• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISTRIBUSI SENYAWA POLYISOPRENOID PADA DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) UNTUK DUA TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DISTRIBUSI SENYAWA POLYISOPRENOID PADA DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) UNTUK DUA TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA SKRIPSI"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

DISTRIBUSI SENYAWA POLYISOPRENOID PADA DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) UNTUK DUA

TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA

SKRIPSI

IRMA DENI 141201050

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)

DISTRIBUSI SENYAWA POLYISOPRENOID PADA DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) UNTUK DUA

TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA

SKRIPSI

Oleh : IRMA DENI

141201050

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

Universitas Sumatera Utara

(3)

DISTRIBUSI SENYAWA POLYISOPRENOID PADA DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) UNTUK DUA

TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA

SKRIPSI

Oleh : IRMA DENI

141201050 / BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Universitas Sumatera Utara

(5)

ABSTRACT

IRMA DENI. Distribution of Polyisoprenoid Compounds in Oil Palm Leaf (Elaeis guineensis) For Two Different Land Cover. Supervised by MOHAMMAD BASYUNI, S.Hut, M.Si, P.hD

The distribution of polyisoprenoid compounds in the leaves of Palm oil (Elaeis guineensis) explains the different types of Palm oil (E. guineensis) based on the spread of polyisoprenoid compounds and carbon chains. Palm oil leaf (E. guineensis) was collected from two different locations: Lubuk Kertang Village, Kec. Pangkalan Berandan, Kab. Langkat as many as seven samples with each sample made three replications and University of Sumatera Utara as many as ten samples with each sample three replications. Samples that have been extracted and then isolated polyisoprenoid alcohol compounds then analyzed with two- dimensional chromatography to determine the distribution of polyisoprenoid compounds. The parameters of determining the type of Palm oil (E. guineensis) are based on pre-existing research. Palm oil (E. guineensis) Lubuk Kertang Village has a higher amount of polyisoprenoid than Palm oil (E. guineensis) University of Sumatera Utara. This is because Palm oil (E. guineensis) Lubuk Kertang Village is located on mangrove fields affected by tidal sea water.

Polyisoprenoids can play an important role in crop adaptation in response to changes in biotic and abiotic environments. Based on the result of quantification of the polyisoprenoid compound, Palm Oil (E. guineensis) in Lubuk Kertang Village is Dura Palm Oil, while Palm Oil (E. guineensis) taken from Universitas Sumatera Utara is Palm oil pisifera type.

Keywords: Oil palm (E. guineensis) polyisoprenoid, polyprenol, dolichol

(6)

iii

ABSTRAK

IRMA DENI. Distribusi Senyawa Polyisoprenoid Pada Daun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Untuk Dua Tutupan Lahan Yang Berbeda. Dibimbing oleh MOHAMMAD BASYUNI, S.Hut, M.Si, P.hD

Distribusi senyawa polyisoprenoid pada daun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) ini menjelaskan perbedaan jenis Kelapa Sawit (E. guineensis)

berdasarkan penyebaran senyawa polyisoprenoid dan rantai karbon. Daun Kelapa Sawit (E. guineensis) di kumpulkan dari dua lokasi yang berbeda yaitu Desa Lubuk Kertang, Kec. Berandan Barat, Kab. Langkat sebanyak 7 sampel dengan tiap sampel dibuat 3 ulangan dan Universitas Sumatera Utara sebanyak 10 sampel dengan tiap sampel 3 ulangan. Sampel yang telah di ekstrak lalu diisolasi senyawa polyisoprenoid alcohol kemudian dianalisis dengan dua dimensi kromatografi untuk mengetahui distribusi senyawa polyisoprenoid. Parameter penentuan jenis Kelapa Sawit (E. guineensis) didasarkan pada penelitian yang telah ada sebelumnya. Kelapa Sawit (E. guineensis) Desa Lubuk Kertang memiliki jumlah polyisoprenoid lebih tinggi dibandingkan Kelapa Sawit (E. guineensis) Universitas Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan Kelapa Sawit (E. guineensis) Desa Lubuk Kertang berada pada lahan mangrove yang terkena pasang surut air laut. Polyisoprenoid dapat memainkan peran penting dalam adaptasi tanaman sebagai respons terhadap perubahan pada lingkungan biotik dan abiotik.

Berdasarkan hasil kuantifikasi senyawa polyisoprenoid tersebut, Kelapa Sawit (E. guineensis) di Desa Lubuk Kertang merupakan Kelapa Sawit jenis Dura, sedangkan Kelapa Sawit (E. guineensis) yang diambil dari Universitas Sumatera Utara merupakan Kelapa Sawit jenis Pisifera

Kata kunci: Kelapa Sawit (E. guineensis) polyisoprenoid, polyprenol, dolichol

Universitas Sumatera Utara

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, pada tanggal 31 Januari 1996 dari Bapak Kornelis Sikumbang dan Ibu Dewi Asmara. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2014 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Negeri 3 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara melalui jalur undangan SNMPTN dan penulis memilih Departemen Budidaya Hutan.

Selain mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota HIMAS (Himpunan Mahasiswa Silva) Fakultas Kehutanan USU, dan anggota BKM (Badan Kemakmuran Mushola) Baytul Asyjaar Kehutanan USU.

Penulis melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Hutan Mangrove Sei Nagalawan dari tanggal 1 sampai 10 Agustus 2016 dan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara pada 22 Januari sampai 22 Februari 2018.

(8)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Distribusi Senyawa Polyisoprenoid Pada Daun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Untuk Dua Tutupan Lahan Yang Berbeda”.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya dan dosen pembimbing saya yaitu Mohammad Basyuni, S. Hut, M.Si, Ph.D juga kepada kedua dosen penguji saya yaitu Dr.

Nurdin Sulistiyono, S. Hut, M. Si dan Dr. Apri Heri Iswanto, S. Hut, M. Si. yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ridha Wati S. Hut dan Masrida Wasilah S.Hut yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian. Begitu juga untuk rekan tim penelitian (Astrid Nur Prabuanisa, Ananda Ratu Tia, Yusma Sari Siagian, Arif Alhabib dan Karim Suhendar Nasution), penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kehutanan USU, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Agustus 2018 Penulis

Universitas Sumatera Utara

(9)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Kelapa Sawit ... 4

Permasalahan Penanaman Kelapa Sawit di Daerah Mangrove ... 5

Metabolit Sekunder dan Senyawa Polyisoprenoid ... 7

Isolasi dan Pemurnian Lipid ... 8

Kromatografi Lapis Tipis ... 9

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

Alat dan Bahan Penelitian ... 10

Prosedur Penelitian... 11

Persiapan Sampel ... 11

Isolasi Senyawa Polyisoprenoid ... 11

Analisi dengan Dua Dimensi Kromatografi ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 21

Saran ... 21 DAFTAR PUSTAKA

(10)

vii

DAFTAR TABEL

No. ` Hal.

1. Nilai total lipid dan distribusi polyprenol dan dolichol pada Daun Kelapa Sawit (E.guineensis) di Desa Lubuk Kertang ... 13 2. Nilai total lipid dan distribusi polyprenol dan dolichol pada Daun Kelapa

Sawit (E.guineensis) di Universitas Sumatera Utara ... 14 3. Panjang Rantai Karbon (C) polyprenol dan dolichol pada Daun Kelapa

Sawit (E.guineensis) di Desa Lubuk Kertang ... 15 4. Panjang Rantai Karbon (C) polyprenol dan dolichol pada Daun Kelapa

Sawit (E.guineensis) di Universitas Sumatera Utara ... 16

Universitas Sumatera Utara

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. ` Hal.

1. Kromatografi lapis tipis dua dimensi (2D-TLC) polyisoprenoid alkohol jenis sampel Sawah I (A), Sawah II (B), Sawah III (C), 3.0% (D), Sawah IV (E), Mangrove Salinitas 0,5% (F), Mangrove Salinitas 1% dan Mangrove Salinitas 2% (G) ... 17 2. Kromatografi lapis tipis dua dimensi (2D-TLC) polyisoprenoid alkohol jenis

sampel Pintu 1 (1), Pintu 3 Perpus (2), Pintu 3 Ekonomi (3), Pintu 4 (4), FKG (5), FP (6), FK (7), Teknik (8), Teknik Sipil (9) dan Teknik Kimia (10) ... 18

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut Departemen Kehutanan (2009) Kawasan hutan di Indonesia memiliki luas yang mencapai 134 juta ha atau sekitar 60 persen dari luas total Indonesia. Namun, pada saat ini luas hutan Indonesia terus mengalami penurunan akibat kerusakan dan perambahan hutan. Salah satu penyebab dari deforestasi dan degradasi hutan dan lahan di Indonesia adalah alih fungsi lahan dan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit.

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) adalah tanaman perkebunan penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia. Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan kegiatan perluasan areal pertanaman, rehabilitasi kebun yang sudah ada dan intensifikasi Hal ini menyebabkan areal hutan di konversi menjadi sawit (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Tanaman kelapa sawit (E. guineensis) merupakan tumbuhan tropis golongan palma yang termasuk tanaman tahunan dan habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis pada 15oLU – 15oLS dan tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit (Sibuea, 2014).

Universitas Sumatera Utara

(13)

2

Tanaman ini adalah tanaman berkeping satu. Nama Elaeis berasal dari kata Elaion yang berarti minyak dalam bahasa Yunani, guineensis berasal dari kata Guinea yang berarti Afrika. Jacq berasal dari nama botanis Amerika yang menemukannya, yaitu Jacquine (Zulkifli dan Estiasih, 2014.)

Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Selama satu dekade lebih, sektor kelapa sawit di Indonesia telah mengalami pertumbuhan besar-besaran. Antara tahun 1990 dan 2013, kawasan yang digunakan untuk perkebunan sawit meningkat sepuluh kali lipat dari 1,1 juta hektar menjadi 10,4 juta hektar. Pada tahun 2013, total angka produksi untuk CPO (Crude Palm Oil)/

minyak sawit mentah mencapai 27,7 juta ton yakni menguasai hampir separuh produksi global. Di Indonesia, kebun kelapa sawit terdiri dari tiga kategori besar dengan komposisi luasan areal terbesar dikelola oleh perkebunan besar swasta (51%), diikuti perkebunan rakyat (42%) dan perkebunan besar negara (7%).

Produksi minyak kelapa sawit mengalamani peningkatan di beberapa negara berkembang, karena kelapa sawit relatif murah untuk ditanam dan berproduksi hingga lima kali lebih besar daripada tanaman penghasil minyak lainnya (Yudawinata, 2017).

Karena kebutuhan minyak kelapa sawit yang semakin besar tersebuut, menyebabkan para pengusaha maupun masyarakat memperluas perkebunan sawit mereka. Namun pembukaan perkebunan sawit itulah yang menyebabkan luas hutan di Indonesia semakin hari semakin berkurang. Salah satunya adalah daerah Desa Lubuk kertang yang merupakan daerah dengan tumbuhan mangrove. Selain daerah mangrove, sawit juga banyak ditanam di tempat-tempat umum yang seharusnya ditanamai dengan tumbuhan terutama tanaman berkayu dengan daya

(14)

3

serap karbon tinggi. Oleh karena itu perlu adanya cara atau metode untuk mengetahui jenis sawit yang ditanaman di Desa Lubuk Kertang dan Universitas Sumatera utara. Untuk mengatasi permasalahan tersebut sehingga penelitian ini dilakukan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis senyawa polyisoprenoid dari setiap daun kelapa sawit (E. guineensis) yang di tanam di daerah Universitas Sumatera Utara dan Desa Lubuk Kertang berdasarkan kuantifikasi panjang rantai karbon (C).

2. Untuk mengklasifikasikan jenis kelapa sawit yang ditanam di sekitar Universitas Sumatera Utara dan Desa Lubuk Kertang berdasarkan senyawa polyisoprenoid yang terkandung dalam daun kelapa sawit (E. guineensis).

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi mengenai senyawa polyisoprenoid dan jenis sawit yang ditanam di Desa Lubuk Kertang dan Universitas Sumatera Utara serta pemanfaatan senyawa polyisoprenoid yang lebih luas lagi dalam kehidupan.

Universitas Sumatera Utara

(15)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Kelapa Sawit

Perkebunan kelapa sawit komersial pertama di Indonesia mulai di usahakan pada tahun 1911 di Aceh dan Sumatera Utara oleh Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia. Luas kebun kelapa sawit bertambah dari 1.272 hektar pada tahun 1916 menjadi 92.307 hektar tahun 1936. Pada 1969 sawit Indonesia mulai berkembang pesat dengan luas areal 119.500 hektar. Pada tahun 1988 luas areal bertambah menjadi 862.859 hektar dan pada 1995 luasnya mencapai 2.025 juta hektar (Hadi, 2004). Menurut Departemen Kehutanan (2009) luas areal hutan yang dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit pada tahun 2005 adalah 66.180 ha, tahun 2006 seluas 151.893 ha, tahun 2007 seluas 73.674 ha dan tahun 2008 seluas 77.217 ha.

Kebijakan Pemerintah mengembangkan perkebunan kelapa sawit, mungkin mendapat tanggapan positif dari investor baik lokal maupun asing, namun pemerintah seringkali luput mempertimbangkan bahwa perluasan lahan akan banyak mengorbankan hutan. FWI mencatat dalam kurun waktu 2009-2013 telah terjadi pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan seluas 579.700 hektare, dan paling luas terjadi di Kalimantan yaitu mencapai 192.000 hektare. Kebijakan ini memberi keleluasaan perubahan penggunaan lahan dan konversi hutan secara besar-besaran. Meskipun legal, namun acapkali menimbulkan persoalan lingkungan maupun sosial. Hingga kini pembukaan lahan untuk areal perkebunan, ditengarai menjadi salah satu faktor penyumbang kehilangan hutan alam (deforestasi) (Yunifartika, 2015).

(16)

5

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kelapa sawit di lihat dari faktor iklim, seperti curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2.000-2500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bula kering yang berkepanjagan. Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat juga untuk memacu pembentukan bunga dan buah.

Selain sinar matahari dan curah hujan yang cukup untuk tumbuh dengan baik tanaman kelapa sawit memerlukan suhu yang optimum. Suhu optimum itu berkisar antara 29-30oC (Satyawibawa dan Widyastuti, 1997).

Kelapa sawit di klasifikasikan sebagai berikut: (Sibuea, 2014).

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyita Subdivisi : Pteropsida Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Palmales

Falimi : Aracaceae (dahulu disebut Palmae) Subfamili : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : 1. Elaeis guineensis Jacq 2. E. oleifera

3. E. odora

Permasalahan Penanaman Kelapa Sawit di Daerah Mangrove

Total luas hutan mangrove pada tahun 2000 sekitar 137.760 km2 di 118 negara daerah tropis dan subtropis dunia. Sekitar 75% hutan mangrove dunia

Universitas Sumatera Utara

(17)

6

hanya ditemukan di 15 negara dan hanya 6.9% yang dilindungi di bawah kawasan lindung yang ada (IUCN I-IV). Luas total mangrove menempati 0.7% dari total hutan tropis dunia (Asia 42%, Afrika 20%, Amerika Utara dan Tengah 15%, Oceania 12%, dan Amerika Selatan 11%) (Giri et al., 2011).

Perubahan dari hutan mangrove primer dan sekunder menjadi areal non hutan mangrove diakibatkan oleh konversi, terutama pembukaan areal untuk pertambakan dan pertanian. Faktor utama yang menyebabkan kerusakan ini, antara lain alih fungsi hutan mangrove menjadi areal tambak, kebun kelapa sawit, pemukiman baru dan penebangan pohon mangrove untuk dijadikan kayu bakar dan bahan baku pembuatan arang. Pada saat ini masyarakat telah banyak mendapat kerugian akibat kerusakan hutan mangrove (Nurlalita. 2015).

Kegiatan rehabilitasi dan konservasi mangrove membutuhkan pengawasan dan pemeliharaan secara berkelanjutan. Kemungkinan keberhasilan rehabilitasi sangat kecil tanpa adanya pengawasan. Keberhasilan rehabilitasi dan konservasi mangrove juga ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah peran serta atau pertisipasi penduduk kawasan itu sendiri (penduduk lokal), karena penduduk lokal merupakan penduduk yang mempunyai kepentingan langsung, baik sebagai sumberdaya maupun sebagai ekosistem dengan fungsifungsi ekologisnya dengan wilayah rehabilitasi dan konservasi (Utami, dkk., 2017)

Permasalahan yang dialami adalah ketidak tahuan fungsi penanaman kelapa sawit pada lahan mangrove menyebabkan perubahan tutupan mangrove menjadi kebun sawit tanpa jelas ada atau tidaknya produktivitas kelapa sawit yang ditanaman tersebut. Untuk daerah selain mangrove yang ditanami kelapa sawit

(18)

7

seperti Universitas Sumatera Utara juga diperlukan tujuan penanaman kelapa sawit karena berhubungan dengan seberapa besar karbon yang dapat diserap tanaman kelapa sawit dibandingkan dengan tanaman berkayu lainnya. Penataan dalam penanam kelapa sawit di luar perkebunan sawit sangat diperlukan adanya kejelasan tujuan penanaman yang dilakukan masyarakat atau non perusahaan.

Metabolit Sekunder dan Senyawa Polyisoprenoid

Metabolit sekunder adalah senyawa organik yang dihasilkan tumbuhan yang tidak memiliki fungsi langsung pada fotosintesis, pertumbuhan atau respirasi, transport solut, translokasi, sintesis protein, asimilasi nutrien, diferensiasi, pembentukan karbohidrat, protein dan lipid. Metabolit sekunder yang seringkali hanya dijumpai pada satu spesies atau sekelompok spesies berbeda dari metabolit primer (asam amino, nukelotida, gula, lipid) yang dijumpai hampir di semua kingdom tumbuhan. Kelompok utama metabolit sekunder ada tiga, yaitu:

terpen, senyawa fenol dan produk sekunder mengandung nitrogen (Mastuti, 2016). Menurut Lakitan (2011) Tumbuhan juga menghasilkan senyawa

metabolit sekunder yang berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari serangan serangga, bakteri, jamur dan jenis patogen lainnya.

Terdapat tiga kelompok utama metabolit sekunder antara lain terpen, fenolik, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Secara kimia, metabolit sekunder yang diproduksi oleh tanaman tidak memiliki peran dalam pertumbuhan, fotosintesis, reproduksi. Tetapi metabolit sekunder tanaman dapat digunakan sebagai pengkarakteristikan taksonomi dalam mengklasifikasikan tanaman.

Manusia menggunakan metabolit sekunder tanaman sebagai obat-obatan (Zhong, 2011).

Universitas Sumatera Utara

(19)

8

Polyisoprenoid merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang terdapat hampir disemua sel hidup (Tudek et al., 2007). Polyisoprenoid terbagi menjadi dua famili, yaitu polyprenol dan dolichol. Polyprenol adalah alkohol allylic dengan ikatan rangkap tunggal di setiap unit isoprenoid. Dolichol adalah

alkohol allylic tanpa ikatan ganda di unit isoprenoid OH-terminalnya. Senyawa polyisoprenoid ditemukan diberbagai jaringan tanaman, bakteri, dan mamalia.

Kandungan polyprenol pada tanaman pernah dilaporkan menunjukkan perubahan akibat umur dan musim, (Swiezewska et al., 1994).

Isolasi dan Pemurnian Lipid

Lipida adalah golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipida merupakan golongan senyawa organik kedua yang menjadi sumber makanan, merupakan kira-kira 40% dari makanan yang dimakan setiap hari. Berbeda dengan karbohidrat dan protein, lipida bukan suatu polimer, tidak mempunyai satuan yang berulang. Pembagian yang didasarkan atas hasil hidrolisisnya (Darmayasa, 2008).

Seperti karbohidrat, lipid juga tersusun dari atom-atom karbon, hidrogen dan oksigen, tetapi lemak selalu memiliki porsi atom hidrogen yang lebih banyak dibanding pada molekul karbohidrat. Lemak merupakan bagian dari lipid. Semua molekul lipid dibentuk dari asam-asam organik (Lakitan, 2011)

Pada tahap pertama pengisolasian dan pemurnian lipid, lipid diekstrak dengan menghomogenkan jaringan tanaman dengan 2:1 kloroform–metanol (v/v) dan menyaring hasil homogenisasi jaringan. Pada tahap kedua, hasil saringan homogenisasi jaringan yang berisi jaringan lipid bersamaan dengan jaringan non lipid di pisahkan dengan menempatkan jaringan lipid bersamaan dengan jaringan

(20)

9

non lipid dengan melakukan kontak dengan volume air. Total lipid merupakan hasil dari pengurangan berat jadi ekstrak dengan berat botol vial kosong kemudian

dikalikan seribu. Konsentrasi garam menurunkan kehilangan lipid (Folch et al., 1957).

Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1083. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragan (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, atau plat plastik. Prinsip KLT yaitu perpindahan analit pada fase diam karena pengaruh fase gerak. Fase ini biasa di sebut elusi. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT (dalam hal efisiensi dan resolusinya). Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembangan akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih muah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom (Zaki, 2013).

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan bagian dari kromatografi adsorpsi. Kromatografi adsorpsi adalah suatu teknik pemisahan atau pemurnian senyawa kimia yang didasarkan pada interaksi yang didominasi oleh mekanisme adsorpsi dari komponen dalam sampel relatif terhadap fase diam dan fase gerak.

Penjerap yang sering digunakan pada kromatografi lapis tipis adalah silika dan serbuk selulosa (Bintang, 2010).

Universitas Sumatera Utara

(21)

10

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2017 – Mei 2018.

Sampel daun kelapa sawit (E. guineensis) dikumpulkan dari Desa Lubuk Kertang, Kec. Berandan Barat, Kab. Langkat dan Universitas Sumatera Utara. Ekstraksi lipid dan analisis polyisoprenoid dengan kromatografi lapis tipis dilakukan di Laboratorium Budidaya Hutan Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: timbangan analitik, kamera, cutter, gunting, plastik klip, penggaris, micro pipette, pipette tips, botol kocok, botol tial, kertas saring, corong, bar magnetik, blender, waterbath oven, kertas label, silica gel, spatula, TLC plates, LC/2D, hair drayer, chamber, scanner Canon PIXMA E400, dan alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: daun kelapa sawit (E. guineensis) yang dikumpulkan dari Desa Lubuk Kertang sebanyak 7 sampel dengan tiap ssampel 3 ulangan dan daun kelapa sawit (E. guineensis) yang dikumpulkan di sekitar Universitas Sumatera Utara sebanyak 10 sampel dengan tiap sampel 3 ulangan, standar dolichol dan polyprenol, n-heksan, etanol, KOH, aquades, toluen, etil asetat, aseton, metanol, dan iodin.

(22)

11

Prosedur Penelitian Persiapan Sampel

Daun kelapa sawit (E. guineensis) yang dikumpulkan dari Desa Lubuk Kertang dan Universitas Sumatera Utara disimpan di lemari es sampai sample tanaman digunakan untuk dianalisis.

Isolasi Senyawa Polyisoprenoid

Daun kelapa sawit (E. guineensis) yang dikumpulkan dari Desa Lubuk Kertang dan Universitas Sumatera Utara dikeringkan pada suhu 60°C-75°C selama 1-2 hari. Daun kelapa sawit (E. guineensis) yang dikumpulkan dari Desa Lubuk Kertang dan Universitas Sumatera Utara yang sudah kering dihancurkan menjadi bubuk halus kemudian ditimbang dengan berat kering 5 gram dan dimasukkan dalam botol kocok, kemudian direndam dalam pelarut kloroform dan metanol (2:1) selama 48 jam (Folch et al., 1957). Setelah 48 jam di saring dengan kertas saring dan corong kedalam botol kecil/ botol tial. Hasil saringan tersebut di keringkan kembali sebelum di lakukan saponifikasi (Basyuni et al. 2018).

Ekstrak lipid dari daun (E. guineensis) yang telah kering ditambahakan kosentrasi 0.45 g KOH (2 butir), 2 ml etanol, dan 2 ml aquades, lalu ditutup rapat dengan parafilm dan lakban agar airtidak masuk kedalam botol tial dan merusak sampel. Setelah di tutup rapat, sampel disaponifikasi pada suhu 65°C selama 24 jam didalam waterbath. Saponifikasi dilakukan sampai ekstrak menjadi NSL (non saponifiable lipid) atau tersabunkan. Hasil safonifikasi tersebut di oven kembali

hingga benar-benar kering. Daun kelapa sawit (E. guineensis) yang telah di saponifikasi tersebut kemudian dilarutkan dengan n-heksan dan siap untuk dianalisis (Kurisaki et al., 1997).

Universitas Sumatera Utara

(23)

12

Analisis dengan Dua Dimensi Kromatografi

Dimensi pertama TLC dilakukan selama 60 menit diatas silika-gel (20 x 3 cm) dengan sistem pelarut toluene-etil asetat (9:1) (Sagami et al., 1992).

Tepi longitudinal dari dimensi pertama TLC dengan lebar 1 cm dan zona konsentrasi dari fase reverse C-18 TLC yang dijepit dengan cara menggunakan dua magnet batangan dengan menghadap setiap fase gel. Plat TLC yang terikat kemudian dikembangkan tegak lurus ke dimensi pertama untuk mentransfer polyprenol dan dolichol ke zona konsentrasi fase reverse TLC.

Dimensi kedua fase reverse silika-gel TLC dilakukan dengan pelarut aseton selama 30 menit. Posisi polyisoprenoid alkohol dipisahkan dan dikembangkan oleh silika-gel dua dimensi TLC, kemudian diidentifikasi dan divisualisasikan dengan uap yodium (iodine vapor). Gambar kromatografi yang diperoleh kemudian discan. Konsentrasi polyprenol dan dolichol yang terdeteksi pada HPTLC RP-18 diukur dengan menggunakan ImageJ dengan standar dolichol dan polyprenol sebagai acuan (Scheneider et al., 2012).

(24)

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Polyisoprenoid

Analisis polyisoprenoid Daun Kelapa Sawit (E. guineensis) Desa Lubuk Kertang dan Universitas Sumatera Utara dilakukan dengan dua dimensi Thin Layer Chromatografi (TLC) (Sagami et al., 1992) untuk memisahkan polyisoprenoid ke dalam famili polyprenol dan dolichol. Tabel 1 menunjukkan distribusi polyprenol dan dolichol didalam Daun Kelapa Sawit (E. guineensis).

Tabel 1. Nilai total lipid dan distribusi polyprenol dan dolichol pada Daun Kelapa Sawit (E. guineensis) di Desa Lubuk Kertang

* dw = berat kering ,. M.S = Mangrove Salinitas, TL = Total Lipid, PL = Polyisoprenoid, Pol = Poliprenol, dan Dol = Dolychol. Setiap Jenis Sampel Menunjukkan Lokasi Pengambilan Sampel

Total lipid pada daun Kelapa Sawit (E. guineensis) Desa Lubuk Kertang (Tabel 1 ) berkisar dari 0,54 – 0,69 mg/g berat kering. Sedangkan nilai polyisoprenoid berkisat antara 2,68 – 9,36 mg/g berat kering. Dengan total lipid yang terendah terdapat pada jenis sampel yang dikoleksi dari areal Sawah IV dan total lipid tertinggi terdapat pada jenis sampel yang dikoleksi dari areal Mangrove Salinitas 0,5%. Nilai polyisoprenoid tertinggi terdapat pada jenis sampel yang di koleksi dari lokasi Sawah IV nilai 9,36 mg/g berat kering. Nilai polyisoprenoid terendah terdapat pada jenis sampel yang dikoleksi dari areal Mangrove Salinitas 0,5% mg/g berat kering.

Universitas Sumatera Utara

(25)

14

Tabel 2. Nilai total lipid dan distribusi polyprenol dan dolichol pada Daun Kelapa Sawit (E. guineensis) di Universitas Sumatera Utara

*dw = berat kering, TL = Total Lipid, PL = Polyisoprenoid, Pol = Poliprenol, dan Dol = Dolychol, Pintu 3 (P) = Pintu 3 Perpustakaan, Pintu 3 (E) = Pintu 3 Ekonomi FKG= Fakultas Kedokteran Gigi, FK = Fakultas Kedokteran, FP = Fakultas Pertanian, T.S = Teknik Sipil dan T.K = Teknik Kimia. Setiap Jenis Sampel Menunjukkan Lokasi Pengambilan Sampel.

Total lipid pada daun Kelapa Sawit (E. guineensis) jenis sampel yang dikoleksi dari Universitas Sumatera Utara (Tabel 2 ) berkisar dari 0,38 – 0,71 mg/g berat kering, dengan total lipid terendah terdapat pada jenis sampel yang di koleksi dari lokasi Fakultas Kedokteran (FK) dan total lipid tertinggi terdapat pada jenis sampel yang dikoleksi dari lokasi Fakultas Kedokteran Gigi (FKG).

Nilai polyisoprenoid tertinggi terdapat pada jenis sampel yang di koleksi dari lokasi Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) dengan nilai 3,61 mg/g berat kering.

Nilai polyisoprenoid terendah terdapat pada Jenis sampel yang dikoleksi dari lokasi Pintu 1 yaitu 1,84 mg/g berat kering.

Dari kedua tabel di atas (Tabel 1 dan Tabel 2), dapat di lihat bahwa Kelapa Sawit (E. guineensis) Desa Lubuk Kertang memiliki jumlah polyisoprenoid lebih tinggi dibandingkan Kelapa Sawit (E. guineensis) Universitas Sumatera Utara.

Hal ini dikarenakan Kelapa Sawit (E. guineensis) Desa Lubuk Kertang berada pada lahan mangrove yang terkena pasang surut air laut. Polyisoprenoid dapat

(26)

15

perubahan pada lingkungan biotik dan abiotik. Seperti hal nya pada sampel Daun Kelapa Sawit (E. guineensis) Desa Lubuk Kertang yang dikoleksi dari lokasi mangrove memilki panjang rantai dolychol yang lebih mendominasi dibanding panjang rantai polyprenolnya. Panjang rantai karbon dolychol yang lebih mendominasi ini terjadi karena adanya cekaman salinitas. Berdasarkan penelitian Parida dan Das (2005) Cekaman salinitas mempengaruhi semua proses utama seperti pertumbuhan, fotosintesis, sintesis protein, dan energi serta metabolisme lipid.

Analisis Panjang Rantai Karbon (C)

Tabel 3. Panjang Rantai Karbon (C) polyprenol dan dolichol pada Daun Kelapa Sawit (E. guineensis) di Desa Lubuk Kertang

Jenis Sampel Polyprenol Dolychol

Sawah I 50 55 60 80 85 90 95

Sawah II 50 55 60 85 90 95

Sawah III 50 55 60 80 85 90 95

Sawah IV 50 55 60 85 90 95 100 85 90 95 100

M.S 0,5% 45 50 55 75 80 85 90

M.S 1% 55 60 65 85 90 95 100 M.S 2% 55 60 65 85 90 95 100

* M.S = Mangrove Salinitas. Setiap Jenis Sampel Menunjukkan Lokasi Pengambilan Sampel.

Terdapat tiga tipe pengklasifikasian polyprenol dan dolychol yaitu tipe I, II dan III (Basyuni et al., 2016). Tipe I, dolichol mendominasi polyprenol (lebih dari 90.0%) pada penelitian ini tidak ditemukan. Tipe II, polyprenol dan dolichol sama-sama ditemukan, pada penelitian ini polyprenol dan dolichol sama-sama terdeteksi. Tipe III, polyprenol mendominasi dolichol.

Tabel 3 menunjukkan bahwa dolichol dan polyprenol sama-sama mendominasi di daun Kelapa Sawit (E. guineensis) Desa Lubuk Kertang. Jenis sampel yang dikoleksi dari lokasi Sawah IV memiliki panjang rantai karbon polyprenol terpanjang yaitu C50-C100., dan dolychol C85-C100. Panjang rantai

Universitas Sumatera Utara

(27)

16

karbon terpendek merupakan jenis sampel yang dikoleksi dari lokasi Mangrove Salinitas 0,5% dengan panjang rantai karbon polyprenol C45-C55, sedangkan untuk panjang rantai karbon dolychol C75-C90.

Tabel 4. Panjang Rantai Karbon (C) polyprenol dan dolichol pada Daun Kelapa Sawit (E. guineensis) di Universitas Sumatera Utara

Jenis Sampel Polyprenol Dolychol

Pintu 1 50 55 60 85 90 95 100 85 90 95 100 Pintu 3 (Pertpustakaan) 50 55 60 80 85 90 95 80 85 90 95 Pintu 3 (Ekonomi) 50 55 60 85 90 95 100 85 90 95 100 Pintu 4 50 55 60 65 80 85 90 95 80 85 90 95 100 FKG 55 60 65 85 90 95 100 85 90 95 100

Fakkultas Pertanian 50 55 60 80 85 90 95 100

Fakultas Kedokteran 55 60 65 85 90 95 100 85 90 95 100 Teknik 50 55 60 85 90 95 100 85 90 95 100 Teknik Sipil 50 55 60 85 90 95 100 85 90 95 100 Teknik Kimia 50 55 60 85 90 95 100 80 85 90 95 100

* Setiap Jenis Sampel Menunjukkan Lokasi Pengambilan Sampel.

Tabel 4 menunjukkan bahwa dolichol dan polyprenol juga sama-sama mendominasi di daun Kelapa Sawit (E. guineensis) Universitas Sumatera Utara.

Jenis sampel daun kelapa sawit yang dikoleksi dari Pintu 1, Pintu 3 (Perpustakaan), Teknik, Teknik Sipil, dan Teknik Kimia memiliki panjang rantai karbon terpanjang yang sama yaitu C50-C100 dan panjang rantai karbon polyprenol terpendek terdapat pada jenis sampel yang dikoleksi dari Fakultas Pertanian (FP) yaitu C50-C60. Panjang rantai karbon terpanjang untuk dolycol yaitu C80-C100 yang di temukan pada jenis sampel Pintu 4, Fakultas Pertanian dan Teknik Kimia.

Untuk rantai karbon dolycol terpendek terdapat pada jenis sampel yang dikoleksi dari Pintu 3 (Ekonomi) yaitu C80-C95.

Tabel 3 dan tabel 4 menggambarkan panjang rantai polyisoprenoid. Panjang rantai karbon polyisoprenoid yang terdapat pada daun Kelapa Sawit (E. guineensis) diakibatkan oleh beberapa faktor antara

(28)

17

dan cahaya (Basyuni et al., 2014). Dalam penelitian Arifiyanto (2017) Panjang rantai karbon polyisoprenoid dalam sawit bervariasi sesuai dengan masing-masing jaringan meskipun dalam spesies yang sama dan membentuk sebuah keluarga tertentu yang dominan. Spesies molekul Dolichol bertindak sebagai lipid pembawa gula dalam biosintesis N-glikoprotein. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tateyama et al. (1999) yang menyatakan distribusi rantai panjang polyprenol belum tentu sama dengan rantai panjang dolichol di jaringan yang sama.

Kuantifikasi Senyawa Polyisoprenoid

A B

C

D E F

G

Universitas Sumatera Utara

(29)

18

Gambar 1. Kromatografi lapis tipis dua dimensi (2D-TLC) polyisoprenoid alkohol jenis sampel Sawah I (A), Sawah II (B), Sawah III (C), 3.0% (D), Sawah IV (E), Mangrove Salinitas 0,5% (F), Mangrove Salinitas 1% dan Mangrove Salinitas 2% (G). Angka karbon mengacu pada panjang rantai karbon polyisoprenoid alkohol.

A B C

D E F

G H H I

J

(30)

19

Gambar 2. Kromatografi lapis tipis dua dimensi (2D-TLC) polyisoprenoid alkohol jenis sampel Pintu 1 (A), Pintu 3 Perpus (B), Pintu 3 Ekonomi (C), Pintu 4 (D), FKG (E), FP (F), FK (G), Teknik (H), Teknik Sipil (I) dan Teknik Kimia (J). Angka karbon mengacu pada panjang rantai karbon polyisoprenoid alkohol.

Gambar 1 dan gambar 2 merupakan gambar hasil kuantifikasi senyawa polyisoprenoid dari metode kromatografi lapis tipis (KLT). Posisi polyisoprenoid dipisahkan dan dikembangkan menjadi bentuk spot-spot kecil maupun besar dengan pelarut aseton diatas silika gel dan di visualisasikan dengan warna menggunakan uap iodin. Gambar tersebut lalu di scan dan diukur jumlah poliprenol dan dolicholnya menggunakan aplikasi ImageJ dengan standar dolichol dan poliprenol sebagai acuan.

Polyisoprenoid dapat berguna untuk pengkarakterstikan taksonomi dalam mengklasifikasikan tanaman, rantai karbonnya bermagam-macam tergantng spesiesnya, seringkali hanya dijumpai pada satu atau sekelompok spesies berbeda.

Hasil kuantifikasi kromatografi lapis tipis dua dimensi di dapatkan bahwa untuk jenis sampel daun Kelapa Sawit (E. guineensis) yang dikoleksi dari Desa Lubuk Kertang di duga merupakan jenis Dura dilihat berdasarkan panjang rantai karbonnya yaitu C50-C60 dan C50-C100 untuk senyawa polyprenol dan untuk senyawa dolychol memiliki rantai karbon C75-C100. Sedangkan daun Kelapa Sawit (E. guineensis) yang yang dikoleksi dari Universitas Sumatera Utara di duga merupakan jenis Pisifera. Berdasarkan hasil kuantifikasi panjang rantai karbon, senyawa polyprenol memiliki panjang rantai karbon C50-C60 dan senyawa dolychol memiliki panjang rantai karbon C80-C100. Hasil penelitian Arifiyanto (2017) menyatakan bahwa kelapa sawit jenis Dura memiliki panjang rantai karbon C50-C60 untuk senyawa polyprenol dan C85-C100 senyawa dolychol.

Jenis Pisifera mimiliki panjang rantai karbon C50-C100 untuk senyawa polyprenol

Universitas Sumatera Utara

(31)

20

dan C85-C100 senyawa dolychol. Untuk jenis Tenera memiliki panjang rantai karbon C45-C105 untuk senyawa polyprenol dan C85-C105 senyawa dolycol.

Sedangkan persilangan antara Dura dengan Pisifera yaitu Tenera memiliki panjang rantai karbon C50-C105 untuk senyawa polyprenol dan C85-C105 senyawa dolychol.

Kelapa Sawit (E. guineensis) jenis Dura memiliki kandungan minyak yang rendah dan biasanya digunakan sebagai induk betina. Sedangkan jenis Pisifera tidak dapat digunakan sebagai bahan baku untuk tanaman komersial, tetapi digunakan sebagai induk jantan untuk menyerbuki bunga betina. Untuk jenis Tenera (persilangan Dura dengan Pisifera) merupakan jenis yang ideal sebagai penghasil minyak karena memiliki banyak tandan buah (Basyuni et al. 2017)

Hubungan antara polyisoprenoid dengan tutupan lahan adalah antara lahan mangrove (terkena salinitas) yang berada di Desa Lubuk Kertang, dengan Universitas Sumatera Utara (tidak ada salinitas) memiliki perbedaan jumlah polyisoprenoid karena polyisoprenoid merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang fungsinya sebagai pertahan diri tanaman seperti adanya salitinas.

Semakin tinggi cekaman salinitas maka semakin tinggi pula jumlah senyawa polyisoprenoid yang di hasilakan tanaman (Basyuni et al. 2018).

Urgensi Kelapa Sawit Bagi Kehutanan

Urgensi penelitian ini dalam bidang kehutanan adalah sebagai salah satu pertimbangan dalam penanaman kelapa sawit yang sesuai dengan tempat hidupnya. Lahan mangrove tidak sesuai di tanami dengan kelapa sawit karena bentuk perakarannya yang tidak kokoh untuk menahan terjangan ombak maupun pasang surut air laut. Penanaman kelapa sawit ini hanya akan mengurangi tempat

(32)

21

tumbuh dari spesies-spesies mangrove yang ada di sekitarnya. Sedangkan urgensi kelapa sawit dalam bidang kehutanan belum di rasakan hal positifnya. Konversi hutan untuk perkebunan kelapa sawit adalah ancaman yang paling jelas dan langsung bagi hutan Indonesia yang masih tersisa. Konversi hutan juga menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang signifikan. Menanggapi keprihatinan global tersebut pemerintah melakukan moratorium perkebunan kelapa sawit skala besar dan penundaan bagi perizinan baru untuk perkebunan kelapa sawit. Kebijakan moratorium kelapa sawit yang diharapkan tersebut akan menjadi tindak lanjut dari kebijakankebijakan sebelumnya yang terkait dengan perbaikan tata kelola hutan dan lahan.

Kelapa sawit masih menjadi masalah dalam banyak faktor seperti kerusakan lingkungan akibat pembukaan hutan hingga pengeruhnya terhadapa pemanasan global. Pahan (2006) menyatakan dalam mengubah suatu sistem alam yang heterogen (misalnya hutan) dengan menjadi sistem pertanian yang relatif homogen (monokultur kelapa sawit) merupakan suatu transformasi yang memerlukan input energi (tindakan intensifikasi) untuk mendukung keberadaan sistem monokultur kelapa sawit tersebut. Kurniawan (2007) juga menyatakan bahwa kelapa sawit dapat berdampingan dengan kehutanan jika memenuhi tiga prinsip utama yaitu:

1. Melindungi dan memperbaiki lingkungan alam 2. Layak secara ekonomi

3. Diterima secara sosial

Universitas Sumatera Utara

(33)

22

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Senyawa polyisoprenoid yang terdapat pada daun Kelapa Sawit (E. guineensis) Desa Lubuk Kertang dan Universitas Sumatera Utara merupakan

senyawa polyisoprenoid tipe II, dimana polyprenol dan dolychol sama-sama ditemukan, panjang rantai karbon C55-C65 dan C75-C100 untuk sampel daun kelapa sawit yang di ambil pada areal mangrove, sedangkan untuk sampel daun kelapa sawit yang di ambil di sekitar Universitas Sumatera Utara memiliki panjang rantai karbon C50-C100 dan C80-C100. Kelapa Sawit (E. guineensis) di Desa Lubuk

Kertang merupakan Kelapa Sawit jenis Dura sedangkan Kelapa Sawit (E. guineensis) Universitas Sumatera Utara di duga Kelapa Sawit jenis Pisifera.

SARAN

Perlu dilakukan studi lanjut mengenai jenis Kelapa Sawit (E. guineensis) yang berada di Desa Lubuk Kertang dan Universitas Sumatera Utara.

(34)

23

DAFTAR PUSTAKA

Arifiyanto, D., Basyuni, M., Sumardi,. Putri, L.A.P., Siregar, E.S., Risnasari, I and Syahputra, I. 2017. Occurrence and cluster analysis of palm oil (Elaeis guineensis) fruit type using two-dimensional thin layer chromatography. Biodiversitas 18 (4) : 1487-1492.

Basyuni, M.,. Putri, L.A.P, Nainggolan, B., Sihaloho, P.E. 2014. Growth And Biomass In Response To Salinity And Subsequent Fresh Water In Mangrove Seedlings Avicennia marina And Rhizophora stylosa. Jurnal Managemen Hutan Tropika 20 (1): 17-25.

Basyuni, M. 2016. Keanekaragaman Senyawa Isoprenoid di Hutan Mangrove.

USU Press. Medan.

Basyuni, M., Amri, N., Putri, L.A.P., Syahputra, I., Arifiyanto, D. 2017.

Characterization of fresh bunch yield and the physicochemical qualities of palm oil during storage in North Sumatra, Indonesia. Indon J Chem 18:

182-190.

Basyuni, M., Wati, R., Deni, I., Tia, R.A., Slamet, B., Siregar, E.S., Syahputra, I.

2018. Cluster analysis of polyisoprenoid in oil palm (Elaeis guineensis) leaves in different land-uses to find the possible cause of yield gap from planting materials.Biodiversitas 19 (4):1492-1501.

Bintang, M. 2010. Biokimia: Teknik Penelitian. Erlangga. Jakarta.

Darmayasa. I. B. G., 2008. Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Pendegradasi Lipid (Lemak) Pada Beberapa Tempat Pembuangan Limbah Dan Estuari Dam Denpasar. Jurnal Bumi Lestari, Vol. 8 No. 2. Hal. 122-127.

Departemen Kehutanan. 2009. Statistik Kehutanan Indonesia 2008. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Folch, J., M. Lees, dan G.H.S. Stanley. 1957. A simple method for the isolation and purification of total lipids from animal tissues. Journal of Biological Chemistry 226: 497 - 506.

Giri, C., E. Ochieng, L.L. Tieszen, Z. Zhu, A. Singh, T. Loveland, J. Masek, dan N. Duke. 2011. Status and distribution of mangrove forests of the world using earth observation satellite data. Global Ecology Biogeography 20: 154–159.

Hadi, M.M., 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Adicita Press. Yogyakarta.

Kurisaki, A., H. Sagami, dan K. Ogura. 1997. Distribution of polyprenols and dolichols in soybean plant. Phytochemistry 44 (1): 45-50.

Universitas Sumatera Utara

(35)

24

Kurniawan, W. 2007. Urgensi Pembangunan Agroindustri Kelapa Sawit Berkelanjutan Untuk Mengurangi Pemanasan Global. Jurnal Teknik Industri. ISSN:1411-6340.

Lakitan. B., 2011. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Pers. Jakarta.

Mangoensoekarjo. S dan Semangun. H., 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Mastuti, R. 2016. Modul 3 Fisiologi Tumbuhan: Metabolit Sekunder Dan Pertahanan Tumbuhan. Jurusan Biologi FMIPA. Universitas Brawijaya.

Nurlalita. 2015. Keragaan Biofisik Ekosistem Mangrove Di Kecamatan Blrem Bayeun Dan Kecamatan Rantau Selamat, Aceh Timur. Jurnal Silvikultur Tropika, vol. 06 (2) : 71-77.

Pahan, Iyung. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta

Parida, A.K dan A.B. Das. 2005. Salt tolerance and salinity effects on plants:

a review. Ecotoxicology and Environmental Safety 60: 324 – 349.

Sagami, H., A. Kurisaki, K. Ogura, dan T. Chojnacki. 1992. Separation of dolichol from dehydrodolichol by a simple two-plate thin layer chromatography. Journal of Lipid Research 33: 1857-1861.

Satyawibawa, I dan Widyastuti, Y.E., 1997. Kelapa Swit. Penerbar Swadaya.

Jakarta.

Schneider, C. A., W. S. Rasband, dan K. W. Eliceiri. 2012. NIH Image to ImageJ:

25 years of image analysis. Nature Methods 9 (7): 671-675.

Sibuea, P. 2014. Minyak Kelapa Sawit Teknologi dan Manfaatnya Untuk Pangan Nutrasetikal. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Swiezewska, E., Sasak, W., Mankowski, T., Jankowski, W., Vogtman, T., Krajewska, I., Hertel, J., Skoczylas, E., dan Chojnacki, T. 1994. The search for plant polyprenols. Acta Biochemica Polonica 41: 221.

Tateyama, S., R. Wititsuwannakul, D. Wititsuwannakul, H. Sagami, dan K.

Ogura. 1999. Dolichols of rubber plant, ginkgo, and pine. Phytochemistry 51: 11-15.

Utami, R., Kumala, E.I dan Ekayani, M., 2017. Dampak Ekonomi dan Lingkungan Ekspansi Perkebunan Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Penyabungan, Kecamatan Merlung, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Vol. 22 (2): 115-126 Yudawinata, R., 2017. Panduan Pembiayaan Kelapa Sawit Berkelanjutan. WWF

Indonesia. Vol.1.

Yunikartika, R., 2015. Ekspansi Kelapa Sawit di Pulau Kalimantan. Forest Watch

(36)

25

Zaki. M.W., 2013. Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak n-Heksana Lumut Hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees. SKRIPSI. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Zhong, J. J. 2011. Plant secondary metabolites. Plant Cell Culture 6: 3883-3819.

Zulkifli.M dan Estiasih. T., 2014.Sabun Dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit :Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.170-177.

Universitas Sumatera Utara

Referensi

Dokumen terkait

Menurut KemenPU (2011), atribut kota hijau terdiri dari 8 aspek, yaitu: (1) green planning and design, yaitu perencanaan dan perancangan yang sensitif terhadap

Membawa : Laptop, Kabel Roll, Modem dan Flasdisk Acara : Kualitas Data Sekolah. Demikian atas perhatian dan kehadirannya disampaikan

Demikianlah Surat Pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dengan mengingat sumpah jabatan dan apabila dikemudian hari ternyata isi Surat Pernyataan ini tidak benar yang

- Pengadaan Peralatan Kantor PBJ 1 Paket Bandar Lampung 200.000.000 APBD-P Oktober 2012 Oktober - Desember 2012 Pengadaan Langsung - Pengadaan Perlengkapan Kantor PBJ 1 Paket

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kepadatan kultur Daphnia carinata King dan fotoperiode yang berbeda terhadap produksi efipium.. Hasil

Walaupun penerapan sangsi pukulan yang memang harus dilakukan sudah tidak diperselisihkan lagi, ternyata aplikasinya tidak sepenuhnya seperti itu. Kenyataan

pada robot yang saya buat Pengikut Garis dengan menggunakan mikrokontroler Attiny2313 dan sensor photodiode yang cara kerjanya adalah dengan cara memantulkan cahaya dari led ke

Observasi merupakan proses pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis mengenai prilaku dan proses kerja. 21 Adapun data yang diperoleh dari metode