233
Desyanti Suka Asih K.Tus, S.H., M.H. Obat Palsu...
OBAT PALSU DALAM PERSPEKTIF HUKUM MEREK
Oleh :
Desyanti Suka Asih K.Tus, S.H., M.H.
Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Asbtract
The rapid technological advances give a good effect for many parties.
Various facilities due to technological advances considered very helpful community. However, it is undeniable that there are parties that use technology for the sake of profit regardless of the loss suffered by the other party. The development of a color photocopy technology, holograms, and hires scanner, used to make counterfeit products difficult to distinguish from the original. Its use is applied also to the manufacture of counterfeit drugs. Such measures not only be subject to criminal sanctions, but also can be sanctioned for violation of trademark law, as in the case of counterfeit drugs are acts that intentionally and without right mimic the overall brand of drugs that are already registered. The existence of Law No.15 of 2001 on Marks felt still weak in providing protection to the holder of the brand because of the nature of the offense that is to a complaint and only provide protection to the brand that has been registered.
Keywords : Technology Developments, Lawlessness Brand, Fake Drugs.
Abstrak
Kemajuan teknologi yang sedemikian pesat memberi pengaruh yang baik bagi banyak pihak. Berbagai kemudahan akibat kemajuan teknologi dirasa sangat membantu masyarakat. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa ada pihak-pihak yang mempergunakan teknologi demi keuntungan semata tanpa memperdulikan kerugian yang diderita pihak lain. Perkembangan teknologi fotokopi warna, hologram, dan hires scanner, dipergunakan untuk membuat produk palsu sulit dibedakan dengan aslinya. Penggunaannya diterapkan pula pada pembuatan obat palsu. Tindakan tersebut tidak hanya dapat dikenakan sanksi pidana, tetapi juga dapat dikenakan sanksi atas pelanggaran hukum merek, karena dalam kasus obat palsu terdapat perbuatan yang secara sengaja dan tanpa hak meniru secara keseluruhan merek obat yang telah didaftarkan.
Keberadaan UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek dirasa masih lemah dalam memberikan perlindungan pada pemegang merek karena sifat deliknya yang bersifat delik aduan serta hanya memberikan perlindungan pada merek yang telah didaftarkan.
Kata Kunci : Perkembangan Teknologi, Pelanggaran Hukum Merek, Obat Palsu.
234
Desyanti Suka Asih K.Tus, S.H., M.H. Obat Palsu...
A. PENDAHULUAN
Sebuah artikel di situs online Tempo tertanggal Rabu, 22 April 2012, menuliskan tentang maraknya pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (selanjutnya HKI) di berbagai bidang di Indonesia. Situs berita lain juga menuliskan dalam peringatan hari Kekayaan Intelektual, dilakukan survei oleh Pusat Hak Cipta Intelektual Dunia (Global Intellectual Property Center/
GIPC), Indonesia dinilai masih lemah dalam melakukan perlindungan kekayaan intelektual atau IP (Intellectual Property). Dari hasil survei yang dilakukan, terhadap 38 negara, Indonesia menduduki peringkat ke-33 dalam pelanggaran HKI. Di Asia, peringkat Indonesia dalam hal pelanggaran HKI lebih baik dibandingkan dengan Vietnam yang menduduki peringkat ke-35, Thailand yang menduduki peringkat ke-36 dan India yang menduduki peringkat ke-37. Posisi ke-33 yang ditempati Indonesia dalam pelanggaran HKI menandakan Indonesia masih harus melakukan banyak perbaikan dalam memberikan perlindungan HKI. Perbaikan
perlindungan HKI dimulai dari perbaikan penentuan dimensi HKI oleh Pemerintah, sosialisasi HKI, hingga pada tahap penegakan hukum atas pelanggaran HKI.
Pelanggaran HKI di Indonesia terjadi di berbagai bidang seperti pada industri musik dan film, maraknya pembajakan CD dan DVD lagu serta film bahkan plagiarism atas suatu ciptaan. Pelanggaran di bidang pengetahuan tradisional, misalnya kasus yang penggunaan lagu Rasa Sayange pada iklan pariwisata Malaysia. Dimana lagu tersebut adalah lagu daerah yang berasal dari Maluku. Kasus penggunaan tari Pendet pada iklan pariwisata Malaysia. Di bidang fashion, maraknya peredaran barang- barang palsu mulai dari pakaian, sepatu, tas, serta berbagai jenis keperluan fashion. Di bidang kecantikan, marak beredar produk- produk kecantikan palsu, namun banyak peminatnya. Tidak hanya sampai disana, pelanggaran HKI juga terjadi pada bidang kesehatan.
Pelanggaran yang terjadi pada
bidang ini dapat dikatagorikan
sebagai pelanggaran HKI yang
235
Desyanti Suka Asih K.Tus, S.H., M.H. Obat Palsu...
paling berbahaya, pelanggaran yang menyangkut nyawa, yaitu pelanggaran HKI di bidang kesehatan. Pelanggaran pada bidang kesehatan terjadi pada maraknya peredaran obat palsu di Indonesia.
Pada tahun 2012, negara rugi sebesar 1,5 triliun karena peredaran obat palsu. Berdasarkan data yang dikeluarkan salah satu sayap organisasi PBB pada tahun 2012, World Health Organization (WHO), 10 persen obat yang beredar di seluruh dunia adalah obat palsu.
Bahkan, laporan terakhir yang dirilis United Stated Trade Representative (USTR) mengatakan 25 persen obat yang beredar di Indonesia adalah palsu.
Pada tahun 2016, Indonesia dihebohkan dengan temuan peredaran vaksin palsu. Tidak tanggung-tanggung vaksi palsu tersebut telah beredar selama 13 tahun, sejak tahun 2003 hingga tahun 2016 dan dipergunakan di banyak rumah sakit di Indonesia. Kejadian ini membuat banyak pihak gaduh serta menuntut pemerintah segera menyelesaikan kasus ini. Vaksin palsu tersebut beredar melalui rumah
sakit serta praktek dokter. Pihak yang dianggap paling bertanggung jawab dalam peredaran vaksin palsu ini adalah BPOM dan dinas kesehatan. Vaksin palsu yang beredar tersebut disuntikkan oleh dokter maupun bidan kepada bayi yang diimunisasi. Kejahatan di bidang kesehatan tidak berhenti disana, belakangan ini marak beredar obat kadaluarsa. Dimana obat-obat yang telah habis masa berlakunya diracik kembali oleh apoteker local dan dikemas sedemikian rupa menjadi obat yang tampak baru.
Peredaran obat kadaluarsa ini tidak terlepas dari campur tangan oknum- oknum yang tidak bertanggung jawab bahka sudah mengarah pada jaringan mafia.
Berbagai pelanggaran HKI yang terjadi tidak bisa di lepaskan dari kondisi ekonomi masyarakat.
Masyarakat tidak mampu membeli
barang-barang asli memilih membeli
produk palsu mengingat harganya
yang lebih murah. Masyarakat yang
membutuhkan hiburan memilih
membeli DVD dan CD bajakan
untuk sekedar mendapat hiburan
murah. Namun demikian, faktor
236
Desyanti Suka Asih K.Tus, S.H., M.H. Obat Palsu...
ekonomi tidak semata-mata dapat dijadikan alasan bagi maraknya pelanggaran HKI di Indonesia, terlebih pelanggaran di bidang kesehatan khususnya pelanggaran HKI dalam kasus obat palsu.
Berbagai pelanggaran kesehatan tersebut ditangani pemerintah melalui jalur pidana serta perdata (ganti kerugian), namun dalam pembahasan ini, pelanggaran tersebut akan dilihat dari sisi pelanggaran HKI khususnya pelanggaran Merek.
B. PEMBAHASAN
1. Konsep Perlindungan HKI HAKI timbul dari kemampuan intelektual manusia.
HKI sendiri selalu mengalami perkembangan. Pada mulanya masalah HKI masih merupakan masalah yang sederhana, namun seiring dengan perkembangan teknologi, masalah HKI menjadi semakin kompleks. Keberadaan HKI menjadi semakin menarik untuk dikaji karena perannya yang semakin menentukan dalam perkembangan laju ekonomi terlebih dalam era globalisasi. Era globalisasi yang
menuntut adanya keterbukanaan antara negara menjadikan segala bentuk upaya pembajakan, penjiplakan dan segala jenisnya akan tergerus. Globalisasi juga memberikan peluang bagi masing- masing wilayah untuk mengetahui, mengembangkan serta mengklaim potensinya masing-masing. Dengan demikian, perlindungan terhadap HKI dirasa semakin penting dalam upaya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi pengembangan ide-ide kreatif dan inovatif yang nantinya dapat membantu perkembangan perekonomian.
HKI adalah hak kebendaan, ha katas suatu benda, yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja ratio manusia yang menalar.
Hasil kerja rastio yang menalar tersebut berupa benda immaterial yaitu benda tak berwujud.
1HKI berhubungan erat dengan benda tidak berwujud serta melindungi karya intelektual yang lahir dari cipta, rasa dan karsa manusia.
2Menurut
1H. OK. Saidin, 2007, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Ed. Revisi ke- 6, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 9.
2Tomi Suryo Utomo, 2010, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Di Era Global
237
Desyanti Suka Asih K.Tus, S.H., M.H. Obat Palsu...
Bowman, definisi HKI adalah hasil dari kegiatan berdaya cipta pikiran manusia yang diungkapkan kedunia luar dalam suatu bentuk baik materiil maupun immateriil.
3Unsur-unsur penting yang terkandung dalam HKI mencakup :
a. Lahir hak eksklusif atas suatu karya intelektual manusia (keberadaan hak ekonomi dan hak moral).
b. Eksis hak eksklusif yaitu berupa hak monopoli atas suatu karya yang lahir dari usaha dan kreatifitas manusia, sebagai hasil kerja otak dan ratio manusia yang menalar.
c. Hasil kerja ratio yang menalar, bentuknya adalah benda immateriil yaitu benda tak berwujud (intangible).
d. Hak eksklusif mendapat perlindungan hukum.
e. Jenis-jenis karya kreatifitas intelektual manusia yang mendapat perlindungan hukum HKI meliputi:
Merek, Paten, Hak Cipta, Desain Industri, Rahasia Dagang, Domain Name, dan karya-karya HKI lainnya.
4Sebuah Kajian Kontemporer, Graha Ilmu, Yogyakarta, hal.1.
3Hery Firmansyah, 2011, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, hal. 4.
4Ni Ketut Supasti Dharmawan, 2011, Hak Kekayaan Intelektual Dan Harmonisasi Hukum Global (Rekonstruksi Pemikiran Terhadap Perlindungan Program
Dari unsur-unsur tersebut jelas bahwa HKI melahirkan hak eksklusif bagi pemegangnya, bersifat immateriil, merupakan hasil kerja ratio dan perlu mendapat perlindungan.
HKI dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Kekayaan Industri meliputi:
a. Paten b. Merek
c. Desain Industri
d. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
e. Rahasia Dagang f. Varietas Tanaman
5Sebagai bagian dari Hak Kekayaan Industri, maka tepat kiranya persoalan obat palsu dikaji menggunakan sudut pandang perlindungan Merek.
2. Obat Palsu Dalam Perspektif Hukum Merek
Melihat maraknya kasus obat palsu, sangat disayangkan karena kasus-kasus peredaran obat palsu hanya ditangani secara pidana, tidak
Komputer), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, hal. 41.5Hery Firmansyah, Op.cit, hal. 9.
238
Desyanti Suka Asih K.Tus, S.H., M.H. Obat Palsu...
dikenakan sanksi pelanggaran Hukum Merek seperti yang tertuang dalam UU No.l5 Tahun 2001 Tentang Merek. Obat yang seharusnya memberikan efek baik disalahgunakan dan berefek buruk bahkan kematian pada yang mengkonsumsi.
Obat adalah semua bahan
tunggal/campuran yang
dipergunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah, meringankan, dan menyembuhkan penyakit.
6Pasal 1 angka 8 UU No. 36 Tahun 2009 menyebutkan bahwa obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
Berdasarkan definisi obat tersebut diatas, jelas bahwa obat
6Pengertian Obat dan
Penggolongan Obat
http://www.pengertianahli.com/2014/01/pen gertian-obat-dan-penggolongan-obat.html, diakses pada tanggal 20 September 2015.
dibuat dari bahan-bahan yang terasuk didalamnya produk biologi dengan tujuan untuk meringankan atau menyembuhkan penyakit. Keadaan yang demikian tidak akan diperoleh jika obat yang dikonsumsi adalah obat palsu.
Obat palsu menurut Menurut Kepmenkes No. 1010/2008 adalah obat yang diproduksi oleh yang tidak berhak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau produksi obat dengan penandaan yang meniru identitas obat lain yang telah memiliki izin edar. Menurut WHO obat palsu adalah obat-obatan yang secara sengaja pendanaannya dipalsukan, baik identitasnya maupun sumbernya. WHO mengelompokkan obat palsu ke dalam lima kategori:
1. Produk tanpa zat aktif (API);
2. Produk dengan kandungan zat aktif yang kurang;
3. Produk dengan zat aktif berbeda;
4. Produk yang diproduksi dengan menjiplak produk milik pihak lain; dan 5. Produk dengan kadar zat
aktif yang sama tetapi
menggunakan label dengan
239
Desyanti Suka Asih K.Tus, S.H., M.H. Obat Palsu...
nama produsen atau negara asal berbeda.
7Berdasarkan kedua pengertian tentang obat palsu tersebut diatas, disebutkan secara jelas bahwa dalam obat palsu terdapat kegiatan meniru dan menjiplak penandaan identitas obat milik pihak lain yang telah mendapatkan ijin edar. Dimana untuk memperoleh ijin edar, pihak yang memproduksi obat sudah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan peraturan perundang- undangan untuk mengedarakan obat tersebut.
Dalam bidang HKI kegiatan meniru dan menjiplak penandaan identitas diatur dalam Hukum Merek.
Merek adalah sesuatu (gambar atau nama) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu produk atau perusahaan di pasaran.
8Menurut UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek, dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan
7Tentang Obat Palsu, http://www.ipmg-
online.com/index.php?modul=issues&cat=ic ounterfeit, diakses pada tanggal 20 September 2016.
8Tim Lindsey, dkk., 2004, Hak
Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT.
Alumni, Bandung, hal. 131.
bahwa merek adalah sebuah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Sementara yang dimaksud dengan ha katas merek menurut UU No. 15 Tahun 2001 adalah hak khusus yang diberikan pemerintah kepada pemilik merek, untuk menggunakan merek tersebut atau memberikan izin untuk menggunakannya kepada orang lain (Pasal 3).
Merek merupakan hal yang
sangat penting baik bagi pengusaha
maupun konsumen. Bagi pengusaha
merek merupakan salah satu cara
perusaan memperoleh reputasi dan
kepercayaan dari konsumen. Sebuah
merek dapat menjadi kekayaan yang
sangat berharga secara komersial
bagi perusahaan. Bagi konsumen,
merek juga memegang peran yang
tidak kalah penting. Merek
memberikan kepercayaan dan rasa
aman bagi konsumen untuk
mempergunakan atau mengkonsumsi
suatu produk.
240
Desyanti Suka Asih K.Tus, S.H., M.H. Obat Palsu...
Begitu pentingnya peran merek baik bagi perusahaan maupun konsumen, maka dirasa perlu untuk memberikan perlindungan hukum pada merek-merek yang ada. Terkait dengan kasus peredaran obat palsu, berdasarkan pengertian obat paslu dimana terdapat perbuatan meniru dan menjiplak penandaan obat yang telah mendapatkan ijin edar, terhadap kasus tersebut, dapat pula dikenakan sanksi atas pelanggaran hukum merek. Perbuatan pelaku pembuat dan pengedar obat palsu secara jelas telah melanggar ketentuan Pasal 90 UU No.15 Tahun 2001 karena memproduksi serta mengedarkan produk dalam hal ini obat yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain. Ketentuan pidana Pasal 90 mengenakan sanksi berupa pidana penjara 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Pengenaan ketentuan Pasal 90 dirasa tepat karena pada produk obat palsu, pelaku secara sengaja meniru dan menjiplak merek obat
yang telah terdaftar, kemudian menjual obat palsu tersebut kepada konsumen. Perbuatan pelaku telah merugikan perusahaan dalam hal ini perusahaan farmasi serta merugikan dan membahayakan masyarakat sebagai konsumen dari obat palsu tersebut. Tindakan pemalsuan obat menjadi semakin mudah seiring dengan perkembangan teknologi.
Dimana orang dengan mudah dapat membuat fotokopi warna, hologram, dan hires scanner, yang membuat produk palsu sulit dibedakan dengan aslinya. Disamping itu keinginan untuk memperoleh keuntungan serta masih lemahnya sanksi terhadap pelaku pembuat dan pengedar obat palsu menjadi alasan hingga saat ini masih banyak obat-obatan palsu yang beredar.
Pelanggaran merek yang
terjadi pada produk obat palsu
menyebabkan perusahaan farmasi
sebagai produsen obat asli
mengalami kerugian. Praktik
pemalsuan produk farmasi umumnya
dilakukan dengan memasukkan
material obat di bawah standar
kualitas, tetapi merek yang
digunakan tetap merek utama. Hal
241
Desyanti Suka Asih K.Tus, S.H., M.H. Obat Palsu...
ini membuat perusahaan akan kehilangan reputasinya atas produk yang berkualitas. Kerugian di sisi konsumen tidak kalah besar.
Konsumen yang mengkonsumsi obat palsu dapat kehilangan nyawa.
Keberadaan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Pelindungan Konsumen dapat dipergunakan oleh masyarakat untuk memperoleh haknya atas untuk mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya tentang produk yang akan dipakainya. Di sini seharusnya konsumen berhak mendapat informasi produk obat-obatan yang dipakainya, misalnya: tanggal kadaluarsa, segel kemasan/keutuhan kemasan, kandungan produk, efek samping dan sebagainya. Informasi bagi konsumen adalah hak konsumen, artinya ada beban kewajiban bagi pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan untuk menginformasikan hal ini. Tetapi sayangnya dalam hal product knowledge ini masih seperti menara gading bagi masyarakat.
9
9 Peredaran Vaksin Palsu Dalam Perspektif Hukum Merek Dan Perlindungan
Konsumen, http://business-
law.binus.ac.id/2016/06/30/peredaran-
Pelanggaran merek yang terjadi pada kasus obat palsu, sekalipun telah diatur dalam Pasal 90 UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek, ternyata masih lemah dalam memberikan jaminan perlindungan hukum bagi pemegang merek. Hal ini karena sifat dari pelanggaran merek yang adalah delik aduan.
Dimana prosedur hukum baru akan terjadi apabila ada pihak yang melakukan pengaduan. Pada kenyataannya perusahaan farmasi jarang yang menindaklanjuti dengan membuat pengaduan atas pemalsuan merek obat yang mereka daftarkan.
Selain itu, sifat dari hukum merek, dimana perlindungan baru diberikan kepada merek yang telah didaftarkan (Pasal 3 UU No.15 Tahun 2001), yang mana ketentuan ini berbeda dengan ketentuan perlindungan hak cipta yang secara otomatis memberikan perlindungan hak cipta sejak ciptaan tersebut diciptakan.
Dengan demikian perlindungan
terhadap merek khususnya dalam
kasus pelanggaran obat palsu harus
ditingkatkan karena dengan
vaksin-palsu-dalam-perspektif-hukum- merek-dan-perlindungan-konsumen/, diakses pada tanggal 20 September 2016.242
Desyanti Suka Asih K.Tus, S.H., M.H. Obat Palsu...
mempergunakan sebuah merek, perusahaan dapat memperoleh reputasi dan kepercayaan serta dapat membangun hubungan antara reputasi dengan merek yang telah dipergunakan. Semua hal itu membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga dan uang.
C. PENUTUP 1. Simpulan
Peredaran obat palsu yang masih marak tidak hanya dapat diselesaikan melalui jalur hukum pidana semata. Hal ini karena dalam kasus obat palsu terdapat pula pelanggaran hak merek yaitu terjadi peniruan dan penjiplakan suatu penanda (merek obat) yang dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak secara keseluruhan oleh pelaku pemalsuan obat dalam upaya memperoleh keuntungan. Perbuatan tersebut telah menimbulkan kerugian bagi perusahaan pemegang merek yang reputasinya di rusak dan kepada konsumen yang berada pada posisi berbahaya bahkan dapat kehilangan nyawa apabila mengkonsumsi obat palsu. Keberadaan UU No.15 Tahun 2001 dirasa masih belum cukup
memberikan perlindungan bagi pemegang merek karena sifatnya yang delik aduan dan hanya melindungi merek yang telah didaftarkan. Padahal dengan mempergunakan sebuah merek, perusahaan dapat memperoleh reputasi dan kepercayaan serta dapat membangun hubungan antara reputasi dengan merek yang telah dipergunakan. Semua hal itu membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga dan uang.
DAFTAR PUSTAKA Buku
Dharmawan, Ni Ketut Supasti, 2011, Hak Kekayaan Intelektual Dan Harmonisasi Hukum Global (Rekonstruksi Pemikiran Terhadap Perlindungan Program Komputer), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Firmansyah, Hery, 2011,
Perlindungan Hukum
Terhadap Merek, Pustaka
Yustisia, Yogyakarta Saidin,
H. OK., 2007, Aspek Hukum
Hak Kekayaan Intelektual
(Intellectual Property Rights),
Ed. Revisi ke-6, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
243
Desyanti Suka Asih K.Tus, S.H., M.H. Obat Palsu...