KAJIAN PROFIL DISOLUSI KURKUMIN DALAM KAPSUL KUNYIT
(Curcuma longa L.) YANG BEREDAR DI PASARAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh : Richardus Yudistira
NIM : 138114121
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
HALAMAN JUDUL
KAJIAN PROFIL DISOLUSI KURKUMIN DALAM KAPSUL KUNYIT
(Curcuma longa L.) YANG BEREDAR DI PASARAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh : Richardus Yudistira
NIM : 138114121
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Life is about waiting for right moment to act. Relax.
You are not too early, also not too late.
You are in your
own time zone!”
-Anonim-
“Kobarkan apimu, sukseskan tugasmu,
REVOLUSI PENEBUSAN”
-Mars Van Lith-
“To BE BEAUTIFUL means to BE YOURSELF.
You don’t need to be accepted by others.
You need to ACCEPT YOURSELF”
-Bindi Irwin-
Karya ini kupersembahkan untuk Allah,
untuk negaraku, Indonesia
vii PRAKATA
Pertama-tama, penulis menghaturkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan kasih, cinta, rahmat, dan berkat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “KAJIAN PROFIL DISOLUSI KURKUMIN DALAM KAPSUL KUNYIT (Curcuma longa L.) YANG
BEREDAR DI PASARAN” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada :
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
2. Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., sebagai dosen pembimbing utama atas perhatian dan waktu yang diluangkan untuk berbagi ilmu, masukan, bimbingan, nasihat, motivasi, serta pembiayaan riset Kajian Profil Disolusi Kurkumin dalam Kapsul Kunyit (Curcuma longa L.) yang Beredar di Pasaran.
3. Ibu Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt., sebagai dosen penguji skripsi yang memberikan sumbangan pemikiran, saran, dan koreksi yang membangun untuk penelitian ini.
4. Ibu Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt., sebagai dosen penguji skripsi yang memberikan sumbangan pemikiran, saran, dan koreksi yang membangun untuk penelitian ini
5. Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt., sebagai dosen pembimbing akademik penulis atas pendampingan, dukungan, serta motivasi selama berproses di fakultas.
6. Bapak Musrifin, Mas Bima Windura, Bapak Parlan, Bapak Wagiran, dan Mas Yusuf, sebagai laboran atas bantuan dan pengarahan yang diberikan selama berproses di laboratorium selama penelitian berlangsung.
7. Papa, Mama, Anne, Alda, dan Nadine yang tidak kenal lelah memberikan motivasi, suntikan semangat, serta menjadi harapan dan tempat untuk berbagi cerita bagi penulis, serta keluarga mbah Thomas dan mendiang mbah Hadi.
viii
9. Bapak Ipang, Bapak Jusuf Samodra, dan Ibu Esti Wahyuni yang menjadi orang tua kedua atas inspirasi, arahan, serta nasihat bagi penulis selama menyelesaikan studi.
10.Sahabat-sahabat penulis: Dio, Fendy, Shita yang setia menjadi teman sukses bersama. Untuk teman-teman FSM C 2013, FST 2013, mancing mania ,dan freaks yang mengisi hari-hari saya selama di bangku kuliah. Juga untuk Ko Hendy, Ci Adis, Ci Kath, Mas Putra, Mas Yos, yang menginspirasi penulis untuk berkarya selama ini.
11.Serta semua pihak yang membantu penulis selama ini.
Penulis sadar bahwa masih ada beberapa hal yang kurang dari skripsi ini, sehingga penulis memohon maaf atas kesalahan dan kekeliruan yang ada. Penulis menyambut dengan baik kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk berkarya lebih baik di kemudian hari. Akhir kata, semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih manfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 1 Juni 2017
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
ABSTRAK ... xiv
ABSTRACT ... xv
PENDAHULUAN ... 01
METODE PENELITIAN ... 02
Bahan Penelitian ... 02
Alat Penelitian ... 02
Pemilihan Sampel ... 03
Verifikasi Metode Analisis ... 03
Penentuan Kadar Kurkumin dalam Sampel ... 04
Uji Keseragaman Sediaan ... 04
Uji Disolusi ... 04
Pengukuran Kadar Kurkumin Terdisolusi ... 05
Interpretasi Hasil Disolusi ... 05
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 05
Verifikasi Metode ... 06
Uji Penentuan Kadar Kurkumin dalam Sampel ... 08
x
Uji Disolusi ... 10
KESIMPULAN ... 14
SARAN ... 14
DAFTAR PUSTAKA ... 15
LAMPIRAN ... 17
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Grafik kurva baku kurkumin dalam medium disolusi (a); dan
dalam metanol (b) ... 07
Gambar 2. Grafik presentase kurkumin terdisolusi terhadap waktu ... 11
Gambar 3. Grafik rata-rata nilai DE120 pada tiap sampel ... 12
Gambar 4. Grafik rata-rata waktu hancur pada tiap sampel... 12
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data verifikasi metode ... 17
Lampiran 2. Data uji penentuan kadar kurkumin dalam sampel ... 30
Lampiran 3. Data uji keseragaman kandungan tiap sampel ... 32
Lampiran 4. Data hasil uji waktu hancur ... 33
Lampiran 5. Data hasil uji disolusi ... 35
Lampiran 6. Data interpretasi hasil disolusi ... 37
Lampiran 7. Uji Statistik DE120 ketiga sampel ... 39
xiv
KAJIAN PROFIL DISOLUSI KURKUMIN DALAM KAPSUL KUNYIT (Curcuma longa L.) YANG BEREDAR DI PASARAN
Richardus Yudistira
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Indonesia
ABSTRAK
Kurkumin merupakan senyawa polifenol lipofilik yang memiliki banyak aktifitas farmakologis namun termasuk dalam Biopharmaceutical Classification System
(BCS) kelas II, sehingga laju disolusi obat menjadi rate limiting step dari bioavailabilitasnya. Di pasaran, telah bermunculan beragam produk kapsul ekstrak kunyit
(Curcuma longa L.) dengan menjadikan kurkumin sebagai komponen andalan. Walaupun
demikian, profil disolusi kurkumin dari produk tersebut belum pernah dikaji secara mendalam. Tujuan dari penelitian ini ialah memberikan kajian profil disolusi kurkumin dari produk kapsul ekstrak kunyit yang beredar di pasaran, khususnya di Indonesia sebagai upaya evaluatif dan konstruktif bagi obat tradisional Indonesia.
Sampel yang digunakan ialah produk kapsul kunyit yang telah teregistrasi di badan POM. Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat uji disolusi tipe dayung (USP Apparatus II) dalam kurun waktu hingga 120 menit, kemudian kadar kurkumin terdisolusi diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Profil disolusi diamati dengan melihat nilai kurkumin terdisolusi (Q) serta efisiensi disolusi (DE).
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan antara semua produk dari segi kandungan kurkumin, waktu hancur, serta disolusi efisiensi (p value < 0,05). Perbedaan tersebut memberikan dampak yang besar, terutama terhadap laju disolusi. Interpretasi nilai Q menunjukkan bahwa produk yang telah beredar belum mampu mengikuti kompendial dalam hal uji disolusi. Hal ini menunjukkan urgensi atas suatu standarisasi sehingga profil disolusi kurkumin dari produk tersebut akan semakin membaik, serta variasi antar produk dapat ditekan seminimal mungkin.
xv ABSTRACT
Curcumin is a leading polyphenolic compound that has numerous pharmacological activities. Unfortunately, it is also classified as the member of Biopharmaceutical Classification System (BCS) class II, which its bioavailability is limited by its dissolution rate. Several turmeric capsule brands are widely accessible to public. However, there is no review on dissolution profile provided for those products. The aim of this study is to collect the dissolution profile data from the products, as the way to perceive the quality.
Badan POM- registered products were used as the sample. Dissolution test was employed using USP dissolution apparatus type II, afterwards the curcumin content was measured by UV-Visible Spectrophotometer. The dissolution profiles were denoted as dissolved curcumin (Q) and dissolution efficiency (DE).
The result showed significant differences of drug load, disintegration time, and dissolution efficiency among the products (p value < 0,05) and these all affected the dissolution rate. Q value interpreted a message that tested products are still unable to fulfill the compendials requirements on dissolution test. These findings are enough to provide evidence about urgencies of standardisation to maintain the dissolution profile of curcumin, also minimizing the variances.
1
PENDAHULUAN
Kunyit (Curcuma longa L.) adalah tanaman herba rhizoma dari keluarga
Zingiberaceae, yang banyak tumbuh di wilayah Asia, termasuk Indonesia.
Tanaman ini secara luas dimanfaatkan sebagai bumbu masakan, pewarna alami, jamu dan obat (Agoes, 2010). Salah satu kandungan aktif dari tanaman kunyit ialah kurkuminoid, yang terdiri atas kurkumin (77%), demetoksikurkumin (17%), dan bisdemetoksikurkumin (6%). Dari ketiga senyawa tersebut, kurkumin merupakan komponen utama serta memiliki aktifitas paling tinggi (Anand et al.,
2007). Kurkumin adalah senyawa polifenol lipofilik yang memiliki berbagai macam aktivitas farmakologis sebagai antiproliferatif, agen kemopreventif, agen anti-inflamasi, agen antirematik, agen terapetik dalam penyembuhan luka, dan lainnya sehingga kurkumin dijuluki sebagai curecumin (Goel et al., 2008).
Kurkumin memiliki permeabilitas yang tinggi, ditunjukkan dengan nilai log P antara 2,56 hingga 3,29 (Grynkiewicz and Ślifirski, 2012), namun kelarutannya dalam air rendah yaitu 1,34 ± 0,02 mg.L-1 (Carvalho et al. 2015) sehingga diklasifikasikan dalam Biopharmaceutical Classification System (BCS) kelas II. Bagi zat aktif yang tergolong dalam BCS kelas II, laju disolusi obat merupakan rate limiting step dari bioavailibilitasnya (Food and Drug Administration, 2015).
2
Di pasaran, telah beredar beragam produk ekstrak kunyit, salah satunya dalam bentuk kapsul yang telah memiliki nomor registrasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Dibandingkan dengan tablet, kapsul memiliki keunggulan dari segi kenyamanan pasien dalam menutupi rasa, efisiensi penggunaan eksipien maupun sebagai alternatif bentuk sediaan untuk bahan yang memiliki kompresibilitas yang buruk (Galloway, 2012).
Perbedaan formulasi kapsul kunyit dapat menyebabkan perbedaan kualitas antar produk dalam hal pelepasan kurkumin di dalam tubuh. Maka, pemastian kualitas kapsul kunyit yang beredar di pasaran yang sampai ke tangan konsumen dalam hal profil pelepasan obat dalam tubuh yang tercermin dari profil disolusi merupakan suatu hal penting. Hingga saat ini, kajian profil disolusi produk kapsul ekstrak kunyit belum tersedia. Padahal dengan adanya kajian profil disolusi akan memberikan gambaran kualitas dari produk yang saat ini telah ada di pasaran khususnya dari segi pelepasan obat dalam cairan tubuh, serta membantu pemerintah dalam melakukan standarisasi obat tradisional. Maka dari itu, penelitian ini digunakan untuk mengetahui disolusi kurkumin dari produk kapsul ekstrak kunyit yang beredar di pasaran dan memberikan suatu kajian profil disolusi dari produk tersebut.
METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian
Baku pembanding kerja kurkumin (diisolasi oleh Dr.rer.nat. Yosi Bayu Murti, M.Si., Apt.), Produk kapsul ekstrak kunyit yang telah memiliki nomor registrasi Badan POM (identitas produk disembunyikan dan diberi kode), metanol
pro analisis (Merck), akuades, sodium lauryl sulphate (SLS) (Merck) dan dapar fosfat (Merck).
Alat Penelitian
3
pH 3310 Set 2), mikropipet (Socorex), alat sentrifugasi (Gemmy Industrial Corp. PLC-05), tabung sentrifugasi, dan spektrofotometer Vis (Shimadzu UV-1800).
Pemilihan Sampel
Sampel yang digunakan ialah produk kapsul ekstrak kunyit yang telah beredar di pasaran sejumlah 3 produk (diperoleh dari toko obat dan melalui pembelian secara online). Sampel yang menjadi kelompok inklusi ialah sampel yang memiliki nomor registrasi Badan POM dan masih dalam nomor batch yang sama. Sampel kemudian diberi kode huruf.
Verifikasi Metode Analisis
Dalam penelitian ini, validasi parsial dilakukan berdasarkan parameter yang sesuai untuk melakukan verifikasi metode analisis yang digunakan. Kurva baku yang digunakan ada 2 jenis, yaitu kurva baku kurkumin dalam metanol, serta kurva baku kurkumin dalam medium disolusi.
1. Pembuatan kurva baku kurkumin dalam metanol dan penetapan
parameter linearitas
Sebanyak 6 seri konsentrasi kurkumin dalam rentang konsentrasi 0,532-5,318 µg/ml digunakan dalam pembuatan kurva baku. Kemudian dilakukan pengukuran serapan pada panjang gelombang 425 nm dengan replikasi sebanyak 3 kali. Nilai serapan terhadap konsentrasi kurkumin dihitung dengan menggunakan regresi linear dan menghasilkan kurva baku. Linearitas kurva ditetapkan dengan analisis regresi least square linear dari kurva baku.
2. Pembuatan kurva baku kurkumin dalam medium disolusi serta
penetapan parameter validasi
4
diukur pada panjang gelombang 431 nm dengan replikasi sebanyak 3 kali. Nilai serapan yang diperoleh dihitung dengan menggunakan regresi linear, yang akan menghasilkan persamaan kurva baku kurkumin. Nilai linearitas akan diperoleh dari analisis regresi least square linear kurva baku.
Parameter akurasi dan presisi diperoleh dengan metode spiked placebo
dengan 3 seri konsentrasi yang berbeda (0,538; 3,229; dan 5,382 µg/ml), dan diukur pada panjang gelombang 431 nm. Kemudian dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. Nilai serapan kemudian dimasukkan dalam persamaan kurva baku untuk mendapatkan kadar kurkumin. Parameter akurasi tercermin dari nilai persen perolehan kembali, sedangkan parameter presisi didapatkan dengan menghitung koefisien variasi.
Penentuan Kadar Kurkumin dalam Sampel
Penentuan kadar kurkumin dalam sampel dilakukan melalui uji drug load
pada 6 unit sediaan. Untuk masing-masing kapsul, 25 mg isi sampel dilarutkan dalam metanol sebanyak 25 ml. Kemudian dilihat absorbansinya pada panjang gelombang 425 nm. Nilai absorbansi kemudian dimasukkan dalam dengan persamaan regresi linear kurva baku dalam pelarut metanol untuk mendapatkan kadar kurkumin.
Uji Keseragaman Sediaan
Uji keragaman bobot dilakukan menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2013) dengan menimbang isi dari 10 unit sediaan satu per satu, kemudian dilanjutkan dengan uji keseragaman kandungan dengan melarutkan masing-masing 25 mg isi kapsul ke dalam 25 ml metanol, kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 425 nm dan dihitung dengan persamaan regresi linear kurva baku kurkumin dalam pelarut metanol.
Uji Disolusi
5
ialah larutan penyangga fosfat pH 6,0 dengan penambahan 0,5% SLS. Sebanyak 900 ml medium disolusi dimasukkan ke dalam bejana, kemudian dilakukan pengkondisian suhu hingga mencapai suhu 37±0,5oC. Sampel kapsul yang telah dipasang pemberat kemudian dimasukkan ke dalam medium disolusi dan uji dilakukan dengan kecepatan putar dayung pada 75 rpm. Sebanyak 5 ml sampel diambil di titik yang sama pada menit ke 15, 30, 45, 60, 90, dan 120, disertai dengan penggantian medium disolusi baru dengan suhu yang sama sebanyak 5 ml. Pengujian disolusi dilakukan terhadap 6 unit sediaan untuk masing-masing produk sampel.
Pengukuran Kadar Kurkumin Terdisolusi
Larutan sampel kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 5 menit untuk meminimalisasi gangguan pengukuran absorbansi oleh endapan. Larutan kemudian diukur dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 431 nm. Nilai absorbansi yang didapat kemudian dimasukkan dalam persamaan regresi linier kurva baku kurkumin dalam medium disolusi sehingga didapatkan kadar kurkumin dalam sampel.
Interpretasi Hasil Disolusi
Interpretasi hasil disolusi dilihat dari persentase kurkumin terdisolusi (Q). Oleh karena belum tercantumnya kurkumin dalam monografi, maka kriteria penerimaan ditetapkan sesuai dengan yang tercantum pada Farmakope Indonesia Edisi V dengan nilai Q yang ditetapkan ialah 75% pada menit ke 60 (Q60 = 75%). Selain itu, dilakukan penghitungan nilai efisiensi disolusi (DE). Uji statistik dilakukan dengan menggunakan program Real Statistic Ms. Excel pada taraf kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
ini, dimana ketiga produk tersebut telah memiliki nomor registrasi Badan POM. Ketiga produk tersebut kemudian diberi penandaan sebagai sampel A, sampel B, dan sampel C. Sampel B mencantumkan komposisi 100 mg kurkumin tiap 500 mg ekstrak kunyit, atau dengan kata lain memiliki drug load sekitar 20 persen. Sementara pada sampel A dan sampel C, kandungan kurkumin tidak dicantumkan pada label.
Verifikasi Metode
Penelitian ini berdasarkan pada metode analisis kurkumin menggunakan spektrofotometri UV-Vis yang dikembangkan dan divalidasi oleh Sharma et al
(2012).
1. Optimasi panjang gelombang maksimum
Optimasi panjang gelombang maksimum bertujuan untuk menentukan panjang gelombang yang menghasilkan nilai absorbansi yang maksimum. Dilakukan pengujian panjang gelombang maksimum pada dua pelarut yang berbeda, yaitu metanol dan medium disolusi. Penetapan dilakukan pada tiga tingkat konsentrasi. Dalam pengujian optimasi panjang gelombang, didapati bahwa panjang gelombang maksimun untuk pengukuran analit dalam pelarut metanol maupun medium disolusi menunjukkan perbedaan, yaitu 425 nm dan 431 nm secara berurutan. Adanya perbedaan panjang gelombang maksimum untuk kurkumin pada kedua pelarut berdampak pada persamaan regresi linear dalam pelarutnya. Hal ini terlihat pada slope yang dihasilkan yang menunjukkan perbedaan yang signifikan (p value<0,05) ketika diuji secara statistik.
2. Penetapan parameter linearitas
7
medium disolusi ) digunakan dalam pembuatan kurva baku. Persamaan regresi linear menghasilkan nilai r >0,998 untuk kurva baku kurkumin dalam metanol maupun medium disolusi (gambar 1). Nilai tersebut memenuhi persyaratan dari AOAC (2016) yang menyatakan nilai r yang ideal ialah >0,99.
(a)
(b)
Gambar 1. Grafik kurva baku kurkumin dalam medium disolusi (a);
dan dalam metanol (b)
3. Penetapan parameter akurasi dan presisi
y = 0.1307x + 0.0015
Kurva Baku Kurkumin dalam Medium Disolusi
y = 0.1591x - 0.006
8
Akurasi merupakan ukuran ketelitian suatu metode analisis atau kedekatan antara nilai yang didapat dengan nilai sebenarnya, yang biasanya diukur sebagai perolehan kembali analit dari metode spiking. Sedangkan presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis, biasanya ditunjukkan sebagai simpangan baku relatif dari sampel. (Gandjar and Rohman, 2012). Baik akurasi maupun presisi memiliki tolak ukur pengukuran setidaknya 9 kali penetapan kadar dengan 3 tingkat konsentrasi (ICH, 1996).
Hasil perhitungan yang tertera pada tabel I menunjukkan bahwa nilai perolehan kembali berkisar antara 98,84 % hingga 108,26 %. Nilai perolehan kembali ini masuk dalam rentang yang dipersyaratkan oleh Association of
Official Analytical Chemist (AOAC) yaitu sebesar 80-110%. Dengan demikian,
metode yang dilakukan sudah akurat. Tingkat presisi dilihat dari nilai koefisien variansi (CV). Nilai CV yang didapatkan untuk ketiga tingkatan konsentrasi ialah sebesar 0,83 % hingga 2,42 %. Nilai ini memenuhi persyaratan yang ditetapkan sebesar 11% (AOAC, 2016). Dari hasil perhitungan parameter linearitas, akurasi, dan presisi, metode yang dilakukan sudah valid sehingga dapat digunakan dalam penelitian ini.
Tabel I. Perhitungan Parameter Akurasi dan Presisi (n=3)
9
Uji Penentuan Kadar Kurkumin dalam Sampel
Uji penentuan kadar kurkumin dalam sampel (uji drug load) bertujuan untuk mengetahui kandungan kurkumin sebenarnya dari sampel produk. Dari ketiga sampel, sampel B telah mencantumkan kandungan kurkumin pada setiap kapsulnya, yaitu 20 persen (100 mg kurkumin tiap 500 mg). Sementara sampel A dan C belum mencantumkan kandungan kurkomin pada tiap kapsul. Hasil uji kadar kurkumin yang telah dilakukan tercantum pada tabel II.
Tabel II. Hasil Uji Drug Load pada Sampel Uji(x±SD)
Uji n Sampel A
Hasil menunjukkan bahwa rata-rata kadar kurkumin pada sampel A,B,C secara berurutan ialah 2,72 persen; 12,83 persen; dan 3,16 persen, dengan nilai simpangan baku kurang dari 2 persen. Kandungan kurkumin sampel B yang diperoleh sekitar 7 persen lebih kecil dari yang tercantum pada label. Perbedaan antara klaim pada label dengan saat pengujian menunjukkan adanya kehilangan kurkumin selama proses produksi hingga distribusi kepada konsumen, maupun kandungan kurkumin yang bervariasi pada ekstrak kunyit.
Uji Keseragaman Sediaan
10
Dari ketiga sampel, hanya sampel B saja yang dapat dihitung nilai penerimaannya oleh karena mencantumkan kandungan kurkumin pada etiket. Nilai Penerimaan dihitung sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada Farmakope Indonesia Edisi V (2013). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai penerimaan sampel B ialah 33,884. Nilai tersebut melebihi ketentuan maksimum nilai penerimaan pada tahap pertama (NP=15).
Uji Disolusi
Tujuan dari uji disolusi ialah untuk mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dalam medium pada rentang waktu tertentu. Uji disolusi paska produksi mampu memberikan jaminan absorbsi obat, terutama untuk obat dalam kategori BCS kelas II secara in vivo (Fudholi, 2013). Dalam penelitian ini, uji dilakukan pada ketiga produk dengan menggunakan alat uji disolusi tipe dayung (USP apparatus II). Medium yang digunakan ialah larutan penyangga fosfat pH 6,0 dengan penambahan 0,5% SLS. Wang et al. (1997) melakukan studi terkait pengaruh nilai derajat keasaman (pH) terhadap stabilitas kurkumin, dan didapati bahwa kurkumin stabil dalam kondisi pH 6,0. Pemilihan medium didasarkan pada stabilitas dan kelarutan kurkumin. Untuk obat dengan kelarutan dalam air yang rendah, penambahan surfaktan diperkenankan untuk meningkatkan kelarutannya (British Pharmacopoeia Commission Office, 2011).
Uji disolusi dilakukan hingga menit ke 120, disertai dengan pengambilan cuplikan pada waktu yang telah ditentukan. Gambar 2 menunjukkan bahwa sampel C memiliki profil disolusi yang paling baik, kemudian diikuti dengan sampel A dan sampel B. Dengan nilai Q60 yang dipersyaratkan sebesar 75%, semua sampel belum lulus uji disolusi tahap S1 sesuai persyaratan pada Farmakope Indonesia edisi V.
11
menggambarkan hasil yang identik dengan penggambaran data secara in vivo. Jika ingin membandingkan hasil disolusi antar sampel, maka digunakan nilai DE pada waktu yang sama (Fudholi, 2013). Pada penelitian ini, digunakan nilai DE pada menit ke 120 (DE120). Perhitungan nilai DE120 dapat dilihat pada gambar 3. Kemudian uji statistik dilakukan untuk mengetahui signifikansi perbedaan nilai DE dari ketiga sampel. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan (p value < 0,05).
Nilai Q60 yang belum memenuhi ketentuan kompendial serta perbedaan nilai DE120 yang signifikan dari ketiga sampel diduga erat kaitannya dengan waktu hancur dari kapsul. Uji waktu hancur lalu dilakukan pada 6 unit sediaan dalam medium disolusi. Hasil uji waktu hancur pada masing-masing sampel, seperti yang tertera pada gambar 4 menunjukkan perbedaan yang signifikan melalui uji Kruskall-Wallis (p value < 0,05). Ada pola urutan yang sama antara sampel yang paling cepat hancur dalam medium dengan sampel dengan nilai DE120 yang paling besar. Perbedaan waktu hancur turut memberikan variasi yang besar dari pengujian disolusi. Perbedaan ini diduga disebabkan karena perbedaan tipe cangkang kapsul yang digunakan. Pengujian waktu hancur pada kapsul kosong yang digunakan untuk ketiga sampel sediaan juga dilakukan pada 6 cangkang kapsul untuk memastikan variasi nilai Q60 serta DE120. Hasil pengujian menunjukkan variasi waktu hancur yang besar seperti pada gambar 5, yang berkorelasi linear dengan waktu hancur sediaan.
-20.00
Kurva rata-rata persen terdisolusi/Q (%) vs waktu (menit)
12
Gambar 2. Grafik persentase kurkumin terdisolusi sampel terhadap waktu (n=6)
Gambar 3. Grafik rata-rata nilai DE120 pada tiap sampel (n=6)
Gambar 4. Grafik rata-rata waktu hancur pada tiap sampel (n=6)
55.44
Grafik Rata-Rata Nilai DE120 pada Tiap Sampel
7.4
13
Gambar 5. Grafik rata-rata waktu hancur pada kapsul kosong (n=6)
El-Malah et al (2007) dalam penelitiannya membandingkan dua tipe cangkang kapsul keras yang saat ini paling sering digunakan, yaitu kapsul gelatin dan kapsul HPMC dan menemukan bahwa dalam dapar fosfat kapsul HPMC memiliki waktu hancur yang lebih lama dibandingkan dengan kapsul gelatin. Hal ini dikarenakan terjadinya peristiwa salting out dari polimer HPMC oleh ion anorganik dalam medium, salah satunya ialah ion fosfat.
Selain karena adanya perbedaan waktu hancur, perbedaan nilai DE120 dapat disebabkan adanya perbedaan drug load dari ketiga sampel uji. Dalam penelitian ini, hasil uji drug load hampir serupa dengan DE120. Dalam penelitian, sampel A yang merupakan sampel dengan drug load terkecil, justru mempunyai nilai DE120 yang lebih kecil daripada sampel C. Dalam pengujian statistik dengan uji Kruskall-Wallis, nilai drug load antara sampel A dan sampel C tidak berbeda signifikan (p value >0,05). Semakin kecil nilai drug load menunjukkan bahwa semakin banyak drug carrier yang melingkupi partikel obat. Dengan drug carrier
0.0
14
hidrofilik yang dominan, akan muncul efek pelarutan pada lapisan difusi dan mendorong terjadinya pembasahan partikel obat yang lebih kuat sehingga akan turut meningkatkan laju disolusi (Chiou and Riegelman, 1971). Penelitian Srinarong et al. (2010) mendukung hal tersebut dimana terjadi tren penurunan kecepatan disolusi seiring peningkatan drug load dari obat yang termasuk dalam golongan BCS kelas II. Faktor lain yang berpengaruh terhadap disolusi bisa berasal dari kondisi penyimpanan sediaan selama di pasaran, yang menjadi variabel tidak terkendali dalam penelitian ini.
Tidak dicantumkannya drug carrier yang digunakan dalam formulasi pada ketiga sampel merupakan kelemahan tersendiri untuk memastikan terjadinya perbedaan lebih lanjut akibat zat pembawa. Melihat bahwa variasi profil disolusi dari kapsul ekstrak kunyit yang beredar di pasaran sangatlah besar, maka menjadi suatu keharusan bagi industri obat tradisional terkait untuk melakukan standarisasi dari bahan baku sampai sediaan untuk menjamin kualitas produk, serta bagi pemerintah untuk membuat monograf tentang kurkumin dan kapsul ekstrak kunyit sebagai dukungan untuk memajukan obat tradisional Indonesia.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan profil disolusi kurkumin serta waktu hancur yang signifikan dari produk kapsul ekstrak kunyit yang beredar di pasaran (p value
<0,05). Interpretasi dengan nilai Q memperlihatkan bahwa beberapa produk masih belum mampu mengikuti ketentuan dalam Farmakope Indonesia edisi V. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas produk tersebut masih membutuhkan banyak perbaikan agar sesuai dengan aturan pada kompendial. Penelitian ini menunjukkan adanya suatu urgensi dilakukannya standarisasi produk kapsul ekstrak kunyit yang beredar di pasaran maupun pembuatan monograf tentang kurkumin dan kapsul ekstrak kunyit di Indonesia.
15
Untuk penelitian selanjutnya, pengkajian kualitas terhadap produk kapsul ekstrak kunyit lainnya yang beredar di pasaran akan memberikan gambaran lebih luas tentang kualitas produk kapsul ekstrak kunyit di Indonesia. Selain itu, dapat dilakukan pengkajian terhadap bentuk sediaan lain seperti tablet dan sirup ekstrak kunyit.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, A., 2010. Tanaman Obat Indonesia Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
Anand, P., Kunnumakkara, A.B., Newman, R.A., and Aggarwal, B.B., 2007. Bioavailability of Curcumin: Problems and Promises. Molecular Pharmaceutics, 4 (6), 807–818.
AOAC, 2016. AOAC – Guidelines for Standard Method Performance Requirement.
Journal of AOAC International and Official Method of Analysis, 9.
British Pharmacopoeia Commission Office, 2011. British Pharmacopoeia 2011
Volume V. London: The Stationery Office.
Carvalho, D.D.M., Takeuchi, K.P., Geraldine, R.M., Moura, C.J. De, and Torres, M.C.L., 2015. Production, Solubility and Antioxidant Activity of Curcumin Nanosuspension. Food Science and Technology, 35 (1), 115–119.
Chiou, W.L., and Riegelman, S.,1971. Pharmaceutical Applications of Solid Dispersion Systems. Journal of Pharmaceutical Sciences, 60 (9), 1281-1301. El-Malah, Y., Nazzal, S., and Bottom, C.B., 2007. Hard Gelatin and Hypromellose
(HPMC) Capsules: Estimation of Rupture Time by Real-Time Dissolution Spectroscopy. Drug Development and Industrial Pharmacy, 33, 27-34.
Food and Drug Administration, 2015. Waiver of In Vivo Bioavailability and Bioequivalence Studies for Immediate-Release Solid Oral Dosage Forms Based
on a Biopharmaceutics Classification System Guidance for Industry.
Fudholi, A., 2013. Disolusi & Pelepasan Obat in vitro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,4-5,31,41-81,137-143.
Galloway, M., 2012. Capsule Consideration. Pacific Nutritional (Online),
16
Gandjar, I.G. and Rohman, A., 2012. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 465-476.
Goel, A., Kunnumakkara, A.B., and Aggarwal, B.B., 2008. Curcumin as „“ Curecumin ”‟: From kitchen to clinic. Biochemical Pharmacology, 75, 787–809.
Grynkiewicz, G. and Ślifirski, P., 2012. Curcumin and Curcuminoids in Quest for Medicinal Status. ACTA ABP Biochimica Polonica, 59 (2), 201–2012.
Kementerian Kesehatan RI, 2013. Farmakope Indonesia Edisi V 2013. V. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Meher, P.S., Neeraj, S., and Neeraj, J., 2012. Dissolution Specifications, Dissolution Profiling and Dissolution Profiles Comparison Methods. International journal of
Research Technology, 2 (4S), 297–305.
ICH, 1996. ICH Q2 (R1) – Validation of Analytical Procedures. International
Conference on Harmonisation.
Sharma, K., Agrawal, S.S., and Monica, G., 2012. Development and Validation of UV Spectrophotometric Method for the Estimation of Curcumin in Bulk Drug and Pharmaceutical Dosage Form. International Journal of Drug Development and Research., 4 (2), 375-380.
Srinarong, P., Kouwen, S., Visser, M.R., Hinrichs, W.L.J., and Frijlink, H.W., 2010. Effect of Drug-carrier Interaction on the Dissolution Behaviour of Solid Dispersion Tablets. Pharmaceutical Development and Technology., 15 (5), 460-468
Wang, Y.J., et al., 1997. Stability of Curcumin in Buffer Solutions and Characterization its degradation products. Journal of Pharmaceutical and
17 LAMPIRAN
Lampiran 1. Data perhitungan parameter linearitas, akurasi, dan presisi
18
Gambar 1. Grafik overlay spektrum tiga konsentrasi baku kurkumin dalam
19
Gambar 2. Grafik spektrum absorbansi maksimum baku kurkumin pada
20
Gambar 3. Grafik spektrum absorbansi maksimum baku kurkumin pada
konsentrasi 3,2292 ppm dalam medium disolusi
Gambar 4. Grafik spektrum absorbansi maksimum baku kurkumin pada
21
22
Gambar 6. Grafik spektrum absorbansi maksimum baku kurkumin pada
23
Gambar 7. Grafik spektrum absorbansi maksimum baku kurkumin pada
24
Gambar 8. Grafik spektrum absorbansi maksimum baku kurkumin pada
25 2. Data perhitungan parameter linearitas
Gambar 1. Kurva baku kurkumin dalam metanol
Gambar 2. Hasil pengolahan data linearitas kurva baku kurkumin dalam metanol y = 0.1591x - 0.006
R² = 0.9973
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
0 2 4 6
A
bsorbansi
Konsentrasi (µg/mL)
26
Gambar 3. Kurva baku kurkumin dalam medium disolusi
Gambar 4. Hasil pengolahan data linearitas kurva baku kurkumin
dalam medium disolusi
Rumus uji statistik perbandingan signifikansi perbedaan slope
27
Gambar 5. Hasil uji statistik perbandingan signifikansi perbedaan slope pada kurva
28 3. Data perhitungan parameter akurasi
Parameter akurasi diperoleh dengan menghitung nilai perolehan kembali (%
recovery)
Tabel I. Hasil perhitungan parameter akurasi
29 4. Data perhitungan parameter presisi
Parameter presisi dihitung dengan koefisien variasi (CV)
Tabel II. Hasil perhitungan parameter presisi
30
Lampiran 2. Data uji penentuan kadar kurkumin dalam sampel
Tabel I. Hasil perhitungan uji penentuan kadar kurkumin dalam sampel
Sampel
(n=6) Sampel A Sampel B Sampel C
2,52 11,66 3,08
2,67 11,03 3,07
2,60 11,74 3,16
3,44 14,30 3,27
2,70 14,55 3,19
2,38 13,70 3,16
x±SD (%) 2,72±0,37 12,83±1,53 3,16±0,07
31
32
Lampiran 3. Data uji keseragaman kandungan tiap sampel Tabel I. Hasil uji keseragaman kandungan ketiga sampel
Sampel
Perhitungan Nilai Penerimaan Sampel B
x = 13,72% >> 68,6% dari kadar pada etiket >> X = 68,6 % | | Keterangan :
M = Nilai rujukan, jika X < 98,5%, maka M=98,5% k = Konstanta penerimaan, jika n=10 maka k=2,4 s = Simpangan baku/SD
| |
Nilai maksimum yang diperkenankan ialah 15,0 sehingga sampel B tidak
33 Lampiran 4. Data hasil uji waktu hancur
Tabel I. Hasil uji waktu hancur ketiga sampel
Sampel
(n=6)
Sampel A
(menit)
Sampel B
(menit)
Sampel C
(menit)
4,7 7,3 2,4
6,1 8,8 2,6
6,5 9,2 3,1
6,6 16,2 3,1
8,4 18,5 3,5
12,0 19,2 3,7
x±SD (menit) 7,4±2,6 13,2±5,4 3,1±0,5
34
35 Lampiran 5. Data hasil uji disolusi
Tabel I. Contoh hasil penimbangan isi kapsul sampel C
berat
Tabel II. Contoh hasil perhitungan nilai Q data uji disolusi sampel C
36
Gambar 1. Grafik hubungan antara jumlah kurkumin terdisolusi dengan waktu 0.00
20.00 40.00 60.00 80.00 100.00
0 20 40 60 80 100 120
% T
er
d
is
o
lu
si
waktu (menit)
Kurva rata-rata % terdisolusi vs waktu (menit)
37 Lampiran 6. Data interpretasi hasil disolusi
Tabel I. Tabel penerimaan hasil disolusi dengan nilai Q
menurut Farmakope Indonesia yang lebih kecil dari Q -15%
S3 12 Rata-rata dari 24 unit (S1 + S2 + S3) ≥ Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q-15%, dan tidak satu unitpun yang lebih kecil dari Q-25%
Tabel II. Data persentase kurkumin terdisolusi pada menit ke 60
38 Perhitungan AUC (Area Under Curve) didapatkan dengan metode trapezoid. Perhitungan nilai disolusi efisiensi menggunakan rumus sebagai berikut :
(
)
DEt = Disolusi Efisiensi pada saat t
ydt = Luas di bawah kurva zat aktif terlarut pada saat t
y100t = Luas segi empat 100% zat aktif terlarut dalam medium untuk waktu t (Fudholi, 2013) Tabel III. Contoh data perhitungan AUC dan DE sampel C
Menit Rep I Rep II Rep III AUC 1 AUC 2 AUC 3 DE 1 DE 2 DE 3 Rata2 DE SD
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
39
Gambar 1. Contoh uji statistik Shapiro Wilk DE120 pada sampel A, B, dan C
40
LAMPIRAN FOTO
Lampiran 8. Foto uji disolusi sampel produk kapsul ekstrak kunyit
Gambar 1. Sampel produk kapsul ekstrak kunyit yang digunakan
41
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul “Kajian Profil Disolusi Kurkumin dalam Kapsul Kunyit (Curcuma longa L.) yang beredar di pasaran” memiliki nama lengkap Richardus Yudistira yang akrab dipanggil Richard. Penulis lahir di Palembang, 9 September 1995 dan merupakan anak pertama dari 4 bersaudara dari pasangan Antonius Widi Nugroho dan Yuliana Giyatmi.
Pendidikan formal yang telah ditempuh yaitu : TK Xaverius 9 Palembang (2000-2001), SD Xaverius 9 Palembang (2001-2003), SD Xaverius 1 Palembang (2003-2007), SMP Xaverius 1 Palembang (2007-2010), SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan (2010-2013), sebelum melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Selama kuliah, penulis merupakan aktivis organisasi kemahasiswaan. Penulis pernah menjadi Koordinator Divisi Penelitian dan Pengembangan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (BEMF Farmasi USD) periode 2014/2015, kemudian dipercaya menjadi Student Exchange Officer (SEO) dari International
Pharmaceutical Students’ Federation (IPSF) untuk BEMF Farmasi USD pada periode
2015/2016, dan menjadi Wakil Gubernur bidang Eksternal BEMF Farmasi USD periode 2016. Dalam bidang penelitian, penulis dan tim berhasil memperoleh dana hibah DIKTI
dalam penelitian “Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Windu (Peneaus monodon) sebagai
Bahan Baku Pembuatan Gel Kitosan Gel Anti Luka” pada tahun 2015. Penulis juga sering
mendapatkan kesempatan menjadi delegasi di berbagai acara berskala regional, nasional, maupun internasional. Salah satunya ialah menjadi delegasi resmi dalam kegiatan Asia Pacific