EVALUASI INTERAKSI PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL CEMPAKA RSUD PANEMBAHAN
SENOPATI BANTUL PERIODE AGUSTUS 2015
INTISARI
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah. Interaksi obat merupakan salah satu tantangan terapi utama pasien, karena pasien membutuhkan terapi yang aman. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan obat hipoglikemi pada pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan rancangan case series secara prospektif. Data diperoleh dari lembar rekam medis pasien. Kriteria inklusinya adalah pasien yang menggunakan obat hipoglikemi saat dirawat inap di Bangsal Cempaka pada bulan Agustus 2015. Kriteria eksklusinya adalah data rekam medis pasien yang tidak lengkap di Bangsal Cempaka. Evaluasi penggunaan obat berdasarkan kajian interaksi obat secara teoritis berdasarkan Drug Interaction Facts (Tatro, 2007) dan Medscape drug
interaction checker yang disajikan dalam bentuk tabel.
Terdapat 79 kasus hari rawat penggunaan obat hipoglikemi dengan angka kejadian terbanyak pada usia >60 tahun (42,9%), jenis kelamin laki-laki (57,1%), 73 kasus (92,4%) menggunakan obat hipoglikemia dengan 55 kasus (75,3%) dalam bentuk monoterapi. Obat hipoglikemi yang paling banyak digunakan adalah insulin, sebanyak 70 dari 73 kasus (95,9%). Ditemukan 200 kejadian interaksi obat dari 45 kasus (56,9%), dengan persentase obat hipoglikemi yang terlibat 36,5%. Mekanisme interaksi obat yang besar adalah farmakodinamik (53,5%) dengan sifat signifikan (60,0%).
INTERACTION EVALUATION OF HYPOGLYCEMIA DRUGS USAGE TO INPATIENT AT CEMPAKA WARDS PANEMBAHAN SENOPATI
BANTUL HOSPITAL IN AUGUST 2015 ABSTRACT
Diabetes mellitus is a metabolic disorder marked by increased level of blood glucose. Drug interaction is one of the main challenges in drug therapy, because patients need the safety therapy. The aim of this study is to evaluate the use of hypoglycemic drug in patients in Cempaka Ward Panembahan Senopati Bantul Hospital in August 2015.
This is an observational and descriptive study with case series design and
prospective data collection. Datas were collected from patient’s medical records.
The inclusive criteria involved patients who used hypoglycemic drug during their admission in Cempaka Ward in August 2015. The exclusive criteria instead
involved patients who didn’t have complete data in Cempaka Ward. Drug usage
safety was evaluated using the evaluation of drug interaction theoretically based on Drug Interaction Facts (Tatro, 2007) and Medscape Drug interaction checker using tables.
There were 79 cases of hospitalized days of using hypoglycemic drug, most of them >60 years old (42,9%), males (57,1%), 73 cases (92,4%) using hypoglycemic drug with 55 cases (75,3%) in monotherapy. The most hypoglycemic drug is insulin, 70 of 73 cases (95,9%). There were 200 drug interactions of 45 cases (56,9%), the percentage of hypoglycemic drug which involved are 36,5%. Drug interaction mechanism which often occurred is pharmacodynamics (53,5%) and significantly (60,0%).
EVALUASI INTERAKSI PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL CEMPAKA RSUD PANEMBAHAN
SENOPATI BANTUL PERIODE AGUSTUS 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Margaretha Wulan Kurniasari
NIM: 128114107
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
EVALUASI INTERAKSI PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL CEMPAKA RSUD PANEMBAHAN
SENOPATI BANTUL PERIODE AGUSTUS 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Margaretha Wulan Kurniasari
NIM: 128114107
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Bukan setiap orang yang berseru kepada
-Ku: Tuhan!
Akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia
yang melakukan kehendak Bapa-
Ku yang di sorga”
(Mat 7:21)
Kupersembahkan untuk:
Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu menyertai dan membimbingku
Orang tua, kakak-kakakku, seluruh keluarga besar, dan keluarga di Focolare yang
selalu mendukung dan mendoakanku
vii
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang selalu memberikan
rahmat-Nya selama penulis menjalani perkuliahan hingga akhir proses penulisan skripsi yang
berjudul “Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Hipoglikemi pada Pasien Rawat Inap
di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015”
sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Tersusunnya skripsi ini juga atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
untuk itu penyusun mengucapkankan terima kasih kepada:
1. Direktur RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta yang telah memberikan
ijin kepada penulis dalam melakukan penelitian.
2. Bapak Pur selaku kepala Bangsal Cempaka, seluruh perawat dan staff yang
bertugas di Bangsal Cempaka atas segala bantuan yang diberikan selama
pengambilan data.
3. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. sebagai pembimbing yang telah dengan
sabar memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan selama proses penyusunan
skripsi.
4. Ibu dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. dan Bapak Christianus Heru Setiawan, M.Sc., Apt.
selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran sehingga skripsi
viii
5. Seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
atas bantuan, bimbingan, dan arahan selama penulis melakukan pembelajaran di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
6. Kedua orang tua dan kakak-kakakku yang selalu memberikan kasih sayang,
dukungan, dan semangat baik moral maupun materi selama menjalani perkuliahan
hingga akhir proses penyusunan skripsi ini.
7. Keluarga di Focolare yang selalu memberikan doa, semangat, dan dukungan dari
awal hingga akhir proses penyusunan skripsi ini.
8. Tria, Mega, dan Ira sebagai rekan-rekan skripsi yang selalu memberikan
semangat dan dukungan dari awal hingga akhir proses penyusunan skripsi ini.
9. Teman-teman angkatan 2012 di Fakultas Farmasi atas dinamika selama penulis
menjalani perkuliahan yang memberikan semangat untuk terus maju.
10.Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis dan
pembaca.
Yogyakarta, 4 Mei 2016
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
INTISARI ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I (PENGANTAR) ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 2
2. Keaslian penelitian ... 2
3. Manfaat penelitian ... 4
x
BAB II (PENELAAH PUSTAKA) ... 5
A. Diabetes Melitus ... 5
B. Obat Hipoglikemi ... 7
1. Obat hipoglikemi oral ... 7
2. Suntikan ... 10
C. Algoritma Terapi ... 10
D. Komorbiditas ... 12
1. Atherosklerosis ... 12
2. Dislipidemia ... 12
3. Hipertensi ... 13
4. Gangguan kardiovaskuler ... 13
E. Komplikasi ... 14
1. Metabolik akut ... 14
2. Komplikasi jangka panjang ... 14
F. Interaksi Obat ... 16
G. Keterangan Empiris yang Diharapkan ... 17
BAB III (METODOLOGI PENELITIAN) ... 18
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 18
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 19
1. Variabel penelitian ... 19
xi
C. Ruang Lingkup Penelitian ... 21
D. Subjek Penelitian ... 22
E. Instrumen Penelitian ... 23
F. Lokasi Penelitian ... 24
G. Tata Cara Penelitian ... 24
1. Tahap analisis situasi ... 24
2. Pengambilan data ... 24
3. Analisis data ... 25
H. Tata Cara Analisis dan Penyajian Data Hasil Penelitian ... 25
1. Tata cara analisis data penelitian ... 25
2. Penyajian data hasil penelitian ... 26
I. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian ... 27
BAB IV (HASIL DAN PEMBAHASAN) ... 28
A. Demografi Pasien dan Profil Penggunaan Obat Hipoglikemi di Instalasi Rawat Inap Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 28
1. Demografi pasien ... 28
2. Profil penggunaan obat hipoglikemi ... 35
B. Hasil Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Hipoglikemi ... 38
BAB V (KESIMPULAN DAN SARAN) ... 48
xii
B. Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 50
LAMPIRAN ... 54
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Target penatalaksanaan diabetes ... 7
Tabel II. Managemen dislipidemia ... 13
Tabel III. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin, kelompok usia, dan lama perawatan ... 29
Tabel IV. Distribusi jumlah obat per hari yang diterima pasien ... 32
Tabel V. Pengelompokan penyakit komplikasi dan penyerta ... 33
Tabel VI. Profil penggunaan obat hipoglikemi berdasarkan golongan obat yang diterima pasien ... 36
Tabel VII. Kejadian interaksi obat pada pasien rawat inap ... 39
Tabel VIII. Kejadian interaksi obat selama perawatan ... 40
Tabel IX. Kejadian interaksi obat berdasarkan mekanisme interaksi obat ... 41
Tabel X. Kejadian interaksi obat berdasarkan sifat interaksi obat ... 43
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Algoritma terapi DM tipe 2 ... 11
Gambar 2. Algoritma terapi DM tipe 2 berdasarkan HbA1C ... 11
Gambar 3. Skema penelitian ... 22
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir Blangko Pengambilan Data ... 56
Lampiran 2. Data Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Hipoglikemi ... 57
Lampiran 3. Surat Perijinan Sekretariat Daerah Istimewa Yogyakarta ... 70
Lampiran 4. Surat Perijinan BAPPEDA Daerah Istimewa Yogyakarta ... 71
xvi
INTISARI
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah. Interaksi obat merupakan salah satu tantangan terapi utama pasien, karena pasien membutuhkan terapi yang aman. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan obat hipoglikemi pada pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan rancangan case series secara prospektif. Data diperoleh dari lembar rekam medis pasien. Kriteria inklusinya adalah pasien yang menggunakan obat hipoglikemi saat dirawat inap di Bangsal Cempaka pada bulan Agustus 2015. Kriteria eksklusinya adalah data rekam medis pasien yang tidak lengkap di Bangsal Cempaka. Evaluasi penggunaan obat berdasarkan kajian interaksi obat secara teoritis berdasarkan Drug
Interaction Facts (Tatro, 2007) dan Medscape drug interaction checker yang
disajikan dalam bentuk tabel.
Terdapat 79 kasus hari rawat penggunaan obat hipoglikemi dengan angka kejadian terbanyak pada usia >60 tahun (42,9%), jenis kelamin laki-laki (57,1%), 73 kasus (92,4%) menggunakan obat hipoglikemia dengan 55 kasus (75,3%) dalam bentuk monoterapi. Obat hipoglikemi yang paling banyak digunakan adalah insulin, sebanyak 70 dari 73 kasus (95,9%). Ditemukan 200 kejadian interaksi obat dari 45 kasus (56,9%), dengan persentase obat hipoglikemi yang terlibat 36,5%. Mekanisme interaksi obat yang besar adalah farmakodinamik (53,5%) dengan sifat signifikan (60,0%).
xvii ABSTRACT
Diabetes mellitus is a metabolic disorder marked by increased level of blood glucose. Drug interaction is one of the main challenges in drug therapy, because patients need the safety therapy. The aim of this study is to evaluate the use of hypoglycemic drug in patients in Cempaka Ward Panembahan Senopati Bantul Hospital in August 2015.
This is an observational and descriptive study with case series design and prospective data collection. Datas were collected from patient’s medical records. The inclusive criteria involved patients who used hypoglycemic drug during their admission in Cempaka Ward in August 2015. The exclusive criteria instead involved patients who didn’t have complete data in Cempaka Ward. Drug usage safety was evaluated using the evaluation of drug interaction theoretically based on Drug
Interaction Facts (Tatro, 2007) and Medscape Drug interaction checker using tables.
There were 79 cases of hospitalized days of using hypoglycemic drug, most of them >60 years old (42,9%), males (57,1%), 73 cases (92,4%) using hypoglycemic drug with 55 cases (75,3%) in monotherapy. The most hypoglycemic drug is insulin, 70 of 73 cases (95,9%). There were 200 drug interactions of 45 cases (56,9%), the percentage of hypoglycemic drug which involved are 36,5%. Drug interaction mechanism which often occurred is pharmacodynamics (53,5%) and significantly (60,0%).
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan
kenaikan kadar gula darah atau hiperglikemia yang disebabkan karena pengaruh
sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Pada diabetes melitus tipe 2, sel
pankreas mampu memproduksi insulin tetapi tidak dapat mengontrol glukosa darah
(American Diabetes Association, 2013). Diabetes melitus dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas dan morbiditas yang cukup termasuk stroke, penyakit jantung,
dan kualitas berkurang hidup pada orang tua (Bajwa, 2014). Selain itu, interaksi obat
merupakan salah satu tantangan terapi utama pada pengobatan pasien (Albadr, 2014).
Hal ini karena pasien membutuhkan terapi obat yang aman, tidak terpenuhinya
kebutuhan akan keamanan pengobatan salah satunya disebabkan oleh adanya
interaksi obat (Rovers, 2007).
Pada tahun 2012, diabetes melitus merupakan penyebab kasus kematian
sejumlah 1,5 juta penduduk. Prevalensi diabetes melitus secara global di mana kadar
glukosa darah lebih dari 126mg/dl diperkirakan mencapai 9% pada tahun 2014
(WHO, 2014). Prevalensi diabetes melitus di Indonesia pada tahun 2013 adalah 2,1%
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 prevalensi diabetes yang terdiagnosis
dokter tertinggi terdapat di wilayah DI Yogyakarta (2,6%) (Kementrian Kesehatan RI,
Alasan pemilihan dilakukannya penelitian di RSUD Panembahan Senopati
Bantul karena berdasarkan data dari rumah sakit tersebut, diabetes melitus menduduki
peringkat 10 besar penyakit rawat inap pada tahun 2013, yaitu menduduki peringkat
ke-8 dengan jumlah pasien sebanyak 447 orang (Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul,
2014). Penelitian ini dilakukan di Bangsal Cempaka karena Bangsal Cempaka
merupakan Bangsal penyakit dalam yang ada di RSUD Panembahan Senopati, di
samping Bangsal Bakung.
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
a. Seperti apa profil penggunaan obat hipoglikemi yang diberikan pada pasien rawat
inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus
2015?
b. Seperti apa interaksi pengobatan pada pasien rawat inap di Bangsal Cempaka
RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015?
2. Keaslian Penelitian
Bedasarkan penelitian pustaka yang dilakukan, penelitian ini belum pernah
dilakukan. Akan tetapi terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan masalah
penggunaan obat pada pasien diabetes melitus yang telah dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya:
Penelitian mengenai evaluasi drugs therapy problems obat hipoglikemi
kombinasi pada pasien geriatri diabetes melitus tipe 2 di Bangsal rawat jalan RSUP
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat
retrospektif. Bahan yang digunakan adalah lembar rekam medis. Perbedaan dengan
penelitian yang akan dilakukan yaitu pada lokasi penelitian, waktu penelitian, jenis
penelitian retrospektif. Sedangkan persamaan dengan penelitian ini dalam hal topik
penyakit penelitian, rancangan penelitian yang bersifat deskriptif evaluatif, bahan
yang digunakan adalah rekam medis, dan topik terkait keamanan obat dalam hal drug
therapy problems.
Penelitian mengenai studi literatur interaksi obat pada peresepan pasien
diabetes melitus tipe 2 di bangsal rawat jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta periode Desember 2013, oleh Sari (2014). Penelitian ini menggunakan
rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Pengambilan data
berdasarkan rekam medis. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu
pada waktu penelitian dan jenis penelitian retrospektif, serta terdapat persamaan
dalam hal topik penyakit, penelitian lokasi penelitian, rancangan penelitian yang
bersifat deskriptif evaluatif, pengambilan data berdasarkan rekam medis, dan topik
terkait keamanan penggunaan obat dalam hal interaksi obat.
Penelitian mengenai penatalaksanaan gangguan saluran pernafasan di Rumah
Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Januari-Juli 2012, kajian dosis dan kemungkinan
interaksi obat, oleh Ambuk (2013). Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian
deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Data diperoleh dari lembar rekam
medik pasien. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada lokasi
serta terdapat persamaan dalam hal rancangan penelitian yang bersifat deskriptif
evaluatif, dan topik terkait keamanan penggunaan obat dalam hal kajian dosis dan
kemungkinan interaksi obat.
3. Manfaat Penelitian
Dengan diketahuinya interaksi penggunaan obat hipoglikemi pasien rawat
inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati oleh perawat, dokter, dan
farmasis, maka telah dilakukan pharmaceutical care dan dapat meningkatkan mutu
pelayanan kepada pasien di bangsal rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul.
4. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan obat
hipoglikemi pada pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan
Senopati Bantul periode Agustus 2015.
b.Tujuan Khusus
1) Untuk mengidentifikasi profil penggunaan obat pada pasien rawat inap di
Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus
2015.
2) Untuk mengetahui interaksi pada pengobatan pasien rawat inap di Bangsal
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik yang
ditandai dengan hiperglikemia dan kelainan pada karbohidrat, lemak, dan protein
(Wells, 2015). Pada diabetes melitus tipe 2 terjadi resistensi insulin yaitu keadaan di
mana sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal.
Selain itu, timbul dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa
hepatik yang berlebihan (Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2005).
Faktor resiko diabetes melitus tipe 2 adalah riwayat penyakit (diabetes dalam
keluarga, diabetes gestational, kista ovarium), obesitas dengan >120% berat badan
ideal, umur dengan umur 20-59 tahun memiliki resiko 8,7% dan >65 tahun memiliki
resiko 18%, etnik atau ras, hipertensi dengan tekanan darah >140/90mmHg, serta
hiperlipidemia dengan kadar HDL rendah <35mg/dl dan kadar lipid darah tinggi
>250mg/dL (Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2005).
Pada DM tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM tipe
2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun
kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita
DM tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya
penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia,
obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf (Bina Kefarmasian
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Sedangkan keluhan
lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita (PERKENI, 2011).
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Jika keluhan klasik
ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200mg/dL sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis DM. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126mg/dL
dengan adanya keluhan klasik. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO
dengan beban 75g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan
glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang
dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus (PERKENI, 2011).
Penatalaksanaan diabetes melitus bertujuan umum untuk meningkatkan
kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan jangka pendeknya adalah menghilangkan
keluhan dan tanda diabetes melitus, rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian
glukosa darah. Tujuan jangka panjangnya adalah mencegah dan menghambat
progresivitas mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhirnya adalah
turunnya morbiditas dan mortalitas diabetes melitus (PERKENI, 2011).
The American Diabetes Associvation (ADA) merekomendasikan beberapa
parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan diabetes
Tabel I. Target penatalaksanaan diabetes
Parameter Kadar ideal yang diharapkan
Kadar glukosa darah puasa 80–120mg/dl
Kadar glukosa plasma puasa 90–130mg/dl
Kadar glukosa darah saat tidur
(bedtime blood glucose) 100–140mg/dl
Kadar glukosa plasma saat tidur
(bedtime plasma glucose) 110–150mg/dl
Kadar insulin <7 %
Kadar HbA1C <7mg/dl
Kadar kolesterol HDL >45mg/dl (pria)
Kadar kolesterol HDL >55mg/dl (wanita)
Kadar trigliserida <200mg/dl
Tekanan darah <130/80mmHg
(Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2005).
B. Obat Hipoglikemi 1. Obat Hipoglikemi Oral
Obat hipoglikemik oral berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi 5 golongan
yaitu pemicu sekresi insulin (sulfonilurea dan glinid), peningkat sensitivitas terhadap
insulin (tiazolidindion), penghambat glukoneogenesis (metformin), penghambat
absorpsi glukosa (Acarbose), dan DPPIV inhibitor (PERKENI, 2011).
a. Pemicu sekresi insulin
1) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien
dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada
sulfonilurea adalah glibenklamid, glipizid, glikazid, glimepirid, dan glikuidon
(Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2005).
2) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan
ini terdiri dari 2 macam obat yaitu repaglinid (derivat asam benzoat) dan
nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial (PERKENI, 2011).
b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
1) Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPARg), suatu reseptor inti di sel otot dan sel
lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/ retensi
cairan dan juga pada gangguan faal hati (PERKENI, 2011).
c. Penghambat glukoneogenesis
1) Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
Terutama dipakai pada penyandang diabetes dengan obesitas. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin >1,5mg/dL) dan hati, serta pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, gagal jantung)
(PERKENI, 2011).
d. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan
(PERKENI, 2011).
e. DPP-IV Inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP1) merupakan perangsang kuat penglepasan
insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian,
secara cepat GLP1 diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase4 (DPP4), menjadi
metabolit GLP1(9,36)amide yang tidak aktif. Sekresi GLP1 menurun pada DM
tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP1 bentuk aktif
merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi
GLP1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim
DPP4 (penghambat DPP4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog
incretin GLP1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP4 inhibitor,
mampu menghambat kerja DPP4 sehingga GLP1 tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang pelepasan insulin serta
2. Suntikan
Obat hipoglikemi dalam bentuk suntikan adalah insulin dan agonis GLP-1/
incretin mimetic. Insulin diperlukan dalam keadaan penurunan berat badan yang cepat,
hiperglikemi berat yang disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemi
hiperosmolar non ketotik, hiperglikemi dengan asidosis laktat, gagal dengan OHO
dosis maksimal, stress berat (infeksi sistemik, oprasi besar, IMA, stroke), diabetes
melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makanan, gangguan
fungsi hati atau ginjal yang berat, dan kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
(PERKENI, 2011).
Berdasarkan lama kerja, insulin dibagi menjadi 4 jenis, yaitu insulin kerja
cepat (rapid acting insulin), insulin kerja pendek (short acting insulin), insulin kerja
menengah (intermediate acting insulin), insulin kerja panjang (long acting insulin),
dan insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)
(PERKENI, 2011).
C. Algoritma Terapi
Penatalaksanaan terapi diabetes melitus tipe 2 sesuai dengan standar
Gambar 1. Algoritma terapi DM tipe 2 (PERKENI, 2011)
D. Komorbiditas 1. Atherosklerosis
Berkaitan dengan peningkatan kolesterol (khususnya LDL) yang terjadi
khususnya pada arteri medium dan besar. Atherosklerosis berakibat pada insufisiensi
koroner, serebrovaskular, mesentrik, dan sirkulasi perifer. Terapinya meliputi
stabilitas plak menggunakan aspirin dan atau ACE inhibitor (Widyati, 2015).
2. Dislipidemia
Dislipidemia ditandai dengan tingginya trigliserida, tingginya VLDL,
tingginya LDL, dan rencahnya HDL. Penatalaksanaan intensif sangat dianjurkan bagi
perlindungan terhadap komplikasi makrovaskuler. Penatalaksanaan menggunakan
terapi obat statin, fibrat, bile acid sequestrant, nicotinic acid. Bagi penderita diabetes
tipe 2 dianjurkan untuk periksa profil lipid setiap tahun, mengurangi asupan lemak
jenuh dan kolesterol menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik akan
berdampak pada perbaikan profil lipid. Target yang ingin dicapai adalah LDL
kolesterol <100 mg/dl (Widyati, 2015).
Target terapi utama pada penyandang DM adalah penurunan LDL. Pada
penyandang diabetes tanpa disertai penyakit kardiovaskular adalah LDL <100mg/dl.
Pasien dengan usia >40 tahun , dianjurkan diberi terapi statin untuk menurunkan LDL
sebesar 30-40% dari kadar awal. Penyakit dengan usia <40 tahun dengan dengan
resiko penyakit kardiovaskular yang gagal dengan perubahan gaya hidup, dapat
Tabel II. Managemen dislipidemia
Profil lipid Monoterapi Terapi kombinasi
LDL ↑. HDL (N), TG (N) Resin atau statin atau
niacin atau ezemtimibe
Resin + niacin/ statin atau statin + niacin atau statin + ezetimibe
LDL ↑, TG ↑ Statin Statin + niacin
TG ↑ Niacin, fibrat Niacin + fibrat
LDL ↑, HDL ↓ Niacin, statin Statin + niacin
(Widyati, 2015).
3. Hipertensi
Kontrol intensif terhadap tekanan darah akan mengurangi komplikasi
diabetes sampai 24%, kematian terkait diabetes sampai 32%, stroke hingga 44%,
gagal jantung hingga 56%, komplikasi mikrovaskuler hingga 37% (Widyati, 2015).
Target penurunan tekanan darah yaitu tekanan darah <130/80mmHg. Bila disertai
proteinurea ≥1gram/24 jam, target penurunan tekanan darahnya 125/75mmHg. Obat
anti-hipertensi yang dapat digunakan antara lain: penghambat ACE, penyekat
reseptor angiotensin II, penyekat reseptor beta selektif dosis rendah, diuretik dosis
rendah, penghambat reseptor alfa, dan antagonis kalsium (PERKENI, 2011).
4. Gangguan Kardiovaskuler
Outcome MI dan stroke meningkat bersamaan dengan kadar glukosa darah
yang mendekati normal. Pencegahan kejadian vaskuler dengan menggunakan aspirin,
antioksidan (Vit E) mengurangi kejadian miokard infark. Homocystein reduction
E. Komplikasi 1. Metabolik akut
a. Ketoasidosis
Ketoasidosis merupakan komplikasi akut yang umum pada DM tipe 1
namun dapat pula trjadi pada DM tipe 2 yang sudah tergantung pada insulin tetapi
tidak mendapatkan insulin oleh karena berbagai alsan. Kriterianya FPG >250
mg/dl, pH <7-7,3, keton positif dalam urin atau serum, osmolaritas bervariasi,
alert-coma (Widyati, 2015).
b. Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)
HHS merupakan kondisi perubahan status mental oleh karena
hiperosmolaritas, dehidrasi, hiperglikemi parah tanpa ketoasidosis. Kriterianya
kadar glukosa ≥600mg/dl, pH >7,30, HCO3 >15, ketouria, dan serum minimal,
osmolalitas serum >320, stupor/ koma (Widyati, 2015).
2. Komplikasi Jangka Panjang
a. Makrovaskuler
Jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita
diabetes adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan
penyakit pembuluh darah perifer. Walaupun komplikasi makrovaskular dapat
terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi
makrovaskular ini adalah DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi,
dislipidemia, dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi
dysmetabolic syndrome, hyperinsulinemic syndrome, atau insulin resistance
syndrome (Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2005).
b. Mikrovaskuler
Hiperglikemi yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi
(termasuk HbA1C) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi semakin
lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil.
Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskular,
antara lain: retinopati, nefropati, dan neuropati (Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, 2005).
1) Neuropati
Neuropati diabetik periferal dapat berakibat munculnya nyeri, hilangnya
sensasi rasa, dan kelemahan otot. Bila neuropati menyerang saraf autonom dapat
mempengaruhi fungsi gastrointestinal, kardiovaskuler, dan genitourinari.
Perbaikan neuropati dilaksanakan dengan meningkatkan kontrol glukosa plasma.
Terapi dengan berbagai cara antara lain mengubah terapi nutrisi dan prosedur
khusus (Widyati, 2015).
2) Retinopati
Kontrol gula yang optimal dapat mengurangi resiko dan progresifitas
diabetik retinopati. Pasien dewasa dengan DM tipe 2 hendaknya melakukan
pemeriksanaan segera setelah didiagnosis DM. Terapi laser dapat mengurangi
3) Nefropati
Nefropati terjadi pada 20-40% penderita DM dan penyebab utama gagal
ginjal terminal. Terdeteksinya mikroalbumin dalam urin (30-299mg/24 jam)
merupakan tanda dini pada DM tipe 1 dan DM tipe 2. Penatalaksanaan bagi
mikroalbumin dan makroalbumin menggunakan ACE atau ARB kecuali selama
kehamilan. Dengan adanya nefropati perlu segera dilakukan restriksi protein,
pengaturan kadar gula menuju rentang normal untuk menunda gagal ginjal
terminal (Widyati, 2015).
F. Interaksi Obat
Interaksi obat adalah interaksi antara satu atau lebih obat yang diberikan
bersamaan yang hasilnya mengubah efektivitas atau toksisitas dari obat yang
diberikan. Interaksi obat dapat disebabkan oleh obat resep atau non-resep produk
herbal atau vitamin, makanan, penyakit, dan genetik. Meminimalkan resiko interaksi
obat seharusnya menjadi tujuan dalam terapi obat karena interaksi dapat
menyebabkan kesakitan dan kematian yang signifikan (Triplitt, 2006).
Interaksi obat dikategorikan berdasarkan tingkat keparahannya yaitu serius,
signifikan, dan minor. Interaksi dikategorikan serius jika mengancam nyawa dan
membutuhkan penanganan pengobatan segera. Signifikan jika memperburuk kondisi
pasien dan memerlukan penggantian terapi obat. Minor jika pasien mengalami
perubahan kondisi klinis tetapi tidak memerlukan penggantian terapi obat dan
Terdapat 2 mekanisme interaksi obat yaitu mekanisme interaksi secara
farmakodinamika dan secara farmakokinetika. Interaksi farmakodinamik adalah
interaksi yang terjadi ketika obat terganggu oleh obat kedua pada sisi targetnya atau
interaksi yang mengganggu respon farmakologi obat. Interaksi ini menyebabkan
adanya aditif, sinergis, atau antagonis dari respon yang diharapkan. Sedangkan
interaksi farmakikonetik adalah interaksi yang terjadi ketika satu obat mengganggu
absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat yang lain yang mengubah
konsentrasi obat di plasma dan kemudian pada sisi target obat (Atkinson. 2007).
G. Keterangan Empiris yang Diharapkan
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang memiliki angka
prevalensi yang tinggi baik di Indonesia maupun di dunia. Penatalaksanaan diabetes
melitus bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes. Terapi
pengobatan pada pasien diabetes berupa terapi kombinasi yang berpotensi terjadinya
interaksi obat.
Interaksi obat merupakan satu aspek yang perlu diperhatikan dalam menilai
keamanan penggunaan obat, karena adanya interaksi obat dapat menyebabkan
kesakitan dan kematian yang signifikan. Penelitian ini diharapkan memberikan
informasi mengenai interaksi penggunaan obat hipoglikemi dikaji dari interaksi obat
yang terjadi pada pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan
18
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Hipoglikemi pada Pasien
Rawat Inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati periode Agustus 2015
merupakan jenis penelitian observasional deskriptif dengan rancangan penelitian case
series dan pengambilan data secara prospektif.
Penelitian observasional terdiri dari penelitian deskriptif dan analitik
observasional. Penelitian deskriptif adalah design penelitian yang tidak memerlukan
hipotesis. Selain itu, penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan atau
mendeskripsikan suatu fenomena, kejadian, kondisi, fakta, dan lain-lain. (Swarjana,
2012). Penelitian case series terdiri dari sekelompok pasien yang telah didiagnosis
dengan kondisi yang sama atau yang mengikuti prosedur yang sama selama peride
waktu tertentu, tidak ada kelompok perbandingan. Case series mengumpulkan
kasus-kasus yang spesifik dan menjadikannya ke dalam satu laporan (Apparasu and
Bentleys, 2015). Penelitian prospektif adalah penelitian yang pengumpulan datanya
setelah onset studi dengan mengikuti individu dalam penelitian selama jangka waktu
tertentu (Apparasu and Bentleys, 2015). Data diperoleh dari lembar rekam medis
pasien menggunakan instrumen yang disusun peneliti berdasarkan hasil studi
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah hasil laboratorium, penggunaan obat
hipoglikemi, dan kondisi pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan
Senopati periode Agustus 2015.
2. Definisi Operasional
a. Obat hipoglikemi yang dimaksud adalah obat yang memiliki efek untuk
menurunkan kadar glukosa darah meliputi golongan penghambat
glukoneogenesis (metformin), sulfonilurea (glibenklamid dan glimepirid),
penghambat glukosidase alfa (acarbose), insulin kerja cepat (insulin aspart),
insulin kerja panjang (insulin glargin), dan insulin kombinasi (campuran
insulin aspart protamine/insulin aspart 70%/30%).
b. Kondisi pasien yang dimaksud adalah berdasarkan hasil laboratorium dan
pemeriksaan tanda vital. Hasil laboratorium yang digunakan dalam penelitian
ini adalah hematologi, jenis hitung, gungsi hati, fungsi ginjal, diabetes, dan
elektrolit. Pemeriksaan tanda vital yang dimaksud meliputi suhu, tekanan
darah, nadi, dan laju pernafasan.
c. Kasus yang dimaksud adalah hari rawat masing-masing pasien selama
menjalani rawat inap. Kasus yang dievaluasi adalah semua hari rawat pada
subjek penelitian, sebanyak 79 kasus.
d. Karakteristik demografi pasien meliputi jenis kelamin, usia, lama perawatan,
terdiri dari laki-laki dan perempuan. Usia dapat dibagi ke dalam empat
kelompok usia berdasarkan Albadr (2014) yaitu 15-35 tahun, 36-45 tahun,
46-60 tahun, dan >46-60 tahun. Lama perawatan dibagi menjadi dua kelompok
berdasarkan Ismansyah (2012) yaitu hari rawat cepat (<5 hari) dan hari rawat
lama (≥5 hari). Distribusi jumlah obat dibagi menjadi dua kelompok yaitu
jumlah obat <5 dan jumlah obat ≥5. Penyakit penyerta yang dimaksud adalah
abdominal pain, anemia, bronkitis, dispnea, febris, GE, GERD, hematemesis,
hiperuricemia, ISK, kolelitiasis, sesulitis, sirosis hati, dan vomitus.
Komplikasi yang dimaksud meliputi hipertensi, insufisiensi ginjal, ulkus,
congestive heart failure, ischemic heart disease, dan dislipidemia.
e. Evaluasi interaksi penggunaan obat hipoglikemi diidentifikasi dan dikaji
menggunakan literatur Drug Interaction Facts (Tatro, 2007) dan dari
Medscape drug interaction checker.
f. Tingkat keparahan interaksi obat yang dimaksud adalah serius, signifikan, dan
minor. Interaksi dikategorikan serius jika mengancam nyawa dan
membutuhkan penanganan pengobatan segera. Signifikan jika memperburuk
kondisi pasien dan memerlukan penggantian terapi obat. Minor jika pasien
mengalami perubahan kondisi klinis tetapi tidak memerlukan penggantian
terapi obat dan kontraindikasi ketika pemberian obat tidak direkomendasikan.
g. Mekanisme interaksi obat yang dimaksud adalah mekanisme interaksi secara
farmakodinamika dan secara farmakokinetika. Interaksi farmakodinamik
targetnya atau interaksi yang mengganggu respon farmakologi obat. Interaksi
farmakikonetik adalah interaksi yang terjadi ketika satu obat mengganggu
absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat yang lain yang
mengubah konsentrasi obat di plasma dan kemudian pada sisi target obat.
h. Interaksi obat aktual adalah interaksi obat yang berdasarkan referensi
menunjukkan adanya interaksi obat dan interaksi tersebut terjadi pada pasien
yang dilihat dari kondisi klinis pasien berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium. Sedangkan interaksi potensial adalah interaksi obat yang
berdasarkan referensi menunjukkan adanya interaksi obat akan tetapi interaksi
tersebut tidak terjadi pada pasien. Interaksi obat tidak diketahui adalah
interaksi obat yang tidak bisa dikategorikan interaksi obat aktual atau
potensial dikarenakan tidak ada hasil pemeriksaan sebagai indikator terjadinya
interaksi obat.
C. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian bersama beberapa mahasiswa Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma yang secara garis besar bertujuan untuk
mengevaluasi penggunaan obat pada pasien dengan penggunaan obat diabetes
mellitus dan hipertensi yang dirawat di instalasi rawat inap bangsal Cempaka dan
Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015. Kajian yang
diteliti dalam penelitian ini adalah “Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Hipoglikemi
pada Pasien Rawat Inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul
Gambar 3. Skema penelitian
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD
Panembahan Senopati periode Agustus 2015. Kriteria inklusi subyek adalah pasien
yang menggunakan obat hipoglikemi saat dirawat inap di Bangsal Cempaka dengan
atau tanpa penyakit penyerta, yang masuk ke rumah sakit melalui poliklinik atau IGD,
yang masuk mulai pada bulan Agustus 2015. Kriteria eksklusi subyek adalah data
rekam medis pasien yang tidak lengkap di Bangsal Cempaka.
Penelitian dilakukan selama periode Agustus 2015, terdapat 62 pasien yang
di rawat inap di bangsal Cempaka selama periode Agustus 2015, sedangkan terdapat
14 pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Selama dilakukan penelitian
tidak terdapat pasien yang dieksklusi, karena dari 14 pasien yang masuk kriteria
inklusi semua di rawat di Bangsal Cempaka dari awal hingga akhir.
Gambar 4. Skema subjek penelitian
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah blangko pengambilan data.
Blangko pengambilan data terlampir di lampiran I. Blangko pengambilan data berisi
identitas pasien (no. RM, nama, jenis kelamin, dan usia), tanggal masuk dan keluar
rumah sakit, anamnese, diagnosis penyakit, hasil pengukuran tanda vital pasien, hasil
cek laboratorium, obat yang digunakan pasien, status pulang, obat yang dibawa
pulang, dan catatan rekomendasi untuk pasien. Blangko pengambilan data disusun
berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUD Panembahan Senopati Bantul untuk
mengidentifikasi jenis data yang diperlukan untuk penelitian ini sehingga isi blangko
pengambilan data disesuaikan dengan jenis data yang diperlukan untuk penelitian ini.
F. Lokasi Penelitian
Penelitian Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Hipoglikemi pada Pasien
Rawat Inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati periode Agustus 2015
dilakukan di Bangsal Cempaka, kantor rekam medis, dan instalasi farmasi RSUD
Panembahan Senopati Bantul.
62 pasien di Bangsal Cempaka periode Agustus 2015
14 pasien memenuhi kriteria inklusi
Tidak ada pasien yang dieksklusi
G. Tata Cara Penelitian
Penelitian Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Hipoglikemi pada Pasien
Rawat Inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati periode Agustus 2015
meliputi beberapa tahap sebagai berikut:
1. Tahap Analisis Situasi
Pada tahap ini penelitian dimulai dengan identifikasi obat hipoglikemi yang
digunakan di instalasi farmasi RSUD Panembahan Senopati Bantul. Kemudian
mengurus ijin penelitian mulai dari kantor gubernur DIY, Bappeda Bantul, dan
RSUD Panembahan Senopati Bantul. Sebelum memulai penelitian di RSUD
Panembahan Senopati, melakukan penelusuran informasi kepada pihak apoteker
untuk melihat formularium yang digunakan di instalasi rawat inap RSUD
Panembahan Senopati. Kemudian datang ke Bangsal Cempaka dan memperkenalkan
diri dan menggali informasi mengenai jam efektif penggambilan data kepada kepala
ruang dan petugas yang berjaga di Bangsal Cempaka agar tidak mengganggu
pekerjaan petugas kesehatan lainnya. Hasil tahap analisis situasi adalah peneliti dapat
menyusun instrumen penelitan yaitu blangko pengambilan data dan dilampirkan pada
Lampiran I.
2. Pengambilan Data
Pada tahap ini subjek penelitian ditentukan berdasarkan kriteria inklusi
secara prospektif selama periode Agustus 2015. Pengumpulan data dilakukan dengan
mengikuti perkembangan pasien melalui rekam medis pasien yang ada di Bangsal
pasien (no. RM, nama, jenis kelamin, dan usia), tanggal masuk dan keluar rumah
sakit, diagnosis penyakit, pengukuran tanda vital pasien, hasil cek laboratorium, obat
yang digunakan pasien, anamnese, obat yang dibawa pulang, dan catatan
rekomendasi untuk pasien. Data tersebut ditulis ke dalam blangko penelitian sebagai
data sekunder.
3. Analisis Data
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari rekam medis pasien, data yang
diperoleh diolah dengan menghitung persentase dan jumlahnya. Analisis data tersebut
meliputi data demografi pasien, profil penggunaan obat hipoglikemi, dan evaluasi
interaksi penggunaan obat hipoglikemi. Data yang diperoleh dari rekam medis pasien
disajikan dalam bentuk tabel dan diagram
H. Tata Cara Analisis dan Penyajian Data Hasil Penelitian 1. Tata Cara Analisis Data Penelitian
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari rekam medis pasien, data yang
diperoleh diolah dengan menghitung persentase dan jumlahnya.
a. Persentase demografi pasien yang meliputi jenis kelamin, usia, lama
perawatan, dan adanya penyakit penyerta dan komplikasi dihitung dengan
cara jenis kelamin, usia, lama perawatan, dan adanya penyakit penyerta dan
komplikasi dibagi dengan jumlah keseluruhan pasien dikalikan 100%.
Sedangkan distribusi jumlah obat dihitung dengan cara distribusi jumlah obat
b. Persentase jenis obat hipoglikemi yang digunakan pasien dihitung dengan
cara jumlah pasien dibagi dengan jumlah keseluruhan pasien dikalikan 100%.
Profil penggunaan obat hipoglikemi berdasarkan golongan obat yang diterima
pasien dihitung berdasarkan jumlah kasus untuk masing-masing penggunaan
obat tunggal dan kombinasi. Distribusi penggunaan obat hipoglikemi baik
monoterapi maupun kombinasi dihitung dengan cara jumlah kasus dibagi
jumlah keseluruhan kasus dikalikan 100%.
c. Data pengobatan pasien dievaluasi interaksi penggunaan obatnya kemudian
hasil temuan dikonfirmasi ke apoteker di RSUD Panembahan Senopati. Setiap
obat dievaluasi keamanannya dengan melihat kondisi klinis pasien. Persentase
terjadi atau tidaknya kejadian interaksi obat, kejadian interaksi obat
berdasarkan mekanisme interaksi obat, kejadian interaksi obat berdasarkan
sifat interaksi obat, dan proporsi interaksi obat antarobat hipoglikemi dan
antara obat hipoglikemi dengan obat lain dihitung dengan cara jumlah
interaksi obat dibagi jumlah keseluruhan interaksi obat dikalikan 100%.
Sedangkan jumlah kejadian interaksi pada masing-masing obat dan kejadian
interaksi obat yang melibatkan obat hipoglikemi dihitung berdasarkan jumlah
interaksi obatnya.
2. Penyajian Data Hasil Penelitian
Data yang diperoleh dari rekam medis pasien disajikan dalam bentuk tabel
dan diagram. Hasil analisis data mencakup demografi pasien, profil penggunaan obat
I. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian
Penelitian ini terbatas pada evaluasi interaksi penggunaan obat hipoglikemi
pada pasien selama menjalani rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan
Senopati Bantul. Dengan demikian penelitian ini tidak dapat menggambarkan
penilaian keamanan penggunaan obat yang diterima pasien secara keseluruhan.
Penelitian ini tidak dapat mengevaluasi efek samping obat karena peneliti tidak
menemui pasien secara langsung sehingga tidak bisa memantau kondisi pasien secara
langsung dan berdasarkan rekam medis tidak mendapatkan informasi terkait efek
samping obat karena tidak diketahui kondisi klinis yang dialamai pasien merupakan
efek samping obat ataupun kondisi klinis pasien tersebut.
Selain itu, konfirmasi yang dilakukan dengan perawat yang bertugas terkait
informasi pengobatan pasien kurang detail, sehingga mengalami kesulitan dalam
mengkaji hasil penelitian. Kejadian interaksi obat hanya dilihat berdasarkan
pemeriksaan laboratorium sehingga adanya penyakit penyerta dan komplikasi dapat
mempengaruhi penilaian kejadian interaksi obat pada pasien, sehingga kejadian
interaksi obat yang ditemukan pada pasien tidak dapat digambarkan dengan jelas
apakah merupakan kejadian akibat interaksi obat yang terjadi pada pasien. Pada
penelitian ini tidak dilakukan penelusuran riwayat pengobatan yang diterima pasien
sebelum masuk rumah sakit yang dapat mempengaruhi penilaian kejadian interaksi
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian mengenai Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Hipoglikemi pada
Pasien Rawat Inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode
Agustus 2015 dilakukan dengan cara menelusuri kasus pasien rawat inap di Bangsal
Cempaka yang menerima terapi obat hipoglikemi. Hasil dan pembahasan pada
penelitian ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama yaitu profil penggunaan
obat hipoglikemi berdasarkan golongan obat meliputi demografi pasien dan profil
penggunaan obat hipiglikemi. Bagian kedua yaitu evaluasi interaksi penggunaan obat
hipoglikemi.
Penelitian dilakukan selama periode Agustus 2015, terdapat 14 pasien yang
memenuhi kriteria inklusi penelitian. Selama dilakukan penelitian tidak terdapat
pasien yang dieksklusi, karena dari 14 pasien yang masuk kriteria inklusi semua di
rawat di Bangsal Cempaka dari awal hingga akhir.
A. Demografi Pasien dan Profil Penggunaan Obat Hipoglikemi di Instalasi Rawat Inap Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul
Periode Agustus 2015 1. Demografi Pasien
Hasil penelitian menunjukkan 14 pasien dengan diabetes melitus tipe 2 di
instalasi rawat inap Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul memiliki
a. Jenis Kelamin, Usia, dan Lama Perawatan
Pengelompokan pasien berdasarkan jenis kelamin, kelompok usia, dan lama
perawatan disajikan dalam Tabel III.
Tabel III. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin, kelompok usia, dan lama perawatan pada pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati
Bantul Periode Agustus 2015
Karakteristik Jumlah pasien (n=14) Persentase (%)
Jenis kelamin
Laki-laki 8 57,1
Perempuan 6 42,9
Usia
15-35 tahun 1 7,1
36-45 tahun 2 14,3
46-60 tahun 5 35,7
>60 tahun 6 42,9
Lama perawatan
Cepat (<5 hari) 4 28,6
Lama (≥5 hari) 10 71,4
Pengelompokan pasien berdasarkan jenis kelamin dilakukan untuk
mengetahui perbandingan antara jumlah pasien laki-laki dan perempuan. Hasil
penelitian ditunjukkan pada Tabel III. Berdasarkan pengelompokan jenis kelamin,
pasien yang paling banyak mengalami diabetes melitus tipe 2 adalah pasien laki-laki.
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Arifin (2007) yang menunjukkan bahwa
pasien laki-laki yang menderita diabetes melitus lebih banyak pada laki-laki yaitu
sebanyak 52,94%.
Pada penelitian Miharja (2009) menunjukkan bahwa prevalensi diabetes
rendahnya level estrogen dapat menyebabkan resistensi insulin, gangguan
pembuangan glukosa, dan peningkatan glukoneogenesis hepar. Hal tersebut dapat
meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Berkurangnya sekresi estrogen di dalam
tubuh terjadi pada wanita yang mengalami menopause, sehingga pada wanita
memiliki faktor resiko lebih besar untuk mengalami diabetes mellitus. Selain itu,
menurut Jelantik (2014), penyakit diabetes mellitus sebagian besar dapat dijumpai
pada perempuan daripada laki-laki karena perempuan memiliki LDL atau kolesterol
jahat dan trigliserida yang lebih tinggi daripada laki-laki, yang merupakan salah satu
faktor resiko terjadinya penyakit diabetes melitus.
Pengelompokan pasien berdasarkan kelompok usia dilakukan untuk
mengetahui karakteristik usia pasien yang menerima obat hipoglikemi. Dasar
pengelompokan usia pasien dilakukan menurut pustaka Albadr (2014). Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Zahtamal (2007) yang menunjukkan
bahwa sebagian besar pasien dengan diabetes melitus berusia ≥45 tahun (88,61%).
Menurut Jelantik (2014), umur ≥60 tahun berkaitan dengan terjadinya diabetes karena
pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena terjadi penurunan sekresi
atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian
glukosa darah yang tinggi kurang optimal.
Hasil penelitian berdasarkan pengelompokan lama perawatan pasien rawat
inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus
lama perawatan pasien yaitu 2 hari pada batas bawah dan 10 hari pada batas atas
dengan rata-rata lama perawatan pasien yaitu 6 hari.
Pengelompokkan lama perawatan pasien rawat inap berdasarkan Ismansyah
(2012), yaitu hari rawat cepat selama <5 hari dan hari rawat lama selama ≥5 hari.
Hasil penelitian disajikan dalam Tabel III. Hasil penelitian ini serupa dengan
penelitian Ismansyah (2012) yang menunjukkan bahwa lama hari rawat pasien
diabetes melitus adalah lama yaitu sebanyak 69,8% pasien, sedangakan hari rawat
cepat sebanyak 30,2% pasien.
Menurut Nawata (2015), terdapat beberapa hal yang mempengaruhi lama
perawatan pada pasien diabetes melitus tipe 2 antara lain usia, komorbiditas, dan
komplikasi. Lama perawatan pasien meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Selain itu, semakin tinggi komorbiditas dan komplikasi dapat memperparah kondisi
pasien dan memperlama lama perawatan pasien. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian karena kelompok usia dalam penelitian ini lebih banyak pada usia >45
tahun (78,6%) dan lama perawatan ≥5 hari juga lebih banyak (71,4%).
b. Distribusi Jumlah Obat
Hasil penelitian dikelompokkan berdasarkan distribusi jumlah obat yang
diterima pasien selama dirawat di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati
Bantul periode Agustus 2015. Setiap pasien juga menerima obat yang jumlahnya
tidak selalu sama setiap harinya, dari 14 pasien ditemukan sebanyak 79 kasus. Jumlah
Pada Tabel IV, dikelompokkan jumlah obat yang diterima setiap pasien pada
tiap hari rawat. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Utami (2013) yang
menyatakan bahwa pasien yang menerima obat ≥5 lebih banyak dibandingkan yang
menerima <5 obat yaitu sebesar 56,17%.
Tabel IV. Distribusi jumlah obat per hari yang diterima pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015
Jumlah Obat Per Hari Jumlah Kasus Persentase (%)
<5 19 24,1
≥5 60 75,9
Total 79 100,0
Kemungkinan terjadinya interaksi obat akan semakin besar ketika pasien
diberikan semakin banyak obat. Menurut Albadr (2014), sekitar 11% pasien
ditemukan interaksi obat setidaknya satu interaksi obat, dan kemungkinan interaksi
obat akan meningkat sekitar 40% di antara pasien yang menggunakan 5 obat,
dan >80% pada pasien yang menggunakan 7 atau lebih obat. Menurut Triplitt (2006),
meminimalkan resiko terjadinya interaksi obat menjadi salah satu tujuan terapi karena
interaksi obat dapat menghasilkan mobiditas dan mortalitas yang signifikan.
c. Penyakit Penyerta dan Komplikasi
Hasil pengelompokan pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD
Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 berdasarkan penyakit penyerta
dan komplikasinya ditunjukkan dalam Tabel V. Dengan adanya penyakit penyerta
dan komplikasi maka pasien akan menerima semakin banyak obat, sehingga
Tabel V. Pengelompokan penyakit komplikasi dan penyerta pada pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015
Klasifikasi Jumlah Pasien Persentase (%)
Komplikasi 3 21,4
Penyerta 3 21,4
Komplikasi + Penyerta 6 42,9
Tanpa Komplikasi + Tanpa penyerta 2 14,3
Total 14 100,0
Pada penelitian ini pasien yang mengalami penyakit komplikasi sebanyak 3
orang (21,4%), penyakit penyerta sebanyak 3 orang (21,4%), yang mengalami baik
penyakit komplikasi maupun penyerta sebanyak 6 orang (42,9%), sedangkan yang
tanpa penyakit komplikasi maupun penyerta sebanyak 2 orang (14,3%). Penyakit
komplikasi maupun penyerta yang dialami oleh pasien jumlahnya 1 sampai 6 jenis
penyakit.
Pasien diabetes melitus sering mengalami berbagai komplikasi penyakit.
Menurut Edwina (2015), diabetes melitus yang tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan berbagai komplikasi yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis.
Adanya komplikasi kronis pada diabetes melitus tipe 2 dapat menurunkan kualitas
hidup penderita. Selain itu, menurut Litwak (2013), managemen yang efektif pada
pasien diabetes melitus dibutuhkan untuk mengontrol kadar glukosa darah tetap
dalam rentang normal selama beberapa tahun untuk menurunkan resiko komplikasi
mikrovaskular dan makrovaskular.
Pada penelitian ini terdapat 6 jenis penyakit komplikasi yang dialami oleh
pasien yaitu hipertensi, insufisiensi ginjal, ulkus, congestive heart failure, ischemic
yang sama yang dialami oleh beberapa pasien. Komplikasi yang paling banyak adalah
hipertensi yang dialami oleh 7 dari 14 pasien (50,0%), diikuti insufisiensi ginjal
(28,6%), ulkus (21,4%), congestive heart failure (14,3%), ischemic heart disease
(7,1%), dan dislipidemia (7,1%).
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Edwina
(2015) dengan 75% pasien dengan penderita diabetes melitus tipe 2 memiliki
komplikasi kronik. Diabetes melitus bersama dengan hipertensi dapat meningkatkan
risiko komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Oleh sebab itu, penyandang
diabetes yang disertai hipertensi harus lebih menjaga kesehatan menghindari penyakit
kronis lain akibat kondisi ini (Rosyada, 2013).
Komplikasi paling banyak kedua adalah insufisiensi ginjal. Menurut Dabla
(2010), hiperglikemi kronik pada pasien diabetes melitus berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi, dan kegagalan berbagai organ, salah
satunya ginjal. Pada pasien diabetes, ginjal akan tumbuh membesar dan laju filtrasi
glomerulus akan terganggu. Pada beberapa orang, fungsi penyaringan ginjal akan
akan lebih tinggi daripada normalnya dalam beberapa tahun pertama diabetes.
Diabetes berpengaruh terhadap ginjal secara bertahap. Selain itu, menurut Rohilla
(2011), diabetes melitus dapat menstimulasi sel-sel ginjal untuk menghasilkan
mediator humoral, sitokin, dan faktor pertumbuhan yang bertanggung jawab atas
perubahan struktur seperti peningkatan deposisi matriks ekstraseluler dan perubahan
fungsi seperti peningkatan permeabilitas membran dasar glomerulus yang dapat
Pasien diabetes melitus juga sering mengalami komplikasi ulkus. Ulkus kaki
terinfeksi biasanya melibatkan banyak mikroorganisme, yang sering terlibat adalah
stafilokokus, streptokokus, batang gram negatif, dan kuman anaerob (PERKENI,
2011). Menurut ADA (2015), ulkus kaki merupakan akibat dari neuropati pada
diabetes yang umumnya menjadi penyebab utama morbiditas dan kelumpuhan pada
penderita diabetes. Selain itu, pasien dengan diabetes dan resiko tinggi ulkus kaki
seharusnya diedukasi mengenai faktor risiko dan managemennya. Pasien mengerti
pentingnya monitoring kaki setiap harinya, perawatan kaki yang benar, termasuk
perawatan kuku dan kulit, serta pemilihan alas kaki yang sesuai.
Selain adanya komplikasi dari diabetes melitus, pasien juga memiliki penyakit
penyerta. Pada penelitian ini terdapat 14 jenis penyakit penyerta yang dialami oleh
pasien, yaitu abdominal pain, anemia, bronchitis, dispepsia, febris, GE, GERD,
hematemesis, hiperurisemia, ISK, kolelitiasis, selulitis, sirosis hati, dan vomitus.
Penyakit penyerta yang paling banyak ditemukan adalah GERD yaitu sebesar 2 dari
14 pasien (14,3%), sedangkan penyakit penyerta yang lain masing-masing dialami
oleh satu orang pasien.
2. Profil Penggunaan Obat Hipoglikemi
Seluruh pasien dalam penelitian di instalasi rawat inap Bangsal Cempaka
RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015 dikelompokkan
berdasarkan golongan obat hipoglikemi yang diterima selama menjalani rawat inap di
rumah sakit. Obat yang diterima pasien berupa obat tunggal dan obat kombinasi.
kasus (92,4%) yang menggunakan obat hipoglikemi. Sebanyak 6 kasus yang tidak
menggunakan obat hipoglikemi tidak dieksklusi karena kriteria eksklusinya adalah
pasien bukan kasusnya.
Tabel VI. Profil penggunaan obat hipoglikemi berdasarkan golongan obat yang diterima oleh pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati
Bantul periode Agustus 2015 Macam
Terapi
Pengobatan Jumlah
Kasus Total
Golongan Jenis Obat
Tunggal Insulin kerja cepat Insulin aspart 36 55
Insulin premixed Insulin premixed 18
Sulfonilurea Glibenclamid 1
Kombinasi Insulin kerja panjang + Biguanid
Insulin aspart + insulin premixed
4
Penghambat glukosidase alfa + Insulin kerja cepat + Insulin premixed
Acarbose + Insulin aspart + Insulin premixed
4
Biguanid + Sulfonilurea Metformin +
Gliblenclamid
2
Penghambat glukosidase alfa + Insulin kerja cepat
Acarbose + Insulin aspart 1
Insulin premixed + Insulin kerja panjang + Biguanid
Insulin premixed + Insulin glargine + Metformin
1
Tanpa obat hipoglikemi 6 6
Total 79
Golongan obat hipoglikemi yang paling banyak digunakan pasien adalah
insulin, yaitu sebanyak 70 kasus dari 73 kasus (95,9%). Insulin yang paling banyak
digunakan adalah insulin aspart, sebanyak 45 kasus dari 73 kasus (61,6%). Obat
hipoglikemi oral yang paling banyak diterima pasien adalah golongan biguanid