• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI ADSORPSI ISOTERMAL ION Ni 2+ DALAM LARUTAN PADA MEMBRAN SELULOSA-KHITOSAN TERIKATSILANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI ADSORPSI ISOTERMAL ION Ni 2+ DALAM LARUTAN PADA MEMBRAN SELULOSA-KHITOSAN TERIKATSILANG"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI ADSORPSI ISOTERMAL ION Ni

2+

DALAM LARUTAN

PADA MEMBRAN SELULOSA-KHITOSAN TERIKATSILANG

Eko Santoso, Hendro Juwono, Ayu Wardhani Kuscahyani Laboratorium Kimi Fisika, Jurusan Kimia FMIPA ITS, Surabaya 60111

Abstrak. Membran selulosa-khitosan berikatsilang telah dibuat dengan cara

melapiskan larutan khitosan 1 %, 2 %, dan 3% (w/v) dalam larutan asam asetat 1%, tanpa dan dengan penambahan porogen polietilen glikol (PEG) 5 % dan 10 % (w/v), pada permukaan kertas saring Whatman grade 4. Khitosan yang dilapiskan ke permukaan kertas saring diikatsilang dengan larutan glutaraldehid 0,02 %. Membran yang telah dibuat digunakan sebagai adsorben ion Ni2+ dalam larutan.

Proses adsorpsi dilakukan dengan sistem rendam (batch) pada suhu kamar selama 24 jam pada pH optimum 4. Data adsorpsi yang diperoleh diuji dengan dua model adsorpsi isotermal, yaitu model langmuir dan model Freundlich. Adsorpsi ion Ni2+

pada membran selulosa-khitosan terikatsilang tanpa penambahan PEG lebih cocok dengan model Freundlich, yang menunjukkan bahwa pola adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi multilayer. Sedang adsorpsi ion Ni2+ pada membran

selulosa-khitosan terikatsilang dengan penambahan PEG lebih cocok dengan model Langmuir, yang menunjukkan bahwa pola adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi monolayer.

Kata Kunci : selulosa, khitosan, ion Ni2+, adsorpsi, Langmuir, freundlich

1 Pendahuluan

Air limbah dari perindustrian dan pertambangan merupakan sumber utama polutan logam berat. Logam berat dapat membahayakan bagi kesehatan manusia jika konsentrasinya melebihi batas ambang yang diijinkan. Meskipun konsentrasinya belum melebihi batas ambang, keberadaan logam berat tetap memiliki potensi yang berbahaya untuk jangka waktu yang panjang karena logam berat telah diketahui bersifat akumulatif dalam sistem biologis. Oleh karena itu, saat ini lembaga-lembaga pemerintahan juga memberikan perhatian yang serius dan membuat aturan yang ketat terhadap pengolahan air limbah industri sebelum dibuang ke perairan terbuka [Quek et al., 1998]. Nikel (Ni) termasuk salah jenis logam berat karena memiliki massa jenis sekurang-kurangnya lima kali massa jenis air [Goto, 2003]. Mass jenis nikel adalah 8,9 g/cm3 [Wikipedia, 2008;

Lenntech, 2008]. Pemakaian nikel dalam kehidupan manusia cukup luas, meliputi pelapisan (plating), baja nir karat, mata uang logam, pewarna hijau untuk kaca, bahan magnit, elektroda baterei, dan berbagai paduan logam [Wikipedia, 2008]. Beberapa dampak negatif yang dapat ditimbukan oleh logam nikel bagi kesehatan

(2)

Berbagai metoda telah dikembangkan untuk memisahkan logam berat dari air limbah, antara lain meliputi metoda pengendapan kimia, filtrasi mekanik, penukar ion, elektrodeposisi, oksidasi-reduksi, sistem membrane, dan adsorpsi fisik. Namun, masing-masing metoda tersebut secara inheren mempunyai kelebihan dan keterbatasan. Sebagai contoh, metoda filtrasi dan pengendapan kimia merupakan metoda yang efektif dan murah untuk memisahkan logam berat dalam konsentrasi tinggi, tetapi menjadi sangat tidak efektif ketika konsentrasinya sangat kecil. Beberapa tahun terakhir telah banyak dilakukan penelitian seputar polimer alam (biopolimer) yang mampu mengikat logam berat melalui pembentukan senyawa komplek sehingga biopolimer dapat berfungsi sebagai biosorben untuk memisahkan logam berat dari air limbah meskipun konsentrasinya sangat rendah [Schmul et al, 2001].

Beberapa tahun terakhir telah banyak dilakukan penelitian seputar polimer alam (biopolimer) yang mampu mengikat logam berat melalui pembentukan senyawa komplek sehingga biopolimer dapat berfungsi sebagai biosorben untuk memisahkan logam berat dari air limbah meskipun konsentrasinya sangat rendah. Dan salah satu biopolimer yang saat ini banyak diteliti untuk adsorben logam berat dari air limbah adalah khitosan, poli (2-amino-2-deoksi- (1,4)-D-glukosa), seperti ditunjukkan pada gambar 1, yang termasuk golongan polisakarida, yang dapat diperoleh dari proses deasetilasi khitin, poli (2-asetamido-2-deoksi- (1,4)-D-glukosa), yang terdapat pada bahan pendukung (kulit cangkang) binatang moluska, krustakhea, dan insekta dan merupakan biopolimer yang sangat melimpah di alam, terbanyak kedua setelah selulosa. Khitosan telah diketahui mempunyai kapasitas adsorpsi yang cukup besar.

O OH HO NH2 O O O HO OH NH2 O O OH HO NH2 O

Gambar 1. Struktur kimia dari molekul khitosan [Santoso, 2005]. Pada penelitian ini, khitosan digunakan sebagai adsorben dalam bentuk membran bersama selulosa. Yakni, membran khitosan yang dilapiskan ke permukaan kertas saring sebagai bahan selulosa dengan teknik inversi fasa. Khitosan yang telah melapisi permukaan selulosa diikatsilang dengan glutaraldehid. Konsentrasi larutan khitosan sebagai bahan pembuatan membran divariasi 1%, 2%, dan 3%.

(3)

Selain itu, peranan polietilen glikol (PEG) sebagai zat pembentuk pori pada membran khitosan juga diuji, untuk mengetahui peranannya terhadap kapasitas adsorpsi. Adsorpsi membran selulosa-khitosan terikatsilang terhadap ion Ni2+

dalam larutan dilakukan dengan sistem rendam (batch system) pada suhu kamar secara isotermal pada pH tertentu, yakni pH hasil optimasi. Data yang dihasilkan dari proses adsorpsi isotermal ion Ni2+ pada membran selulosa-khitosan

terikatsilang telah dikaji dengan dua model matematik adsorpsi isotermal, yaitu model langmuir dan Freundlich.

2 Metodologi Penelitian

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi limbah udang, kertas saring Whatman grade 4, NaOH pa, HCl 37 % pa, asam asetat glasial pa, polietilen glikol, glutaraldehid, kristal NiSO4.7H2O, dan asam nitrat 65 % pa.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi neraca analitik, gelas arloji, penyaring buchner, kertas saring biasa, corong kaca, beker gelas, erlemeyer, labu ukur, pipet volum, pipet ukur, pro pipet, pipet tetes, gelas ukur, pemanas listrik, pengaduk magnetik, pengaduk gelas, termometer, oven vakum, penggiling, pengayak 325 mesh, neraca analitik, mikrometer, viskometer Ostwald, spektrofotometer inframerah, spektrofotometer serapan atom (AAS), dan mikroskop elektron (SEM).

Preparasi larutan pembentuk membran

Limbah udang dicuci, dikeringkan, digiling, dan diayak sehingga menjadi serbuk berukuran 325 mesh. Dari serbuk tersebut dilakukan ekstraksi khitin dan deasetilasi menjadi khitosan. Metode ekstraksi khitin dan deasetilasi telah diterangkan dalam penelitian terdahulu [Yusroni, 2002; Al Maliki, 2005]. Derajat deasetilasi khitosan ditentukan dengan metode inframerah [Rabek, 1980; Ahmad Khan, 2002]. Sedangan massa molekul rata-rata khitosan diukur dengan metode viskometri [Billmeyer, 1984; Knaul et al, 1998].

Selanjutnya, khitosan dilarutkan dalam larutan asam asetat 1% sehingga diperoleh larutan khitosan dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3% (m/v), yang selanjutnya disebut sebagai larutan pembentuk membran khitosan1%, khitosan2%, dan khitosan3%. Untuk mengetahui efek zat porogen, juga dibuat campuran khito3% dengan larutan polietilen glikol 5% dan 10% (m/v) dengan perbandingan volume 1:1, yang selanjutnya disebut larutan pembentuk membran khitosan3%+PEG5% dan khitosan3%+PEG10%.

(4)

Preparasi membran selulosa-khitosan

Kertas saring Whatman grade 4 dengan luas penampang (A) sebesar 63,62 cm2

direndam dalam larutan pembentuk membran selama 15 menit, kemudian direndam dalam larutan NaOH 1 M selama 24 untuk menarik larutan asam asetat sehingga terbentuk membran khitosan secara inversi fasa di seluruh permukaan kertas saring dan untuk menarik zat porogen polietilen glikol (PEG) sehingga terbentuk pori pada permukaan membran khitosan. Kemudian, untuk meningkatkan ketahanan kimiawi, terutama terhadap asam, membran komposit direndam selama 24 jam dalam larutan pengikatsilang glutaraldehid 0,02% (v/v) sehingga terjadi ikatsilang antar rantai khitosan. Membran komposit selulosa-khitosan yang telah terbentuk dikeringkan dalam oven. Porositas membran komposit dikarakterisan dengan metode penggembungan dalam air [Yang, 2002]. Ketebalan membran khitosan diukur dengan mikrometer dan berat membran khitosan yang terbentuk dipermukaan kertas saring diukur secara gravimetri. Selain itu, juga diamati morfologi permukaan membran komposit dengan mikroskop sapuan elektron (SEM).

Adsorpsi isotermal ion Ni2+

Satu lembar membran selulosa-khitosan direndam dalam larutan NiSO4 selama 24

jam agar terjadi kesetimbangan pada suhu kamar dan pada pH optimum. Konsentrasi larutan NiSO4divariasi 100 – 1000 mg/L. Setelah adsorpsi, sisa ion Ni2+

dalam larutan diukur dengan spektrofotometer serapan atom (AAS) dan nilai kapasitas adsorpsi membran khitosan (qe, dalam mg/cm2) dihitung dengan

persamaan 1. qe =

A

Ce).V

-Co

(

Co : konsentrasi ion Cu2+ dalam larutan sebelum adsorpsi, Ce : konsentrasi ion

Ni2+ dalam larutan setelah adsorpsi, V : volume larutan ion Ni2+ yang diadsorpsi, A

: luas penampang membran adsorben.

3 Hasil Dan Pembahasan

Khitin dan khitosan

Hasil karakterisasi spektroskopi inframerah khitin dan khitosan dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar 2(a) dan 2(b). Dalam penelitian ini tidak dibahas secara rinci puncak-puncak yang muncul dalam spektra inframerah tersebut karena spektra tersebut serupa dengan spektra inframerah khitin dan khitosan yang telah diperoleh dalam penelitian terdahulu [Yusroni, 2002; Ahmad Khan, 2002; Al Maliki, 2005]. Perbedaan spektra inframerah hasil penelitian ini dengan hasil penelitian terdahulu hanya terletak pada besar absorbansi tiap-tiap puncak, khususnya puncak 1655 cm-1 yang menunjukkan adanya amida-I yang menjadi

(5)

yang berfungsi sebagai standar internal untuk mengoreksi perbedaan ketebalan film atau perbedaan kadar khitosan dalam pelet KBr. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa nilai derajat deasetilasi khitin dan khitosan yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan nilai derajat deasetilasi khitin dan khitosan penelitian terdahulu. Hasil perhitungan dengan metoda "base line" [Rabek, 1980; Ahmad Khan, 2002] menunjukkan bahwa nilai derajat deasetilasi khitin dan khitosan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50% dan 85%.

Dan hasil pengukuran dengan metoda viskometri [Billmeyer, 1984; Knaul et al, 1998], massa molekul rata-rata khitosan yang digunakan sebagai membran komposit dalam penelitian ini 1,01.104 g/mol.

(6)

(b)

Gambar 2. Spektra inframerah dari (a) khitin dan (b) khitosan dari limbah udang.

Membran selulosa-khitosan

Hasil pengamatan morfologi permukaan membran komposit selulosa-khitosan yang telah dibuat dalam penelitian ini dengan SEM ditunjukkan pada gambar 3(a) sampai 3(e). Pada gambar 3(a) sampai 3(d) bentuk serat selulosa dari kertas saring tampak sangat jelas. Hal ini menunjukkan bahwa membran khitosan yang melapisi permukaan kertas saring merupakan lapisan film yang sangat tipis. Namun, pada gambar 3(e), bentuk serat selulosa dari kertas saring mulai tidak tampak, yang tampak hanya lapisan film khitosan. Jadi, pada gambar 3(e) lapisan membran khitosan yang menutupi permukaan kertas saring sudah relatif lebih tebal, dibandingkan 3(a) hingga 3 (d). Ketebalan, berat, dan porositas lapisan membran khitosan yang menempel pada permukaan kertas saring ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Ketebalan, berat, dan porositas lapisan membran khitosan yang menempel pada permukaan kertas saring.

Komposisi larutan pembentuk

membran Berat film (mg) Tebal filmm) Porositas(%) Khitosan1% 1,29±0,53 7,67±0,96 92,98 Khitosan2% 3,69±1,09 9,57±0,81 83,58

(7)

Khitosan3% 6,45±1,48 12,00±1,85 87,16 Khitosan3%+PEG 5% 12,68±1,74 25,13±1,05 92,37 Khitosan 3% + PEG 10% 29,24±6,16 25,93±0,66 94,65 (a) (b) (b) (d) (e)

Gambar 3. Foto SEM permukaan membran selulosa-khitosan yang melapisi permukaan kertas saring (a). Khito1% (b). Khito2% (c). Khito3% (d). Khito3%+PEG5% dan (e). Khito3%+PEG10%.

(8)

Adsorpsi isotermal ion Ni2+

Hasil optimasi pH terhadap proses adsorspsi isotermal ion Cu2+ oleh membran

komposit selulosa-khitosan antara pH 2 – pH 5 ditunjukkan pada gambar 4. Pada pH 4 nilai kapasitas adsorpsi membran selulosa-khitosan terikatsilang terhadap ion Ni2+ dalam air mencapai maksimum Analogi dengan adsorpsi ion Cu2+, pada pH

yang lebih rendah, kapasitas adsorpsi membran cenderung menurun karena pada pH rendah gugus amina (NH2) dari khitosan mengalami protonasi menjadi NH3+.

Oleh karena itu, pada pH rendah pasangan elektron dari gugus amina digunakan untuk mengikat proton dan tidak dapat mengikat ion Ni2+. Pada pH yang semakin

tinggi kecenderungan gugus amina mengalami protonasi semakin berkurang dan kecenderungan pasangan elektron untuk terikat dengan ion Ni2+ secara kovalen

koordinasi juga semakin kuat. Hal ini terjadi karena pada pH yang lebih tinggi, ketika khitosan mengikat ion Ni2+ maka gugus hidroksi dalam khitosan mengalami

deprotonasi, seperti ditunjukkan pada gambar 5 [Kaminski and Modrzejewska, 1997].

Gambar 4. Pengaruh pH terhadap kapasitas adsorpsi membran selulosa-khitosan terikatsilang pada ion Ni2+ dalam air pada suhu

(9)

Gambar 5. Adsorpsi ion Ni2+ oleh khitosan yang disertai dengan deprotonasi.

Data adsorpsi isotermal ion Ni2+ pada pH 4 untuk berbagai jenis membran

selulosa-khitosan terikatsilang yang dibuat dalam penelitian ini diuji dengan dua model adsorpsi isotermal, yaitu Langmuir dan Freundlich. Persamaan matematik model Langmuir ditunjukkan pada persamaan 1.

qe = e e L

b.C

1

.C

K

+

(1) dimana Ce : konsentrasi ion Cu2+ yang tersisa dalam larutan (tidak terserap oleh

membran khitosan), qe : kapasitas adsorpsi membran khitosan terhadap ion Cu2+,

b dan KL adalah tetapan Langmuir. Sedangkan persamaan matematik model

Freundlich ditunjukkan oleh persamaan 2. qe = kF.Ce1/n

(2)

dimana kF dan n adalah tetapan Freundlich. Hasil uji kedua model terhadap data

adsorpsi ion Ni2+ dalam air oleh membran selulosa-khitosan terikatsilang

ditunjukkan pada gambar 6 dan 7.

Data adsorpsi ion Ni2+ pada membran selulosa-khitosan terikatsilang tanpa

penambahan PEG lebih cocok dengan model Freundlich. Adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi multilayer. Kapasitas adsorpsi meningkat secara eksponensial dengan semakin besar konsentrasi ion Ni2+ dalam larutan. Dengan demikian

kapasitas adsorpsi maksimum membran selulosa-khitosan terikat tanpa PEG terhadap ion Ni2+ tidak dapat dihitung. Hasil “fitting” data adsorpsi dengan model

(10)

Data adsorpsi ion Ni2+ pada membran selulosa-khitosan terikatsilang dengan

penambahan PEG lebih cocok dengan model Langmuir. Adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi monolayer. Kapasitas adsorpsi mencapai maksimum setelah seluruh permukaan adsorben telah mengadsorpsi ion Ni2+. Dengan demikian

kapasitas adsorpsi maksimum membran selulosa-khitosan terikat dengan PEG terhadap ion Ni2+ dapat dihitung. Hasil “fitting” data adsorpsi dengan model

Langmuir menghasilkan nilai kapasitas adsorpsi maksimum adsorben dan tetapan Langmuir yang ditunjukkan pada tabel 3.

Gambar 6. Kurva adsorpsi isoterm pada suhu kamar dan pH 4 membran selulosa-khitosan terikatsilang terhadap logam Ni (II) yang lebih cocok dengan model Freundlich.

(11)

Gambar 6. Kurva adsorpsi isoterm pada suhu kamar dan pH 4 membran selulosa-khitosan terikatsilang terhadap logam Ni (II) yang lebih cocok dengan model Freundlich.

Tabel 2. Tetapan Freundlich adsorpsi ion Ni2+ dalam

larutan oleh membran selulosa-khitosan terikatsilang tanpa penambahan PEG.

Tetapan Freundlich Membran Komposit kF n R2 Dengan khitosan 1 % 0.0095 0.5414 0.9706 Dengan khitosan 2 % 0.0108 0.5844 0.9900 Dengan khitosan 3 % 0.0003 0.4602 0.9792

Tabel 3. Kapasitas adsorpsi maksimum dan tetapan Langmuir adsorpsi ion Ni2+ dalam larutan oleh

membran selulosa-khitosan terikatsilang dengan penambahan PEG.

Tetapan Langmuir Membran Komposit

KL b

Qmaks

(12)

5 Kesimpulan

Adsorpsi ion Ni2+ pada membran selulosa-khitosan terikatsilang tanpa PEG

menghasilkan pola adsorpsi multilayer yang lebih cocok dengan model Freundlich sehingga nilai kapasitas maksimum adsorben tidak dapat dihitung. Penambahan PEG pada membran selulosa-khitosan terikatsilang menghasilkan pola adsorpsi monolayer terhadap ion Ni2+ yang lebih cocok dengan model langmuir sehingga

nilai kapasitas maksimum adsorben dapat dihitung, yaitu 111,11 mg/g untuk membran selulosa-khitosan 3% dengan penambahan PEG 5% dan 39,82 mg/g untuk membran selulosa-khitosan 3% dengan penambahan PEG 10%.

Ucapan Terima Kasih

Peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak Technological and

Professional Skills Development Sector Project (TPSDP), Direkotat Jendral

Pendidikan Tinggi, atas dana Research Grant yang telah disediakan sehingga terlaksana penelitian ini.

Daftar Pustaka

Ahmad Khan, T., 2002, “Reporting degree of deacetylation values of chitosan : the influence of analytical methods”, J Pharm. Pharmaceut. Sci. 5(3):205-212. Al-Maliki, K., 2005, “Studi deasetilasi bertahap pada pengaruh besarnya derajat deasetilasi dan massa molekul rata-rata khitosan ( poly-2-Amino-2 deoksi-β -D-Glukosa ) dalam NaOH pekat”, Skripsi (dibimbing oleh Eko Santoso), Kimia-FMIPA ITS, Surabaya.

Billmeyer Jr., F.W., 1984, “Textbook of Polymer Science”, 3rd ed., John Wiley and Sons, hal 420.

Goto, Collin S. , 2003, "Heavy Metal Intoxication." In Nelson Textbook of Pediatrics, 17th ed. Edited by Richard E. Behrman, et al., Philadelphia: Saunders, pp. 2355–2357.

Kaminski, W. and Modrzejewska, Z., 1997, “Application of chitosan membranes in separation of heavy metal ions, Sep. Sci. Technol., 3, pp. 2659.

Knaul, J.Z., Kasaai, M.R., Bui, V.T., and Creber, K.A.M., 1998, “Characterization of deacetylated chitosan and chitosan molecular weight review”, Can. J. Chem., 76, 1699-1706.

Lenntech, 2008, “Chemical properties of health effects of nickel-environmental effects of nickel”,

http://www.lenntech.com/Periodic-chart-elements/Ni-en.htm

, tanggal 11-08-2008.

(13)

Quek, SY., Wase, DAJ., and Forster, CF., 1998, “The use of sago waste for the sorption of lead and copper”, Water SA, Vol. 24, No. 3, pp. 251-256.

Rabek F., Jan, (1980), “Experimental methods in polymer chemistry”, John Wiley and Sons, New York.

Santoso, E., 2005, “Degradasi ikatan β-glukosisik (1,4) khitosan sebagai efek samping proses deasetilasi dalam larutan NaOH pekat”, Prosiding Seminar

Biomassa Ligno-Selulosa Biokonversinya Menjadi Bahan-Bahan Yang Bermanfaat,

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Airlangga, Surabaya.

Schmuhl, R., Krieg, H.M., and Keizer, K., 2001, “Adsorption of Cu(II) and Cr(VI) ions by Chitosan : Kinetics and Equilibrium Studies”, Water SA, Vol. 27, No. 1, pp. 79–86.

Wikipedia, 2008, “Nickel”,

http://en.wikipedia.org/wiki/nickel

, tanggal 11-08-2008.

Yang, L., Hsiao, W.W., and Chen, P., 2002, “Chitosan-Cellulose composite membrane for affinity purification of biopolymers and immunoadsorption”, J. Membrane Sci., 197, 185-187.

Yusroni, A., 2002, “Pengaruh derajat deasetilasi terhadap persen berat zat pengikat silang, kuat tarik dan morfologi membran khitosan”, Skripsi (dibimbing oleh Eko Santoso), Kimia-FMIPA ITS, Surabaya.

Gambar

Gambar 2. Spektra inframerah dari (a) khitin dan (b) khitosan dari limbah udang.
Gambar 3. Foto SEM permukaan membran selulosa-khitosan yang melapisi permukaan kertas saring (a)
Gambar 4.   Pengaruh pH terhadap kapasitas adsorpsi membran selulosa- selulosa-khitosan terikatsilang pada ion Ni 2+  dalam air pada suhu kamar selama 24 jam.
Gambar 5. Adsorpsi ion Ni 2+  oleh khitosan yang disertai dengan deprotonasi.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Melalui hipotesis yang diajukan, peneliti berada pada sebuah instrumen baru yang menjadi model tentang peningkatan kesadaran siswa terhadap lingkungan hidup dengan edukasi

Aacalah p!tunju8 s!tiap soal s!b!lum mulai m!ng!&ja8an soal. Mulailah m!ng!&ja8an da&i soal-soal )ang "nda anggap mudah. Mulailah m!ng!&ja8an da&i soal-soal

Diagnosis penyakit Grave dapat ditentukan pada pasien yang secara klinis dan laboratoris didapatkan thyrotoxicosis primer yang dibuktikan dengan adanya peningkatan

Pengaruh perlakuan terhadap kelimpahan kutudaun, kumbang kubah, artropoda penghuni permukaan tanah, dan hasil panen diperiksa dengan melakukan analisis ragam dengan batuan SPSS

Dalam rangka pengungkapan potensi keanekaragaman hayati Indonesia yang merupakan salah satu tugas Institusi Pusat Penelitian Biologi, sampai tahun 2016 tercatat sekitar 75,23%

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jawaban atas permasalahan: tentang hubungan daya ledak otot lengan kecepatan reaksi tangan dan ketepatan dengan kemampuan pukulan

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif make a match terhadap hasil kognitif belajar IPS dan keterampilan

Algoritma ini melakukan pencarian secara rakus/menyeluruh ( greedy ) pada semua kemungkinan pohon keputusan.. Dalam hal ini, dipilih atribut yang memiliki nilai information gain