• Tidak ada hasil yang ditemukan

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob (1990) mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang terbagi dalam 2 ras karena penduduknya terbagi menjadi ras Mongoloid dan sub ras Austramelanesoid. Dikatakan pula, klasifikasi ras di Indonesia sebelah barat dan utara terdapat unsur-unsur Mongoloid dan Austramelanesoid. Kondisi yang ada sekarang menunjukkan pergeseran unsur Mongoloid lebih ke timur, beberapa arus balik dari timur ke barat, dengan tempat percampuran primer di perbatasan antara keduanya yaitu daerah Wallacea. Di samping itu unsur-unsur Mongoloid dari utara sedikit demi sedikit masih terus bergerak ke arah selatan (Jacob, 1974).

Bangsa yang bermigrasi ke Indonesia berasal dari daratan Asia tepatnya Yunan Utara bergerak menuju ke Selatan memasuki daerah Hindia belakang atau Vietnam. Bangsa yang bermigrasi ke Indonesia antara lain, Bangsa Melanesia, Bangsa Proto Melayu, dan Bangsa Deutro Melayu. Suku Jawa termasuk ke dalam Bangsa Deutro Melayu yang memasuki wilayah Indonesia pada gelombang kedua tahun 500 SM (Irsa dkk. 2013)

Suku Jawa merupakan populasi terbesar yang ada di pulau Jawa dan merupakan suku terbesar di Indonesia (Sutardjo, 2008). Ciri-ciri fisik orang Jawa menurut Rahmawati dkk. (2003) yaitu memiliki bentuk kepala antara lonjong dan bulat, berwajah sempit, dan memiliki dahi yang lebar, serta mayoritas memiliki

(2)

maloklusi Angle kelas I. Dikatakan pula bahwa masyarakat Jawa memiliki bentuk kepala brakisefalik, mesosefalik, ataupun dolikosefalik, bentuk wajah euriprosop, mesoprosop, maupun leptoprosop, bibir agak tebal, hidung konkaf, rambut hitam lurus dan berombak, serta rambut tumbuh jarang (Sukadana, 1976). Cara menentukan suku seseorang dapat diketahui tidak hanya dengan melihat penampilan fisiknya saja. Terdapat pula beberapa aspek pendukung lain yang menjadi kriteria penentu suku seseorang seperti dari nama dan gaya bahasa.

Masyarakat Jawa memiliki nama yang khas dan gaya bahasa tersendiri sehingga keberadaannya mudah dikenali (Ihromi, 2006).

Proporsi wajah merupakan ukuran normal dimensi wajah yang diukur jarak antara titik-titik antropometri pada wajah yang menentukan karakteristik kepala dan wajah manusia (Yeung, 2015). Analisis dimensi wajah dikatakan sebagai cara yang dapat dilakukan untuk melihat keanekaragaman dan mampu mengidentifikasi adanya persamaan dan perbedaan yang dimiliki oleh masing- masing suku (Rizia dkk., 2013). Analisis dimensi wajah dapat dilakukan secara transversal dan vertikal, karena perbandingan antara tinggi dan lebar wajah akan menentukan bentuk wajah manusia (Yeung, 2015). Disebutkan bahwa, berbagai macam metode untuk menganalisis dimensi wajah telah banyak dikembangkan untuk mengupayakan peningkatan keharmonisan profil wajah. Perawatan ortodonti lebih memperhatikan sepertiga wajah bawah untuk dianalisis, terutama posisi anteroposterior bibir (Fitriyani dkk., 2013).

Pertumbuhan dan perkembangan sangat berkaitan dengan perubahan normal dalam kehidupan (Moyers, 1988). Perkembangan merupakan proses

(3)

menuju kematangan, sedangkan pertumbuhan merupakan perubahan dalam aspek kuantitatif dan diukur dalam satuan peningkatan per satuan waktu (Proffit dkk., 2007). Pertumbuhan dapat mengakibatkan bertambah atau berkurangnya ukuran, perubahan bentuk atau proporsi, kompleksitas, tekstur antar komponen tubuh yang menunjukkan perubahan di setiap periode umur (Mitani, 1977).

Perkembangan temuan kranium manusia yang ada di Pulau Jawa, dapat diamati perkembangan yang terjadi sejak Homo Erectus hingga Homo Sapiens. Temuan yang mewakili Homo Erectus yang ditemukan di Pulau Jawa, antara lain temuan Sangiran dan Ngandong. Perbandingan ketiga temuan kranium manusia yang ditemukan di Pulau Jawa, dapat dilihat perkembangan kraniumnya. Neurokranium semakin membesar, mulai dari temuan tertua hingga termuda. Pembesaran neurokranium ini disebabkan oleh perkembangan ukuran otak (Jacob, 1967).

Perubahan bentuk tulang kraniofasial merupakan hal penting yang perlu diperhatikan, apabila terdapat kondisi patologis pada daerah anatomi kranium dapat menyebabkan masalah fungsional dan estetika (Rubel dan Starke, 2005).

Penelitian menurut Camper (1792, sit. Trenouth dan Joshi, 2005) tentang perbandingan sudut wajah antara garis horizontal (porion ke spina nasalis anterior) dan garis wajah (proyeksi arah superior gigi incisivus yang bersinggungan menuju tulang frontal). Hasil penelitian tersebut adalah sudut wajah pada saat kelahiran sebesar 100 derajat akan menurun hingga mencapai 80 derajat pada saat dewasa, hal ini menunjukkan posisi wajah terhadap kranium akan selalu mengalami pertumbuhan selama proses perkembangan menuju dewasa (Trenouth dan Joshi, 2005).

(4)

Baral (2013) melakukan penelitian terhadap 260 responden rentang usia 15-30 tahun ras Mongoloid dengan gigi permanen yang seluruhnya sudah erupsi.

Penelitian tersebut menghasilkan 64% responden mengalami kondisi maloklusi kelas I; 17,9% responden mengalami kondisi maloklusi kelas II divisi 1; 2,5%

responden mengalami kondisi maloklusi kelas II divisi 2; dan 15,6% responden mengalami kondisi maloklusi kelas III. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat ras Mongoloid mengalami kondisi maloklusi Angle pada klas I dan klas II divisi 1.

Definisi ortodonti menurut Salzmann (1974), yaitu cabang ilmu dan seni kedokteran gigi yang berhubungan dengan penyimpangan perkembangan patologis dan posisi gigi, rahang, dan jaringan lunak orofasial. Ilmu ortodonti berhubungan dengan faktor variasi genetik, tumbuh kembang, dan bentuk wajah serta faktor yang mempengaruhi oklusi gigi dan fungsi organ di sekitarnya (Singh, 2007). Tujuan ortodonti menurut Murtia (2011) yaitu untuk memperoleh dan mempertahankan keadaan normal gigi geligi dan aktivitas fisiologik gigi, jaringan lunak mulut, dan otot wajah serta pengunyahan dengan maksud untuk menjamin sejauh mungkin perkembangan dan fungsi dentofasial yang optimum.

Klasifikasi maloklusi menurut Angle yaitu kelas I (netroklusi) merupakan kondisi normal seseorang dengan tonjol mesiobukal gigi molar pertama rahang atas tepat berkontak dengan cekung bukal gigi molar pertama rahang bawah, tetapi garis oklusi tidak tepat karena terjadi malposisi gigi atau penyebab lainnya, kelas II Angle (distoklusi) merupakan kondisi gigi molar pertama rahang bawah lebih ke distal dari tonjol mesiobukal gigi molar pertama rahang atas, garis oklusi

(5)

tidak spesifik, dan kelas III Angle (mesioklusi) merupakan kondisi dengan cekung bukal gigi molar pertama rahang bawah berada lebih ke mesial dari tonjol mesiobukal gigi molar pertama rahang atas, garis oklusi tidak spesifik (Proffit dkk., 2007).

Downs (1948) dan Drelich (1948) mengatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik wajah yang menjadikan ciri maloklusi Angle kelas I dan kelas II divisi 1 seperti, posisi dagu kelas II divisi 1 terletak relatif lebih posterior dibanding kelas I; panjang mandibula kelas II divisi 1 relatif lebih pendek dibanding kelas I; tinggi wajah posterior bawah kelas II divisi 1 relatif kurang dibanding kelas I, hal ini menunjukkan sudut mandibula kelas II divisi 1 relatif curam; ukuran maksila kelas II divisi 1 laki-laki lebih besar dari kelas I; ukuran mandibula kelas II divisi 1 perempuan lebih kecil dari kelas I.

Baral (2013) mendefinisikan maloklusi sebagai hubungan yang tidak tepat antara rahang atas dan rahang bawah. Prevalensi maloklusi bervariasi pada setiap populasi. Hal ini disebabkan oleh faktor etnis, genetik, dan lingkungan yang berbeda-beda. Kebutuhan informasi mengenai prevalensi maloklusi pada laki-laki dan perempuan dalam kelompok usia dan etnis yang berbeda telah menimbulkan banyak penelitian (Staley, 2001). Pengetahuan tentang distribusi maloklusi yang berbeda dapat membantu praktisi ortodonti untuk lebih memahami masalah di lokasi geografi yang relevan dan akan membantu praktisi dalam orientasi yang tepat dalam pengelolaan berbagai perawatan (Baral, 2013).

(6)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka timbul permasalahan:

Bagaimanakah profil wajah pada maloklusi Angle kelas I dan kelas II divisi 1 orang Jawa?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai profil wajah telah dilakukan sebelumnya. Wihary (2012) melakukan penelitian tentang perbedaan profil lateral wajah berdasarkan jenis kelamin pada ras Deutro-Melayu. Penelitian ini betujuan untuk melihat profil wajah pada ras Deutro-Melayu usia 18-25 tahun dan melihat perbedaan profil lateral wajah antara laki-laki dan perempuan. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara profil wajah laki-laki dan perempuan. Penelitian tentang profil wajah pada maloklusi Angle kelas 1 dan kelas II divisi 1 pada orang Jawa, menurut sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan sebelumnya.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mempelajari: Profil wajah pada maloklusi Angle kelas I dan kelas II divisi 1 orang Jawa.

(7)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat bagi ilmu pengetahuan:

a. Menambah pengetahuan Ilmu Kedokteran Gigi khususnya Ortodonsia mengenai profil wajah pada maloklusi Angle kelas I dan kelas II divisi 1 orang Jawa.

b. Sebagai data profil wajah pada maloklusi Angle kelas I dan kelas II divisi 1 orang Jawa yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan kajian penelitian yang berhubungan dengan Ortodonti.

c. Membantu dalam menetapkan diagnosis dan menentukan perawatan ortodonti pada orang Jawa dengan mempertimbangkan profil wajah.

2. Manfaat bagi masyarakat:

a. Sebagai informasi mengenai profil wajah pada maloklusi Angle kelas I dan kelas II divisi 1 orang Jawa.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil koefisien regresi menunjukkan 3 dimensi dari motivasi kerja dan psychological well-being yaitu need for affiliation, positive relation with others, dan

Fasilitas terminal penumpang di Minangkabau International Airport di tahun 2015 sudah tidak memadai dengan jumlah penumpang 3.1 juta per tahun, lebih besar dari

Nilai Kesukaan Konsumen Terhadap Teh Daun Gaharu ( Aquilaria malaccensis Lamk.) Berdasarkan Letak Daun pada Batang.. Skripsi

Pada penelitian ini untuk menunjukkan bahwa model yang dikembangkan dapat menjawab permasalahan penelitian bahwa peningkatan reliabilitas dapat meminimasi

Berdasarkan hasil simpulan dari penelitian penambahan dyamic stretching pada aplikasi lateral run exercise terhadap peningkatan agility pemain sepak bola, terdapat

Syukur Alhamdulillah segala Puji bagi Allah SWT, karena atas rahmat dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “ ANALISIS PENGARUH

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterbukaan diri dalam komunikasi interpersonal pada santri yang bermasalah dengan pembina pesantren SMA Assalaam

Dari sisi kinerja keuangan, laba Perseroan pada tahun 2013 lebih rendah dari target laba yang telah ditetapkan sebelumnya karena adanya penurunan nilai efek-efek di pasar modal