• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PROFIL DISOLUSI KURKUMIN DALAM SISTEM DISPERSI PADAT EKSTRAK KUNYIT DENGAN VARIASI RASIO POLOXAMER 407 / MANITOL SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN PROFIL DISOLUSI KURKUMIN DALAM SISTEM DISPERSI PADAT EKSTRAK KUNYIT DENGAN VARIASI RASIO POLOXAMER 407 / MANITOL SKRIPSI"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN PROFIL DISOLUSI KURKUMIN DALAM SISTEM DISPERSI PADAT EKSTRAK KUNYIT DENGAN VARIASI RASIO

POLOXAMER 407 / MANITOL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Antonia Puji Widiastuti NIM : 148114117

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

HALAMAN JUDUL

PERBEDAAN PROFIL DISOLUSI KURKUMIN DALAM SISTEM DISPERSI PADAT EKSTRAK KUNYIT DENGAN VARIASI RASIO

POLOXAMER 407 / MANITOL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Antonia Puji Widiastuti NIM : 148114117

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada : Tuhan Yesus sumber kekuatan dan pengharapanku

Orang tua serta keluarga yang kukasihi Sahabat-sahabat

(6)
(7)

vi

(8)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Profil Disolusi Kurkumin dalam Sistem Dispersi Padat Ekstrak Kunyit dengan Variasi Rasio Poloxamer 407 / Manitol” guna memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Farmasi (S. Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi ini merupakan bagian dari penelitian Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. Yang berjudul “Pengaruh Pembawa terhadap Profil Disolusi Kurkumin dalam Dispersi Padat Ekstrak Kunyit dengan Berbagai Pembawa dan Kajian Stabilitas Kurkumin” berdasar SK No. Far/055/V/2018/ST/D.

Penulis menyadari bahwa dalam melaksanakan penelitian sampai penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Aris Widayati, M.Si., PhD., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing utama atas segala bimbingan, kritik, dan saran mulai dari penyusunan proposal, proses penelitian, hingga penyusunan naskah skripsi serta dukungan dalam bentuk penyediaan alat dan bahan dalam penelitian. 3. Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing utama

yang telah mengizinkan untuk mengikuti penelitian payung “Pengaruh Pembawa terhadap Profil Disolusi Kurkumin dalam Dispersi Padat Ekstrak Kunyit dengan Berbagai Pembawa dan Kajian Stabilitas Kurkumin”.

4. Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji atas segala bantuan, kritik dan saran selama proses penyusunan proposal dan naskah skripsi.

(9)

viii

5. Dr. Agatha Budi Susiana Lestari, Apt. selaku dosen penguji atas segala bantuan, kritik dan saran selama proses penyusunan proposal dan naskah skripsi.

6. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas semua bimbingan, pengajaran, serta ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan.

7. Mas Bima Widura, Bapak Wagiran, Bapak Musrifin, Mas Bimo Putranto, Pak Parlan, Mas Kunto, Mas Agung dan seluruh laboran yang telah membantu dan mendukung penulis selama proses penelitian.

8. PT. Phytochemindo Reksa sebagai supplier ekstrak kunyit.

9. Keluarga tercinta Bapak Dalija, Ibu Yuliana, Mba Ria, Mas Adi, Mas Siswono, Mba Sasa, Kenzie, Keyla, dan Evan sebagai penghibur, pendoa, pendengar, dan penyemangat bagi penulis.

10.Teman-teman seperjuangan dalam penelitian, Astrid, Retta, Christine, Venty, Fafa, Billy, Indrie, Ayu, dan Sastira yang saling membantu dan menguatkan satu sama lain dalam suka maupun duka.

11.Teman-teman FSM 2014 terutama keluarga FSM C 2014 untuk cerita dan cintanya.

Penulis menyadari bahwa naskah skripsi ini masih belum sempurna sehingga penulis memohon maaf atas segala kekurangan tersebut dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna mengembangkan karya yang lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap agar karya penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 8 Mei 2018

(10)

ix

“PERBEDAAN PROFIL DISOLUSI KURKUMIN DALAM SISTEM DISPERSI PADAT EKSTRAK KUNYIT DENGAN VARIASI RASIO

POLOXAMER 407 / MANITOL”

Antonia Puji Widiastuti

Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Indonesia ABSTRAK

Kurkumin merupakan salah satu senyawa utama yang berasal dari ekstrak kunyit (Curcuma longa L.) yang memiliki banyak manfaat dalam industri makanan dan memiliki aktifitas farmakologis seperti anti inflamasi, anti depresan, anti poliferatif, dan antioksidan. Kurkumin termasuk dalam obat BCS kelas II yang memiliki kelarutan rendah tetapi permeabilitas yang tinggi. Disolusi obat merupakan rate limiting step dari bioavailabilitas obat BCS kelas II. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan disolusi agar bioavailabilitas obat meningkat yaitu dengan metode dispersi padat (DP).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan profil disolusi kurkumin dalam DP ekstrak kunyit dengan berbagai rasio poloxamer 407 / manitol. DP ekstrak kunyit / poloxamer 407 / manitol dibuat dengan proporsi ekstrak kunyit sebesar 30% (1:9; 2:8; 3:7) dengan metode penguapan pelarut menggunakan rotary evaporator dan oven. Hasil penelitian ini menunjukan formulasi DP ekstrak kunyit / poloxamer 407 / manitol dapat meningkatkan disolusi kurkumin dibandingkan dengan campuran fisik dan terdapat perbedaan nilai disolusi efisiensi (DE) antar formula DP (p value < 0,05). DP dengan rasio poloxamer 407: manitol sebesar 3:7 menunjukkan DE180 paling tinggi yaitu 45,5 ± 0,8 %. Semakin besar rasio poloxamer 407 terhadap manitol, maka semakin besar disolusi kurkuminnya.

(11)

x

THE DIFFERENCES OF CURCUMIN DISSOLUTION PROFILE IN TUMERIC EXTRACT SOLID DISPERSION SYSTEM WITH

VARIANCE OF POLOXAMER 407/MANNITOL RATIOS

Antonia Puji Widiastuti

Faculty of Pharmacy, University of Sanata Dharma, Yogyakarta, Indonesia ABSTRACT

Curcumin is one of the main compounds derived from turmeric extract (Curcuma longa L.) that has many benefits in the food industry and pharmacological activities such as inflammatory, depressant, anti-poliferative, and antioxidant. Curcumin belongs to BCS class II drugs that is poorly water-soluble but high permeability. Drug dissolution is the rate limiting step of bioavailability BCS class II drug. Therefore, the enhancement of dissolution rate is required for improved drug bioavailability. Among several methods, solid dispersion (SD) is one of the methods to increase curcumin dissolution.

This study aims to determine the difference of curcumin dissolution profile in SD of turmeric extract with various ratios among poloxamer 407 and mannitol. SD turmeric extract / poloxamer 407 / mannitol was prepared with the proportion of tumeric extract of 30% (1:9; 2:8; 3:7) by solvent evaporation method using rotary evaporator and oven. The results of this study showed that the formulation of SD extract of turmeric / poloxamer 407 / mannitol can increase the curcumin dissolution compared to the physical mixture and there is difference of dissolution efficiency (DE) value between SD formulas (p value <0.05). SD with 3:7 ratio (poloxamer 407: mannitol) shows the highest DE180 value of 45,5 ± 0,8%. The higher ratio of poloxamer 407 to mannitol result in greater the curcumin dissolution.

(12)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI BERJUDUL ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ...xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

METODE PENELITIAN ... 3

Alat dan Bahan ... 3

Pembuatan Larutan Baku Kurkumin ... 3

Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum ... 4

Pembuatan Kurva Baku Kurkumin ... 4

Verifikasi Metode Analisis ... 5

Pembuatan Dispersi Padat ... 5

Pembuatan Campuran Fisik ... 6

Pembuatan Medium Disolusi ... 7

Uji Drug Load ... 7

Uji Kelarutan ... 7

Uji Disolusi ... 7

Analisis Data ... 8

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8

(13)

xii

Uji Drug Load ... 11

Uji Kelarutan ... 11 Uji Disolusi ... 13 KESIMPULAN ... 15 SARAN ... 16 DAFTAR PUSTAKA ... 17 LAMPIRAN ... 21 BIOGRAFI PENULIS ... 40

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Perbandingan Formula Dispersi Padat... 6

Tabel II. Data Akurasi dan Presisi ... 10

Tabel III. Data Hasil Uji Drug Load CF dan DP ... 11

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva Baku Kurkumin dalam Medium Disolusi ... 9 Gambar 2. Kurva Rata - Rata Persen Terdisolusi vs Waktu ... 13 Gambar 3. Grafik Perbandingan DE Menit ke-180 ... 14

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) Ekstrak Kunyit ... 21

Lampiran 2. Product Information Standar Kurkumin ... 22

Lampiran 3. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 23

Lampiran 4. Summary Output Regression Statistic Kurva Baku Medium ... 27

Lampiran 5. Kurva Baku Kurkumin dalam Metanol ... 27

Lampiran 6. Summary Output Regression Statistic Kurva Baku Metanol... 27

Lampiran 7. Tabel Association of Official Analytical Chemist (AOAC) ... 28

Lampiran 8. Penetapan Kadar Kurkuminoid pada Serbuk Ekstrak Kunyit ... 28

Lampiran 9. Penimbangan Kapsul Uji Disolusi ... 29

Lampiran 10. Perhitungan Rendemen ... 29

Lampiran 11. Data Disolusi DP dan CF... 29

Lampiran 12. Parameter Uji Disolusi... 30

Lampiran 13. Statistika Kelarutan... 31

Lampiran 14. Statistika DE menit ke 180 CF dan DP ... 35

(17)

1 PENDAHULUAN

Kurkuminoid yang terkandung dalam kunyit (Curcuma longa L.) terdiri dari kurkumin (60-80%), demetoksikurkumin (15-30%), dan bis-demetoksikurkumin (2-6%) (Rohman, 2012). Beberapa penelitian secara in vitro dan in vivo menunjukan bahwa kurkumin memiliki beberapa manfaat kesehatan seperti anti inflamasi (Teixeira et al., 2016), anti depresan (Mendonça et al. 2015), anti poliferatif (Yue et al., 2011), dan antioksidan (Naama et al., 2013). Kurkumin termasuk dalam klasifikasi obat Biopharmaceutics Classification System (BCS) kelas II yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air namun memiliki permeabilitas yang tinggi (Wan et al., 2012). Rendahnya kelarutan kurkumin menyebabkan kurangnya disolusi dan rendahnya bioavailabilitas (Modasiya and Patel, 2012; Mendonca et al., 2015). Berdasarkan permasalahan tersebut, beberapa metode telah dikembangkan untuk meningkatkan kelarutan serta biovailabilitas seperti formasi garam, mikronisasi, penambahan pelarut, atau surfaktan dan dispersi padat (Modasiya and Patel, 2012; Mogal et al., 2012), nanokristal, emulsi, liposome, self-assemblies, dan nanogels (Jager et al., 2014).

Pada penelitian ini dilakukan formulasi dispersi padat yang diharapkan dapat meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas kurkumin. Menurut Chiou dan Reigelman, dispersi padat merupakan suatu dispersi dari satu atau lebih zat aktif dalam suatu pembawa hidrofilik inert atau matriks padat yang dipreparasi dengan menggunakan metode pemanasan (fusion), pelarutan, atau metode pemanasan-pelarutan (Krishnamoorthy, Priya and Prasad, 2012; Bhowmik et al., 2013). Konsep dispersi padat telah berhasil diaplikasikan pada formulasi oral yang mengandung obat dengan kecenderungan memiliki kristalisasi tinggi (Baghel, Cathcart and Reilly, 2016).

Dalam pembuatan dispersi padat perlu dilakukan pemilihan pembawa untuk meningkatkan stabilitasnya (Huang and Dai, 2014). Berdasarkan hasil penelitian Kakran (2013) menyatakan bahwa sistem ternary dispersi padat menggunakan pembawa PEG, PVP dan poloxamer 407 memiliki peningkatan disolusi lebih tinggi dibandingkan dengan sistem dispersi binary (Kakran et al.,

(18)

2

2013). Oleh karena itu digunakan manitol sebagai pembawa hidrofilik dan poloxamer 407 sebagai surfaktan yang dapat meningkatkan disolusi kurkumin.

Manitol merupakan salah satu senyawa turunan gula, berfungsi sebagai pembawa hidrofilik yang telah diteliti dapat meningkatkan disolusi dan bioavailabilitas dari suatu obat dengan kelarutan rendah dalam air (Nikghalb et al., 2012; Hana et al., 2017). Pada penelitian Magdulkar et al, dilakukan pembuatan dispersi padat dengan beberapa gula (manitol, fruktosa, dekstrosa dan maltosa) sebagai matriks untuk meningkatkan disolusi dari Clotrimazole yang termasuk BCS kelas II, dan hasilnya menunjukan bahwa manitol mampu meningkatkan disolusi hingga 806 kali lipat dibandingkan dengan matriks yang lain (Madgulkar et al., 2015). Manitol sebagai pembawa hidrofilik berperan meningkatkan pembasahan dari obat hidrofobik (Song, Cha and Choi, 2016; Zaini, Umar and Firdaus, 2017).

Dispersi padat dengan menggunakan pembawa kristalin seperti gula (manitol) ini termasuk pada dispersi padat generasi pertama yang memiliki kekurangan yaitu adanya pembentukan kristalin yang secara termodinamik lebih stabil dan pelepasan obat tidak secepat dalam bentuk amorf. Oleh karena itu digunakan dispersi padat generasi ketiga dengan menggunakan surfaktan yang bertujuan untuk meningkatkan bioavailabilitas obat dan untuk menstabilkan dispersi padat serta menghindari obat dari rekristalisasi (Vasconcelos, Sarmento and Costa, 2007). Penggunaan surfaktan poloxamer 407 efektif dalam polymorphic purity dan meningkatkan bioavailabilitas in vivo (Vasconcelos, Sarmento and Costa, 2007). Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Luciana (2016) tentang formulasi ekstrak kunyit dalam sistem dispersi padat manitol pada proporsi ekstrak kunyit 30%, didapatkan hasil presentase disolusi hanya sebesar 35,95±1,22 % (Luciana, 2016). Oleh karena itu, pada penelitian ini penambahan surfaktan diharapkan dapat meningkatkan disolusi kurkuminnya. Metode pada penelitian ini adalah metode penguapan pelarut yang memiliki kelebihan yaitu mengurangi resiko dekomposisi obat atau pembawa karena penguapan cukup menggunakan suhu rendah (Savjani, Gajjar and Savjani, 2012; Kumar, Mishra and Singh, 2015).

(19)

3

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan profil disolusi kurkumin dalam dispersi padat ekstrak kunyit dengan berbagai rasio poloxamer 407/ manitol.

Hipotesis

Terdapat perbedaan profil disolusi kurkumin dalam sistem dispersi padat ekstrak kunyit pada berbagai rasio poloxamer 407 – manitol. Semakin besar rasio poloxamer 407/manitol (1:9, 2:8, 3:7), maka semakin besar profil disolusi kurkumin.

METODE PENELITIAN Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik (Mettler Toledo), mortar dan stemper, shaker (Innova 2000), mikropipet (Socorex), makropipet disolusi (Socorex), alat uji disolusi (Guoming RC-6D Dissolustion Tester), ayakan nomer mesh 50, rotary evaporator, oven, alat-alat gelas (Pyrex Iwaki Glass®), yellowtip dan bluetip, stainless steel spoon, centrifuge (Gemmy Industrial Cprp. PLC-05), tabung centrifuge, spektrofotometer UV-Visibel (Shimadzu UV-1800), hotplate magnetic stirrer (Wilten & Co), pH – meter (Wissenschaflich-Technische Werkstaten), desikator.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah standar kurkumin (Nacalai Tesque, Inc. Jepang), ekstrak kunyit terstandar (PT. Phytochemindo Reksa) yang mengandung kurkumin sebesar 84,675% (ditetapkan dengan spektrofotometer di Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma), metanol p.a. (Merck), etanol 96%, akuades, cangkang kapsul keras ukuran 00 (Kapsulindo Nusantara), filter paper nomer 1 (WhatmanTM), alumiunium foil, manitol PEARLITOL 25 C (very fine grade) (Department of Pharmaceutical Technology and Biopharmacy, University of Groningen), Poloxamer 407 (PT Konimex), Sodium Lauryl Suphate (SLS) (Merck) dan sodium dihydrogen phosphate dehydrate/NaH2PO4 (Merck).

(20)

4 Pembuatan Larutan Baku Kurkumin

1. Larutan Stok Kurkumin (Konsentrasi 1000 µg/ml)

Standar kurkumin ditimbang seksama kurang lebih 1,0 mg dilarutkan dalam metanol sebanyak 1 mL dalam wadah terlindung cahaya.

2. Larutan Intermediet (Konsentrasi 10 µg/ml )

Larutan stok kurkumin diambil sebanyak 0,1 mL kemudian dilarutkan dengan 10,0 mL metanol dalam wadah terlindung cahaya.

Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum (λ Maksimum)

1. Panjang Gelombang Serapan Maksimum Kurkumin dengan Pelarut Medium Disolusi

Larutan intermediet kurkumin diambil sebanyak0,25 mL; 1,5 mL; dan 3,0 mL, lalu masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 ml kemudian diencerkan dengan medium disolusi (dapar fosfat pH 6,0 dan SLS 0,5 %). Larutan ini diukur dengan menggunakan spektrofotometer visible pada panjang gelombang antara 400-600 nm.

2. Panjang Gelombang Serapan Maksimum Kurkumin dengan Pelarut Metanol Larutan intermediet kurkumin diambil sebanyak0,25 mL; 1,5 mL; dan 3,0 mL, lalu masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 ml kemudian diencerkan dengan metanol. Larutan ini diukur dengan menggunakan spektrofotometer visible pada panjang gelombang antara 400-600 nm.

Pembuatan Kurva Baku Kurkumin

1. Pembuatan Kurva Baku Kurkumin dalam Medium Disolusi

Larutan intermediet kurkumin dibuat seri konsentrasi yaitu 0,011; 0,021; 0,043; 0,085; 0,173; 0,214; 0,416; 0,538; 1,08; 2,078; 3,232; 4,365; 5,384; 6,444 µg/mL dalam labu takar 5,0 mL dengan pelarut medium disolusi. Replikasi sebanyak tiga kali. Larutan ini diukur absorbansinya pada λ maksimum. Persamaan kurva baku didapat dengan menghitung regresi linear.

(21)

5

2. Pembuatan Kurva Baku Kurkumin dalam Metanol

Larutan intermediet kurkumin dibuat seri konsentrasi yaitu 0,538; 1,080; 2,078; 3,232; 4,365; 5,384 µg/mL dalam labu takar 5,0 mL dengan pelarut metanol. Replikasi sebanyak tiga kali. Larutan ini diukur absorbansinya pada λ maksimum. Persamaan kurva baku didapat dengan menghitung regresi linear.

Verifikasi Metode Analisis

Verifikasi metode analisis dilakukan dengan penetapan parameter akurasi, presisi, dan linearitas. Akurasi dihitung dari nilai persen perolehan kembali (% recovery), presisi dinyatakan dengan nilai koefisien variasi (KV), sementara linearitas ditentukan dengan nilai koefisien korelasi (r) persamaan regresi linear dari tiga replikasi kurva baku.

3. Linearitas

Larutan seri baku dibuat dengan rentang konsentrasi 0,011; 0,021; 0,043; 0,085; 0,173; 0,214; 0,416; 0,538; 1,080; 2,078; 3,232; 4,365; 5,384; 6,444 µg/mL dalam labu takar 5,0 mL dengan medium disolusi. Replikasi dilakukkan sebanyak tiga kali. Serapan diukur pada λ maksimum, lalu dianalisis dengan Least Square Analysis.

4. Penetapan Akurasi dan Presisi

Larutan intermediet kurkumin dibuat larutan seri dengan konsentrasi 0,538; 3,232; 5,384 µg/mL dalam labu takar 5,0 mL dengan pelarut medium disolusi. Replikasi dilakukan sebanyak tiga kali, lalu dihitung nilai % recovery dan KV-nya.

Pembuatan Dispersi Padat Ekstrak Kunyit dengan Variasi Rasio Poloxamer 407 / Manitol

Dalam pembuatan formula Dispersi Padat (DP) menggunakan beberapa perbandingan pembawa poloxamer 407 dan manitol dengan proporsi ekstrak kunyit 30%. kurkumin. Ekstrak kunyit, Poloxamer 407, dan manitol ditimbang masing-masing sesuai formula. Ekstrak kunyit dan poloxamer 407 masing-masing dilarutkan dengan etanol. Dalam wadah lain manitol dilarutkan dalam akuades.

(22)

6

Larutan ekstrak kunyit dan poloxamer 407 kemudian didispersikan dengan larutan manitol menjadi satu fase. Pelarut dihilangkan menggunakan rotary evaporator sampai didapatkan cairan kental kemudian dikeringkan di oven dengan suhu 50oC. Padatan yang didapat dimasukkan ke dalam desikator (RH < 50%) hingga memiliki bobot tetap, setelah itu ditimbang untuk dihitung hasil perolehan kembali (rendemen). Padatan digerus dan diayak dengan mesh no.50 dan disimpan didalam desikator.

Tabel I. Perbandingan Formula Dispersi Padat Kurkumin / Poloxamer 407 / Manitol BAHAN FORMULA I II III Ekstrak Kunyit (g) 1,5 1,5 1,5 Poloxamer 407 (g) 0,35 0,7 1,05 Manitol (g) 3,15 2,8 2,45 Perbandingan pembawa poloxamer 407 : manitol 1:9 2:8 3:7

Proporsi Ekstrak Kunyit 30% 30% 30%

Pembuatan Campuran Fisik Ekstrak Kunyit dengan Variasi Rasio Poloxamer 407 / Manitol

Campuran Fisik (CF) dibuat sebagai kontrol dengan cara mencampurkan sejumlah ekstrak kunyit, poloxamer 407 dan manitol hingga homogen sesuai formula. CF dibuat dengan pengadukan ringan dalam mortar, kemudian diayak dengan mesh no.50.

Pembuatan Medium Disolusi

Medium disolusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dapar fosfat pH 6,0 (NaH2PO4 dan NaOH) ditambah dengan 0,5% Sodium Lauril Sulfat (SLS).

Uji Drug Load

DP dan CF sebanyak 10,0 mg dilarutkan dengan 10 mL metanol dan diaduk menggunakan magnetic stirrer kemudian di-vortex sampai larut. Replikasi

(23)

7

dilakukan sebanyak tiga kali. Sampel dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer visible pada λ maksimum.

Uji Kelarutan

DP dan CF sebanyak 20,0 mg dilarutkan dalam 20 mL dapar fosfat pH 6 tanpa SLS 0,5% hingga jenuh di dalam erlenmeyer, diaduk menggunakan shaker dengan kecepatan 75 rpm selama 48 jam pada suhu ruangan (Thirupathaiah and Shyam Sunder, 2016) dan terlindung dari cahaya. Sampel kemudian disaring dengan kertas saring Whatman no.1 dan diukur pada λ maksimum dengan spektrofotometer visible. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali.

Uji Disolusi

Uji disolusi dilakukan terhadap DP dan CF menggunakan alat disolusi tipe dayung dengan kecepatan putar 75 rpm dan suhu 37±0,5oC (Thirupathaiah and Shyam Sunder, 2016). Medium disolusi menggunakan 500 mL dapar fosfat pH 6,0 serta SLS 0,5% (USP, 1995). Sebanyak 5 mL cuplikan diambil setiap interval waktu yaitu pada menit ke-10, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150 dan 180. Setiap pengambilan cuplikan medium disolusi harus diganti dengan medium yang baru dengan jumlah dan suhu yang sama dengan yang diambil. Cuplikan yang telah diambil sebanyak 5 mL kemudian di sentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 5 menit. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali. Cuplikan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada λ maksimum. Kadar kurkumin dihitung dengan persamaan kurva baku dalam medium disolusi yang kemudian dinyatakan sebagai presentase kurkumin terdisolusi.

Analisis Data

Data hasil uji disolusi dan uji kelarutan DP dan CF dianalisis menggunakan program Real Statistic dari Microsoft Excel. Uji normalitas dilakukan antara CF dan DP dengan Shapiro-Wilk Test. Apabila data yang dihasilkan normal, dilanjutkan dengan uji signifikansi menggunakan uji statistik parametrik (ANOVA) untuk lebih dari dua data atau uji T untuk dua data. Namun

(24)

8

apabila data tidak normal, pengujian dilanjutkan dengan uji statistik non-parametrik (Kruskal-Wallis Test) untuk lebih dari dua data atau Mann-Whitney untuk dua data. Pada penelitian ini, berdasarkan hasil Shapiro Wilk Test pada uji kelarutan dan disolusi antar CF dan DP menyatakan bahwa data tidak terdistribusi normal sehingga dilanjutkan uji signifikansi Mann Whitney. Pada uji kelarutan antar DP menghasilkan data terdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan Single Factor ANOVA, sedangkan pada uji disolusi antar DP data tidak terdistribusi normal sehingga dilanjutkan Kruskal Wallis Test, taraf kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan profil disolusi kurkumin dalam dispersi padat ekstrak kunyit pada berbagai rasio poloxamer 407/manitol. Dalam penelitian ini dibuat dispersi padat sistem ternary terdiri dari kurkumin (bahan aktif), manitol (pembawa), dan poloxamer 407 (surfaktan) yang bertujuan mengatasi permasalahan kelarutan pada kurkumin. Kurkumin akan sulit untuk mencapai efikasi terapetik obat karena bioavailabilitas didasarkan oleh kelarutan kurkumin yang kecil di dalam air (Sharma, Kapoor and Bhargava, 2012). Proporsi ekstrak kunyit yang digunakan cukup besar yaitu 30%, hal ini diharapkan agar lebih efisien untuk mencapai efek terapetiknya.

Sistem dispersi padat ekstrak kunyit - poloxamer 407 - manitol dibuat dengan menggunakan metode penguapan pelarut. Metode ini memiliki kelebihan yaitu mengurangi resiko dekomposisi obat atau pembawa karena penguapan cukup menggunakan suhu rendah (Savjani, Gajjar and Savjani, 2012; Kumar, Mishra and Singh, 2015). Pada penelitian ini dilakukan perhitungan rendemen untuk melihat adanya kehilangan bahan selama proses pembuatan dispersi padat dengan menggunakan metode penguapan pelarut menggunakan rotary evaporator dan oven. Rendemen yang diperoleh sebesar 97,09– 99,72%.

(25)

9 Verifikasi Metode Analisis

Verifikasi metode dilakukan dengan tujuan untuk memastikan metode yang digunakan dalam penelitian ini valid. Parameter yang digunakan yaitu linearitas, akurasi, dan presisi. Pada awal penelitian dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum yang akan digunakan, yaitu λ 424 nm pada pelarut metanol dan 430 nm pada pelarut medium disolusi.

1. Linearitas

Linearitas adalah kemampuan suatu metode untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan yang selanjutnya dapat ditentukan slope, intersep, dan koefisien korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2007).

Gambar 1. Kurva Baku Kurkumin dalam Medium Disolusi

Pada penelitian ini didapatkan persamaan kurva baku y = 0,1352x + 0,0095 dengan koefisien korelasi (r) yaitu 0,9969 (R2 = 0,9939) (Gambar 1). Persyaratan data liniearitas yang bisa diterima yaitu jika memenuhi nilai koefisien korelasi 𝑟 > 0,99 (AOAC, 2002). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa metode memiliki linearitas yang baik.

2. Akurasi dan Presisi

Akurasi adalah kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima, baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. ICH merekomendasikan dilakukan 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi (3 konsentrasi 3 replikasi) dan dinyatakan sebagai persentase perolehan kembali

y = 0,1352x + 0,0095 R² = 0,9939 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 0 1 2 3 4 5 6 7 A b so rba ns i λ4 30 Konsentrasi kurkumin (µg/mL)

(26)

10

(% recovery) (Gandjar dan Rohman, 2007). Metode dapat dinyatakan akurat apabila % recovery untuk kadar sampel 1 µg/ml – 10 µg/ml sebesar 80-110% (AOAC, 2016). Sedangkan, presisi adalah ukuran keterulangan metode analisis yang diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik (Gandjar dan Rohman, 2007). Presisi dinyatakan dalam Koefisien Variasi (KV). Metode dapat dinyatakan presisi apabila nilai koefisien variasi untuk kadar sampel 1 µg/ml sebesar 11% (AOAC, 2016). Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, parameter akurasi dan presisi telah memenuhi ketentuan dari Association of Official Analytical Chemist (AOAC) (Tabel II). Oleh karena itu, berdasarkan nilai linearitas, akurasi, dan presisi yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan telah valid.

Tabel II. Data Akurasi dan Presisi

Keterangan Konsentrasi teoritis (µg/mL) Konsentrasi yang didapatkan (µg/mL) % recovery KV (%) Rendah Rep 1 0,54 0,51 95,55 1,46 Rep 2 0,50 92,80 Rep 3 0,51 94,17 Sedang Rep 1 3,23 3,13 96,69 0,36 Rep 2 3,12 96,46 Rep 3 3,10 96,00 Tinggi Rep 1 5,38 5,32 98,84 3,26 Rep 2 4,99 92,66 Rep 3 5,12 95,13

Uji Drug Load

Uji drug load bertujuan untuk menetapkan jumlah kandungan zat aktif (obat) serta mengetahui adanya kehilangan obat selama proses preparasi. Pada penelitian ini semua formula CF dan DP dibuat dengan proporsi ekstrak kunyit 30%. Hasil uji drug load ditunjukkan pada Tabel III. Nilai KV yang didapat < 4 % sehingga dapat dikatakan CF dan DP yang dibuat homogen (Corazza, Markman and Rosa, 2015), sedangkan nilai % recovery drug load yang didapat sebesar

(27)

11

91,16 – 100,53 %. Hal ini masih dapat ditoleransi karena rentang % recovery yang digunakan ± 10%. Berdasarkan hasil yang didapat, % recovery pada DP lebih besar dibandingkan dengan CF. Hal ini mungkin dikarenakan adanya perbedaan proses pembuatan nya, dimana pada dispersi padat terdapat proses pelarutan sehingga terjadi pengecilan ukuran partikel yang dapat meningkatkan kelarutan dalam metanol. Sedangkan pada CF pencampuran dilakukan hanya dengan pengadukan ringan.

Tabel III. Data Hasil Uji Drug Load CF dan DP Sampel (n=3) CF 1 (1:9) CF 2 (2:8) CF 3 (3:7) DP 1 (1:9) DP 2 (2:8) DP 3 (3:7) Rep 1 (%) 25,32 23,11 23,94 25,28 25,86 25,20 Rep 2 (%) 24,12 22,94 25,25 25,55 25,42 25,76 Rep 3 (%) 24,41 23,43 23,55 24,88 24,73 25,70 Rata-rata drug load ±SD (%) 24,62 ± 0,63 23,16 ± 0,25 24,25 ± 0,89 25,24 ± 0,34 25,34 ± 0,57 25,55 ± 0,31 Drug load teoritis (%) 25,40 25,41 25,40 25,41 25,40 25,41 Rata – rata % recovery 96,91 91,16 95,46 99,31 99,75 100,53 KV (%) 2,47 0,98 3,52 1,32 2,24 1,20 Uji Kelarutan

Uji kelarutan bertujuan untuk melihat kelarutan murni antara CF dan DP dalam medium disolusi. Oleh karena itu digunakan medium disolusi tanpa SLS 0,5% sebagai agen peningkat kelarutan. SLS tidak mempengaruhi pengukuran absorbansi pada panjang gelombang diatas 240 nm dengan Spektrofotometer UV-Vis (Wang, Ma and Higgins, 2006). Hasil uji kelarutan ditunjukkan pada Tabel IV. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat peningkatan kelarutan secara signifikan (p<0,05) pada formula DP dengan rasio 1:9, 2:8, dan 3:7 sebesar 13,01; 11,21; dan 11,70 kali dari CF. Selain itu, berdasarkan uji ANOVA menyatakan bahwa kelarutan antar formula DP berbeda signifikan dengan nilai p = 0,001.

(28)

12

Dispersi padat dapat meningkatkan kelarutan karena partikel dapat terdispersi dalam campuran eutektik padat (Chiou and Riegelmant, 1971; Serajuddin, 1999) serta peningkatan kontak antara zat padat dengan pembawanya akibat luas permukaan yang lebih besar. Manitol merupakan pembawa yang dapat membuat suatu lingkungan hidrofilik di sekitar obat sehingga dapat meningkatkan pembasahan yang mengarah ke peningkatan kelarutan (Madgulkar et al., 2015). Selain itu, adanya surfaktan dalam dispersi padat ternary dapat meningkatkan interaksi intermolekuler antara obat dengan pembawa sehingga dapat meningkatkan dispersi obat dalam pembawa, mengurangi ukuran partikel obat, mengurangi tegangan permukaan dan meningkatkan pembasahan yang dapat meningkatkan kelarutan dan disolusi dispersi dapat ternary (Kakran et al., 2013). CF memiliki kelarutan rendah, hal ini dapat terjadi karena pada CF tidak mengalami proses pendispersian sehingga tidak terjadi pengecilan ukuran partikel. Pada persamaan Noyes-Whitney, luas kontak muka zat aktif - medium (S) dan kelarutan jenuh obat dilapisan difusi (Cs) sebanding dengan kecepatan disolusi zat aktif (dW/dt). Hal ini menunjukan bahwa adanya proses pengecilan ukuran partikel menyebabkan luas kontak muka semakin besar serta peningkatan kelarutan jenuh pada lapisan difusi sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan disolusinya. Semakin besar kelarutan sistem dispersi padat maka akan semakin besar disolusinya (Nikghalb et al., 2012).

Tabel IV. Data Hasil Uji Kelarutan CF dan DP Sampel (n=3) CF 1 (1:9) DP 1 (1:9) CF 2 (2:8) DP 2 (2:8) CF 3 (3:7) DP 3 (3:7) Rep 1 µg/mL 0,68 9,34 1,07 11,56 0,98 12,67 Rep 2 µg/mL 0,78 8,41 0,86 10,63 1,09 11,74 Rep 3 µg/mL 0,64 9,52 0,98 10,45 1,10 12,67 x± SD µg/mL 0,70 ± 0,07 9,09 ± 0,59 0,97 ± 0,10 10,88 ± 0,59 0,97 ± 0,10 12,36 ± 0,53

Peningkatan 13,01 kali 11,21 kali 11,70 kali

Uji Disolusi

Uji disolusi bertujuan untuk mengetahui jumlah kurkumin terlarut dalam medium disolusi sebagai fungsi waktu. Medium disolusi yang digunakan terdiri

(29)

13

dari 0,5 % b/v SLS dalam sodium phosphate buffer pH 6,0. Penggunaan dapar fosfat pH 6,0 dikarenakan kurkumin paling stabil pada pH tersebut (Wang et al., 1997). Menurut British Pharmacopeia (2011), untuk obat golongan BCS kelas II disarankan menggunakan surfaktan. SLS sebagai surfaktan digunakan untuk mengkondisikan medium disolusi agar mencerminkan kondisi fisiologis manusia yang memiliki surfaktan alami (garam empedu) pada saluran gastrointestinal (Gurusamy and Nath, 2006). Pemilihan SLS 0,5% didasarkan oleh penelitian Rahman et al. (2009) yang menyatakan bahwa dari beberapa konsentrasi SLS (0,1 – 3%) konsentrasi 0,5% merupakan konsentrasi efektif pada disolusi kurkumin yang juga sudah melebihi nilai Critical Micelle Concentration (CMC) SLS (Rahman et al., 2009). Metode uji disolusi yang digunakan adalah metode dayung dengan volume medium disolusi sebanyak 500 mL, suhu 37 ± 0,5oC.

Gambar 2. Kurva Waktu (Menit) VS Rata - Rata Persen Terdisolusi (%)

Awal mula proses disolusi ditandai dengan pecahnya kapsul yang terjadi kurang dari 3 menit, yang kemudian diamati sampai menit ke-180. Profil disolusi yang dihasilkan menunjukkan terjadi peningkatan % terdisolusi secara signifikan (p<0,05) pada DP dibandingkan dengan CF (Gambar 2). Hal ini disebabkan karena pembuatan dispersi padat melalui proses pendispersian ekstrak kunyit dalam poloxamer 407 dan manitol sehingga dapat meningkatkan kelarutan karena terjadi peningkatan kontak antara ekstrak kunyit dengan pembawanya akibat luas permukaan yang lebih besar.

0 10 20 30 40 50 60 70 0 10 15 30 45 60 90 120 150 180 P er sen T er dis o lus i (%) Waktu (Menit) CF 1 DP 1 CF 2 DP 2 CF 3 DP 3

(30)

14

Pada Gambar 2, terlihat penurunan disolusi pada CF dan DP (1:9), sementara pada CF dan DP (2:8) dan (3:7) tergolong meningkat. Hal ini menggambarkan konsep spring and parachute. Awalnya obat terlarut bersama dengan pembawa menghasilkan larutan supersaturasi (spring) kemudian diikuti menurunnya konsentrasi obat pada media yang disebabkan oleh penyerapan atau pengendapan (parachute) (Baghel, Cathcart and Reilly, 2016). Dalam hal ini kurkumin dapat mengalami rekristalisasi. Hal ini terjadi karena konsentrasi obat bebas dalam larutan menurun, mengakibatkan penurunan kelarutan dan disolusinya (Huang and Dai, 2014). Peningkatan % terdisolusi pada rasio (2:8) dan (3:7) dapat terjadi dikarenakan proporsi poloxamer 407 yang semakin meningkat. Gabungan dari surfaktan (poloxamer 407) dan pembawa gula (manitol) dapat meningkatkan karakteristik disolusi dan stabilitas termodinamik kurkumin (Singh, Chhabra and Pathak, 2011), serta menghindari obat dari rekristalisasi (Vasconcelos, Sarmento and Costa, 2007).

Gambar 3. Grafik Perbandingan DE Menit ke-180

Untuk mengungkapkan hasil pengamatan kecepatan disolusi kurkumin dalam medium digunakan nilai Dissolution Efficiency (DE). DE dinyatakan dalam kurun waktu pengamatan tertentu, semakin besar waktu semakin banyak titik-titik pada kurva yang terhitung (Fudholi, 2013). Oleh karena itu, digunakan DE180 agar mendapat gambaran profil disolusi yang lebih baik. Berdasarkan nilai DE yang

20,15 19,22 20,32 38,03 40,02 45,52 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 (1:9) (2:8) (3:7) Dis so lut io n E ff iciency (%) Formula Campuran Fisik Dispersi Padat

(31)

15

diperoleh (Gambar 3) dapat dilihat bahwa formulasi DP ekstrak kunyit dengan poloxamer 407/manitol mampu meningkatkan disolusi kurkumin dibandingkan dengan CF secara signifikan (p < 0,05) yang diuji dengan menggunakan Uji Mann-Whitney. Pada formula DP (1:9), (2:8), dan (3:7) secara berturut-turut mengalami peningkatan disolusi yang signifikan dengan nilai p sebesar 0,027 (p<0,05) yang diuji dengan Uji Kruskal-Wallis. Formula DP (3:7) memiliki nilai DE yang paling tinggi yaitu sebesar 45,52 ± 0,8%. Sedangkan disolusi antar formula CF, menurut uji statistik ANOVA tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p> 0,05). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa perubahan komposisi (rasio poloxamer 407 : manitol) tidak mengakibatkan perubahan disolusi tanpa diberikan suatu metode, dalam hal ini dispersi padat.

Pada penelitian Luciana (2016) yang meneliti sistem dispersi padat binary ekstrak kunyit-manitol pada proporsi ekstrak kunyit 30% nilai DE120 sebesar 35,95±1,22 %. Sedangkan pada penelitian ini, sistem dispersi padat ternary ekstrak kunyit-poloxamer 407-manitol pada proporsi ekstrak kunyit 30% (3:7) didapatkan nilai DE120 sebesar 41,894 ± 0,8%. Berdasarkan hasil kedua penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa dispersi padat sistem ternary dapat meningkatkan disolusi lebih besar dibandingkan pada sistem biner. Hal ini sesuai dengan penelitian Bhowmik et al (2013) yang menyatakan bahwa sistem dispersi ternary memiliki peningkatan disolusi lebih tinggi dibandingkan dengan sistem dispersi binary (Bhowmik et al., 2013). Peningkatan disolusi tersebut dapat disebabkan karena poloxamer 407 sebagai surfaktan membantu terdispersinya kurkumin dalam manitol dan meningkatkan stabilitas kurkumin.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa formulasi dispersi padat ekstrak kunyit dengan poloxamer 407 dan manitol mampu meningkatkan kelarutan dan disolusi kurkumin dibandingkan dengan campuran fisik secara signifikan (p < 0,05). Hasil kelarutan kurkumin berbanding lurus dengan hasil disolusinya, dimana terjadi peningkatan kelarutan kurkumin dan DE180 secara signifikan pada peningkatan rasio poloxamer 407/manitol. DP dengan rasio

(32)

16

poloxamer 407 / manitol sebesar 3:7 memiliki nilai DE180 yang paling besar yaitu 45,52 ± 0,8%.

SARAN

Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan percobaan untuk mencari hubungan rasio pembawa terhadap profil disolusi. Selain itu perlu penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik dispersi padat seperti Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) untuk mengidentifikasi interaksi antara obat dan pembawa dalam sistem dispersi padat.

(33)

17 DAFTAR PUSTAKA

AOAC (2002) ‘AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical Methods for Dietary Supplements and Botanicals’, pp. 1–38.

AOAC (2016) ‘Guidelines for Standard Method Performance Requirements’, AOAC International, pp. 1–18.

Baghel, S., Cathcart, H. and Reilly, N. J. O. (2016) ‘Polymeric Amorphous Solid Dispersions : A Review of Amorphization, Crystallization, Stabilization, Solid-State Characterization, and Aqueous Solubilization of Biopharmaceutical Classification System Class II Drugs’, Journal of Pharmaceutical Sciences. Elsevier Ltd, pp. 1–18. doi: 10.1016/j.xphs.2015.10.008.

Bhowmik, D. et al. (2013) ‘Solid Dispersion – A Approach To Enhance The Dissolution Rate of Poorly Water Soluble Drugs’, 1(12).

Chiou, W. I. N. L. and Riegelmant, S. (1971) ‘Pharmaceutical sciences Pharmaceutical Applications of Solid’, Journal of Pharmaceutical Sciences, 60(9), pp. 1281–1302.

Corazza, F. G., Markman, B. E. O. and Rosa, P. C. P. (2015) ‘Physicochemical quality evaluation of amoxicillin capsules produced in compounding pharmacies at Diadema, São Paulo, Brazil’, Journal of Applied Pharmaceutical Science, 5(12), pp. 29–34. doi: 10.7324/JAPS.2015.501205.

Gurusamy, S. Vi. K. and Nath, D. M. (2006) ‘Preparation, Characterization and in Vitro Dissolution Studies of Solid Systems of Valdecoxib with Chitosan’, Chem. Pharm. Bull., 54(8), pp. 1102–1106.

Hana, Y. K. et al. (2017) ‘Physicochemical characterization of physical mixture and solid dispersion of diclofenac potassium with mannitol’, Journal of Applied Pharmaceutical Science, 7(1), pp. 204–208. doi: 10.7324/JAPS.2017.70130.

Huang, Y. and Dai, W. (2014) ‘Fundamental aspects of solid dispersion technology for poorly soluble drugs’, Acta Pharmaceutica Sinica B.

(34)

18

Elsevier, 4(1), pp. 18–25. doi: 10.1016/j.apsb.2013.11.001.

Jäger, R. et al. (2014) ‘Comparative absorption of curcumin formulations’, pp. 1– 8. doi: 10.1186/1475-2891-13-11.

Kakran, M. et al. (2013) ‘Ternary dispersions to enhance solubility of poorly water soluble antioxidants’, Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects. Elsevier B.V., 433, pp. 111–121. doi: 10.1016/j.colsurfa.2013.05.021.

Krishnamoorthy, V., Priya, V. and Prasad, R. (2012) ‘Physicochemical characterization and in vitro dissolution behavior of olanzapine-mannitol solid dispersions’, Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences, 48. Kumar, S., Mishra, D. N. and Singh, S. K. (2015) ‘Enhancement of dissolution

and bioavailability of fenofibrate by solid dispersion with sodium citrate, HPMC and sugar derivatives’, Der Pharmacia Lettre, 7(3), pp. 162–173. Luciana, N. O. (2016) ‘Pengaruh Formulasi Ekstrak Kunyit dalam Sistem Dispersi

Padat Manitol terhadap Disolusi Kurkumin’, Sanata Dharma University, pp. 14–15.

Madgulkar, A. et al. (2015) ‘Sugars as solid dispersion carrier to improve solubility and dissolution of the BCS class II drug: clotrimazole.’, Drug development and industrial pharmacy. Informa Healthcare USA, Inc, 0(0), pp. 1–11. doi: 10.3109/03639045.2015.1024683.

Mendonça, L. M. et al. (2015) ‘Comparative study of curcumin and curcumin formulated in a solid dispersion : Evaluation of their antigenotoxic effects’, Genetics and Molecular Biology, 38(4), pp. 490–498.

Modasiya, M. K. and Patel, V. M. (2012) ‘Studies on solubility of curcumin’, International Journal of Pharmacy & Life Sciences, 3(3), pp. 1490–1497. Mogal, S. A. et al. (2012) ‘Solid dispersion technique for improving solubility of

some poorly soluble drugs’, Der Pharmacia Lettre, 4(5), pp. 1574–1586. Naama, J. H. et al. (2013) ‘Curcuminoids as antioxidants and theoretical study of

stability of curcumin isomers in gaseous state’, Research on Chemical Intermediates, 39(9), pp. 4047–4059. doi: 10.1007/s11164-012-0921-2. Nikghalb, L. A. et al. (2012) ‘Solid Dispersion: Methods and Polymers to increase

(35)

19

the solubility of poorly soluble drugs’, Journal of Applied Pharmaceutical Science, 2(10), pp. 170–175. doi: 10.7324/JAPS.2012.21031.

Rahman, S. M. H. et al. (2009) ‘Role of Surfactant and pH in Dissolution of Curcumin.’, Indian journal of pharmaceutical sciences, 71(2), pp. 139– 142. doi: 10.4103/0250-474X.54280.

Rohman, A. (2012) ‘Analysis of curcuminoids in food and pharmaceutical products’, International Food Research Journal, 19(1), pp. 19–27.

Savjani, K. T., Gajjar, A. K. and Savjani, J. K. (2012) ‘Drug solubility: importance and enhancement techniques.’, ISRN pharmaceutics, 2012(100 mL), p. 195727. doi: 10.5402/2012/195727.

Serajuddin, A. T. M. (1999) ‘Solid Dispersion of Poorly Water-Soluble Drugs : Early Promises , Subsequent Problems , and Recent Breakthroughs’, Journal of Pharmaceutical Sciences, 88(10), pp. 1058–1066.

Sharma, P., Kapoor, A. and Bhargava, S. (2012) ‘Sciences A Review on : Solubility Enhancement by Implementing Solid Dispersion Technique for Poorly Water Soluble Drug’, Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, 3(1), pp. 847–859.

Singh, G., Chhabra, G. and Pathak, K. (2011) ‘Dissolution behavior and thermodynamic stability of fused-sugar dispersions of a poorly water-soluble drug’, Dissolution Technologies, 18(3), pp. 62–70. doi: dx.doi.org/10.14227/DT180311P62.

Song, I. S., Cha, J. S. and Choi, M. K. (2016) ‘Characterization, in Vivo and in Vitro Evaluation of Solid Dispersion of Curcumin Containing D-α-Tocopheryl Polyethylene Glycol 1000 Succinate and Mannitol’, MDPI, 21, pp. 1–16. doi: 10.3390/molecules21101386.

Teixeira, C. C. C. et al. (2016) ‘Microparticles Containing Curcumin Solid Dispersion : Stability , Bioavailability and Anti-Inflammatory Activity’, American Association of Pharmaceutical Scientists, 17(2), pp. 252–261. doi: 10.1208/s12249-015-0337-6.

Thirupathaiah, A. and Shyam Sunder, R. (2016) ‘Formulation and Evaluation of Simvastatin Solid Dispersions by Solvent Evaporation Method’, Research

(36)

20

Journal of Pharmaceutical , Biological and Chemical Sciences For, 7(4), pp. 2516–2528.

Vasconcelos, T., Sarmento, B. and Costa, P. (2007) ‘Solid dispersions as strategy to improve oral bioavailability of poor water soluble drugs’, Drug Discovery Today, 12(December). doi: 10.1016/j.drudis.2007.09.005. Wan, S. et al. (2012) ‘Improved Bioavailability of Poorly Water-Soluble Drug

Curcumin in Cellulose Acetate Solid Dispersion’, AAPS America Association of Pharmaceutical Scientists, 13(1), pp. 159–166. doi: 10.1208/s12249-011-9732-9.

Wang, Q., Ma, D. and Higgins, J. P. (2006) ‘Drug Product Dissolution Testing’, (August), pp. 6–13.

Wang, Y. J. et al. (1997) ‘Stability of curcumin in buffer solutions and characterization of its degradation products’, Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 15(12), pp. 1867–1876. doi: 10.1016/S0731-7085(96)02024-9.

Yue, G. G. L. et al. (2011) ‘Evaluation of In vitro Anti-poliferative and Immunomodulatory Activities of Compound Isolated from Curc’, Food and Chemical Toxicology, 48(8–9), pp. 1–23. doi: 10.1016/j.fct.2010.04.039.Evaluation.

Zaini, E., Umar, S. and Firdaus, N. (2017) ‘Improvement of Dissolution Rate of Valsartan By Solid Dispersion System Using D ( − ) Mannitol’, Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 10(3), pp. 288–290. doi: 10.22159/ajpcr.2017.v10i3.16171.

(37)

21 LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) Ekstrak Kunyit dari PT Phytochemindo Reksa

(38)

22

(39)

23

Lampiran 3. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Overlay Spectrum Scanning Lamda Maksimum Kurkumin dalam Medium Disolusi

(40)

24

1. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Konsentrasi Rendah dalam Medium Disolusi

(41)

25

2. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Konsentrasi Sedang dalam Medium Disolusi

(42)

26

3. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Konsentrasi Tinggi dalam Medium Disolusi

(43)

27

Lampiran 4. Summary Output Regression Statistic Kurva Baku Medium Disolusi

Lampiran 5. Kurva Baku Kurkumin dalam Metanol

Lampiran 6. Summary Output Regression Statistic Kurva Baku Metanol

y = 0,1349x + 0,0035 R² = 0,9944 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0 1 2 3 4 5 6 a b s konsentrasi (µg/mL)

(44)

28

Lampiran 7. Tabel Association of Official Analytical Chemist (AOAC) a. Presisi

b. Akurasi

Lampiran 8. Penetapan Kadar Kurkuminoid pada Serbuk Ekstrak Kunyit

Sampel Kadar (%) Rata-rata

Kadar (%) SD CV

Rep 1 81,710

84,675 2,60 3,07

Rep 2 86,584 Rep 3 85,732

(45)

29

Lampiran 9. Penimbangan Kapsul Uji Disolusi Sampel (Campuran Fisik) Berat (mg) Rata-rata Berat (mg) Sampel (Dispersi Padat) Berat (mg) Rata-rata Berat (mg) CF 1 (1:9) Rep 1 499,1 499,6 DP 1 (1:9) Rep 1 500,5 500,4 Rep 2 499,9 Rep 2 500,4 Rep 3 499,9 Rep 3 500,4 CF 2 (2:8) Rep 1 499,7 500 DP 2 (2:8) Rep 1 500 499,9 Rep 2 500,1 Rep 2 499,8 Rep 3 500,1 Rep 3 499,9 CF 3 (3:7) Rep 1 500,3 500 DP 3 (3:7) Rep 1 499,9 500,2 Rep 2 500,2 Rep 2 500,4 Rep 3 499,6 Rep 3 500,4

Lampiran 10. Perhitungan Rendemen

% 𝑹𝒆𝒏𝒅𝒆𝒎𝒆𝒏 =𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒑𝒆𝒓𝒐𝒍𝒆𝒉

𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒕𝒆𝒐𝒓𝒊𝒕𝒊𝒔 × 𝟏𝟎𝟎%

Bahan Formula

I (1:9) II (2:8) III (3:7)

Berat yang diperoleh (gram) 4,907 4,9865 4,8549

Berat teoritis (gram) 5,0011 5,0001 5,0002

% rendemen 98,11 99,72 97,09

Lampiran 11. Data Disolusi DP dan CF Tabel 1. Data Disolusi CF 3

Menit R1 R2 R3 R1 R2 R3 Rata-rata %D C (µg/ml) C (µg/ml) C (µg/ml) %D %D %D 0 0 0 0 0 0 0 0 10 37,722 37,722 37,722 14,841 14,844 14,862 14,849 15 40,680 39,201 37,722 16,005 15,426 14,862 15,431 30 40,680 37,722 39,201 16,005 14,844 15,445 15,431 45 42,160 46,598 45,118 16,587 18,337 17,776 17,567 60 55,473 56,953 49,556 21,825 22,412 19,524 21,254 90 52,515 55,473 52,515 20,661 21,830 20,690 21,060 120 58,432 65,828 56,953 22,989 25,904 22,439 23,777 150 56,953 52,515 62,870 22,407 20,665 24,770 22,614 180 65,828 68,787 65,828 25,899 27,069 25,936 26,301

(46)

30 Tabel 2. Data Disolusi DP 3

Menit R1 R2 R3 R1 R2 R3 Rata-rata %D C (µg/ml) C (µg/ml) C (µg/ml) %D %D %D 0 0 0 0 0 0 0 0 10 77,663 76,183 88,018 30,580 29,967 34,622 31,723 15 104,290 96,893 96,893 41,064 38,114 38,114 39,097 30 92,456 93,935 93,935 36,404 36,950 36,950 36,768 45 117,604 117,604 114,645 46,306 46,260 45,096 45,888 60 125,000 123,521 119,083 49,219 48,588 46,842 48,216 90 117,604 111,686 111,686 46,306 43,933 43,933 44,724 120 117,604 127,959 126,479 46,306 50,333 49,751 48,797 150 132,396 126,479 113,166 52,131 49,751 44,514 48,799 180 169,379 159,024 164,941 66,693 62,553 64,881 64,709

Lampiran 12. Parameter Uji Disolusi

a. Perhitungan Area Under Curve (AUC) didapatkan dengan metode trapezoid. b. Perhitungan nilai Dissolution Efficiency (DE) menggunakan rumus sebagai

berikut : 𝐷𝐸𝑡 = ∫ ( 𝑌𝑑𝑡 𝑌100𝑡) 𝑥100% 𝑡 0 ) 𝐷𝐸𝑡 : Dissolution efficiency pada saat t

Ydt : Luas di bawah kurva zat aktif terlarut pada saat t

Y100 : Luas segiempat 100% zat aktif larut dalam medium untuk waktu t Tabel 1. Hasil Perhitungan AUC dan DE CF 3

Menit

R1 R2 R3 R1 R2 R3

Rata-rata DE(%)

AUC AUC AUC DE

(%) DE (%) DE (%) 0 0 0 0 0 0 0 0 10 74,206 74,220 74,310 7,421 7,422 7,431 7,425 15 77,116 75,676 74,310 10,088 9,993 9,908 9,996 30 240,077 227,027 227,300 13,047 12,564 12,531 12,714 45 244,442 248,857 249,156 14,130 13,906 13,891 13,976 60 288,092 305,614 279,754 15,399 15,523 15,080 15,334 90 637,295 663,618 603,219 17,347 17,722 16,756 17,275 120 654,755 716,009 646,931 18,467 19,259 17,958 18,561 150 680,946 698,545 708,127 19,313 20,064 19,087 19,488 180 724,596 716,009 760,581 20,120 20,698 20,132 20,316

(47)

31 Tabel 2. Hasil Perhitungan AUC dan DE DP 3

Menit

R1 R2 R3 R1 R2 R3

Rata-rata DE (%)

AUC AUC AUC DE

(%) DE (%) DE (%) 0 0 0 0 0 0 0 0 10 152,899 149,836 173,112 15,290 14,984 17,311 15,862 15 179,110 170,202 181,840 22,134 21,336 23,663 22,378 30 581,014 562,977 562,977 30,434 29,434 30,598 30,155 45 620,331 624,075 615,347 34,075 33,491 34,073 33,879 60 716,439 711,359 689,538 37,497 36,974 37,047 37,173 90 1432,878 1387,804 1361,619 40,919 40,069 39,827 40,272 120 1389,192 1413,989 1405,261 42,266 41,835 41,581 41,894 150 1476,563 1501,272 1413,989 43,656 43,477 42,691 43,275 180 1782,360 1684,567 1640,926 46,282 45,589 44,692 45,521 Lampiran 13. Statistika Kelarutan

1. Uji Normalitas Kelarutan

a. Uji Normalitas (Shapiro-Wilk test) Formula I

(48)

32

c. Uji Normalitas (Shapiro-Wilk test) Formula III

Berdasarkan uji normalitas formula menghasilkan data yang tidak normal sehingga dilanjutkan dengan Uji Signifikansi Mann Whitney.

2. Uji Signifikansi Kelarutan

(49)

33

4. Uji Signifikansi (Mann Whitney test) Formula II

5. Uji Signifikansi (Mann Whitney test) Formula III

(50)

34 6. Uji Normalitas Kelarutan Antar DP

7. Uji Signifikansi Kelarutan Antar DP

8. Grafik Perbandingan Kelarutan DP dan CF

Formula 1 (1:9) Formula 2 (2:8) Formula 3 (3:7) Campuran Fisik (µg/mL) 0,70 0,97 1,06 Dispersi Padat (µg/mL) 9,09 10,88 12,36 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 K a d a rK u rk u m in Te rla ru t (µg /m L)

(51)

35

Lampiran 14. Statistika DE menit ke 180 CF dan DP 1. Uji Normalitas Disolusi

a. Uji Normalitas DE 180 Formula I

b. Uji Normalitas DE 180 Formula II

c. Uji Normalitas DE 180 Formula III

(52)

36

normal sehingga dilanjutkan dengan Uji Signifikansi Mann Whitney.

2. Uji Signifikansi Disolusi

a. Uji Signifikansi (Mann Whitney test) Formula I

(53)

37

c. Uji Signifikansi (Mann Whitney test) Formula III

Setelah itu dilakukan uji statistika disolusi antar DP. 3. Uji Normalitas Disolusi Antar DP

(54)

38 5. Uji Normalitas Disolusi Antar CF

(55)

39

Lampiran 15. Dokumentasi Uji Disolusi CF dan DP Ekstrak Kunyit-Poloxamer 407-Manitol

a)

b)

Gambar 1. Sampel Ekstrak Kunyit-Poloxamer 407-manitol : (a) CF dan (b) DP

(56)

40

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul “Perbedaan Profil Disolusi Kurkumin dalam Sistem Dispersi Padat Ekstrak Kunyit dengan Variasi Rasio Poloxamer 407 / Manitol” memiliki nama lengkap Antonia Puji Widiastuti yang lahir di Banjarnegara, 20 Juni 1996. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Andrianus Dalija dan Yuliana Wasriyani.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK Pertiwi (2001-2002), SD Negeri 2 Purwanegara (2003-2008), SMP Santo Borromeus Purbalingga (2008-2011), SMA Negeri 1 Banjarnegara (2011-2014), dan melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum Peracikan Obat 2016, serta aktif dalam kegiatan kemahasiswaan seperti TITRASI 2015 sebagai anggota divisi hubungan masyarakat, TITRASI 2016 sebagai koordinator divisi hubungan masyarakat, Pharmacy 3on3 and dance Competition 2016 sebagai koordinator divisi publikasi dan dokumentasi. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi FKMKKP periode 2015/2016 sebagai sekretaris II dan periode 2016/2017 sebagai sekretaris I .

Gambar

Gambar 1. Kurva Baku Kurkumin dalam Medium Disolusi ................................. 9  Gambar 2
Tabel I. Perbandingan Formula Dispersi Padat Kurkumin / Poloxamer 407 /  Manitol  BAHAN  FORMULA  I  II  III  Ekstrak Kunyit (g)  1,5  1,5  1,5  Poloxamer 407 (g)  0,35  0,7  1,05  Manitol (g)  3,15  2,8  2,45  Perbandingan pembawa  poloxamer 407 : manitol
Gambar 1. Kurva Baku Kurkumin dalam Medium Disolusi
Tabel II. Data Akurasi dan Presisi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh rasio ekstrak temulawak dan PEG 6000 dalam sistem dispersi padat terhadap disolusi kurkumin.Metode

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh rasio ekstrak temulawak dan PEG 6000 dalam sistem dispersi padat terhadap disolusi kurkumin.Metode

Tujuan dari penelitian ini ialah memberikan kajian profil disolusi kurkumin dari produk kapsul ekstrak kunyit yang beredar di pasaran, khususnya di Indonesia

Dalam penelitian ini, akan diteliti seberapa besar pengaruh proporsi drug load terhadap disolusi kurkumin pada dispersi padat isolat ekstrak rimpang kunyit - HPMC E-5 yang

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian mengenai pengaruh proporsi drug load terhadap laju disolusi kurkumin pada dispersi padat isolat ekstrak rimpang kunyit ( Curcuma domestica

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh proporsi drug load pada dispersi padat kurkumin ekstrak temulawak ( Curcuma xanthorriza Roxb.) dalam polimer

Pembuatan formula dispersi padat ekstrak kunyit dengan berbagai drug load menggunakan pembawa Poloxamer 407 terbukti dapat memberikan perbedaan yang signifikan

Profil laju disolusi dispersi padat dari perlakuan HM dan SM lebih besar dibandingan dengan perlakuan SE, hal ini disebabkan karena pada perlakuan HM dan SM