SKRIPSI
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERAWAT
PEREMPUAN DI RUMAH SAKIT SWASTA YANG
DIPEKERJAKAN PADA MALAM HARI
GEDE KURNIA UTTARA WUNGSU NIM: 1216051020
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERAWAT
PEREMPUAN DI RUMAH SAKIT SWASTA YANG
DIPEKERJAKAN PADA MALAM HARI
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
GEDE KURNIA UTTARA WUNGSU NIM: 1216051020
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
Lembar Persetujuan Pembimbing
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL : FEBRUARI 2016
Pembimbing I
I Nyoman Darmadha, SH., MH.
NIP. 19541231 198103 1 003
Pembimbing II
Made Pujawan, SH., MH.
NIP. 19530410 198603 1 001
SKRIPSI INI TELAH DI UJI PADA TANGGAL: 28 MARET 2016
Panitia Penguji Skripsi
Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana
Nomor: 0264/UNI4.4E/IV/PP/2016 Tanggal 03 Maret 2016
Ketua : I Nyoman Darmadha, SH., MH. ( )
(19541231 198103 1 003)
Sekretaris : Made Pujawan, SH., MH. ( )
(19530410 198603 1 001)
Anggota : Ida Bagus Putra Atmadja, SH., MH. ( )
(19541231 198303 1018)
A.A. Sg. Wiratni Darmadi, SH., MH. ( )
(19540720 198303 2001)
Ayu Putu Laksmi Danyati, SH., M.Kn. ( )
(19820421 200912 2004)
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Penulis menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang
sepengetahuan penulis, di salam naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah
yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu
Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini
dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata dalam naskah ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur
jiplakan atau plagiasi, penulis bersedia Skripsi ini digugurkan dan gelar akademik
Sarjana yang penulis peroleh dibatalkan, sera diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 12 Pebruari 2016
Yang Menyatakan,
(Gede Kurnia Uttara Wungsu)
NIM. 1216051020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan anugerahnya saya dapat menyelesaikan tugas akhir/skripsi yang
diwajibkan oleh universitas untuk memperoleh gelar sarjana hukum di Fakultas
Hukum Universitas Udayana. Adapun tugas akhir/skripsi yang saya buat berjudul
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERAWAT PEREMPUAN DI RUMAH SAKIT SWASTA YANG DIPEKERJAKAN PADA MALAM HARI”.
Terselesaikanya tugas akhir/skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan
dan dukungan berbagai pihak, baik secara moral maupun materiil yang tidak
ternilai harganya. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankanlah kiranya saya
menghaturkan rasa terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H., Dekan Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
2. Bapak Dr. I Nyoman Suyatna, S.H., M.H., Pembantu Dekan 1 (satu)
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
3. Bapak I Wayan Bela Siki Lanang, S.H., M.H., Pembantu Dekan 2 (dua)
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
4. Bapak I Wayan Suardana, S.H., M.H., Pembantu Dekan 3 (tiga) Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
5. Bapak I Nyoman Darmadha, S.H., M.H., Dosen Pembimbing Tugas
Akhir/Skripsi 1 (satu) dari penulis.
6. Bapak I Made Pujawan, S.H., M.H., Dosen Pembimbing Tugas
Akhir/Skripsi 2 (dua) dari penulis.
7. Bapak Dr. I Ketut Wirawan, S.H., M.Hum., Dosen Pembimbing
Akademik dari penulis.
8. Seluruh dosen pengajar di Fakultas Hukum Universitas Udayana yang
telah memberikan penulis pelajaran yang sangat amat berguna bagi
penulis, baik dalam pengerjaan tugas akhir/skripsi maupun terhadap
kehidupan sehari-hari dari penulis.
9. Bapak Dr. Ketut Wirata, SH., M.Kn., ayah kandung dari penulis yang
selalu mendukung segala kegiatan yang dilakukan oleh penulis dan
membiayai segala kegiatan tersebut.
10.Ibu Ni Ketut Putri Dariasih, ibu kandung dari penulis yang telah
memberikan dukungan moral yang sangat amat berarti bagi penulis baik
dalam perkuliahan maupun di luar perkuliahan.
11.Keempat kakak kandung saya yang selalu memberikan dorongan moral
untuk dapat segera menyelesaikan tugas akhir/skripsi ini agar segera
mendapatkan gelar sarjana.
12.Seluruh anggota dan staff di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
13.Seluruh rekan-rekan yang selalu bersama melewati suka dan duka serta
selalu memberikan kenangan manis dalam melaksanakan perkuliahan,
serta memberikan motivasi bagi penulis untuk dating kekampus
melaksanakan perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir/skripsi ini masih jauh dari sempurna
mengingat kemampuan saya yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
dari tugas akhir/skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih semoga
tugas akhir/skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca dan
semua pihak yang merasa berkepentingan.
Denpasar,
Gede Kurnia Uttata Wungsu
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PRASYARAT GELAR SARJANA ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN PANITIA PENGUJI ... iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
ABSTRAK ... xii
ABSTRACT ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 10
1.3.Ruang Lingkup Masalah ... 11
1.4. Orisinalitas Penelitian ... 11
1.5. Tujuan Penelitian ... 14
1.5.1.Tujuan Umum ... 14
1.5.2.Tujuan Khusus ... 14
1.6.Manfaat Penelitian ... 14
1.6.1.Manfaat Teoritis... 15
1.6.2.Manfaat Praktis ... 15
1.7.Landasan Teori ... 15
1.8.Metode Penelitian... 20
1.8.1. Jenis Penelitian ... 20
1.8.2. Jenis Pendekatan ... 21
1.8.3. Bahan Hukum ... 22
1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 22
1.8.5. Teknik Analisis ... 23
BAB II. TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM, RUMAH SAKIT SWASTA, DAN MALAM HARI .... 24
2.1. Perlindungan Hukum ... 24
2.1.1. Pengertian Perlindungan Hukum ... 24
2.1.2. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja ... 25
2.2. Rumah Sakit Swasta ... 27
2.2.1. Pengertian Rumah Sakit Swasta ... 28
2.2.2. Rumah Sakit Swasta Di Bentuk Oleh Badan Hukum ... 29
2.3. Malam Hari ... 30
2.3.1. Pengertian Malam Hari ... 31
2.3.2. Unsur-Unsur Malam Hari ... 32
BAB III. PENGATURAN STATUS HUKUM PROFESI PERAWAT DI RUMAH SAKIT SWASTA ... 34
3.1. Pembagian Rumah Sakit Menurut Pengelolaannya ... 34
3.1.1. Rumah Sakit Publik ... 34
3.1.2. Rumah Sakit Privat ... 36
3.2. Pengaturan Status Hukum Profesi Perawat di Rumah Sakit Swasta ... 37
BAB IV. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERAWAT YANG BEKERJA PADA MALAM HARI DI RUMAH SAKIT SWASTA ... 40
4.1. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Yang Bekerja Pada Malam Hari .... 40
4.2. Perlindungan Hukum Terhadap Perawat Perempuan Yang Bekerja Pada Malam Hari Di Rumah Sakit Swasta ... 45
BAB V. PENUTUP ... 50
5.1. Simpulan ... 50
5.2. Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 53
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERAWAT PEREMPUAN DI RUMAH SAKIT SWASTA YANG DIPEKERJAKAN PADA MALAM
HARI Oleh:
Gede Kurnia Uttara Wungsu
ABSTRAK
Perawat merupakan salah satu profesi yang mengemban resiko yang sangat tinggi. Resiko pekerjaan perawat yang tinggi tersebut dapat bertambah lagi apabila dilakukan oleh seorang perempuan pada malam hari. Oleh karena hal tersebut, profesi perawat khususnya perawat perempuan harus mendapatkan perlindungan hukum dari tempat ia bekerja. Rumah sakit merupakan salah satu badan yang mempekerjakan tenaga kesehatan perawat. Rumah sakit menurut pengelolaannya dapat dibagi menjadi rumah sakit publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Sedangkan rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum yang bersifat provit. Rumah sakit dapat dibentuk oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit hanya mengatur tentang jenis rumah sakit menurut pengelolaannya dan pembentuk rumah sakit saja, tidak mengatur lebih lanjut tentang status hukum profesi perawat di rumah sakit swasta dan perlindungan hukum terhadap perawat perempuan yang dipekerjakan pada malam hari. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian tentang status profesi perawat di rumah sakit swasta dan perlindungan hukum terhadap perawat perempuan yang dipekerjakan pada malam hari, sehingga akan ditemukan kejelasan tentang dasar hukum apa yang dipakai dalam memberikan perlindungan hukum terhadap perawat perempuan yang dipekerjakan pada malam hari.
Oleh karena ditemukannya kekosongan norma dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum Normatif, yaitu menggunakan pendekatan melaui perspektif norma-norma yang sudah ada sebelumnya.
Adapun hasil penelitian mengenai status profesi perawat di rumah sakit swasta merupakan sebagai tenaga kerja, karena dilihat dari pengelola rumah sakit swasta adalah badan hukum. Mengetahui bahwa status profesi perawat di rumah sakit swasta adalah sebagai tenaga kerja, maka acuan untuk memberikan
perlindungan hukum terhadap perawat perempuan yang dipekerjakan pada malam hari adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Kata Kunci: Perawat Perempuan, Rumah Sakit Swasta, Tenaga Kerja.
PROTECTION OF THE LAW AGAINTS FEMALE NURSE IN A PRIVATE HOSPITAL THAT EMPLOYED AT NIGHT
By:
Gede Kurnia Uttara Wungsu
ABSTRACT
The nurse is one of the professions that carry a very high risk. High risk of nursing job that can grow again if taken by a woman at night. Because of this, the nursing profession in particular nursing women should receive legal protection from where he works. The hospital is one of the agencies that employ health nurses. Hospitals according to management can be divided into public hospitals and private hospitals. Public hospitals managed by the government, local governments, and non-profit legal entity. While the private hospitals are hospitals that are managed by legal entities that are in profit. Hospitals can be formed by the government, local governments, and the private sector. Law Number 44 Year 2009 on Hospital just set on the type of hospital by hospital management and forming only, not set up more about the legal status of the nursing profession in a private hospital and the protection of the law against female nurse who is employed at night. Thus it is necessary to do research on the status of the nursing profession in a private hospital and the protection of the law against female nurse employed at night, so it will be found clarity on what legal basis used in providing legal protection for female nurses employed at night.
Therefore, the discovery of emptiness norm in Law Number 44 Year 2009 on Hospitals and the Act No. 38 Year 2014 About Nursing, this study used the Normative legal research methods, the approach through the perspective of the norms that already exists.
The research results on the status of the nursing profession in private hospitals constitute the labor force, as seen from the manager of a private hospital is a legal entity. Knowing that the professional status of nurses in private hospitals is as labor, hence the reference to providing legal protection for women employed nurses at night was Law Number 13 Year 2003 on Manpower.
Keywords: Female Nurse, Private Hospital, Labor.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini sangat mempermudah kehidupan
manusia. Khususnya di bidang ilmu hukum, perkembangan ilmu hukum dengan
aturan-aturan yang mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang, serta ciri khas
dari hukum yaitu memberikan sanksi bagi yang melanggar ketentuan hukum tersebut,
membuat kehidupan manusia dalam bermasyarakat menjadi lebih aman dan nyaman.
Sebagian besar masyarakat menginginkan kehidupan yang aman dan nyaman,
baik dari segi fisik maupun dari segi lingkungan hidup. Kehidupan manusia yang
aman dan nyaman, dimulai dari hidup yang sehat. Setiap orang berhak atas kesehatan,
baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani. Bahkan hak atas kesehatan ini
telah di akui dan di kukuhkan oleh negara Indonesia dengan dibentuknya
Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Tepatnya pada pasal 4
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa “Setiap orang
berhak atas kesehatan”.
Hak untuk hidup merupakan hak konstitusional warga negara Indonesia
sebagaimana diatur dalam pasal 28A Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 atau yang selanjutnya disebut UUD: “setiap orang berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya tersebut, setiap orang harus dalam keadaan
sehat, jika tidak, mustahil seseorang dapat bertahan hidup.
Kesehatan itu penting bagi kehidupan manusia. Tidak ada seorangpun yang
menginginkan kesehatannya terganngu, karena jika kesehatannya terganggu, maka
seseorang akan sulit menjalankan aktifitasnya. Tetapi tidak sedikit orang yang
mengalami sakit itu akibat dari aktifitasnya yang mungkin terlalu berat.
Pada era yang modern ini, jika seseorang mengalami sakit, maka akan di
rawat di rumah sakit dengan fasilitas yang telah disediakan oleh rumah sakit.
Banyaknya rumah sakit yang ada pada saat ini, memaksa orang yang mengalami sakit
ataupun pihak keluarga dari orang yang mengalami sakit tersebut untuk memilih
rumah sakit mana yang akan dipercaya untuk merawatnya, dan hal tersebut
merupakan hak dari orang yang mengalami sakit ataupun pihak keluarga dari orang
yang mengalami sakit tersebut.
Adapun tugas dan fungsi rumah sakit terdapat dalam pasal 4 dan pasal 5
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Pasal 4 menyatakan
bahwa “Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna”. Pasal 5 menyatakan sebagai berikut:
Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Rumah Sakit mempunyai fungsi :
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Persyaratan didirikannya rumah sakit diatur dalam BAB V Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit yang menyatakan bahwa rumah sakit
dapat didirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta. Rumah sakit
pemerintah berada dibawah tanggung jawab dari Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Rumah sakit
pemerintah daerah berada dibawah tanggung jawab dari Gubernur, Bupati, atau
Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Rumah sakit pemerintah dan rumah sakit pemerintah daerah harus berbentuk
Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi
tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum
atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Sedangkan rumah sakit swasta harus berbentuk badan hukum yang
kegiatan usahanya bergerak di bidang perumahsakitan, sehingga tanggung jawab atas
rumah sakit swasta tersebut berada pada badan hukum yang membentuk rumah sakit
Berdasarkan pasal 20 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit, rumah sakit berdasarkan pengelolaannya dapat dibagi menjadi dua,
yaitu rumah sakit publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik dikelola oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba atau badan
hukum yang sifat hasil usahanya tidak dibagikan, melainkan untuk peningkatan
pelayanan, seperti yayasan, perkumpulan, dan perusahaan umum. Sedangkan rumah
sakit privat adalah dengan tujuan provit yang berbentuk perseroan terbatas atau
persero.1
Jika ditelaah lebih lanjut dari BAB V dan BAB VI Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, maka rumah sakit swasta dapat dibagi menjadi
dua, yaitu rumah sakit swasta publik (badan hukum yang bersifat nirlaba atau badan
hukum yang sifat hasil usahanya tidak dibagikan) dan rumah sakit swasta privat
(dengan tujuan provit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero).
Untuk merawat orang yang sedang sakit di rumah sakit, diserahkan kepada
perawat, baik perawat laki-laki maupun perawat perempuan. Adapun tugas dari
perawat diatur dalam pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014
Tentang Keperawatan yang menetapkan sebagai berikut:
Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat bertugas sebagai: a. pemberi Asuhan Keperawatan;
b. penyuluh dan konselor bagi Klien; c. pengelola Pelayanan Keperawatan;
1 Muhamad Sadi Is, 2015, Etika Hukum Kesehatan (Teori dan Aplikasinya di Indonesia), Cetakan ke-1, Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 108
d. peneliti Keperawatan;
e. pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau f. pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.
Siti Hajati Hosein menyatakan bahwa “berdasarkan pada ketentuan yang
berlaku di Indonesia, ada perbedaan kesatuan yang didasari kepada siapa pemberi
kerjanya, sehingga ada perbedaan ketentuan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil
(ambtenaar), di samping ketentuan yang berlaku bagi pekerja/buruh di perusahaan
swasta (arbeider)”.2
Perawat yang bekerja di rumah sakit pemerintah atau rumah sakit pemerintah
daerah, profesi perawat tersebut termasuk ke dalam Pegawai Negeri Sipil maupun
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, karena rumah sakit pemerintah dan
rumah sakit pemerintah daerah bergerak di bidang pemerintahan. Sedangkan perawat
yang bekerja di rumah sakit swasta, sudah jelas bukan Pegawai Negeri Sipil maupun
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, melainkan merupakan tenaga kerja
yang dipekerjakan oleh badan hukum yang kegiatan usahanya bergerak di bidang
perumahsakitan.
Pengertian perawat dalam ketentuan pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor
38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan menyatakan bahwa “Perawat adalah seseorang
yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri
yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan
2 Aloysius Uwiyono, Siti Hajati Hosein, Widodo Suryandono, dan Melania Kiswandari, 2014,
Asas-Asas Hukum Perburuhan, Cetakan ke-1, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 49
undangan”. Perawat juga merupakan orang yang berhak atas kesehatan dan perawat
berhak pula mendapatkan perlindungan hukum dari negara.
Negara dalam menjaga ketertiban hukum, menuangkan hak-hak yang dimiliki
oleh warga negaranya kedalam suatu peraturan yang disebut dengan hukum
perundang-undangan. Hak merupakan sebagai kepentingan-kepentingan yang
dilindungi oleh hukum. Tetapi perlu ditekankan bahwa kepentingan-kepentingan
tersebut bukan diciptakan oleh negara karena kepentingan-kepentingan itu telah ada
dalam kehidupan bermasyarakat dan negara hanya memilih mana yang harus
dilindungi.3
Menurut Jeremy Bentham, hak tidak memiliki arti apapun jika tidak ditunjang
oleh undang-undang. Undang-undang adalah suatu bentuk nyata dari hukum. Dari
hukum yang nyata timbul hak yang nyata. Bentham menegaskan bahwa hak adalah
anak dari hukum.4
Hukum perundang-undangan termasuk ke ranah atau bentuk hukum tertulis.
Hukum tertulis telah menjadi tanda ciri dari hukum modern yang harus mengatur
serta melayani kehidupan modern.5 Kelebihan hukum tertulis dibandingkan hukum
3 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan ke-3, Kencana, Jakarta, hlm. 175.
4Ibid, hlm. 164.
5 Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Cetakan ke-5, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 72
tidak tertulis dalam melayani kehidupan modern sebagaimana disebutkan diatas
adalah antara lain:6
1. Apa yang diatur dengan mudah diketahui orang;
2. Setiap orang, kecuali yang tidak bisa membaca, mendapatkan jalan masuk yang sama ke dalam hukum;
3. Pengetahuan orang mengenai hukum senantiasa bisa dicocokkan kembali dengan yang telah dituliskan, sehingga mengurangi ketidakpastian;
4. Untuk keperluan pengembangan peraturan hukum atau perundang-undangan, untuk membuat yang baru, maka hukum tertulis juga menyediakan banyak kemudahan.
Pengguanaan hukum tertulis yang umum ini, tidak serta merta dapat
disamakan dengan meningkatnya kualitas keadilan. Hukum tertulis tidak
berhubungan dengan kualitas keadilan, tetapi hanya menyangkut bentuk saja. 7
Wirjono Prodjodikoro mendefinisikan tentang hukum yaitu hukum adalah
rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota
suatu masyarakat, sedang satu-satunya tujuan dari hukum ialah mengadakan
keselamatan, bahagia, dan tata tertib dalam masyarakat.8
Hukum diciptakan karena adanya hak.9 Hak yang dimaksud dalam hal ini
adalah hak individu yang terkandung dalam kehidupan bermasyarakat. Hak individu
tersebutlah yang akan diseleksi oleh badan legislatif negara dan dituangkan kedalam
peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, hak tersebut akan berubah menjadi
hukum dengan bantuan badan legislatf negara.
Hak hukum adalah selalu merupakan kewajiban hukum orang lain. Tidak ada
hak hukum tanpa adanya kewajiban hukum orang lain. Hak dalam arti sempit dapat
dikatakan bahwa hak selalu merupakan kewajiban orang lain, sedangkan kewajiban
tidak selalu mengakibatkan hak orang lain.10
Dalam dunia kerja, hak-hak diperoleh seseorang setelah melakukan
kewajibannya sebagai pekerja terlebih dahulu. Hak dan kewajiban para pekerja
tercantum dalam perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan tenaga kerja
dengan kesepakatan bersama. Begitu pula halnya dengan perawat yang bekerja di
rumah sakit swasta, yang mengikatkan diri dalam suatu perjanjian kerja dengan
rumah sakit swasta tersebut.
Diadakannya perjanjian kerja antara pemberi kerja dengan penerima kerja,
guna terjalinnya hubungan antara pemberi kerja dengan penerima kerja tersebut, dan
selanjutnya akan berlaku ketentuan tentang hukum perburuhan, antara lain mengenai
syarat-syarat kerja, jaminan sosial, kesehatan dan keselamatan kerja.11
Hak-hak tenaga kerja laki-laki berbeda dengan hak-hak tenaga kerja
perempuan. Tenaga kerja perempuan memperoleh hak-hak yang lebih khusus
daripada tenaga kerja laki-laki. Hal tersebut diakibatkan oleh karena kaum perempuan
memiliki resiko yang lebih besar daripada kaum laki-laki terutama pada saat
10 Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, 2012, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Cetakan ke-2, Konpress, Jakarta, hlm 61
11 Aloysius Uwiyono, Siti Hajati Hosein, Widodo Suryandono, dan Melania Kiswandari, op.cit, hlm. 52
perempuan dipekerjakan pada malam hari. Hal tersebut diatas dapat dilihat dari
ketentuan pasal 76 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh
perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib:
a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
Jika dilihat dari aspek kodratnya, sudah sepantasnya perempuan mendapatkan
perlindungan hukum bila dipekerjakan pada malam hari, karena perempuan lebih
lemah dan memerlukan pelindungan hukum yang lebih daripada laki-laki. Iman
Soepomo menegaskan bahwa dalam wanita seharusnya mendapatkan perlakuan
khusus terkait dengan kesehatan, kesusilaan, dan keselamatan kerja.12
Bukan berarti bahwa dalam pemberian perlindungan khusus terhadap
perempuan ini dikatakan sebagai ketidaksetaraan gender, melainkan untuk
menumbuhkan suatu keadilan, maka diskriminasi itu diperlukan dalam hukum.
Gender tidak semata-mata kodrat yang diberikan oleh Tuhan, tetapi bila diartikan
lebih luas, gender bisa jadi adalah suatu bentuk rekayasa dari masyarakat (sosio
constuction).13
12 Iman Soepomo, 1983, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja (Perlindungan Hukum), Cetakan Ke-5, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 55.
13 Ristina Yudhanti, 2014, Perempuan dalam Pusaran Hukum, Cetakan ke-1, Thafa Media, Yogyakarta, hlm. 31
Perawat dalam hal tugasnya yang tercantum dalam pasal 29 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan yang menetapkan
bahwa Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat bertugas sebagai
pemberi Asuhan Keperawatan. Dalam hal pemberian asuhan keperawatan tersebut,
perawat bekerja 24 jam secara bergantian. Perawat yang bekerja pada malam hari
tersebut adalah perawat laki-laki maupun perempuan. Pada saat perawat perempuan
dipekerjakan pada malam hari inilah yang harus diberikan perlindungan hukum lebih
dikarenakan situasi dan kondisi yang dimungkinkan terjadinya bahaya dalam
pekerjaan.
Jika dilihat dari segi petanggungjawabannya, perawat yang bekerja dirumah
sakit swasta adalah atas perlidungan dari badan hukum yang mempekerjakannya.
Tetapi Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan dan
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit tidak mengatur tentang
perlindungan hukum terhadap perawat yang dipekerjakan pada malam hari, dan juga
tidak menjelaskan status profesi perawat yang bekerja di rumah sakit pemerintah dan
rumah sakit pemerintah daerah serta di rumah sakit swasta. mengingat bahwa hukum
merupakan kehendak dan ciptaan manusia berupa norma-norma yang berisikan
petunjuk-prtunjuk tingkah laku, tentang apa tang boleh dilakukan dan tentang apa
yang tidak boleh dilakukan.14 Oleh karena itu hukum harus mempunyai sanksi dan
mengandung nilai-nilai keadilan, kegunaan, serta nilai kepastian dalam masyarakat
14 Chainur Arrasjid, 2006, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Cetakan Ke-4, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 112
empat hukum diciptakan. Atas dasar hal tersebut diatas, maka saya tertarik untuk
melakukan penelitian guna penyusunan tugas akhir dalam strata satu (S1) yaitu skipsi
dengan mengambil judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERAWAT
PEREMPUAN DI RUMAH SAKIT SWASTA YANG DIPEKERJAKAN PADA MALAM HARI”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan status hukum profesi perawat perempuan yang bekerja
di rumah sakit swasta?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap perawat perempuan yang bekerja
pada malam hari di rumah sakit swasta?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang meluas dari skripsi ini, maka perlu
adanya pembatasan ruang lingkup masalah yang dibahas nanti. Adapun ruang lingkup
permasalahan pertama meliputi: pembagian rumah sakit menurut pengelolaannya dan
pengaturan status hukum profesi perawat perempuan di rumah sakit swasta.
Sedangkan ruang lingkup permasalahan yang kedua meliputi: perlindungan hukum
terhadap pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari, dan perlindungan hukum
Dengan dibatasinya pembahasan mengenai permasalahan-permasalahan tersebut
diatas, sehingga pembahasan tersebut dapat berjalan sesuai dengan alur dan dapat
membedah permasalahan-permasalahan tersebut diatas.
1.4. Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan fakta yang menunjukkan bahwa cukup banyak hasil penelitian
yang berkaitan dengan objek penelitian baik dalam bentuk laporan, skripsi, tesis,
maupun disertasi. Namun khusus untuk penelitian hukum, dengan keterbatasan
kemampuan, untuk menelusuri hasil-hasil penelitian di bidang hukum, tidak banyak
didapati penelitian tentang perawat perempuan yang dipekerjakan pada malam hari.
Adapun dari penelusuran yang telah dilakukan, terdapat penelitian sejenis dalam
bentuk jurnal dan skripsi, sebagai berikut:
Table 1. Daftar Penelitian Sejenis
No. Judul Penelitian Penulis Rumusan Masalah
1. Perlindungan Hukum
dan profesinya.
2. Perlindungan Hukum
dalam pelaksanaan
perlindungan hukum
terhadap perawat
yang bekerja pada
malam hari di
Rumah Sakit
Harapan, Kota
Magelang?
Terdapat perbedaan pada kedua penelitian tersebut diatas dengan penelitian
yang akan saya lakukan guna penyusunan karya ilmiah ini. Penelitian pertama
memfokuskan pada pengaturan dan bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga
kesehatan dalam melaksanakan tugas dan profesinya. Penelitian kedua lebih
memfokuskan pada keseluruhan profesi perawat, baik laki-laki mapun perempuan,
dan baik di rumah sakit negeri maupun di rumah sakit swasta. penelitian kedua
dilakukan secara empiris, dengan menggunakan data yang diperoleh dari rumah sakit
Harapan, Kota Magelang. Adapun penelitian yang saya lakukan, dengan judul
“Perlindungan Hukum Terhadap Perawat Perempuan Di Rumah Sakit Swasta Yang
Dipekerjakan Pada Malam Hari” yang mengkaji perawat perempuan dari sisi
ketenagakerjaan, serta bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap perawat
1.5. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari skripsi ini yang terdiri dari tujuan umum dan
tujuan khusus, yaitu:
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan mengkaji perlindungan hukum terhadap perawat
perempuan di rumah sakit swasta yang dipekerjakan pada malam hari.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengkaji profesi perawat dari sisi ketenagakerjaan.
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap perawat perempuan di
rumah sakit swasta yang dipekerjakan pada malam hari.
1.6. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang akan diperoleh dari adanya penelitian skripsi ini terdiri
dari manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu:
a. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran pemikiran akademis bagi pengembangan
ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, khususnya pada bidang hukum
b. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi lembaga eksekutif dan legislatif untuk memperbaiki undang-undang yang
sedang berlaku pada saat ini yaitu Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014
Tentang Keperawatan dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit, agar diperjelas kedudukan profesi perawat di rumah sakit negeri
maupun di rumah sakit swasta, serta memberikan perlindungan hukum terhadap
perawat perempuan di rumah sakit swasta yang dipekerjakan pada malam hari.
1.7. Landasan Teori
Landasan teori dari karya ilmiah ini mengarah pada teori hubungan kerja. Dari
teori hubungan kerja, maka lahirlah sebuah perjanjian yang dilakukan antara pemberi
kerja dan penerima kerja/tenaga kerja. Menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan, dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Perjanjian yang dilakukan oleh pemberi kerja dengan penerima kerja/tenaga kerja
tersebut disebut dengan perjanjian kerja. Perjanjian kerja yang menjadi landasan dari
karya ilmiah ini mencakup kesehatan dan keselamatan kerja, yang merupakan
hak-hak dari tenaga kerja, atau dapat juga dikatakan sebagai kewajiban dari pemberi
kerja. Penentuan jam kerja sangat berpengaruh pada kesehatan dan keselamatan kerja,
sesuai dengan kemampuan dari tenaga kerja.15 Tenaga kerja yang dipekerjakan pada
malam hari akan mendapatkan resiko pekerjaan yang lebih besar daripada tenaga
kerja yang dipekerjakan pada pagi hari, siang hari, ataupun sore hari. Terlebih tenaga
kerja yang dipekerjakan pada malam hari tersebut adalah tenaga kerja perempuan,
yang secara kodratnya perempuan lebih lemah daripada laki-laki dalam urusan
kesehatan dan keselamatannya.
Menurut Adrian Sutedi, “keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu
program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya
pencegahan bagi timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan
tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian”.16
Seseorang disebut sebagai tenaga kerja tergantung dari siapa pemberi
kerjanya, jika pemberi kerjanya berurusan dengan pemerintah maupun pemerintah
daerah, maka seorang sebagai penerima kerja tersebut masuk ke dalam Pegawai
Negeri Sipil ataupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang ranah
hukumnya termasuk ke dalam hukum publik (hukum administrasi negara).
Sedangkan jika pemberi kerjanya adalah perusahaan swasta ataupun perorangan,
maka seorang penerima kerja tersebut termasuk kategori tenaga kerja. Tenaga kerja
15 G. Kartasapoetra, R.G. Kartasapoetra, dan A.G. Kartasapoetra, 1992, Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila, Cetakan ke-3, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 117
16 Adrian Sutedi, 2011, Hukum Perburuhan, Cetakan Ke-2, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 170.
itu sendiri dalam kaitannya dengan hukum, termasuk ke dalam hukum
privat/perdata.17
Dilihat dari pengaturan tentang perjanjian pada pasal 1338 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, artinya
akan berlaku aturan hukum baru bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut.
Pemberi kerja yang melakukan perjanjian dengan penerima kerja akan berlaku hukum
bagi mereka yang berisikan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hak dan
kewajiban yang tercantum dalam perjanjian tersebut berlaku secara sah bagi para
pihak dengan kesepakatan bersama. Sahnya hak dan kewajiban tersebut harus disertai
dengan melengkapi empat syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab yang halal.
Ketika suatu perjanjian sudah dikatakan sah dan menjadi suatu hukum baru
bagi para pihaknya, maka hukum tersebut akan melindungi para pihaknya jika terjadi
17 Zainal Asikin, Agusfian Wahab, Lalu Huseni, dan Zaeni Asyhadie, 2010, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cetakan ke-8, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 6
wanprestasi dari salah satu pihak. Perlindungan hukum tersebut telah didapatkan pada
saat salah satu pihak telah mengikatkan diri dengan pihak lainnya, dan apabila salah
satu pihak tidak mendapatkan haknya dan/atau sebaliknya pihak lainnya tidak
menjalankan kewajibannya, maka hukum akan bergerak untuk melindungi pihak
yang dirugikan tersebut. Adanya perlindungan dari hukum merupakan suatu bentuk
ancaman yang disertai dengan sanksi agar tidak terjadinya suatu pelanggaran.
Perlindungan hukum sangat dibutuhkan oleh tenaga kerja, karena dalam suatu
pekerjaan pasti terdapat resiko yang mungkin akan menimpa tenaga kerja tersebut.
Ada adagium yang menyatakan bahwa “pekerja adalah tulang punggung perusahaan”.
Pekerja dapat dikatakan sebagai tulang punggung perusahaan karena tenaga kerja
mempunyai peran penting dalam suatu perusahaan, tanpa adanya pekerja, perusahaan
tersebut tidak akan berjalan, dan berpartisipasi dalam pembangunan.18
Mengenai perlindungan hukum, Menurut Philipus M. Hadjon dalam bukunya
“Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia” bahwa perlindungan hukum dalam
kepustakaan hukum berbahasa Belanda dikenal dengan sebutan “rechtbescherming
van de burgers”. Pendapat ini menunjukkan kata perlindungan hukum merupakan
terjemahan dari bahasa Belanda. Kata perlindungan mengandung pengertian terdapat
suatu usaha untuk memberikan hak-hak pihak yang dilindungi sesuai dengan
kewajiban yang telah dilakukan. Ada dua macam bentuk perlindungan hukum yaitu
perlindungan hukum yang bersifat preventif dan represif. Preventif artinya
18Ibid, hlm. 95
perlindungan yang diberikan sebelum terjadinya sengketa, artinya perlindungan
hukum ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya
perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.19
Teori Gustav Radbruch yang lebih mengarah pada gagasan hukum sebagai
nilai keadilan, tidak bisa lepas dari isi yang konkret, maka dari itu harus menengok
pada segi finalitasnya. 20 Dan untuk melengkapi keadilan dan finalitas itu,
dibutuhkannya kepastian.21 Jadi menurut Radbruch, hukum memiliki tuga aspek,
yaitu: keadilan, finalitas, dan kepastian. Aspek kepastian merujuk pada tujuan
kesamaan hak di depan hukum.22 Aspek finalitas merujuk pada tujuan keadilan, yaitu
memajukan kebaikan dalam hidup manusia. Aspek ini menentukan isi hukum.23
Sedangkan kepastian merujuk pada jaminan bahwa hukum (yang berisi keadilan dan
norma-norma yang memajukan kebaikan) benar-benar berfungsi sebagai peraturan
yang ditaati.24
Dari Teori Perlindungan Hukum dan Teori Gustav Radbruch tersebut dapat
menggambarkan bahwa perlindungan hukum itu diperlukan oleh setiap orang dan
nilai-nilai keadilan sangatlah diperlukan dalam memberikan perlindungan hukum.
19 Putu Vera Widyantari, 2014, “Tesis; Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Perbankan Dengan Jaminan Tanah Yang Belum Bersertipikat Sebelum Proses Pendaftaran Jaminan Tanah Selesai Ditinjau Dari Undang-Undang No. 4 Tahun 1996”, http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-1097-2081819407-tesis%20kenotariatan.pdf, diakses tanggal 06 April 2016, pukul 21.14
20 Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, 2013, Teori Hukum (Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi), Cetakan Ke-4, Genta, Yogyakarta, Hlm. 118
21Ibid
22Ibid
23Ibid
24Ibid
Nilai-nilai keadilan itu harus berbentuk konkret dengan melihat dari segi finalitasnya
dan dilengkapi dengan kepastian untuk memberikan jaminan bahwa hukum
benar-benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati.
Tenaga kerja yang dibutuhkan perusahaan dewasa ini tidak memandang status
gender, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan bekerja yang sama
dalam suatu perusahaan. Tetapi jika pekerjaannya memang sangat berat, sangat
dimungkinkan adanya perlindungan khusus bagi kaum perempuan, karena menurut
Imam Soepomo, perempuan sudah seharusnya mendapatkan perlakuan khusus terkait
dengan kesehatan, kesusilaan, dan keselamatan kerja. Dengan landasan teori yang
telah dipaparkan tersebut diatas, diharapkan dapat menyelesaikan
permasalahan-permasalahan dalam karya ilmiah ini.
1.8. Metode Penelitian
Dalam penulisan karya ilmiah haruslah berdasarkan metode penelitian yang
mencakup jenis penelitian, jenis pendekatan, bahan hukum/data, teknik pengumpulan
bahan hukum/data, dan teknik analisis yang akan dipaparkan sebagai berikut:
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam karya ilmiah yang berjudul perlindungan hukum
terhadap perawat perempuan di rumah sakit swasta yang dipekerjakan pada malam
hari ini adalah penelitian hukum normatif, yang artinya penelitian ini menggunakan
hukum normatif dapat juga dikatakan sebagai penelitian dalam pengkajian peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian karya ilmiah ini adalah
pendekatan yuridis normatif, yaitu “penelitian yang membahas doktrin-doktrin atau
asas-asas dalam ilmu hukum”.25 Penelitian hukum normatif mencakup:26
a. Penelitian terhadap asas-asas hukum;
b. Penelitian terhadap sistematika hukum;
c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum;
d. Penelitian sejarah hukum; dan
e. Penelitian perbandingan hukum.
Untuk dapat membedah permasalahan-permasalahan yang akan di teliti,
memerlukan pendekatan melalui Undang-Undang dan
pendekatan-pendekatan melalui konsep. Agar sekiranya dapat dipecahkan
permasalahan-permasalahan yang telah tersebut diatas.
c. Bahan Hukum
Penelitian ini bersumber dari bahan hukum yang berupa:
25 Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke-1, Sinar Grafindo Offset, Jakarta, hlm. 24
26Ibid, hlm. 22
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang berupa peraturan
perundang-undangan. Bahan hukum primer dalam penelitian ini
mencakup:
a) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;
b) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan;
c) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
d) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
dan
e) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan
mengenai bahan hukum primer seperti berbagai bahan kepustakaan berupa
buku, majalah, hasil penelitian, makalah dalam seminar, dan jurnal yang
berkaitan dengan penelitian ini.
3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder dalam
penelitian ini yang mana terdiri kamus hukum dan kamus besar bahasa
Indonesia.
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan studi
penelitian ini, serta mengutip teori-teori hukum yang berkaitan dengan permasalahan
yang terdapat dalam penelitian ini.
e. Teknik Analisis
Dalam hal menganalisis terhadap bahan-bahan hukum yang telah terkumpul,
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Teknik Deskriptif, yaitu pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.
mempelajarai masalah-masalah dalam masyarakat serta tatacara yang berlaku
dalam masyarakat.
2) Teknik Interpretasi, yaitu pencarian arti kata yang ditafsirkan di dalam hukum
atau menghubungkan pasal-pasal yang saling berkaitan dalam suatu peraturan
perundang-undangan.
3) Teknik Argumentasi, yaitu suatu pengembangan paragraf dalam penulisan
yang berisikan pengembangan-pengembangan pemikiran dengan tujuan untuk
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM, RUMAH SAKIT SWASTA, DAN MALAM HARI
2.1. Perlindungan Hukum
Setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan, karena tak seorangpun
dapat menghindar dari bahaya yang dapat menimpanya suatu saat nanti. Oleh karena
kita berada di negara hukum, maka sudah selayaknya setiap orang mendapatkan
perlindungan dari hukum.
2.1.1. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum
berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan
atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya.1 Bagi Negara
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, prinsip-prinsip perlindungan hukum
bagi rakyat dengan sendirinya harus dikembalikan kepada Pancasila sebagai dasar
negara.2
Dalam suatu negara yang menganut supremasi hukum atau menjadikan
hukum sebagai panglima, maka negara tersebut wajib melindungi warga negaranya
1 Philipus M. Hadjon, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia (Sebuah Studi tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi), Cetakan Ke-1, Peradaban, Surabaya, Hlm. 25
2Ibid
dengan menciptakan suatu hukum yang dapat melindungi hak-hak dari subjek hukum
yang berada di negaranya. Hukum dapat memberikan batasan-batasan tingkah laku
subjek hukum, sehingga setiap subjek hukum berkewajiban untuk tidak merampas
hak-hak dari subjek hukum lainnya.
2.1.2. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja
Pekerja/buruh yang diartikan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Tidak ada batasan umur maupun
gelar akademik atau non akademik dalam pengertian pekerja/buruh yang tercantum
dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan tersebut. Hanya saja yang membedakan pekerja/buruh yang
dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan adalah pemberi kerjanya. Pengertian pemberi kerja terdapat dalam
Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Pekerja/buruh yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain pada orang perseorangan, pengusaha, badan hukum,
Dalam beberapa karya ilmiah tentang ketenagakerjaan sering dijumpai
adagium yang menyatakan bahwa “pekerja/buruh adalah tulang punggung
perusahaan”. Pekerja/buruh dikatakan sebagai tulang punggung perusahaan karena
memang benar pekerja/buruh memiliki peran penting dalam perusahaan, tanpa
adanya pekerja/buruh perusahaan tersebut tidak akan bisa jalan, dan tidak akan bisa
berpartisipasi dalam pembangunan nasional.3 Menyadari pentingnya pekerja/buruh
bagi perusahaan, pemerintah, dan masyarakat, maka perlu dilakukan pemikiran agar
pekerja/buruh dapat menjaga keselamatan dalam menjalankan pekerjaannya. 4
Demikian pula perlu diusahakan ketenangan dan kesehatan pekerja/buruh agar apa
yang dihadapinya dalam pekerjaan dapat diperhatikan semaksimal mungkin sehingga
kewaspadaan dalam menjalankan pekerjaan itu tetap terjamin.5
Perlindungan kerja dapat dilakukan baik dengan memberikan tuntunan,
santunan, maupun dengan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia,
perlindungan fisik dan sosial ekonomi melalui norma yang berlaku dalam
perusahaan.6 Dengan demikian, secara teoritis dikenal ada tiga jenis perlindungan
kerja, yaitu sebagai berikut:7
1. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan yang berkaitan dengan usaha
kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja/buruh
3 Zaeni Asyhadie, 2015, Hukum Kerja, Cetakan Ke-4, RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hlm. 83 4Ibid
5Ibid
6Ibid, Hlm. 84 7Ibid
mengenyam dan mengembangkan perikehidupan sebagaimana manusia pada
umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga.
Perlindungan sosial ini disebut juga dengan kesehatan kerja.
2. Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan
usaha-usaha untuk menjaga agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya
kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau bahan yang
dikerjakan. Perlindungan ini sering disebut sebagai keselamatan kerja.
3. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan
usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang
cukup guna memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya,
termasuk dalam hal pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar
kehendaknya. Perlindungan jenis ini biasa disebut dengan jaminan soaial.
2.2. Rumah Sakit Swasta
Kehadiran rumah sakit sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat,
selain rumah sakit berfungsi sebagai pelayanan kesehatan, rumah sakit juga
memberikan lapangan pekerjaan bagi orang-orang yang bergerak di bidang tenaga
kesehatan. Walaupun banyak terdapat rumah sakit beserta jenis-jenisnya, tetapi tujuan
utama dari rumah sakit ialah sebagai pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Dahulu warga masyarakat yang sakit dan dirawat di sebuah rumah sakit
karena rumah sakit merupakan suatu lembaga yang terlindung oleh doktrin charitable
community.8 Pada waktu di Amerika Serikat, pengadilan menggunakan berbagai teori
untuk menegakan doktrin charitable community ini.9 Teori yang pertama ialah teori
kepercayaan (trust theory) yang menyatakan bahwa dana-dana yang dikelola suatu
lembaga derma hanya bertujuan untuk membantu penderita dan apabila dana tersebut
digunakan untuk membayar ganti rugi, maka tujuannya sudah disalah gunakan.10
Kedua, implied waiver theory menyatakan bahwa pasien rumah sakit ditanggung oleh
dana yang berasal dari derma sehingga pasien rumah sakit tersebut dianggap dengan
sendirinya menanggalkan haknya untuk menuntut ganti rugi apabila terjadi
kecelakaan.11 Ketiga, respondent superior theory, menyatakan atasan atau majikan
bertanggung jawab atas hasil pekerjaan bawahan atau pekerja apabila pekerjaan
tersebut dilakukan untuk memenuhi kepentingan atasan atau majikan.12 Oleh karena
lembaga-lembaga derma bukan merupakan organisasi yang bertujuan mencari
keuntungan, maka rumah sakit tidak dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatan-perbuatan bawahannya.13 Dengan demikian, menurut Harold L. Hirsh yang dikutip
dari buku yang berjudul Etika Hukum Kesehatan (Teori dan Aplikasinya di
8
Muhamad Sadi Is, op.cit, Hlm. 105 9
Muhamad Sadi Is, loc.cit
10
Muhamad Sadi Is, loc.cit
11
Muhamad Sadi Is, loc.cit
12
Muhamad Sadi Is, loc.cit
13
Muhamad Sadi Is, loc.cit
Indonesia) karangan dari Muhamad Sadi Is, haluan pengadilan untuk membatasi
tanggung jawab rumah sakit dilandaskan atas kepentingan umum.14
2.2.1. Pengertian Rumah Sakit Swasta
Sebagian besar masyarakat pasti telah mengetahui rumah sakit yang fungsinya
adalah memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat kemanusiaan. Sebagian besar
masyarakat juga pasti sudah pernah merasakan berada di rumah sakit, karena sakit itu
adalah bagian dari kehidupan dan jika terdapat keluhan sakit, biasanya orang-orang
meminta pertolongan ke rumah sakit yang terdapat banyak tenaga kesehatan disana,
walaupun bukan hanya rumah sakit saja yang menyediakan jasa pelayanan kesehatan,
tetapi masyarakat sebagian besar lebih memilih rumah sakit sebagai tempat pelayanan
kesehatannya apabila terdapat keluhan penyakit.
Rumah sakit dapat dibentuk oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta.
Rumah sakit yang dibentuk oleh pemerintah dan pemerintah daerah merupakan
bagian dari instansi pemerintahan. Sedangkan rumah sakit swasta adalah rumah sakit
yang dibentuk oleh badan hukum yang hanya bergerak di bidang perumahsakitan.
Rumah sakit swasta menurut jenis pengelolaan rumah sakit dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu rumah sakit swasta publik dan rumah sakit swasta privat.
Rumah sakit swasta publik adalah rumah sakit swasta yang dikelola oleh badan
14
Muhamad Sadi Is, loc.cit
hukum yang bersifat nirlaba. Sedangkan rumah sakit swasta privat adalah rumah sakit
swasta yang bersifat profit.
2.2.2. Rumah Sakit Swasta Di Bentuk Oleh Badan Hukum
Rumah sakit swasta merupakan rumah sakit yang dibentuk oleh badan hukum
yang hanya bergerak di bidang perumahsakitan. Pernyataan tersebut terdapat dalam
Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit yang
menyatakan bahwa Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya
bergerak di bidang perumahsakitan. Badan hukum merupakan salah satu dari dua
subjek hukum yang ada pada umumnya disamping subjek hukum orang
perseorangan. Di dalam hukum, istilah orang (persoon) mencakup mahluk pribadi,
yakni manusia (naturlijke persoon) dan badan hukum (recht persoon), keduanya
adalah penyandang hak dan kewajiban hukum.15 Badan hukum adalah suatu badan
yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang
pribadi.16
Rumah sakit swasta yang harus berbadan hukum adalah merupakan bagian
dari pemberi kerja yang dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah orang perseorangan, pengusaha,
badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan
15 Handri Raharjo, 2013, Hukum Perusahaan, Cetakan Ke-1, Pustaka Yustista, Yogyakarta, Hlm. 20
16 Rochmat Soemitro, 1993, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan, dan Wakaf, Eresco, Bandung, Hlm. 10
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Maka dari itu, orang-orang yang
bekerja di rumah sakit swasta adalah dikatagorikan sebagai pekerja/buruh yang
tunduk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
2.3. Malam Hari
Ketika kita membicarakan tentang malam hari, maka kata pertama yang ada
dipikiran kita adalah gelap, karena malam hari identk dengan kegelapan, walaupun
dewasa ini sudah banyak cara-cara penerangan yang dilakukan agar tetap dapat
beraktifitas walaupun dalam keadaan malam hari. Banyak hal yang dapat dilakukan
pada saat malam hari dengan mengadakan penerangan-penerangan yang membuat
kondisi tidak lagi gelap.
2.3.1. Pengertian Malam Hari
Situasi malam dari yang diidentikkan dengan suasana gelap adalah situasi
dimana orang-orang yang telah beraktifitas pada waktu pagi, siang, sampai dengan
sore hari untuk beristirahat, walaupun dewasa ini banyak orang yang beraktifitas pada
malam hari yang diakibatkan oleh penerangan-penerangan yang memungkinkan
orang-orang untuk beraktifitas. Walaupun terdapat penerangan yang demikian, yang
memungkinkan orang-orang untuk beraktifitas, tidak mengurangi resiko yang akan
terjadi pada malam hari.
Ketentuan dari pasal 98 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, menyatakan
matahari terbit. R. Soesilo menyatakan bahwa dalam prakteknya polisi waktu
memeriksa perkara pencurian yang dilakukan pada malam hari, menanyakan kepada
pelaku: “apakah pada waktu itu hari sudah gelap atau masih terang?”, yang berarti
apakah matahari pada waktu itu sudah terbenam atau belum.17
Begitu pula yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
terkait dengan pengertian malam adalah “waktu setelah matahari terbenam hingga
matahari terbit”. Tidak ditemukannya kepastian hukum dalam pengertian malam yang
terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kamus Besar Bahasa
Indonesia, sehingga manimbulkan multi tafsir dalam penafsiran malam hari tersebut.
Hal tersebut disebabkan oleh pada jam berapa tiap-tiap harinya selama satu tahun
terbit dan terbenamnya matahari itu tidak sama.18
Jika dikaitkan dengan jam kerja untuk para buruh, ketentuan pada pasal 76
ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
menyatakan bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara
pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib:
a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
17 R. Soesilo, 1985, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal), Cetakan Ke-8, PT. Karya Nusantara, Bandung, Hlm. 104
18Ibid
Artinya dalam ketentuan pasal 76 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan tersebut menunjuk pukul 23.00 sampai dengan pukul
07.00 sebagai waktu yang beresiko tinggi terhadap pekerjaan, terutama terhadap
perempuan. Pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 juga merupakan waktu istirahat
malam bagi sebagian besar orang yang telah melakukan aktifitas pada pagi, siang,
sampai dengan sore hari. Malam hari juga dapat dikatakan sebagai waktu yang
beresiko tinggi terhadap orang melakukan aktifitas pada waktu itu.
2.3.2. Unsur-Unsur Malam Hari
Jika dilihat dari pengertian dan keterangan yang telah dicantumkan tersebut
diatas, maka dapat ditemukan unsur-unsur malam hari sebagai berikut:
1. Setelah matahari terbenam
2. Sebelum matahari terbit
Unsur-unsur tersebut diatas harus dipenuhi untuk dapat menentukan bahwa
pada waktu tersebut adalah malam hari. Malam hari tidak dapat dikatakan sebelum
matahari terbenam dan tidak juga dapat dikatakan setelah matahari terbit.
Jika dilihat dari sudut pandang hukum, maka terdapat satu unsur lagi yang
harus dipenuhi untuk menentukan waktu malam hari, yaitu beresiko lebih tinggi
untuk orang yang melakukan aktifitas. Yang dimaksud dengan resiko adalah
kesalahan salah satu pihak.19 Orang yang melakukan aktifitas pada pagi, siang, dan
sore hari mendapatkan resiko pekerjaan, tetapi pada malam hari resiko itu menjadi
lebih besar, karena pada umumnya waktu malam hari orang-orang akan beristirahat
setelah pada waktu pagi, siang, dan sore hari telah melakukan aktifitasnya.
19 Subekti, R., 2014, Aneka Perjanjian, Cetakan Ke-11, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, Hlm. 24