• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi eksploratif tentang kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi eksploratif tentang kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul."

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

vii

STUDI EKSPLORATIF TENTANG KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU HONORER SEKOLAH NEGERI DI KABUPATEN BANTUL

Fitria

ABSTRAK

Penelitian survei ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul. Kemudian tingkat kesejahteraan psikologis itu juga dieksplorasi berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan. Subjek penelitian merupakan sampel guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul yang tersebar di 13 Kecamatan dengan jumlah 193 guru honorer. Pengambilan data dilakukan dengan skala kesejahteraan psikologis. Dalam skala tersebut juga terdapat sejumlah pertanyaan terkait data demografis yang akan diteliti. Uji validitas, reliabilitas, dan daya diskriminasi skala kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri memperoleh 60 item valid, koefisien reliabilitas alpha Cronbach sebesar 0,937, serta delta Ferguson sebesar 0,988. Metode analisis data adalah statistik deskriptif, uji beda, dan uji korelasi. Hasil analisis data menyebutkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul adalah tinggi (M=191,74 > M=150), tidak ada perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis antara guru honorer laki-laki dengan perempuan (Z= -1,710, p=0,087), tidak ada hubungan tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri dengan usia (r= -0,044, p=0,46), tidak ada hubungan tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer dengan tingkat pendidikan (r= -0,043, p=0,554), serta tidak ada perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer dilihat berdasarkan status pernikahan (chi-square= 0,348, p= 0,987).

▸ Baca selengkapnya: resign guru honorer contoh surat pengunduran diri dari sekolah

(2)

viii

EXPLORATIVE STUDY ABOUT PSYCHOLOGICAL WELL-BEING OF NOT-OFFICIALLY-CONFIRMED TEACHERS OF PUBLIC SCHOOLS

IN BANTUL

Fitria

ABSTRACT

This survey research aims to know the level of psychological well-being of not-officially-confirmed teachers of public schools in Bantul. Then, the level of psychological well-being is explored based on teachers gender, age, level of education, and marriage status. The subjects of this research are 193 not-officially-confirmed teachers in 13 sub districts in Bantul. The data were obtained by using psychological well-being scale. On that scale, there is also number of related questions about demographic data that will be examined. The test result of validity, reliability, and discrimination of psychological well-being scale got 60 valid items, 0,937 coefficient alpha Cronbach, and 0,988 delta Ferguson. The methodes of this research were statistic descriptive, different test, and correlation test. The results showed that the level of psychological well-being of not-officially-confirmed teachers of public schools in Bantul has high (M= 191,74>M=150), there was no difference in level of psychological well-being between men and women (Z= -1,710, p=0,087), there was no correlation between psychological well-being on not-officially-confirmed teachers and age (r= -0,044, p=0,46), there was no correlation between psychological well-being on not-officially-confirmed teachers and level of education (r= -0,043, p=0,554), there was also no difference in level of psychological well-being of not-officially-confirmed teachers based on marriage status (chi-square=0,348, p=0,987).

▸ Baca selengkapnya: surat perjanjian sekolah dengan guru

(3)

STUDI EKSPLORATIF TENTANG KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU HONORER SEKOLAH NEGERI DI KABUPATEN BANTUL

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Fitria 119114106

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya (Matius 21:22).

Modal dasar meneliti adalah teliti (Supratiknya).

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus Kedua orangtuaku Kakak, mbak, adik Saudara-saudaraku Sahabat-sahabatku Universitas Sanata Dharma

Fakultas Psikologi Dosen pembimbing akademik

Dosen pembimbing skripsi

(8)
(9)

vii

STUDI EKSPLORATIF TENTANG KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU HONORER SEKOLAH NEGERI DI KABUPATEN BANTUL

Fitria

ABSTRAK

Penelitian survei ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul. Kemudian tingkat kesejahteraan psikologis itu juga dieksplorasi berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan. Subjek penelitian merupakan sampel guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul yang tersebar di 13 Kecamatan dengan jumlah 193 guru honorer. Pengambilan data dilakukan dengan skala kesejahteraan psikologis. Dalam skala tersebut juga terdapat sejumlah pertanyaan terkait data demografis yang akan diteliti. Uji validitas, reliabilitas, dan daya diskriminasi skala kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri memperoleh 60 item valid, koefisien reliabilitas alpha Cronbach sebesar 0,937, serta delta Ferguson sebesar 0,988. Metode analisis data adalah statistik deskriptif, uji beda, dan uji korelasi. Hasil analisis data menyebutkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul adalah tinggi (M=191,74 > M=150), tidak ada perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis antara guru honorer laki-laki dengan perempuan (Z= -1,710, p=0,087), tidak ada hubungan tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri dengan usia (r= -0,044, p=0,46), tidak ada hubungan tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer dengan tingkat pendidikan (r= -0,043, p=0,554), serta tidak ada perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer dilihat berdasarkan status pernikahan (chi-square= 0,348, p= 0,987).

(10)

viii

EXPLORATIVE STUDY ABOUT PSYCHOLOGICAL WELL-BEING OF NOT-OFFICIALLY-CONFIRMED TEACHERS OF PUBLIC SCHOOLS

IN BANTUL

Fitria

ABSTRACT

This survey research aims to know the level of psychological well-being of not-officially-confirmed teachers of public schools in Bantul. Then, the level of psychological well-being is explored based on teachers gender, age, level of education, and marriage status. The subjects of this research are 193 not-officially-confirmed teachers in 13 sub districts in Bantul. The data were obtained by using psychological well-being scale. On that scale, there is also number of related questions about demographic data that will be examined. The test result of validity, reliability, and discrimination of psychological well-being scale got 60 valid items, 0,937 coefficient alpha Cronbach, and 0,988 delta Ferguson. The methodes of this research were statistic descriptive, different test, and correlation test. The results showed that the level of psychological well-being of not-officially-confirmed teachers of public schools in Bantul has high (M= 191,74>M=150), there was no difference in level of psychological well-being between men and women (Z= -1,710, p=0,087), there was no correlation between psychological well-being on not-officially-confirmed teachers and age (r= -0,044, p=0,46), there was no correlation between psychological well-being on not-officially-confirmed teachers and level of education (r= -0,043, p=0,554), there was also no difference in level of psychological well-being of not-officially-confirmed teachers based on marriage status (chi-square=0,348, p=0,987).

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: Studi Eksploratif Tentang Kesejahteraan Psikologis Guru Honorer Sekolah Negeri di Kabupaten Bantul.

Penulis menyadari bawa proses penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan, bantuan, serta dukungan yang sangat berharga dari semua pihak yang membantu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orangtua, yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis. 2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si selaku Kepala Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Debri Pristinella, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Akademik Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

5. Prof. A. Supratiknya, Ph. D atas bimbingannya dalam proses penyusunan skripsi.

6. Sekolah-sekolah negeri yang telah membantu penelitian ini.

7. Sahabat kampus (dhika, sunya, vhirlis, nizam, rintan) atas bantuan dan motivasinya.

8. Anak-anak professor (rintan, vania, maria rae, pika, opek, ria, tara, dedew, tama, pakdhe, mbak lala) atas bantuan dan kebersamaan selama ini.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna, oleh sebab itu saya mohon maaf atas kesalahan ataupun kelalaian yang telah saya perbuat baik sikap, tutur kata maupun tulisan. Saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya tulisan ini. Akhir kata saya ucapkan terimakasih.

(13)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAM MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

(14)

xii

a. Guru PNS ... 14

b. Guru Honorer Sekolah Negeri ... 16

B. Kesejahteraan Psikologis ... 17

1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis ... 17

2. Aspek-Aspek Ksejaheraan Psikologis ... 19

3. Pengukuran Kesejahteraan Psikologis ... 22

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis ... 24

a. Jenis Kelamin ... 25

b. Usia ... 25

c. Tingkat Pendidikan ... 26

d. Status Pernikahan ... 27

C. Dinamika Kesejahteraan Psikologis Guru Honorer Sekolah Negeri 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Jenis dan Desain Penelitian ... 31

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31

C. Definisi Operasional Variabel ... 32

1. Variabel Independen ... 32

2. Variabel Dependen ... 33

D. Populasi dan Sampel ... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 39

F. Pertanggungjawaban Mutu Alat Pengumpul Data ... 41

i. Variabel Independen ... 41

ii. Variabel Dependen ... 42

1. Validitas Skala Kesejahteraan Psikologis ... 42

2. Seleksi Item Skala Kesejahteraan Psikologis ... 43

3. Bentuk Final Skala Kesejahteraan Psikologis ... 44

4. Reliabilitas Final Skala Kesejahteraan Psikologis ... 45

5. Daya Diskriminasi Skala Kesejahteraan Psikologis ... 46

G. Teknik Analisis Data ... 47

(15)

xiii

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian... 48

B. Statistik Deskriptif Data Penelitian ... 51

C. Analisis Data untuk Menjawab pertanyaan Penelitian ... 52

D. Pembahasan ... 55

BAB V PENUTUP ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Keterbatasan Penelitian ... 61

C. Saran ... 62

DAFTAR ACUAN ... 63

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sebaran Guru Honorer Sekolah Negeri di Kabupaten Bantul yang Menjadi Sampel Penelitian Berdasarkan Kecamatan, Sekolah, dan

Jenis Kelamin ... 37

Tabel 2. Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis Sebelum Uji Coba ... 40

Tabel 3. Penskoran Skala Kesejahteraan Psikologis ... 41

Tabel 4. Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Seleksi Item ... 45

Tabel 5. Jadwal Pengambilan Data Penelitian ... 49

Tabel 6. Data Deskriptif Variabel Independen ... 51

Tabel 7. Statistik Deskriptif Kesejahteraan Psikologis ... 51

(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam proses pendidikan peran guru sangatlah penting. Peranan seorang guru di sekolah tidak hanya menerangkan, melatih, memberi ceramah, tetapi juga mendesain materi pelajaran, memberi pekerjaan rumah bagi siswa, mengevaluasi prestasi siswa, dan mengatur kedisiplinan. Selain itu, guru harus menyimpan catatan pribadi muridnya, mengatur kelas, menciptakan pengalaman belajar, berkomunikasi dengan orang tua, dan membimbing siswa (Djiwandono, 2006).

Guru berperan penting, tetapi tak sedikit yang status kepegawaiannya tak tetap dengan penghasilan kurang layak. Status guru honorer berbeda kondisi dengan para guru yang telah diangkat statusnya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Selain kenaikan gaji pokok, pemerintah juga memberikan gaji bulan ke-13 bagi PNS dan pensiunan. Pemerintah juga akan menaikkan uang makan bagi TNI/ Polri dan PNS. Untuk TNI/ Polri uang makan naik dari Rp 35.000,00 per hari menjadi Rp 40.000,00 per hari. Sedangkan untuk PNS, uang makan dari Rp 15.000,00 menjadi Rp 20.000,00. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menyatakan, selama lima tahun terakhir gaji PNS dan TNI/ Polri telah naik dari Rp 674.000,00 menjadi Rp 1.721.000,00 (Ichwan, 2010). Bahkan PNS yang berstatus guru misalnya, selain mendapatkan kenaikan gaji setiap tahunnya, mereka juga mendapatkan tunjangan perbaikan kesejahteraan bagi mereka yang sudah lolos sertifikasi.

(20)

Berdasarkan data yang terdapat di Disdikpora DIY, guru tidak tetap atau pegawai tidak tetap (GTT/ PTT) dari jenjang TK hingga SMA tahun 2011 di 5 Kabupaten/ Kota berjumlah 20.021 orang dengan rincian sebagai berikut : 4.987 guru TK, 6.963 guru SD, 3.211 guru SMP, 2.379 guru SMA dan 2.481 guru SMK. Dari hasil wawancara yang sudah dilakukan pada 15 sekolah di salah satu Kabupaten di DIY didapatkan hasil bahwa mayoritas guru tidak tetap (GTT) di Kabupaten tersebut berjenis kelamin perempuan dengan status pernikahan yang variatif.

Penghasilan guru honorer atau guru tidak tetap/ pegawai tidak tetap (GTT/ PTT) di DIY diakui kurang mencukupi. Kondisi ini terutama terjadi karena minimnya insentif atau tunjangan yang diterima (Fanani, 2012). Rata-rata guru honorer di Indonesia digaji Rp300.000,00 sampai Rp500.000,00 per bulan. Bahkan, masih ada guru honorer yang bergaji Rp150.000,00 per bulan (Rusdiana & Fahmi, 2015). Meski diberikan insentif, guru honorer seringkali dihadapkan pada situasi yang sulit untuk memenuhi syarat memperoleh tunjangan. Salah satunya adalah pada kuota jam mengajar yang menentukan insentif apa yang akan diterima. Guru honorer masih menghadapi situasi memprihatinkan karena perhatian pemerintah masih minim. Bahkan banyak kasus guru honorer khususnya di jenjang TK dan SD yang bahkan seperti bekerja tanpa dibayar (Fanani, 2012).

(21)

didapat serta banyaknya tugas yang diberikan oleh guru-guru senior (guru tetap). Subjek mengatakan bahwa guru senior kurang berkompeten dalam membuat laporan administrasi sekolah. Di sekolah tersebut subjek juga merangkap tugasnya menjadi kepala bagian Tata Usaha (TU) serta bagian IT (Information and

Technology), dan dari usahanya tersebut subjek mendapat gaji Rp 800.000,00 per

bulan. Nasib ini tidak jauh berbeda dengan guru honorer di salah satu SD di salah satu Kabupaten di DIY dengan jenis kelamin laki-laki dan belum menikah yang juga merasa terkendala dengan minimnya gaji yang diberikan. Nasib yang lebih memprihatinkan lagi dirasakan oleh guru lukis di salah satu SD yang lain. Saat awal sebagai guru tidak tetap (GTT) pada tahun 2006 ia digaji Rp 150.000,00 per bulan. Meski begitu, ia tidak patah semangat. Adanya niat untuk memajukan pendidikan dan bermanfaat bagi orang banyak membuatnya bertahan hingga sekarang, terlebih ia sudah menikah dan mempunyai anak. Kini ia berpenghasilan Rp 2.000.000,00 per bulan dari hasil mengajar di 9 TK dan 3 SD.

(22)

dengan perekonomian guru inilah yang memberikan dampak terhadap sisi psikologis guru. Di satu sisi mereka dituntut memajukan pendidikan di Negara ini. Namun disisi lain, walaupun memang bukan segala-galanya, imbalan yang mereka terima kecil.

Meskipun demikian, hasil wawancara dengan seorang guru honorer berjenis kelamin laki-laki dan berstatus belum menikah menunjukkan bahwa ia merasa nyaman menjadi guru dan tidak mempermasalahkan pendapatannya. Subjek mengatakan bahwa ia merasa bahagia menjadi guru yang membantu anak didiknya menjadi manusia yang cerdas. Subjek tidak menjadikan penghasilan guru honorer sebagai penghasilan pokok, karena ia mempunyai usaha lain dan saat ini berpenghasilan Rp 1.000.000,00 per bulan. Hal serupa juga dirasakan oleh salah satu guru TK berjenis kelamin perempuan dan sudah menikah. Dalam satu bulan ia mendapatkan gaji Rp 150.000,00. Namun, ia tidak merasa bermasalah dengan pendapatan yang ia dapat, karena menurutnya menjadi seorang guru mampu meningkatkan status sosial di masyarakat. Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan, kesejahteraan guru honorer jauh lebih buruk dari guru PNS. Meski begitu, tidak semua guru honorer merasa tidak bahagia. Mengapa demikian?

(23)

eudaimonis yang menjadi dasar konsep kesejahteraan psikologis (psychological

well-being) menekankan pada usaha untuk menjadi unggul dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki (Ryan, Huta & Deci, 2008). Berdasarkan pemahaman tersebut, guru honorer yang bersandar pada pandangan hedonis mungkin akan merasa tidak bahagia dengan adanya gaji yang kecil. Sedangkan guru honorer yang bersandar pada pandangan eudaimonis tidak selalu merasa tidak bahagia meskipun gaji yang diterima kecil. Dalam penelitian ini, konsep kesejahteraan psikologis (psychological well-being) Ryff dipilih sebagai dasar teori karena konsep ini lebih menekankan pada pengembangan dan kesadaran diri yang dimiliki seseorang dan tidak semata-mata berbicara mengenai pencapaian kenikmatan seperti dalam konsep subjective well-being.

Ryff (1995) menyatakan kesejahteraan psikologis (psychological

well-being) adalah suatu kondisi seseorang yang bukan hanya bebas dari tekanan atau

masalah-masalah mental saja, tetapi kondisi seseorang yang mempunyai kemampuan penerimaan diri (self-acceptance), pertumbuhan pribadi (personal

growth), memiliki tujuan (purpose in life), memiliki kualitas hubungan positif

dengan orang lain (positive relationship with others), kemampuan mengatur lingkungannya secara efektif (environmental mastery), dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy).

(24)

dan mempunyai dukungan sosial tinggi akan memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tergugah untuk meneliti lebih lanjut mengenai bagaimana sebenarnya kesejahteraan psikologis guru honorer kendati gaji yang diterima kecil.

Penelitian mengenai kesejahteraan psikologis guru honorer sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh Setiawan dan koleganya (2014) dari Universitas Negeri Semarang yang meneliti mengenai “Psychological Well-Being pada Guru

Honorer Sekolah Dasar di Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang”. Penelitian lain mengenai “Psychological Well-Being pada Guru juga pernah

dilakukan oleh Sumule Ruth Priscilla dan Taganing Ni Made (2008) yang meneliti mengenai “Psychological Well-Being pada Guru di Yayasan PESAT Nabire,

Papua, yaitu sebuah yayasan yang terletak diwilayah pedalaman Papua.

Kedua penelitian terkait kesejahteraan psikologis guru honorer tersebut hanya mengungkap taraf kesejahteraan psikologis (hanya berfokus mengukur kesejahteraan psikologis berdasarkan aspek-aspek kesejahteraan psikologis). Pada penelitian yang pertama peneliti hanya menggunakan subjek guru honorer sekolah dasar yang tersebar di satu Kecamatan. Kemudian pada penelitian yang kedua peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif serta menemukan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis terkait dengan spiritualitas, pengalaman masa lalu, dan dukungan sosial.

Selain kedua penelitian yang sudah dilakukan, banyak penelitian tentang

(25)

religius dan kebahagiaan psikologis pada lanjut usia (Rachmawati, F., Nashori, F), hubungan religiusitas dengan kesejahteraan psikologis pada lanjut usia (Rajawane, I., Chairani, L).

Kemudian dari segi subjek, banyak penelitian tentang psychological

well-being yang mengambil subjek lansia seperti gambaran kesejahteraan psikologis

selebriti menjelang lanjut usia: studi pada penyanyi wanita era 60-an (Putri, A., Suryadi, D), studi mengenai kesejahteraan psikologis lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Ciparay Bandung (Nurlailiwangi, E., Coralia, F., Verawati), koping religius dan kebahagiaan psikologis pada lanjut usia (Rachmawati, F., Nashori, F), hubungan religiusitas dengan kesejahteraan psikologis pada lanjut usia (Rajawane. I., Chairani, L). Hasil dari penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara religiusitas dengan kesejahteraan psikologis pada subjek lansia.

Meskipun sudah ada penelitian sebelumnya yang menggambarkan mengenai kesejahteraan psikologis guru honorer, akan tetapi penelitian sebelumnya hanya mengungkap taraf kesejahteraan psikologis dengan hanya menggunakan subjek guru honorer pada jenjang SD yang tersebar di satu Kecamatan. Selain itu banyak penelitian kesejahteraan psikologis yang dikaitkan dengan religiusitas dan menggunakan subjek lansia.

(26)

subjek lansia. Sedangkan, penelitian ini ditujukan pada guru honorer sekolah negeri dengan melihat kondisi psychological well-being yang beragam yang terutama dipengaruhi oleh aneka faktor demografis (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan). Penelitian ini secara khusus lebih mengeksplorasi faktor-faktor demografis yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri pada semua jenjang sekolah (SD, SMP, SMA/K) yang tersebar di beberapa Kecamatan di Kabupaten Bantul. Peneliti memilih lokasi atau subjek penelitian di Kabupaten Bantul dikarenakan dekat dengan tempat tinggal peneliti, sehingga peneliti cukup tahu akan lokasi sekolah yang menjadi sampel penelitian. Selain itu, di Kabupaten Bantul terdapat banyak guru dengan status honorer yang mengajar pada jenjang SD, SMP, maupun SMA/ SMK. Maka penelitian ini akan menyumbang atau lebih melihat pada

psychological well-being dilihat berdasarkan perbedaan aneka faktor demografis

guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka yang ingin diketahui dari penelitian ini adalah:

(27)

2. Bagaimana perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis antara guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan?

3. Bagaimana hubungan antara kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul dengan usia?

4. Bagaimana hubungan antara kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul dengan tingkat pendidikan?

5. Bagaimana perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul dilihat berdasarkan status pernikahan (belum menikah, menikah tanpa anak, menikah dengan memiliki 1 anak, menikah dengan memiliki 2 anak, serta menikah dengan memiliki lebih dari 2 anak)?

C. Tujuan Penelitian

(28)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumber informasi, bahan referensi, pengembangan ilmu pengetahuan khususnya psikologi pendidikan, klinis, maupun kesehatan mental serta menjadi dasar bagi penelitian yang terkait dengan kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri.

2. Manfaat Praktis

Bagi pemerintah, yakni mempertimbangkan kesejahteraan yang mengacu pada perasaan adil terhadap kesesuaian imbalan yang diterima atas kinerja yang dilakukan.

3. Manfaat Kebijakan

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Di bab ini peneliti akan menguraikan seluk-beluk guru di sekolah negeri meliputi pengertian, peran dan tanggungjawab, status kepegawaian beserta jaminan kesejahteraannya, serta seluk-beluk kesejahteraan psikologis meliputi pengertian, aspek-aspek, pengukuran, dan faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Bab ini akan ditutup dengan kerangka konseptual berisi uraian tentang kemungkinan perbedaan status kepegawaian dan sejumlah faktor demografis guru berpengaruh dengan perbedaan taraf kesejahteraan psikologis para guru.

A. Guru

Sistem pendidikan kita mengenal pembedaan sekolah negeri dan sekolah swasta. Penelitian ini akan fokus pada guru sekolah negeri.

1. Pengertian Guru

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal (TK), pendidikan dasar (SD), pendidikan menengah pertama (SMP), dan pendidikan menengah atas/ kejuruan (SMA/ SMK) (Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 pasal 1; Sukmadinata, Syaodih, 2009).

Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh panutan dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya yang rela menyumbangkan sebagian besar

(30)

waktunya untuk berbagi ilmu kepada semua anak didiknya bahkan kepada seluruh lapisan masyarakat (Mulyasa, 2007; Rimang, 2011).

2. Peran dan Tanggungjawab Guru

Peranan seorang guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, membimbing, dan melatih. Sebagai pendidik guru diharapkan mampu mengembangkan potensi dan kepribadian peserta didik, memberikan keteladanan, serta menciptakan suasana pendidikan yang kondusif. Sebagai pengajar guru berperan untuk merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mendidik serta menilai proses dan hasil pembelajaran. Peran guru sebagai pembimbing berarti mendorong berkembangnya perilaku positif dalam pembelajaran dan membimbing peserta didik memecahkan masalah dalam pembelajaran. Kemudian peranan guru sebagai pelatih adalah melatih keterampilan yang diperlukan dalam pembelajaran serta membiasakan peserta didik berperilaku positif dalam pembelajaran (Ditjen Dikti P2TK, 2004).

(31)

abstrak untuk mengembangkan penemuan baru dan memperkaya kemampuan intelektualnya. Kemudian dalam mendorong perkembangan sosioemosional siswa, guru dapat membantu siswa menjadi sadar akan diri mereka sendiri dan mendorong mengembangkan sifat, perasaan, dan motivasi (Djiwandono, 2006). Pada penelitian ini akan berfokus pada guru di semua jenjang sekolah (SD, SMP, SMA/ SMK).

Tanggungjawab yang harus dimiliki oleh semua guru yaitu mampu menghayati perilaku dan etika yang sesuai dengan moral Pancasila dan mengamalkannya dalam pergaulan hidup sehari-hari. Seorang guru di sekolah harus menguasai cara belajar-mengajar yang efektif, mampu mengembangkan kurikulum, silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang efektif, menjadi model bagi peserta didik, memberikan nasehat, melaksanakan evaluasi hasil belajar, dan mengembangkan peserta didik. Seorang guru di masyarakat harus turut serta mensukseskan pembangunan, harus kompeten dalam membimbing, mengabdi dan melayani masyarakat. Dalam bidang keilmuan, seorang guru harus turut serta memajukan ilmu, terutama yang menjadi spesifikasinya, dengan melaksanakan penelitian dan pengembangan (Mulyasa, 2007). Dengan demikian, peran dan tanggungjawab seorang guru kiranya cukup berat.

3. Status Kepegawaian Guru

(32)

Pada dasarnya pemerintah menggolongkan guru menjadi beberapa golongan, yaitu Guru PNS, Guru Tetap, Guru Honorer APBN/APBD, Guru Honorer Non APBN/APBD. Guru PNS (Pegawai Negeri Sipil) adalah guru yang telah memenuhi syarat, diangkat menjadi PNS oleh pejabat yang berwenang, dan diserahi tugas serta digaji berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999). Disisi lain, pengertian guru tetap menurut Undang-Undang tentang Guru tahun 2005 adalah guru tetap yang diangkat oleh BHP atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan berdasarkan perjanjian kerja. Kemudian untuk istilah guru honorer dibedakan menjadi dua yaitu guru honorer APBN/APBD yang diangkat melalui SK dan ketetapan gaji langsung dari Menteri terkait melalui dana APBN. Sedangkan guru honorer Non APBN/APBD yaitu pegawai tidak tetap yang bekerja dan mengabdikan hidupnya menjadi aparatur pemerintah yang pembiayaan gajinya tidak didanai oleh APBN/APBD tetapi dibayar berdasarkan keikhlasan para pegawai negeri yang dibantunya ataupun dana operasional instansi tersebut yang besar pembayarannya tidak menentu dan relatif lebih kecil dari standar upah minimum baik regional ataupun Kabupaten/ Kota (Padmawati, 2010).

a. Guru PNS

(33)

diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tersebut, guru PNS (Pegawai Negeri Sipil) adalah guru yang telah memenuhi syarat, diangkat menjadi PNS oleh pejabat yang berwenang, dan diserahi tugas serta digaji berdasarkan pada Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

(34)

(Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, pasal 32). Dengan demikian, jaminan kesejahteraan guru PNS kiranya layak.

b. Guru Honorer Sekolah Negeri

Guru honorer sekolah negeri adalah guru yang belum berstatus tetap, mengajar di sekolah negeri, mengabdi atas kehendak sendiri yang dilegalisasi dengan surat keputusan dari kepala sekolah, tidak memiliki tunjangan dan hak untuk diangkat menjadi kepala sekolah atau wakil kepala sekolah, masa kerjanya tidak menentu, serta menerima honorarium atau gaji berdasarkan pada kuota jam mengajar atau berdasar pada kemampuan sekolah tempat mereka mengajar. Selain itu, terdapat berbagai pertimbangan terkait gaji bagi guru honorer yang menjadi wali kelas, pembina ekstra kurikuler, tim IT (Information and Technology) sekolah, dan jabatan lainnya dalam koridor pendidikan (Djamarah, dalam Supradewi, R., & Rohmatun; Mansyurpribadi, 2009; Mulyasa, 2006; Suciptoardi, 2010).

(35)

per jam. Sehingga pendapatan rata-rata guru honorer sekolah negeri pada tingkat menengah pertama dan menengah atas atau kejuruan berkisar sebesar Rp 180.000,00- Rp 480.000,00 per bulan. Selain mendapatkan gaji yang didasarkan pada kuota jam mengajar ataupun berdasar pada kemampuan sekolah, guru honorer sekolah negeri tidak mendapatkan tambahan tunjangan kesejahteraan seperti guru PNS.

Dengan demikian, ada perbedaan mencolok atau kontras antara guru PNS dan guru honorer sekolah negeri dalam hal kesejahteraan finansial. Dalam hal ini guru honorer sekolah negeri kalah secara ekonomi dibandingkan guru PNS. Meskipun jaminan kesejahteraan guru honorer jauh lebih rendah, masih ada guru honorer yang mengaku sejahtera. Fenomena tersebut menimbulkan suatu pertanyaan mengenai apakah yang sebenarnya dimaksud dengan kesejahteraan.

B. Kesejahteraan Psikologis

1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan merupakan suatu keadaan subjektif yang baik, termasuk kebahagiaan, self-esteem, dan kepuasan dalam hidup (Corsini, dalam Iriani, F., & Ninawati, 2005). Kahneman et.al (1999) menuliskan bahwa terdapat 2 perspektif besar dalam kesejahteraan yaitu perspektif hedonis dan eudaimonis.

(36)

(subjective well-being) yang dalam pengukurannya mencakup dua elemen yaitu afektif (keberadaan afek positif dan ketidakberadaan afek negatif) dan kognitif (kepuasan hidup secara global) (Lucas, Diener & Suh, dalam Carmelo, dkk, 2009). Kesejahteraan subjektif ini memiliki tujuan untuk mengejar kebahagiaan dan kesenangan.

Sedangkan, pandangan eudaimonis tentang kesejahteraan menekankan pada usaha untuk menjadi unggul dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki (Ryan, Huta & Deci, 2008). Perspektif eudaimonis menjadi dasar konsep kesejahteraan psikologis (psychological well-being).

Penelitian ini akan fokus pada kesejahteraan psikologis (psychological

well-being) sebagaimana dirumuskan oleh Ryff (1989) sebagai konstruk atau

(37)

bukanlah sekedar bebas dari sakit tapi kondisi dimana individu mampu merealisasikan potensi dirinya secara berkesinambungan, mampu menerima diri apa adanya, mampu menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian, memiliki arti hidup, serta mampu mengontrol lingkungan (Ryff & Singer, dalam Tenggara, dkk, 2008).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pada intinya kesejahteraan psikologis adalah bagaimana seseorang menjalani kehidupannya secara berkualitas dengan mengembangkan potensi yang dimiliki dan memiliki penilaian positif terhadap segala kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidupnya. Kesejahteraan psikologis yang dimiliki individu berkaitan erat dengan bagaimana cara individu menerima diri, berhubungan dengan orang lain, menguasai lingkungan, memiliki tujuan dalam hidup, pertumbuhan pribadi, serta otonomi.

2. Aspek-Aspek Kesejahteraan Psikologis

Aspek-aspek kesejahteraan psikologis mengacu pada teori Ryff (dalam Tenggara, dkk, 2008) meliputi 6 aspek, yaitu :

a. Penerimaan Diri (Self-Acceptance)

(38)

positif tentang kehidupan yang telah dijalani. Skor rendah menunjukkan individu merasa tidak puas dengan dirinya, merasa kecewa terhadap kehidupan yang dijalani, mengalami kesukaran karena sejumlah kualitas pribadi dan ingin menjadi orang yang berbeda dari dirinya saat ini.

b. Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relations with Others)

Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others) dapat dioperasionalkan ke dalam tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam membina kehangatan dan hubungan saling percaya dengan orang lain, mempunyai empati yang kuat, mampu mencintai secara mendalam dan bersahabat. Skor tinggi menunjukkan bahwa individu mempunyai hubungan yang hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang lain, memperhatikan kesejahteraan orang lain, mampu melakukan empati yang kuat, afeksi, dan hubungan yang bersifat timbal balik. Skor rendah menunjukkan bahwa individu hanya mempunyai sedikit hubungan yang dekat dan saling percaya dengan orang lain, kurang terbuka dan kurang memperhatikan orang lain, merasa terasing, dan frustrasi dalam hubungan interpersonal, tidak bersedia menyesuaikan diri untuk mempertahankan suatu hubungan yang penting dengan orang lain.

c. Otonomi (Autonomy)

(39)

bergantung pada penilaian orang lain dalam membuat keputusan, serta menyesuaikan diri terhadap tekanan sosial dalam berpikir dan bertingkah laku. d. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)

Penguasaan lingkungan adalah kemampuan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisiknya. Kemampuan ini dipengaruhi oleh kedewasaan seseorang khususnya kemampuan seseorang untuk memanipulasi dan mengontrol lingkungan yang kompleks melalui aktivitas mental dan fisik. Dalam aspek penguasaan lingkungan, skor tinggi menunjukkan kemampuan mengatur lingkungan, mengontrol berbagai kegiatan eksternal yang kompleks, menggunakan kesempatan-kesempatan yang ada secara efektif, mampu memilih atau menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai pribadi. Sedangkan skor rendah menunjukkan bahwa individu mengalami kesulitan dalam mengatur aktivitas sehari-hari, merasa tidak mampu mengubah atau meningkatkan konteks di sekitar, tidak waspada akan kesempatan-kesempatan yang ada di lingkungan, dan kurang mempunyai kontrol terhadap dunia luar.

e. Tujuan Hidup (Purpose in Life)

(40)

f. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)

Pertumbuhan pribadi dapat dioperasionalkan dalam tinggi rendahnya kemampuan seseorang untuk mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan dan lebih menekankan pada cara memandang diri dan merealisasikan potensi dalam diri. Skor tinggi menunjukkan bahwa individu merasakan adanya pengembangan potensi diri yang berkelanjutan, terbuka terhadap pengalaman baru, menyadari potensi diri, dan dapat melihat kemajuan diri dari waktu ke waktu. Sedangkan skor rendah menunjukkan individu tidak merasakan adanya kemajuan dan pengembangan potensi diri dari waktu ke waktu, merasa jenuh dan tidak tertarik dengan kehidupan, serta merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap atau tingkah laku baru.

Dalam penelitian ini, dimensionalitas alat ukur tidak diperiksa secara empiris.

3. Pengukuran Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1989) mengelaborasi konsep psychological well-being sebagai konstruk psikologis yang tersusun atas 6 aspek yaitu penerimaan diri

(self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others),

otonomi (autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), serta pertumbuhan pribadi (personal growth). Konstruk

psychological well-being dengan 6 aspek tersebut kemudian disusun menjadi

(41)

6 aspek yang saling berkaitan (Ryff & Keyes 1995). Dalam penggunaannya, PWBS dapat diterapkan pada orang dewasa dari segala usia baik laki-laki maupun perempuan (Ryff, 1989).

Sebelum kemunculan PWBS, banyak jenis-jenis inventori kepribadian yang mengukur kesejahteraan psikologis, seperti Affect Balance Scale (ABS), The

Life Satisfaction Index (LSI), The Self Esteem Scale (SE), The Revised

Philadelphia Geriatric Center Moral Scale (MS), Locus of Control Scale (LEVP,

LEVI, LEVC), serta The Self-Rating Depression Scale (SDS). Akan tetapi,

beberapa skala psikologis tersebut tidak menggambarkan kebahagiaan seperti yang dimaksud oleh perspektif eudaimonia.

PWBS merupakan jenis inventori kepribadian dengan instrumen berupa

self-report items atau item pelaporan-diri. Subjek dituntut melaporkan atau

mengungkapkan keadaan dirinya, dan harus memberikan jawaban sejujur mungkin dengan cara menuliskan pada lembar kerja atau lembar jawab. Berdasarkan format item dan bentuk skala, PWBS merupakan suatu skala Likert dengan format item berupa pernyataan atau kalimat yang dilengkapi dengan skala penilaian yang berisi enam pilihan jawaban. Enam pilihan jawaban tersebut terdiri dari STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), ATS (Agak Tidak Setuju), AS (Agak Setuju), S (Setuju), dan SS (Sangat Setuju). Keenam pilihan jawaban tersebut memiliki penilaian yang berbeda pada dua tipe item yakni favorable dan

unfavorable. Pada item favorable, STS bernilai 1, TS bernilai 2, ATS bernilai 3,

(42)

berlaku sebaliknya dimana STS bernilai 6, TS bernilai 5, ATS bernilai 4, AS bernilai 3, S bernilai 2, dan SS bernilai 1 (Ryff, 1989; Ryff & Keyes 1995).

Setelah didapatkan skor dari masing-masing item, PWBS kemudian diinterpretasikan dengan cara melihat skot total PWBS. Skor total PWBS kemudian dibagi dalam enam sub skala tersebut. Akan tetapi PWBS tidak memiliki norma yang baku mengenai tinggi rendahnya skor yang didapatkan subjek, sehingga PWBS menggunakan analisis distribusi data yang dimiliki sebagai patokan apakah skor yang didapatkan subjek tinggi ataukah rendah. Penggunaan distribusi dapat menggunakan dua cara yakni menggunakan kuartil maupun menggunakan standar deviasi.

Pada awalnya PWBS terdiri dari 120 item dengan 20 item pada tiap aspeknya (Ryff, 1989). Kemudian PWBS memiliki 3 versi alternatif lain yaitu 84 item dengan 14 item per aspek, 54 item dengan 9 item per aspek, dan 18 item dengan 3 item per aspek (Ryff, 2013; Ryff & Keyes 1995). PWBS memiliki kualitas psikometrik yang baik, khususnya dalam versi 84 item dengan 14 item per aspek. Hal tersebut terlihat dari nilai reliabilitasnya, yakni 0,91 pada penerimaan diri (self-acceptance), 0,88 pada hubungan positif dengan orang lain

(positive relations with others), 0,83 pada otonomi (autonomy), 0,86 pada

penguasaan lingkungan (environmental mastery), 0,88 pada tujuan hidup (purpose

in life), dan 0,85 pada pertumbuhan pribadi (personal growth).

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

(43)

ini adalah untuk melihat tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri dengan mempertimbangkan perbedaaan dalam hal sejumlah faktor demografis, meliputi:

a. Jenis kelamin

Jenis kelamin (dalam bahasa inggris : sex) adalah perbedaan biologis dan fisiologis antara pria dan wanita dengan perbedaan yang menyolok pada perbedaan anatomi tentang sistem reproduksi dari pria dan wanita (Dayakishi & Yuniardi, dalam Damayanti & Harti, 2013).

Ryff dan Singer (dalam Tenggara, dkk, 2008), mengungkap bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap adanya perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis. Faktor ini menunjukkan perbedaan yang signifikan pada aspek hubungan positif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan pribadi. Dari keseluruhan perbandingan usia (usia 25-39; usia 40-59; usia 60-74), wanita menunjukkan angka kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi daripada pria. Sementara keempat aspek kesejahteraan psikologis lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Ryff; Ryff & Singer, dalam Tenggara, dkk, 2008).

Pada dasarnya jenis kelamin dibagi menjadi 2 (laki-laki dan perempuan). Dalam penelitian ini jenis kelamin didapatkan dari pengakuan masing-masing subjek. Jenis kelamin laki-laki diberi angka 1 dan jenis kelamin perempuan diberi angka 2.

b. Usia

(44)

didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh (Ryff; Ryff & Singer, dalam Tenggara, dkk, 2008), penguasaan lingkungan dan otonomi menunjukkan peningkatan seiring dengan pertambahan usia (usia 25-39; usia 40-59; usia 60-74). Sedangkan tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi secara jelas menunjukkan penurunan seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu, aspek penerimaan diri, hubungan yang positif dengan orang lain secara signifikan bervariasi berdasarkan usia.

Dalam penelitian ini usia dianalisis beradasarkan usia masing-masing subjek yang tertulis pada kolom identitas diri yang sudah tersedia pada skala. c. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan adalah lamanya tahun yang diikuti dalam pendidikan formal, baik dari sekolah negeri, swasta, maupun sekolah keagamaan yang sederajat (Pradono, J dan Sulistyowati, 2014).

Menurut Ryff dan Singer (dalam Tenggara, dkk, 2008) tingkat pendidikan juga merupakan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis. Hasil penelitian Wisconsin Longitudinal Study (WLS) pada tahun 1957 menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan seseorang (Ryff dan Singer, dalam Tenggara, dkk, 2008). Tingginya tingkat pendidikan seseorang menunjukkan bahwa individu memiliki faktor pengaman (misalnya: uang, ilmu, dan keahlian) dalam menghadapi masalah, tekanan dan tantangan.

(45)

tahun), SMA (12 tahun), D1 (13 tahun), D2 (14 tahun), D3 (15 tahun), S1 (16 tahun), S2 (18 tahun).

d. Status pernikahan

Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dikatakan pekawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan utama untuk membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Status pernikahan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh besar bagi kesejahteraan psikologis (Ryff, 2013). Status pernikahan menjadi prediktor yang baik terhadap penerimaan diri dan tujuan hidup (Ryff, 1989). Shapiro dan Keyes (dalam Ryff, 2013) menemukan bahwa perempuan yang bercerai dan tidak menikah menunjukkan tingkat kesejahteraan psikologis yang rendah dibanding perempuan yang menikah. Namun, Marks dan Lambert (dalam Ryff, 2013) menemukan bahwa perempuan yang tidak menikah menunjukkan skor yang lebih tinggi pada dimensi otonomi dan pertumbuhan pribadi dibandingkan dengan perempuan yang menikah.

(46)

Dalam penelitian ini, kesejahteraan psikologis guru-guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul akan diteliti dengan mempertimbangkan sejumlah faktor demografis tersebut.

C. Dinamika Kesejahteraan Psikologis Guru Honorer Sekolah Negeri

Guru mengajar baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Di sekolah negeri, guru diklasifikasikan menjadi dua meliputi guru PNS dan guru honorer. Penetapan status guru PNS dan guru honorer secara teknis oleh pemerintah dalam bidang pendidikan berpengaruh terhadap hasil finansial yang berbeda. Meskipun guru PNS dan guru honorer memiliki kesamaan tugas untuk menciptakan prestasi akademik anak didiknya, akan tetapi tingkat penghasilan guru PNS lebih pasti dan nominalnya lebih tinggi dari pada guru honorer. Walau demikian, tidak semua guru honorer merasa tidak bahagia. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai apakah yang sebenarnya dimaksud dengan kebahagiaan?

(47)

Maka, meskipun guru honorer berbeda gaji dengan guru yang sudah PNS tetapi tidak harus tidak bahagia. Ryff dan Singer (dalam Tenggara, dkk, 2008) melihat kesejahteraan psikologis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan data yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh (Ryff; Ryff & Singer, dalam Tenggara, dkk, 2008), penguasaan lingkungan dan otonomi menunjukkan peningkatan seiring dengan pertambahan usia. Tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi, secara jelas menunjukkan penurunan seiring dengan bertambahnya usia. Faktor jenis kelamin juga menunjukkan perbedaan yang signifikan pada aspek hubungan positif dengan orang lain dan pertumbuhan pribadi. Wanita menunjukkan angka kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi daripada pria. Selain itu, Ryff (1989) mengatakan bahwa status pernikahan menjadi prediktor yang baik terhadap penerimaan diri dan tujuan hidup. Sementara itu, Ryff & Singer (dalam Tenggara, dkk, 2008) juga menemukan bahwa kesejahteraan psikologis meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan seseorang.

(48)

Gambar. 1

Bagan Dinamika Kesejahteraaan Psikologis Guru Honorer Sekolah Negeri

GURU PNS GURU Honorer

Guru honorer belum tentu merasa tidak sejahtera walaupun kesejahteraan guru honorer jauh lebih buruk dari PNS

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei. Penelitian survei (survey

research) adalah salah satu pendekatan dalam desain penelitian deskriptif

kuantitatif yang bertujuan memperoleh informasi tentang satu atau lebih kelompok orang terkait karakteristik, pendapat, sikap, atau pengalaman mereka, dengan cara mengajukan pertanyaan atau pernyataan kepada mereka dan menabulasikan jawaban yang mereka berikan (Leedy & Ormrod, dalam Supratiknya, 2015). Penelitian ini akan melihat tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul dengan mempertimbangkan perbedaan dalam hal sejumlah faktor demografis diantara mereka, meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel Independen : Faktor-faktor demografis meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status pernikahan. Variabel dependen : Kesejahteraan Psikologis

(50)

C. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Independen dalam penelitian ini terdiri dari sejumlah faktor demografis yang meliputi :

a. Jenis kelamin

Dalam penelitian ini jenis kelamin didapatkan dari pengakuan masing-masing subjek yang tertulis pada kolom identitas diri dalam alat pengumpul data variabel dependen. Jenis kelamin laki-laki diberi angka 1 dan jenis kelamin perempuan diberi angka 2. Bilangan tersebut dipakai sebagai label dan tidak memiliki nilai numerik.

b. Usia

Dalam penelitian ini data usia dianalisis berdasarkan usia masing-masing subjek yang tertulis pada kolom identitas diri yang sudah tersedia pada skala kesejahteraan psikologis.

c. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan dihitung dengan jumlah tahun normatif dalam menempuh pendidikan sekolah. Misalnya SD (6 tahun), SMP (9 tahun), SMA (12 tahun), D1 (13 tahun), D2 (14 tahun), D3 (15 tahun), S1 (16 tahun), S2 (18 tahun).

d. Status pernikahan

(51)

angka 3, menikah dengan memiliki 2 anak diberi angka 4, serta menikah dengan memiliki lebih dari 2 anak diberi angka 5. Bilangan tersebut dipakai sebagai label dan tidak memiliki nilai numerik. Dalam penelitian ini status janda dan duda tidak diikutkan sebagai subjek penelitian. Selain itu, pada kenyataannya tidak ditemukan status janda maupun duda pada subjek yang menjadi sampel penelitian.

Data demografis (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan) akan dikumpulkan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan di kolom identitas diri yang tercantum pada alat pengumpul data variabel dependen.

2. Variabel dependen kesejahteraan psikologis adalah bagaimana seseorang menjalani kehidupannya secara berkualitas dan memiliki penilaian positif terhadap segala kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidupnya meliputi 6 komponen yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi sebagaimana dikemukakan oleh Caroll Ryff. Skala kesejahteraan psikologis dalam penelitian ini memiliki enam aspek yaitu:

a. Penerimaan diri

(52)

b. Hubungan positif dengan orang lain

Hubungan positif dengan orang lain merupakan kemampuan seseorang dalam membina kehangatan dan hubungan saling percaya dengan orang lain, mempunyai empati yang kuat, mampu mencintai secara mendalam dan bersahabat.

c. Otonomi

Otonomi merupakan kemampuan individu untuk mengarahkan diri dan mandiri, mampu menghadapi tekanan sosial, mengatur tingkah laku sendiri dan mengevaluasi diri dengan standar pribadi.

d. Penguasaan lingkungan

Penguasaan lingkungan adalah kemampuan mengatur lingkungan, mengontrol berbagai kegiatan eksternal yang kompleks, menggunakan kesempatan-kesempatan yang ada secara efektif, serta mampu memilih atau menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi.

e. Tujuan hidup

Tujuan hidup merupakan pemahaman individu akan adanya tujuan dan arah hidup, merasakan adanya arti hidup dimasa kini dan masa lampau. f. Pertumbuhan pribadi

(53)

Kesejahteraan psikologis akan diukur dengan menggunakan skala kesejahteraan psikologis. Skor total pada skala menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kesejahteraaan psikologis subjek. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, semakin tinggi tingkat kesejahteraan psikologisnya, dan begitu sebaliknya. Dalam penelitian ini dimensionalitas alat ukur variabel dependen kesejahteraan psikologis tidak diperiksa secara empiris.

D. Populasi dan Sampel

(54)

sampel dipilih berdasarkan kemudahan atau ketersediaan untuk mengaksesnya (Creswell, Supratiknya, 2015). Dalam pengambilan sampel, peneliti tidak mengambil semua sampel dari sebaran yang ada di 17 area Kecamatan di Kabupaten Bantul dikarenakan tempat yang terlalu jauh. Dalam pengambilan sampel juga akan mempertimbangkan stratifikasi yang terdapat dalam populasi (Supratiknya, 2015). Stratifikasi adalah pengelompokan anggota populasi berdasarkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Dalam pengambilan sampel dengan memperhatikan stratifikasi peneliti memilih anggota sampel dengan memperhatikan keterwakilan aneka karakteristik spesifik tertentu yang terdapat di dalam populasi, dengan atau tanpa memperhatikan proporsinya di dalam populasi. Adapun kriteria subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memiliki status sebagai guru honorer non APBN/ APBD yang mengajar di Sekolah Negeri.

2. Latar belakang Pendidikan kurang dari (<) S1 (SMA, D1, D2, D3), S1, lebih dari (>) S1 (S2).

3. Guru honorer yang mengajar di Sekolah Negeri pada semua jenjang sekolah (SD, SMP, SMA/ SMK).

(55)

5. Guru honorer yang telah menjalani masa kerja lebih dari atau sama dengan 2 bulan, karena diharapkan guru telah mengetahui situasi kerja yang dihadapi sehingga dapat mengerti lebih jelas situasi yang dihadapi dalam pekerjaannya.

Berdasarkan 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Bantul, peneliti akan mengambil sampel dari 13 Kecamatan yaitu Bantul, Sewon, Kasihan, Pajangan, Pandak, Srandakan, Sanden, Kretek, Bambanglipuro, Pundong, Imogiri, Jetis, dan Pleret. Besarnya sampel guru honorer sekolah negeri yang mengikuti survei yaitu sebanyak 222 yang terdiri dari laki-laki dan perempuan serta terbagi dalam 3 jenjang sekolah (SD, SMP, SMA/ SMK) dengan sebaran sebagai berikut :

Tabel 1.

Sebaran Guru Honorer Sekolah Negeri di Kabupaten Bantul yang menjadi Sampel Penelitian Berdasarkan Kecamatan, Sekolah, dan Jenis Kelamin

No. Kecamatan Nama Sekolah

(56)

No. Kecamatan Nama Sekolah

(57)

E. Teknik Pengumpulan Data

Data tentang variabel independen dikumpulkan dengan cara memberikan sejumlah pertanyaan terkait dengan data demografis meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan. Sejumlah pertanyaan terkait dengan data demografis tersebut tertulis dalam kolom identitas diri yang tercantum pada alat pengumpul data variabel dependen.

Data tentang variabel dependen dikumpulkan dengan Skala Kesejahteraan Psikologis. Skala ini disusun oleh peneliti berdasarkan teori kesejahteraan psikologis yang dikembangkan oleh Carol. D. Ryff. Item skala kesejahteraan psikologis ini disusun berdasarkan enam aspek yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup,dan pertumbuhan pribadi. Dalam penelitian ini, dimensionalitas alat ukur tidak diperiksa secara empiris.

(58)

Untuk menyusun skala kesejahteraan psikologis perlu dibuat tabel spesifikasi/ blue-print terlebih dahulu. Berikut ini adalah tabel spesifikasi/

blue-print skala kesejahteraan psikologis sebelum uji coba:

Tabel 2.

Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis Sebelum Uji Coba

No. Aspek Komponen item Jumlah Persentase

(59)

Setelah membuat spesifikasi skala, berikut ini merupakan penskoran skala kesejahteraan psikologis menurut model Likert:

Tabel 3.

Penskoran Skala Kesjahteraan Psikologis

Jawaban Pernyataan

Favorable Unfavorable

Sangat Setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak Setuju 2 3

Sangat Tidak Setuju 1 4

Uji coba skala kesejahteraan psikologis dilakukan di SMK Negeri 3 Kasihan Bantul, SMP Negeri 2 Bantul, SMP Negeri 2 Imogiri Bantul, SD 1 Bantul, SD Negeri 1 Sewon Bantul, SD Kembang Putihan Guwosari Pajangan Bantul, SD Negeri 1 Wijirejo Pandak Bantul, SD Negeri 1 Srandakan Bantul, SD Mangiran Srandakan Bantul, SD Negeri 2 Srandakan Bantul, SD 2 Sanden Bantul, SD 1 Pundong Bantul, SD Jejeran Pleret Bantul pada tanggal 5, 6, 7, 8, dan 9 April 2016 dengan melibatkan 60 guru honorer.

F. Pertanggungjawaban Mutu Alat Pengumpul Data

(60)

Pertanyaan tentang tingkat pendidikan juga diisi sesuai dengan tingkat pendidikan subjek. Sedangkan terkait dengan status pernikahan disajikan dengan 5 pilihan yaitu belum menikah, menikah tanpa anak, menikah dengan memiliki 1 anak, menikah dengan memiliki 2 anak, menikah dengan memiliki lebih dari 2 anak. Sejumlah pertanyaan untuk mengumpulkan data variabel independen tersebut telah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dengan tujuan apakah sejumlah pertanyaan terkait data demografis yang disusun dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi sesuai dengan kenyataan terkait data demografis yang dimiliki masing-masing subjek. Diasumsikan, subjek menjawab dengan benar sehingga jawaban subjek terkait variabel-variabel tersebut valid dan reliabel.

Pertanggungjawaban mutu alat pengumpul data variabel dependen meliputi validitas skala kesejahteraan psikologis, seleksi item skala kesejahteraan psikologis, bentuk final skala kesejahteraan psikologis, uji reliabilitas final skala kesejahteraan psikologis, dan daya diskriminasi skala kesejahteraan psikologis.

1. Validitas Skala Kesejahteraan Psikologis

Validitas adalah kualitas esensial yang menunjukkan sejauh mana suatu tes sungguh-sungguh mengukur atribut psikologis yang hendak diukur (Supratiknya, 2014).

(61)

empiris terhadap seberapa memadai isi tes mewakili ranah isi serta seberapa relevan ranah isi tersebut sesuai dengan interpretasi skor tes yang dimaksudkan. Isi tes mengacu pada tema-tema, pilihan kata, serta format atau bentuk item, tugas, atau pertanyaan yang digunakan dalam tes. Evidensi terkait isi ini juga bisa berupa penilaian pakar atau ahli terhadap kesesuaian antara bagian-bagian tes dan konstruk yang diukur (Supratiknya, 2014). Dalam penelitian ini evidensi terkait isi diperoleh dengan cara mengkonsultasikan item yang telah disusun kepada dosen pembimbing dengan tujuan apakah item-item yang telah disusun telah mencakup isi objek yang hendak diukur.

Selain itu, validitas alat ukur ini juga dilakukan dengan menggunakan jenis evidensi terkait proses respon yang diberikan oleh subjek. Dalam mengerjakan skala kesejahteraan psikologis ini, diasumsikan subjek menjawab setiap pertanyaan sesuai dengan apa yang ada pada diri subjek.

2. Seleksi Item Skala Kesejahteraan Psikologis

(62)

yang berbeda pada diri subjek atau testi dengan tipe yang memang berlainan (Supratiknya, 2014).

Pengujian daya diskriminasi dilakukan dengan memeriksa korelasi antara masing-masing item dengan skor total skala itu sendiri. Perhitungan ini akan menghasilkan koefisien korelasi antara skor item dan skor total tes (rit).

Jenis korelasi yang akan digunakan adalah korelasi product-moment Pearson

(r). Cara ini cocok untuk diterapkan pada multi-point items atau item-item yang

memiliki alternatif jawaban ganda dalam arti lebih dari dua. Perhitungannya akan menggunakan corrected item-total correlation melalui sub menu scale pada pilihan Reliability Analysis Statistical Product and Service Solution

(SPSS).

Berdasarkan perhitungan tersebut, makin tinggi korelasi antara skor item dan skor total skala, makin baik item yang bersangkutan. Item-item yang berkorelasi negatif atau berkorelasi positif namun rendah dengan skor total akan disingkirkan. Adapun kriteria item yang layak dipertahankan adalah semua item yang berkorelasi lebih besar dari atau sama dengan (≥) 0,20 dengan

skor total (Supratiknya, 2014).

3. Bentuk Final Skala Kesejahteraan Psikologis

(63)

penelitian. Berikut ini adalah blue print final skala kesejahteraan psikologis setelah seleksi item:

Tabel 4.

Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Seleksi Item

No. Aspek Komponen item Jumlah Persentase

Favorable Unfavorable

4. Reliabilitas Final Skala Kesejahteraan Psikologis

Reliabilitas adalah konsistensi hasil pengukuran jika prosedur pengetesannya dilakukan secara berulangkali terhadap suatu populasi individu atau kelompok (Supratiknya, 2014).

(64)

Pengujian reliabilitas pada alat ukur ini akan menggunakan pendekatan konsistensi internal. Dalam pendekatan konsistensi internal prosedurnya cukup didasarkan pada hasil satu kali pengadministrasian tes (Supratiknya, 2014). Reliabilitas tesnya sendiri selanjutnya dapat diestimasi dengan teknik koefisien reliabilitas alpha Cronbach (α) (Supratiknya, 2014). Dalam perhitungannya akan menggunakan Model Alpha Reliability Analysis melalui sub menu scale pada pilihan Reliability Analysis SPSS. Pada penelitian ini, besarnya α adalah 0,937. Dengan demikian skala ini dapat dikatakan memuaskan untuk mengukur kesejahteraan psikologis.

5. Daya Diskriminasi Skala Kesejahteraan Psikologis

Daya diskriminasi alat ukur adalah sejauh mana tes secara keseluruhan memiliki daya diskriminasi yang baik. Salah satu statistik yang direkomendasikan untuk memeriksa daya diskriminasi tes adalah koefisien diskriminasi yang disebut Ferguson’s delta (δ). Koefisien diskriminasi menunjukkan seberapa cermat dan konsisten sebuah tes menjenjangkan testi dalam hal atribut psikologis yang diukur. Tes yang berdaya diskriminasi baik lazimnya memiliki delta Ferguson lebih besar dari atau sama dengan (≥) 0,90. Bisa dirumuskan secara umum bahwa δ = 0 jika seluruh subjek mencapai skor yang sama (tidak terjadi diskriminasi), dan δ = 1 jika terjadi distribusi skor

(65)

Daya diskriminasi tes/ penghitungan delta Ferguson δ = (n+1) (N2 - ∑fi2) / nN2

= (60+1) (1932– 1022) / 60.1932 = 61. (37249 – 1022) / 60. 37249

= 2209847 / 2234940 = 0,988

Besarnya koefisien delta Ferguson skala kesejahteraan psikologis adalah 0,988. Dengan demikian skala ini memiliki daya diskriminasi tes yang baik.

G. Teknik Analisis Data

(66)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mempersiapkan skala kesejahteraan psikologis dan mengurus perizinan untuk melakukan penelitian di sekolah-sekolah negeri di Kabupaten Bantul. Proses perizinan dimulai dengan membuat surat permohonan izin dari Fakultas yang kemudian dibawa ke Biro Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah DIY yang berada di Komplek Kepatihan Danurejo Yogyakarta. Setelah mendapatkan surat izin dari Sekretariat Daerah DIY, peneliti memberikan surat tembusan ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY, Dekan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, serta mengurus perijinan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bantul. Kemudian, setelah mendapat surat ijin dari BAPPEDA Bantul, peneliti memberikan tembusan surat izin dari BAPPEDA Bantul kepada Bupati Bantul, Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Bantul, Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Non Formal Kabupaten Bantul, Kepala Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantul, Kepala UPT Pengelola Pendidikan Dasar di 13 Kecamatan yang menjadi sampel penelitian (Bambanglipuro, Pandak, Jetis, Kretek, Sewon, Pajangan, Sanden, Srandakan, Pundong, Imogiri, Pleret, Kasihan, dan Bantul), serta ke SMA/SMK, SMP, dan SD Negeri di Kabupaten Bantul yang menjadi tempat pengambilan sampel penelitian.

(67)

Pengambilan data dilakukan berdasarkan kondisi guru honorer di sekolah. Sebagian guru bersedia mengisi kuesioner secara langsung pada saat peneliti memberikan kuesioner, akan tetapi terdapat pula guru yang tidak bisa mengisi secara langsung dikarenakan banyaknya aktivitas di sekolah. Secara keseluruhan, peneliti membagikan 222 eksemplar. Jumlah skala penelitian terisi yang memenuhi syarat adalah 193, sehingga hanya data dari 193 responden inilah yang akan dianalisis. Pengambilan data penelitian dilakukan sejak tanggal 11 April hingga 3 Mei 2015. Berikut ini adalah jadwal pengambilan data penelitian dan data demografis subjek penelitian yang ada dalam kuesioner:

Tabel 5.

Jadwal Pengambilan Data Penelitian

Hari

ke Hari dan tanggal Lokasi Keterangan 1. Senin, 11 April 2016 - SD Tegaldowo Bantul

- SD Kalangan Kasihan Bantul

- SD Guwo Pajangan Bantul

Menyebar kuesioner

2. Selasa, 12 April 2016 - SD 1 Palbapang Bantul Menyebar kuesioner 3. Rabu, 13 April 2016 - SD Cepit Sewon Bantul

- SD Bakalan Sewon Bantul - SD Grogol Bambanglipuro

Bantul

- SD Bakulan Jetis Bantul - SMP 2 Pajangan Bantul

- SMP 1 Pajangan Bantul

(68)

Hari

ke Hari dan tanggal Lokasi Keterangan 7. Senin, 18 April 2016 - SD Imogiri Bantul Menyebar kuesioner 8. Selasa, 19 April 2016 - SMP 1 Pundong Bantul

- SD 1 Kretek Bantul - SMP 1 Kretek Bantul - SMP 2 Srandakan Bantul - SMP 1 Srandakan Bantul - SMP 1 Pandak Bantul

Menyebar kuesioner

9. Rabu, 20 April 2016 - SMP 3 Pandak Bantul - SMA 1 Pajangan Bantul

Menyebar kuesioner 10. Kamis, 21 April 2016 - SMK 1 Sanden Bantul

- SMP 1 Sanden Bantul - SMP 3 Bantul Bantul

Menyebar kuesioner

(69)

B. Statistik Deskriptif Data Penelitian

Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono dalam Duwi Priyatno, 2014). Statistik deskriptif penelitian terangkum dalam tabel berikut :

Tabel 6.

Data Deskriptif Variabel Independen

(70)

Berdasarkan hasil pengukuran deskriptif, mean empiris variabel kesejahteraan psikologis lebih besar daripada mean teoritisnya. Hasil ini menunjukkan bahwa guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi. Hasil ini juga didukung dengan hasil uji T yang dilakukan peneliti untuk membandingkan mean empiris dan mean teoritis pada variabel kesejahteraan psikologis.

Tabel. 8

Uji One Sample T-test Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan Psikologis

Test Value= 150 T 39.764

Df 192

Sig. (2-tailed) 0,000

Mean Difference 41.746

95% Confidence of Lower 39.68

The Difference Upper 43.82

Berdasarkan data yang ada, hasil uji T menunjukkan ada perbedaan signifikan antara mean empiris dan mean teoritis. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05, yaitu 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa secara signifikan guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi.

C. Analisis Data untuk Menjawab Pertanyaan Penelitian

Gambar

Tabel 2. Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis Sebelum Uji Coba ......
Gambar 1. Bagan Dinamika Kesejahteraan Psikologis Guru Honorer Sekolah
Gambar. 1 Bagan Dinamika Kesejahteraaan Psikologis Guru Honorer Sekolah Negeri
Tabel 1.  Sebaran Guru Honorer Sekolah Negeri di Kabupaten Bantul yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Terdapat banyak jenis interferens dalam pembelajaran bahasa kedua, namun begitu kajian ini akan berfokus kepada interferens linguistik (nahu dan leksikal) dan inteferens

Driver merupakan bagian paling penting dari sebuah antena yagi karena elemen inilah yang akan membangkitkan gelombang elektromagnetik menjadi sebuah sinyal yang

(Sugeng Winardi) atau diperlukan adanya panduan yang mengatur bagaimana pemanfaatan TI dalam organisasi [3]. Sehubungan dengan TI di lingkungan pemerintahan, dibutuhkan suatu

Hukum tabayyun secara garis besar dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu satu hukum melakukan tabayyun adalah wajib baik berita yang disampaikan oleh orang fasik

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 77M ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19