• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS OTAK (BRAIN-BASED LEARNING) TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA INTENSIF SISWA KELAS IV SD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS OTAK (BRAIN-BASED LEARNING) TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA INTENSIF SISWA KELAS IV SD"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS OTAK (BRAIN-BASED LEARNING) TERHADAP KEMAMPUAN

MEMBACA INTENSIF SISWA KELAS IV SD

Km. Agus Sutrisna1, Ni Nym Garminah2, Ni Wyn. Arini3

1,2,3

Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: sutrisnaagus45@yahoo.co.id1, garminyoman@yahoo.co.id2 wayanarini@yahoo.co.id3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui perbedaan kemampuan membaca intensif antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis otak (brain- based learning) dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV di SD Gugus I Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen menggunakan desain non equivalent post test only with control group design. Sampel penelitian ini berjumlah 31 orang siswa kelas IV SD Negeri 3 Tenganan sebagai kelompok eksperimen dan 30 orang siswa kelas IV SD Negeri 2 Tenganan sebagai kelompok kontrol yang dipilih dengan sistem random sampling. Data dikumpulkan dengan metode tes berbentuk esai.

Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik infrensial (uji-t). Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan membaca intensif antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) dengan kelompok siswa yang dibelajarkan pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV di SD Gugus I Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2014/2015.

Kata kunci: pembelajaran berbasis otak, membaca intensif

Abstract

The purposes of this research were to know the significant differences between students’

ability in intensive reading who learnt by brain-based learning model and students’ who learnt using conventional learning of class IV in elementary school cluster I Manggis districts, Karangasem regency in academic year 2014/2015. The type of this research was a quasi experiment by using non equivalent post test only with control group design. The sample of this study was grade fourth of SD Negeri 3 Tenganan consisted of 31 students as an experimental group and 30 students grade fourth of SD Negeri 2 Tenganan as a control group selected through random sampling method. Data collected by using essay test. Then, data analysis used was descriptive statistic and inferential statistic (t-test). The result of this research found that there is a significant difference in intensive reading between students’

who learnt by brain-based learning model and students’ who learnt using conventional learning in class IV in elementary school cluster I Manggis districts, Karangasem regency in academic year 2014/2015.

Keywords: brain-based learning, intensive reading

(2)

PENDAHULUAN

Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni (IPTEKS) menuntut terciptanya masyarakat yang gemar membaca. Melalui kegiatan membaca dapat diserap berbagai pengetahuan untuk kepentingan hidup. Membaca merupakan salah satu aspek dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Penguasaan aspek tersebut sangat penting untuk menciptakan pembelajaran yang efektif. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, salah satu materi yang tercantum dalam kurikulum SD adalah materi membaca intensif. Materi membaca intensif sangat penting dikuasai siswa. Pembelajaran membaca intensif tidak hanya berguna dalam pembelajaran bahasa Indonesia, tetapi juga dalam bidang studi lainya. Oleh karena itu, pembelajaran membaca intensif perlu ditingkatkan sehingga siswa bisa semakin terampil membaca. Prasetyono (2008:53) menyatakan bahwa “membaca merupakan serangkaian kegiatan pikiran yang dilakukan dengan penuh perhatian untuk memahami suatu informasi melalui indra penglihatan dalam bentuk simbol-simbol yang rutin disusun sedemikian rupa sehingga mempunyai arti dan makna.

Sedangkan Rahim (2005:5) menyatakan bahwa, membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, psikolinguistik, dan metakognitif.

“Membaca intensif adalah salah satu keterampilan membaca yang merupakan sub bagian dari membaca dalam hati yang bertujuan meningkatkan pemahaman membaca terhadap teks bacaan” (Tarigan, 1979:30). White (dalam Sudiana, 2007:60) menyatakan bahwa “membaca reseptif sama dengan membaca intensif. Model membaca ini dimaksudkan untuk mengetahui secara akurat apa yang ingin disampaikan penulis”. Jika dicermati kembali pembagian jenis membaca menurut Aminudin (2002) di atas, khususnya jenis membaca dari hati, konsep membaca intensif yang dimaksudkan oleh Tarigan memiliki maksud yang sama, yakni membaca sebagai upaya untuk memahami sebuah bacaan secara menyeluruh yang

melibatkan pengetahuan membaca sebelumnya. Menurut Brooks (dalam Tarigan, 1979) “membaca intensif merupakan studi saksama, telaah teliti, dan penanganan terperinci yang dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas yang pendek kira-kira dua sampai empat halaman setiap hari”. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diketahui tujuan utama membaca intensif adalah untuk memperoleh pemahaman mendalam terhadap argumen-argumen yang logis, urutan-urutan atau pola-pola teks. Dengan kata lain, tujuannya adalah untuk memahami informasi yang disampaikan dalam teks. Berdasarkan pengertian membaca dari ahli yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca intensif adalah kegiatan membaca secara teliti dan mendalam untuk mendapatkan informasi terperinci dan sejelas-jelasnya dari teks yang dibaca.

Membaca intensif ini tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pembelajaran di sekolah karena dalam kegiatan pembelajaran siswa diwajibkan untuk membaca berbagai literatur yang menunjang penguasaan bahan ajar.

Broughton (dalam Tarigan, 1979:61) menyatakan “membaca intensif sungguh sangat berguna bagi setiap orang yang ingin mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi”.

Salah satu hasil Kongres Perbukuan Nasional I yang diadakan tanggal 29-31 Mei 1995 (dalam Semiawan, 2002), diuraikan bahwa minat baca dan tulis masyarakat terhadap buku yang masih rendah dan belum merata disebabkan karena beberapa hal, yaitu 1) kondisi sosial ekonomi masyarakat yang belum menunjang minat baca dan daya beli buku, 2) kemajuan teknologi, komunikasi terutama media elektronik yang dapat mempengaruhi minat baca masyarakat, 3) rendahnya kemampuan masyarakat untuk mengekspresikan pikiranya dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, 4) sistem pembelajaran dan kurikulum di sekolah yang kurang menunjang kegemaran membaca, 5) belum merata dan kurang

(3)

diminatinya perpustakaan oleh sebagian masyarakat.

Di sisi lain, pemerintah sudah menggalakkan berbagai kegiatan misalnya, perpustakaan keliling, namun keinginan untuk meningkatkan semangat membaca warga untuk membaca belum juga bisa meningkat. Untuk itu, pemerintah mulai menggalakkan gemar membaca sejak dini, yaitu sejak SD melalui perubahan pada kurikulum pendidikan dengan memasukan

materi membaca dalam kurikulum pendidikan. Dalam kurikulum SD tahun 2006 atau KTSP, khususnya silabus di kelas IV materi membaca intensif tercantum sebagai salah satu butir pembelajaran.

Namun demikian dalam proses pembelajaran membaca di SD Gugus 1 Tenganan, tampaknya belum sesuai seperti yang diharapkan. Hal itu tercermin dari nilai ulangan akhir semester bahasa Indonesia siswa, yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Ketuntasan Minimal dan Rata-rata Skor Ulangan Akhir Siswa Kelas IV SD di Gugus 1 Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem

No Nama Sekolah Rata-rata Nilai UAS KKM

1 SD N 1 Tenganan 63,42 65

2 SD N 2 Tenganan 62,53 65

3 SD N 3 Tenganan 63,68 65

4 SD N 4 Tenganan 62,35 65

5 SD N 5 Tenganan 61,41 65

Berdasarkan observasi di SD Gugus 1 Tenganan khususnya di kelas IV dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat dilihat bahwa siswa pasif dalam mengikuti pembelajaran, terutama saat kegiatan membaca dan menyelesaikan masalah berkaitan dengan teks yang dibaca.

Sebagian besar siswa juga kurang begitu paham dengan pembelajaran membaca intensif. Selain itu, tingkat percaya diri siswa masih rendah. Ini disebabkan oleh kurangnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, siswa juga merasa sulit untuk belajar membaca intensif karena cara pembelajaran yang tidak menyenangkan. Dalam proses belajar mengajar, guru masih menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional.

Pembelajaran yang konvensional masih berpusat pada guru. Guru dalam pembelajaran konvensional lebih banyak memberikan ceramah dan kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran.

pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Pembelajaran konvensional sering disebut pembelajaran yang tradisional.

Pada pola pembelajaran konvensional, kegiatan proses belajar mengajar lebih

sering diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa. Dalam sejarah pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.

Pembelajaran konvensional berpusat pada guru dan tidak terjadi interaksi yang baik antara siswa dengan siswa. Sehingga pembelajaran konvensional lebih cenderung pada pelajaran yang bersifat hapalan yang menekankan informasi konsep, latihan soal, serta penilaiannya masih bersifat tradisional.

Untuk mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan membaca intensif siswa kelas IV di SD Gugus 1 Tenganan, maka perlu dilakukan pembaharuan dalam proses pembelajaran agar proses pembelajaran yang dilaksanakan menjadi aktif, bermakna, dan menyenangkan. Salah satu alternatif pemecahan masalah yang dapat diupayakan adalah melalui penerapan model pembelajaran pembelajaran berbasis otak (brain-based learning). Model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) adalah aktivitas dan kemampuan membaca siswa.

Pembelajaran dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning).

(4)

Davis (dalam Astawan, 2010:129) menyatakan bahwa “pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) merupakan pendidikan yang menggunakan sistem pembelajaran yang mengutamakan kemajuan otak”. Astawan (2010:129) menyatakan bahwa “pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) adalah model pengajaran yang mempertimbangkan bagaimana otak bekerja saat mengambil, mengolah, dan menginterpretasikan informasi yang telah diserap, serta bagaimana otak bekerja dalam mempertahankan pesan atau informasi yang didapat”. Jensen (2011:06) berpendapat bahwa brain based learning adalah “pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk belajar”. Berdasarkkan pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis otak (brain- based learning) adalah model pengajaran yang mempertimbangkan bagaimana otak bekerja yang didesain secara alamiah untuk mempertahankan pesan atau informasi yang didapat.

Dalam model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) siswa dituntut untuk mampu aktif dalam pembelajaran dan pembelajaran tidak hanya bersumber dari guru sehingga tahapan-tahapan ini mampu memberikan suatu variasi pada pembelajaran. Model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning), juga mengarahkan siswa untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan aturan yang ada. Siswa diarahkan untuk memikirkan kembali materi awal yang masih terkait dengan materi yang dibahas.

Dengan demikian diyakini bahwa dengan penerapan model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) berpengaruh terhadap kemampuan membaca intensif

siswa Kelas IV Semester I SD Gugus I Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan membaca intensif antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV semester I di SD Gugus I Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2014/2015.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitiaan eksperimen. “Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment) tertentu terhadap subjek penelitian yang bersangkutan” (Agung, 2011:17). Perlakuan atau manipulasi yang diberikan pada penelitian ini adalah pemberian model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) pada kelompok eksperimen. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol (yang tidak dimanipulasi). Karena tidak semua variabel yang muncul dalam kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat, maka penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Populasi penelitian ini seluruh kelas IV di SD Gugus I Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2013/2014. Dalam Gugus I Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem terdapat lima sekolah Dasar yang masing-masing kelas disajikan Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Anggota Populasi Penelitian

No Nama Sekolah Jumlah Kelas IV

1 SD Negeri 1 Ubud 29 orang

2 SD Negeri 2 Ubud 30 orang

3 SD Negeri 3 Ubud 31 orang

4 SD Negeri 4 Ubud 27 orang

5 SD Negeri 5 Ubud 28 orang

Total Populasi 145 orang

(5)

Teknik pengambian sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cluster random sampling. Teknik random sampling digunakan untuk menentukan dua sekolah yang akan menjadi sampel dalam penelitian. Sampel yang dirandom dalam penelitian ini adalah kelas pada masing-masing sekolah karena tidak memungkinkan untuk mengubah kelas yang ada. Setelah diperoleh dua kelas sebagai sampel, selanjutnya sampel dirandom kembali untuk menentukan kelas yang bertindak sebagai kelas kontrol dan kelas yang bertindak sebagai kelas eksperimen. Berdasarkan hasil pengundian, diperoleh kelas IV SD Negeri 3 Tenganan sebagai kelompok eksperimen dengan jumlah siswa 31 orang dan kelas IV SD Negeri 2 Tenganan dengan jumlah siswa 30 orang sebagai kelompok kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan model pembelajaran model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) dan kelas kontrol belajar dengan pembelajaran konvensional. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah post test only control group design (Sarwono, 2006: 87).

Variabel yang terlibat dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) untuk kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional untuk diberikan pada kelas kontrol. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca intensif.

Prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini meliputi langkah- langkah: (1) mengadakan observasi dan wawancara di seluruh kelas IV di SD Gugus I Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Kecamatan Buleleng, yang bertujuan untuk mengenal lebih dekat keadaan kelas di sekolah tersebut dan meminta dokumen hasil tes bahasa Indonesia. (2) mengadakan pengundian sampel dengan teknik random sampling dari populasi yang sudah ditentukan hingga diperoleh sampel berupa dua kelas. Satu bertindak sebagai kelas kontrol dan yang lain bertindak sebagai kelas eksperimen.

(3) meminta izin kepada kepala SD Negeri

2 Tenganan dan SD Negeri 3 Tenganan serta guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk melaksanakan penelitian di sekolah tersebut. (4) melaksanakan uji judges dengan ahli. (5) melaksanakan uji coba instrumen. (6) mempersiapkan perangkat pembelajaran meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) termasuk lembar kerja siswa (LKS) beserta instrumen post-test sesuai dengan penelitian yang akan dilaksanakan. (7) memberikan perlakuan model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) pada kelas eksperimen dan model konvensional pada kelas kontrol. (8) mengadakan post-test

untuk kelas eksperimen dan kontrol.

(9) melakukan penganalisisan data kemampuan membaca intensif siswa dan pembuktian hipotesis. (10) membuat laporan penelitian.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes. Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan membaca intensif berupa esai. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis statistik deskriptif, berupa nilai rata-rata (mean), median, modus, varians, dan standar deviasi (Koyan, 2012:21).

Dalam penelitian ini data juga disajikan dalam bentuk grafik poligon. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data guna menguji hipotesis penelitian adalah uji-t (polled varians). Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika t hitung > t tabel pada taraf signifikasi 5%, maka H0 ditolak dan Ha diterima (Koyan, 2011:35).

Sebelum melakukan uji hipotesis, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan perlu dibuktikan. Persyaratan yang dimaksud yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa populasi sudah terdistribusi normal. Data yang baik adalah data yang mempunyai pola distribusi menurut kurva normal. Uji normalitas untuk skor kemampuan membaca intensif siswa digunakan analisis Chi-Kuadrat. Sedangkan uji homogenitas dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa perbedaan yang terjadi pada hipotesis benar-benar terjadi akibat adanya perbedaan antar kelompok. Uji homogenitas varians untuk kedua kelompok digunakan Uji Fisher.

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil post-test terhadap 31 orang siswa kelas IV SD Negeri 3 Tenganan yang belajar dengan model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) dalam kelompok eksperimen, menunjukkan bahwa dalam membaca intensif skor tertinggi yang diperoleh siswa adalah 20 dan skor terendah adalah 10, dengan modus 16,34, median 15,86 dan mean 15,47. Dengan demikian modus > median > mean (16,34 >

15,86>15,47). Apabila hasil tersebut digambarkan dalam kurve poligon menunjukkan bahwa sebaran data pada kelompok eksperimen merupakan juling negatif, yang menunjukkan bahwa sebagian besar skor cenderung tinggi seperti yang tampak pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1 Data Post-Test Kelompok Eksperimen

Berdasarkan grafik poligon pada gambar di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 1 orang responden memiliki skor 10,5, sebanyak 6 orang responden memiliki skor 12,5, sebanyak 6 orang responden memiliki skor 14,5, sebanyak 14 orang responden memiliki skor 16,5, sebanyak 3 orang responden memiliki skor 18,5, dan sebanyak 1 orang responden memiliki skor 20,5. Jika mean kelompok eksperimen

dikonversi ke dalam PAP Skala Lima, maka kemampuan membaca intensif siswa berada pada kategori baik (77,35%).

Hasil ini berbeda dengan perolehan post-test kelompok kontrol. Hasil post-test terhadap 30 orang siswa kelas Negeri 2 Tenganan yang belajar dengan pembelajaran konvensional dalam kelompok kontrol, menunjukkan bahwa dalam membaca intensif skor tertinggi yang diperoleh siswa adalah 18 dan skor terendah adalah 7, dengan modus 11,77, median 12,85 dan mean 13,63. Dengan demikian modus < median < mean (11,77<12,85<13,63). Apabila hasil tersebut digambarkan dalam kurve poligon menunjukkan bahwa sebaran data pada kelompok kontrol merupakan juling positif, yang menunjukkan bahwa sebagian besar skor cenderung rendah seperti yang tampak pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2 Data Post-Test Kelompok Kontrol

Berdasarkan grafik poligon di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 1 orang responden memiliki skor 7,5, sebanyak 2 orang responden memiliki skor 9,5, sebanyak 9 orang responden memiliki skor 11,5, sebanyak 5 orang responden memiliki skor 13,5, sebanyak 8 orang responden memiliki skor 15,5, dan sebanyak 5 orang 0

2 4 6 8 10 12 14 16

10,5 12,5 14,5 16,5 18,5 20,5

Frekuensi

Data

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

7,5 9,5 11,5 13,5 15,5 17,5

Frekuensi

Data

(7)

responden memiliki skor 17,5. Jika mean kelompok kontrol dikonversi ke dalam PAP Skala Lima, maka kemampuan membaca intensif siswa pada kelompok kontrol berada pada kategori sedang (68%).

Hasil uji prasyarat, yaitu normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan homogen. Hasil perhitungan menggunakan rumus Chi- Square pada uji normalitas diperoleh kemampuan membaca intensif yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) berdistribusi normal dengan χ2hitung

= 7,06 < harga χ2tabel =7,815 dan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional juga berdistribusi normal dengan harga χ2hitung = 3,85 < harga χ2tab = 7,815. Begitu pula dengan hasil uji homogenitas yang dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen yang belajar dengan model pembelajaran berbasis otak (brain- based learning) dan kontrol yang belajar dengan pembelajaran konvensional.

Jumlah masing-masing unit analisis adalah kelompok eksperimen berjumlah 31 dan kelompok kontrol berjumlah 30 orang.

Dengan menggunakan rumus uji F, varians data kemampuan membaca intensif antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) dengan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional adalah homogen, yaitu Fhitung= 1,07 < Ftabe

= 1,83.

Berdasarkan uji prasyarat analisis data, terbukti bahwa data kemampuan membaca intensif siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan homogen. Untuk menguji hipotesis digunakan uji-t independent “sampel tak berkorelasi”, yang menunjukkan bahwa varians kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol adalah homogen serta berdasarkan jumlah siswa pada tiap kelas yang berbeda maka pada uji-t sampel tak berkorelasi ini digunakan rumus polled varians dengan kriteria H0 ditolak jika thitung > ttabel dan H0 terima jika thitung < ttabel. Berdasarkan hasil dari pengujian hipótesis diketahui bahwa hasil perhitungan uji-t dengan rumus polled varians diperoleh thitung sebesar 2,22 dan

ttabel pada taraf signifikansi 5% dan db 59 adalah 2,0010. Sehingga, thitung > ttabel yaitu 2,22 > 2,0010 pada derajat kebebasan 59 sehingga H0 ditolak dan Ha diterima.

Artinya, terdapat perbedaan kemampuan membaca intensif antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV di SD Gugus I Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2013/2014.

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, maka didapatkan beberapa temuan dalam penelitian ini.

Pada kelompok siswa yang diterapkan pembelajaran konvensional skor rata-rata kemampuan membaca intensif yaitu 68,00% berada pada katagori sedang.

Rata-rata skor membaca intensif sebagaimana digambarkan dalam grafik poligon tampak merupakan juling positif, artinya sebagian besar skor siswa cenderung rendah. Rendahnya kemampuan membaca intensif pada kelompok siswa yang diterapkan pembelajaran konvensional disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pembelajaran yang dilakukan bersifat konvensional. Menurut Rasana (2009) rendahnya skor kemampuan membaca intensif ini karena penyampaian materi pada pembelajaran konvensional lebih banyak dilakukan melalui ceramah, tanya jawab dan penugasan yang berlangsung secara terus menerus. Guru pada pembelajaran konvensional masih mendominasi kegiatan pembelajaran di dalam kelas (teacher center). Akibatnya aktivitas siswa dalam pembelajaran sangat terbatas. Siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru dan pasif dalam pembelajaran. Demikian pula menurut Noor (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dalam pembelajaran yang bersifat konvensional siswa diposisikan sebagai objek pembelajaran, sehingga proses pembelajaran tidak dapat berlangsung dengan optimal. Pembelajaran yang bersifat konvensional juga membuat siswa cepat merasa bosan dan menciptakan kondisi pembelajaran yang kurang menyenangkan. Kondisi ini cenderung

(8)

membuat siswa tidak termotivasi mengikuti pembelajaran, pemahaman konsep kurang mendalam, dan sulit mengembangkan keterampilan berpikirnya. Hal ini menyebabkan rata-rata skor membaca intensif pada kelompok kontrol yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional cenderung rendah.

Berbeda dengan temuan kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional, pada kelompok siswa yang diterapkan model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) skor rata-rata kemampuan membaca intensif yaitu 77,35% berada pada katagori baik.

Rata-rata skor membaca intensif sebagaimana digambarkan dalam grafik poligon tampak merupakan juling negatif, artinya sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Tingginya kemampuan membaca intensif pada kelompok siswa yang diterapkan model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) disebabkan pembelajaran yang lebih menekankan pada aktivitas siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Clemons (dalam Jensen 2011:9) yang menyatakan “kunci sukses dalam pengaplikasian pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) untuk setiap orang yang dilibatkan dalam proses pembelajaran dan dalam lingkungan brain- based learning, material dan pengajaran harus berpusat pada siswa dan disampaikan dengan menyenangkan, bermakna untuk diri siswa”. Melalui pembelajaran yang demikian, maka siswa akan termotivasi mengikuti pembelajaran, memiliki pemahaman konsep yang mendalam, dan mengembangkan keterampilan berpikirnya. Hal ini menyebabkan rata-rata skor membaca intensif pada kelompok eksperimen yang diajarkan dengan model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) cenderung tinggi.

Temuan lain dalam penelitian ini adalah berdasarkan analisis inferensial menggunakan uji-t diketahui thitung = 2,22 dan ttabel (db = 59 dan taraf signifikansi 5%)

= 2,00. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar daripada ttabel (thitung > ttabel), sehingga statistik thitung tersebut adalah signifikan.

Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan kemampuan membaca intensif antara kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis otak (brain- based learning) dan kelompok siswa yang belajar menggunakan pembelajaran konvensional. Adanya perbedaan yang signifikan tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis otak (brain- based learning) lebih kuat pengaruhnya daripada pembelajaran konvensional terhadap kemampuan membaca intensif.

Oleh karena itu, dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan membaca intensif yang dicapai oleh siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis otak (brain- based learning) lebih baik dibandingkan dengan yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hal ini dikarenakan perbedaan proses pembelajaran dalam model pembelajaran berbasis otak (brain- based learning) dengan pembelajaran konvensional. Pada model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) lebih memberikan siswa kesempatan untuk lebih berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran dan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa.

Pembelajaran berbasis otak (brain- based learning) juga menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa melalui tiga langkah dalam pembelajaran, yaitu 1) menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa (orchestrated immersion); 2) menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan (relaxed allertness); 3) menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa (active processing) Ozden & Gultekin (dalam Astawan, 2010:131).

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca intensif siswa pada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional berada pada katagori sedang dengan rata- rata skor 68,00%. Jika dikonversikan dalam

(9)

grafik polygon, kurve sebaran datanya adalah juling positif, yang artinya sebagian besar skor yang diperoleh siswa cenderung rendah. Sedangkan kemampuan membaca intensif siswa pada kelompok eksperimen setelah menerapkan model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) berada pada katagori baik dengan rata-rata skor 77,35%. Jika dikonversikan dalam grafik polygon, kurve sebaran datanya adalah juling negatif, yang artinya sebagian besar skor yang diperoleh siswa cenderung tinggi. Jadi terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan membaca intensif antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning) dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV semester I di SD Gugus I Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2014/2015. Hasil ini peroleh berdasarkan analisis inferensial menggunakan uji-t, yang menunjukkan thitung lebih besar daripada ttabel (2,22 > 2,00). Dengan demikian, model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning), lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning), siswa agar mengikuti langkah-langkah pembelajaran dengan baik, sehingga mampu meningkatkan kemampuan membaca intensif. 2. Disarankan kepada guru-guru di sekolah dasar di Gugus I Kecamatan Manggis agar dapat menciptakan suasana pembelajaran yang inovatif dengan menerapkan model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning), selanjutnya siswa lebih senang dalam belajar dan dapat meningkatkan kemampuan siswa membaca intensif. 3.

Disarankan kepada peneliti lain yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran berbasis otak (brain-based learning), agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, A. A. Gede. 2011. Penelitian Konvensional (Ex Post Facto/Survei dan Eksperimental. Makalah disajikan pada Seminar dan Pelatihan tentang Penelitian Ex Post Facto dan Eksperimental yang diselenggarakan HMJ Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja 14 April 2011.

Aminudin. 2002. Pengantar Apreasi Karya Sastra. Bandung: Algensindo.

Astawan, I G. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Buku Ajar.

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP UNDIKSHA.

Jensen, eric. 2011. Pembelajaran Berbasis- Otak. Jakarta: PT Indeks.

Koyan, I W. 2011. Asesmen dalam Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

---. 2012. Statistik Pendidikan. Singaraja:

Universitas Pendidikan Ganesha.

Noor. 2009. Peningkatan Keterampilan Membaca Pemahaman Bacaan Berbahasa Jawa dengan Strategi DRTA (Directed Reading Thingking Activity) pada Siswa Kelas V SD N Wonorejo 01 Karanganyar Demak (skripsi) tidak terbit http://sunda.upi.edu/?=jurnal

diakses tanggal 25 Februari 2013.

Prasetyo, Dwi Sinar. 2008. Rahasia Mengajarkan Gemar Membaca Anak Sejak Dini. Jogyakarta: Think.

Rahim, Farida. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

(10)

Semiawan, Conny R. 2002. Belajar dan Pembelajaran dalam Tahap Usia Dini (Pendidikan Prasekolah dan Sekolah Dasar). Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sudiana, I Nyoman. 2007. Membaca.

Malang. Universitas Negeri Malang.

Tarigan, Henry Guntur. 1979. Membaca Sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Gambar

Gambar  1  Data  Post-Test  Kelompok   Eksperimen

Referensi

Dokumen terkait

Menentukan modus dari data yang disajikan dalam bentuk diagram, tabel, atau data acak. Modus dari data di atas

vonis yang berat terhadap pelaku kejahatan seksual tersebut sebagaimana yang. termaktub dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Lelang Nomor : 07/TAP/DPU/SDA-09/POKJA/2015 tanggal 15 Mei 2015 tentang Penetapan Pemenang Lelang Paket Pekerjaan Pembangunan Pengaman Tebing

• Menggunakan, mengungkapkan, menyediakan data/informasi mengenai saya/kami yang diperoleh dan dikumpulkan oleh Manulife atau afiliasinya kepada pihak yang berkepentingan

Pada tahap ini seluruh tweet data latih yang telah terkumpul akan diubah.. menjadi kumpulan term yang memiliki nilai probabilitas terahadap

Perlakuan media tanam dan interaksinya dengan tingkat naungan belum memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap persentase pecah mata tunas sampai umur 8 MST dan terhadap

Order Alokasi ke 3PL Topik Penelitian Memaksimalkan 3PL dalam pengiriman produk Meminimalkan Waktu keterlambatan pengiriman Meminimalkan biaya ditribusi ke 3PL Ruang lingkup

dengan judul: “PERAN SIKAP DAN NORMA SUBYEKTIF DALAM MENENTUKAN NIAT MAHASISWA MEMILIH BKK PENDIDIKAN TATA NIAGA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI FKIP UNS TAHUN