• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bakalan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bakalan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sapi Bakalan

Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos Indikus (zebu : berpunuk), Bos Taurus dan Bos Sondaikus (Sugeng, 2001). Dijelaskan lebih lanjut bahwa Bos Indikus merupakan bangsa sapi yang terdapat di daerah tropis, Bos Taurus merupakan bangsa sapi yang terdapat di daerah dingin dan Bos Sondaikus merupakan bangsa sapi yang terdapat di daerah tropis. Sapi yang diusahakan sebagai ternak potong mempunyai ciri antara lain : 1) Ukuran tubuh besar, berbentuk persegi panjang atau balok. 2) Kualitas dagingnya baik. 3) Laju pertumbuhannya cepat. 4) Cepat dewasa. 5) Efisiensi pakannya tinggi (Sugeng, 1995). Menurut Sugeng (2001), kriteria pemilihan sapi dari bentuk luarnya adalah 1) Ukuran badan panjang dan dalam. 2) Bentuk tubuh segi empat, pertumbuhan tubuh bagian depan, tengah dan belakang serasi dan garis badan atas dan bawah sejajar. 3) Paha sampai pergelangan kaki penuh berisi daging. 4) Dada lebar dan dalam serta menonjol. 5) Kaki besar, pendek dan kokoh.

Penggemukan menurut Direktorat Jenderal Peternakan (1974), adalah pemilihan sapi untuk dipelihara dengan tujuan penggemukan, kemudian dijual sebagai sapi potong. Dijelaskan lebih lanjut oleh Murtidjo (1990), bahwa penggemukan ternak sapi sebenarnya merupakan usaha mengubah bentuk protein pakan menjadi protein hasil ternak yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.

Setiap proses penggemukan sapi, pada akhirnya sapi akan menjadi penghasil daging. Menurut Siregar (2007), sapi jantan maupun sapi betina dapat digunakan sebagai bakalan dalam usaha penggemukan sapi, namun sapi jantan lebih diminati daripada sapi betina. Alasannya karena pertambahan bobot badannya lebih cepat dibandingkan dengan sapi betina. Sapi yang dibutuhkan untuk usaha penggemukan dapat bersumber dari berbagai jenis sapi yang telah ada di Indonesia, termasuk sapi perah jantan yang tidak

(2)

commit to user

berproduktif lagi. Jenis sapi yang banyak dipelihara oleh peternak di Indonesia adalah sapi Limousin, sapi Aberdeen Angus, sapi Brahman, sapi

Brangus (Brahman dan Aberdeen Angus), sapi Peranakan Ongole (PO) dan

sapi Simmental (Djarijah, 2002).

Menurut Abidin (2002), pemilihan bakalan yang baik menjadi awal yang sangat menentukan keberhasilan usaha. Salah satu tolak ukur penampilan produksi sapi potong adalah pertambahan bobot badan harian. Penampilan produksi tersebut merupakan suatu fungsi dari faktor genetik, lingkungan dan interaksi antara kedua faktor tersebut. Secara umum penampilan fisik sapi bakalan mencerminkan mutu genetiknya. Badan yang sehat diindikasikan dengan sorot mata yang tajam, tidak luyu, kulitnya tidak bersisik, tubuhnya tidak cacat dan tidak terdapat kerusakan atau luka di bagian tubuhnya.

Pemilihan bangsa sapi yang akan dipelihara perlu diperhatikan dengan mempertimbangkan lokasi, tujuan peternakan serta sifat-sifat setiap bangsa sapi dan harus mempertimbangkan harga serta performen dari bakalan tersebut (Santoso, 2000). Memilih bibit unggul berarti bahwa sapi mempunyai keunggulan dalam produksi, ketahanan penyakit, adaptasi, pemeliharaan dan mencerna pakan. Sehubungan dengan perbaikan produksi melalui peningkatan mutu bibit bisa dilakukan yaitu usaha penyilangan sapi lokal dengan sapi unggul dari luar (Sugeng, 1995).

B. Manajemen Pemberian Pakan

Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat diberikan pada ternak sebagai pakan, baik berupa bahan organik, maupun keseluruhannya dapat dicerna dan tidak menyebabkan gangguan kesehatan pada ternak yang memakannya (Hartadi et al, 1986). Siregar (2008) menyatakan bahwa pakan sapi potong harus memenuhi persyaratan, antara lain : tersedia sepanjang tahun, bernilai gizi tinggi, harganya relatif murah dan tidak mengandung racun atau zat anti nutrisi.

(3)

commit to user

Pakan merupakan bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor ternak yang mampu memberikan nutrien penting untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, dan reproduksi (Blakely dan David, 1992). Sapi maupun ternak ruminansia lainnya memiliki keterbatasan dalam mengkonsumsi pakan hijauan atau rumput-rumputan yang tumbuh di daerah tropis karena kandungan gizinya relatif rendah sehingga sapi yang digemukkan dengan hanya memberikan hijauan saja tanpa adanya penambahan pakan lain yang berupa konsentrat tidak mungkin mencapai pertambahan bobot badan maksimal (Siregar, 2003).

Pakan mempunyai peranan yang penting baik diperlukan bagi ternak-ternak muda maupun untuk mempertahankan hidupnya dan menghasilkan suatu produksi serta tenaga bagi ternak dewasa dan berfungsi untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan. Pakan yang diberikan pada seekor ternak harus sempurna dan mencukupi. Sempurna dalam arti bahwa pakan yang diberikan pada ternak tersebut mengandung nutrien yang diperlukan oleh tubuh ternak (Sarwono, 2002).

Ditinjau berdasarkan bahan pakannya, sapi merupakan hewan herbivora yaitu pemakan tumbuh-tumbuhan. Hampir seluruh pakannya berasal dari tumbuh-tumbuhan. Berdasarkan kondisi fisiologis dan sistem pencernaan pakannya, sapi digolongkan sebagai ruminansia karena pencernaan pakannya terjadi di dalam rumen. Pencernaan pada ruminansia bersifat khas, karena terjadi secara mekanis di dalam mulut dengan bantuan saliva, pencernaan fermentatif di dalam rumen dengan bantuan mikrobia rumen dan pencernaan enzimatis pasca rumen (Abidin, 2002).

Sapi muda memerlukan hijauan (berdasarkan bobot kering udara) sekitar 2,5-3% dari bobot hidupnya, sedangkan sapi dewasa hanya 1,5% dari bobot hidupnya (Sosroamidjojo, 1991). Kekurangan pakan merupakan kendala besar dalam proses pertumbuhan, terutama pakan yang memiliki kadar protein, mineral dan vitamin yang kurang memadai (Sugeng, 2001). Peternak yang tidak mengetahui mengenai tata cara pemberian pakan akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan usaha peternakannya, hal ini

(4)

commit to user

disebabkan besarnya biaya dan tenaga yang dikeluarkan untuk memberikan pakan pada ternak (Siregar, 1994). Pemberian pakan harus memperhatikan jumlah dan kualitas serta disesuaikan dengan tujuan pemeliharaan sapi (Huitema, 1986).

Pakan konsentrat merupakan suatu bahan pakan dengan nilai gizi tinggi yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan dan diusahakan untuk disatukan dan dicampur sebagai suplemen (pelengkap). Konsentrat sapi potong tidak selalu berbentuk konsentrat buatan pabrik atau yang dijual di pasaran (konsentrat komersial), namun dapat berupa bahan pakan tunggal atau campuran beberapa bahan pakan (Nuschati, 2003).

Pakan penguat merupakan pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat kasar relatif rendah sehingga mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bekatul, bungkil kelapa dan berbagai umbi-umbian (Sugeng, 2001).

Pemberian konsentrat dan hijauan harus diatur dalam suatu sistem yang mampu memberikan tingkat kecernaan ransum yang lebih baik. Pemberian konsentrat yang hampir bersamaan waktunya dengan pemberian hijauan akan berakibat pada penurunan kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum. Adanya hijauan dan konsentrat pada waktu yang bersamaan di dalam rumen akan mengurangi kecernaan hijauan. Hal ini terjadi karena mikroorganisme dalam rumen mempunyai preferensi untuk mencerna konsentrat lebih dahulu/konsentrat lebih mudah dicerna daripada hijauan. Pemberian air minum merupakan salah satu bagian dari tatalaksana pemeliharaan sapi. Sebagian peternak sering menganggap bahwa kebutuhan air minum sapi telah tercukupi oleh air yang ada di dalam rumput, daun ataupun hijauan lainnya. Anggapan ini tidak benar, sebaiknya air minum untuk sapi harus disediakan ad libitum (tak terbatas) terutama di daerah-daerah kering (Huitema, 1986).

(5)

commit to user

Hijauan pakan adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar 18% atau lebih (dihitung dari bahan kering). Kualitas hijauan sangat bervariasi yang disebabkan oleh beberapa perbedaan dalam spesies, umur, kesuburan tanah, sumber-sumber air dan lain sebagainya. Di Indonesia ataupun di daerah tropis lainya belum diperoleh keterangan secara pasti tentang adanya suatu hijauan yang menonjol kualitasnya (Hanson et al., 1996).

Jenis hijauan yang diperlukan ternak untuk meningkatkan produktifitasnya yaitu leguminoceae dan gramineae. Leguminoceae berpotensi sebagai makan bagi ternak sebagai alternative sedangkan beberapa jenis rumput unggul yang dikenal luas oleh peternak yaitu rumput raja, rumput gajah dan setaria. Rumput-rumput ini biasanya banyak ditanam dan dikelola oleh manyarakat. Rumput ini sering dikenal dengan pakan ternak pokok (Budiman et al., 1994).

Pakan hijauan merupakan semua bahan pakan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan. Pakan ini dapat dikelompokkan menjadi pakan yang berasal dari rumput (gramineae), kacang-kacangan

(leguminoceae) dan hijauan dari tumbuhan lain yang bisa dimakan oleh

ternak serta tidak menimbulkan efek samping, hijauan ini biasanya disebut pakan kasar. Hijauan sebagai bahan pakan ternak yang biasa diberikan dalam dua macam bentuk, yaitu hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar bisa langsung diberikan pada ternak karena mempunyai kadar protein tinggi dan serat kasar sedang (Tillman et al., 1989).

Menurut Abidin (2002), pemberian hijauan dilakukan sekitar 2 jam setelah pemberian konsentrat pada pagi hari. Frekuensi pemberian hijauan yang lebih sering dilakukan dapat meningkatkan kemampuan sapi untuk mengkonsumsi pakan juga meningkatkan kecernaan bahan kering hijauan. Sebaiknya dihindari pemberian hijauan yang sekaligus dan dalam jumlah yang banyak.

C. Manajemen Perkandangan

Kandang merupakan tempat tinggal ternak sepanjang waktu, sehingga pembangunan kandang sebagai salah satu faktor lingkungan hidup ternak,

(6)

commit to user

harus bisa menjamin hidup yang sehat dan nyaman (Sugeng, 2003). Dinyatakan oleh Siregar (2003) bahwa kandang, pengamanan terhadap pencuri sapi akan lebih terjaga. Kandang yang dibangun hendaknya dapat menunjang peternak, baik dari segi ekonomis maupun segi kemudahan dalam penanganan sapi. Diharapkan dengan adanya bangunan kandang ini sapi tidak berkeliaran disembarang tempat dan kotorannya pun dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin (Sugeng, 1995).

Ada beberapa syarat teknis yang perlu diperhatikan dalam membuat kandang antara lain : kandang dibuat dari bahan-bahan yang berkualitas, luas kandang disesuaikan dengan jumlah sapi yang dipelihara, kemiringan lantai antara 3o-5o mengarah kesaluran. Intensitas sinar matahari cukup, terutama pada pagi hari, ventilasi udara lancar, arah angin tidak berlawanan dengan arah muka sapi, atap kandang dibuat dari bahan-bahan yang ringan tapi tahan lama dan mampu menjaga kehangatan di dalam kandang (Sugeng, 2003).

Lokasi kandang sebaiknya cukup jauh dari pemukiman agar bau dan limbah peternakan tidak mengganggu penghuni pemukiman. Jarak kandang dengan pemukiman minimum 50 meter. Apabila jaraknya terlalu dekat sebaiknya dibangun barrier (tembok pembatas) atau pagar tanaman yang pertumbuhannya rapat sebagai perendam angin. Tembok setinggi 3 meter sebagai peredam angin pengaruhnya setara dengan jarak 50 meter (Sugeng, 1995).

Kontruksi kandang dirancang sesuai keadaan iklim setempat, jenis ternak, dan tujuan pemeliharaan sapi itu sendiri. Dalam merancang kandang ternak yang penting untuk diperhatikan adalah tinggi bangunan, kedudukan atap dan bayangan atap, serta lantai kandang (Sarwono dan Arianto, 2002). Pembangunan kandang harus memberikan kemudahan perawatan sapi, mencegah sapi supaya tidak berkeliaran dan menjaga kebersihan lingkungan (Siregar, 2008). Setiap usaha penggemukan sapi potong yang akan didirikan harus merencanakan jumlah kadang yang akan di bangun sesuai dengan jumlah dan jenis sapi yang akan dipelihara. Kandang yang dibangun harus

(7)

commit to user

kuat dan memenuhi syarat kesehatan, mudah dibersihkan, mempunyai drainase yang baik, siklus udara yang bebas dan dilengkapi tempat pakan dan minum sapi, serta bak desinfektan (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007).

Iklim tropis yang panas serta lembab, merupakan masalah lingkungan yang dapat bersifat nutrisional, manajerial dan klimatologis. Interaksi antara ketiga faktor akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi ternak. Diantara ketiga variabel lingkungan, faktor klimatogis merupakan unsur yang paling menonjol, karena keadaan iklim tropis yang panas dan kelembapan relatif tinggi akhirnya berpengaruh terhadap tata laksana pemeliharaan, dan manajemen pemberian pakan (Murtidjo, 1993).

Kandang secara umum memiliki dua tipe, yaitu kandang individu dan kandang koloni (Abidin, 2002). Menurut Sarwono dan Arianto (2002) kandang individu adalah kandang yang terdiri dari satu ruangan atau bangunan dan hanya digunakan untuk memelihara satu ekor ternak setiap ruangnya. Kandang koloni adalah kandang yang terdiri dari satu ruangan atau bangunan tetapi digunakan untuk ternak dalam jumlah banyak.

D. Penanganan Kesehatan

Penyakit merupakan ancaman yang perlu diwaspadai peternakan, walaupun serangan penyakit tidak langsung mematikan ternak, tetapi dapat menimbulkan masalah kesehatan yang berkepanjangan, menghambat pertumbuhan dan mengurangi pendapatan (Sarwono, 2002). Menurut Sugeng (2001) berbagai jenis penyakit sapi sering berjangkit di Indonesia, baik yang menular ataupun tidak menular. Penyakit menular yang berjangkit pada umumnya menimbulkan kerugian besar bagi peternak.

Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi antara lain : menjaga kebersihan kandang dan peralatannya, termasuk memandikan sapi. Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi yang sehat dan segera dilakukan pengobatan. Diusahakan lantai kandang selalu kering, agar kotoran tidak banyak yang menumpuk di kandang. Secara teratur dilaksanakan vaksinasi untuk menjaga kesehatan sapi (Djarijah, 1996).

(8)

commit to user

Pemberian kekebalan tubuh dengan vaksin adalah bentuk perlindungan yang sebaik-baiknya untuk ternak. Munculnya gejala penyakit hendaknya segera dilaporkan kepada petugas Dinas Peternakan untuk mengetahui jenis penyakitnya, bersifat menular atau tidak. Tindakan yang cepat sangat penting artinya agar dapat segera diidentifikasi jenis penyakitnya dan membasmi penyakit tersebut (Tatal, 1981).

E. Penanganan Limbah

Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak dan lain-lain. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair. Limbah cair seperti urine, limbah padat seperti feses, sisa pakan, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen dan lain-lain (Sihombing, 2000).

Limbah ternak yang berupa kotoran ternak, baik padat (feses) maupun cair (air kencing, air bekas mandi sapi, air bekas mencuci kandang dan prasarana kandang) serta sisa pakan yang tercecer merupakan sumber pencemaran lingkungan paling dominan di area peternakan. Limbah ternak dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan bau yang menyengat, sehingga perlu penanganan khusus agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Sarwono dan Arianto, 2002).

Menurut Abidin (2002), penanganan limbah perlu direncanakan dengan sebaik-baiknya, bahkan bisa diupayakan untuk meningkatkan penghasilan tambahan seperti mengolah kotoran menjadi kompos.

Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari jenis ternak, jumlah ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Manure yang terdiri dari feses dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kilogram limbah padat atau

(9)

commit to user

feses, dan pada sapi potong setiap kilogram daging sapi menghasilkan kurang lebih 2,5 kilogram feses (Sihombing, 2000).

Selain menghasilkan feses dan urine, dari proses pencernaan ternak ruminansia menghasilkan gas metan (CH4) yang cukup tinggi. Gas metan ini

adalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan perusakan ozon, dengan laju 1 % per tahun dan terus meningkat (Hartadi et al, 1986). Kontribusi emisi metan dari peternakan mencapai 20-35 % dari total emisi yang dilepaskan ke atmosfer. Di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan.

F. Pemasaran

Pemasaran adalah proses merencanakan dan melaksanakan konsep, memberi harga, melakukan promosi dan mendistribusikan ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi tujuan individu dan organisasi. Dalam manajemen suatu pemasaran dibutuhkan suatu riset pemasaran. Riset pemasaran adalah fungsi yang menghubungkan konsumen, pelanggan dan publik dengan pemasaran melalui informasi-informasi dengan luar, untuk mengindetifikasi peluang dan masalah pemasaran sehingga menghasilkan, melaksanakan dan mengevaluasi upaya pemasaran, memantau kinerja pemasaran sebagai suatu proses produksi. Riset pemasaran mengkhususkan informasi yang dibutuhkan untuk menghadapi isu-isu, mendesain metode pengumpulan informasi, mengelola dan mengimplementasikan proses pengumpulan data, menganalisis hasilnya dan

mengkomunikasikan hasil temuan dan impilkasinya (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2001).

Pada saat peternak menjual sapi disarankan berdasarkan bobot badan atau bobot karkas (sapi dihargai setelah dipotong) dan mengetahui harga pasar. Sebaiknya dihindari penjualan sistem taksir atau perkiraan harga, terkecuali bila peternak sudah sangat berpengalaman sehingga tidak merugi.

(10)

commit to user

Selain penjualan hasil penggemukan, kotoran ternak dan sisa pakan merupakan hasil ikutan yang sangat bermanfaat sebagai pupuk tanaman dan dapat menjadi tambahan pendapatan para peternak (Sugeng, 1995).

Beberapa hari sebelum penggemukan selesai, peternak sebaiknya telah mengetahui sasaran pemasaran serta harga sapi yang akan dijualnya. Penaksiran harga itu didasarkan pada bobot badan sapi yang sedang berlaku dipasaran. Akan lebih baik apabila penjualan sapi dapat diatur pada saat harga sapi sedang baik. Setiap peternak yang melakukan penggemukan sapi hendaknya selalu memonitor harga sapi di pasaran agar jangan sampai tertipu oleh harga penawaran pedagang-pedagang ternak (Siregar, 2003).

Referensi

Dokumen terkait

Jenis Rumput tropis lokal yang paling cocok serta murah untuk dipakai di lapangan sepak bola adalah jenis Rumput Zoysia japonica, sebab memiliki beberapa keunggulan

Asam fitat tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia, sehingga memerlukan tambahan fitase, dengan demikian ransum yang berbasis pada jagung dan kedelai

Beberapa keuntungan usaha ternak sapi perah adalah peternakan sapi perah termasuk usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein

Ukuran tubuh ternak yang dilakukan dalam pendugaan bobot badan ternak sapi biasanya adalah lingkar dada dan panjang badan (Santoso, 2003)..

Perbaikan Tingkat Reproduski Ternak Ruminansia di Daerah Tropis Melalui Suplementasi Pakan Urea Multinutrient Molasses Block (UMMB). Makalah Kursus Singkat Penggunaan Teknologi

Tanaman ini merupakan tanaman rumput yang banyak berada di daerah tropis dan subtropis, tumbuh pada lingkungan yang kering, dengan temperatur yang panas, pencahayaan yang

Disamping itu menurut (Marhaeniyanto, 2009) bahwa tanaman leguminosa di daerah tropis tumbuh lebih lambat daripada tanaman rumput, agar bisa tumbuh dengan baik, maka penanaman

Terdapat 7 spesies rumputan dan 11 spesies daun lebar dengan ketersediaan, pemanfaatan yang tinggi dan disukai ternak; 2 Ladang rumput grasslands berperan penting memasok hijauan pakan