• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SPASIAL TUMBUHAN BERACUN DI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS RESORT 5 KABUPATEN MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS SPASIAL TUMBUHAN BERACUN DI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS RESORT 5 KABUPATEN MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS SPASIAL TUMBUHAN BERACUN DI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS RESORT 5

KABUPATEN MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OKTINA KHOIRUNNISA 151201015

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

2

ANALISIS SPASIAL TUMBUHAN BERACUN DI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS RESORT 5

KABUPATEN MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh:

OKTINA KHOIRUNNISA 151201015

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)

3

(4)
(5)

ii

ABSTRAK

OKTINA KHOIRUNNISA: Analisis Spasial Tumbuhan Beracun di Taman Nasional Batang Gadis Resort 5 Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara, dibimbing olehYUNUS AFIFUDDIN dan ANITA ZAITUNAH.

Tumbuhan beracun mengandung sejumlah besar zat kimia yang dapat membahayakan bagi manusia. Namun tumbuhan berpotensi positif bagi manusia seperti pemanfaatannya untuk biopestisida dan obat. Penelitian terkait sebaran tumbuhan beracun dapat memberi informasi keberadaan tumbuhan tersebut dan kemungkinan pengembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan tumbuhan beracun di Taman Nasional Batang Gadis Resort 5, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara, dan untuk mendapatkan analisis spasial tumbuhan beracun di Taman Nasional Batang Gadis Resort 5, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian meliputi aspek pengetahuan lokal, aspek potensi dengan pengumpulan data analisis vegetasi, dan aspek spasial. Analisis tumbuhan beracun yang dilakukan di kawasan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) menemukan 24 jenis tumbuhan beracun dengan keanekaragaman tergolong sedang. Analisis menunjukkan 81,54% wilayah memiliki nilai NDVI > 0,4 dan ditemukannya tumbuhan beracun terbanyak. Tumbuhan beracun paling banyak ditemukan di ketinggian 1400-1600 m.

Kata Kunci : Tumbuhan Beracun, Analisis Spasial, Normalized Difference Vegetation Index.

(6)

iii ABSTRACT

OKTINA KHOIRUNNISA: Spatial Analysis of Toxic Plants in Batang Gadis Resort 5 National Park, Mandailing Natal Regency, North Sumatra. supervised by YUNUS AFIFUDDIN end ANITA ZAITUNAH.

Toxic plant contains of chemical subtances which are harmful to human.

But the plant has a positive potential for biopesticide and medicines. The research on its distribution can be useful for knowing the existence and potency. This study aims to identify and describe poisonous plants of Resort 5 of Batang Gadis National Park, Mandailing Natal District, North Sumatra Province, to obtain spatial analysis of regrowth in of Resort 5 of Batang Gadis National Park, Mandailing Natal District, North Sumatra Province. Research methods were including local knowledge, potency, vegetation analysis and spatial aspects. The research shows that there are 24 species of toxic plant found with moderate diversity. The analysis found that 81.54% of the area has NDVI > 0.4 with most of the plant found. Most of the plant were also found in the area within 1400- 1600 m.

Keywords:Toxic plants, Spatial analysis, Normalized Difference Vegetation Index.

(7)

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal 23 Oktober 1997.

Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara oleh pasangan Pamusuk dan Qanitah Nasution.

Penulis memulai pendidikan di SDN 200120 Padangsidimpuan tahun 2003–2009, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 4 Padangsidimpuan pada tahun 2009-2012, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 4 Padangsidimpuan pada tahun 2012-2015. Pada tahun 2015, penulis diterima di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur SNMPTN. Penulis memilih minat Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan.

Semasa kuliah penulis merupakan anggota organisasi BKM Baytul Asyjaar, UKMI (Unit Kegiatan Mahasiswa Islam) Ad-Dakwah, Rain Forest dan IMAKOPASID USU (Ikatan Mahasiswa Kota Padangsidimpuan USU). Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Pondok Buluh pada tahun 2017. Pada tahun 2018 penulis juga telah menyelesaikan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Pada pertengahan tahun 2019 penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Analisis spasial Tumbuhan Beracun di Taman Nasional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Sumatera

Utara” di bawah bimbingan Yunus Afifuddin, S.Hut., M.Si dan Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc

(8)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang Berjudul “Analisis Spasial Tumbuhan Beracun di Taman Nasional Batang Gadis Resort 5 Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara” ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat kelulusan untuk mendapatkan gelar sarjana Kehutanan.

Penulisan skripsi ini memiliki proses panjang dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis sadar tulisan ini dapat selesai hanya dengan kehendak-Nya dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moral maupun materi. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu merampungkan tulisan ini terutama kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Pamusuk dan Ibunda Qanitah Nasution yang telah memberikan doa dan kasih sayang serta dorongan materi kepada penulis. Serta terimakasih kepada saudara saya Hamdan Al-Mujahid, Rizky Amnah, dan Rezha Ahmadi Yahya yang banyak memberi dorongan dan semangat yang besar buat penulis.

2. Bapak Dr. Yunus Afifuddin, S.Hut., M.Si. Sebagai Ketua Pembimbing dan Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc Sebagai Anggota Pembimbing yang telah

bersedia membimbing penulis dan menuangkan ilmunya dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si, Bapak Arif Nuryawan, S.Hut., M.Si., Ph.D, dan Bapak Afifuddin Dalimunthe, S.P., M.P selaku dosen penguji saya yang telah bersedia memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.

4. Ibu Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D. Selaku Dekan Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Achmad Siddik Thoha S.Hut., M.Si, selaku Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Bapak Dr.

Nurdin Sulistiyono, S.Hut., M.Si, selaku Sekretaris Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, beserta semua staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kehutanan.

5. Teman-teman seperjuangan saya Dhea Inayah, Diah Puspita Sari Lintang, Lumongga Masniari Lubis, Bianti Dwi Lestari dan teman-teman di Kontrakan Shalihah Juhriana Siregar, Nurhaida, dan Nurmaiyah yang banyak membantu, memberi semangat dan doa sehingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak dalam upaya untuk membangun akan sangat penulis hargai. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Oktober 2019

Oktina Khoirunnisa

(9)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ORISINALITAS ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Beracun ... 3

Potensi Tumbuhan Beracun ... 3

Analisis Spasial ... 5

Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) ... 6

Kondisi Taman Nasional Batang Gadis ... 8

METODE PENELITIAN Tempat danWaktu ... 9

Bahan danAlat ... 9

Prosedur Penelitian... 10

Analisis Data ... 11

Analisis NDVI ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Pengetahuan Lokal ... 14

Deskripsi Tumbuhan Beracun di TNBG ... 16

Peta Sebaran Tumbuhan Beracun ... 32

Nilai NDVI di TNBG Resort 5 Tahun 2019 ... 33

Nilai Ketinggian di TNBG Resort 5... 35

Analisis Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45

Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

LAMPIRAN ... 52

(10)

vii

DAFTAR TABEL

No. Judul

Halaman

1. Jenis Data Primer dan Sekunder yang diperlukan dalam Penelitian ... ... 10

2. Hasil Wawancara Jenis-jenis Tumbuhan Beracun di TNBG Resort 5... ... 15

3. Nilai NDVI di TNBG Resort 5Tahun 2019 ... 33

4. Persentasi Titik Lapang Setiap Kelas Nilai NDVI di TNBG Resort 5 Tahun 2019 ... 33 5. Nilai Ketinggian di TNBG Resort 5 ... 35

6. Persentasi Titik Lapang Setiap Kelas Ketinggian di TNBG Resort 5... 35

7. Hasil Analisis Vegetasi Tumbuhan Beracun di TNBG Resort 5 ... 38

8. Sebaran Strata Tumbuhan Beracun di TNBG Resort 5... 41

(11)

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Judul

Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... ... 9

2. Petak Contoh Transek ... ... 10

3. Skema Peta Sebaran Tumbuhan Beracun di TNBG Resort 5 ... 13

4. (a) Daun Ambacang Hutan, (b) Batang Ambacang Hutan ... 16

5. (a) Batang Andulpak, (b) Daun Andulpak ... 1 17 6. Antoladan ... 18

7. Anturbung... 18

8. Ayu Ara ... 19

9. (a) Batang Capot, (b) Daun Capot ... 19

10. (a) Batang Garunggang, (b) Daun Garunggang ... ... 20

11. (a) Batang Goti, (b) Daun Goti... ... 21

12. (a) Batang Gumbot Laut, (b) Daun Gumbot Laut ... 22

13. (a) Batang Lagan, (b) Daun Lagan ... 22

14. (a) Daun Lancat Bodi, (b) Batang Lancat Bodi ... 1 23 15. (a) Daun Langge, (b) Batang Langge ... 23

16. (a) Batang Latong, (b) Daun Latong ... 24

17. Latong manuk ... 25

18. (a) Batang Modang Gondang, (b) Daun Modang Gondang ... ... 25

19. (a) Batang Modang Kunyit, (b) Daun Modang Kunyit ... ... 26

20. (a) Daun Modang Londir, (b) Batang Mondang Londir ... 27

21. (a) Batang Modang Padang, (b) Daun Modang Padang ... ... 27

22. (a) Daun Modang Pangir, (b) Batang Modang Pangir ... ... 28

23. (a) Batang Modang Tano, (b) Daun Modang Tano ... 29

24. (a) Daun Pisang Hutan, (b) Batang Pisang Hutan ... ... 29

25. (a) Batang Rambutan Hutan , (b) Buah Rambutan Hutan ... ... 30

26. (a) Daun Ronge, (b) BatangRonge ... 31

27. Talas Hutan ... ... 31

28. Peta NDVI di TNBG Resort 5 Tahun 2019 ... ... 43

29. Peta Ketinggian di TNBG Resort 5 ... 44

(12)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

Halaman

1. Titik Ground Check pada (NDVI) dan Nilai Ketinggian di Taman

Nasional Batang Gadis Resort 5 Tahun 2019 ... ...

52 2. Dokumentasi Kegiatan Penelitian di Taman Nasional Batang Gadis

Resort 5 Kabupaten Mandailing Natal ... ...

62

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jenis tumbuhan yang ada di alam dimanfaatkan oleh manusia dimana sebagian diantaranya ada yang dikonsumsi secara langsung. Namun ada beberapa yang tidak dimanfaatkan oleh manusia karena berbahaya terutama bagi kesehatan manusia. Tumbuhan tersebut berbahaya karena mengandung zat-zat tertentu yang bersifat toksik atau racun. Oleh sebab itu, tumbuhan beracun dari hutan kurang dapat perhatian khusus padahal memiliki potensi yang cukup besar. Pemanfaatan tumbuhan beracun yang masih sangat kurang menyebabkan tumbuhan beracun tertinggal dari pemanfaatan tanaman obat (Ompusunggu, 2017).

Racun adalah zat atau senyawa yang dapat masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Umumnya berbagai bahan kimia yang mempunyai sifat berbahaya atau bersifat racun telah diketahui. Namun, tidak demikian halnya dengan beberapa jenis tanaman pangan yang ternyata dapat mengandung racun alami, walaupun dengan kadar yang sangat rendah. Racun alami adalah zat yang secara alami terdapat pada tumbuhan dan sebenarnya merupakan salah satu mekanisme dari tumbuhan tersebut untuk melawan serangan jamur, serangga serta predator (BPOM, 2012).

Belakangan ini disadari bahwa pemakaian pestisida sintetis ibarat pisau bermata dua. Di balik manfaatnya yang besar bagi peningkatan produksi pertanian, tersembunyi bahaya yang mengerikan. Para ilmuan telah menyadari bahwa dibalik kemudahan pestisida sintetis, tersembunyi biaya yang cukup mahal yang harus ditanggung oleh pengguna, bahaya dimaksud adalah terjadinya pencemaran lingkungan dan keracunan. Maka untuk mengurangi penggunaan insektisida sintetik, diperlukan adanya era lain atau bahan lain yang tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Salah satunya adalah penggunaan insektisida dari bahan nabati atau disebut insektisida nabati. Insektisida nabati adalah berasal dari bahan tumbuhan yang diekstraksi kemudian diproses menjadi konsentrat dengan tidak mengubah struktur kimianya. Insektisida ini mudah

(14)

terurai atau terdegradari sehingga tidak persisten di alam ataupun pada bahan makanan (Ardiwinata dan Asikin, 2007).

Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) memiliki 3 seksi yaitu seksi Siabu, Kotanopan, dan Batang Natal. Taman Nasional Batang Gadis memiliki 6 resort, yaitu resort 1 (Huta Godang Muda), 2 (Lumban Dolok), 3 (Pagar Gunung), 4 (Huta Godang), 5 (Sibanggor Julu), 6 (Muarasoma). Penelitian ini dilakukan di resort 5 dengan luas sebesar 14.864 ha dan terletak di Kabupaten Mandailing Natal dikarenakan pada resort 5 Taman Nasional Batang Gadis ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai sebaran spasial tumbuhan beracun, sehingga diperlukan identifikasi tumbuhan beracun dan pemetaan jenis tumbuhan tersebut dengan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). Dengan dilakukannya identifikasi, maka masyarakat dapat mengetahui jenis-jenis tumbuhan beracun sehingga masyarakat dapat memanfaatkannya secara optimal. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tumbuhan beracun yang berpotensi untuk dikembangkan secara komersial, misalnya sebagai pestisida alami.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan tumbuhan beracun di Taman Nasional Batang Gadis Resort 5, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara.

2. Menganalisa kerapatan vegetasi pada habitat tumbuhan beracun di Taman Nasional Batang Gadis Resort 5, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian

Memberikan informasi dan data tentang distribusi tumbuhan beracun yang terdapat di TNBG Resort 5, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Dijadikan sebagai petunjuk praktis agar lebih berhati-hati dalam pemanfaatan tumbuhan beracun dan diharapkan masyarakat tertarik untuk memanfaatkan dan mengembangkan pengolahan tumbuhan beracun.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Tumbuhan Beracun

Berdasarkan hasil penelitian Pulungan (2017) menyatakan bahwa terdapat 5 jenis tumbuhan beracun yang ada di kawasan TNBG. Tumbuhan beracun tersebut memiliki efek samping secara langsung dengan tubuh yaitu Langge (Homalonemapropinqua Ridl), Latong ( L. leefeana ), Modang (L. firma), Sitarak (Macaranga gigantea), dan Tuba Pangkal (Pangium edule reinw). Bagian beracun dari tumbuhan tersebut yang paling banyak terdapat di daun. Dari hasil informasi ini, maka tumbuhan tersebut dijadikan sampel pada saat pengeksplorasian. Bagian tumbuhan yang dominan beracun adalah daun. Dilihat dari segi keutuhan dan eksistensi tumbuhan, jumlah daun lebih banyak dari jumlah yang lainnya. Dari segi praktis dan efisiennya, daun lebih mudah di racik dalam pengujian di laboratorium.

Potensi Tumbuhan Beracun

Tumbuhan beracun didefinisikan sebagai tumbuhan yang mengandung sejumlah besar zat kimia yang dapat menyebabkan rasa sakit dan kematian apabila termakan melebihi kadar yang ditentukan. Masyarakat Dayak Bakumpai masih menggunakan tumbuhan beracun untuk berburu. Spesies-spesies tumbuhan beracun memiliki manfaat sebagai insektisida nabati, fungisida nabati, moluskasida nabati, nematisida nabati, bakterisida nabati, dan rodentisida nabati (Ilmi et al, 2015).

Ciri-ciri tanaman beracun yang dimaksudkan oleh informan kunci misalnya memiliki duri tajam pada hampir semua bagian, memiliki bulu di bagian daun atau batang, berwarna mencolok, memiliki bau yang menyengat, memliki getah yang pahit, tumbuhan beracun hidup terpisah dari tumbuhan lainnya, dan berwarna mengkilat dijelaskan kepada pemandu Ressort Cagar Alam Martelu Purba. Interaksi antara tumbuhan dan serangga yang terjadi telah menyebabakan sejumlah senyawa kimia metabolit sekunder tumbuhan mempengaruhi perilaku, perkembangan dan fisiologis serangga. Dengan strategi penggunaan yang tepat, metabolit sekunder ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengendali hama tertentu (Simanullang et al., 2014)

(16)

Pengendalian dengan menggunaan bahan-bahan nabati sebagai sumber senyawa bioaktif seperti ini tidak akan menimbulkan dampak yang merugikan seperti terjadinya pencemaran lingkungan dan sebagainya, karena pada umumnya bahan nabati tersebut bersifat mudah terurai atau terdegradasi di alam sehingga diharapkan tidak persisten di alam ataupun pada bahan makanan, serta tidak mencemari lingkungan. Banyak insektisida nabatil botani baru yang lebih bersifat sebagai raeun peraut sehingga peluang bahan tersebut membunuh musuh alami atau serangga berguna lain seeara kontak cukup kecil. Bila suatu insektisida botani tidak dapat rnenekan populasi hama sasaran sampai yang tidak merugikan, dengan eukup amannya bahan insektisida tersebut terhadap musuh alami, populasi hama, residu diharapkan dapat ditekan lebih lanjut oleh musuh alami tadi (Ardiwinata dan Asikin, 2007).

Uji fitokimia merupakan salah satu langkah penting dalam upaya mengungkap potensi atau kandungan yang ada pada tumbuhan beracun. Hasil analisis dapat memberikan petunjuk jenis golongan metabolit sekunder, seperti alkaloid, flavonoid, fenolik, steroid dan triterpenoid. Untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan beracun, dilakukan proses maserasi dengan pelarut metanol. Ekstrak tersebut selanjutnya dipartisi berturut-turut dengan n- heksana dan kloroforom (Astuti et al., 2013).

Alkoloid adalah senyawa kimia yang secara khas diperoleh dari beberapa tumbuhan, bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom Nitrogen, banyak diantaranya memiliki aktivitas biologis pada manusia dan hewan. Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, lazim mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklis, diturunkan dari racun amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik (Putranti, 2013).

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar.

Flavonoid memiliki banyak mekanisme tindakan seperti antioksidan inaktivasi karsinogen, antiproliferasi, siklus sel, induksi apoptosis dan diferensiasi, penghambat angiogenesis, atau kombinasi dari mekanisme-mekanisme ini (Rahman et al.,2019).

(17)

Analisis Spasial

Analisis spasial merupakan metode untuk menampilkan gambaran kondisi suatu tempat dalam suatu layer. Oleh karena itu, analisis spasial digunakan untuk

mendapatkan informasi mengenai persebaran tanaman beracun (Prima et al., 2016).

Pola penyebaran merupakan salah salah satu ciri khas dari setiap organisme di suatu habitat. Pola penyebaran tergantung pada faktor lingkungan maupun keistimewaan biologis organisme itu sendiri. Organisme dalam populasi dapat tersebar dalam bentuk bentuk umum yang terdiri dari tiga macam yaitu penyebaran secara acak, merata dan berkelompok (Indriyanto, 2008). Informasi mengenai penyebaran sangat penting karena hal tersebut beerperan dalam pengelompokkan individu yang dapat dalam populasi.

Pengelolaan data spasial merupakan hal yang penting dalam pengelolaan data Sistem Informasi Geografi. Proses pengolahan dilakukan dengan menerapkan kaidah-kaidah relasional terkait secara simultan. Sistem Informasi Geografis (SIG) tidak hanya berfungsi untuk memindahkan / mentransformasi peta konvensional (analog) ke bentuk digital (digital map). SIG mempunyai keistimewaan analisa yaitu analisa overlay dan analisa proximity dimana analisa overlay merupakan proses integrasi data dari lapisan lapisan yang berbeda sedangkan analisa proximity merupakan analisa geografis yang berbasis pada jarak antar layer (Handayani et al., 2005).

Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)

Vegetasi merupakan sumberdaya alam utama dalam kehidupan makhluk hidup, yaitu sebagai penyedia makanan dan tempat bernaung bagi hewan dan manusia. Dalam suatu ekosistem hanya vegetasi yang mampu menyediakan energi bagi makhluk hidup melalui proses fotosintesa dengan bantuan sinar matahari, dalam bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh hewan maupun manusia berupa:

daun, buah, biji, maupun ubi. Gangguan/kerusakan yang terjadi pada sekelompok vegetasi menyebabkan perubahan keseimbangan ekosistem tempat vegetasi itu berada (Arnanto, 2013).

Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari pengolahan sinyal dijital data nilai kecerahan (brightness) beberapa kanal

(18)

data sensor satelit. Untuk pemantauan vegetasi, dilakukan proses pembandingan antara tingkat kecerahan kanal cahaya merah (red) dan kanal cahaya inframerah dekat (near infrared). Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil dan pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil yang terdapat pada daun akan membuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada kanal-kanal tersebut akan jauh berbeda. Pada daratan non-vegetasi, termasuk diantaranya wilayah perairan, pemukiman penduduk, tanah kosong terbuka, dan wilayah dengan kondisi vegetasi yang rusak, tidak menunjukkan nilai rasio yang tinggi (minimum). Sebaliknya pada wilayah bervegetasi sangat rapat, dengan kondisi sehat, perbandingan kedua kanal tersebut akan sangat tinggi (maksimum) (Sudiana dan Diasmara, 2008).

ansfo masi pada indeks vegetasi, terkhusus NDVI terbukti membantu mengekstraksi informasi kerapatan vegetasi pada lahan yang bervegetasi, contohnya pada klasifikasi kerapatan vegetasi kawasan hutan. Kerapatan vegetasi dan suhu permukaan mempunyai hubungan yang erat. Semakin tinggi kerapatan vegetasi pada suatu lahan, maka semakin rendah suhu permukaan di sekitar lahan tersebut. Citra satelit, khususnya citra Landsat mempunyai kemampuan dalam deteksi kerapatan vegetasi. Citra Landsat juga mampu memberikan informasi mengenai bentang dan penutup lahan secara spasial dengan daerah cakupan yang cukup luas uk isti anti dan a ganing um

Landsat 8 merupakan misi kelanjutan dari satelit Landsat yang telah menyediakan lebih dari 40 tahun citra untuk penelitian jangka panjang. Namun, sangat penting untuk diketahui bahwa fitur spektral dari Landsat 8 sendiri hampir sama dengan citra Landsat sebelumnya yaitu citra Landsat 7 karena citra Landsat 8 memiliki kanal-kanal yang sempit terutama kanal-kanal yang digunakan pada perhitungan NDVI (Normalized Difference Vegetation Index ). Citra Landsat bisa didapatkan dengan gratis melalui situs resmi USGS, sehingga banyak sekali

penelitian mengenai vegetasi ataupun tutupan lahan menggunakan citra Landsat (Amliana et al., 2016).

Normalized Difference Vegetation Index (NVDI) adalah perhitungan citra yang digunakan untuk mengetahui tingkat kehijauan. Nilai NDVI adalah suatu nilai untuk mengetahui tingkat kehijauan pada daun dengan panjang gelombang

(19)

inframerah yang sangat baik sebagai awal dari pembagian daerah vegetasi. Karena sifat optik klorofil sangat khas yaitu klorofil menyerap spektrum merah dan memantulkan dengan kuat spektrum infra merah. NDVI dapat menunjukkan parameter yang berhubungan dengan parameter vegetasi, antara lain, biomass dedaunan hijau, daerah dedaunan hijau yang merupakan nilai yang dapat diperkirakan untuk pembagian vegetasi (Wirandha et al., 2015)

Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) adalah Indeks yang menggambarkan tingkat kehijauan suatu tanaman, dan merupakan kombinasi matematis antara band merah dan band NIR (Near-Infrared) yang digunakan sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi. Vegetasi yang aktif melakukan fotosintesis akan menyerap sebagian besar gelombang merah sinar matahari dan mencerminkan gelombang inframerah dekat lebih tinggi. Vegetasi yang sudah mati atau kurang sehat lebih banyak mencerminkan gelombang merah dan lebih sedikit pada gelombang inframerahdekat (Humaedi, 2016).

NDVI merupakan kombinasi antara tehnik penisbahan dengan tehnik pengurangan citra. Transformasi NDVI ini merupakan salah satu produk standar NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), satelit cuaca yang berorbit polar namun memberi perhatian khusus pada fenomena global vegetasi (Arnanto, 2013).

Kondisi Taman Nasional Batang Gadis

Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) berada pada Pegunungan Bukit Barisan Sumatera bagian utara. Secara administratif berlokasi di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Propinsi Sumatera Utara yang meliputi 10 wilayah kecamatan dan bersinggungan dengan 32 desa. Dua (2) desa di antaranya berada di dalam kawasan, yaitu : Desa Aek Nabara dan Desa Hatupangan. Secara geog afis N Batang Gadis te letak dianta a ° 1 ’ 45” sampai dengan ° 47’

1 ” Buju imu dan ° 7’ 15” sampai dengan 1° 1’ 57” Lintang Uta a TN Batang Gadis memiliki luas ± 72.803,75 hektar dan terletak pada kisaran ketinggian 300 mdpl sampai 2.145 mdpl dengan titik tertingginya di puncak gunung berapi Sorik Merapi (KLHK, 2017).

Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan

(20)

No.126/Menhut-II/2004 tanggal 29 April 2004 tentang Perubahan fungsi dan penunjukan Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas, dan Hutan Produksi Tetap di Kab.Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara seluas ± 108.000 ha sebagai Kawasan Pelestarian Alam dengan fungsi Taman Nasional Batang Gadis.

Pengelolaan TN Batang Gadis dilaksanakan oleh Balai KSDA Sumatera Utara II sampai terbentuknya Unit PelaksanaTeknis (UPT) baru yaitu Balai TN Batang Gadis sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/MenhutII/2007 tanggal 1 Februari 2007 (KLHK, 2017).

Kawasan TNBG merupakan satu kesatuan ekosistem hutan hujan tropika yang terdiri dari : Sub ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah, Sub ekosistem hutan hujan tropika dataran tinggi dan Sub ekosistem dataran vulkanik.

Terdapat 240 jenis tumbuhan berpembuluh (vascular plant) yang terdiri dari 47 suku atau sekitar 0,9 % dari flora yang ada di TNBG. Jenis-jenis pohon dari pohon Dipterocarpaceae, Shorea sp. Dan terdapat jenis bunga langka dan dilindungi yaitu Bunga Padma (Rafflesia meijerii ; Rafflesia arnoldi ; dan

Rafflesia gadutensis), Nepenthes sp dan Amorphaphalus sp (TNBG, 2017).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

(21)

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2019, Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) Resort 5 Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Pengelolaan data dilakukan di Laboratorium Inventarisasi Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Data Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alat pengambilan data dan alat analisis data. Alat pengambilan data lapangan antara lain GPS (Global Position system), pita ukur, pisau, tali rafia, parang, sarung tangan, kamera foto, meteran, alat tulis. Alat analisis data yang digunakan adalah Komputer, Microsoft Excel, dan ArcGis 10.3.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder sebagaimana tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis Data Primer dan Sekunder yang diperlukan dalam Penelitian

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

No Nama Data Jenis Data Sumber Tahun

1 Data Lapangan (Groundcheck)

Primer Data Lapangan 2019

2 Citra Landsat 8 OLI path/row 129/58

Sekunder www.earthexplorer.usgs.g ov

2019 3 Peta Administrasi Kabupaten

Mandailing Natal

Sekunder SK Menteri Kehutanan 2014

4. Peta kontur Sekunder SK Menteri Kehutanan 2017

(22)

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengunduh citra Landsat 8 OLI path/row 129/58 tahun 2019 dari eartexplorer.usgs.gov yang diperlukan sesuai dengan tujuan analisis sebagai data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dengan pengamatan langsung ke lokasi penelitian (ground checking) dengan melakukan rekam koordinat titik pengamatan lapangan dari GPS serta kondisi sekitar titik lapangan yang dilengkapi gambar dan analisis vegetasi.

Pengumpulan data analisis vegetasi tumbuhan beracun di lapangan menggunakan metode sampling plot berbentuk petak persegi, dimana penetuan titik awal dilakukan secara purpossive sampling yaitu berdasarkan tempat yang dianggap banyak tumbuhan beracunnya (Soetarahardja, 1997).

Luasan total dari Taman Nasional Batang Gadis resort V mempunyai areal dengan luasan 14.864 Ha dengan intensitas sampling 0,1%. Sampling plot yang dibuat adalah berbentuk petak persegi berukuran 20m x 20m dengan luasan sebesar 400 m tiap plotnya. Sehingga jumlah seluruh petak contoh yang harus dibuat sebanyak 371 plot. Pengamatan tumbuhan beracun dilakukan secara eksploratif sepanjang jalur pengamatan (PerMenHut, 2006). Bentuk petak contoh pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan:

a. Petak A :petak ukur untuk semai dengan ukuran 2 × 2 m (anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi kurang 1,5 m).

Gambar 2. Petak Contoh Transek

(23)

b. Petak B :petak ukur untuk pancang dengan ukuran 5 × 5 m anakan pohon tinggin a ≥ 1 5 mete sampai diamete <1 cm

c. Petak C :petak ukur untuk tiang dengan ukuran 10 × 10 m (anakan pohon yang diameternya 10 cm sampai < 20 cm).

d. Petak D :petak ukur untuk pohon dengan ukuran 20 × 20 pohon be diamete ≥ cm )

(Kusmana, 1997).

Analisis Data

1. Inventarisasi Data

Data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis untuk menghitung kerapatan, kerapatan relatif, dominansi, dominansi relatif, frekuensi dan frekuensi relatif serta Indeks Nilai Penting (INP) dengan menggunakan rumus Kusmana (1997) sebagai berikut:

Kerapatan (K) =

Frekuensi (F) =

LBDS

= ¼ × π × d

2

Dominansi (D) =

2. Analisis NDVI

a. Penggabungan Band Citra

Citra Landsat yang diunduh dari situs earthexplorer.usgs.gov mempunyai beberapa band dan terpisah setiap bandnya. Oleh karena itu, harus dilakukan penggabungan band citra terlebih dahulu agar dapat melakukan koreksi radiometrik. Penggabungan band citra tersebut dilakukan dengan menggunakan ERDAS Imagine 9.2.

a. Koreksi Radiometrik

... (3)

... (4) 1 ... (1)

... (2) Σindividu suatu jenis

luas petak contoh

Σpetak ditemukan suatu jenis Σseluruh petak contoh

Σ Luas bidang dasar suatu jenis luas petak contoh

(24)

Koreksi radiometrik dilakukan guna untuk menghilangkan gangguan pada citra akibat pengaruh atmosfer. Koreksi radiometrik dilakukan dengan cara memberikan penajaman pada kontras. Proses penajaman tersebut menggunakan model linier yang terdapat pada ERDAS Imagine 9.2.

b. Pemotongan Citra (Cropping Citra)

Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan gambar pada lokasi penelitian yang akan dilakukan secara lebih spesifik. Pemotongan citra dilakukan dengan menggunakan software ArcGis 10.3 menggunakan peta administrasi Taman Nasional Batang Gadis dari SK Menteri Kehutanan 2014.

c. Transformasi NDVI

Transformasi NDVI dilakukan dengan menggunakan software ArcGis 10.3 terhadap band merah dan inframerah dekat adalah band 3 (Red/Merah) dan 4 (Near Infrared/Inframerah Dekat) untuk Landsat 5 dan band 4 (Red/Merah) dan 5 (Near Infrared/Inframerah Dekat) untuk Landsat 8.

Prinsip kerja NDVI yaitu dengan mengukur tingkat kehijauan. Intensitas kehijauan pada citra landsat berkorelasi dengan tingkat kerapatan tajuk vegetasi dan mendeteksi tingkat kehijauan dengan kandungan klorofil daun. Rentang nilai antara -1 hingga +1 hasil dari transformasi NDVI ini mempunyai presentasi yang berbeda pada penggunaan lahannya. Semakin besar nilai NDVI maka kerapatannya semakin tinggi, dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka diasumsikan bahwa areal tersebut merupakan tubuh air.

Formula NDVI adalah sebagai berikut menurut Lillesand (1997).

NDVI = kanal NIR(band 5) – kanal Red(4) kanal NIR(band 5) +kanal Red(4) Keterangan: NIR = Near infra red

R = Red

Untuk Landsat 5 digunakan band 3 dan 4.

Dalam pengklasifikasian nilai NDVI dibuat ke dalam 6 kelas. Hal ini dilakukan

dengan menggunakan equal interval dalam software Acrgis (Zaitunah, 2018). Pembagian klasifikasi ini untuk mengetahui kerapatan vegetasi

di Taman Nasional Batang Gadis.

... (5)

(25)

Analisis sebaran tumbuhan beracun dilakukan dengan menampalkan (overlay) peta sebaran tumbuhan beracun dengan peta kerapatan vegetasi 2019.

Proses penampalan dilakukan dengan menggunakan software Arcgis 10.3 selanjutnya data tabel diolah dengan menggunakan software excel. Alur tahapan dalam proses analisis kerapatan vegetasi sebagaimana tercantum pada Gambar 3.

Gambar 3. Skema Peta Sebaran Tumbuhan Beracun di Taman Nasional Batang Gadis

HASIL DAN PEMBAHASAN

Citra Landsat Tahun 2019

Peta Sebaran Tumbuhan Beracun di Taman Nasional

Batang Gadis Peta Kelas NDVI

Tahun 2019 Klasifikasi NDVI

Peta NDVI Analisis NDVI

Overlay

Data Sebaran Tumbuhan Beracun di

Taman Nasional Batang Gadis Peta Kontur

Pengkelasan Interpolasi

Peta Kelas di setiap Ketinggian

(26)

Aspek pengetahuan lokal

Aspek pengetahuan lokal dilakukan untuk mengevaluasi adanya jenis-jenis tumbuhan beracun di Kawasan Taman Nasional Batang Gadis Di Resort 5 Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Informasi Kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemandu lapangan lokal. Pada Tabel 2 disajikan jenis-jenis tumbuhan beracun yang ditemukan di Kawasan Taman Nasional Batang Gadis.

Hasil dari aspek pengetahuan lokal yang telah dilakukan informasi kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemandu lokal. Tabel 2 menunjukkan bahwa tumbuhan beracun yang ditemui di Resort 5 Taman Nasional Batang Gadis sebanyak 24 jenis. Berdasarkan pengetahuannya akan ciri- ciri tumbuhan tersebut dan efeknya. Beberapa ciri-ciri tumbuhan beracun seperti memiliki duri yang tajam hampir pada semua bagian, memliki bulu di bagian daun atau batang, berwarna mencolok, memiliki bau menyengat, memiliki getah yang dapat membuat kulit gatal, dijauhi hewan, daun bergerigi, berwarna mengkilat, permukaannya kasar (Simanullang et al., 2014). Informan juga mengetahui informasi tumbuhan beracun tersebut jika memiliki efek langsung dengan tubuh dan informasi turun temurun dari nenek moyang di daerah tersebut. Nama lokal tumbuhan beracun yang ada adalah nama lokal yang telah ada sejak dahulu sehingga masyarakat setempat tetap menggunakan nama lokal tersebut sampai sekarang.

Keanekaragaman vegetasi yang tinggi berhubungan langsung dengan keanekaragaman satwa di sekitarnya Handayani (2015), seperti halnya burung yang menggunakan pohon sebagai tempat tinggalnya yaitu membuat sarang diranting-ranting pohon. Tetapi pada pohon-pohon yang merupakan tumbuhan beracun tidak ada burung yang membuat sarangnya di pohon tersebut hal ini disebabkan oleh dedaunannya memiliki kandungan kimia yang dapat

mengakibatkan reaksi kimia apabila terkonsumsi atau terkena badan (Rio et al., 2015).

Tabel 2. Hasil Wawancara Jenis - Jenis Tumbuhan Beracun yang Ditemukan di Resort 5 Taman Nasional Batang Gadis

No. Nama Lokal Nama Ilmiah Kategori Ciri-ciri Akibat Utama Bagian yang Beracun

(27)

No. Nama Lokal Nama Ilmiah Kategori Ciri-ciri Akibat Utama Bagian yang Beracun 1 Ambasang

Hutan

Mangifera laurina

Pohon Bentuk daun elliptical, getah berwarna putih

Gatal-gatal Getah 2 Andulpak Phyllanthus

indicus

Pohon Batang agak lebar, Bentuk daun reniform

Gatal-gatal Getah 3 Antoladan Xanthosoma sp Tumbuhan

Bawah

Daun berwarna hijau berbentuk elliptical dan memiliki umbi

Gatal-gatal Getah

4 Anturbung Amorphphallus variabilis

Tumbuhan Bawah

Bentuk daun oval, hidup berumpun, getah berwarna bening

Gatal-gatal Getah

5 Ayu Ara Ficus gibbosa Pohon Daun lebar, batang keras Gatal-gatal Getah

6 Capot Macaranga

gigantea

Pohon Bentuk daun reniform Gatal-gatal Getah 7 Garunggang Cratoxylum

arborescens

Pohon Kulit batang

bersisik,memiliki miyang/rintop pada batang

Gatal-gatal Bulu pada Kulit Batang

8 Goti Alstonia

pneumatophora

Pohon Bentuk daun elliptical, getah putih susu

Gatal-gatal Getah

9 Gumbot

Laut

Ficus sp Pohon Bentuk daun reniform, getah berwarna merah

Gatal-gatal Getah 10 Lagan Dipterocarpus

palembanicus

Pohon Batang keras, bentuk daun oval, memiliki rintop

Gatal-gatal Bulu pada kulit bagian dalam 11 Lancat Bodi Shorea

hopeifolia

Pohon Seperti pohon lancat, bentuk daun oval

Gatal-gatal Getah

12 Langge Homalonema

javanica

Tumbuhan Bawah

Bentuk daun reniform getah berwarna bening

Gatal-gatal Getah 13 Latong Laportea

stimulans

Pohon Bentuk daun oval Gatal-gatal Daun 14 Latong

Manuk

Toxicodendion radicans

Tumbuhan Bawah

Bentuk daun oval Gatal-gatal Bulu pada Daun 15 Modang

Gondang

Litsea bindoniana

Pohon Bentuk daun Elliptical, batang mulus dan licin dan berwarna keputihan,

Gatal-gatal Bulu pada Kulit Batang 16 Modang

Kunyit

Sapium sp

Pohon Bentuk daun lanceolate, dalam kulit batang ada miyang/rintop, batang berwarna kekuningan

Gatal-gatal Bulu pada Kulit Batang 17 Modang

Londir

Litsea resinosa Pohon Bentuk daun elliptical, dalam kulit batang ada miyang/rintop, batang

berwarna agak

keputihan.

Gatal-gatal Bulu pada Kulit Batang

18 Modang Padang

Litsea firma Pohon Bentuk daun oval, dalam kulit batang ada miyang/rintop.

Gatal-gatal Bulu pada Kulit Batang 19 Modang

Pangir

Dehaasia caesia Pohon Bentuk daun oval, dalam kulit batang ada miyang/rintop, Batang berbau seperti sirih

Gatal-gatal Bulu pada Kulit Batang 20 Modang

Tano

Litsea cubeba Pohon Bentuk daun oval , dalam kulit batang ada miyang/rintop

Gatal-gatal Bulu pada Kulit Batang 21 Pisang

Hutan

Musa spp Tumbuhan Musiman

Bentuk daun oblong, memiliki getah berwarna bening

Gatal-gatal Getah

22 Rambutan Hutan

Cryptocarya nitens

Pohon Seperti rambutan biasa, Getah berwarna putih

Gatal-gatal Getah dan Kulit Buah 23 Ronge Gluta renghas Pohon Bentuk daun obovate,

Getah berwarna merah

Gatal-gatal Getah 24 Talas Hutan Colocasia

esculenta

Umbi umbian

Bentuk daun reniform, getah berwarna bening

Gatal-gatal Getah

Deskripsi Tumbuhan Beracun yang Ditemukan di Kawasan Taman Nasional Batang Gadis Resort 5

(28)

Jenis-jenis tumbuhan beracun yang di temukan dari hasil eksplorasi penelitian yang telah dilakukan di Taman Nasional Batang Gadis Resort 5 ada 24 jenis tumbuhan beracun. Jenis-jenis tumbuhan yang telah ditemukan dari hasil penelitian yang dilakukan di deskripsikan sebagai berikut :

1. Ambacang Hutan (Mangifera laurina)

Ambacang Hutan merupakan tumbuhan beracun jenis pohon dimana bentuknya hampir sama dengan pohon mangga tetapi daunnya sedikit lebih lebar terdapat pada Gambar 4 (a), buahnya juga seperti buah mangga biasa tetapi memiliki banyak serat daripada daging buah dan memiliki gas yang kuat pada buah. Ambacang Hutan memiliki getah berwarna putih dimana getahnya akan mengakibatkan gatal-gatal apabila terkena kulit.

Menurut Amin et.al (2008) getah pada tumbuhan bergenus Mangifera seperti mangga merupakan cairan kental berwarna putih susu yang keluar jika dilukai baik dibatang, tangkai daun dan tangkai buah jika dipetik. Ada beberapa jenis dari marga Mangifera yang jika getahnya terkena kulit akan mengakibatkan gatal-gatal pada kulit karena getahnya juga bersifat lengket karena mengandung asam dan minyak. Mangga jenis biasa juga akan mengalami kerusakan pada kulit buah mangga ketika dipetik.

2. Andulpak (Phyllanthus indicus)

b a

Gambar 4.(a) Daun Ambacang Hutan, (b) Batang Ambacang Hutan

(29)

Andulpak merupakan tumbuhan beracun jenis pohon yang memiliki daun lebar berwarna hijau terdapat pada gambar 5 (b), batangnya lunak terdapat pada Gambar 5 (a) dan memiliki getah yang akan mengakibatkan gatal-gatal apabila terkena kulit (Widyastuti et al., 2017).

Salah satu tumbuhan dari marga Phyllanthus memiiki sifat racun. Hasil analisis senyawa fitokimia terhadap Phyllanthus niruri menunjukkan adanya kandungan senyawa flavonoid, fenolik, tanin, alkaloid, isaponin, dan sleroid (Rivai et al., 2013)

3. Antoladan (Xanthosoma sp)

Antoladan merupakan tumbuhan bawah umbi umbian yang memiliki daun berwarna hijau berbentuk segitiga, dan memiliki getah yang akan mengakibatkan gatal-gatal apabila terkena kulit terdapat pada Gambar 6. Pada penelitian Sihombing et al., (2015) menyatakan bahwa Xanthosoma sp mengandung racun yaitu senyawa saponin dan terpen yang mengakibatkan gatal-gatal pada umbinya.

Salah satu tanaman obat berkhasiat yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah tanaman talas hitam, dimana tanaman tersebut digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti luka sayatan, luka bakar, radang kulit, kulit bernanah, bisul, tersiram air panas, gatal-gatal, diare, berak darah. Tanaman talas hitam merupakan tanaman pangan berupa herba

menahun yang termasuk dalam suku talas-talasan (Araceae) (Rahman et al., 2019).

a b

b a

Gambar 5. (a) Batang Andulpak, (b) Daun Andulpak

(30)

4. Anturbung (Amorphphallus variabilis)

Tumbuhan marga Amorphophallus terdapat pada Gambar 7 termasuk suku talas-talasan (Araceae). Tumbuhan marga Amorphophallus memiliki banyak nama yaitu Iles-iles, umbi porang, suweg. Daunnya tunggal dan berwarna hijau, dan hidup di tanah yang basah dan lembab dan dinaungi (Kasno et al., 2017).

Tumbuhan ini sudah dikenal luas di masyarakat karena banyak tumbuh liar di semak-semak, lereng gunung atau di hutan. Masyarakat biasa mengkonsumsi sebagai makanan kudapan setelah merendamnya untuk menghilangkan rasa gatal karena kandungan kalsium oksalatnya yang tinggi. Sebagian orang menjualnya dalam bentuk produk seperti tepung. Tepung umbi suweg berguna untuk penyetabil (stabilizer) dan pengemulsi (emulsifier) pada bahan pangan, minuman, kosmetik, dan indrilling fluids. Tanaman suweg digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit desentri, kolera dan pernapasan, mengurangi tekanan darah, mengurangi kholestrol, penyembuh rematik, dan pencernakan.

Suweg juga dapat ditanam sebagai tanaman hias (Suyanto dan Isworo, 2015)

5. Ayu Ara (Ficus gibbosa)

Gambar 6. Antoladan

Gambar 7. Anturbung

(31)

Ayu Ara merupakan tumbuhan beracun jenis pohon yang memiliki daun lebar, batangnya keras terdapat pada Gambar 8, dan memiliki getah. Menurut Musthapa dan Dwiyanti (2004) Ficus mempunyai ciri berupa pohon, semak, berkayu, memanjat, atau kayu menjalar, bergetah putih atau bening, kulit umumnya abu-abu pucat atau coklat biasanya rata. Ficus adalah tumbuhan yang mengandung beragam senyawa metabolit sekunder yaitu turunan flavonoid, alkaloid dan terpenoid, dimana jika getah dan daun terkena tangan akan mengalami gatal-gatal.

6. Capot (Macaranga gigantea)

Capot merupakan tumbuhan beracun jenis pohon yang berukuran besar dengan tinggi sampai 40 meter. Batangnya bulat, halus dan berwarna abu-abu kotor terdapat pada Gambar 9 (a). Capot memiliki tajuk yang lebat seperti payung.

Daunnya lebar, dan daun tunggal, dan daunnya akan mengakibatkan gatal apabila terkena kulit 9 (b). Kandungan kimia daun Tapak Gajah (Macaranga gigantea) yang terkandung adalah alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin, dan triterpen/steroid (Simanullang et al., 2014)

7. Garunggang (Cratoxylum arborescens)

Gambar 8. Ayu Ara

a b

Gambar 9. (a) Batang Capot, (b) Daun Capot

(32)

Gerunggang pada umumnya memiliki tinggi pohon mencapai 50 m dengan diameter sampai 100 cm memiliki batang bagian bawah lurus, tidak berbanir, permukaan kulit batang licin atau bersisik seperti kertas, memiliki getah transparan berwarna kuning, jingga atau merah terdapat pada Gambar 10 (a), dan memiliki tipe daun tunggal. Studi tentang bahan aktif yang terkandung dalam tanaman gerunggang sebagian besar dilakukan pada kulit kayu gerunggang sedangkan pada bagian tanaman lainnya seperti akar dan daun masih sangat sedikit. Kulit kayu gerunggang yang sebelumnya belum dimanfaatkan secara optimal ternyata menyimpan potensi untuk dikembangkan sebagai kandidat obat.

Kulit kayu gerunggang setelah diteliti diketahui mengandung beberapa senyawa dengan aktivitas farmakologi. Di Malaysia dan Thailand, bagian-bagian lain dari tanaman gerunggang seperti daun, kulit batang, batang, dan akar telah lama dikenal sebagai bahan obat tradisional yang dapat mengobati demam, batuk, diare, malaria dan penyakit lainnya sebagai bahan obat tradisional sudah dikenal (Alimah, 2016).

Kulit bagian dalam batang memiliki miyang atau bulu halus yang dimana bulu ini akan mengakibatkan gatal apabila terkena kulit. Pada penelitian Kissinger et. al (2015) menyatakan bahwa Cratoxylum arborescens mengandung senyawa flavonoid, fenolhidrokuinon, streroid, triterpenoid, tanin dan saponin.

8. Goti (Alstonia pneumatophora)

Goti merupakan tumbuhan beracun jenis pohon yang berasal dari tumbuhan marga Alstonia merupakan tumbuhan asli Indonesia dan penyebarannya cukup luas di Indonesia terdapat pada Gambar 11 (a). Seperti jenis

a b

Gambar 10. (a) Batang Garunggang, (b) Daun Garunggang

(33)

Pulai (Alstonia scholaris). Ciri-ciri tumbuhan ini memiliki bentuk daun yang menjari, tiap ranting terdiri dari 8 helai daun 11 (b). Goti memiliki daun dan getah berwarna putih susu yang akan mengakibatkan gatal-gatal apabila terkena kulit, karena mengandung senyawa alkaloid dan terpen. Goti tumbuh ditempat yang kering dan terkena sinar matahari di tanah yang berserasah. Tumbuhan ini hidup solitaire atau menyendiri (Afifuddin et al., 2014).

9. Gumbot Laut (Ficus sp)

Beringin-beringinan (Ficus sp) merupakan tumbuhan yang memiliki kemampuan hidup dan beradaptasi dengan bagus pada berbagai kondisi lingkungan. Daun lebar dan berbulu pada Gambar 12 (b), dan memiliki getah berwarna merah dimana getah ini jika terkena kulit akan mengakibatkan gatal- gatal (Baskara dan Wiaksono, 2013)

Pengujian Tanin dan Flavanoid di penelitian Afifuddin et.al (2014) menggunakan pereaksi FeCl3, dimana tumbuhan yang bereaksi dengan FeCl3 adalah Ficus sinuata Thunb dan Ficus lowii King yaitu mengandung Tanin dan Flavanoid karena pada saat direaksikan berubah menjadi hitam. Dari sini dapat diketahui bahwa banyak tumbuhan yang bergenus Ficus yang mengandung Tanin dan Flavanoid.

a b

Gambar 11. (a) Batang Goti, (b) Daun Goti

(34)

10. Lagan (Dipterocarpus palembanicus)

Lagan merupakan tumbuhan beracun jenis pohon yang batangnya keras, Tipe daun tunggal, bentuk daun jorong, ujung lancip, tepi daun rata, pangkal berbentukpasak seperti pada Gambar 13 (b) (Maria et al., 2016).

Lagan memiliki bulu halus didalam kulit kayu, dimana bulu pada tersebut akan mengakibatkan gatal-gatal jika terkena kepada kulit. Wardani dan Susilo (2016) menyatakan bahwa salah satu spesies dari family Dipterocarpus yaitu Shorea balangeran mengandung senyawa kimia, yaitu senyawa golongan alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterfenoid, dan glikosida. Senyawa kimia tersebut didapat dari pepagan, ranting, dan daun.

11. Lancat Bodi (Shorea hopeifolia)

(b) (a)

Gambar 12. (a) Batang Gumbot Laut, (b) Daun Gumbot Laut

b a

Gambar 13. (a) Batang Lagan, (b) Daun Lagan

(35)

Lancat bodi merupakan tumbuhan jenis pohon, bentuknya seperti pohon langsat biasa dan daunnya berbentuk remfrom seperti pada Gambar 14 (a). Shorea leprosula yang berasal dari marga yang sama dengan Shorea hopeifolia memiliki kandungan alkaloid, saponin, triterpenoid, flavoid, dan fenolik yang mengakibatkan menurunnya pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli (Sudrajat et al., 2012).

12. Langge (Homalonema javanica)

Langge merupakan tumbuhan bawah yang masih sejenis keladi-keladian.

Tumbuhan beracun ini hidup berumpun dan tumbuh di tempat yang lembab dan dapat tumbuh ditempat dinaungi. Langge memiliki tinggi 75 cm,batang silindris, daun tunggal dan berwarna hijau terdapat pada Gambar 15 (a). Kandungan kimia yang terkandung adalah dari golongan flavanoid, tanin, terpen, alkaloid, dan saponin (Sihombing et al., 2015)

13. Latong (Laportea stimulans) a b

a b

Gambar 14. (a) Daun Lancat Bodi, (b) Batang Lancat Bodi

Gambar 15. (a) Daun Langge, (b) Batang Langge

(36)

Latong merupakan tumbuhan jenis pohon yang dapat dijumpai di lokasi penelitian, Daun latong berbulu halus dan tajam pada Gambar 16 (b), daun tunggal, batang bulat terdapat pada gambar 16 (a), bunga berwarna putih kebiruan, buah berwarna bening. Rasa gatal tersebut dikarenakan pada daun latong terdapat senyawa kimia seperti alkaloid, saponin, tanin dan terpen (Sihombing et al., 2015)

14. Latong Manuk (Toxicodendron radicans)

Jelatang Manuk merupakan tumbuhan bawah yang memiliki miyang atau bulu pada daun dimana bulu halus pada daun ini akan mengakibatkan gatal apabila terkena kulit dan daunnya berbentuk bulat telur seperti pada Gambar 17.

Jelatang manuk tumbuh ditempat yang lembab dan dinaungi.

Hasil uji fitokimia oleh Rio et.al (2015) kulit batang Rengas (Gluta renghas) dimana Rengas berasal dari suku yang sama dengan Toxicodendron radicans yaitu suku Anacardiaceae menyatakan bahwa adanya

kandungan senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid, terpenoid dan alkaloid. Hasil positif terhadap flavonoid pada penelitian ini ditandai dengan adanya larutan merah pada pereaksi Mg, HCl.

(a) (b)

Gambar 16. (a) Batang Latong, (b) Daun Latong

(37)

15. Modang Gondang (Litsea bindoniana)

Modang Gondang merupakan tumbuhan beracun jenis pohon yang memiliki daun seperti daun pokat seperti pada Gambar 18 (b), batang mulus dan licin dan berwarna keputihan dan memiliki miyang atau bulu halus didalam kulit batang dimana bulu ini akan mengakibatkan gatal apabila terkena kulit terdapat pada Gambar 18 (a). L. leefeana yang berasal dari suku yang sama memiliki kandungan senyawa tanin dan flavonoid yang menyebabkan gatal-gatal apabila tersentuh kulit (Afifuddin et al., 2014).

L. cassiaefolia juga mengandung senyawa alkaloid yang tinggi dibagian kulit akarnya. Sehingga Litsea resinosa juga memiliki bulu halus didalam kulit batang dimana bulu ini akan mengakibatkan gatal apabila terkena kulit sama halnya dengan Gerunggang (Hakim et al., 1994).

16. Modang Kunyit (Sapium sp)

Gambar 17. Jelatang Manuk

a b

Gambar 18. (a) Batang Modang Gondang, (b) Daun Modang Gondang

(38)

Modang Kunyit merupakan tumbuhan beracun jenis pohon yang memiliki daun agak lebar terdapat pada Gambar 19 (b), batang berwarna kekuningan dan memiliki miyang atau bulu halus didalam kulit batang dimana bulu ini akan mengakibatkan gatal apabila terkena kulit terdapat pada Gambar 19 (a), sama halnya seperti Gerunggang. Spondias pinnata memiliki kandungan kimia yaitu senyawa flavonoid dan triterpen. Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri secara umum adalah dengan membentuk ikatan kompleks dengan protein yang terdapat pada dinding sel bakteri dimana Spondias pinnata dengan Sapium

merupakan jenis yang berasal dari kelas yang sama yaitu Rosidae (Yowani et al., 2011).

17. Modang Londir (L. resinosa)

Modang Londir (L. resinosa ) merupakan tumbuhan beracun jenis pohon yang berasal dari suku Lauraceae. Modang Londir memiliki daun agak bulat seperti pada Gambar 20 (a), batang berwarna agak keputihan dan memiliki bulu halus didalam kulit batang dimana bulu ini akan mengakibatkan gatal apabila terkena kulit. L. leefeana yang berasal dari suku yang sama memiliki kandungan senyawa tanin dan flavonoid yang menyebabkan gatal-gatal apabila tersentuh kulit (Afifuddin et al., 2014).

L. cassiaefolia juga mengandung senyawa alkaloid yang tinggi dibagian kulit akarnya. Sehingga L. resinosa juga memiliki bulu halus didalam kulit batang dimana bulu ini akan mengakibatkan gatal apabila terkena kulit sama halnya dengan Gerunggang (Hakim et al., 1994).

b a

Gambar 19. (a) Batang Modang Kunyit, (b) Daun Modang Kunyit

(39)

\

18. Modang Padang (L. firma)

Modang Padang merupakan tumbuhan beracun jenis pohon yang memiliki daun berbentuk oval terdapat pada Gambar 21 (b), dan memiliki miyang atau bulu halus didalam kulit batang dimana bulu ini akan mengakibatkan gatal apabila terkena kulit terdapat pada Gambar 21 (a). L. leefeana yang berasal dari suku yang sama memiliki kandungan senyawa tanin dan flavonoid yang menyebabkan gatal- gatal apabila tersentuh kulit (Afifuddin et al., 2014).

L. cassiaefolia juga mengandung senyawa alkaloid yang tinggi dibagian kulit akarnya. Sehingga L. resinosa juga memiliki bulu halus didalam kulit batang dimana bulu ini akan mengakibatkan gatal apabila terkena kulit sama halnya dengan Gerunggang (Hakim et al., 1994).

19. Modang Pangir (Dehaasia caesia)

b a

Gambar 20. (a) Daun Modang Londir, (b) Batang Mondang Londir

b a

Gambar 21. (a) Batang Modang Padang, (b) Daun Modang Padang

(40)

Modang Pangir (Dehaasia caesia) merupakan tumbuhan beracun jenis pohon yang berasal dari suku Lauraceae. Daun berbentuk bulat, batang berbau seperti sirih terdapat pada Gambar 22 (a) dan memiliki miyang atau bulu halus didalam kulit batang dimana bulu ini akan mengakibatkan gatal apabila terkena kulit terdapat pada Gambar 22 (b). L. leefeana yang berasal dari suku yang sama memiliki kandungan senyawa tanin dan flavonoid yang menyebabkan gatal-gatal apabila tersentuh kulit (Afifuddin et al., 2014).

Hasil uji fitokimia Hakim et.al (1994) menyatakan bahwa L. cassiaefolia juga mengandung senyawa alkaloid yang tinggi dibagian kulit akarnya. Sehingga Litsea resinosa juga memiliki bulu halus didalam kulit batang dimana bulu ini akan mengakibatkan gatal apabila terkena kulit sama halnya dengan Gerunggang.

20. Modang Tano (L. cubeba)

Modang Tano (L. cubeba) merupakan tumbuhan aromatik yang dikenal oleh masyarakat Indonesia karena semua bagian dari tumbuhan ini berbau harum seperti tanaman jeruk. Tumbuhan ini berupa pohon dengan diameter batang 20 cm, serta tinggi pohon 20 meter terdapat pada Gambar 23 (a). Daunnya obovate terdapat pada Gambar 23 (b), batang berwarna hijau kekuningan dan memiliki miyang atau bulu halus didalam kulit batang dimana bulu ini akan mengakibatkan gatal apabila terkena kulit. Modang Tano (L. cubeba) mengandung metabolit sekunder yang terdapat pada daun L. cubeba seperti alkaloid, flavonoid, fenolik, dan steroid. Hal ini peneliti melakukan daun Litsea cubeba sebagai antibakteri

b a

Gambar 22. (a) Daun Modang Pangir, (b) Batang Modang Pangir

(41)

terhadap bakteri Stapylococcus aureus dan Escherichia coli, sehingga pertumbuhan kedua bakteri tersebut terhambat (Marina et al., 2015).

21. Pisang Hutan (Musa spp)

Pisang Hutan merupakan tumbuhan bawah yang tumbuhan ini bentuknya hampir sama dengan pisang biasa yaitu memiliki daun pada Gambar 24 (a), jantung, bonggol, batang semu pada Gambar 24 (b), akar, getah berwarna putih bening dan buah dimana buahnya tidak memiliki banyak daging buah seperti pisang biasa Syamsuddin (2018). Pisang hutan dapat tumbuh pada keadaan lembab dan dapat tumbuh dalam keadaan yang terlindungi atau dinaungi.

Banyak tumbuhan dari genus Musa yang memiiki sifat racun, pada

penelitian Syamsuddin (2018) menyatakan bahwa getah pisang batu (Musa brachycarpa) dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus

karena getah pisang mengandung saponin, asam askorbat, flavonoid dan tanin.

Sehingga kandungan aktifnya tersebut menyebabkan rusaknya membran sitoplasma Staphylococcus aureus sehingga menyebabkan gangguan metabolisme energi dan pertumbuhan bakteri tersebut.

a b

Gambar 23. (a) Batang Modang Tano, (b) Daun Modang Tano

(b) (a)

Gambar 24. (a) Daun Pisang Hutan, (b) Batang pisang Hutan

(42)

22. Rambutan Hutan (Nephelium juglandifolium)

Rambutan hutan merupakan tumbuhan beracun jenis pohon dimana bentuknya hampir sama dengan pohon rambutan biasa seperti pada Gambar 25 (a). Daun majemuk menyirip dengan anak daun 5 hingga 9, berbentuk bulat telur.

Tetapi pada buahnya lebih kecil dan daging buahnya sedikit atau hampir tidak ada dan rambut pada buahnya seperti duri seperti pada Gambar 25 (b), buah dari rambutan hutan ini yang mengakibatkan racun pada tubuh jika dikonsumsi dan kulit buah rambutan mengandung tanin dan saponin dan bijinya mengandung lemak dan polifenol (Hermanto et al., 2013).

23. Ronge (Gluta renghas)

Ronge (Gluta renghas L) merupakan salah satu jenis tumbuhan yang ada di Indonesia. Tumbuhan rengas atau ronge termasuk dalam famili anacardiaceae yang memiliki peran penting dalam bidang furniture. Bentuk daun seperti daun mangga ditunjukkan pada Gambar 26 (a) dan memiliki getah berwarna putih.

Batang kayu rengas pada Gambar 26 (b) merupakan sumber kayu yang penting di Indonesia. Selain bermanfaat dalam bidang furniture, spesies ini juga dikenal karena getahnya sangat beracun yang dapat menyebabkan iritasi berat pada kulit (Desriansyah, 2017).

Hasil uji fitokimia kulit batang rengas (Gluta renghas) oleh Rio et.al (2015) menyatakan bahwa adanya kandungan senyawa metabolit

sekunder golongan flavonoid, terpenoid dan alkaloid. Hasil positif terhadap

a b

Gambar 25. (a) Batang Rambutan Hutan , (b) Buah Rambutan Hutan

Gambar

Tabel 1. Jenis Data Primer dan Sekunder yang diperlukan dalam Penelitian
Gambar 2. Petak Contoh Transek
Gambar 3. Skema Peta Sebaran Tumbuhan Beracun di Taman Nasional Batang Gadis
Gambar 4.(a) Daun Ambacang Hutan, (b) Batang Ambacang Hutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi potensi akademik atau skolastik yang digambarkan pada hasil riset ini menjadi pijakan bahwa sebagian besar mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling memiliki

Ketua Panita selaku personel yang bertanggungjawab memastikan bengkel berada dalam keadaan sempurna dan berupaya untuk pelaksanaan PdP sewajarnya mempunyai asas

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi hasil desorpsi adalah konsentrasi agen pendesorpsi, sehingga pada penelitian ini akan dipelajari pengaruh

Usaha rehabilitasi sosial bagi warga binaan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Gelandangan dan pengemis yang bekerjasama dengan instansi terkait dengan

Observasi dilakukan dengan mencatat semua hal yang diperlukan dan terjadi selama pembelajaran berlangsung. Pengamatan dilakukan menggunakan lembar observasi yang

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa struktur utang yang diukur dengan rasio total utang (TDA) tahun sekarang, rasio utang jangka pendek (STD) tahun sekarang, dan rasio utang

Ketiga perusahaan menghasilkan nilai Balanced Scorecard yang baik, yang menggambarkan bahwa kinerja keuangan dan non keuangan dapat berjalan dengan selaras dan berimbang

Kata kerja bahasa Inggris dalam bentuk lampau tidak harus selalu diimbangi dengan kata telah atau sudah pada terjemahannya karena dalam bahasa Indonesia ada verba tertentu yang