurunkan kemampuan kerja, menurunkan kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan luka. Kelebihan besi jarang terjadi pada makanan, tetapi dapat disebabkan oleh suplemen besi. Gejalanya adalah muntah, diare, denyut jantung meningkat, sakit kepala dan pingsan (Almatsier, 2004).
2.2.3 Seng
Seng adalah mineral penting yang ikut membentuk lebih dari 300 enzim dan protein. Seng (zink) terlibat dalam pembelahan sel, metabolisme asam nukleat dan pembuataan protein. Zink juga membantu kerja hormon termasuk hormon kesuburan, juga hormon yang di produksi oleh kelenjar di otak, tiroid, adrenal dan timus (Kristanti, 2010).
Kekurangan zink ringan dapat menyebabkan kurangnya nafsu makan disertai turunya berat badan dan mudah terinfeksi. Kekurangan zink sedang dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, kekurangan hormon kesuburan,
melambatnya penyembuhan luka. Yang lebih berat, timbul gejala kerdil, anak sering sakit karena kurangnya sel darah putih, kelainan kulit dan pencernaan, diare, dan ganguan emosi (Kristanti, 2010).
Menurut Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 1998 menetapkan angka kecukupan zink per hari untuk Indonesia adalah bayi (3-5 mg), usia 1-9 tahun(8- 10 mg), usia 10-60 tahun (15 mg) baik pria maupun wanita, ibu hamil (20 mg), ibu menyusui (25 mg) (Almastsier, 2004).
2.3 Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur- unsur mineral dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace).
Cara analisis ini memberikan kadar total unsur mineral dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul mineral dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis sekelumit mineral karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaanya relatif sederhana dan interferensinya sedikit (Rohman, 2007).
Spektrofotometri serapan atom berprinsip pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet. Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, dan hal itu tergantung dari unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tertentu memiliki energi yang cukup untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom.Dengan adanya absorbsi energi, berarti diperoleh energi yang lebih banyak sehingga suatu atom yang berada pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya
Bagian instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut ini:
a. Sumber sinar
Sumber sinar yang digunakan yaitu lampu katoda berongga terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah. Bila antara anoda dan katoda diberi suatu selisih tegangan yang tinggi, maka katoda akan memancarkan berkas-berkas electron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi akan bertabrakan dengan gas-gas mulia tersebut, mengakibatkan gas-gas mulia akan kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi pula, pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai dengan unsur yang akan dianalisis, akan ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur dari katoda ini kemudian akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis (Rohman, 2007).
b. Tempat sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan dasar. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu:
i. Dengan nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk nyala menggunakan gas asetilen-udara, suhunya sebesar 2200°C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan.Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Rohman, 2007).
ii. Tanpa nyala (Flameless)
Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa μl), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Rohman, 2007).
c. Monokromator
Monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis (Rohman, 2007).
D. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (Rohman, 2007).
E. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
pencatat hasil.Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi(Rohman, 2007).
2.3.1 Gangguan-Gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom
Gangguan-gangguan (interference) pada Spektrofotometri Serapan Atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Rohman, 2007). Secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni interferensi spektral dan interferensi kimia (Khopkar, 1985).
Menurut Rohman (2007), gangguan-gangguan yang terjadi pada spektrofotometri serapan atom adalah:
a. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.
b. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala.
c. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala.
d. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.
Menurut Rohman (2007), pembentukan atom gas dengan energi dasar yang merupakan dasar metode spektroskopi dapat dihalangi oleh dua macam gangguan kimia :
a. Pembentukan senyawa stabil.
Pembentukan senyawa stabil menyebabkan disosiasi analit tidak sempurna atau pembentukan senyawa stabil di dalam nyala. Contoh sifat – sifat ini ditunjukkan oleh:
i. Pembentukan CaSO4 atau Ca3(PO4)2 dengan adanya sulfat atau posfat
ii. Pembentukan oksida stabil dari titan, vanadium, dan aluminium.
b. Ionisasi atom – atom gas pada tingkat energi dasar Ionisasi atom – atom gas
M M+ + e
Didalam nyala akan mengurangi intensitas pancaran garis spektrum atom di dalam spektroskopi pancaran nyala, atom akan mengurangi intensitas absorbsi di dalam spektroskopi serapan. Oleh karena itu perlu mengurangi kemungkinan terjadinya ionisasi. Suhu tinggi nyala asetilen – udara atau asetilen – nitrogen oksida dapat menyebabkan ionisasi unsur seperti unsur – unsur logam alkali: kalsium, storonsium, dan barium. Ionisasi unsur yang ditentukan dapat dikurangi dengan penambahan zat penahan ionisasi, biasanya berupa larutan yang mengandung kation dengan potensial ionisasi lebih rendah daripada analit. Contoh larutan ion kalsium 2000 ppm. Larutan ion kalsium ditambahkan ke dalam larutan yang akan diukur (Rohman, 2007).
Menurut Rohman (2007), gangguan – gangguan kimia biasanya dapat dihindarkan oleh salah satu cara berikut:
a. Menaikkan suhu nyala
Suhu tinggi sering menyebabkan pembentukan atom – atom gas bebas, contoh aluminium oksida lebih mudah berdisosiasi di dalam nyala asetilen – nitrogen oksida daripada di dalam nyala asetilen udara. Gangguan kalsium aluminium yang berasal dari pembentukan kalsium aluminat juga dapat dihindari dengan bekerja pada suhu yang lebih tinggi daripada nyala asetilen – nitrogen oksida.
b. Menggunakan zat pembebas (Releasing Agent) Proses ini berdasarkan reaksi:
M - X + R R - X + M
dengan M – X adalah garam yang sukar berdisosiasi, R adalah zat pembebas.
Proses ini akan berhasil kalau R – X lebih stabil daripada M – X.
Penambahan EDTA pada larutan kalsium sebelum analisis dapat meningkatkan kepekaan penentuan spektrofotometri nyala, karena pembentukan komplek kalsium EDTA yang mudah terdisosiasi dalam nyala.
c. Ekstraksi analit atau unsur pengganggu
Metode ini dapat dilakukan dengan ekstraksi sederhana untuk menghilangkan sebagian besar zat pengganggu, sampai pada konsentrasi zat pengganggu tidak mengganggu. Bila perlu, ekstraksi diulangi untuk menurunkan lagi pengotor (Rohman, 2007).
2.4 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis menurut Harmita (2004) adalah sebagai berikut:
a. Kecermatan (accuracy)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:
i. Metode simulasi
Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).
ii. Metode penambahan baku
Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut.
Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit.Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali.
Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks adalah sebagai berikut ini:
Tabel 2.1 Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan pada analit sampel Jumlah analit pada sampel Persen perolehan kembali yang diizinkan (%)
1 ppm 80-110
100 ppb 80-110
10 ppb 60-115
1 ppb 40-120
b. Keseksamaan (precision)
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel yang diambil secara homogen.
Keseksamaan (presisi) diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan. Dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa simpangan baku relatif meningkat seiring dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis.
c. Batas deteksi dan batas kuantitasi
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental dengan maksud mengetahui pengaruh/hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini perlakuan pada daun kucai merupakan variabel bebas sedangkan kadar mineral magnesium, besi, dan seng merupakan variabel terikat.
3.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan di Laboratorium Instrument Badan Risert dan Standarisasi (BARISTAND) Industri Medan pada bulan Februari 2017 – Maret 2017.
3.2 Bahan-bahan 3.2.1 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kucai dari pajak sukaramai Medan, Provinsi Sumatera Utara.
3.2.2 Identifikasi Sampel
Identifikasi daun kucai dilakukan di Herbarium Medanense, Laboratorium Herbarium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.
3.2.3 Pereaksi
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisis keluaran E. Merck kecuali disebutkan lain yaitu akuademineralisata, amonium tiosianat, larutan baku magnesium 1000 μg/ml, larutan baku besi 1000 μg/ml dan larutan baku seng 1000 μg/ml, larutan ditizon, larutan kuning titan, larutan natrium hidroksida 2 N.
3.3 Alat - Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat gelas (Pyrex dan Oberol), hot plate (arec. x), kertas saring Whatman No.42, krus porselen, neraca analitik (Mettler Toledo), Spektrofotometer Serapan Atom (Shimadzu) dengan nyala udara-asetilen lengkap dengan lampu katoda besi, magnesium dan seng, spatula dan tanur (Nabertherm) (Lampiran 1. Halaman 37).
3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Larutan Asam Nitrat(1:1)
Sebanyak 100 ml larutan asam nitrat 65% b/v diencerkan dengan 100 ml akuademineralisata (Ditjen POM, 1979).
3.4.2 Larutan Kuning Titan 0,05% b/v
Sebanyak 0,05 g kuning titan dilarutkan didalam 100 ml air suling (Ditjen POM R. I, 1979).
3.4.3 Larutan Natrium Hidroksida 2N
Sebanyak 8,04221 g natrium hidroksida 99,5% dilarutkan di dalam 100 ml air suling (Ditjen POM R. I, 1979).
3.4.4 Larutan Amonium Tiosianat 10% b/v
Amonium tiosianat sebanyak 10 g dilarutkan dalam 100 ml air suling (Ditjen POM R. I, 1979).
3.4.5 Larutan Ditizon 0,005% b/v
Ditizon sebanyak 5 mg dilarutkan dalam 100 ml kloroform (Vogel, 1979).
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Penyiapan Sampel 3.5.1.1 Daun Kucai Segar
Daun kucai 500 g dibersihkan dari pengotoran, dicuci bersih dengan air mengalir dan dikeringkan diudara terbuka, terhindar sinar matahari langsung, selanjutnya dipotong kecil – kecil (Lampiran 2. Halaman 38).
3.5.1.2 Daun Kucai Rebus
Daun kucai 500 g dibersihkan dari pengotoran, dicuci bersih dengan air mengalir dan dikeringkan diudara terbuka, terhindar sinar matahari langsung, selanjutnya dipotong kecil-kecil. Dididihkan akuademineralisata sebanyak 1000 ml, setelah mendidih dimasukkan daun kucai sebanyak 500 g, rebus selama 5 menit, kemudian ditiriskan (Lampiran 3. Halaman 39).
3.5.2 Proses Destruksi Kering
Sampel yang telah dipotong kecil-kecil ditimbang teliti sebanyak 25 g, dimasukkan kedalam krus porselen, diarangkan di atas hot plate selama 2 jam, lalu diabukan dalam tanur dengan temperatur awal 100oC dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan menjadi 500oC dengan interval 25oC setiap 5 menit.
dibiarkan dingin, krus porselen dikeluarkan lalu dipindahkan desikator. Abu di basahi dengan 10 tetes akuademineralisata dan ditambahkan 3-5 ml asam nitrat (1:1) secara hati –hati (Lampiran 3. Halaman 39).
3.5.3 Pembuatan Larutan Sampel
Abu hasil destruksi yang telah dingin dilarutkan dalam 5 ml asam nitrat (1:1), lalu dipindahkan ke dalam labu tentukur 100 ml, sisa pada krus porselen dibilas sebanyak 3 kali dengan akuademineralisata, dituangkan kedalam labu tentukur kemudian dicukupkan dengan akuademineralisata hingga garis tanda dan disaring dengan kertas saring Whatman No.42, filtrat pertama sebanyak 5 ml dibuang untuk menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung ke dalam botol. Larutan ini digunakan untuk uji kualitatif dan kuantitatif (Lampiran 4. Halaman 40).
3.5.4 Pemeriksaan Kualitatif 3.5.4.1.Magnesium
3.5.4.1.1 Reaksi dengan Larutan Kuning Titan 0,05 % b/v
Dimasukkan kedalam tabung reaksi 1 ml larutan sampel, ditambah 5-6 tetes natrium hidroksida 2N dan 3 tetes pereaksi kuning titan 0,05% b/v.
Dihasilkan endapan merah terang (Vogel, 1979).
3.5.4.2. Besi
3.5.4.2.1 Uji dengan larutan amonium tiosianat 10 % b/v
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 2 ml sampel, lalu ditambahkan 1 ml larutan amonium tiosianat, dikocok dan diamati. Terbentuk pewarnaan merah.
(Vogel, 1979).
3.5.4.3. Seng
3.5.4.3.1 Uji dengan larutan ditizon 0,005% b/v
Kedalam tabung reaksi dimasukkan 2 ml larutan sampel, ditambahkan 5 tetes larutan natrium hidroksida 2N, kemudian ditambahkan larutan ditizon 0,005% di kocok dan diamati. Terbentuk warna merah (Vogel, 1979).
3.5.5 Pemeriksaan Kuantitatif 3.5.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi
3.5.5.1.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Magnesium
Larutan baku magnesium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 100 µg/ml). Larutan baku magnesium (konsentrasi 100 µg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 10 µg/ml).
Larutan baku (konsentrasi 10 µg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1 µg/ml. Pipet 5 ml; 4 ml; 3 ml; 2 ml; 1 ml larutan baku (konsentrasi 1 µg/ml), masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,1 µg/ml; 0,08 µg/ml; 0,06 µg/ml; 0,04 µg/ml; 0,02 µg/ml lalu diukur pada panjang gelombang 285,2 nm dengan nyala udara-asetilen. Didapat absorbansi, kemudian konsentrasi dan absorbansi diplot dan diperoleh kurva kalibrasi.
3.5.5.1.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi
Larutan baku besi (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 100 µg/ml). Larutan baku besi (konsentrasi 100 µg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 10 µg/ml).
Larutan baku (konsentrasi 10 µg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1 µg/ml. Pipet 4 ml; 3 ml; 2 ml larutan baku (konsentrasi 10 µg/ml), masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,8 µg/ml;
0,6 µg/ml; 0,4 µg/ml. Untuk konsentrasi 0,2 µg/ml dipipet 10 ml larutan baku (konsentrasi 1 µg/ml) dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata lalu diukur pada panjang gelombang 248,3 nm dengan nyala udara-asetilen. Didapat absorbansi, kemudian konsentrasi dan absorbansi diplot dan diperoleh kurva kalibrasi.
3.5.5.1.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Seng
Larutan baku seng (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 100 µg/ml). Larutan baku seng (konsentrasi 100 µg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml
dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 10 µg/ml).
Larutan baku (konsentrasi 10 µg/ml) dipipet 10 ml, dimasukkan dalam labu 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1 µg/ml. Pipet 4 ml; 3 ml; 2 ml larutan baku (konsentrasi 10 µg/ml), masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,8 µg/ml; 0,6 µg/ml; 0,4 µg/ml.
Untuk konsentrasi 0,2 µg/ml dipipet 10 ml larutan baku (konsentrasi 1 µg/ml ) dimasukkan dalam labu 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata lalu diukur pada panjang gelombang 213,9 nm dengan nyala udara-asetilen. Didapat absorbansi, kemudian konsentrasi dan absorbansi diplot dan diperoleh kurva kalibrasi.
3.5.5.2 Penetapan Kadar Mineral pada Daun Kucai
3.5.5.2.1 Penetapan Kadar Magnesium pada Daun Kucai Segar dan Daun Kucai Rebus
Larutan daun Kucai segar dan daun Kucai rebus masing-masing dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan masing-masing ke dalam labu tentukur 1000 ml dan dicukupkan dengan akuademineralisata sampai garis tanda. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang telah dikondisikan dan di atur metodenya dimana penetapan kadar magnesium dilakukan pada panjang gelombang 282,5 nm dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku magnesium. Konsentrasi magnesium dalam sampel ditentukan berdasarkan
3.5.5.2.2 Penetapan Kadar Besi pada Daun Kucai Segar dan Daun Kucai Rebus
Larutan daun Kucai segar dan daun Kucai rebus masing-masing dipipet sebanyak 10 ml dimasukkan masing-masing ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akuademineralisata sampai garis tanda. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang telah dikondisikan dan di atur metodenya dimana penetapan kadar untuk besi dilakukan pada panjang gelombang 248,3 nm dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku besi.
Konsentrasi besi dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.5.5.2.3 Penetapan Kadar seng pada Daun Kucai Segar dan Daun Kucai Rebus
Larutan daun kucai segar dan daun kucai rebus diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang telah dikondisikan dan di atur metodenya dimana penetapan kadar untuk seng dilakukan pada panjang gelombang 213,9 nm dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku seng.
Konsentrasi seng dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
Menurut Harmita (2004), kadar magnesium, besi dan seng dihitung dengan mensubstitusikan absorbansi ke dalam persamaan regresi yang diperoleh dari kurva kalibrasi seperti di bawah ini:
Y = aX + b
Keterangan: Y = Absorbansi sampel a = Slope X = Konsentrasi sampel b = Intersep
Menurut Harmita (2004), kadar magnesium, besi dan seng dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Kadar Logam (µg/g)
=
onsentrasi g ml) x olume (ml)x aktor engenceran⁄ erat Sampel (g)3.5.6 Analisis Data Secara Statistik 3.5.6.1 Penolakan Hasil Pengamatan
Kadar magnesium, besi dan seng yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis secara statistik.
Menurut Sudjana (2005), standar deviasi dapat dihitung dengan rumus:
SD =
√
∑( )
Keterangan: Xi = Kadar mineral X = Kadar rata-rata mineral n = Jumlah pengulangan
Untuk mencari t hitung digunakan rumus:
thitung=
|
̅√
|
dan untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99%, α = 0.01, dk = n-1, dapat digunakan rumus:
Kadar Mineral : μ = X ± t α/2, dk) x SD / √n ) Keterangan : X = Kadar rata-rata mineral
SD = Standar Deviasi
dk = Derajat kebebasan (dk = n-1) α = interval kepercayaan n = jumlah pengulangan
3.5.6.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel
Menurut Sudjana (2005), sampel yang dibandingkan adalah independen dan jumlah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan variansi (σ) tidak diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah variansi kedua populasi sama (σ1 = σ2)atau berbeda (σ1 ≠ σ2) dengan menggunakan rumus di bawah ini:
Keterangan : Fo = Beda nilai yang dihitung , S1 = Standar deviasi terbesar, S2 = Standar deviasi terkecil
Apabila dari hasilnya diperoleh Fo tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus :
(X1 – X2) to =
Sp √1/n1 + 1/n2
Keterangan : X1 = kadar rata-rata sampel 1 n 1 = Jumlah perlakuan sampel 1 X2 = kadar rata-rata sampel 2 n 2 = Jumlah perlakuan sampel 2 Sp = Simpangan baku
jika Fo melewati nilai kritis F, dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus : (X1 – X2)
to =
√S12
/n1 + S22/n2
Keterangan : X1 = kadar rata-rata sampel 1 S1 = Standar deviasi sampel 1 X2 = kadar rata-rata sampel 2 S2 = Standar deviasi sampel 2
n 1 = Jumlah perlakuan sampel 1 n 2 = Jumlah perlakuan sampel 2 Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila to yang diperoleh melewati nilai kritis t, dan sebaliknya.
Fo = 2
2 2 1
S S
3.5.7 Validasi Metode Analisis
3.5.7.1 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Simpangan Baku (µg/ml) =
√
( )
Batas Deteksi (µg/ml) = ⁄
Batas Kuantitasi (µg/ml) = ⁄ 3.5.7.2 Uji Perolehan Kembali (Recovery)
Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method). Dalam metode ini, kadar mineral dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar mineral dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Ermer dan McB. Miller, 2005).
Daun kucai 500 g dibersihkan dari pengotoran, dicuci bersih dengan air mengalir dan dikeringkan diudara terbuka, terhindar sinar matahari langsung, selanjutnya dipotong kecil – kecil. Daun kucai yang telah dipotong kecil-kecil ditimbang secara seksama sebanyak 25 gram di dalam krus porselen, lalu
seng (konsentrasi 1 µg/ml), kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya.
Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:
Persen Perolehan Kembali= - A
A x 100%
Keterangan :
CA = Kadar logam dalam sampel sebelum penambahan baku CF = Kadar logam dalam sampel setelah penambahan baku C*A= Kadar larutan baku yang ditambahkan dalam sampel 3.5.7.3 Simpangan Baku Relatif
Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan.
Menurut Harmita (2004), rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah sebagai berikut:
RSD = 100%
X SD
Keterangan :
X = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi
RSD = Relative Standard Deviation
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan menunjukkan bahwa tumbuhan yang diuji adalah daun kucai (Allium schoenoprasum, L.) famili Liliaceae, dapat dilihat pada (Lampiran 5. Halaman 41).
4.2 Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk mengetahui ada atau tidaknya mineral magnesium, besi, dan seng pada daun kucai. Hasil Analisis Kualitatif pada Daun Kucai dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan (Lampiran 7. Halaman 43).
Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif pada Daun Kucai
No. Mineral Pereaksi Hasil Reaksi Keterangan
1. Magnesium Natrium Hidroksida + Kuning Titan 0,05%
Endapan merah
terang +
2. Besi Amonium Tiosianat 10% Warna merah +
3. Seng Natrium Hidroksida +
Larutan Ditizon 0,005% Warna merah + Keterangan: + : mengandung mineral
Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa daun kucai mengandung mineral magnesium, besi, dan seng. Sampel dikatakan positif mengandung mineral magnesium karena menghasilkan endapan merah terang pada penambahan kuning titan 0,05% dan natrium hidroksida, mengandung mineral besi karena terbentuk warna merah dengan penambahan amonium tiosianant 10%, dan mengandung seng karena menghasilkan warna merah dengan penambahan larutan ditizon
y = 3,8205x + 0,01291 r = 0,9999 0
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
Absorbansi
Konsentrasi (µg/ml)
y = 0,10695x + 0,00177 r = 0,9992 0
0.05 0.1 0.15
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Absorbansi
Konsentrasi (µg/ml)
y = 0,5712x + 0,04144 r= 0,9991 0
0.2 0.4 0.6 0.8
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Absorbansi
Konsentrasi (µg/ml)
4.3 Analisis Kuantitatif
4.3.1 Kurva kalibrasi Magnesium, Besi, dan Seng
Data hasil pengukuran absorbansi larutan baku dan perhitungan persamaan garis regresi magnesium, besi dan seng, masing-masing dapat dilihat pada (Lampiran 8. Halaman 44; Lampiran 9. Halaman 45; Lampiran 10. Halaman 46).
Kurva kalibrasi larutan baku magnesium, besi, dan seng masing-masing dapat dilihat pada Gambar 4.1, Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 sebagai berikut:
Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Magnesium
Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Besi
Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Seng
Dari pengukuran kurva kalibrasi untuk ketiga mineral tersebut diperoleh
persamaan garis regresi yaitu Y= 3,8205X + 0,01291 untuk magnesium, Y = 0,10695X + 0,00177 untuk besi dan Y = 0,5712X + 0,04144 untuk seng.
Berdasarkan kurva diatas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) magnesium sebesar 0,9999, besi sebesar 0,9992 dan seng sebesar 0,9991. Nilai r ≥ 0,97 menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X (Konsentrasi) dan Y (Absorbansi) (Ermer dan McB. Miller, 2005).
4.3.2 Analisis Kadar Magnesium, Besi, dan Seng pada Daun Kucai
Konsentrasi mineral magnesium, besi dan seng dalam sampel ditentukan secara spektrofotometri serapan atom berdasarkan persamaan garis regresi kurva kalibrasi larutan baku masing-masing mineral. Data hasil dan contoh perhitungan dapat dilihat masing-masing pada (Lampiran 11. Halaman 47 dan Lampiran 12.
Halaman 49). Hasil analisis kuantitatif dan penurunan kadar mineral magnesium, besi, dan seng pada daun kucai segar dan daun kucai rebus dapat dilihat masing- masing pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.2 Hasil Analisis Kuantitatif Magnesium, Besi dan Seng pada Kucai Segar Dan Rebus
No. Sampel
Kadar Magnesium
(mg/100g)
Besi (mg/100g)
Seng (mg/100g) 1. KS 29,3645 ± 1,1240 1,1706 ± 0,0428 0,2797 ± 0,0115 2. KR 17,0257 ± 1,6963 1,0472 ± 0,0286 0,1494 ± 0,0305 Keterangan: KS = Kucai Segar; KR = Kucai Rebus
Tabel 4.3 Hasil Penurunan Kadar Magnesium, Besi dan Seng pada Kucai Rebus dibandingkan Kucai Segar
Sampel Penurunan Kadar Mineral (%)
Magnesium Besi Seng
Berdasarkan Tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa kadar magnesium, besi dan seng pada daun kucai segar lebih tinggi dari daun kucai rebus. Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik, perhitungan dapat dilihat pada (Lampiran 13. Halaman 53). Besar persentase penurunan kadar magnesium, besi dan seng pada sampel. Perhitungan dapat dilihat pada (Lampiran 14. Halaman 67).
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa terdapat penurunan kadar Magnesium, besi, dan seng pada kucai rebus yang diperoleh dari hasil analisis. Pengolahan dengan cara direbus menyebabkan penurunan kadar magnesium kucai sebanyak 47,72%, besi sebanyak 11.19% dan seng sebanyak 46,60%. Merebus adalah memanaskan bahan makanan dengan air hingga mendidih. Selama perebusan akan terjadi perubahan-perubahan pada bahan makanan menjadi lebih lunak dan mudah dicerna. Vitamin dan mineral yang mudah larut dalam air merupakan zat gizi yang cepat hilang pada saat merebus sayur (Murdiati dan Amaliah, 2013).
4.3.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Berdasarkan data kurva kalibrasi magnesium, besi, dan seng diperoleh batas deteksi dan batas kuantitasi dari magnesium, besi, dan seng yang perhitungannya dapat dilihat pada (Lampiran 15. Halaman 69). Batas deteksi dan batas kuantitasi dari magnesium, besi, dan seng pada sampel dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Magnesium, Besi, dan Seng
No. Mineral Batas Deteksi
(µg/ml)
Batas Kuantitasi (µg/ml)
1. Magnesium 0,0051 0,0170
2. Besi 0,0446 0,1487
3. Seng 0,0472 0,1574
Berdasarkan Tabel 4.4 diatas, dapat dilihat bahwa semua hasil yang diperoleh pada pengukuran sampel berada diatas batas deteksi dan batas kuantitasi.
4.3.4 Uji Perolehan Kembali (Recovery)
Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar magnesium, besi, dan seng setelah penambahan masing-masing larutan baku magnesium, besi, dan seng dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan (Lampiran 16. Halaman 72).
Tabel 4.5 Hasil uji perolehan kembali (recovery) Magnesium, Besi, dan Seng Mineral Persen Recovery (%) Syarat Rentang Persen
Recovery (%)
Magnesium 100,20
80 – 110
Besi 96,79
Seng 103,06
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji perolehan kembali (recovery) berturut-turut magnesium 100,20%, untuk besi 96,79%, dan untuk seng 103,06%. Persen recovery tersebut menunjukkan kecermatan kerja yang memuaskan pada saat pemeriksaan kadar magnesium, besi, dan seng dalam sampel. Hasil uji perolehan kembali (recovery) ini memenuhi syarat akurasi yang telah ditetapkan, jika rata-rata hasil perolehan kembali (recovery) berada pada rentang 80-110% (Botsoglou dan Fletouris, 2001). Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar magnesium, besi, dan seng setelah penambahan masing-masing larutan baku dan contoh perhitungan dapat dilihat pada (Lampiran 17. Halaman 74).
4.3.5 Simpangan Baku Relatif
Nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif untuk magnesium, besi, dan seng pada daun kucai dapat dilihat pada Tabel 4.6, sedangkan perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 18. Halaman 78.
Tabel 4.6 Nilai Simpangan Baku dan Simpangan Baku Relatif Untuk Magnesium, Besi dan Seng.
Mineral Simpangan Baku Simpangan Baku Relatif
Magnesium 9,8983 9,88%
Besi 9,5095 9,82%
Seng 6,3893 6,20%
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas, dapat dilihat nilai simpangan baku (SD) untuk magnesium 9,8983, untuk besi 9,5095 dan untuk seng 6,3893. Sedangkan nilai simpangan baku relatif (RSD) yang diperoleh sebesar 9,88%untuk magnesium, 9,82% untuk besi dan 6,20% untuk seng. Menurut Harmita (2004), nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih 16%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki ketelitian yang baik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan:
a. Hasil uji kualitatif menunjukkan bahwa terdapat magnesium, besi, dan seng pada daun kucai segar dan daun kucai rebus.
b. Hasil kadar magnesium, besi, dan seng daun kucai segar dan daun kucai rebus masing – masing adalah kadar magnesium (29,3645 ± 1,1240)
mg/100g dan (17,0257 ± 1,6963) mg/100g. Kadar besi (1,1706 ± 0,0428) mg/100g dan (1,0472 ± 0,0286) mg/100g. Kadar seng
pada (0,2797 ± 0,0115) mg/100 g dan (0,1494 ± 0,0305) mg/100g.
c. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar magnesium, besi, dan seng pada daun kucai segar dan daun kucai rebus.
Kadar magnesium, besi, dan seng pada daun kucai segar lebih tinggi daripada daun kucai rebus.
5.2 Saran
Disarankan kepada masyarakat pada saat merebus daun kucai untuk tidak terlalu lama, ± 5 menit serta air rebusannya diminum karena sebagian besar mineral magnesium, besi, dan seng larut dalam air.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Halaman 249-250,256,260.
Al-Snafi, A. E. (2013). Pharmacological Effects Of Allium Species Grown In Iraq.
An Overviw. International Journal of Pharmaceuticals and Health care Research. 1(4) : 132-155.
Andarwulan, N., dan Faradilla, R.H.F. (2012). Senyawa Fenolik Pada Beberapa Sayuran Indigenous Dari Indonesia. Bogor: SEAFAST Center, IPB.
Halaman 57-60.
Badan POM RI. (2008). Acuan Sediaan Herbal. Volume keempat. Edisi pertama.
Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Halaman 35.
Botsoglou, N.A. dan Fletouris, D.J. (2001). Drug Residues in Foods pharmacology, Food Safety, and Analysis. New York: Marcel Dekker.
Halaman : 985-987.
Ditjen, POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 645,650,699,748.
Ermer, J., dan McB.Miller, J.H. (2005). Method Validation in Pharmaceutical Analysis. Weinheim: Wiley-Vch Verlag GmbH & Co. KGaA. Halaman 171.
Grober, U. (2009). Micronutriens : Metabolic Tuning - Preventation - Therapy.
Penerjemah : Benyunes, S. (2012). Penyelarasan Metabolik, Pencegahan dan Terapi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Halaman 128-130.
Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. 1(3): 117- 135.
Iksen. (2015). Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, dan Natrium Pada Daun Kucai (Allium schoenoprasum, L.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Skripsi . Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Halaman 2-28.
Kartasapoetra, G dan Marsetyo, H. (2008). Ilmu Gizi ( Korelasi Gizi dan Produktivitas Kerja). Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 92-93.
Khopkar, S.M. (1985). Basic Concept of Analytical Chemistry. Penerjemah:
Saptorahardjo, A., dan Nurhadi, A. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Halaman 285.
Kristanti, H. (2010). Penyakit Akibat Kelebihan & Kekurangan Vitamin, Mineral
& Elektrolit. Yogyakarta: Citra Pustaka. Halaman 88-89.
Murdiati, A., dan Amaliah. (2013). Panduan Penyiapan Pangan Sehat. Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Kencana. Halaman 202, 203.
Rohman, A dan Sumantri. (2007). Analisis Makanan .Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Halaman 200.
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 298, 305 - 312, 319.
Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Edisi Keenam. Bandung: Tarsito. Halaman 168-254.
Vogel, A.I. (1979). Textbook of Macro and Semimacro Qualitative Inorganic Analysis.Edisi Kelima. Cetakan Kedua. Penerjemah: Setiono, L dan Hadyana Pudjaamaka, A. (1990). Jakarta: Kalman Media Pusaka. Halaman 263,294,307.
LAMPIRAN
Lampiran. 1. Gambar Alat spektrofotometer serapan atom (SSA) dan Alat Tanur
Gambar 1. Alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
Gambar 2. Alat Tanur
Lampiran. 2. Bagan Alir Penyiapan Sampel dan Dekstruksi Kering (Daun Kucai Segar)
500 g Daun Kucai Segar
Ditimbang teliti 25 gram di atas krus porselen
Diarangkan di atas hot plate 2 jam
Diabukan dalam tanur dengan temperatur awal 100◦C dan perlahan – lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 500◦C dengan interval 25◦C setiap 5 menit
Dilakukan pengabuan selama 5 jam dan dibiarkan hingga dingin pada desikator
Abu
Dibersihkan dari pengotoran Dicuci bersih
Dikeringkan di udara terbuka terhindar dari sinar matahari langsung
Dipotong kecil-kecil Sampel yang telah dipotong kecil-kecil