MELALUI PENGADAAN BERAS
TESIS
Diajukan Oleh :
DHANNY NOVITA FIBRIANI
0364 020 105
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “Veteran”
JAWA TIMUR
PERAN PERUM BULOG SUBDIVRE KEDIRI
DALAM MENJAGA STABILITAS HARGA BERAS
MELALUI PENGADAAN BERAS
Yang dipersiapkan dan disusun Oleh :
DHANNY NOVITA FIBRIANI
Telah dipertahankan didepan Dosen Penguji
Pada tanggal 20 Januari 2006
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima
SUSUNAN DEWAN PENGUJI :
Pembimbing Utama
Anggota Penguji
Dr. Ir. Zainal Abidin, MS
Prof. Dr. Soeparlan Pranoto, SE, Ak, MM
Pembimbing Pendamping
Prof. Dr. Ir. H. Marsadi Pawirosemadi
Drs. Ec. Prasetyohadi, MM
Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan TESIS dengan judul : PERAN PERUM BULOG
SUBDIVRE KEDIRI DALAM MENJAGA STABILITAS HARGA BERAS MELALUI
PENGADAAN BERAS.
Penulisan Tesis ini untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan kuliah
tingkat Pascasarjana Program Studi Magister Manajemen Agribisnis Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam penulisan Tesis ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya atas bimbingan dan bantuan kepada :
1.
Dr. Ir. Zainal Abidin, MS., selaku dosen pembimbing utama dan Drs. Ec.
Prasetyohadi, MM., selaku dosen pembimbing pendamping.
2.
Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP., selaku Ketua Program Studi MMA dan dosen Penguji.
3.
Prof. Dr. Soeprlan Pranoto, SE, Ak, MM., dan Prof. Dr. Ir. H. Marsadi Pawirosemadi,
selaku dosen penguji.
4.
Keluargaku tercinta (Ayah, mama, Mbak Dhinny, Abang Martha, Dik Ayu,
Keponakan Kecilku Mufid Javier, dan My Soulmate Deddy Agoes Susanto, SSos)
yang telah banyak memberikan kebahagiaan, Thanx 4 Everything.
5.
Sahabatku Fitasari Desi Arianti, SP., yang menemaniku Ujian Tesis dan revisi.
menyelesaikan Tesis ini.
8.
Pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penulisan Tesis sehingga dapat
terselesaikan dengan baik
Penulis menyadari bahwa penulisan Tesis ini masih jauh dari sempurna, meskipun
telah diusahakan sebaik-baiknya, namun tetap tidak terlepas dari kekurangan dan
kesalahan. Namun demikian penulis berharap semoga memberikan manfaat dalam
membangun keilmuan, masyarakat, bangsa dan negara.
Surabaya, Januari 2006
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.
Latar Belakang ... 1
1.2.
Perumusan Masalah ... 9
1.3.
Tujuan Penelitian ... 9
1.4.
Manfaat Penelitian ... 10
1.5.
Ruang Lingkup ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 11
2.2. Landasan Teori ... 13
2.2.1. Arti Penting Beras ... 13
2.2.2. Pengadaan Gabah dan Beras Dalam Negeri ... 15
2.2.3. Fungsi Perum BULOG Divre Jatim ... 23
2.2.4.
Pengertian Harga ... 24
2.2.4.2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Tingkat Harga ... 25
2.2.5.
Pengertian Kebijaksanaan Harga ... 27
2.2.5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kebijaksanaan Harga ... 28
2.2.5.2. Kebijaksanaan Harga Dasar dan
Harga Tertinggi ... 29
2.2.6.
Pengertian Petani ... 31
2.2.7.
Penawaran ... 32
2.3. Kerangka Pemikiran ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 38
3.1. Definisi Operasional Variabel ... 38
3.2. Lokasi Penelitian ... 39
3.2.
Jenis dan Sumber Data ... 39
3.3.
Metode Analisis Data ... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42
4.1. Sejarah Singkat Tentang Bulog ... 42
4.1.1. Tugas ... 47
4.1.3. Kewenangan ... 47
4.2. Deskripsi Data Penelitian ... 48
4.2.1. Perkembangan Pengadaan Beras di Jawa Timur ... 49
4.2.2. Perkembangan Harga Beras di Jawa Timur ... 51
4.3.
Hubungan antara Jumlah Pengadaan Beras dengan
Harga Beras ... 54
4.3.1. Analisis Regresi Linier Sederhana ... 55
4.4. Pembahasan ... 55
4.4.1. Peranan Perum Bulog ... 59
4.4.2. Implementasi Penelitian ... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
5.1. Kesimpulan ... 63
5.2. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
Oleh : Dhanny Novita Fibriani
ABSTRAKSI
Kebutuhan pangan terutama beras bagi rakyat Indonesia merupakan
kebutuhan manusia sehari-hari yang sangat dibutuhkan untuk menunjang
kelangsungan hidup manusia. Kedudukan beras sebagai salah satu kebutuhan
pokok merupakan salah satu sektor yang strategis dapat dipahami karena
pengeluaran pemerintah untuk sector ini tiap tahunnya cukup besar. Pengadaan
beras sebagai salah satu kebutuhan pokok merupakan suatu kebijaksanaan yang
harus ditingkatkan sebagai landasan untuk pembangunan dalam jangka panjang.
Peranan BULOG adalah menjaga stabilnya harga dan meratanya penyebaran
bahan pangan terutama beras sebagai komoditi sosial yang dapat mempengaruhi
keadaan perekonomian, politik, bahkan pertahanan keamanan. Dan tugas utama
BULOG adalah menjaga Harga Dasar Gabah, Menyalurkan beras untuk rakyat
miskin (Raskin), mengelola stock pangan pemerintah sebagai cadangan pangan
untuk bencana alam, konflik sosial, maupun cadangan karena keadaan darurat
lainnya.
Data yang digunakan merupakan data yang ada dalam kurun waktu
mulai tahun 1981 – 2005, yang terdiri dari data jumlah pengadaan beras, harga
beras, dan stock beras yang dikelola oleh kantor Perum BULOG Sub Divre
Kediri. Teknik analisis yangdipergunakan dalam penelitian ini adalah Analisis
deskriptif yang menggambarkan kejadian dengan cara mendeskripsikan dan
mengamati secara langsung maupun tidak langsung peranan Perum BULOG
Subdivre Kediri dalam menjaga stabilitas harga beras.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Komoditas pertanian khususnya komoditas pangan memiliki arti dan
peranan yang sangat penting dan strategis baik ditinjau dari sisi ekonomi, sosial,
politik, lingkungan hidup, maupun pertahanan dan keamanan suatu negara.
Pembangunan yang dilaksanakan secara berkesinambungan
mempunyai arah dan tujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur,
merata materiil maupun spirituil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Tujuan pembangunan itu tidak akan tercapai dalam beberapa tahun
saja sehingga pelaksanaan pembangunan diupayakan melalui tahapan
pembangunan lima tahun dimana setiap tahap titik berat dilaksanakan dibidang
ekonomi (GBHN, 1993).
Sejalan dengan tujuan itu maka pemerintah telah melaksanakan
kebijaksanaan pemerataan yang ditujukan demi tersedianya kebutuhan pokok
yang cukup tersebar merata dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat.
Diantara upaya pembangunan semua sektor maka sektor pangan mempunyai
kedudukan dan peranan yang sangat penting, karena pangan tidak hanya
mencakup kebutuhan dasar manusia untuk tumbuh dan berfungsi secara normal
namun juga terkait dengan masalah kehidupan bangsa yang lebih luas seperti
berkembang seperti Indonesia ini kemantapan harga pangan sangat menentukan
stabilitas nasional yang di perlukan demi berhasilnya pembangunan.
Kebutuhan pangan terutama beras merupakan kebutuhan manusia
sehari-hari yang sangat dibutuhkan untuk menunjang kelangsungan hidup
manusia, jadi dapat dikatakan selama masih ada kehidupan manusia maka disitu
pangan sangat dibutuhkan. Kedudukan beras sebagai salah satu kebutuhan pokok
merupakan salah satu sektor yang strategis dapat dipahami karena pengeluaran
pemerintah untuk sector ini tiap tahunnya cukup besar. Meskipun sebagai bahan
makanan, beras dapat digantikan atau disubstitusikan dengan bahan makanan
lainnya namun beras memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa
mengkonsumsi nasi dan hal itu tidak mudah digantikan oleh makanan lain.
Tingginya pengeluaran untuk beras dari waktu ke waktu akan terus meningkat.
Pengadaan beras sebagai salah satu kebutuhan pokok merupakan suatu
kebijaksanaan yang harus ditingkatkan sebagai landasan untuk pembangunan
dalam jangka panjang.
Ini berarti pemerintah harus selalu berusaha untuk menyediakan
kebutuhan pangan dengan jumlah yang memadai. Hal ini disebabkan :
a. Jumlah penduduk yang terus meningkat yang berarti konsumsi untuk
kebutuhan pangan akan meningkat pula.
b. Pangan terutama beras harus tersebar merata di seluruh wilayah agar
masyarakat bisa mendapatkannya dengan mudah.
Ketidakstabilan harga beras akan mempengaruhi produsen dalam hal
ini petani dan konsumen. Ketidakstabilan harga beras bagi produsen akan
mempengaruhi gairahnya dalam berproduksi sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhan konsumen dengan baik. Jika harga beras berfluktuasi terlalu tajam
dikhawatirkan gairah petani untuk menanam padi akan menurun, kalau hal itu
terjadi dalam skala besar produksi padi dan ketahanan pangan bisa terancam, dan
ini berarti konsumen akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya,
karena produksi yang ada di dalam negeri tidak mencukupi untuk kebutuhan
pangan. Upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di dalam ngeri adalah
dengan mengimport beras. Selain untuk menjaga ketahan pangan, import di
lakukan untuk mengurangi laju inflasi. Ini dikarenakan publik menggunakan
inflasi pangan sebagai acuan untuk memperkirakan inflasi agregat, artinya
kenaikan harga pangan juga mempengaruhi atau mendorong kenaikan harga
barang lainnya atau dijadikan sebagai dasar pembentukan harapan (expectacy)
inflasi di masa mendatang. Perubahan harga pangan tersebut dapat menimbulkan
dampak langsung dan tidak langsung.
Mengingat pentingnya stabilitas pangan nasional maka disinilah peran
BULOG diperlukan untuk menjaga stabilnya harga dan meratanya penyebaran
bahan pangan terutama beras sebagai komoditi sosial yang dapat mempengaruhi
keadaan perekonomian, politik, bahkan pertahanan keamanan (Amien, 1992).
Menjaga kestabilan harga bahan pangan terutama beras, BULOG harus
melaksanakan beberapa kegiatan yang berhubungan atau bertujuan untuk menjaga
langsung ke pasaran melalui Operasi Pasar apabila ada gejala kenaikan harga yang
tidak sewajarnya atau melebihi harga atap, untuk melakukan distribusi beras ini
tentu saja BULOG harus mempunyai stock beras yang cukup agar harga beras
dapat dikendalikan.
Sebagai salah satu lembaga Pemerintah, inilah dilemma BULOG
karena memiliki peran sentral dalam mengelola pangan nasional, secara Implisit,
artinya BULOG diharuskan untuk membuat kebijakan yang berpihak kepada
konsumen, sekaligus tidak merugikan produsen, namun karena jumlah konsumen
begitu banyak, ditambah lagi dengan karakteristik perbedaan yang cukup ekstrim
dilihat dari segi penghasilan, tugas tersebut menjadi beban yang sarat dengan
nuansa hate and love.
Di era Reformasi, beberapa lembaga pemerintah mengalami
revitalisasi serta reformasi termasuk BULOG, mulai tahun 1997 tugas pokok
BULOG dibatasi hanya menangani komoditi beras dan gula pasir, kemudian
diciutkan lagi pada tahun 1998 hanya mengelola Beras.
Setelah sempat diubah dengan beberapa Keppres, BULOG yang
terakhir berfungsi menangani management logistik ini diharapkan lebih berhasil
dalam mengelola persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras serta usaha
jasa logistik. Sesuai dengan ketentuan dalam Keppres No. 103 tahun 2001,
BULOG harus berubah status menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
paling lambat 31 Mei 2003, perubahan tugas dan fungsi Bulog sering terjadi di era
Tuntutan perubahan itu telah terjawab. BULOG telah berubah dari
Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) menjadi Perusahaan Umum
(Perum) sejak pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7
tahun 2003 yang berlaku sejak ditetapkan tanggal 20 Januari 2003 yang
selanjutnya direvisi dengan PP No. 61 tahun 2003, peluncuran Perum
dilaksanakan di Gedung Arsip Nasional Jakarta, pada tanggal 10 Mei 2003.
Banyak hal yang harus berubah dalam lembaga baru ini, terutama pola
kerja yang lebih profesional, peningkatan efisien dan transparansi serta
demokratisasi, namun ada pula yang tidak berubah yaitu tanggung jawab publik,
khususnya pemantapan ketahanan pangan dan penguatan hak rakyat atas pangan,
dalam waktu yang sama juga harus mampu menyelaraskan kegiatan komersial
dengan tugas dan tanggung jawab publik secara akuntabel dan transparan, dalam
lembaga yang baru ini, Perum BULOG harus mampu membuktikan bahwa
memang lebih efisien dalam mengemban dua tugas sekaligus tanpa konflik
diantaranya.
Tujuan dan tugas Perum BULOG dirancang mengacu pada konsep
ketahanan pangan dan hak rakyat atas pangan sesuai UU No. 1 tahun 1996 tentang
pangan, tujuan Perum BULOG adalah untuk turut serta membangun ekonomi
nasional dengan berperan serta dalam melaksanakan program pembangunan
nasional dibidang Pemantapan Ketahanan Pangan.
Maksud didirikannya Perum BULOG adalah agar penyelenggaraan
Usaha Logistik pangan pokok menjadi bermutu dan memadai bagi pemenuhan
khususnya dalam pengamanan harga pangan yang bersifat pokok, pengelolaan
cadangan pangan pemerintah, dan distribusi masyarakat tertentu (targeted).
Sebagai lembaga yang mempunyai dua tugas dengan orientasi yang
berbeda (pelayanan publik dan aktivitas komersial), maka Perum BULOG
khususnya Divisi Regional (Divre) Jawa Timur harus merancang suatu strategi
usaha komersial yang tidak berbenturan dengan pelayanan publik. Desain pola
usaha komersial yang mendukung adanya kegiatan operasi publik, dengan adanya
sinergi antara kegiatan komersial dan kegiatan pelayanan publik, diharapkan dapat
mendukung pencapaian tujuan perusahaan sesuai penugasan pemerintah.
Wujud tugas publik adalah menjaga Harga Dasar Gabah, Menyalurkan
beras untuk rakyat miskin (Raskin), mengelola stock pangan pemerintah sebagai
cadangan pangan untuk bencana alam, konflik sosial, maupun cadangan karena
keadaan darurat lainnya.
Wujud tugas komersial adalah usaha angkutan, usaha dibidang survei dan
perawatan kualitas, usaha industri perberasan melalui 15 unit pengolahan gabah
beras yang tersebar diseluruh Subdivre, usaha budi daya rumput laut, usaha
perdagangan cengkeh, gula pasir, minyak goring, beras, dan usaha-usaha lainnya
yang sifatnya situasional.
Produksi pertanian, khususnya padi, untuk Propinsi Jawa Timur setiap
tahun mengalami peningkatan yang tidak signifikan, dimana daya dukung dari sisi
luas lahan pertanian cenderung mengalami penurunan, sementara pengadaan
gabah oleh Perum BULOG Divre Jatim dalam empat tahun terakhir mengalami
pengadaan mencapai 817 ribu ton, sedangkan pengadaan terbesar terjadi pada
tahun 2000 di mana Perum BULOG Divre Jatim mampu membeli 1.052.727 ton
gabah kering giling (GKG) dari petani. Selama ini, secara nasional Perum Bulog
biasa menyerap 7 – 15% produksi gabah petani. Sementara BULOG Jatim justru
mampu melebihi kemampuan serap nasional, yakni sekitar 25%. Secara
keseluruhan, perbandingan pengadaan dan produksi padi di Jatim dalam lima
tahun terakhir tergambar sebagai berikut :
Tabel 1. Perbandingan Pengadaan dan Produksi Padi di Jatim
No. Tahun
Pengadaan (Eqv. GKG)
Prod. Jatim (GKG) (Ton) Perbandingan Pengadaan Jatim Terhadap Nasional (Ton) Jatim
(Ton) Pengadaan
nasioanal (%)
Produksi Jatim
(%)
1. 2000 3.452.074 1.052.727 9.457.107 30,50 11,13
2. 2001 3.219.744 817.789 8.699.547 25,62 9,40
3. 2002 3.383.504 920.263 8.965.116 27,20 10,26
4. 2003 3.090.713 921.497 8.914.995 29,82 10,34
5. 2004 3.002.491 957.497 9.001.624 31,89 10,64
Sumber : Perum Bulog Divre Jatim
Setelah hak monopoli impor beras oleh BULOG dicabut pada tahun
1999, praktis Indonesia telah menganut kebijakan perdagangan bebas untuk
komoditas beras, dalam kondisi Globalisasi perdagangan beras saat ini, secara
teknis memang Indonesia sudah tidak dapat lagi melaksanakan kebijakan Harga
Dasar Gabah (HDG) yang dikenal dengan nama Floor price policy. Salah satu
cara untuk memberikan insentif harga kepada petani adalah dengan
mengimplementasikan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) atau yang
Harga pembelian gabah oleh Mitra Kerja ADA DN dari
petani/kelompok tani di tingkat petani/kelompok tani pada berbagai tingkat
kualitas (GKP, GKS, dan GKG) ditetapkan minimal sesuai dengan harga
pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan pemerintah dikurangi ongkos
angkut dan biaya pengolahannya.
Selama ketentuan harga pembelian gabah dan beras belum ada
perubahan dari pemerintah maka ketentuan harga pembelian gabah dan beras
masih berlaku ketentuan harga beli sebagaimana dimaksud dalam Inpres RI
Nomor 2 Tahun 2005 tanggal 2 Maret 2005 tentang Kebijakan Perberasan
(BULOG, 2005).
Dasar perhitungan HPP untuk gabah/beras dalam Inpres No. 2 Tahun
2005, adalah :
1. Menurut kajian Departemen Pertanian, akibat kenaikan harga BBM perlu
penyesuaian harga GKP
2. Pemerintah telah menetapkan kenaikan harga GKP dari Rp. 1.230/kg
menjadi Rp. 1.330/kg, atau naik sebesar 8,1 %.
3. Berdasarkan perhitungan bahwa ongkos angkut dari sawah petani ke
gudang penggilingan adalah Rp. 35/kg, maka harga referensi GKP di
tingkat petani adalah Rp. 1.295/kg.
4. Sebagai gambaran, rata-rata harga GKP pada musim panen raya
(Februari-Juni) tahun 2003 adalah sebesar Rp. 1.253/kg dan tahun 2004 adalaah Rp.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan
permasalahan adalah
1. Apakah peran Bulog Sub Divre Kediri dapat menjaga stabilitas harga
beras melalui pengadaan beras?.
2. Bagaimana perkembangan beras yang dilakukan oleh Perum BULOG ?.
3. Bagaimana cara mencaga stabilitas harga melalui Perum Bulog dalam
menjaga stabilitas harga beras?.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fenomena dan pokok permasalahan di atas, dikemukakan
tujuan penelitian adalah
1. Untuk mendeskripsikan peran Perum BULOG Subdivre Kediri dalam
menjaga kestabilan Harga Beras melalui Pengadaan Beras.
2. Untuk mengetahui perkembangan pengadaan beras yang dilakukan oleh
Perum BULOG Sub Divre Kediri.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai :
1. Bahan pertimbangan bagi BULOG dan Lembaga-lembaga yang terkait
dalam menentukan kebijaksanaan yang berkenaan dengan beras.
2. Acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup
Agar tidak terjadi perbedaan persepsi dan salah penafsiran maka
penelitian ini diberikan batasan masalah sebagai berikut :
1. Komoditi yang diteliti adalah beras yang pengelolaannya dilakukan oleh
BULOG SubDivre Kediri.
2. Pengadaan beras yang dimaksud adalah pengadaan beras yang dilakukan
oleh BULOG SubDivre Kediri dan ditujukan untuk kelancaran
distribusinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang terdiri dari antara lain :
1. Norma Esti Rahayu (2000)
Judul : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Harga Beras di Jawa
Timur
Kesimpulan :
1. Jumlah penduduk, produksi beras dan import beras secara
bersama-sama berpengaruh terhadap harga beras di Jawa Timur.
2. Jika jumlah penduduk bertambah maka harga beras juga mengalami
kenaikan.
3. Jika ada peningkatan produksi beras maka terjadi penurunan harga
beras.
4. Jika ada peningkatan import beras maka terjadi penurunan harga
beras.
5. Jumlah penduduk berpengaruh secara dominan terhadap harga beras
di Jawa Timur.
2. Dwindayatie (2001)
Judul : Pengaruh Pengadaan Beras dan Harga Pasar Terhadap Jumlah Beras
Kesimpulan :
1. Adanya pengaruh pengadaan beras terhadap persediaan beras pada
Depot Logistik Jawa Timur sebesar 0,44% yang artinya setiap kenaikan
satu satuan kilogram variabel pengadaan beras akan cenderung
meningkat dengan asumsi variabel konstan.
2. Adanya pengaruh harga pasar terhadap persediaan beras pada Depot
Logistik Jawa Timur ternyata variabel harga pasar berpengaruh terhadap
persediaan beras sebesar 0,11% yang artinya setiap satu satuan rupiah
pada variabel harga pasar akan cenderung meningkat dengan asumsi
variabel konstan.
3. Sri Lestari Handayani (2003)
Judul : Analisis Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Harga Beras di
Propinsi Jawa Timur.
Kesimpulan :
1. Hasil uji analisis dengan menggunakan model regresi linier berganda
secara simultan terhadap hubungan yang bermakna antara variabel
pendapatan perkapita, inflasi, harga dasar gabah dan jumlah penduduk
terhadap harga beras di Jawa Timur.
2. Berdasarkan perkembangan harga beras di Jawa Timur dapat
disimpulkan bahwa perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 1998
3. Berdasarkan perkembangan pendapatan perkapita dapat disimpulkan
bahwa perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 2000 dan terendah
pada tahun 1998.
4. Berdasarkan perkembangan inflasi dapat disimpulkan bahwa
perkembngan tertinggi terjadi pada tahun 2000 dan terendah pada
tahun 1993.
5. Berdasarkan perkembangan harga dasar gabah dapat disimpulakn
bahwa perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 1998 dan terendah
pada tahun 1992.
6. Berdasarkan perkembangan jumlah penduduk dapat disimpulkan
bahwa perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 1996 dan terendah
pada tahun 1993.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Arti Penting Beras
Masalah pangan memegang peranan penting dalam perekonomian
Indonesia, gejolak harga pangan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
stabilitas ekonomi, hal ini disebabkan karena saham pangan dalam hidup
masyarakat sangat besar dan produsen pangan merupakan bagian penduduk
terbesar di Indonesia, sehingga perubahan harga pangan juga akan mempengaruhi
tingkat pendapatan masyarakat luas.
Kebijakan dalam rangka mempertinggi tingkat pendapatan, taraf hidup,
memadai dan terjangkau oleh seluruh rakyat memegang peranan yang sangat
penting. Gejolak harga pangan akan menimbulkan kerisauan pada masyarakat
baik dikota maupun didesa, dan peningkatan harga yang tidak terkendali akan
menimbulkan gangguan terhadap kelancaran pembangunan, jadi jelaslah bahwa
pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka usaha tercapainya
sasaran pembangunan (Setiawan, 1997).
Membahas masalah pangan di Indonesia maka akan selalu identik
dengan beras sebab mayoritas penduduk Indonesia bahan makanan pokoknya
adalah beras. Beras telah dijadikan sasaran utama kebijaksanaan pemerintah di
sektor pertanian khususnya dibidang pangan yaitu tujuan dicapainya swasembada
beras.
Penduduk yang bertambah tiap tahunnya serta adanya peningkatan
konsumsi perkapita akan membawa peningkatan dalam total kebutuhan konsumsi
nasional, hal tersebut membuat semakin rumitnya permasalah dalam upaya
pemenuhn kebutuhan konsumsi itu. Khusus dibidang produksi kebijksanaan telah
banyak dirumuskan dan diterapkan dalam mencari alternatif bagi jalan keluar
pemecahan masalah itu.
Penumpukan stock merupakan tugas yang paling utama, yang
diamanatkan oleh pemerintah kepada Perum BULOG. Ketahanan stock tersebut
merupakan usaha untuk menyediakan cadangan pangan guna mengatasi keadaan
darurat seperti bencana alam maupun bencana yang terjadi akibat ulah manusia
Manajemen stock Perum BULOG merupakan manajemen yang
tersentralisisir, dengan manajemen yang demikian akan mempermudah
pengelolaan penyimpanan serta penyalurannya. Stock pangan yang tersedia
disetiap daerah merupakan komponen stock pangan nasional dan merupakan
bagian dari perekat bangsa bukan sebaliknya.
2.2.2. Pengadaan Gabah dan Beras Dalam Negeri
Pengadaan beras merupakan pembelian beras yang dilakukan
BULOG Divre Jatim di 13 wilayah Subdivre Jatim melalui KUD, Non KUD dan
Satgas Pengadaan. Non KUD adalah pihak swasta atau perorangan yang
menyetorkan atau menjual berasnya ke BULOG Divre Jatim/Subdivre, sedangkan
Satgas Pengadaan adalah karyawan BULOG yang khusus bertugas melakukan
pembelian beras dalam kegiatan pengadaan beras.
Pengadaan Gabah dan Beras dalam negeri oleh Perum BULOG
dilaksanakan melalui :
1. Mitra Kerja (Koperasi maupun Non Koperasi)
2. Probis Industri Beras (PIB)
3. Program Pengadaan Dalam Negeri melalui Pusat Pengolahan Padi
Terpadu (P3T)
4. Satuan Tugas Operasional Pengadaan Gabah Dalam Negeri (SATGAS
ADA DN)
Mitra Kerja Perum BULOG adalah perusahaan penggilingan (koperasi
maupun non koperasi) yang telah lulus seleksi yang dilaksanakan oleh Tim seleksi
yang dibentuk oleh Kadivre/Kasub-Divre. Perusahaan penggilingan padi di
Indonesia berbagai macam jenis, kapasitas dan peralatan yang dimiliki.
Pengelompokan penggilingan padi dapat dilakukan seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengelompokan Perusahaan Penggilingan Padi dan Mutu Produksi
Mitra
Kerja NAMA
PROSES
MUTU Produksi Pengeringan Penggiling
an Penyimpanan
A Penggilingan Padi Terpadu
Pengering Mekanis > 50 Ton/cycle
P P T > 10 ton/jam
Silo
> 3.000 ton Mutu III+
B
Penggilingan Padi Besar
(PPB)
Lantai Jemur > 15 Ton/hari Pengering
Mekanis > 10 Ton/cycle
P P B 3–10 ton/jam
Gudang Permanen > 1.000 ton
Mutu III C Penggilingan Padi Kecil (PPK) Lantai Jemur > 10 Ton/hari
P P K 1-3 ton/jam Gudang semi permanen 500-1000 ton Mutu IV D Penggilingan Padi Sederhana (PPS) Lantai Jemur > 5 Ton/hari
P P S 0.5-1 ton/jam Gudang Sederhana 200-500 ton Mutu IV
Sumber : Perum BULOG
Penggilingan Gabah disebut juga penggilingan padi adalah rangkaian
alat dan mesin yang berfungsi melakukan proses pengolahan gabah kering giling
(GKG) sampai menjadi beras putih siap konsumsi. Dengan melihat sarana yang
dimiliki, penggilingan padi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat)
kelompok, yaitu sebagai berikut :
a. Penggilingan Padi Terpadu
kesatuan utuh yang berfungsi sebagai pengolah gabah menjadi beras, dimana
kapasitasnya lebih besar dari PPB serta terintegrasi dengan mesin pengeringan
dan silo penyimpanan oleh elevtor dan conveyor.
b. Penggilingan Padi Besar (PPB)
Yang disebut dengan penggilingan padi besar atau yang disingkat PPB
adalah unit peralatan teknik yang merupakan gabungan dari beberapa mesin
menjadi satu kesatuan utuh yang berfungsi sebagai pengolah gabah menjadi
beras dengan kapasitas antara 3 ton – 10 ton per jam gabah kering giling.
System pengolahan ini minimum harus melalui empat proses utama, yaitu :
proses pembersihan gabah, proses pecah kulit, proses pemisahan gabah
dengan beras pecah kulit, dan proses pemutihan beras pecah kulit secara
berulang dua sampai empat kali.
c. Penggilingan Padi Kecil (PPK)
Yang disebut dengan penggilingan padi kecil (PPK) adalah unit
peralatan teknik yang merupakan gabungan dari beberapa mesin menjadi satu
kesatuan utuh yang berfungsi sebagai pengolah gabah menjadi beras dengan
kapasitas lebih kecil dari 2 ton per jam gabah kering giling. System
penggilingan padi kecil (PPK) dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : tipe
sederhana dan tipe lengkap.
d. Penggilingan Padi Sederhana (PPS)
Yang disebut dengan penggilingan padi sederhana adalah unit
peralatan teknik yang berfungsi sebagai mesin pengolah gabah menjadi beras,
beberapa mesin, dimana proses satu sama lain dihubungkan dengan tenaga
manusia.
Makin tinggi dan lengkap teknologi penggilingan padi yang
digunakan, maka mutu produk penggilingan padi tersebut juga makin meningkat.
Komponen mutu produksi masing-masing dari proses penggilingan padi adalah
seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Mutu Produksi
No. Komponen Mutu Satuan Mutu
III+
Mutu III
Mutu IV
1 Derajat Sosoh (Min) % 100 95 95
2 Kadar Air (Max) % 14 14 14
3 Beras Kepala (Min) % 87 84 78
4 Butir Utuh (Min) % 44 40 35
5 Butir Patah (Max) % 10 15 20
6 Butir Menir (Max) % 1 1 2
7 Butir Merah (Max) % 1 1 3
8 Butir Kuning/Rusak (Max) % 1 1 3
9 Benda Mengapur (Max) % 1 1 3
10 Benda Asing (Max) % 0.02 0.02 0.02
11 Butir Gabah (Max) Butir/100 g 1 1 1
12 Campuran varietas lain (Max) % 5 5 5
Sumber : Perum BULOG
Mitra kerja Perum BULOG harus dapat memenuhi persyaratan Teknis
dan Kinerja, yaitu :
A. Persyaratan Teknis
1. Memiliki sarana dan prasarana pengolahan padi berupa sarana
pembersihan awal , pengeringan (lantai jemur/dryer), pembersihan
lanjutan, penyimpanan, penggilingan padi (husker, polisher, blower,
2. Sarana pengolahan padi dapat menghasilkan produk sesuai yang
ditetapkan sebagai persyaratan kualitas gabah/beras dalam negeri
3. Memiliki operator yang menguasai operasi dari masing-masing mesin
yang dipunyai dan dianjurkan pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan
pasca panen yang dilaksanakan oleh Perum BULOG atau instansi lain
yang berwenang
4. Dalam 1 (satu) Kabupaten setiap Mitra Kerja hanya diperbolehkan
mengajukan 1 (satu) nama perusahaan penggilingan padi sebagai mitra
pengadaan
B. Persyaratan Kinerja
1. Mitra Kerja memiliki kinerja yang baik di dalam kegiatan pengadaan
gabah/beras dalam negeri
2. Telah mematuhi seluruh peraturan dan ketentuan Pengadaan Gabah dan
Beras Dalam Negeri Perum BULOG yang berlaku dan Kebijakan
Perberasan Nasional
3. Berhasil membina petani/kelompok tani dalam rangka peningkatan
kualitas gabah dan pendapatan petani yang dibuktikan dengan daftar
kelompok tani yang dibina
4. Berhasil menjaga Harga Pembelian Pemerintah ditingkat petani/kelompok
tani
5. Diprioritaskan bagi Mitra Kerja yang berpengalaman pada bidang ini
minimal 3 (tiga) tahun yang dibuktikan dengan dokumendokumen yang
Kemitraan adalah hubungan pembeli dengan pemasok dalam suatu
derajat kerja sama yang saling percaya mempercayai serta memanfaatkan
keahlian/kelebihan setiap mitra usaha, untuk terciptanya keterpaduan. Dengan
kata lain kemitraan adalah kerjasama yang saling menguntungkan satu sama
lainnya.
Pusat Pengolahan Padi Terpadu (P3T) adalah suatu unit usaha
pengolahan gabah/beras yang memiliki sarana pasca panen padi secara terpadu.
Penggilingan padi tipe A dan tipe B yang bekerjasama dengan penggilingan padi
sekitarnya, petani dan kelompok tani dapat digolongkan sebagai P3T.
Mitra kerja adalah suatu unit usaha baik berupa Koperasi maupun Non
Koperasi atau perusahaan yang berbadan hukum serta memenuhi syarat sebagai
Pusat Pengolahan Padi Terpadu yang melakukan kerjasama dengan Perum
BULOG di dalam pengadaan gabah petani dan selanjutnya diolah menjadi beras
berkualitas.
Pengadaan Dalam Negeri melalui mitra kerja Pusat Pengolahan Padi
Terpadu (P3T) adalah kontrak pengadaan gabah dalam jumlah tertentu antara
mitra kerja dengan Divre/Subdivre dengan persyaratan yang disepakati bersama
dalam jangka waktu tertentu.
Perum BULOG membeli gabah/beras selama harga beli gabah sama
atau di bawah harga pembelian yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pembelian
tersebut dalam bentuk Gabah Kering Giling (GKG). Perum BULOG membeli
Sedangkan Probis Industri Beras dan Satgas ADA DN membeli gabah dari
petani/kelompok tani dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) dan atau Gabah
Kering Simpan (GKS) (BULOG, 2005).
Tujuan pengadaan adalah melaksanakan pembelian gabah agar petani
produsen dalam negeri mendapat harga beli gabah minimal sama dengan harga
pembelian pemerintah (HPP) yang berlaku sehingga mendorong peningkatan
pendapatan petani dan peningkatan produksi pangan dalam negeri. Pengadaan
yang di lakukan oleh Perum BULOG juga mempunyai tujuan untuk menyediakan
stock pangan bagi pemerintah untuk keperluan (BULOG, 2005):
a. Program beras untuk Keluarga Miskin (RASKIN) dan rawan pangan
b. Golongan Anggaran dan Perusahaan Milik negara/swasta
c. Operasi Pasar Murni
d. Kebutuhan bahan baku industri
e. Cadangan Pangan Nasional untuk kebutuhan Bencana Alam/Sosial dan
lainnya.
Perum BULOG menyediakan dana pengadaan dengan cara membuka
L/C Induk di kantor Bank Pelaksana Kredit Perum BULOG Jakarta yang telah
ditetapkan, kemudian akan diteruskan ke Divre melalui Bank Pelaksana Kredit
Perum BULOG setempat. Dana pengadaan tersebut meliputi :
a. Harga pembelian gabah dan beras
b. Biaya Opslag gabah dan beras
c. Biaya pemeriksaan kualitas gabah dan beras
Gambar 1. Bagan Prosedur Anggaran & Pembiayaan Pengadaan Dalam Negeri melalui Mitra Kerja ADA DN (BULOG, 2005)
Keterangan :
1 & 2. Prognosa
3. Pengajuan Master Budget ke Meneg BUMN
4. Pembahasan oleh Tim 5. Rekomendasi Tim
6.a. SK. Meneg BUMN ttg persetujuan Master Budget
6.b. Tembusan SK Meneg BUMN ke Bank Pelaksana
7. Akseptasi Kredit (penyediaan Dana)
8.c. Pembukaan L/C Induk 9. Pemberitahuan L/C Induk
10.a. Penarikan di Tk Divre dan atau aplikasi Back to Back L/C ke Subdivre
10.b. Dropping Back to Back L/C 10.c. Pembukaan Back to Back L/C 11. Pemberitahuan Back to Back L/C 12.a. Penarikan SPP (transaksi) A. Permohonan dan Kontrak
MENKEU
TSOB
BULOG
DIVRE
BANK PELAKSANA TK. PUSAT
BANK PELAKSANA TK. DIVRE
SUBDIVRE
BANK PELAKSANA TK. SUBDIVREMITRA KERJA
ADA DN
GUDANG
Impor beras boleh dilakukan jika dikuatirkan stock beras yang dikuasai
pemerintah (BULOG) tidak mencukupi kebutuhan masyarakat pada masa atau
waktu tertentu, yang diakibatkan oleh pengaruh iklim seperti gejala El Nino
sehingga dikuatirkan panen dibeberapa daerah sentra produksi mengalami
penurunan dan kegagalan. Tentunya alasan iklim ini harus didukung oleh data
yang kuat dari suatu badan atau lembaga yang berkompeten dengan hal tersebut,
baik itu dari dalam negeri maupun luar negeri misalnya laporan dari BMG dan
(LAPAN) (Ramlan, 2002)
2.2.3. Fungsi Perum BULOG Divre Jatim
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka BULOG Divre Jatim yang
kini sudah menjadi Perum juga merupakan lembaga pemasaran atau badan
perantara yang menggerakkan barang-barang khususnya bahan kebutuhan pokok
dari titik produksi ke titik konsumsi.
Instansi vertikal Perum BULOG di wilayah terdiri dari Divisi Regional
dan Sub Divisi Regional. Perum BULOG Divisi Regional berada di tingkat
Propinsi sedangkan Sub Divisi Regional ada di tingkat Kabupaten/Kotamadya
yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Perum BULOG mempunyai tugas menyelenggarakan usaha logistik
pangan pokok yang bermutu dan memadai bagi pemenuhn hajat hidup orang
banyak dan dalam hal tertentu menyelenggarakan tugas-tugas tertentu yang
diberikan pemerintah dalam pengamanan harga pangan pokok, pengelolaan
cadangan pangan pemerintah dan distribusi pangan pokok kepada golongan
masyarakat tertentu, khususnya pangan pokok beras dan pangan pokok lainnya
Penyelenggaraan tugas tersebut Perum BULOG mempunyai fungsi
pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang manajemen logistik,
pengadaan, pengelolaan persediaan, dan distribusi beras, serta pengendalian harga
beras, koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BULOG.
2.2.4. Pengertian Harga
Dalam suatu kegiatan pemasaran atau aktivitas suatu perusahaan, maka
harga merupakan suatu masalah yang sangat penting. Dalam menetapkan harga,
perusahaan perlu memperhatikan berbagai hal yang harus dipertimbangkan, antara
lain pengeluaran untuk biaya produksi, biaya operasi dan lain sebagainya. Secara
umum pengertian harga biasanya digambarkan dengan sejumlah barang yang
digunakan sebagai nilai tukar produk yang ditawarkan.
Maka dapat disimpulkan bahwa harga adalah nilai dari suatu barang
dimana dengan sejumlah uang yang akan digunakan untuk memperoleh sejumlah
kombinasi produk atau jasa yang diharapkan bersama pelayanannya.
2.2.4.1. Tujuan Penetapan Harga
Tujuan penetapan harga menurut Dh Swastha (1984) bahwa pada
umumnya penjualan mempunyai beberapa tujuan dalam penetapan harga
produknya. Tujuan tersebut antara lain :
a. Mendapatkan laba maksimal
Perolehan laba yang tinggi menjadi sasaran atau tujuan terakhir setiap
perusahaan dalam prakteknya harga ditentukan oleh penjual atau produsen
yang didasarkan pada daya beli konsumen dimana semakin besar daya beli
b. Mendapatkan pengembalian inventaris yang ditargetkan atau
pengembalian pada penjualan bersih yaitu penentuan harga jual dengan
ketentuan bahwa harga tersebut nantinya akan dapat mengembalikan
investasi atau biaya-biaya yang dikeluarkan secara berangsur-angsur.
c. Mencegah atau mengurangi persaingan
Kebijaksanaan penetapan harga jual dapat mencegah atau mengurangi
persaingan jenis produk atau jasa sejenis, yaitu seperti menentukan harga
jual yang sesuai dengan harga pesaing, sehingga persaingan harga
dikurangi bahkan mungkin dengan menentukan harga jual dibawah harga
pesaing.
d. Mempertahankan atau memperbaiki market-share (pangsa pasar)
Tidak hanya kemampuan produksi serta kemampuan penjualan saja yang
dapat mempertahankan market-share tetapi harga mempunyai peranan
yang penting seperti bagi perusahaan-perusahaan kecil. Penentuan harga
jual produknya hanya untuk mempertahankan market-share saja.
2.2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Harga
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat harga terdiri dari
beberapa faktor antara lain :
a. Kondisi perekonomian
Keadaan perekonomian sangat mempengaruhi tingkat harga yang berlaku.
Dalam keadaan perekonomian yang stabil, tingkat harga umumnya tidak
banyak mengalami pemulihan, sedangkan pada keadaan resesi ekonomi,
naik, sehingga dalam keadaan yang demikian ini akan menimbulkan
kenaikan harga yang tidak menentu.
b. Penawaran dan permintaan
Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli oleh pembeli pada tingkat
harga tertentu pada umumnya tingkat harga yang lebih rendah akan
mengakibatkan jumlah yang diminta lebih besar. Penawaran merupakan
kebalikan dari permintaan, yaitu suatu jumlah yang ditawarkan oleh penjual
pada suatu tingkat harga yang tertentu. Pada umumnya, harga yang lebih
tinggi mendorong jumlah yang ditawarkan lebih besar.
c. Elastisitas
Faktor lain yang dapat mempengaruhi penentuan harga adalah sifat
permintaan pasar. Sebenarnya sifat permintaan pasar ini tidak hanya
mempengaruhi penentuan harganya tetapi juga mempengaruhi volume
penjualan.
d. Persaingan
Harga jual bermacam-macam barang dipengaruhi oleh keadaan persaingan
yang ada. Dalam persaingan seperti ini penjual yang berjualan banyak aktif
menghadapi pembeli yang banyak pula. Banyaknya penjual dan pembeli ini
akan mempersulit penjualan perseorangan untuk menjual dengan harga yang
lebih tinggi kepada pembeli yang lain.
e. Biaya
Biaya merupakan dasar dalam menentukan harga, sebab suatu tingkat harga
apabila suatu tingkat harga yang melebihi semua biaya, baik biaya produksi,
biaya operasi maupun biaya non operasi akan menghasilkan keuntungan.
f. Tujuan perusahaan
Penetapan harga suatu barang sering sering dikaitkan dengan tujuan-tujuan
yang akan dicapai. Setiap perusahaan tidak selalu mempunyai tujuan yang
sama dengan perusahaan lainnya. Tujuan-tujuan yang akan dicapai antara
lain : laba maksimal, volume penjualan tertentu, penguasaan pasar,
kembalinya modal yang tertanam pada jangka waktu tertentu.
g. Pengawasan pemerintah
Pengawasan pemerintah juga merupakan faktor yang penting dalam
penentuan harga. Pengawasan pemerintah tersebut dapat diwujudkan dalam
bentuk penentuan harga maksimal dan minimal, diskriminasi harga yaitu
penetapan harga yang didasarkan atas keadaan pembeli, barang, tempat dan
waktu serta praktek-praktek lain yang mendorong atau mencegah
usaha-usaha ke arah monopoli.
2.2.5. Pengertian Kebijaksanaan Harga
Sebelum membahas masalah kebijaksanaan harga, terlebih dulu
disebutkan beberapa definisi tentang kebijaksanaan harga. Bahwa penetapan
harga merupakan masalah dalam 4 tipe :
1. Apabila perusahaan untuk pertama kali menentukn harga jual
2. Apabila persaingan mengadakan perubahan harga
3. Apabila perusahaan harus mengubah harga jualnya karena dipaksakan oleh
4. Apabila perusahaan menghasilkan beberapa jenis barang yang mempunyai
permintaan biaya yang saling berhubungan
Dari keterangan tersebut diatas menyebutkan kebijaksanaan harga
bersifat sementara berarti pengusaha harus mengikuti perkembangan pasar dan
posisi usaha dalam situasi pasar secara keseluruhan, maka dapat disimpulkan
bahwa kebijaksanaan harga adalah suatu cara yang digunakan produsen dalam
nenetapkan harga untuk jangka waktu tertentu untuk mempengaruhi konsumen
dalam melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan.
2.2.5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijaksanaan Harga
1. Sifat pasar yang meliputi motif pembelian, frekuensi pembelian, permintaan
pasar dan distribusi pendapatan perkapita.
2. Biaya meliputi biaya produksi, biaya penjulan, biaya Break Even Point.
3. Persaingan pada kondisi yang bersaing penetapan harga produk perusahaan
akan dipengaruhi pula para pesaing lainnya.
4. Saluran distribusi semakin panjang maka harga akan semakin tinggi, karena
biaya akan semakin besar untuk membayar jasa kepada penyalur tersebut.
5. Keuntungan merk yaitu perusahaan mempunyai merk yang lebih terkenal
biasanya lebih leluasa untuk menetapkan harga daripada merk lain.
6. Kondisi perekonomian, sering kali perubahan-perubahan kebijaksanaan
berpengaruh terhadap kondisi perekonomian nasional.
7. Norma-norma hukum meliputi peraturan-peraturan atau norma-norma
hukum yang menjadi ketentuan merupakan hal yang harus diperhatikan
2.2.5.2. Kebijaksanaan Harga Dasar dan Harga Tertinggi
Pemerintah memainkan peranan sangat penting dalam menetapkan
harga jual suatu barang. Peranan Pemerintahini akan sangat terasa pada saat
tertentu misalnya pada saat inflasi bergejolak, timbul kenaikan harga yang tidak
terkendali, dalam keadaan seperti ini pemerintah turun tangan dengan melepaskan
persediaan stock nasional yang ada pada pemerintah ke pasar agar kenaikan harga
dapat di kendalikan atau sebaliknya Pemerintah menaikkan harga untuk menolong
suatu kelompok seperti menaikkan harga gabah untuk membantu petani dari
kemerosotan harga beras (Alma, 1992).
Kebijaksanaan harga mengandung pengertian berupa pemberian
penyangga (support) atas harga hasil-hasil pertanian supaya tidak terlalu
merugikan petani sebagai produsen dan pembeli sebagai konsumen.
Secara teoritis kebijaksanaan harga dapat dipakai untuk mencapai
tujuan :
1. Stabilisasi harga hasil-hasil pertanian pada tingkat petani.
2. Meningkatkan pendapatan petani/produsen melalui perbaikan penukaran
(term of trade)
3. Memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi
4. Agar tidak memberatkan konsumen dengan tingginya harga di pasaran.
Kebijaksanaan harga yang ditetapkan pemerintah adalah berupa harga
dasar (floor price) dan harga atap (ceiling price), harga dasar diberlakukan untuk
menjaga agar harga pasar pada saat panen raya tidak menurun jauh dibawah harga
Sebaliknya harga atap tetap diperlukan untuk masa paceklik,
kebijaksanaan harga disebut efektif apabila harga pasar berada diantara harga
dasar dan harga atap (Soekartawi, 1989).
Situasi paceklik adalah situasi disaat jumlah produksi yang tersedia
sangat terbatas, sementara jumlah konsumen tetap atau bahkan terus bertambah,
dalam keadaan seperti ini harga pasar cenderung lebih tinggi atau lebih tinggi dari
harga keseimbangan bila saja tidak diberlakukan harga atap. Keadaan diwaktu
paceklik merupakan kebalikan dari situasi panen raya. Bila saat panen raya
Pemerintah harus membeli sejumlah kelebihan produksi tetapi saat paceklik
pemerintah harus menjual sejumlah stock (cadangan) pada konsumen.
Harga pembelian gabah sesuai dengan Inpres RI Nomor 2 tahun 2005
tanggal 2 Maret 2005 tentang Kebijakan Perberasan meliputi beberapa tingkat
kualitas, antara lain :
1. Harga pembelian Gabah Kering Giling (GKG) di depan pintu gudang
penyimpanan Perum BULOG dari Mitra Kerja Pengadaan Dalam Negeri
ditetapkan sebesar Rp. 1765,-/kg (seribu tujuh ratus enam puluh lima
rupiah per kilogram)
2. Harga pembelian Gabah Kering Giling GKG) di tingkat penggilingan
ditetapkan sebesar Rp. 1740,-/kg (seribu tujuh ratus empat puluh rupiah
per kilogram).
3. Harga pembelian Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat penggilingan oleh
Mitra kerja Pengadaan Dalam Negeri kepada Petani/kelompok tani
4. Harga pembelian beras dalam negeri di tingkat penggilingan ditetapkan
sebesar Rp. 2790,-/kg (dua ribu tujuh ratus sembilan puluh rupiah per
kilogram).
Apabila Inpres RI tentang Kebijakan Perberasan yang baru telah
diterbitkan maka ketentuan harga pembelian gabah dan beras berlaku ketentuan
harga pembelian sebagaimana dimaksud dalam Inpres RI yang baru (BULOG,
[image:39.612.129.513.259.518.2]2005).
Tabel 4. Perbandingan HPP Inpres No. 2 Tahun 2005 dengan HPP sebelumnya
No. Jenis Gabah
Harga di Tingkat
Inpres No. 9 Tahun 2002
(Rp/kg)
Inpres No. 2 Tahun 2005
(Rp/kg)
Selisih (%)
1 GKP Penggilingan 1.230 1.330 8,13
2 GKG Penggilingan 1.700 1.740 2,35
3 GKG Gudang Penyimpanan (BULOG)
1.725 1.765 2,32
4 Beras Gudang BULOG/ Penggilingan
2.790 2.790 *) ---
*) Di penggilingan
Sumber : Departemen Pertanian
2.2.6. Pengertian Petani
Mengenai definisi formal dari istilah petani tampaknya tak bisa
dibantah lagi bahwa ada perbedaan tertentu tidak saja antara pengarang menyusun
cara hidup yang lebih progresif sangat dibutuhkan oleh para petani untuk
memperbesar kemampuannya untuk mempertahankan usahanya (Simanjuntak,
1985).
Tingkat pendapatan perkapita rumah tangga mempunyai pengertian
anggota rumah tangga. Pendapatan ini dikonversikan ke dalam ukuran
pendapatan setara beras dihitung dalam satuan kilogram dengan tujuan melihat
kemiskinan menurut kriteria Sajogyo. Dengan memiliki klasifikasi Sajogyo,
petani miskin dikelompokkan ke dalam tiga golongan pendapatan,
masing-masing:
Paling Miskin : pendapatan per anggota rumah tangga kurang dari 180 kg
setara beras.
Miskin Sekali : antara 180 – 240 kg setara beras
Miskin : antara 240 – 320 kg setara beras
2.2.7. Penawaran
Di balik permintaan (demand), terdapatlah penawaran (supply),
kedua-duanya yaitu penawaran dan permintaan bersama-sama menentukan harga.
Ketentuannya adalah bahwa harga terjadi di suatu tingkat dimana penawaran sama
dengan permintaan. Pengadaan gabah atau beras dari petani anggota KTNA yang
dilakukan oleh Perum BULOG Subdivre Kediri merupakan bentuk dari
penawaran.
Menurut Winardi (1988) menyebutkan bahwa penawaran adalah
berbagai macam jumlah jumlah barang (termasuk jasa) yang ingin di jual orang
dengan berbagai harga.
Menurut Michael B. Smith (1999) menyebutkan bahwa penawaran
adalah jumlah barang ekonomi yang akan disediakan penjual pada harga tertentu,
Menurut Rosyidi (2002) penawaran adalah suatu daftar yang
menunjukkan jumlah-jumlah barang itu yang ditawarkan untuk dijual pada
pelbagai tingkat harga dalam suatu pasar pada suatu waktu tertentu.
Jumlah total komoditas yang ingin dijual oleh penjual (produsen)
disebut Quantity Supplied dari suatu komoditas, dengan demikian Qoantity
Supplied bukan berarti jumlah barang yang telah berhasil dijual. Quantity
Supplied juga harus dinyatakan dalam jumlah per satuan waktu. Beberapa faktor
yang mempengaruhi Quantity Supplied antara lain adalah (Ridwan, dkk., 1997)
a. Tujuan dan preferensi produsen (perusahaan)
b. Harga komoditas yang bersangkutan dan harga komoditas substitusinya
c. Faktor teknologi
d. Biaya faktor-faktor produksi
Samuelson dan Nordhaus (1993) penawaran diartikan sebagai jumlah
barang yang akan diproduksi dan dijual oleh perusahaan. Lebih tepatnya,
menghubungkan jumlah barang yang ditawarkan dengan harga pasarnya, dengan
menganggap hal-hal lain seperti biaya produksi, harga barang yang berkaitan dan
organisasi pasar tetap tidak berubah.
Pengujian berbagai kekuatan yang menentukan penawaran, hal yang
paling mendasar untuk memahami perilaku penawaran bisnis adalah bahwa
produsen menawarkan komoditi untuk memperoleh keuntungan, bukan untuk
mencari kesenangan atau amal, dengan demikian, kunci utama yang mendasari
keputusan penawaran adalah biaya produksi.
Biaya produksi suatu barang relatif lebih rendah disbanding harga
menawarkan barang dalam jumlah besar. Jika biaya produksi relatif lebih tinggi
disbanding harga, maka perusahaan akan memproduksi dalam jumlah kecil, atau
mungkin menghindari bisnis tersebut.
Menurut Samuelson dan Nordhaus (1993) terdapat unsure-unsur yang
menentukan penawaran, antara lain :
a. Harga barang itu sendiri
b. Teknologi
c. Harga input
d. Harga barang yang berkaitan
e. Organisasi pasar
f. Factor khusus
Penawaran berubah karena pengaruh perubahan faktor lain selain
perubahan harga komoditi itu sendiri, dalam istilah kurva ini, dikatakan
penawaran meningkat (menurun) jika jumlah yang ditawarkan di pasar meningkat
(menurun) pada setiap harga pasar. Grafik yang menyatakan hubungan antara
jumlah produk yang ingin ditawarkan (dijual) oleh penjual dan harganya disebut
P (harga) S
A
B
C
D
E S
[image:43.612.130.509.94.516.2]Q (jumlah)
Gambar 2. Kurva Penawaran Menghubungkan Harga Dengan Jumlah Yang ditawarkan (Samuelson dan Nordhaus, 1993)
Kurva penawaran menempatkan angka pasangan P dan Q garis yang
menghubungkan titik-titik disebut kurva penawaran SS dengan kemiringn yang
menanjak.
Menurut Rosyidi (2001) kurva penawaran sama halnya dengan kurva
permintaan, dalam kurva penawaran ini pun sumbu tegak (sumbu harga)
merupakan variabel yang independ (tidak tergantung atau bebas), sedangkan
sumbu datar (sumbu jumlah) merupakan variabel depend (tergantung atau tak
bebas), hal ini memberi arti bahwa jumlah yang ditawarkan (Q) adalah tergantung
pada atau merupakan fungsi daripada (P) ; atau secara teknis dituliskan:
Q = f(P)
Suatu formulasi perumusan yang persis sama dengan apa yang
dijumpai dalam masalah permintaan, dengan demikian, pembacaan kurva
akan naik pula, sedangkan jika harga turun, maka jumlah yang ditawarkan pun
akan turun pula.
Hukum penawaran yang dinyatakan bahwa harga dan jumlah barang
yang ditawarkan memiliki hubungan searah. Kurva penawaran menunjukkan arah
ke kanan atas, bentuk kurva penawaran tidaklah hanya berupa sebuah garis lurus
seperti (Gambar 6) itu saja, melainkan ada yang cembung dan ada yang cekung.,
tetapi bentuk umumnya adalah sama, yaitu bahwa kurva penawaran selalu
condong ke kanan atas.
2.3. Kerangka Pemikiran
Perkembangan ekonomi yang terjadi di Indonesia sangat berfluktuasi
sehingga sangat berdampak terhadap segala sektor kehidupan termasuk sektor
pertanian. Produksi padi yang dihasilkan oleh petani jug tidak luput dari
terjadinya fluktuasi harga sehingga sangat mengganggu pendapatan petani dan
daya beli konsumen. Harga beras yang dipasaran sangat dipengaruhi oleh biaya
produksi yang antara lain adalah saprodi yang meliputi harga pupuk, tenaga kerja,
bibit, obat hama serta biaya transportasi. Disinilah peran Perum BULOG sangat
diperlukan untuk menjaga stabilitas harga beras di pasaran melalui pengadaan
dalam negeri.
Stabilnya harga beras di pasaran juga sangat dipengaruhi oleh eksternal
environmental yaitu situasi negara yang kondusif dapat menjaga harga beras
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Stabilitas Harga Beras Melalui Perum Bulog
Produksi
Padi
BULOG
Non BULOG
Fungsi Penjualan
Fungsi Pembelian
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional Variabel
Agar terjadi kesamaan persepsi dalam penelitin ini maka berikut
diberikan penjelasan pengertian variabel yang digunakan dalam penelitian :
1) Pengadaan beras adalah pembelian beras dalam negeri dan luar negeri yang
di lakukan Perum BULOG Subdivre Kediri.
2) Permintaan beras adalah jumlah beras Perum BULOG Subdivre Kediri yang
diminta atau dibeli masyarakat.
3) Stock beras adalah jumlah persediaan beras yang ada di gudang-gudang
Perum BULOG Subdivre Kediri.
4) Harga pasar adalah rata-rata harga beras yang berlaku di pasaran.
5) Bulog Divre Jatim adalah instansi vertikal Perum Bulog di Propinsi Jawa
Timur yang bertugas untuk mengelola persediaan pangan pemerintah dan
menjaga Harga Dasar Gabah
6) Sub Divre adalah instansi vertikal Bulog Divre Jatim yang wilayah kerjanya
meliputi satu atau beberapa Kabupaten/Kotamadya Dati II yang berada
dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Divre.
7) Harga dasar adalah harga gabah/beras terendah yang ditetapkan untuk
menolong Petani di saat musim panen atau saat produksi melimpah agar
8) Harga atap adalah Harga gabah/beras tertinggi yang ditetapkan Pemerintah
untuk menolong konsumen di waktu paceklik atau saat produksi berkurang
agar harga tidak terlampau tinggi sehingga konsumen tidak dirugikan.
3.2. Lokasi Penelitian
Daerah/lokasi penelitian ditentukan dengan sengaja (purposive) yaitu
di Perum Bulog Subdivre Kediri yang terletak di JL. Ir. Sutami No. 8 Kediri.
Kantor Subdivre Kediri tersebut mempunyai wilayah kerja Kodya Kediri, Kab.
Kediri dan Kab. Nganjuk, hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa Subdivre
Kediri merupakan wilayah kerja Perum Bulog Divre Jatim yang merupakan
kantor Divre bertipe A artinya beban kerjanya sangat kompleks jika dibandingkan
dengan Divre di daerah lain yang bertipe B.
Pertimbangan lainnya adalah wilayah kerja Divre Jatim merupakan
salah satu penghasil beras terbesar di Indonesia sehingga Jawa Timur memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap pemenuhan kebutuhan pangan khususnya
kebutuhan beras nasional
3.3. Jenis dan Sumber data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Sekunder
yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait yaiitu Kantor Perum BULOG Sub
Divre Kediri, Departemen Pertanian, dan Balai Pusat Statistik.
Data yang digunakan merupakan data yang ada dalam kurun waktu
mulai tahun 1981 – 2005, yang terdiri dari data jumlah pengadaan beras, harga
beras, dan stock beras yang dikelola oleh kantor Perum BULOG Sub Divre
3.4. Metode Analisis Data
Menurut Sanapiah Faisal (1990) dalam tahap ini adalah yang paling
penting dan menentukan. Sebab pada tahap ini data dikerjakan dan diolah
sedemikian rupa sampai berhasil menunjukkan kebenaran-kebenaran yang dapat
dipahami untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian.
Penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan segi proses dari pada hasil-hasil
ini disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih
jelas apabila diamati dalam proses penelitian.
Selanjutnya prosedur kerja analisis data dalam penelitian kualitatif ini
dapat dibagi menjadi dua tahapan besar yaitu : (1) dilakukan penelitian waktu
berada di lapangan untuk mengumpulkan data atau setelah peneliti meninggalkan
latar penelitian; (2) pemrosesan dan kategorisasi data.
Metode analisis deskriptif mengarah pada prosedur penelitian yang
menghasilkan data kualitatif. Dengan teknik analisis deskriptif ini peneliti
berusaha menggambarkan suatu kejadian dengan jalan mendeskripsikan dan
mengamati secara langsung maupun tidak langsung peranan Perum BULOG
Subdivre Kediri dalam menjaga stabiltas harga beras.
Jenis penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif
dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu kenyataan sosial,
dengan demikian analisis deskriptif ini tidak sampai mempersoalkan jalinan
hubungan antar variabel yang ada, dengan tidak dimaksudkan menarik
kesimpulan generalisasi yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan sosial.
pengujian hipotesis dan juga tidak membangun dan mengembangkan
perbendaharaan teori.
Metode kuantitatif juga digunakan dalam penelitian ini, menggunakan
analisis time series atau Trend dengan metode least square. Analisis deret berkala
atau time series merupakan suatu metode analisis yang ditujukan untuk
melakukan suatu estimasi maupun peramalan pada masa mendatang. Dalam
analisis ini akan diketahui bagaimana proses suatu estimasi maupun peramalan
dapat diperoleh dengan baik. Untuk itu dalam analisis ini dibutuhkan berbagai
macam Informasi (data-data) yang cukup banyak dan diamati dalam periode
waktu yang relatif cukup panjang, sehingga dari hasil analisis tersebut dapat
diketahui sampai berapa besar fluktuasi nilai data yang terjadi dan faktor-faktor
apa saja yang berpengaruh terhadap perubahan tersebut.
Metode least square ditujukan agar jumlah kuadrat dari semua deviasi
antara variabel X dan Y yang masing-masing memiliki koordinat sendiri-sendiri
akan berjumlah seminim mungkin, sehingga akan diperoleh suatu persamaan garis
trend yang lebih akurat dibandingkan dengan metode lainnya (Saleh, 2004).
4.1. Sejarah Singkat Tentang BULOG
Dalam perjalanan sejarah bangsa, kehadiran lembaga Pangan tidak
dapat dipungkiri keberadaannya. Sejak zaman kerajaan Majapahit dan Mataram
telah dikenal adanya lumbung-lumbung pangan yang berfungsi sebagai penyedia
pangan pada saat langka. Secara formal pemerintah mulai ikut menangani pangan
pada zaman Belanda, ketika berdiri Voedings Middelen Fonds (VMF) yang
bertugas membeli, menjual, dan menyediakan bahan makanan. Dalam masa
Jepang VMF dibekukan dan muncul lembaga baru bernama Nanyo Kohatsu
Kaisha.
Pada masa peralihan sesudah kemerdekaan RI terdapat dualisme
penanganan masalah pangan. Di daerah Kekuasaan Republik Indonesia,
pemasaran beras dilakukan oleh Kementrian Pengawasan Makanan Rakyat (PMR)
c/q Jawatan Persediaan dan Pembagian Bahan Makanan (PPBM) sedangkan
daerah-daerah yang diduduki Belanda, VMF dihidupkan kembali. Keadaan ini
berjalan terus sampai VMF dibubarkan dan dibentuk Yayasan Bahan Makanan
(Bama).
Perkembangan selanjutnya terjadi perubahan kebijaksanaan yang
ditempuh oleh pemerintah. Bama yang berada di bawah Kementrian Pertanian
Yayasan Badan Pembelian Padi (YBPP) yang dibentuk di daerah-daerah dan
diketuai oleh Gubernur. Adanya YUBM dan YBPP ternyata masih menimbulkan
dualisme baru dalam pembinaan.
Berdasarkan Peraturan Presiden No.3 Tahun 1964 dibentuk Dewan
Bahan Makanan (DBM). Sejalan dengan itu dibentuklah Badan Pelaksana Urusan
Pangan (BPUP) peleburan dari YUBM dan YBPP-YBPP. Yayasan BPUP ini
bertujuan : mengurus bahan pangan, pengangkutan dan pengolahannya,
menyimpan dan menyalurkannya menurut ketentuan dari Dewan Bahan Makanan
(DBM). Dengan terbentuknya BPUP, maka penanganan bahan pangan kembali
berada dalam satu tangan.
Memasuki Era Orde Baru setelah ditumpasnya pemberontakan
G.30.S/PKI penanganan pengendalian operasional bahan pokok kebutuhan hidup
dilaksanakan oleh Komando Logistik Nasional (Kolognas) yang dibentuk dengan
Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 87 Tahun 1966. Namun
peranannya tidak berjalan lama karena pada tanggal 10 Mei 1967 dibubarkan dan
dibentuk Badan Urusan Logistik (Bulog) berdasarkan Keputusan Presidium
Kabinet Nomor 114/Kep/1967.
Kehadiran Bulog sebagai lembaga stabilisasi harga pangan memiliki
arti khusus dalam menunjang keberhasilan Orde Baru sampai tercapainya
swasembada beras tahun 1984. Menjelang Repelita I (1 April 1969), struktur
organisasi Bulog diubah dengan Keppres RI No.11/1969 tanggal 22 Januari 1969
disesuaikan dengan misi barunya yang berubah dari penunjang peningkatan
anggaran. Kemudian dengan Keppres No.39/1978 tanggal 5 Nopember 1978
Bulog mempunyai tugas pokok melaksanakan pengendalian harga beras, gabah,
gandum dan bahan pokok lainnya guna menjaga kestabilan harga, baik bagi
produsen maupun konsumen sesuai dengan kebijaksanaan umum Pemerintah.
Dalam Kabinet Pembangunan VI Bulog sempat disatukan dengan
lembaga baru yaitu Menteri Negara Urusan Pangan. Organisasinyapun
disesuaikan dengan keluarnya Keppres RI No.103/1993. Namun tidak terlalu
lama, karena dengan Keppres No.61/M tahun 1995, Kantor Menteri Negara
Urusan Pangan dipisahkan dengan Bulog dan Wakabulog pada saat itu diangkat
menjadi Kabulog.
Pemisahan Menteri Negara Urusan Pangan dan Bulog mengharuskan
Bulog menyesuaikan organisasinya dengan Keppres No.50 tahun 1995 tanggal 12
Juli 1995. Status pegawainyapun terhitung mulai tanggal 1 April 1995 berubah
menjadi Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan Keppres No.51 tahun 1995 tanggal
12 Juli 1995.
Memasuki Era Reformasi, beberapa lembaga Pemerintah mengalami
revitalisasi serta reformasi termasuk Bulog. Melalui Keppres RI No.45 tahun 1997
tugas pokok Bulog hanya dibatasi untuk komoditi beras dan gula pasir. Tugas ini
lebih diciutkan lagi dengan Keppres RI No.19 tahun 1998 dimana peran Bulog
hanya mengelola komoditi beras saja.
Mengawali Milenium III, sesuai Keppres No.29 tahun 2000 tanggal
mengelola persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras serta usaha jasa
logistik.
Setelah sempat diberlakukan Keppres RI No.106 tahun 2000 dan
Keppres RI No.178/2000, Bulog saat ini beroperasi berdasarkan Keppres
No.103/2001 tanggal 13 September 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja LPND sebagaimana telah
diubah dengan Keppres RI No.3/2002 tanggal 7 Januari 2002 serta Keppres RI
No.110/2001 tanggal 10 Oktober 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon
I LPND sebagaimana telah diubah dengan Keppres RI No.5 /2002 tanggal 7
Januari 2002. Sesuai dengan ketentuan dalam Keppres No.103/2001 bahwa Bulog
diharapkan paling lambat 31 Mei 2003 harus telah berubah status menjadi suatu
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka persiapan-persiapan ke arah itu telah
dilakukan oleh suatu Tim dengan menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah
(RPP) tentang Pembentukan Perusahaan Umum Logistik Pangan Nasional (
Perum Pangan), yang diharapkan akan mulai berlaku 1 Januari 2003 yad.
L
umbung pangan telah lama dikenal sebagai cadangan pangan di
pedesaan dan sebagai penolong pada masa paceklik. Hal tersebut selain
disebabkan karena terbatasnya kemampuan masyarakat pedesaan terutama petani
berlahan sempit, dan anjloknya harga gabah pada saat panen, serta langkanya dan
relatif tingginya harga pupuk dan saprodi lainnya, yang menyebabkan petani harus
berhutang.
Dengan fungsi konvensionalnya, LPMD telah membantu
dengan menumbuhkembangkan kemampuannya diharapkan fungsi lumbung dapat
meningkat, tidak hanya membantu ketahanan pangan masyarakat dalam skala
terbatas, namun dalam jangka panjang dapat ditingkatkan lagi menjadi lembaga
ekonomi yang berkembang di pedesaan.
Pada skala yang lebih luas, gabah yang dijual petani secara bersamaan
pada musim panen menyebabkan marketable surplus yang cukup besar.
Rendahnya daya tawar petani untuk menunggu saat penjualan yang baik dan
berkurangnya kemampuan BULOG dalam menyerap sebagian marketable surplus
tersebut telah berdampak pada menurunnya harga gabah di bawah harga dasar
pada musim panen. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan bagi petani,
khususnya para petani kecil.
Dalam rangka mengatasi kondisi tersebut tumbuh pemikiran untuk
memanfaatkan Lumbung Pangan Masyarakat Desa (LPMD), yang selama ini
sudah ada, untuk mengambil sebagian peran BULOG di tingkat pedesaan.
Pertanyaan selanjutnya adalah sejauh mana lumbung-lumbung tersebut siap dan
mampu menyerap marketable surplus yang begitu besar pada saat panen raya.
Untuk mengembangkannya menjadi lembaga ekonomi yang mampu
memperkuat daya tawar petani, akan dikembangkan suatu model pemberdayaan
kelembagaan pengelolaan LPMD dengan pendekatan partisipatif. Sebagai langkah
persiapan telah dilakukan proses identifikasi kondisi LPMD di dua propinsi, yaitu
Jawa Barat (kabupaten Tasikmalaya, Cirebon, dan Cianjur) dan Jawa Tengah
4.1.1. Tugas
Sesuai dengan Keppres No. 103 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan
Tugas dan Fungsi LPND, Pasal 40: BULOG mempunyai tugas melaksanakan
tugas pemerintahan di bidang manajemen logistik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
4.1.2. Fungsi
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,
Bulog menyelenggarakan
fungsi :
1.
Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang manajemen
logistik, pengadaan, pengelolaan persediaan, dan distribusi beras, serta
pengendalian harga beras;
2.
Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BULOG;
3.
Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang
manajemen logistik pengadaan, pengelolaan persediaan, dan distribusi
beras serta pengendalian harga beras;
4.
Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlen