• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN MEDIA HARMONIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ARTIKULASI KONSONAN BILABIAL “P” ANAK TUNARUNGUDI SLB-B SUMBERSARI - BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN MEDIA HARMONIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ARTIKULASI KONSONAN BILABIAL “P” ANAK TUNARUNGUDI SLB-B SUMBERSARI - BANDUNG."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN MEDIA HARMONIKA UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN ARTIKULASI KONSONAN BILABIAL “P”

ANAK TUNARUNGUDI SLB-B SUMBERSARI - BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Khusus

Oleh:

Hidya Marti Nurazizah 1001858

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Studi Eksperimen SSR (Single Subjek Research) dengan desain A-B-A

Oleh

Hidya Marti Nurazizah 1001858

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

©Hidya Marti Nurazizah, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang

(3)

LEMBAR PENGESAHAN HIDYA MARTI NURAZIZAH

NIM. 1001858

PENGGUNAAN MEDIA HARMONIKA UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN ARTIKULASI KONSONAN BILABIAL “P” ANAK

TUNARUNGGU DI SLB-B SUMBERSARI BANDUNG disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I

Dr. Budi Susetyo, M.Pd. NIP. 19580907198701001

Pembimbing II

dr. Riksma Nurahmi, M.Pd NIP. 197511182005012001

Ketua Jurusan Pendidikan Khusus FIP UPI Bandung

(4)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN... i

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR... iii

UCAPAN TERIMAKASIH... iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GRAFIK... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 4

C. Batasan Masalah... 4

D. Rumusan Masalah... 5

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS... 6

A. Deskripsi Teori... 6

1. Konsep Dasar Ketunarunguan... 7

2. Konsep Dasar Artikulsi... 12

3. Latihan Pernafasan... 17

4. Media Harmonika... 18

B. Penelitian yang Relevan... 21

C. Kerangka Berfikir dan Hipotesis... 22

BAB III METODE PENELITIAN... 25

A. Variabel Penelitian... 25

1. Variabel Bebas... 25

2. Variabel Terikat... 25

B. Metode Penelitian... 25

(5)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Subjek Penelitian... 26

2. Lokasi Penelitian... 27

D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data... 27

1. Intrumen Penelitian... 27

2. Teknik Pengumpulan Data... 32

E. Teknik Pengolahan Data... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 35

A. Hasil Penelitian... 35

B. Analisis Data Hasil Penelitian... 36

1. Analisis Dalam Kondisi... 36

2. Analisis Antar Kondisi... 45

C. Pembahasan... 50

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 52

A. Kesimpulan... 52

B. Rekomendasi... 52

DAFTAR PUSTAKA... 54

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”... 28

Tabel 4.1 Skor Subjek NAF untuk Artikulasi Konsonan Bilabial “P”... 35

Tabel 4.2 Persentase Nilai Subjek NAF untuk Artikulasi Konsonan Bilabial “P”... 36

Tabel 4.3 Data Panjang Kondisi... 37

Tabel 4.4 Data Kecenderungan Arah... 38

Tabel 4.5 Rangkuman Kondisi Kecenderungan Stabilitas... 42

Tabel 4.6 Kondisi Jejak Data... 42

Tabel 4.7 Kondisi Level Stabilitas dan Rentang... 42

Tabel 4.8 Perubahan Level... 43

Tabel 4.9 Rangkuman Hasil Analisis Dalam Kondisi... 43

Tabel 4.10 Data Jumlah Variabel... 45

Tabel 4.11 Perubahan Kecenderungan Arah dan Efeknya... 45

Tabel 4.12 Perubahan Kecenderungan Stabilitas... 46

Tabel 4.13 Perubahan Level... 46

Tabel 4.14 Data Overlap... 48

(7)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Persentase Nilai subjek NAF untuk Artikulasi Konsonan Bilabial “P”... 36

Grafik 4.2 Kecenderungan Arah... 38

Grafik 4.3 Kecenderungan Stabilitas Fase Baseline 1 (A-1)... 39

Grafik 4.4 Kecenderungan Stabilitas Fase Intervensi (B)... 40

Grafik 4.5 Kecenderungan Stabilitas Fase Baseline 2 (A-2)... 41

Grafik 4.6 Data Overlap Fase Baseline 1 (A-1) ke Intervensi (B)... 47

Grafik 4.7 Data Overlap Fase Intervensi (B) keBaseline 2 (A-2)... 48

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kartu Bimbingan... 57

Lampiran 2 : Jadwal Penelitian... 60

Lampiran 3 : Expert Judgement... 62

Lampiran 4 : Instrumen Pengujian Reliabilitas dan Tabel Hasil Reliabilitas... 84

Lampiran 5 : Instrumen Penelitian dan Hasil Penelitian... 138

Lampiran 6 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 158

Lampiran 7 : Surat-surat Penelitian... 161

(9)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

PENGGUNAAN MEDIA HARMONIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ARTIKULASI KONSONAN BILABIAL “P” ANAK

TUNARUNGU DI SLB-B SUMBERSARI BANDUNG OLEH: HIDYA MARTI NURAZIZAH (1001858)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan

media harmonika dalam melatih kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P”

dengan subjek anak tunarungu kelas VI SD di SLB-B Sumbersari berinisial NAF yang akan diberikan latihan artikulasi menggunakan harmonika. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode Single Subject Research (SSR) dengan desain A-B-A. A-1 adalah fase baseline 1 yang dilakukan selama 4 sesi dan berfungsi untuk mengetahui kondisi subjek sebelum diberikan intervensi, B adalah intervensi yaitu fase pemberian latihan yang dilakukan sebanyak 7 sesi, dan A-2 adalah baseline 2 yang dilakukan sebanyak 4 sesi dan bertujuan untuk fase kontrol dari A-1 dan B sekaligus untuk menarik kesimpulan. Setelah dilakukan penelitian selama 15 kali sesi pertemuan, diperoleh hasil bahwa kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” subjek NAF mengalami peningkatan yang cukup signifikan setelah diberikan intervensi dengan menggunakan media harmonika. Hal tersebut dapat dibuktikan dari hasil mean level pada fase baseline 1 (A-1) sebesar 40,63%, fase intervensi (B) 63,49%, dan fase baseline 2 (A-2) sebesar 79,51%, dari hasil tersebut terlihat bahwa pemberian intervensi

memberikan pengaruh positif pada kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P”

subjek NAF.

(10)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

SUMBERSARI BANDUNG

OLEH: HIDYA MARTI NURAZIZAH (1001858)

The purpose of this study was to determine the effect of media use harmonica in training capability bilabial consonant articulation "P" with the subject of deaf children in the sixth grade SLB-B Sumbersari initials NAF will be given articulation exercises using the harmonica. The method used in the study of methods of Single Subject Research (SSR) with ABA design. A-1 is the first baseline phase were carried out for 4 sessions and is used to determine the condition of the subject before granted intervention, Phase B is the intervention that is giving training sessions conducted by 7, and A-2 are the baseline 2 were carried out as many as four sessions and aims to control phase of the A-1 and B at the same time to draw conclusions. After doing research for 15 times of sessions, the results showed that the ability of articulation bilabial consonants "P" NAF subjects experienced a significant increase after a given intervention using media harmonica. This can be evidenced from the results of the mean baseline level in phase 1 (A-1) of 40.63%, the intervention phase (B) 63.49%, and the baseline phase 2 (A-2) of 79.51%, of the results It is seen that the provision of the intervention had a positive influence on the ability of the articulation of bilabial consonants "P" NAF subject.

(11)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Kesimpulan

Sesuai dengan hasil analisis data, diperoleh keterangan bahwa penggunaan

media harmonika dalam fase intervensi dapat meningkatkan kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” pada subjek NAF. Peningkatan ini dapat dilihat dari perubahan mean level subjek yang mengalami peningkatan dari

fase baseline 1 (A-1) 40,63% ke fase intervensi (B) 63,49% menunjukan

peningkatan sebesar 22,86%, dan dari fase intervensi (B) 63,49% ke fase

baseline 2 (A-2) 79,52% menunjukan peningkatan sebesar 16,02%. Maka dari

itu dapat disimpulkan kembali bahwa media harmonika dapat meningkatkan kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” pada anak tunarunggu khususnya NAF.

B.Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang telah jelaskan di atas, maka peneliti memberi

rekomendasi kepada pihak-pihak yang dipandang perlu untuk menindak lantuji

hasil penelitian ini. Seperti telah diketahui bahwa penggunaan media harmonika dapat meningkatkan kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” anak tunarunggu, oleh karena itu peneliti menyarankan beberapa hal

diantaranya sebagai berikut.

1. Rekomendasi bagi para pendidik

Penelitian ini sekiranya dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi para

pendidik untuk menggunakan media harmonika dalam proses latihan

artikulasi di sekolah

2. Rekomendasi bagi para terapis

Media harmonika dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi para

(12)

yang dapat digunakan dalam latihan artikulasi maupun dalam latihan bina

konsepsi persepsi bunyi dan irama (BKPBI).

3. Rekomendasi bagi para peneliti selanjutnya

a. Peneliti selanjutnya dapat mengadakan penelitian dengan menggunakan

media harmonika tetapi dengan target behavior yang berbeda, misalnya untuk latihan artikulasi konsonan bilabial “B”.

b. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian kepada subjek yang

memiliki hambatan yang berbeda, seperti anak yang mengalami

hambatan pada proses artikulasinya atau bahkan pada anak

berkebutuhan khusus lainnya dengan menggunakan media harmonika

(13)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teori

1. Konsep Dasar Ketunarunguan

a. Pengertian Anak Tunarungu

Istilah tunarungu diambil dari kata “Tuna” dan “Rungu”. Tuna

artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Tunarungu dapat

diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang

mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai

rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya. Batasan

pengertian anak tunarungu telah banyak dikemukakan oleh para ahli

yang semuanya itu pda dasarnya mengandung pengertian yang sama.

Di bawah ini mengandung beberapa definisi anak tunarungu.

Somad dan Hernawati (1995, hlm. 27) mengemukakan bahwa

“tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat mengungkap

berbagai perangsang terutama melalui indera pendengarannya”.

Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori yaitu tuli (deaf) dan

kurang dengar (low of hearing). Tuli adalah mereka yang indera

pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga

penderngaran tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah

mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan tetapi

masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa

menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).

Selain itu, Mufti Salim dalam Somantri (2005, hlm. 93)

menyimpulkan bahwa:

(14)

pendengaran sehingga ia mengalami hambatan pendengaran bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak.‟

Memperhatikan batasan-batasan di atas, dapatlah ditarik

kesimpulan bahwa tunarungu adalah mereka yang kehilangan

pendengarannya baik sebagaian (hard of hearing) maupun seluruhnya

(deaf) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai

fungsional di dalam kehidupan sehari-hari.

b. Klasifikasi Tunarungu

1) Klasifikasi berdasarkan saat terjadi ketunarunguan

Klasifikasi anak tunarungu berdasarkan saat terjadinya

ketunarunguan menurut Kirk dkk (dalam Efendi, 2005, hlm.

62)yaitu sebagai berikut :

a) Ketunarunguan bawaan, artinya ketika anak lahir sudah

mengalami tunarungu dan indera pendengarannya sudah tidak

berfungsi lagi

b) Ketunarunguan setelah lahir, artinya terjadi ketunarunguan

setelah anak lahir. akibat kecelakaan atau suatu penyakit

2) Ketunarunguan menurut lokasi gangguan

Klasifikasi anak tunarungu berdasarkan lokasi terjadinya

ketunarunguan dalam Somad dan Hernawati(1995, hlm. 32)yaitu

sebagai berikut :

a) Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat

gangguan pada bagian luar atau tengah telinga yang

menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian

dalam telinga.

b) Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila

(15)

8

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pendengaran yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman

pesan bunyi ke otak.

c) Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada

sistem syaraf pusat proses pendengaran yang mengakibatkan

individu mengalami kesulitan memahami apa yang

didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada

telinganya itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan pusat

pemerosesan pendengaran ini mungkin memiliki pendengaran

yang normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka

sering mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya.

3) Klasifikasi menurut tarafnya

Taraf dari ketunarunguan seseorang dapat dites dengan

audiometris, maka dari itu Andreas Dwidjosumarto (1990) dalam

Somantri (2005, hlm. 95) mengemukakan empat tingkatan taraf

dari ketunarunguan untuk kepentingan pendidikan, yaitu:

a) Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar antara 35

sampai 54 dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara

dan bantuan mendengar secara khusus.

b) Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55 – 69

dB, penderita kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah

secara khusus, dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan

latihan berbicara dan bantuan latihan berbahasa secara khusus.

c) Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70 – 89

dB. Mereka sedikit memahami percakapan pembicara bila

memperhatikan wajah pembicara dengan suara keras, tetapi

percakapan normal praktis tidak mungkin dilakukannya, tetapi

dapat terbantu dengan alat bantu dengar.

d) Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.

(16)

terbantu dengan alat bantu dengar tertentu, sangat bergantung

pada komunikasi visual.

Menurut Delphie, B. (2006, hlm. 102) derajat kemampuan

berdasarkan ukuran audiometer menyebabkan klasifikasi anak

dengan kemampuan pendengaran menurut decibel (dB) dibedakan

menjadi 6 kategori, yaitu sebagai berikut:

a) 0 -26 dB masih mempunyai pendengaran normal

b) 27 – 40 dB mempunyai kesulitan mendengar tingkat-ringan,

masih mampu mendengar bunyi-bunyian yang jauh. Individu

tersebut membutuhkan terapi bicara

c) 41- 55 dB termasuk tingkat mengah, dapat mengerti bahasa

percakapan. Indiidu tersebut membutuhkan alat bantu dengar.

d) 56 -70 dB termasuk tingkat menengah berat. Kurang mampu

mendengar dari jarak dekat memerlukan alat bantu dengar dan

membutuhkan latihan berbicara secara khusu.

e) 71 – 90 dB termasuk tingkat berat. Individu tersebut termasuk

orang yang mengalami ketulian, hanya mampu mendengarkan

suara keras yang berjarak kurang lebih satu meter. Kesulitan

membedakan suara yang berhubungan dengan bunyi secara

tetap.

f) 91 sampai dengan sterusnya termasuk individu yang

mengalami ketulian sangat berat. Tidak dapat mendengar

suara, sangat membutuhkan bantuan khusus secara intensif

terutama dalam keterampilan percakapan/berkomunikasi.

c. Dampak Ketunarunguan

Dampak utama ketunarunguan pada perkembangan anak adalah

dalam bidang bahasa dan ujaran. Kita perlu membedakan antara

bahasa (sistem utama yang kita pergunakan untuk berkomunikasi) dan

(17)

10

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

orang yang dapat mendengar). Menurut Somad dan Hernawati (1995,

hlm. 35) menyatakan bahwa “kemampuan berbicara dan bahasa anak

tunarungu berbeda dengan anak yang mendengar, hal ini disebabkan

perkembangan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan

mendengar”. Hambatan tersebut dapat mengakibatkan kesulitan dalam

belajar di sekolah dan dalam berkomunikasi dengan orang yang dapat

mendengar atau berbicara sehingga berdampak pada perkembangan

sosial dan keragaman pengalaman dari anak tunarunggu. Masalah

tersebut karena sebagian besar perkembangan sosial masyarakat

didasarkan atas komunikasi lisan, begitu pula perkembangan

komunikasi itu sendiri, sehingga gangguan dalam proses ini (seperti

terjadinya gangguan pendengaran) akan menimbulkan masalah.

Seperti yang dikemukakan oleh Sadja‟ah (2002, hlm. 17)

mengemukakan bentuk-bentuk kesalahan anak tunarungu dalam

peniruan bunyi bahasa, yaitu:

1) Dalam membentuk huruf tidak/ kurang utuh/ standar

2) Sering tertukar huruf

3) Sering menambah/ mengurangi huruf

4) Sering kata-katanya terpatah-patah

5) Bicaranya tidak berirama (monoton/ datar)

Kehilangan pendengaran berakibat langsung pada kemampuan

penggunaan bahasa dan kemampuan berkomunikasi. Oleh karena itu

anak tunarungu memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk

mengadakan interaksi sosial dengan, orang lain yang ada di

lingkungannya.

Keadaan seperti ini akan berakibat pada perkembangan

kepribadian, dengan ditandai oleh rasa kepercayaan diri yang kurang,

diliputi oleh perasaan malu-malu, memiliki perasaan curiga dan

(18)

sering diasingkan oleh keluarga dan masyarakat egocentric, impulsive,

suggestable dan cenderung memiliki perasaan depresif. Ciri-ciri kepribadian tersebut juga merupakan akibat dari perlakuan orang tua

dan masyarakat terhadap anak tunarungu.

Hubungan manusia dengan lingkungan bersifat transaksional,

maksudnya adalah padaumumnya tingkah laku itu terjadi karena

adanya hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antara

individu dengan lingkungan di sekitarnya. Fungsi-fungsi sensoris

bertindak sebagai perantara antara individu dengan

lingkungannya,baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.

Gangguan pada salah satu fungsi penginderaan akan berpengaruh pada

hubungan individu dengan lingkungan sekitarnya yang bersifat

transaksional tadi.

Seorang individu yang mengalami gangguan pendengaran tertutup

dari rangsangan suara yang berasal dari lingkungannya yang

merupakan bagian integral dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di

lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu kehilangan pendengaran

menyebabkan terhambatnya kemampuan untuk berkomunikasi secara

bebas dan efektif dengan keluarga,teman-teman dan orang lain yang

berada di sekitarnya.

Manusia berkomunikasi saling berhubungan, dan saling

mempengaruhi melalui bahasa, meskipun bahasa itu dapat dinyatakan

secara tertulis,tetapi bahasa lisanlah cara yang paling banyak

digunakan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Di sinilah pentingnya

fungsi pendengaran dalam melakukan fungsi sosial, dengan demikian

kehilangan pendengaran akan menimbulkan masalah psiko-sosial pada

orang yang menyandangnya.

(19)

12

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Karakteristik anak tunarungu dalam segi bahasa dan bicara

mengalami hambatan yang disebabkan oleh adanya gangguan dalam

pendengaran. Perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu tidak

mengalami hambatan sampai masa meraban karena meraban

merupakan kegiatan alami pernafasan dan pita suara.

Tahap selanjutnya yaitu masa meniru, anak tunarungu berbeda

dengan anak pada umumnya yang tidak mengalami gangguan dalam

pendengarannya, anak yang dapat mendengar mampu meniru segala

jenis bahasa dari berbagai segi, bisa visual maupun audio. Anak

tunarungu hanya dapat melakukan peniruan yang sifatnya visual saja.

Melihat kondisi tersebut maka banyak anak tunarungu yang

mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan proses

pernapasannya ketika berbicara yang disebabkan kurang terlatihnya

organ-organ bicaranya karena tidak dapat mendengar sehingga tidak

dapat meniru apa yang orang lain ucapkan.

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa perkembangan bahasa

dan bicara anak tunarungu tidak mengalami hambatan sampai pada

tahap meraban, namun setelah masa meraban perkembangan bahasa

dan bicara akan terhenti. Pada masa meniru perkembangan anak akan

terbatas karena hanya akan meniru dengan menggunakan visualnya

yaitu gerak dan isyarat. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar

bahasa maka kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang bila ia

tidak dididik dan dilatih secara khusus.

Melihat kondisi tersebut, maka anak tunarungu perlu dilatih dalam

hal artikulasi, dalam modul Konsep Dasar Artikulasi dan Optimalisasi

Fungsi Pendengaran (Endang Rusyani, hlm. 17) tujuan dari latihan

artikulasi tersebut adalah untuk mengembangkan bahasa lisan dari

anak tunarunggu, yaitu:

1) Membentuk pola ucapan bunyi bahasa yang sesuai dengan aturan.

(20)

3) Menyadari bahwa setiap pola ucapannya apabila dirangkaikan

antara satu dengan yang lainnya dapat menimbulkan makna-makna

tertentu.

4) Terhindar dari sifat verbalisme.

5) Menambah pembendaharaan kata untuk kepentingan komunikasi.

6) Mengembangkan potensinya

7) Mengembangkan kepribadiannya

8) Mengembangkan emosi secara wajar dan mampu melakukan

hubungan sosial dengan baik.

2. Konsep Dasar Artikulasi

a. Pengertian Artikulasi

Artikulasi dalam proses komunikasi memiliki definisi yaitu

gerakan-gerakan otot bicara yang digunakan untuk mengucapkan

lambang-lambang bunyi bahasa yang sesuai dengan pola-pola yang

standar sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Sedangkan menurut

kamus besar Bahasa Indonesia, artikulasi memiliki arti pengucapan

kata atau perubahan rongga dan ruang di saluran untuk menghasilkan

bunyi bahasa.Kata artikulasi sendiri sering mengalami perluasan

makna atau bahkan pergeseran makna dari maksud kata aslinya,

contohnya para politikus sering mengakatan “artikulasikan pendapat

anda”, berbeda dengan para penyanyi mereka sering mengatakan

“artikulasi kamu cukup baik”. Kemudian menurut Edja Sadj‟ah(2005, hlm. 46)

“Artikulasi adalah perangkat alat-alat ucap atau alat-alat berbicara dimana hasil mekanisme kerjanya memproduksi suara atau bunyi bahasa yang memiliki sifat-sifat khusus, sehingga bunyi yang dihasilkan antara yang satu dengan yang lainnya berbeda.”

Organ artikulasi yang berkaitan dengan otot-otot bicara berperan

penting dalam perolehan bicara. Otot-ototnya yaitu bibir, lidah,

(21)

14

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

saraf kranial (nervii craniales), yaitu nervus X atau nervus vagus

(berfungsi untuk menerima rangsang dari organ dalam dan

mengendalikan organ-organ dalam), nervus XII atau nervus

hipoglossus (fungsinya mengendalikan pergerakan lidah), nervus

Vatau nervus trigeminus (berfungsi menerima rangsangan dari wajah

untuk diproses di otak sebagai sentuhan dan menggerakan rahang) dan

nervusIX atau nervus glosofaringeal (berfungsi untuk menerima

rangsang dari bagian posterior lidah untuk diproses di otak sebagai

sensasi rasa dan mengendalikan organ-organ dalam).

Pengartikulasian bunyi bahasa atau suara akan terbentuk apabila

adanya koordinasi unsur motoris (pernafasan), unsur yang bervibrasi

(tenggorokan dengan pita suara), dan unsur yang beresonansi (rongga

penuturan: rongga hidung, mulutdan dada). Apabila terdapat kelainan

atau kerusakan pada salah satu unsur tersebut, maka akan

mengakibatkan gangguan dalam artikulasinya. Gangguan yang dapat

menyebabkan pengartikulasian kurang baik salah satunya karena

gangguan pernafasan, contohnya adalah:

1) Alat-alat pernafasan yang tidak sempurna dikarenakan sakit

paru-paru dan pleuritis atau radang diselaput-selaput yangmenyelubungi

paru-paru. Lalu gangguan dalam susunan yang menghubungkan

paru-paru dengan bagian luar, gangguan otot-otot pernafasan, dan

gangguan saraf-saraf yang merangsang otot pernafasan hal tersebut

juga dapat memperngaruhi pengartikulasian yang baik.

2) Alat pernafasan yang sempurna tetapi tidak berfungsisebagaimana

mestinya, contohnya seperti yang terjadi pada anak tunarungu.

Lalu ada penyebab dari jenis-jenis penyakit akibat kelumpuhan

otot, seperti yang dijelaskan dalam modul yang berjudul Konsep

Dasar Artikulasi dan Optimalisasi Fungsi Pendengaran(Endang R.

(22)

1) Satu pita suara tidak dapat bekerja, karena otot-ototnya tidak

terangsang lagi.

2) Kumpulan otot-otot suara: muscle. Posticus. Otot Posticus ini yang

membuka celah suara, kulumpuhan ini menyebabkan pita suara

tidak dapat digerakkan.

3) Aphoni: Tidak ada suara. Termasuk gangguan fungsional, yakni

pita suara tidak dapat ditutup sehingga tidak ada suara.

4) Phonastani: Suara kurang keras. Termasuk gangguan fungsional,

akibat kelelahan (terlalu banyak bicara,pidato), tidak ada kelainan

pada pita suara.

5) Bengkak atau tumor pada pita suara. Gangguan organis. Suara

kurang keras dan tidak jelas. Penyebabnya dapat karena: 1) Infeksi

pada pita suara, 2) Terlalu keras berteriak/ menyanyi dengan

kurang memperhatikan pernafasan, 3) batuk-batuk.

6) Gangguan diwaktu perubahan (pubertet).

Sedangkan gangguan artikulasi dalam Modul 1 ((Endang R. hlm.

20) dapat disebabkan karena faktor organis dan faktor fungsional.

1) Faktor Organis  Kelainan bawaan

 Kelainan yang didapat setelah kalahiran, kelainan ini dapat

terjadi karena luka,misalnya perforasi langit-langit, dan dapat

terjadi akibat kelumpuhan, misalnya:kelumpuhan lidah sebagian

atau seluruhnya, operasi polip, pendarahan dalam otak.

2) Faktor Fungsional

Gangguan ini biasanya alat-alat artikulasi baik, tetapi tidak

berfungsi sebagaimana mestinya. Gangguan-gangguan ini antara

lain:

 Kesanggupan alat-alat artikulasi tidak baik, gerak-gerak otot

(23)

16

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

 Gangguan perhatian

 Meniru gerakan artikulasi yang salah. Anak belajar bicara

dengan meniru,apabila di sekelilingnya berartikulasi salah maka

anak akan menirukanartikulasi yang salah tersebut.  Gangguan pendengaran

 Lemah ingatan  Dyslalia

b. Perkembangan Artikulasi

Perkembangan kemampuan artikulasi adalah kemampuan

seseorang untuk dapat memproduksi bunyi-bunyi bahasa yang

digunakan untuk ekspresi verbal. Ujaran yang diproduksi oleh alat

bicara harus sesuai dengan konsep dan lambang dari suatu konsep

yang menjadikan tujuan ucapan. Konsep yang dihubungkan dengan

lambang, selanjutnya akan dibentuk dan disuarakan melalui organ

atau alat-alat artikulasi serta alat peninggi bunyi (resonasi) sehingga

dapat didengar dan dapat dimengerti oleh orang lain.

c. Pembagian Konsonan Menurut Dasar Artikulasi

Huruf vokal dan konsonan memiliki perbedaan dari cara

pengucapan dan organ bicara yang digunakannya. Untuk huruf

konsonan sesuai dengan dasar artikulasi dan organ-organ artikulasi

maka konsonan dibagi menjadi 7 jenis konsonan, seperti yang di

kemukakan oleh Edja Sadja‟ah (2003, hlm. 96) yaitu:

1) Konsonan bilabial

Konsonan ini terdiri dari huruf P, B, M, dan W, huruf ini

termasuk dalam konsonan bilabial karena bunyi bahasa yang

dihasilkan oleh pergerakan antara bibir atas dan bibir bawah.

(24)

Huruf F dan V termasuk dalam konsonan labio dental karena

bunyi bahasa yang dihasilkan ketika gigi atas dan bibir bawah

bersatu.

3) Konsonan dental

Konsonan dental adalah bunyi bahasa yang keluar ketika ujung

lidah dan lengkung kaki gigi bertemu, konsonan ini juga bisa

disebut dengan bunyi apiko alverolar dan yang termasuk kedalam

konsonan dental adalah huruf T, D, L, dan N.

4) Konsonan alveoral

Konsonan alveoral terdiri dari huruf S, Z dan R. Bunyi bahasa

terjadi anatara daun lidah dan langit-langit keras juga disebut

lamino alveolar.

5) Konsonan palato alveoral

Konsonan C dan J termasuk kedalam konsonan palato alveoral

karena bunyi bahasa ini terjadi antara tengah lidah dan langit-langit

keras.

6) Konsonan velar

Konsoanan velar ini terdiri dari huruf L, G, X, dan Y, bunyi

bahasa terjadi anatara pangkal lidah dan langit-langit lembut.

7) Konsonan glottal/ bunyi faringal

Konsonan glottal hanya terdiri dari 1 konsonan yaitu H, bunyi

bahasa terjadi antara akar lidah dan dinding belakang rongga

kerongkongan.

3. Latihan Pernafasan

Pernafasan yang baik, teratur dan kuat sangat diperlukan dalam proses

berbicara terutama dalam proses pengartikulasian, namun seringkali anak

tunarungu kurang baik, kurang teratur dan juga lemah dalam proses

(25)

18

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Somad dan Hernawati(1995, hlm. 119) penyebab dari kesalahan atau

kekurangan pernafasan yaitu:

a. Menarik nafas sambil mengempiskan perut atau dada

b. Bernafas dengan bahu

c. Mulai berbicara dengan menarik nafas

d. Tidak dapat menguasai nafas, sehingga perkataannya terputus-putus.

Somad dan Hernawati (1995, hlm. 120) mengungkapkan pula

bagaimana memperbaiki kesalahan atau kekurangan dalam pernafasan

dengan empat cara latihan nafas, yaitu:

a. Bernafas dengan bahu

Bahu naik ke atas saat menarik nafas dan kembali turun ke bawah

waktu menghembuskan nafas, lakukan secara sinkron jangan sampai

terbalik saat menarik nafas bahu turun dan bahu naik waktu

membuang nafas.Namun cara seperti ini tidak begitu baik, karena

nafas yang dihasilkan dangkal dan mengakibatkan kalimat jadi

terputus-putus.

b. Bernafas dengan dada

Sewaktu menarik nafas dada melebar dan mengembang ke dapan dan

samping kemudian mengempis kembali sewaktu membuang nafas.

Usahakan menarik nafas sampai benar-benar maksimal agar seluruh

otot-otot sela iga meregang maksimal sehingga paru juga akan

mengembang secara maksimal. Cara seperti ini juga tidak begitu baik,

karena jadi terkesan cepat lelah dan akibatnya suara jadi tidak stabil

dan terputus-putus.

c. Bernafas dengan perut (tipe diagfragma)

Seperti bayi, begitu menarik nafas perut mengembang keluar dan saat

(26)

merasa kesulitan dengan awalan menarik nafas, bisa dilakukan dengan

cara sebaliknya yaitu membuang nafas sampai habis sambil menekan

perut ke dalam dengan tangan secara lembut. Setelah nafas habis

tangan dilepaskan, dengan otomatis nafas akan masuk kembali dan

dibantu dengan tambahan menarik nafas pelan dan panjang perut akan

mengembang – menonjol ke depan.

d. Bernafas dengan kombinasi (tipe campuran)

Merupakan kombinasi dari ke tiga cara di atas. Tarik nafas perut

mengembang ke depan, dada melebar dan mengembang ke depan dan

bahu naik ke atas. Buang nafas, perut mengempis kembali, dada

mengempis dan bahu turun.

Latihan-latihan pernafasan diatas dapat dilakukan langsung atau bisa

juga dengan menggunakan media untuk memaksimalkan latihan. Contoh

dari media tiup yang dapat digunakan dalam latihan pernafasan anak

tunarunggu salah satunya adalah alat musik seperti harmonika.

4. Media Harmonika

Supaya penyampaian materi pelajaran dapat diterima dengan baik serta

manarik bagi siswa, maka sebaiknya memanfaatkan alat peraga yang

disukai oleh siswa sekaligus dapat membantu dalam pembelajaran.

Penggunaan sebuah alat peraga atau media akan menarik minat siswa

dalam belajar.

Media dalam Piran Wiroatmodjo (1984, hlm. 5) berasal dari bahasa

Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah

berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar

pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media juga bisa didefinisikan

seperti yang dikemukakan oleh Asosiasi Teknologi dan Komunikas

Pendidikan (Association of Education and Comunication

Technology/AECT, 1977) dalam Piran Wiroatmojdo (1984, hlm. 5)

(27)

20

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

orang untuk menyalurkan pesan atau informasi”. Media

Pembelajaranmenurut Arsyad (2011, hlm. 15) menyatakan:

Dalam proses belajar mengajar ada dua unsur penting yaitu metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan, pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada beebagai aspek lain yang harus diperharikan dalam memilih media, antara lain tujuan pembelajaran, jenis tugas, dan respon yang diharapkan siswa kuasiai setelah pembelajaran berlangsung, dan konsteks pembelajaran termasuk karakteristik siswa.

Menurut Tati Hernawati dalam modul Media dan Prasarana

Pembelajaran Artikulasi dan Optimalisasi Fungsi Pendengaran,

menyatakan:

Media pembelajaran merupakan teknologi pembawa pesan yangdapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran atau pelatihan. Disamping itu mediadapat diartikan juga sebagai sarana fisik untuk meyampaikan isi/materi pembelajaran/pelatihan serta sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual termasukteknologi perangkat kerasnya. (Hernawati, T., hlm. 1)

Pengertian mengenai media di atas, dapat disimpulkan bahwa media

merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan

pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran,

perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa

sehingga proses belajar terjadi.

Media juga dapat dibagi menjadi beberapa jenis, seperti yang

dikemukakan oleh Rudy Bret (1971) dalam Muthoharoh (2009) yang

menggolongkan media berdasarkan tiga unsur pokok (suara, visual dan

gerak) yaitu terdiri dari:

a. Media audio

b. Media cetak

c. Media visual diam

d. Media visual gerak

e. Media audio semi gerak

(28)

g. Media audio visual diam

h. Media audio visual gerak

Media yang digunakan peneliti adalah media tiup untuk melatih

pernapasannya, media ini termasuk kedalam media audio visual diam.

Definisi tiup sendiri yaitu kata awal dari meniup, menurut kamus besar

bahasa indonesia kata tiup memiliki arti yaitu embus, sehingga kata

meniup memiliki definisi menghembus, konteks dalam media ini yaitu

kegiatan meniup adalah kegiatan menghembuskan udara atau angin dari

organ pernafasan. Kegiatan meniup ini menggunakan media

pembelajaran harmonika.

Wikipedia (2013) menjelaskan bahwa harmonika adalah salah satu alat

musik yang cukup mudah digunakan atau dimainkan, caranya hanya

tinggal ditiup atau dihisap sampai menghasilkan suara. Harmonika

awalnya adalah alat musik tradisonal Cina yang bernama sheng, alat

musik ini telah digunakan kira-kira 5000 tahun yang lalu sejak kekaisaran

Nyu-Kwa. Kemudian pada tahun 1821, Christian Friedrich Buschmann

menemukan harmonika modern yang terbuat dari plat-plat getar dari

logam dan disusun secara horizontal dengan desain yang kurang baik dan

hanya menyediakan nada tiup kromatis. Setelah itu banyak yang meniru

desain tersebut dan memperbaikinya sehingga lebih bagus. Salah satunya

adalah Richter yang mengembangkan variasi harmonika pada

tahun 1826 dengan 10 lubang tetap dan 20 pelat getar dengan pemisahan

fungsi pelat yang ditiup dan yang dihisap.

Teknik pernafasan yang digunakan dalam meniup atau menghisap

harmonika adalah teknik pernapasan perut, saat meniup harmonika maka

udara yang dikeluarkan dari perut sehingga perut menjadi kempes, dan

sebalikanya ketika harmonika dihisap maka perut akan membuncit karena

(29)

22

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

secara horizontal diantara bibir atas dan bibir bawah kemudian tahan dan

tiup atau hisap sampai harmonika mengeluarkan suara.

Konsonan P termasuk kedalam konsonan hambat letup bilabial yaitu

konsonan yang terjadi dengan hambatan penuh arus udara, kemudian

hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba. Konsonan P ini terjadi jika

artikulator aktifnya bibir bawah dan artikulator pasifnya bibir atas.

Artinya yaitu konsonan P dihasilkan ketika bibir atas dan bibir bawah

bertemu atau dirapatkan kemudian arus udara masuk dan dikeluarkan lagi

secara tiba-tiba. Dilihat dari cara pengucapan konsonan P yang

menggunakan organ bicara bibir atas dan bibir bawah penelitipun

memilih media harmonika sebagai media tiup untuk melatih pengucapan

konsonan salah satu siswa tunarunggu di SLB-B Sumbersari karena cara

penggunaan harmonika yang hampir sama dengan cara pengucapan

konsonan P.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang berkaitan dengan latihan yang bertujuan meningkatkan

kemampuan artikulasi konsonan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ratih

Dwi Lestari (2013) dengan judul “Pembelajaran Wicara Konsonan

Frikatif (S) Melalui Permainan Tongue Twister Pada Siswa Tunarungu”.Hasil dari penelitian yang dilakukan Ratih menunjukan adanya pengaruh dari permainan tongue twister terhadap kemampuan wicara atau

artikulasi konsonan frikatif “S” anak tunarungu. Dengan demikian

penggunaan media dalam latihan artikulasi dapat membantu untuk

meningkatkan kemampuan artikulasi anak tunarunggu.

C. Kerangka Berpikir dan Hipotesis 1. Kerangka Pemikiran

Menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2010, hlm. 60)

(30)

tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah

diindetifikasi sebagai masalah yang penting”. Kerangka pemikiran dapat

disajikan dalam bentuk bagan dan juga disertai dengan penjelasan.

Kerangka pemikiran berisikan penjelasan hubungan, pengaruh,

perbedaan, dan perbandingan dari variabel. Untuk melihat hubungan dari

variabel bebas dan variabel terikat dari penelitian ini, maka peneliti

menyajikannya dalam bagan dibawah ini:

Dalam pengartikulasian bunyi bahasa, dibutuhkan koordinasi unsur

motoris (pernapasan), unsur yang bervibrasi (tenggorokan dengan pita

suara) dan unsur yang beresonansi(rongga penuturan, rongga hidung,

mulut dan dada). Apabila terdapat kelainan atau kerusakan pada salah

satu atau ketiganya maka akan mengakibatkan gangguan dalam

artikulasi.

Harmonika

Harmonika adalah alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup atau

dihisap

Anak Tunarungu Kemampuan artikulasi anak tunarungu yang kurang jelas karena

adanya hambatan dalam pendengarannya

Media Tiup Harmonika Harmonika dapat digunakan untuk latihan pernapasan karena berkaitan

dengan organ pernapasan

Artikulasi Anak Tunarungu Artikulasi adalah gerakan otot-otot

bicara untuk menghasilkan bunyi bahasa. Proses artikulasi membutuhkan unsur motoris yaitu

pernapasan

Latihan Artikulasi

Karena artikulasi anak tunarunggu terhambat dan salah satu penyebabnya adalah pernapasan yang kurang terlatih, maka latihan pernapasan dibutuhkan oleh anak

(31)

24

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Anak tunarungu mengalami hambatan dalam perkembangan

bahasanya, terutama dalam artikulasi, salah satu penyebabnya adalah

kurang sempurnanya unsur motoris yaitu pernapasannya. Pada umumnya

anak tunarungu memiliki struktur organ bicara yang sempurna/normal

namun tidak terlatih untuk berbicara, sehingga menyebabkan artikulasi

yang kurang jelas karena pernapasan yang pendek dan tidak teratur. Oleh

karena itu, peneliti mencoba melatih pernapasan anak tunarungu dengan

menggunakan media tiup yaitu harmonika untuk melatih pernapasan

yang menunjang terbentuknya artikulasi yang baik.

Harmonika adalah salah satu alat musik tiup yang cukup mudah

untuk digunakan, harmonika bisa menghasilkan suara dengan cara

meniupkan udara dari mulut ke harmonika ataupun dengan cara

menghirup udara dari harmonika, karena pernafasan berkaitan dengan

mengirup dan mengeluarkan udara baik itu dari hidung ataupun dari

mulut, begitupun dengan pengartikulasian suara yang membutuhkan

pernafsan yang sempurna sehingga artikulasi dapat dihasilkan dengan

baik, oleh karena itu peneliti mencoba untuk menggunakan harmonika

sebagai media latihan pernafasan anak tunarunggu. Sesuai dengan

penjelasan tersebut, maka kerangka berfikir dalam penelitian ini adalah

jika harmonika digunakan sebagai media tiup dalam latihan artikulasi maka akan terjadi peningkatan kemampuan artikulasi anak tunarungu dalam pengartikulasian konsonan bilabial “p”.

Penelitian yang akan peneliti lakukan adalah mengujicobakan media

harmonika untuk melihat keefektifannya terhadap peningkatan artikulasi

konsonan bilabial “p” siswa tunarungu kelas VIdi SLB-B Sumbersari,

maka diasumsikan bahwa media harmonikaefektif digunakan dalam

latihan artikulasi konsonan bilabial “p” pada siswa tunarungu kelas VI

SLB-BSumbersari - Bandung.

(32)

Hipotesis adalah sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau

pengutaraan pendapat, meskipun kebenarannya masih harus dibuktikan.

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991, hlm. 354). Oleh karenanya

hipotesis merupakan anggapan sementara atau anggapan dasar dari suatu

penelitian yang masih harus dibuktikan nilai kebenarannya. Berdasarkan

kerangka berfikir diatas maka hipotesisnya adalah seberapa besar

efektifitas penggunaan media harmonika dalam meningkatkan

kemampuan artikulasi huruf bilabial anak tunarungu kelas VI SD di SLB

(33)

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN

Kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” dari subjek NAF dalam

setiap kondisi baseline 1 (A-1), intervensi (B), dan baseline 2 (A-2)

mengalami peningkatan yang cukup baik, kondisi tersebut dapat dilihat dalam

tabel dan grafik di bawah ini.

Tabel 4.1

Skor Subjek NAF untuk Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

Kemampuan

Artikulasi

Baseline 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline 2 (A-2)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Konsonan

Bilabial “P” 28 29 30 30 36 43 43 43 50 51 54 55 58 58 58

Dari skor tersebut maka akan dihitung nilai kemampuan artikulasi

konsonan bilabial “P” dari subjek NAF dalam bentuk presentase dengan rumus sebagai berikut:

� = �� �� �

100 %

Keterangan:

N = Nilai Subjek

�� = Jumlah skor yang diperoleh subjek �� = Jumlah skor maksimal (72)

Setelah dihitung dengan menggunakan rumus diatas maka hasilnya adalah

(34)

Tabel 4.2

Presentase Nilai Subjek NAF untuk Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

Kemampuan

Artikulasi

Baseline 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline 2 (A-2)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

artikulasi konsonan bilabial “P” mengalami peningkatan yang cukup

signifikan, untuk lebih rincinya dapat dilihat dalam grafik sebagai berikut.

Grafik 4.1

Presentase Nilai Subjek NAF untuk Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

B. ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN 1. Analisis Dalam Kondisi

(35)

37

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Analisis dalam kondisi adalah suatu cara untuk mengetahui perubahan

yang terjadi dalam sebuah data, baik itu dalam kondisi baseline ataupun

intervensi. Dalam analisis ini terdapat beberapa komponen yaitu panjang

kondisi, kecenderungan arah, kecenderungan stabilitas, jejak data, dan

rentang.

a. Panjang kondisi

Panjang kondisi menggambarkan banyaknya sesi pada setiap

kondisi baseline 1 (A-1), intervensi (B), dan baseline 2 (A-2). Panjang

kondisi dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3

Data Panjang Kondisi

Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P” pada Subjek NAF

Kondisi A-1 B A-2

Panjang Kondisi 4 7 4

Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa pada kondisi baseline 1 (A-1)

terdapat empat sesi yang dilakukan secara kontinyu, pada kondisi ini

peneliti harus mendapatkan data yang stabil terlebih dahulu untuk

melanjutkan pada tahap selanjutnya yaitu intervensi (B). Setelah

empat sesi, peneliti mendapatkan data yang stabil sehingga dapat

melanjutkan pada kondisi berikutnya yaitu intervensi. Intervensi (B)

dalam penelitian ini dilakukan sebanyak tujuh sesi, selama sesi

tersebut peneliti mendapatkan peningkatan data yang signifikan

sehingga dapat dilanjutkan pada kondisi terakhir yaitu baseline 2

(A-2). Kondisi baseline 2 (A-2) dilakukan sampai mendapatkan data yang

stabil, dalam penelitian ini kondisi A-2 dilakukan dalam empat kali

sesi. Kondisi baseline 2 (A-2) ini sebagai kontrol dari kondisi

sebelumnya yang bertujuan untuk menarik kesimpulan adanya

(36)

b. Kecenderungan arah

Kecenderungan arah adalah sebuah garis lurus yang naik, sejajar

atau turun yang menunjukan perkembangan dari perilaku yang diteliti.

Untuk membuat garis kecenderungan arah peneliti menggunakan

metode belah tengah (split-middle), yaitu metode yang membelah data

dalam suatu kondisi berdasarkan median untuk membuat garis lurus.

Berikut adalah grafik yang akan menunjukan kecenderungan arah dari

data hasil penelitian artikulasi konsonan bilabial “P” subjek NAF.

Grafik 4.2

Kecenderungan Arah

Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

Berdasarkan grafik 4.2 kondisi baseline 1 (A-1), intervensi (B), dan

baseline 2 (A-2) menunjukan kecenderungan arah naik, hal ini dapat

dilihat dalam bentuk tabel sebagai berikut.

Tabel 4.4

Data Kecenderungan Arah

Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

0

(37)

39

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kondisi Baseline 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline 2 (A-2)

Kecenderungan

Arah (+) (+) (+)

c. Kecenderungan stabilitas

Kecenderungan stabilitas berfungsi untuk menunjukan tingkat

homogenitas data dalam suatu kondisi. Penelitian ini menggunakan

kriteria stabilitas 15% (0,15) dengan melakukan perhitungan sebagai

berikut.

1) Baseline-1 (A1)

 Rentang stabilitas = nilai tertinggi x kriteria stabilitas

= 41,67 x 0,15 = 6,25

 Mean = Ʃ seluruh skor : Ʃ sesi

= 162,51 : 4 = 40,63

 Batas atas = mean + 1

2 rentang stabilitas

= 40,63 + 3,125= 43,755

 Batas bawah = mean - 1

2 rentang stabilitas

(38)

Grafik 4.3

Kecenderungan Stabilitas Kemampuan Artikulasi Konsonan

Bilabial “P” Fase Baseline 1 (A-1)  Trend stabilitas = 44 � 100% = 100% (stabil)

2) Intervensi (B)

 Rentang stabilitas = nilai tertinggi x kriteria stabilitas

= 75 x 0,15 = 11,25

 Mean = Ʃ seluruh skor : Ʃ sesi

= 444,43 : 7 = 63,49

 Batas atas = mean + 1

2 rentang stabilitas

= 63,49 + 5,62 = 69,11

 Batas bawah = mean - 1

2 rentang stabilitas = 63,49- 5,62 = 57,87

Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial

"P" Fase Baseline 1 (A-1)

Batas Atas

(39)

41

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Grafik 4.4

Kecenderungan Stabilitas Kemampuan Artikulasi Konsonan

Bilabial “P” Fase Intervensi (B)

 Trend stabilitas = 4

7

100% =57,14% (stabil)

3) Baseline-2 (A2)

 Rentang stabilitas = nilai tertinggi x kriteria stabilitas

= 80,56 x 0,15 = 12,08

 Mean = Ʃ seluruh skor : Ʃ sesi

= 318,07 : 4 = 79,52

 Batas atas = mean + 1

2 rentang stabilitas

= 79,52 + 6,04 = 85,56

 Batas bawah = mean - 1

2 rentang stabilitas

(40)

Grafik 4.5

Kecenderungan Stabilitas Kemampuan Artikulasi Konsonan

Bilabial “P”

 Trend stabilitas = 4

4

100% =

100 % (stabil)

Tabel 4.5

Rangkuman Kondisi Kecenderungan Stabilitas Kemampuan

Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

Kondisi Baseline 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline 2 (A-2)

Kecenderungan

Menentukan jejak data sama dengan menentukan kecenderungan

arah, dengan demikian jejak data dari penelitian ini dapat

Bilabial "P" Fase Baseline 2 (A-2)

Batas Atas

(41)

43

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 4.6

Kondisi Jejak Data Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

Kemampuan

Artikulasi Baseline 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline 2 (A-2)

Jejak Data

(+) (+) (+)

e. Level stabilitas dan rentang

Penentuan level stabilitas sama dengan kecenderungan stabilitas

sedangkan rentang dari skor yang terendah sampai tertinggi dapat

dilihat hasilnya pada tabel berikut ini.

Tabel 4.7

Kondisi Level Stabilitas dan Rentang Kemampuan Artikulasi

Konsonan Bilabial “P”

Kondisi Baseline 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline 2 (A-2)

Level Stabilitas 100 % (stabil)

Perubahan level dapat diketahui dengan cara menghitung selisih

antara data terakhir dan data pertama pada setiap sesi. Setelah itu

tentukan arah dengan memberi tanda positif (+) jika naik, tanda

negatif (-) jiga turun, dan tanda sama dengan (=) jiga tidak ada

perubahan. Perubahan level dari hasil penelitian ini dapat dilihat

dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.8

(42)

Kondisi Baseline 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline 2 (A-2)

Berikut adalah tabel yang merangkum hasil analisis dalam kondisi

subjek pada kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P”.

Tabel 4.9

Rangkuman Hasil Analisi Dalam Kondisi Kemampuan Artikulasi

Konsonan Bilabial “P”

Kondisi Baseline 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline 2 (A-2)

Panjang Kondisi 4 7 4

Penjelasan dari tabel 4.9 rangkuman analisis dalam kondisi

(43)

45

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1) Panjang kondisi yaitu jumlah sesi yang dilakukan pada setiap fase,

untuk fase baseline 1 (A-1) berjumlah empat sesi, fase intervensi

(B) berjumlah tujuh sesi, dan pada fase baseline 2 (A-2) berjumlah

4 sesi.

2) Berdasarkan garis kecenderungan arah, diketahui bahwa pada fase

baseline 1 (A-1) menunjukan garis yang sedikit meningkat,

kemudian pada fase intervensi (B) menunjukan garis yang sangat

meningkat, dan terakhir pada fase baseline 2 (A-2) menunjukan

garis yang meningkat namun cenderung mendatar. Dari hasil

tersebut dapat disimpulkan bahwa kemapuan artikulasi konsonan

bilabial “P” subjek NAF membaik.

3) Hasil perhitungan untuk kecenderungan stabilitas diperoleh data

pada fase baseline 1 (A-1) sebesar 100%, fase intervensi (B)

sebesar 57,14 %, dan fase baseline 2 (A-2) sebesar 100%. Dari

ketiga data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiga fase

tersebut memiliki kecenderungan stabilitas yang stabil.

4) Penjelasan untuk jejak data sama dengan kecenderungan arah

(poin 2)

5) Level stabiltas dari ketiga fase menunjukan data yang stabil

dengan rentang yang berbeda-beda yaitu untuk fase baseline 1

(A-1) memiliki rentang skor 28-30, fase intervensi (B) memiliki

rentang skor 36-54, dan fase baseline 2 (A-2) memiliki rentang

skor 55-58.

6) Perubahan level pada setiap fase menunjukan data yang meningkat,

kesimpulan tersebut dapat dilihat dari selisih antar data dari setiap

sesi yang menunjukan pada fase baseline 1 (A-1) terjadi

peningkatan data (+) sebesar 2 poin, fase intervensi (B) terjadi

peningkatan data (+) sebesar 18 point, dan fase baseline 2 (A-2)

(44)

2. Analisis antar kondisi

a. Variabel yang diubah

Variabel yang akan diubah dalam penelitian ini hanya ada satu

yaitu dari kondisi baseline (A) ke intervensi (B), maka dapat

disimpulkan melalui tabel di bawah ini:

Tabel 4.10

Data Jumlah Variabel Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

Perubahan Kondisi

−1

−2

Jumlah variabel yang diubah 1 1

b. Perubahan kecendrungan arah dan efeknya

Penentuan perubahan kecenderungan arah dan efeknya yaitu

dengan cara melihat data rangkuman analisis dalam kondisi sehingga

terlihat dalam format sebagai berikut.

Tabel 4.11

Perubahan Kecenderungan Kemampuan Artikulasi Konsonan

Bialabial “P”

Perubahan Kondisi

−1

−2

Perubahan kecenderungan arah

dan efeknya (+) (+) (+) (+)

c. Perubahan kecenderungan stabilitas

Perubahan kecenderungan stabilitas ditentukan dengan cara

melihat kecenderungan stabilitas pada fase baseline (A) dan intervensi

(B) pada analisis dalam kondisi yang dapat dilihat pada tabel berikut

ini.

(45)

47

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Perubahan Kecenderungan Stabilitas Kemampuan Artikulasi

Konsonan Bilabial “P”

Perubahan level dapat diketahui dengan cara menghitung selisih

antara data terakhir pada baseline 1 (A-1) dan data pertama pada

intervensi (B), kemudian data terakhir pada intervensi (B) dengan data

pertama pada baseline 2 (A-2). Setelah itu tentukan arah dengan

memberi tanda positif (+) jika naik, tanda negatif (-) jiga turun, dan

tanda sama dengan (=) jiga tidak ada perubahan. Perubahan level dari

hasil penelitian ini dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.13

Perubahan Level Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

Perbandingan Kondisi

e. Data tumpang tindih (Overlap)

Menurut Sunanto Juang (2006, hlm.76) data tumpang tindih antara

dua kondisi adalah terjadinya data yang sama pada kedua kondisi

tersebut. Untuk menentukan data tumpah tindih (overlap) dapat

dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini.

(46)

2) Menghitung banyaknya data fase intervensi yang berada pada

rentang fase baseline (A)

3) Membagi banyaknya data yang diperoleh pada langkah ka dua

dengan banyaknya data dalam fase intervensi (B) kemudian

dikalikan 100

Jika data pada fase baseline (A) lebih dari 90% yang tumpang

tindih pada fases intervensi (B), ini berarti bahwa pengaruh intervensi

terhadap target behavior tidak dapat diyakini.

Data overlap pada fase baseline 1 (A-1) ke fase intervensi (B) dan

fase intervensi (B) ke fase baseline 2 (A-2) dapat dilihat pada grafik

berikut.

Grafik 4.6

Data Overlap kondisi Baseline 1 (A-1) ke Intervensi (B)

(47)

49

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Grafik 4.7

Data Overlap kondisi Intervensi (B)ke Baseline 2 (A-2)

Tabel 4.14

Data Overlap Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

Perbandingan Kondisi

−1

−2

Persentase Overlap 07 x 100 = 0% 04 x 100 = 0%

Berikut adalah tabel rangkuman hasil analisis data antar kondisi

subjek NAF untuk kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P”.

Tabel 4.15

Rangkuman Hasil Analisis Data Anatar Kondisi Kemampuan

(48)

aran dan efeknya (+) (+) (+) (+)

Penjelasan dari tabel 4.15 adalah sebagai berikut.

1) Jumlah variabel yang diubah adalah 1, yaitu kondisi baseline (A)

ke intervensi (B)

2) Kecenderungan arah antar kondisi baseline 1 (A-1) ke intervensi

(B) adalah meningkat ke meningkat, hal itu berarti kemampuan

artikulasi konsonan bilabial “P” subjek NAF semakin meningkat

setelah diberikan intervensi. Kemudian kecenderungan arah antar

kondisi intervensi (B) ke baseline 2 (A-2) juga meningkat ke

meningkat, artinya pemeberian intervensi dapat meningkatkan

kemampuan subjek NAF dalam artikulasi konsonan bilabial “P”.

3) Perubahan kecenderungan stabilitas antara baseline 1 (A-1) ke

intervensi (B) dan intervensi (B) ke baseline 2 (A-2) adalah stabil

ke stabil.

4) Kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” subjek pada baseline

1 (A-1) ke Intervensi (B) mengalami peningkatan sebesar 6 poin,

dan dari intervensi (B) ke baseline 2 (A-2) mengelami peningkatan

sebesar 1 poin.

5) Data yang overlap dari baseline 1 (A-1) ke intervensi (B) dan dari

intervensi (B) ke baseline 2 (A-2) sebesar 0%. Dengan demikian

maka demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian intervensi

(49)

51

Hidya Marti Nurazizah, 2014

Penggunaan media Harmonika Untuk Meningkatkan Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “p” Anak Tunarungudi SLB-B Sumbersari - Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

media harmonika dapat meningkatkan kemampuan artikulasi

konsonan bilabial “P” pada subjek NAF.

Berikut adalah grafik mean level data nilai kemampuan artikulasi

konsonan bilabial “P”.

Grafik 4.8

Mean Level Kemampuan Artikulasi Konsonan Bilabial “P”

C. PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis dalam bentuk tabel, grafik garis maupun grafik

batang dengan menggunakan desain A-B-A, dapat disimpulkan bahwa

penggunaan media harmonika dalam proses intervensi dapat berpengaruh

pada peningkatan kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” subjek NAF.

Hal ini dapat dilihat dari grafik perolehan nilai subjek NAF yang terus

meningkat dari fase baseline 1 (A-1), intervensi (B), sampai fase baseline 2

(A-2) begitu pula dengan data hasil analisis dalam kondisi dan data hasil

analisis antar kondisi, pada setiap data menunjukan peningkatan yang cukup

0

(50)

signifikan, selain itu juga hasil dari mean level menunjukan nilai rata-rata

yang meningkat.

Peningkatan kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” dari subjek NAF

dipengaruhi oleh media yang digunakan ketika fase intervensi yaitu media

harmonika. Media harmonika ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya

yaitu suasana latihan yang menyenangkan karena anak menggunakan media

secara langsung dan mempraktekannya, anak bisa bermain dan mengenal alat

musik, dan anak bisa bermain dengan media tersebut.

Latihan ini melibatkan latihan pernafasan dan membaca kata yang

menggandung konsonan bilabial “P” di awal, tengah dan akhir kata. Latihan

pernafasan dilakukan dengan cara yang menyenangkan agar anak tidak cepat

bosan, kemudian kata-kata yang dipilih adalah kata-kata yang familiar dengan

anak seperti pita, apel, bapak, dan sayap. Setiap sesi latihan diusahan untuk

memberi reward kepada anak dengan mengucapkan katap “bagus” setiap

anak mampu melakukannya dengan baik, hal ini dapat menimbulkan

semangat yang lebih ketika latihan.

Latihan dilakukan selama 30 menit setiap harinya, kegiatannya adalah

latihan pernafasan untuk menunjang pengartikulasian kata yang benar dan

latihan membaca kata yang mengandung konsonan bilabial “P” di awal,

tengah dan akhir kata yang bertujuan untuk pengenalan huruf konsonan

bilabial “P”, kemudian pengartikulasian konsonan bilabial “P” yang terdapat di awal, tengah, dan akhir kata sehingga menjadi satu kesatuan dengan huruf

yang lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan adanya peningkatan

kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P” pada setiap fase, maka dapat

disimpulkan bahwa pemberian intervensi yang menggunakan media

harmonika dapat meningkatkan kemampuan artikulasi konsonan bilabial “P”

subjek NAF, dengan demikian kesimpulan tersebut telah menjawab

Gambar

Tabel 4.2
Tabel 4.3
Grafik 4.2
Grafik 4.3 Kecenderungan Stabilitas Kemampuan Artikulasi Konsonan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu dibutuhkan sebuah wadah yang mampu memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan baik medik maupun non medik yang direalisasikan melalui perancangan ” Rumah Sakit

CAMELS merupakan alat untuk menganalisis keuangan suatu bank dan untuk penilaian manajemen bank yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk mengetahui tingkat

MENURUT ORGANI SASI / BAGI AN ANGGARAN, UNI T ORGANI SASI , PUSAT,DAERAH DAN KEWENANGAN. KODE PROVINSI KANTOR PUSAT KANTOR

Prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.. Pendekatan ini

Dalam rangka memperkaya referensi ilmiah internasional, Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (Ditlitabmas) kembali berlangganan jurnal Elektronik

[r]

[r]

2011.Kajian Perbaikan Teknologi Budidaya Padi Melalui Penggunaan Varietas Unggul Dan Sistem Tanam Jajar Legowo Dalam Meningkatkan Produktivitas Padi Mendukung Swasembada