• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL EVALUASI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL EVALUASI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

vi DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR GRAFIK ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 16

C. Tujuan Penelitian ... 22

D. Manfaat Penelitian ... 22

E. Asumsi ... 24

F. Hipotesis ... 25

G. Metode Penelitian ... 26

H. Lokasi dan Sampel Penelitian ... 26

BAB II KAJIAN TEORETIS ... 29

A. Model Evaluasi Portofolio ... 29

1. Dasar Pemikiran Evaluasi Portofolio ... 29

a. Teori Konstruktivisme ... 20

(2)

vii

2. Evaluasi dalam Pembelajaran ... 52

a. Pengertian Evaluasi ... 52

b. Pengertian Penilaian ... 53

c. Pengertian Pengukuran ... 54

d. Pengertian Tes ... 55

3. Model Evaluasi Portofolio ... 57

a. Pengertian Evaluasi Portofolio ... 57

b. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Portofolio ... 62

c. Manfaat Evaluasi Portofolio ... 66

d. Prinsip-Prinsip Evaluasi Portofolio ... 67

e. Karakteristik Evaluasi Portofolio ... 70

f. Kelebihan dan Kekurangan Evaluasi Portofolio ... 76

a. Kelebihan Evaluasi Portofolio ... 76

b. Kelemahan Evaluasi Portofolio ... 79

g. Proses Mengembangkan Evaluasi Portofolio ... 84

4. Model Evaluasi Tradisional ... 112

a. Dasar Pemikiran Evaluasi Tradisional ... 112

1. Teori Behavioristik ... 112

b. Pengertian Evaluasi Tradisional ... 114

c. Bentuk Evaluasi Tradisional ... 115

5. Umpan Balik (Feedback) dalam ProsesPembelajaran ... 136

a. Pengertian Feedback ... 136

b. Jenis Feedback ... 136

c. Positif, Neutral, dan Positif Feedback ... 138

d. Keuntungan Feedback ... 139

e. Pelaksanaan Feedback ... 141

6. Kebugaran Jasmani ... 141

a. Pengertian Kebugaran Jasmani ... 141

b. Komponen Kebugaran Jasmani ... 148

(3)

viii

BAB III METODE PENELITIAN ... 155

A. Metode dan Desain Penelitian ... 155

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 161

1. Variabel Penelitian ... 161

2. Definisi Operasional ... 163

a. Evaluasi ... 163

b. Evaluasi Portofolio ... 163

c. Evaluasi Tradisional ... 164

d. Hasil Belajar ... 165

e. Pembelajaran ... 165

f. Pendidikan Jasmani ... 166

g. Kebugaran Jasmani ... 167

C. Pengembangan Alat Pengumpul Data ... 168

1. Instrumen Evaluasi Portofolio ... 168

a. Instrumen Domain Psikomotor ... 169

b. Instrumen Kebugaran Jasmani ... 170

c. Instrumen Domain Afektif ... 173

d. Instrumen Domain Kognitif ... 174

e. Instrumen Aktivitas Luar Sekolah ... 174

f. Instrumen Perilaku Harian ... 176

2. Model Evaluasi Tradisional ... 177

D. Uji Coba Instrumen ... 177

1. Mengadakan Konsultasi ... 178

2. Uji Coba Instrumen Kognitif ... 178

3. Uji Coba Instrumen Afektif ... 180

4. Uji Coba Instrumen Psikomotor ... 181

5. Uji Coba Instrumen Kebugaran Jasmani ... 182

E. Penentuan Sampel ... 182

F. Pengumpulan Data ... 185

(4)

ix

1. Prosedur Keseluruhan ... 187

2. Prosedur Per-pertemuan ... 189

H. Teknik dan Pengolahan Data ... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 195

A. Hasil Temuan Penelitian ... 195

1. Deskripsi Data ... 195

2. Pengujian Persyaratan Analisis ... 197

a. Uji Normalitas Data Evaluasi Portofolio ... 197

b. Uji Normalitas Data Evaluasi Tradisional ... 198

c. Uji Homogenitas Data Evaluasi Portofolio ... 200

d. Uji Homogenitas Data Evaluasi Tradisional ... 202

3. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Tes Awal dan Tes Akhir ... 203

4. Pengujian Hipotesis ... 207

5. Uji Efektivitas Antar Subjek ... 209

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 218

1. Terdapat Perbedaan fektivitas Model Evaluasi Portofolio terhadap Hasil Belajar Domain Kognitif, Afektif, Psikomotor, dan Kebugaran Jasmani ... 218

a. Model Evaluasi Portofolio lebih efektif dibandingkan dengan Model Evaluasi Tradisional terhadap hasil belajar kognitif ... 235

b. Model Evaluasi Portofolio lebih efektif dibandingkan dengan Model Evaluasi Tradisional terhadap hasil belajar afektif ... 239

c. Model Evaluasi Portofolio lebih efektif dibandingkan dengan Model Evaluasi Tradisional terhadap hasil belajar psikomotor ... 247

(5)

x

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 257

A. Kesimpulan ... 257

1. Kesimpulan Umum ... 257

2. Kesimpulan Khusus ... 262

B. Implikasi ... 267

C. Rekomendasi ... 269

D. Dalil-Dalil ... 270

(6)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tantangan pembangunan pendidikan di Indonesia dewasa ini semakin kuat dan kompleks, disebabkan antara lain meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kualitas di samping memberikan kesempatan yang sama dan merata bagi semua warga masyarakat untuk mengecap pendidikan. Tuntutan sering terjadi dan ini bukanlah isu baru, karena kurang lebih 30 tahun yang lampau, tepatnya pada tahun 1979, Komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional (KPPN) telah merumuskan isu-isu pendidikan nasional yang harus segera diatasi. Salah satu isu tersebut adalah pentingnya peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan.

(7)

2

untuk memenuhi tuntutan yang kian meningkat guna mencapai standar yang diharapkan. Keterbatasan itu berpangkal pada kelangkaan sumber belajar, kecilnya alokasi waktu dalam kurikulum untuk pembelajaran, dan rendahnya kualifikasi guru untuk menjalankan fungsinya untuk mengelola proses pembelajaran lebih bermutu.

Untuk meningkatkan kualifikasi guru, perangkat kurikulum sudah ditetapkan yakni, UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mensyaratkan bahwa: “Semua guru dari TK sampai dengan SLTA harus berkualifikasi minimal S-1. Guru harus memiliki kompetensi profesional, kompetensi pedagogik misalnya, kompetensi pribadi, dan kompetensi sosial.” Untuk menguasai kompetensi pedagogik, guru harus mempelajari ilmu pendidikan baik secara teoritis maupun praktis, salah satunya adalah evaluasi pembelajaran.

Peningkatan kualifikasi guru dimaksudkan untuk meningkatkan standar mutu pengajaran, namun dalam kenyataanya jajaran pelaksana pendidikan pada tataran siswa terperangkap pada peningkatan kuantitas sebagai ukuran keberhasilan yakni berupa besarnya persentase siswa yang lulus dalam ujian nasional. Berkenaan dengan hal ini menarik untuk dicermati kenyataan yang diungkapkan oleh Arifin (2009: 86) yaitu:

(8)

3

Untuk meningkatkan mutu pengajaran ada beberapa hal yang perlu dibenahi, yakni penataan manajemen pendidikan di lembaga pendidikan, dan peningkatan kemampuan guru dalam menjalankan proses belajar mengajar, termasuk di dalamnya kemampuan melaksanakan evaluasi. Dalam kaitan ini, evaluasi diharapkan melumat dalam sebuah keterpaduan dengan proses belajar dan mengajar, dan bahkan melandasi semua proses belajar dan mengajar yang bermutu. Gronlund (1981: 3) menjelaskan: “Evaluation includes a number of

techniques that are indispensable to the teacher . . . However, evaluation is not

merely a collection of techniques, it is a process, a continuous process that

underlies all good teaching and learning.”

(9)

4

banyak lagi pertanyaan lainnya. Dengan kata lain dalam proses belajar mengajar itu terkandung proses yang berkelanjutan, ditandai dengan serangkaian pembuatan keputusan dan perbaikan, guna meningkatkan efektivitas pengajaran. Kualitas pengajaran sangat bergantung pada kualitas evaluasi. Dalam kaitan ini Gronlund (2004: 4) menegaskan:

Teaching-learning process is a continuous and interrelated series of

instructional decision concerning ways to enhance pupil learning. Our main contention here, however, is that the instruction’s effectivenes depends to a large extent on the quality of the evaluation information on which the decisions are based.

Proses pembelajaran di sekolah merupakan upaya yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum. Sedangkan evaluasi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat pencapaian kurikulum, dan berhasil tidaknya proses pembelajaran. Di samping itu evaluasi digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang ada dalam proses pembelajaran, sehingga evaluasi dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengambil keputusan. Karena itu, guru yang profesional harus menguasai ketiga dimensi tersebut yaitu kurikulum termasuk di dalamnya penguasaan materi pengajaran, penguasaan metode pengajaran, dan penguasaan evaluasi. Apabila guru memiliki kelemahan dalam satu dimensi, tentu hasil belajar tidak akan maksimal.

(10)

5

menyeluruh, mencakup domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Pencapaian tujuan bergantung pada tugas ajar berupa aktivitas jasmani atau tugas-tugas gerak yang terpilih, yang disampaikan dengan metode atau strategi pembelajaran sesuai dengan tujuan spesifik yang ingin dicapai. Evaluasi secara harfiah, berarti menilai atau menaksir, pengertian secara umum adalah upaya yang dilakukan guru dengan tujuan untuk mengetahui informasi secara keseluruhan baik hasil maupun proses pembelajaran. Evaluasi menurut Suherman (2003) adalah satu cara untuk memantau perkembangan belajar mengajar dan mengetahui seberapa jauh tujuan pengajaran dapat dicapai oleh siswa. Lebih lanjut Suherman (2003) mengatakan: “Evaluasi dalam pembelajaran memiliki manfaat untuk: “(1) memberi umpan balik bagi keberhasilan suatu program; (2) meningkatkan pengakuan pihak luar terhadap manfaat penjas; (3) ukuran keberhasilan guru dalam mengajar; (4) memungkinkan guru lebih terampil dan cermat dalam menafsirkan kemajuan hasil belajar siswa; dan (5) memberikan status seorang anak dalam posisi kelompoknya. Selain itu, Cholik & Lutan (1996: 121) menjelaskan fungsi evaluasi yaitu: “(1) hasil evaluasi berguna untuk mengelompokkan siswa sesuai dengan kemampuannya; (2) hasil evaluasi merupakan bahan untuk memahami kelemahan dan kekuatan siswa; (3) hasil evaluasi berguna untuk membangkitkan motivasi; (4) hasil evaluasi merupakan informasi umpan balik baik bagi guru, siswa maupun orang tua anak.”

(11)

6

konteks karena tidak memperhitungkan proses belajar. Selanjutnya, evaluasi dalam pendidikan jasmani mengandung banyak ketidakbermaknaan, dan tidak jauh berbeda dengan isi paparan Sudana (2002: 2) yaitu:

Pelaksanaan evaluasi belum nampak terintegrasi dalam sebuah proses belajar mengajar. Pengecekan terhadap pemahaman siswa dan pemberian umpan balik yang memadai dalam rangka meningkatkan penguasaan materi oleh siswa sebagai salah satu bentuk evaluasi, nampaknya belum merupakan bagian yang menyatu dalam sebuah proses belajar mengajar. Seringkali guru memberikan evaluasi harian yang sifatnya formalitas saja, asal menyampaikan tanpa dijadikan umpan balik untuk perbaikan proses berikutnya.

Pendapat tersebut menegaskan bahwa pelaksanaan evaluasi belum terintegrasi dengan proses pembelajaran sehingga hasil belajar lebih terfokus pada hasil akhir (product) yang tidak melibatkan proses pembelajaran (proccess). Padahal dalam proses pembelajaran, siswa sering menampilkan berbagai bentuk keterampilan yang sangat mendukung terhadap hasil akhir. Ketimpangan itu diperkuat pula oleh praktik pengajaran yang mengabaikan perkembangan domain kognitif dan afektif dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Kecenderungan tersebut, berikut penyebabnya diutarakan Hanik (2007: 1) sebagai berikut:

(12)

7

Terabaikannya asesmen domain kognitif, seperti uraian Hanik (2007) disebabkan oleh beberapa faktor seperti kelas besar, waktu terbatas, dan keterbatasan bahasa. Adapun di Amerika terjadi seperti lemahnya kemampuan baca siswa, dan kurangnya waktu untuk mengevaluasi dan pencatatan.

Faktor lain yang berkontribusi terhadap rendahnya kualitas evaluasi adalah tidak adanya perhatian administrator, dukungan orang tua, dan siswa, sehingga evaluasi pada domain kognitif yang bersifat tradisional tidak menjadi tuntutan dalam pendidikan jasmani. Guru dalam pembelajaran pendidikan jasmani sering menggunakan evaluasi tradisional (tes objektif) pada domain kognitif sedangkan menilai proses belajar diabaikan.

Selain itu, tujuan pendidikan jasmani dalam domain afektif juga kurang diperhatikan untuk dievaluasi. Patrick, Ward, & Crouch (1998) dalam Sullivan & Henninger (2000: 1) menjelaskan bahwa: “Affective objective are often written for

physical education, there is little time provided to teaching and less time devoted

to assessing these objectives.” Pendapat yang sama dikemukakan Hanik (2007: 1)

bahwa: “Physical educators have systematically evaluated the physical skills of

their students, but have not assessed the cognitive and affective skills as

consistently.” Jadi pencapaian tujuan yang bersifat menyeluruh itu dalam

(13)

8

Semakin lengkap kelemahan dalam pendidikan jasmani yang hingga kini masih mengunakan evaluasi secara tradisional, yang mengandung banyak kelemahan. Evaluasi tradisional yang berbentuk tes memiliki beberapa kekurangan. Zainul (1999: 8) menjelaskan: “Tes yang digunakan guru untuk menilai siswa berupa tes baku (standard test) yang biasa digunakan dalam menilai hasil belajar siswa yang terkadang tidak komprehensif karena hanya mengukur sebagian kecil saja dari sekian banyak kemampuan siswa.” Kelemahan evaluasi tradisional juga dipaparkan Melograno (2000: 97-98) bahwa:

In the past, primary source of evidence of student learning included individual or group administered skill tests, multiplechoice tests, and standardized achievement tests. These tests help measure a discrete skill or the recall of discrete information, but are limited when gathering evidence about the application of these abilities in a “real-life” context.

Dalam konteks yang sama selanjutnya Lutan (1999) menjelaskan:

Guru penjas cenderung melakukan evaluasi untuk membandingkan siswa yang satu dengan yang lainnya, sehingga kemampuan dan kemajuan siswa dinyatakan dengan skor yang bersifat kuantitatif dan kompetitif, sehingga skor yang diberikan kepada siswa seringkali tidak mempunyai makna apa-apa, begitupun umpan balik yang diberikan guru kepada siswa tidak dipahaminya.

(14)

9

proses sebelumnya yang dilakukan siswa selama pembelajaran, padahal sangat bisa jadi siswa yang tidak lulus adalah siswa yang aktif.

Evaluasi tradisional yang hanya mengandalkan tes objektif, mempunyai makna yang sempit dari perspektif pendidikan dan cenderung merugikan siswa karena keputusan yang diberikan guru dalam evaluasi dianggap hasil akhir. Itulah sebabnya pelaksanaan evaluasi berdasarkan hasil tes, menuai banyak kritik dari berbagai kalangan. Sax (1984) dan Zaenul (2008: 1) mengklasifikasi kelemahan pelaksanaan tes menjadi beberapa bagian yaitu: “1) tes menginvasi hak pribadi peserta tes atau siswa; 2) tes menimbulkan rasa cemas dan mengganggu proses belajar; 3) tes mengkategori peserta tes atau siswa secara permanen; 4) tes justru menghukum siswa yang cerdas dan kreatif; 5) tes menimbulkan diskriminasi; dan 6) tes hanya mengukur hasil belajar yang sangat terbatas.”

Kritik terhadap kelemahan tes objektif tersebut dalam paparan ringkas dan jelas, diungkapkan oleh Melograno (2006: 22) yaitu:

This redesign of learning and teaching, however, has exposed the dissatisfaction with traditional forms of assessment-multiple-choice test, group-administered achievement tests, and standardized skill tests. These kinds of assessment make it nearly impossible to measure the broad range of skills and competencies represented by establish standards.

(15)

10

filosofi pendidikan konstruktivisme, guru dituntut menguasai kompetensi untuk melakukan perubahan dalam melaksanakan proses pembelajaran. Guru dituntut lebih kreatif, dan inovatif, dalam pengelolaan proses belajar-mengajar, tidak sebagai “teacher center” yang maksudnya proses itu menempatkan siswa, bukan sebagai objek belajar, tetapi sebagai subjek belajar sehingga tercipta proses pembelajaran yang menyenangkan, menggembirakan, demokratis dan menghargai setiap siswa. Proses ini memungkinkan substansi pembelajaran benar-benar dapat membangkitkan proses belajar karena diterima dan dihayati oleh siswa. Pandangan konstruktivisme mengenai pembelajaran menurut Zaenul (2008: 36) sebagai berikut:

Suatu interaksi belajar dan pembelajaran yang penting adalah prosesnya, bukan hanya hasilnya (end product). Karena itu maka kegiatan hasil belajar dan pembelajaran harus memperhatikan proses, termasuk evaluasi hasil belajar. evaluasi harus berkontribusi secara berarti kepada proses belajar. Evaluasi harus dapat memberi ”pengalaman belajar” yang berarti bagi peserta didik. Evaluasi juga harus ”menjadi bagian” yang tidak terpisahkan dari proses belajar peserta didik. Pemikiran inilah yang mendukung tumbuhnya gagasan evaluasi alternatif.

(16)

11

dilaksanakan dengan berbagai cara dalam berbagai aspek yang dinilai, dan menyangkut evaluasi sekaligus proses dan produk pembelajaran (Erman, 2010: 2). Evaluasi otentik, menurut Melograno (2006: 22) merupakan alternatif yang “ . . .

more naturalistic, performance based approach. They measure not only

knowledge and skills but rather outcome . . .”

Makna otentik dalam evaluasi tersebut yaitu evaluasi dilaksanakan dengan seobjektif-objektifnya, senyata-nyatanya, atau sebenar-benarnya sehingga hasil evaluasi menjadi sangat akurat. Evaluasi yang seperti itu hanya ada dalam evaluasi portofolio.

Secara etimologis portofolio diartikan sebagai kumpulan dokumen, berkas, bundel dan bukti fisik tentang aktivitas. Surapranata dan Hatta (2004: 28) menjelaskan: “Makna portofolio sebagai kumpulan bukti fisik aktivitas-kinerja (individu, kelompok, atau lembaga) sebagai data otentik yang dilakukan oleh yang bersangkutan.” Dijelaskan pula oleh mereka, evaluasi portofolio adalah kumpulan karya (dokumen) siswa yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi yang diambil selama proses pembelajaran. Portofolio digunakan oleh guru dan siswa untuk mengevaluasi dan memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa dalam mata pelajaran tertentu.

Dalam konteks yang sama, selanjutnya Arter and Spandel (1991) mengatakan: “Portfolio is a purposeful collection of student work that exhibits to

the student, or others, her efforts or achievement in one or more areas.” Paulson

& Mayer (1991: 60) juga menjelaskan: “Portfolio is a purposeful collections of

(17)

12

or more areas. The collection must include student participation in selecting

contents, the criteria for selection, the criteria for judging merit and evidence of

student self-reflection. Secara jelas pengertian tersebut menunjukkan kesamaan,

yaitu portofolio adalah suatu kumpulan pekerjaan siswa yang bermakna yang memperlihatkan pada siswa atau pada siswa lainnya, upaya atau prestasinya dalam satu pelajaran atau lebih. Kumpulan tersebut meliputi partisipasi siswa dalam memilih isi pelajaran, kriteria untuk memilih, kriteria untuk menilai, dan refleksi diri terhadap karya siswa tersebut.

Selama ini evaluasi portofolio di Indonesia, esensinya dalam pembelajaran pendidikan jasmani belum diterapkan oleh guru pendidikan jasmani, sehingga evaluasi tersebut merupakan inovasi yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Inovasi yang dimaksud tentu perlu dikaji terlebih dahulu, sebelum disebarluaskan. Kelebihan evaluasi portofolio menurut Cartono dan Utari (2006: 110) yaitu:

1) Menilai peserta didik berdasarkan seluruh tugas dan hasil kerja yang berkaitan dengan kinerja yang dinilai; 2) Peserta didik turut serta dalam menilai kemajuan yang dicapai dalam menyelesaikan berbagai tugas, dan perkembangan yang berlangsung selama proses pembelajaran; 3) Menilai setiap peserta didik berdasarkan pencapaian masing-masing, dengan mempertimbangkan faktor perbedaan individu; 4) Mewujudkan evaluasi yang kolaboratif; 5) Peserta didik menilai dirinya sendiri menjadi suatu tujuan; 6) yang mendapat perhatian dalam evaluasi meliputi kemajuan, usaha, dan pencapaian; 7) Terkait erat antara kegiatan evaluasi, pengajaran, dan pembelajaran.

(18)

13

luar sekolah. Dengan kata lain, evaluasi dipadukan menyatu dengan proses pembelajaran guna membentuk gaya hidup aktif disepanjang hayat, sebagai tujuan akhir pendidikan jasmani.

Terkait dengan pembentukan gaya hidup aktif sepanjang hayat, pendidikan jasmani menjadi media bagi kegiatan pendidikan (Santosa Giriwijoyo, 2007: 79). Untuk mencapai tujuan tersebut tantangannya tidak sedikit. Para pendidik dalam pendidikan jasmani dihadapkan dengan berbagai kecenderungan dan isu rawan di kalangan generasi muda yang dikelilingi oleh perubahan nilai. Schulttze (1992); dan Crum (1994); dalam Lutan (1999: 8) mengatakan: “Fenomena perkembangan budaya anak muda pada umumnya yaitu bergeser dari budaya “survival society”

(Uberlebensgesellschaft) menjadi budaya “excitement society”

(Erlebnisgesellschaft). Gejala perubahan budaya tersebut, menurut Crum (1994)

dalam Lutan (1999: 8) yaitu berupa: “. . . perubahan dalam budaya gerak (a

change in movement culture).” Untuk merespons tantangan ini dibutuhkan

pembaharuan dalam pengembangan pengalaman ajar berupa tugas-tugas gerak yang bermakna untuk mencapai tujuan pendidikan. Proses belajar itu terjadi, seperti yang dipaparkan oleh NASPE dalam Russell (2003: 3) yaitu:

(1) full inclusion of all students; (2) maximum practice opportunities for

(19)

14

Dalam konteks yang sama, terkait dengan materi pelajaran Ausubel dengan teorinya Meaningful Learning Theory yang dikutip oleh Komalasari (2010: 21) mengatakan:

Belajar lebih bermakna bagi siswa jika materi pelajaran diurutkan dari umum ke khusus, dari keseluruhan ke rinci yang sering disebut sebagai

subsumptive sequence. Selain itu, pembelajaran dirancang dengan advance organizers sebagai kerangka dalam bentuk abstrak atau ringkasan konsep

dasar tentang apa yang dipelajari dan hubungannya dengan materi yang telah ada dalam struktur kognitif siswa.

Sebaliknya bisa terjadi perubahan yang diakibatkan oleh pendidikan jasmani tidak mampu menggerakkan atau membangkitkan “proses belajar” sehingga bidang studi itu dipandang tidak bermakna. Cholik & Lutan (1996: 2) menjelaskan:

Metode praktik ditekankan pada “teacher centered” dimana siswa melakukan latihan fisik berdasarkan perintah yang dilakukan guru. Guru cenderung menggunakan pendekatan olahraga prestasi dalam pengajarannya, sehingga tugas-tugas bagi siswa melalui kegiatan fisik tak ubahnya seperti latihan olahraga. Tujuan pembelajaran ditekankan pada penguasaan keterampilan untuk tujuan prestasi tanpa melakukan modifikasi. Pendekatan ini menjadikan anak kurang senang dan bahkan merasa frustrasi untuk melakukan program pendidikan jasmani, karena mereka tidak mampu dan sering gagal untuk melaksanakan tugas yang diberikan dalam bentuk kompleks.

(20)

15

pihak, komputer dan internet dapat menyita waktu anak-anak sehingga mereka mengalami kurang gerak (Wulf Preising dalam Lutan, 1999: 16). Tren ini berdampak negatif, sekaligus sebagai ancaman bagi kesehatan, atau kualitas hidup pada umumnya. Sawicki (2007: 3) menggambarkan profil generasi tersebut dalam ungkapan sinis yaitu: “Now, in this generation, the youth are called the “O”

generation. The “O” stands for “Obese”. We now have the “obese generation”

because of a high percentage of the population being obese due to lack of physical

education and poor nutrition habits.”

Terkait dengan tren tersebut, data menunjukkan bahwa anak yang kurang berpartisipasi dalam aktivitas fisik atau pendidikan jasmani akan mengalami kesehatan buruk, seperti terjadinya obesitas pada siswa. Leigh (2009) mengatakan: “The prevalence of obesity among children aged 6–11 more than

doubled in the past 20 years, going from 6.5% in 1980 to 17.0% in 2006. The rate

among adolescents aged 12–19 more than tripled, increasing from 5.0% to

17.6%.”

Bila data tersebut dicermati sungguh-sungguh, pelaksanaan pendidikan jasmani seharusnya terpadu dengan pendidikan kesehatan guna meningkatkan derajat sehat siswa secara paripurna. Perencanaan dan pelaksanaannya melibatkan siswa dengan tujuan bertambahnya curahan waktu siswa untuk bergerak dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas tersebut, di samping menyenangkan.

(21)

16

Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang sehat jasmani, rohani, dan sosial. Dalam konteks kehidupan sosial di Amerika simptom masyarakat yang tidak sehat, Kelly & Melograno (2004) sebagai berikut:

Many people expect schools to solve our “social ills”. We confronted with substance abuse, changes in family patterns, violence, terrorist-related threats, poor fitness among youth, childhood obesity, sexsually transmitted diseases, greater inequities between the “have” and “the have-nots,” a TV and video game generation, high crime rates, poor schools performance, child abuse, teenage suicide, distruptive behavior, changing ethnic and linguistic diversity, and high dropout rates, to mention a few.

Untuk menjawab berbagai isu tersebut, model evaluasi portofolio merupakan alat yang efektif. Evaluasi tersebut dipandang mampu mereview berbagai kecenderungan aktual dan isu kritis yang terjadi dikalangan masyarakat, termasuk siswa. Untuk mencapai tujuan ini aneka pengalaman siswa selama proses pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dan di luar sekolah, perlu diungkap kembali dalam kemasan yang bermakna.

Pembaharuan pendidikan jasmani merupakan keniscayaan dengan cara menerapkan kembali keterlaksanaan asesmen dan evaluasi yang memungkinkan dihargainya aneka pengalaman siswa secara meluas. Alternatif yang diajukan adalah penerapan model evaluasi portofolio yang lebih menjamin terlaksananya asesmen komprehensif yang lebih bermakna.

B. Rumusan Masalah

(22)

17

Perubahan yang dimaksud menekankan keterpaduan antara mengajar, belajar dan asesmen yang berkualitas, guna mencapai standar mutu dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi.

Perubahan itu merujuk pada pandangan tentang teori baru yang dapat diadopsi untuk pendidikan jasmani. Pertama, teori kontruktivisme yang dikembangkan Piaget dan Vygotsky (Loveg & Dolly, 2006); dalam Kirk, et al., (2006: 245) yang beranggapan bahwa “. . . students are able to acquire and

socially construct their knowledge and understanding.” Selanjutnya, Zuckerman

(2003); dalam Kirk, et al., (2006: 246) mengatakan: “. . . children actively

construct knowledge, and that this knowledge is constructed in a social context.”

Pandangan ini menempatkan peserta didik sebagai subjek, kebalikan dari pandangan tradisional yang memahami peserta didik sebagai korban pasif untuk memberikan respons terhadap stimulus dalam kerangka teori stimulus-respons para tokoh behaviorisme. Kedua, teori neuro-science yang memahami penguasaan gerak memerlukan waktu cukup lama terkait dengan koordinasi dalam sistem saraf, sama halnya dengan perkembangan kebugaran jasmani yang juga memerlukan waktu yang cukup lama terkait dengan terpenuhinya prinsip overload

intensity dan kesinambungan beban kerja, yang selanjutnya menimbulkan

kelelahan, pemulihan dan fenomena over-kompensasi yang berlandaskan pengetahuan fisiologi. Perubahan dalam keterampilan dan fungsi fisiologis itu tidak serta merta tercapai banyak, melainkan sedikit demi sedikit.

(23)

18

tidak semua peserta didik unggul dalam inteligensia gerak, tetapi mungkin unggul dalam inteligensia bahasa, musik, konsep ruang atau logika-matematika. Di samping itu kemajemukan itu juga muncul berupa perbedaan kesiapan belajar, kematangan, gaya belajar dan tentu bekal perilaku sebelumnya, seperti misalnya derajat kebugaran jasmani yang telah dimiliki.

Sebagai konsekuensi dari teori tersebut, asesmen dalam pendidikan jasmani memerlukan pembaharuan, dan tidak cukup memadai lagi untuk meningkatkan mutu apabila masih terpaku pada pendekatan tradisional yang mengandalkan tes-tes objektif, yang terfokus pada cuplikan perilaku atau keterampilan olahraga yang terlepas dari suasana kegiatan sesungguhnya.

Salah satu model alternatif yang lebih mampu untuk menghimpun informasi guna mengevaluasi pendidikan jasmani secara komprehensif adalah portofolio, yang menurut para peneliti misalnya, Birgin (2003); De Fina (1992); Nurman (1998) seperti disitir kembali oleh Birgin dan Baki yaitu: “Portfolio give

more reliable and dynamic data about students for teachers, parents and also

student himself.” Dari hasil beberapa penelitian yang dikutip Birgin dan Baki

misalnya, Costa & Kallick (1995); Howard & Le Mahieu (1995) terungkap bahwa portfolio berpotensi “. . . to allow learners (of all ages and kind) to show the

breadth and depth of their learning.”

Selanjutnya, beberapa studi tentang dampak portofolio difokuskan pada motivasi siswa, tanggung jawab, umpan balik dan refleksi diri. Covington (1998) seperti dikutip Birgin dan Baki mengungkapkan bahwa: “Student choice is key to

(24)

19

penelitian lain misalnya.” Purkey dan Novak, (1984) yaitu: “Bila siswa membuat pilihan tentang belajar mereka, motivasi dan prestasi meningkat, sebaliknya bila pilihan itu ditiadakan, kedua hal tadi menurun.”

Berkenaan dengan umpan balik (feedback) banyak penelitian telah dilakukan. Hasilnya, di antaranya mengungkapkan bahwa: “Specific feedback is

essential for learning.” Selanjutnya, portfolio diungkapkan berkontribusi kepada

kemampuan siswa untuk merefleksi pekerjaan mereka, termasuk pula pengembangan “rasa memiliki siswa dalam kelas (Black dan William, 1998); Carr dan Kemmis, 1996).

Dalam konteks pendidikan jasmani, apalagi di Indonesia, sedikit sekali informasi yang diperoleh. Bahkan belum begitu jelas gambaran tentang efektivitas evaluasi portofolio bagi peningkatan mutu pendidikan jasmani, khususnya terhadap hasil belajar domain kognitif, afektif, psikomotor dan kebugaran jasmani siswa.

Berangkat dari uraian tersebut, maka dapat diidentifikasi variabel-variabel penelitian sebagai berikut:

1. Variabel bebas

(25)

20

b. Evaluasi tradisional. Evaluasi ini berupa format-format penilaian

multiple-choice, matching, true-false, dan paper and pencil test. Kegiatan evaluasi lebih

difokuskan pada komponen produk saja yang dilakukan di akhir pembelajaran setelah materi ajar selesai diberikan kepada siswa, sementara komponen proses cenderung diabaikan. Dalam penelitian ini, evaluasi tradisional untuk mengetes hasil belajar domain kognitif peneliti menggunakan salah satu tes objektif berupa tes pilihan ganda.

2. Variabel terikat

a. Hasil belajar domain kognitif. Hasil belajar ini memusatkan pada proses

perolehan konsep-konsep, sifat konsep-konsep, dan bagaimana konsep-konsep itu disajikan dalam struktur kognitif. Perilaku siswa dalam belajar, didasarkan pada pencapaian tujuan yang berkenaan dengan perilaku dalam aspek berpikir atau intelektual. Aspek yang dinilai dikelompokkan ke dalam enam tingkatan yaitu (1) pengetahuan/ingatan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi.

b. Hasil Belajar domain afektif. Hasil belajar dalam domain ini dapat diamati dari

(26)

21

c. Hasil belajar domain psikomotor. Hasil belajar ini berkaitan dengan

keterampilan atau kemampuan bertindak setelah siswa menerima pengalaman belajar. Hasil belajar ini merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (kecenderungan untuk berperilaku). Aspek yang dinilai adalah berbagai materi yang diajarkan sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar (atletik, senam, permainan, dan beladiri).

d. Kebugaran jasmani. Variabel ini merupakan salah satu hasil dari program

pembelajaran pendidikan jasmani. Kebugaran jasmani merupakan keadaan kemampuan jasmani yang dapat menyesuaikan fungsi alat-alat tubuhnya terhadap tugas jasmani tertentu dan/atau terhadap keadaan lingkungan yang harus diatasi dengan cara yang efisien, tanpa kelelahan yang berlebihan dan telah pulih sempurna sebelum datang tugas yang sama pada esok harinya. Variabel ini diukur karena siswa yang fit secara fisik akan meningkatkan vitalitas dan daya juang, yang akan membantu siswa dalam berkarya dan bekerja. Dengan demikian, kebugaran jasmani berkontribusi terhadap kesehatan dan kesiapan belajar siswa.

Bertitik tolak dari uraian tersebut, maka pertanyaan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana efekivitas model evaluasi portofolio dan model evaluasi tradisional terhadap hasil belajar kognitif?

(27)

22

3. Bagaimana efekivitas model evaluasi portofolio dan model evaluasi tradisional terhadap hasil belajar psikomotor?

4. Bagaimana efekivitas model evaluasi portofolio dan model evaluasi tradisional terhadap hasil belajar kebugaran jasmani?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu kepada rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Efektivitas model evaluasi portofolio dan model evaluasi tradisional terhadap hasil belajar domain kognitif.

2. Efektivitas model evaluasi portofolio dan model evaluasi tradisional terhadap hasil belajar domain afektif.

3. Efektivitas model evaluasi portofolio dan model evaluasi tradisional terhadap hasil belajar domain psikomotor.

4. Efektivitas model evaluasi portofolio dan model evaluasi tradisional terhadap kebugaran jasmani.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memberikan kontribusi yang sangat bermakna dari perspektif teoretis dan praktis.

1. Manfaat Teoretis

(28)

23

keolahragaan. Di antara ke-7 subdisiplin ilmu yang membangun batang tubuh

sport pedagogy adalah teori asesmen dan evaluasi. Karena itu sumbangan yang

sangat berharga dari penelitian ini tertuju pada pengembangan teori evaluasi dan untuk mengisi kekosongan penerapan evaluasi portofolio dalam pendidikan jasmani. Di samping itu, untuk memperkuat teori konstruktivisme dan teori inteligensia majemuk (multiple-intelligence) yang digunakan untuk memahami siswa secara komprehensif proses pembelajaran pendidikan jasmani.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini memberikan sumbangan yang berarti pertama, pada tataran kebijakan pendidikan, khususnya pendidikan jasmani. Sumbangannya itu terutama pada pembaharuan penyelenggaraan asesmen dan evaluasi pendidikan jasmani yang berimplikasi pada peningkatan mutu pendidikan jasmani pada umumnya dan mutu proses belajar mengajar pada khususnya.

Kedua, dalam konteks mikro proses belajar mengajar, hasil penelitian ini

(29)

24

pencapaian tujuan pendidikan jangka panjang. Tujuan jangka panjang itu adalah seseorang dapat menjalankan gaya hidup aktif sehat di sepanjang hayat.

E. Asumsi dan Kerangka Berfikir

Sebagai landasan berpijak bagi penelitian ini, asumsi yang sekaligus sebagai komponen untuk menyusun premis-premis penelitian adalah sebagai berikut:

Pertama, tujuan pendidikan jasmani bersifat menyeluruh, yakni

keterpaduan utuh antara pengetahuan, sikap, nilai dan perbuatan nyata yang pencapaiannya memerlukan waktu cukup panjang, yang berkenaan dengan pencapaian gaya hidup aktif sepanjang hayat. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan pula keutuhan yang solid antara proses belajar (learning), mengajar (teaching) dan asesmen serta evaluasi. Selain itu, pencapaian hasil atau produk berupa perubahan menyeluruh itu sangat bergantung pada proses yang mensyaratkan siswa aktif “mengalami” pengalaman ajar, berupa aktivitas jasmani yang bermakna dan menyatu dengan konteks kegiatan olahraga dan kehidupan nyata.

Kedua, penguasaan keterampilan motorik tidak selalu sebagai akibat

(30)

25

pemahaman terhadap tugas ajar atau fenomena gerak melalui proses refleksi. Konsep ini mendukung teori konstruktivisme.

Ketiga, proses ajar dan penguasaan hasil belajar dalam pendidikan jasmani

sangat dipengaruhi oleh karakteristik peserta didik yang pada hakikatnya sangat beragam ditinjau dari kesiapan belajar (readiness), irama kecepatan belajar (rate

of learning), bakat atau potensi yang melandasi kemampuan gerak (ability), dan

karakteristik jasmani sehingga prinsip Developmentally Appropriate Practice (DAP) harus dipegang teguh. Kemajemukan ini juga terkait dengan paham bahwa para siswa pada hakikatnya memiliki kecerdasan majemuk yang diteorikan oleh Gardner, sehingga dari sejumlah siswa ada di antaranya yang memilik inteligensia gerak yang tinggi, sementara yang lain unggul dalam inteligensia logika-matematika, inteligensia bahasa, inteligensia musik, inteligensia konsep ruang, dan seterusnya.

Keempat, untuk memperoleh informasi yang utuh berkenaan dengan

penguasaan keterampilan motorik serta perubahan dalam domain afektif dan psikomotor dibutuhkan waktu yang cukup dan berkesinambungan, bukan seketika atau bersifat diskrit, sehingga model evaluasi portofolio sangat berpotensial untuk memenuhi prinsip tersebut.

F. Hipotesis

(31)

26

1. Model evaluasi portofolio lebih efektif dari pada model evaluasi tradisional terhadap hasil belajar domain kognitif.

2. Model evaluasi portofolio lebih efektif dari pada model evaluasi tradisional terhadap hasil belajar domain afektif.

3. Model evaluasi portofolio lebih efektif dari pada model evaluasi tradisional terhadap hasil belajar domain psikomotor.

4. Model evaluasi portofolio lebih efektif dari pada model evaluasi tradisional terhadap kebugaran jasmani siswa.

G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan desain “The Matching Only Pretest-Posttest Control Group

Design.” Harapan peneliti bahwa hasil uji coba kedua model evaluasi yaitu model

evaluasi portofolio dan model evaluasi tradisional dalam pembelajaran pendidikan jasmani menghasilkan temuan yang berarti terhadap hasil belajar baik domain kognitif, afektif, psikomotor, maupun kebugaran jasmani.

H. Lokasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi dan Waktu Penelitian

(32)

27

pertemuan, dalam satu kali pertemuan selama 2 x 40 menit. Perlakuan dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan setiap minggunya yaitu hari Selasa dan Sabtu, pertimbangannya adalah agar perlakuan yang diberikan kepada sampel diharapkan memberikan efek signifikan terhadap hasil belajar siswa.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas delapan Sekolah Menengah Pertama (SMP) YAS Kota Bandung. Populasi siswa kelas delapan yang ada di sekolah tersebut berjumlah enam kelas, peneliti mengambil sampel tidak melakukan random pada sejumlah siswa secara individu, tetapi hanya melakukan random pada sejumlah kelas yang ada (enam kelas), dengan menggunakan teknik pengambilan sampel cluster random sampling. Siswa pada sampel tersebut masing-masing memiliki jumlah siswa 46 orang, sehingga siswa yang dijadikan sampel tetap sejumlah siswa yang ada di dalam kelas tersebut atau sebagaimana adanya. Sampel yang berhasil diambil yaitu kelas A dan kelas D. Untuk menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan

random sederhana sehingga kelas A sebagai kelompok eksperimen, dan kelas D

sebagai kelompok kontrol. Kelas A diberikan perlakuan pembelajaran pendidikan jasmani dengan menggunakan evaluasi portofolio, sedangkan kelas D diberikan perlakuan pembelajaran pendidikan jasmani dengan menggunakan evaluasi tradisional.

(33)

28

siswa putra-putri sehingga proses belajar tersebut lebih bersifat generik dan

naturalistik, artinya proses belajar di kelas berlangsung untuk semua siswa putra

(34)

155 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen, dengan menggunakan desain “The Matching Only Pretest-Posttest

Control Group Desain.” Beberapa asumsi yang mendasari menggunakan metode

kuasi eksperimen adalah (1) Lingkungan kehidupan manusia bersifat kompleks dan saling berhubungan, sehingga pelaku penelitian yang hanya memilih suatu kelompok untuk mewakili keadaan populasi tanpa memperhatikan kondisi lingkungannya dipandang kurang tepat; (2) Manusia merupakan pemroses informasi yang bersifat aktif, tidak pasif. Melakukan pilihan sekelompok subjek secara sederhana untuk mewakili kelompok subjek yang lebih besar tanpa memperhatikan berbagai karakteristik yang terkait dengan bagaimana mereka memproses informasi dalam berkomunikasi juga dipandang kurang tepat; (3) Perilaku manusia itu bersifat kompleks sehingga pengaruh suatu perlakuan dalam suatu eksperimen juga bersifat kompleks. Pengaruh ini tidak hanya terhadap bentuk perilaku tertentu, seperti pengetahuan dan kemampuan saja, melainkan pada bentuk-bentuk perilaku lain seperti sikap, minat, dan motivasi (Muhamad Ali, 2002: 100).

(35)

156

1. Menggunakan kelompok dalam lingkungan kehidupan yang sebenarnya. 2. Menggunakan berbagai variasi kondisi lingkungan, bukan hanya subjek,

melainkan melibatkan unsur-unsur lain seperti peralatan yang digunakan, serta sarana prasarana yang tersedia.

3. Berbagai bentuk perilaku subjek yang terkait dengan berbagai kegiatan eksperimen perlu diamati secara cermat menggunakan teknik yang tepat. 4. Subjek yang dilibatkan dalam penelitian telah siap untuk melakukan

berbagai kegiatan yang telah dirancang dalam persiapan penelitian.

5. Menggunakan kelompok kontrol yang tepat sebagai pembanding dalam mengamati pengaruh perlakuan.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah Pertama YAS Kota Bandung, kelas delapan sebanyak enam kelas yaitu (kelas delapan A, B, C, D, E, dan F). Selanjutnya dalam menentukan sampel untuk keperluan penelitian, dilakukan secara random terhadap kelompok-kelompok kelas yang ada pada populasi, dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Dalam teknik ini dilaksanakan random, meskipun dalam pelaksanaanya bukan terhadap siswa secara individu, melainkan terhadap gugus (cluster), atau kelompok kelas siswa. Sampel yang diambil dengan menggunakan teknik ini adalah kelompok yang telah ada atau telah terbentuk, tanpa ada campur tangan pelaku penelitian untuk mengubah kelompok itu, baik dalam jumlah anggota, susunan, maupun suasana dan derajat kekompakannya.

(36)

157

skor pretest diperoleh, selanjutnya peneliti mengadakan matching terhadap kedua kelompok sampel dengan tujuan untuk menjamin bahwa kedua kelompok sampel tersebut tidak berbeda kemampuanya secara signifikan sebelum diberikan perlakuan.

Prosedur matching yang peneliti lakukan, mengacu pada pendapat Sudjana dan Ibrahim (1989: 26) bahwa:

Prosedur matching yang bisa digunakan adalah mengadakan matching kelompok, bukan individu pada variabel yang relevan. Suatu usaha telah dilakukan untuk menunjukkan bahwa kedua kelompok tidak berbeda secara signifikan dalam rata-rata dan simpangan bakunya, pada matching variabel. Metode ini sering digunakan dalam suatu situasi, sehingga dua kelompok yang telah terbentuk sebelumnya harus digunakan. Misalnya menganalisis skor pretest dari kedua kelompok dan melaporkannya bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam rata-rata dan simpangan bakunya. Peneliti kemudian menentukan sampel secara random mana yang akan dijadikan kelompok eksperimen dan yang mana untuk kelompok kontrol.

Berpijak pada pendapat tersebut, peneliti melakukan matching kedua kelompok dengan cara menganalisis skor pretest kedua kelompok sampel untuk diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada skor rata-rata dan simpangan bakunya. Berdasarkan hasil penghitungan, ternyata kedua kelompok tersebut tidak terdapat perbedaan secara signifikan pada skor rata-rata dan skor simpangan bakunya. Tes awal domain kognitif diperoleh nilai signifikansi 0,498 >

α 0,05; untuk domain afektif diperoleh nilai signifikansi 0,069 > α 0,05; untuk

domain psikomotor diperoleh nilai signifikansi 0,85 > α 0,05; untuk kebugaran

jasmani diperoleh nilai signifikansi 0,647 > α 0,05; Dengan demikian dapat

(37)

158

model evaluasi portofolio dan tes awal model evaluasi tradisional terhadap hasil belajar domain kognitif, afektif, psikomotor, dan kebugaran jasmani.

Selanjutnya, peneliti menentukan kelompok sampel secara random untuk dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan sebagai kelompok kontrol. Setelah dilakukan random ternyata kelas (A) sebagai kelompok eksperimen dan kelas (D) sebagai kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran pendidikan jasmani dengan menggunakan evaluasi portofolio, sedangkan kelompok kontrol diberikan perlakuan pembelajaran pendidikan jasmani dengan menggunakan evaluasi tradisional.

Perlakuan dilaksanakan sebanyak dua kali dalam seminggu tepatnya hari Selasa dan Sabtu, tertanggal 15 Maret sampai dengan 31 Mei 2011. Total keseluruhan pertemuan sebanyak 18 kali pertemuan, karena tanggal 15-19 Maret 2011 digunakan untuk pretest, dan tanggal 28-31 Mei 2011 digunakan untuk

postest. Perlakuan penelitian dilaksanakan mulai tanggal 22 Maret 2011 sampai

tanggal 24 Mei 2011 sesuai hari yang ditentukan. Setelah perlakuan selesai diberikan, kedua kelompok sampel selanjutnya diberikan posttest dengan tujuan untuk mengetahui ada dan tidaknya kemungkinan peningkatan hasil belajar setelah diberikan perlakuan. Penjelasan mengenai pengambilan sampel dari populasi, dilakukan dalam prosedur sebagai berikut:

1. Menentukan populasi yaitu menentukan jumlah kelas delapan di sekolah SMP YAS Kota Bandung.

(38)

159

keperluan penelitian terkait dengan kelompok yang diteliti yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, diharapkan dengan adanya dua kelompok efek dari perlakuan terhadap kedua kelompok sampel benar-benar disebabkan karena perlakuan (treatment). Prosedur random yang dilakukan peneliti untuk menentukan dua kelompok sampel baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dilakukan dengan cara random sederhana, Sudjana dan Ibrahim (1999: 86) mendeskripsikan langkah-langkah random sederhana sebagai berikut:

a. Membuat daftar populasi (jumlah kelas) dalam bentuk nomor-nomor kelas populasi secara berurutan.

b. Setiap nomor kelas populasi ditulis dalam kertas kemudian digulung dan dimasukan ke dalam sebuah kotak.

c. Kocoklah semua gulungan kertas yang ada dalam kotak tersebut atau diaduk sedemikian rupa agar gulungan kertas tersebut berbaur secara tidak teratur.

d. Ambilah satu persatu gulungan kertas tersebut sebanyak sampel yang diperlukan.

e. Nomor kelas yang tertulis pada gulungan kertas yang diambil dari kotak adalah sampel penelitian. Kemudian cocokan nomor urut sampel dengan daftar yang telah disusun untuk menetapkan siapa individu yang dimaksud dengan nomor urut tersebut.

3. Memberikan pretest untuk mengukur kemampuan awal siswa pada kedua kelompok sampel.

(39)

160

signifikan dalam skor rata-rata dan simpangan bakunya dari masing-masing kelompok tersebut.

5. Memberikan perlakuan kepada kedua kelompok sampel, kelompok eksperimen diberikan pembelajaran pendidikan jasmani dengan menggunakan evaluasi portofolio, sedangkan kelompok kontrol diberikan perlakuan pembelajaran pendidikan jasmani dengan menggunakan evaluasi tradisional. Materi yang diberikan disesuaikan dengan SK dan KD (standar kompetensi dan kompetensi dasar).

6. Memberikan pretest kepada kedua kelompok sampel, untuk mengetahui adanya kemungkinan peningkatan hasil belajar setelah diberikan perlakuan. 7. Membandingkan perbedaan hasil pretest dan posttest, untuk mengetahui

model evaluasi manakah yang lebih efektif dan signifikan terhadap hasil belajar domain kognitif, afektif, psikomotor, dan kebugaran jasmani.

Berdasarkan deskripsi mengenai pelaksanaan penelitian, maka disain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu “The Matching Only

[image:39.595.117.516.237.666.2]

Pretest-Posttes Control Group Design.” Fraenkel et al., (1993: 253) seperti terlihat pada

Gambar 3.1.

Treatment Group O M X1 O

Control Group O M X2 O

Gambar 3.1.

The Matching Only Pretest-Posttest Control Group Design

(40)

161 Keterangan:

O = Pada kedua kelompok sampel menunjukkan pretest dan posttest. M = Pada kedua kelompok sampel menunjukkan matching.

X1 = Perlakuan pada kelompok eksperimen yaitu pembelajaran

pendidikan jasmani dengan menggunakan evaluasi portofolio. X2 = Perlakuan pada kelompok kontrol yaitu pembelajaran pendidikan

jasmani dengan menggunakan evaluasi tradisional.

Esensi perbedaan antara pembelajaran pendidikan jasmani yang menggunakan evaluasi portofolio dan evaluasi tradisional adalah terletak pada variabel penyela yaitu guru pendidikan jasmani, sarana prasarana, alat dan media, lingkungan (iklim belajar), kesiapan dan motivasi belajar siswa.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas dan empat variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model evaluasi portofolio dan model evaluasi tradisional. Sedangkan variabel terikatnya yaitu hasil belajar siswa pada domain kognitif, afektif, psikomotor, dan kebugaran jasmani.

(41)

162

Variabel intervening juga disebut sebagai variabel yang memediasi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat (Creswell, 2010: 77). Adapun variabel penyela (intervening) dalam penelitian ini, peneliti berpijak kepada beberapa pendapat akhli diantaranya Sanjaya (2010: 15) mengatakan: “Variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan sistem pembelajaran yaitu faktor guru, siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan.” Lebih lanjut Sanjaya (2010: 19) mengatakan: “Faktor lain dari dimensi lingkungan yang memengaruhi proses pembelajaran adalah faktor iklim sosial-psikologis, yaitu keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran.” Pendapat lain, Siregar & Nara (2010: 51) mengatakan: “Faktor yang berkorelasi dengan proses dan hasil pembelajaran adalah motivasi.” Begitupun Landers (1980) yang dikutip Lutan (1996: 17) mengatakan: “Kesiapan untuk menampilkan keterampilan motorik adalah salah satu faktor utama yang menentukan hasil yang dicapai. Siswa yang belajar membutuhkan kemampuan menggali dan menyalurkan emosi dan motivasinya sehingga kondisi sikap dan minat yang ideal ditunjukkan saat menerima tugas yang harus dipelajari.”

(42)

163 2. Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Evaluasi

Evaluasi menurut Cross (1973: 5) dalam Sukardi (2008:1) dikatakan bahwa: “Evaluation is a process which determines the extent to which objectives

have been achieved.” Maksudnya ialah evaluasi merupakan proses yang

menentukan kondisi suatu tujuan telah dapat dicapai. Sedangkan Gilbert (1980: 18) dalam Arifin (2009: 5) dikatakan bahwa: “Evaluation is a process through

which a value judgement or decision is made from a variety of observations and

from the background and training of the evaluator.” Maksudnya, evaluasi

merupakan suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan.

b. Evaluasi Portofolio

Definisi evaluasi portofolio menurut Antonio (1995: 1) yaitu: “Portfolio is

purposeful collections of student work that tells the story of student achievement

or growth.” Joan & Zuniga (1996) mengatakan: “Portfolio is a collection of

student work that can exhibit a student’s effort, progress, and achievements in

various areas of the curriculum.” Selain itu, Dasim Budimansyah (2002: 106)

(43)

164

keterampilan peserta didik yang bersumber dari catatan dan dokumentasi pengalaman belajarnya.” Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi portofolio adalah usaha untuk memperoleh informasi tentang kemampuan siswa baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilan yang dilakukan secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh yang didasarkan kepada kumpulan karya atau dokumen siswa selama proses belajarnya, sehingga diketahui pertumbuhan dan perkembangan prestasi siswa selama proses pembelajaran.

c. Evaluasi Tradisional

Evaluasi tradisional menurut Kokom Komalasari (2010: 226) adalah: “Evaluasi yang berupa format-format penilaian multiple-choice, matching,

true-false, dan paper and pencil test”. Menurut Zaenul (2008: 46) evaluasi tradisional

adalah: “. . . to describe traditional, standardize, norm or criterion-referenced,

traditional paper and pencil testing.” Menurut pendapat tersebut, evaluasi

tradisional adalah evaluasi yang bersifat objektif yang berbentuk tes yang meliputi tes pilihan ganda (multiple-choice), menjodohkan (matching), benar-salah

(true-false), dan tes tertulis (paper and pencil test) yang menggunakan kriteria standar

dan norma.

(44)

165

ganda. Alasan menggunakan tes tersebut, dijelaskan Sukardi (2008: 119-120) bahwa:

Tes pilihan ganda objektivitas dapat dibangun lebih baik, guru dapat mengevaluasi dengan cakupan materi pembelajaran lebih luas, tingkat pengetahuan yang sederhana sampai intelektual yang tinggi dapat diungkap dengan baik, dapat mendeteksi tingkat penguasaan siswa terhadap materi, pendeteksian penguasaan siswa sulit dicapai, apabila menggunakan tes jenis lain seperti tes esai.

d. Hasil Belajar

Hasil belajar yaitu hasil yang diharapkan dimiliki oleh siswa setelah menempuh proses pembelajaran, atau lebih diartikan sebagai produk atau hasil yang dicapai oleh siswa (Syaodih, 1996: 69). Selain itu, Sudjana (1990: 22) mendefinisikan hasil belajar yaitu: ”Kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya.” Berdasarkan pendapat tersebut, hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perubahan perilaku siswa yang diakibatkan oleh pengalaman belajarnya yang meliputi kemampuan dalam domain kognitif, afektif, psikomotor, dan kebugaran jasmani setelah siswa diberikan perlakuan pembelajaran pendidikan jasmani sesuai dengan materi dalam SK dan KD (standar kompetensi dan kompetensi dasar), pada kurikulum SMP kelas delapan.

e. Pembelajaran

(45)

Undang-166

Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 dikatakan bahwa: ”Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.” Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses belajar yang dibangun dengan cara menciptakan interaksi antara guru dan siswa yang dikelola sedemikian rupa oleh guru sebagai sumber belajar, untuk menarik siswa belajar supaya siswa dapat mengembangkan kreativitas berpikir, meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru, sebagai upaya meningkatkan penguasaan terhadap materi pelajaran yang diberikan oleh guru sebagai sumber belajar.

f. Pendidikan Jasmani

Pengertian pendidikan jasmani yang dikemukakan dalam Kurikulum 2004 (2003: 6) yaitu: “Proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematis, bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, neuromuscular, perceptual, kognitif, dan emosional dalam kerangka sistem pendidikan nasional.” Selain itu, Harsono (1991: 6-7) menjelaskan bahwa:

Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari seluruh proses pendidikan yang bertujuan untuk mengubah perilaku manusia, diperoleh melalui aktivitas-aktivitas jasmaniah yang dilakukan secara sadar guna memperkembangkan aspek-aspek fisik, mental, emosional, dan sosial individu yang dilaksanakan dalam bingkai program pembelajaran yang sistematis.

(46)

167

Pendidikan jasmani adalah pendidikan melalui gerak jasmani, pendidikan jasmani merupakan bagian pendidikan secara keseluruhan. Pada hakikatnya pendidikan jasmani adalah proses pendidikan yang melibatkan interaksi antara peserta didik dengan lingkungan yang dikelola melalui aktivitas jasmani secara sistematik menuju pembentukan manusia seutuhnya.

Beberapa pendapat tersebut, memiliki prinsip yang sama yaitu pendidikan jasmani didalamnya melibatkan aktivitas jasmani yang merupakan dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan dirinya sendiri yang secara alami untuk berkembang searah dengan perkembangan zaman. Pendidikan jasmani dijadikan sebagai mata pelajaran di sekolah, dengan tujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam proses pembelajaran melalui aktivitas fisik yang dilakukan secara sistematis dengan tujuan membentuk manusia seutuhnya. g. Kebugaran Jasmani

(47)

168 C. Pengembangan Alat Pengumpul Data 1. Instrumen Evaluasi Portofolio

Alat pengumpulan data (instrumen) sangat diperlukan dalam sebuah penelitian, yang berfungsi sebagai alat untuk melakukan pengukuran terhadap sampel penelitian. Alat pengumpul data yang digunakan dalam evaluasi portofolio, penulis berpijak pada model yang dikembangkan oleh Sawicki (2007) dan Melograno (2006). Kaitan dengan evaluasi tersebut, peneliti berusaha memodifikasi serta disesuaikan dengan materi yang diajarkan pada siswa kelas delapan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) YAS Kota Bandung. Penjelasan mengenai model evaluasi portofolio dalam pembelajaran pendidikan jasmani dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1.

Model Evaluasi Portofolio dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani

Aspek yang Dievaluasi Jenis Evaluasi

Psikomotor 1. Atletik (start jongkok; lari 50 meter;

dan tolak peluru).

2. Senam (meroda/baling-baling; guling lenting/neck kip).

3. Beladiri (tangkisan dalam dan luar; tangkisan atas dan bawah).

4. Permainan bolabasket (passing;

dribbling; shooting).

Tes Penampilan: Tes proses (rating scale) dan

Tes produk

Kebugaran jasmani Fitnessgram Test (1 Mile Run)

Afektif Kerjasama Usaha Inisiatif Partisipasi

Penilaian Diri (self assessment) Refleksi Diri (Self reflection)

Perilaku harian Catatan Anekdot (Anecdotal Record)

Aktivitas di luar sekolah Penilaian Diri (Self Assessment) Kognitif

Pengetahuan Materi Ajar Tes objektif (Multiple-Choice

[image:47.595.113.511.218.744.2]
(48)

169

Beberapa instrumen yang dipaparkan pada Tabel 3.1. tidak hanya diberikan pada saat pretest dan posttest, tetapi diberikan juga pada saat proses pembelajaran per-satu satuan pelajaran atau per-unit dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa per-unit. Namun ada juga instrumen yang tidak diberikan pada saat pembelajaran per-satu satuan pelajaran atau per-unit yaitu instrumen aktivitas di luar sekolah. Penjelasan lebih rinci terkait dengan instrumen pengumpul data dalam penelitian ini, dapat dilihat dalam deskripsi sebagai berikut:

a. Instrumen Domain Psikomotor

Instrumen yang digunakan untuk mengukur domain psikomotor baik tes hasil dan proses adalah sebagai berikut: (1) Tes keterampilan gerak dasar atletik (start jongkok, tes lari 50 meter, dan tes tolak peluru), (2) Tes keterampilan gerak dasar senam (meroda, dan guling lenting/neck kip), (3) Tes keterampilan permainan bolabasket (passing, dribbling, dan shooting), 4) Tes keterampilan beladiri pencaksilat (tangkisan dalam luar, dan tangkisan atas bawah).

(49)

170 Tabel 3.2.

Instrumen Domain Psikomotor (Materi Atletik Start Jongkok)

[image:49.595.113.526.156.619.2]

Jenis

Evaluasi Gambar

Uraian Nilai

Start Jongkok 4 3 2 1

Observasi / Rating

Scale

Aba-aba (Bersedia)

Posisi jongkok lutut kaki belakang menempel

pada tanah/lintasan.

Kedua lengan dengan jari-jarinya membentuk

hurup “V” terbalik.

Telunjuk dan ibu jari dibuka lebar untuk menyangga berat badan dengan posisi kedua

lengan selebar bahu.

Aba-Aba (Siap)

Lutut yang menempel di tanah diangkat, lutut kaki depan ada dalam posisi membentuk sudut

90 derajat, lutut kaki belakang 120-140 derajat.

Panggul diangkat sedikit lebih tinggi dari bahu, tubuh sedikit condong ke depan, bahu sedikit lebih maju dari kedua tangan, pandangan ke

bawah.

Aba-aba (Ya)

Dorong kaki depan pada start blok dengan kuat. Kaki belakang digerakkan ke depan dengan cepat badan condong ke depan, kedua tangan diangkat dari tanah bersamaan lalu diayun

bergantian.

Jumlah

Rata-Rata

Kriteria: 4 (Baik Sekali), 3 (Baik), 2 (Cukup), 1 (Kurang).

b. Instrumen Kebugaran Jasmani

Instrumen untuk mengukur kebugaran jasmani (derajat sehat dinamis) siswa Sekolah Menengah Pertama usia 13 sampai 15 tahun, peneliti menggunakan tes kebugaran jasmani (Fitnessgram Test) menurut American Alliance for Health,

Physical Education, Recreation and Dance (AAHPERD) yang dikemukakan

(50)

171

Pada penelitian ini peneliti membatasi tes kebugaran jasmani hanya pada kemampuan aerobik saja dengan tes lari 1 mile (1600 meter). Pertimbangan menggunakan tes kebugaran jasmani 1 mile (1600 meter) adalah terkait dengan populasi yang akan menjalani tes. Giriwijoyo (2010: 8) mengatakan: “Populasi siswa sangat heterogen dalam kemampuannya, maka tes kebugaran jasmani cukup terhadap kapasitas aerobik saja, dan tujuan yang sebenarnya dari tes kebugaran jasmani adalah untuk mengetahui derajat sehat dinamis.” Berdasarkan pendapat tersebut, populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa di sekolah berarti populasi heterogen, dengan demikian tidak ada tuntutan fisik secara khusus yang menjadi tuntutan untuk dimiliki siswa layaknya seorang atlet, dan tidak ada tuntutan keterampilan kecabangan olahraga secara khusus yang harus dikuasai siswa layaknya sebagai seorang atlet. Oleh karena itu, tes kebugaran jasmani yang diberikan kepada siswa dalam penelitian ini hanya kemampuan kapasitas aerobik, tidak mencakup kemampuan kapasitas anaerobik. Pertimbangan lainnya bahwa secara teoritis apabila kemampuan kapasitas aerobik (fungsi ergosistema ES-II) baik, tidak mungkin fungsi ES-I buruk, oleh karena kapasitas aerobik yang baik hanya dapat dirangsang oleh fungsi ES-I yang juga baik. Artinya kalau kapasitas aerobik baik, maka dapat dipastikan bahwa siswa itu bukan siswa yang malas melakukan aktivitas fisik atau olahraga.

(51)

172

1. Siswa diurut berdasarkan nomor absen, selanjutnya dikelompokan menjadi tiga kelompok.

2. Siswa diberikan nomor dada sesuai nomor absen dengan warna yang berbeda untuk mempermudah dalam menghitung keliling.

3. Siswa diberikan pengarahan mengenai tata cara pelaksanaan keberangkatan, seperti siswa lari setelah ada aba-aba start; siswa lari sebanyak empat keliling; siswa setelah menempuh tiga keliling akan diberitahu sisa keliling yang harus diselesaikan sebagai peringatan bahwa siswa akan memasuki garis finish.

4. Siswa dibawa ke garis start untuk melakukan start yang dipandu oleh petugas start.

5. Setelah ada aba-aba start, siswa lari sejauh 1 mile (1600 meter).

6. Pada waktu memasuki garis finish, siswa diambil waktunya untuk mengetahui waktu tempuh yang dicapai siswa dalam tes tersebut.

Format yang digunakan dalam pelaksanaan tes kebugaran jasmani, dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Tes Kebugaran Jasmani 1 mile (1600 meter)

Tes Kebugaran Jasmani 1 mile (1600 meter)

Kelompok sampel : _______________________________________________

Tanggal tes : _________________ Tempat tes : _____________________

No Nama Siswa Waktu Nilai Keterangan

dst

(52)

173 c. Instrumen Domain Afektif

[image:52.595.110.516.231.723.2]

Instrumen untuk mengukur domain afektif, digunakan skala penilaian. Indikator yang diungkap terkait dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan jasmani, mengacu kepada beberapa pendapat ahli seperti Schiemer (2000: 111) mengenai “cooperation self reflection”, Sullivan dan Henninger (2000: 7) mengenai “behavior profile in physical education” dan Sawicki (2007: 1) mengenai “social, emotional/attitude test”. Berdasarkan pendapat tersebut, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa indikator yang harus terungkap dalam instrumen domain afektif yaitu kerjasama, kepemimpinan, fair play, partisipasi, inisiatif, dan usaha. Penjelasan lebih lanjut mengenai instrumen tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4.

Instrumen Domain Afektif Penilaian Diri (Self Assessment)

Nama : ________________ Tanggal : ____________________

Materi: _________________

No Pernyataan Selalu Sering Jarang Tidak

Pernah 1 Saya mengikuti aturan.

2 Saya membantu teman yang belum bisa.

3 Saya belajar secara aktif dalam aktivitas kelompok.

4 Saya menunjukkan kerjasama tim dan sikap kepemimpinan.

5 Saya mempersiapkan diri sebelum memulai pelajaran.

6 Saya berinisiatif menggunakan strategi dalam memecahkan masalah.

7 Saya berpartisipasi aktif dalam setiap pembelajaran.

8 Say

Gambar

Gambar 3.1.
Tabel 3.1.  Model Evaluasi Portofolio dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani
Evaluasi Jenis Gambar
Tabel 3.4. Instrumen Domain Afektif
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tidak adanya kesatuan politik diantara Negara-negara Islam, Perebutan kekuasaan di kalangan Dinasti Saljuk, Adanya Dinasti Fathimiyah yang berideologi

Berdasarkan keseluruhan variabel-variabel independen yang diuji secara individual dapat diketahui bahwa untuk model umum dari hasil uji F menunjukkan bahwa variabel

Jika yang berhak atas tanah/bangunan yang haknya dicabut tidak bersedia menerima ganti kerugian sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 Tahun

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap tertinggi terhadap ancaman bencana gempa bumi dan banjir di Desa Kedungupit, Kecamatan Sragen, Kabupaten

Mahkamah Konstitusi memberikan hak anak luar kawin untuk dapat membuktikan keberadaan dirinya dengan ilmu pengetahuan mempunyai hubungan dengan ayahnya, dan jika terbukti maka

Menganalisa hasil pengamatan metalografi sambungan las baik secara makro etsa dan struktur mikro pada material baja karbon rendah yang dilas tanpa repair dibandingkan dengan

kecurangan ( fraud ).Praktik-praktik kecurangan yang terjadi merupakan suatu pukulan bagi dunia profesi akuntansi karena dapat menimbulkan keraguan.. masyarakat terhadap fungsi

Terkait dengan kendala tersebut di atas Inspektorat Provinsi Riau sebagai salah satu Aparat Pengawasan Fungsional di Dae- rah Provinsi Riau berfungsi melaksanakan tugas