• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pembangunan yang cukup pesat dalam kehidupan nasional yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pembangunan yang cukup pesat dalam kehidupan nasional yang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Permasalahan

Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana dalam perkembangannya telah menghasilkan pembangunan yang cukup pesat dalam kehidupan nasional yang terus perlu dipertahankan dan dilanjutkan dengan dukungan Pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan memerlukan dana yang tidak sedikit, kebutuhan untuk pembangunan sifatnya proporsional dan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan yang sedang dan akan berlangsung. Kebutuhan akan dana pembangunan sampai dengan saat ini masih ditopang sebagian besar dari sektor pajak. Tahun 2013 realisasi penerimaan pajak mencapai Rp. 995,2 trilyun, sedangkan rencana anggaran penerimaan pajak untuk tahun 2014 adalah sebesar Rp.1.105,2 trilyun dan mulai tembus di atas Rp.

1.000 trilyun.1

Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Dengan demikian, Pemerintah menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana dalam pembiayaan Negara dalam Pembangunan Nasional guna tercapainya tujuan Negara.

1 Direktorat Jenderal Pajak, “Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2013 dan Rencana Anggaran Penerimaan Tahun 2014”, Website: www.pajak.go.id, 10 Januari 2014.

(2)

2 Walaupun pajak merupakan sumber pembiayaan Negara, namun dalam pelaksanaannya, pihak otoritas pajak diwajibkan untuk melakukan pungutan- pungutan pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dan tidak melakukan pungutan pajak yang semena-mena. Agar pungutan pajak tidak menciderai rasa keadilan masyarakat, maka perlu suatu upaya pemaksaan yang bersifat legal, dimana legalitas dalam hal ini adalah dengan menyandarkan pungutan pajak melalui Undang-Undang. Tanpa Undang-Undang, pemungutan pajak tidak mengikat masyarakat dan tidak sah. Oleh karena pemungutan pajak untuk kepentingan rakyat, maka pemungutan pajak haruslah terlebih dahulu disetujui oleh rakyatnya sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang telah diamandemenkan dalam Pasal 23A amademen ke-III UUD 1945, yang berbunyi ”Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang.”2

Reformasi perpajakan itu sendiri dimulai pada awal tahun 1984.

Reformasi ini dilakukan dengan melakukan perubahan sistem perpajakan dari konsep Official Assessment System menjadi Self Assessment System. Official Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada Pemerintah untuk menentukan besaran pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak, sedangkan Self Assessment System memberikan wewenang kepada Wajib Pajak itu sendiri untuk menghitung, membayar dan melaporkan besaran pajak yang terutang.

2 Republik Indonesia, Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 23A.

(3)

3 Perubahan besar ini terjadi ketika Pemerintah mengundangkan 3 (tiga) paket Undang-Undang di bidang perpajakan dalam tahun 1983, yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) ;

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh); dan

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).

Oleh karena sejak tahun 1984 telah terjadi perubahan besar dalam sistem perpajakan dari Official Assessment System ke Self Assessment System, maka dalam pelaksanaan pemungutan pajak, adakalanya terjadi perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Fiskus. Perbedaan antara Wajib Pajak dan Fiskus terjadi karena tidak terdapat titik temu dalam persepsi penafsiran peraturan perundang-undangan penghitungan serta penerapan peraturan perundang- undangan secara jelas. Perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Fiskus inilah yang dapat menyebabkan terjadinya sengketa pajak, dimana dalam kasus tesis yang akan dibahas salah satu sengketa pajak terkait dengan masalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Jasa Perdagangan. Jasa Perdagangan merupakan jasa yang diberikan oleh orang atau badan kepada pihak lain, karena

(4)

4 menghubungkan pihak lain tersebut kepada pembeli barang pihak lain itu atau menghubungkan pihak lain tersebut kepada penjual barang yang akan dibeli pihak lain itu3

Sebagaimana diketahui terdapat 2 (dua) prinsip dasar pemungutan PPN atas transaksi lintas batas (cross border transactions) yaitu: 4

a. Prinsip Tempat Tujuan (Destination Principles)

PPN dipungut ditempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi, dalam hal ini tidak memandang asal barang atau jasa tersebut. Dalam hal ini atas ekspor dibebaskan dari PPN, sedangkan atas impor dikenai PPN. Pada umumnya atas ekspor dikenai PPN dengan tarif 0% (nol persen) sehingga bebas dari beban PPN.

b. Prinsip Tempat Asal (Origin/ Purchase Principles)

PPN dipungut di tempat asal barang atau jasa tanpa memperhatikan apakah akan dijual di dalam negeri atau diekspor. Dalam hal ini atas ekspor akan dikenai PPN sedangkan atas impor tidak dikenai PPN, karena adanya perbedaan tempat asal.

Prinsip Tempat Tujuan telah diterapkan di banyak negara di dunia dan menjadi dasar pemajakan transaksi lintas batas yang direkomendasikan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Adalah tidak lazim, merancang peraturan perundang-undangan PPN menggunakan 2 (dua) prinsip yaitu Tempat Tujuan dan Tempat Asal secara bersama. Pilihan yang

3 Dirjen Pajak, Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996, Pasal 1.

4 Winarto Suhendro, “PPN Transaksi Lintas Batas Menurut UU PPN”, Website: http://

www.setpp.depkeu.go.id/DataFile/PPBerita/PPN Transaksi Lintas Batas Menurut UU PPN- 3.pdf., 15 Januari 2014.

(5)

5 konsisten tentunya akan menghindari permasalahan perpajakan yang mungkin timbul.

Pihak Fiskus dalam melakukan pemeriksaan, selalu mengenakan PPN atas Jasa Perdagangan dengan alasan bahwa Jasa Perdagangan tersebut tidak masuk dalam kriteria jenis jasa yang tidak dikenakan PPN. Hal ini lebih diperkuat kembali pada saat diundangkannya Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009 yang merupakan perubahan ketiga dari Undang-Undang PPN No. 8 Tahun 1983 serta diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak No. SE- 145/PJ/2010 yang ditetapkan pada tanggal 22 Desember 2010 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Perdagangan yang mencabut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.52/1996 tertanggal 29 Maret 1996 tentang PPN atas Jasa Perdagangan dan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S- 3124/PJ.52/1997 tertanggal 5 November 1997 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas komisi perdagangan.

Penulis sebagai praktisi perpajakan telah mewakili salah satu perusahaan jasa perdagangan Jepang dimana atas komisi jasa perdagangan yang diterima dari pembeli maupun penjual dari luar negeri oleh pihak Fiskus dikenakan PPN, dan atas ketidak-setujuan pengenaan PPN tersebut, PT “X” sebagai Wajib Pajak tersebut mengajukan upaya Keberatan dan Banding di Pengadilan Pajak. Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian terutama mengenai filosofi pengenaan PPN atas transaksi lintas batas/juridiksi (cross border transactions) antar negara, dimana masing-masing negara harus mematuhi ketentuan-ketantuan sebagaimana direkomendasikan dalam OECD (Organization for Economic Cooperation and

(6)

6 Development) atau perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) yang berlaku antara Indonesia dengan Treaty Partners.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas, Penulis akan mengangkat pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-145/PJ/2010 tertanggal 22 Desember 2010 mengenai Jasa Perdagangan bertentangan dengan asas retroaktif dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan

bertentangan dengan prinsip destination dalam pemungutan PPN?

2. Bagaimana status Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996 mengenai Jasa Perdagangan pada saat transisi sebelum Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-145/PJ/2010 tertanggal 22 Desember 2010 diberlakukan?

3. Apakah penerapan dua prinsip pemungutan PPN secara simultan sudah sesuai dengan rekomendasi OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)?

4. Preseden apa yang dapat diambil dari Putusan Pengadilan Pajak dan Putusan Mahkamah Agung dalam kasus “handling commission” pada PT

“X”?

(7)

7 3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam pembahasan tesis Penulis yang berjudul “Kajian Hukum Mengenai Pro dan Kontra Terhadap Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Jasa Perdagangan dalam Transaksi Lintas Juridiksi (Studi Kasus ‘Handling Commission’ Pada PT “X”)”, selain untuk melengkapi tugas-tugas persyaratan guna memperoleh gelar Magister Hukum pada Fakultas Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada, juga mempunyai tujuan pembahasan yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan antara lain:

1. Untuk mengetahui bahwa penerbitan Surat Edaran Dirjen Pajak dapat diberlakukan secara retroaktif dengan mencari dasar hukumnya dan sinkronisasi Surat Edaran tersebut dengan aturan yang lebih tinggi pada tingkat Undang-Undang;

2. Untuk mengetahui dasar hukum yang berlaku atas transisi penerbitan 2 (dua) buah Surat Edaran Dirjen Pajak yang masih berlaku dengan yang akan diberlakukan secara retroaktif mengingat Undang-Undang No. 42 Tahun 2010 yang berlaku efektif 1 April 2010 mengalami keterlambatan dalam penerbitan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya;

3. Untuk mengetahui prinsip destination atau tempat tujuan sebagaimana yang tercantum dalam penjelasan umum PPN dengan prinsip origin / purchase atau tempat asal sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 huruf (h) Undang-Undang PPN yang diterapkan secara simultan oleh DJP sudah sesuai dengan

(8)

8 rekomendasi OECD (Organization for Economic Cooperation and Development);

4. Untuk mengetahui preseden atas putusan Pengadilan Pajak dan putusan Mahkamah Agung mengenai kasus Jasa Perdagangan dapat digunakan untuk menangani kasus ‘handling commission’ pada PT “X” dalam tahun 2010, dimana kasus dengan transisi 2 (dua) Surat Edaran Dirjen Pajak yang kontradiktif merupakan kasus yang pertama kali disengketakan sampai dengan tingkat Mahkamah Agung (sampai dengan tesis ini dibuat kasusnya masih menunggu putusan Mahkamah Agung).

4. Manfaat Penelitian

Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas, penulisan tesis ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis/ Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan akademik bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutama atas transaksi jasa perdagangan dalam lintas batas/juridiksi negara (cross border transactions).

Penelitian ini dapat digunakan untuk memenuhi salah satu persyaratan wajib dalam rangka memperoleh gelar Magister Hukum di Universitas Gadjah Mada.

(9)

9 2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bentuk sumbangan pemikiran masyarakat mengenai filosofi terhadap prinsip destination/tempat tujuan dalam penerapan PPN terhadap transaksi lintas

batas/juridiksi antar negara melalui putusan-putusan akhir yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengenai pengenaan 2 (dua) prinsip destination / tempat tujuan dan prinsip original / asal atas PPN yang saat

ini diterapkan sekaligus di Indonesia agar di kemudian hari DJP perlu melakukan evaluasi kembali dan pertimbangan yang menyeluruh dari segala aspek sebelum DJP menerbitkan kebijakan dan keputusan yang bersifat diskriminatif terhadap wajib pajak.

Disamping itu, DJP juga dapat menghormati asas timbal balik atas pengenaan pajak dalam lintas juridiksi suatu negara yang mengacu kepada OECD Model atau United Nation (UN) Model, dimana Indonesia

mengadopsi ke dua Model tersebut dan bukan semata-mata berpijak kepada suatu penerimaan Negara dan menerapkan sovereign rights /hak kedaulatan Negara Indonesia untuk mengenakan pajak di dalam negerinya sendiri tanpa intervensi dari negara luar.

(10)

10 5. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai ”Kajian Hukum Mengenai Pro dan Kontra Terhadap Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Jasa Perdagangan dalam Transaksi Lintas Juridiksi (Studi Kasus Handling Commission Pada PT “X”)”, Penulis mengemukakan bahwa terdapat beberapa

penelitian mengenai topik yang sama yaitu ekspor jasa dan jasa perdagangan.

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya mengenai ekspor jasa dan jasa perdagangan masih mengacu kepada UU PPN lama No 18 Tahun 2000, dimana untuk ekspor jasa masih bersifat restriktif dan limitatif, karena tidak jelas disebutkan dalam UU PPN lama dan secara implisit pihak DJP mengacu kepada definisi jasa secara keseluruhan sehingga dikenakan PPN dengan menerbitkan beberapa Tax Ruling yang mempertegas bahwa seluruh ekspor jasa dikenakan PPN.

Namun, Penulis menemukan bahwa terdapat satu penelitian mengenai ekspor jasa perdagangan pada saat UU PPN baru No. 42 Tahun 2009 diimplementasikan, dan pernah diteliti oleh Sari Saraswati5 (Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012) dengan judul “Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Jasa Perdagangan.”.

Penelitian yang dilakukan oleh Sari mengangkat persoalan mengenai perlakuan PPN atas jasa perdagangan dimana penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean, namun dianggap sebagai penyerahan jasa perdagangan yang dilakukan di dalam Daerah Pabean. Dalam hal ini, pendekatan yang dilakukan

5 Sari Saraswati, 2012, Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Jasa Perdagangan, FISIP UI, hlm.14 - 15.

(11)

11 menggunakan kerangka teoritis berupa penelitian literature dan wawancara dengan pihak DJP, Hakim Pengadilan Pajak dan praktisi perpajakan.

Dalam penelitian ini, Penulis menerapkan kombinasi penelitian literature dan pengamatan partisipatif atas kasus handling commission pada PT “X” yang merupakan kasus yang diamati oleh Penulis sendiri dan sampai dengan saat ini masih menunggu putusan dari Mahkamah Agung. Sepanjang pengetahuan Penulis, kasus handling commission pada PT “X” merupakan kasus yang pertama kali disidangkan di Pengadilan Pajak pada saat ketidak-jelasan penerbitan 2 (dua) buah Surat Edaran DJP yang kontradiktif dalam masa transisi (April sampai dengan Desember 2010) dan Undang-Undang PPN baru yang diberlakukan pada tanggal 1 April 2010, namun belum ada petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pada saat periode transisi tersebut. Perbedaan lainnya adalah PT “X” bertindak sebagai pengusaha jasa perdagangan yang berada di Daerah Pabean yang menerima penghasilan komisi dari pembeli maupun penjual yang berada di luar Daerah Pabean, jadi berbeda dengan kasus di atas, dimana mengangkat bahwa pengusaha jasa perdagangan berdomisili di luar Daerah Pabean namun ditetapkan secara sepihak (deemed) oleh pihak Fiskus mempunyai domisili atau berada di Daerah Pabean Indonesia.

Dalam Penelitian tersebut, Penulis juga menekankan penelitian mengenai konsep PPN, (atau di negara lain dikenal dengan konsep Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST)) dan membandingkan dengan konsep PPN yang dianut oleh negara-negara lain khususnya mengenai transaksi lintas batas suatu juridiksi agar dapat lebih objektif bagaimana PPN tersebut seharusnya

(12)

12 diberlakukan sesuai dengan rekomendasi OECD dan kelaziman internasional dan tidak berdasarkan pengetahuan dan pengalaman Penulis dalam menangani kasus tersebut (mewakili pihak Pemohon Banding) atau Surat Edaran yang diterbitkan oleh pihak DJP dan argumentasi DJP (mewakili Pihak Terbanding). Penulis juga akan mengupas mengenai konsep ”legal character” dari PPN dalam hubungannya dengan kasus handling commission yang diterima oleh PT “X”.

6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari penelitian ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN BAB II : TINJAUAN PUSTAKA BAB III : METODE PENELITIAN

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Adapun deskripsi dari masing-masing bab dapat dijelaskan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab pendahuluan akan menguraikan tentang segala hal yang umum dalam sebuah karya tulis ilmiah yang berisikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika penulisan.

(13)

13 II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi mengenai referensi atau informasi/pengetahuan yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini. Penelitian ini akan menjelaskan teori mengenai definisi PPN, objek PPN, dasar pengenaan pajak, filosofi dan legal character atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN), prinsip dasar pemungutan PPN atas transaksi lintas batas (cross border transactions) yaitu Prinsip Tempat Tujuan (Destination Principles) dan

Prinsip Tempat Asal (Origin / Purchase Principles) yang dianut oleh berbagai negara di dunia (model OECD) dengan Indonesia sebagai persandingannya, fasilitas atas PPN dibebaskan dan PPN terutang dengan tarif 0% dan perbedaan antara ke dua jenis fasilitas PPN tersebut, kriteria jasa perdagangan yang memperoleh fasilitas PPN, asas retroaktif atas suatu peraturan yang diterbitkan oleh DJP, teori yuridiksi serta sekilas mengenai hukum acara banding di Pengadilan Pajak dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung..

Penelitian ini juga merupakan perbandingan studi kasus terhadap putusan Pengadilan Pajak dan Putusan Mahkamah Agung sebelum UU PPN baru (UU No. 42 Tahun 2009) diterbitkan dengan putusan Pengadilan Pajak dan Putusan Mahkamah Agung setelah UU PPN baru diterbitkan.

Oleh karena itu Penulis merasa perlu untuk membahas secara singkat mengenai kedudukan Pengadilan Pajak dalam hubungan dengan kekuasaan kehakiman dan hukum acara Banding yang berlaku di

(14)

14 Pengadilan Pajak dan Peninjauan Kembali yang berlaku di Mahkamah Agung.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisi mengenai pengertian metode penelitian dan beberapa unsur dari metode penelitian diuraikan secara memadai yaitu ringkas namun cukup informatif dalam mendukung penelitian ini yaitu tipe/jenis penelitian, bahan penelitian, cara memperoleh bahan penelitian, metode analisis hasil penelitian, penentuan site penelitian, batasan penelitian dan kendala penelitian.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi mengenai penjabaran atas hasil yang diperoleh selama penelitian disertai pembahasan. Pembahasan dilakukan untuk mencari jawaban terhadap permasalahan yang ada dan agar tujuan dari penelitian ini dapat dicapai dengan baik. Secara garis besar akan dibagi dua yaitu membahas sekilas mengenai latar belakang PT “X” dan kegiatan usaha yang dilakukan dan analisa terhadap kasus yang dihadapi oleh PT

“X”.

A. Gambaran Umum Mengenai PT “X” di Jakarta dan Kegiatan Jasa Perdagangan yang dilakukan oleh PT “X” dengan Perusahaan Afiliasi di Luar Negeri

(15)

15 Penelitian ini akan membahas mengenai gambaran umum mengenai PT “X” di Jakarta, kegiatan jasa perdagangan yang dilakukan oleh PT “X” yaitu berupa Principal Sales dan Handling Commission, skema transaksi jasa perdagangan yang dilakukan oleh PT “X” dengan pihak pembeli dan penjual di Indonesia dengan perusahaan afiliasinya yang bertindak sebagai penjual dan pembeli di luar negeri, bahkan sama- sama bertindak sebagai agen di luar negeri, Bentuk Usaha Tetap (BUT) atas kegiatan jasa perdagangan di Indonesia khususnya yang dilakukan oleh perusahaan/penduduk Jepang di Indonesia.

B Hasil Penelitian dan Pembahasan Terhadap Kasus Pengenaan PPN Atas Jasa Perdagangan PT “X”

Bagian ini akan membahas, mengkaji dan menganalisa sejumlah peraturan yang pernah diterbitkan oleh DJP terkait dengan PPN atas jasa perdagangan serta melakukan interpretasi permasalahan dalam penerapan PPN atas jasa perdagangan dalam bentuk pengamatan partisipatif, dimana Penulis akan terlibat langsung sebagai Kuasa Hukum dalam mewakili PT

“X” atas sengketa pajak baik dalam proses pemeriksaan di Kantor Pelayanan Pajak, keberatan di Kantor Wilayah, Banding di Pengadilan Pajak maupun Peninjauan Kembali yang saat ini diajukan oleh pihak DJP di Mahkamah Agung.

Disamping itu, akan dibahas mengenai masa transisi atas penerapan Undang-Undang PPN baru yaitu UU No. 42 tahun 2009 yang

(16)

16 mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010, Peraturan Menteri Keuangan No PMK-70/PMK.03/2010 tertanggal 31 Maret 2010 dan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-145/PJ/2010 tertanggal 22 Desember 2010 yang mencabut Surat Edaran Dirjen pajak sebelumnya yaitu SE-08/PJ.52/1996 tertanggal 29 Maret 1996. Penulis juga akan memaparkan beberapa Putusan Banding dari Pengadilan Pajak maupun Putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung atas kasus serupa dengan kasus jasa perdagangan PT

“X” serta membandingkan dengan hasil dari Putusan Pengadilan Pajak atas kasus jasa perdagangan PT “X” sendiri.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam Bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dari pembahasan terhadap hasil penelitian. Kesimpulan ini pada dasarnya adalah jawaban atas permasalahan yang diteliti dan tujuan dari penelitian ini. Dari kesimpulan yang diperoleh, Penulis akan memberikan saran- saran dari permasalahan yang dikemukakan di dalam penelitian ini dan penyempurnaan dari hal-hal yang disimpulkan.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya Sistem Informasi Geografis, Dinas Pendidikan dapat melihat persebaran sekolah dalam peta digital, didukung dengan ketersediaan data spasial dan data non

Banyak nya ide-ide untuk mengembangkan daya listrik pada alat elektronik dengan penambahan seperti double power  dan powerbank  untuk handphone, tetapi itu masih tidak cukup

Berdasarkan hasil uji LSD diketahui bahwa kelompok meranti dan kelompok dipterocarp non meranti mempunyai pola dan kecepatan pertum-buhan diameter tahunan rata-rata yang

Masalah yang akan diteliti adalah mencari pengaruh variabel proses untuk menghasilkan % yield minyak yang terbaik, meliputi pengaruh jenis pelarut, pengaruh waktu, dan

a. Cadangan likuiditas keseluruhan indikator ini mengukur persentase simpanan non saham yang diinvestasikan dalam aktiva lancar baik di lembaga simpan pinjam

Dinas Perikanan Kabupaten Lumajang memiliki tugas pokok dan fungsi membantu Bupati Lumajang dalam pelaksanaan penyelenggaraan pembangunan di bidang Kelautan dan perikanan

Hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa persepsi kelompok tani terhadap peranan penyuluh pertanian dalam pengembangan Gabungan Kelompok Tani di Kabupaten Sukoharjo sudah