• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAGIAN I PENDAHULUAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAGIAN I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

HKBP merupakan salah satu dari organisasi sosial dan gereja yang ada di Indonesia yang sangat bertumbuh pesat. Sebagai gereja, maka dapat dikatakan bahwa HKBP adalah persekutuan orang-orang percaya kepada Allah, Anak dan Roh Kudus.

Keterpanggilan HKBP menjadi gereja di dunia ini, dihimpun dan dikuduskan untuk memberitakan injil Allah dalam Yesus Kristus dan menjadi berkat bagi dunia. HKBP adalah umat Allah, tubuh Kristus, dan persekutuan Roh Kudus di dunia sehingga menjadi bagian dari gereja yang Esa, Kudus dan Am. Jika ditinjau secara historis, HKBP berdiri sejak tahun 7 Oktober 1861 di tanah Batak dan ini merupakan buah pemberitaan Injil yang disampaikan oleh misionaris Rheinische Missions Gessellschaft (RMG), sehingga berkembang ke seluruh tanah Batak termasuk di Indonesia dan di seluruh dunia.1 HKBP selalu mempersembahkan dirinya menjadi alat Allah untuk melaksanakan misiNya sebagaimana disaksikan oleh Alkitab yang berdasarkan iman, kasih dan pengharapan. Keterpanggilan HKBP tentunya untuk menghayati teladan dari Tuhan Yesus yaitu memberi, berbagi dan berkorban serta senantiasa memberikan dirinya untuk dibarukan, mewujudnyatakan buah Roh yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri (Galatia 5:22-23).

HKBP sebagai gereja tentunya mempunyai pelayan di dalamnya, dan untuk menjadi seorang pelayan tentunya seseorang yang telah menerima tahbisan (tohonan). Di dalam struktur organisai HKBP, ada cakupan poin-poin tugas dari jabatan seorang Pendeta, dan HKBP menyebutnya sebagai Poda Tohonan. Bahagian besar dari tugas jabatan seorang Pendeta tersebut adalah memiliki sikap yang benar di dalam menjalankan tugas pelayanannya di tengah-tengah warga jemaat. Tugas tersebut mencerminkan perilaku yang baik atau keteladanan di dalam jemaat dan

1 Tata Dasar dan Tata Laksana HKBP 2002 Setelah Amandemen Kedua, (Pematangsiantar: Unit Usaha Percetakan HKBP (2002), 121.

(2)

2

bermasyarakat. Seorang Pendeta harus memiliki sifat Hamba yang mau senantiasa melayani jemaat dengan kasih dan mau berkorban bagi domba-dombanya, dengan sukarela bukan dengan paksaan dalam melayani jemaat.2 Penjelasan tersebut menyatakan bahwa sangatlah penting bagi seorang Pendeta yang melayani di gereja HKBP untuk memahami tugas jabatannya yang termuat di dalam Poda Tohonan HKBP.

Poda Tohonan di dalam bahasa Batak, mempunyai makna yaitu sebagai tugas, amanat, pesan. Hal lain, di HKBP seorang pelayan disebut dengan Partohonan (tahbisan). Secara etimologi Partohonan berasal dari kata toho dan par. Kata “toho”

artinya benar dan kata “par” sebagai awalan, serta “an” sebagai akhiran yang artinya kata penunjuk. Maka dapat dikatakan bahwa defenisi Partohonan adalah seorang pemangku jabatan yang benar dan tepat dalam mengerjakan tohonannya sebagai Pendeta. Partohonan disebut sebagai orang yang menerima tahbisan.3 Tohonan adalah tugas pelayan khusus yang diembankan kepada orang tertentu (ulaon hupunjungan na di pasahat tu sada-sada halak).

Di HKBP, tohonan (tahbisan) itu adalah sebagai tugas pelayanan yang secara khusus diberikan Tuhan melalui gereja kepada seseorang, sehingga harus disadari bahwa pelayan adalah yang dipanggil dan dipilih oleh Allah. Dalam Poda Tohonan ada beberapa uraian tugas jabatan yang berisikan tugas dan tanggung jawab. Tugas dan tanggung jawab tersebut harus dilakukan oleh seseorang yang telah menerima tahbisan. Seorang pendeta harus bekerja sesuai dengan tohonan diatur dalam Poda Tohonan pendeta. Di dalam struktur gereja HKBP, jemaat harus dipimpin oleh pelayan-pelayan yang telah menerima tahbisan, seperti pendeta, guru jemaat, bibelvrouw, diakones, dan evangelis. Pelayan tersebut harus berdasarkan syarat dan ketentuan yang dinyatakan dalam Aturan/Peraturan HKBP. Secara khusus pendeta,

2 Soryadi, Bambang Wiku Hermanto, “Konsep Tentang Sikap Pelayanan Gembala Sidang Dan Keterlibatan Jemaat dalam Pelayanan”,Institio: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen, Vol.1 No.1, (Tahun 2019), 12.

3 Ance Marintan D. Sitohang, “Panggilan dan Pelayanan dalam Konteks Bergereja di HKBP”, Institutio: Jurnal Pendidikan Agama Kristen, Vol. IV No I, (Tahun 2018).

(3)

3

bahwa di HKBP seorang pendeta harus bertanggung jawab pada tugas dan panggilannya dalam melayani, sehingga ia menjadi teladan bagi jemaat dan orang di sekitarnya. Ada 6 penerima tahbisan (tohonan) di HKBP, antara lain: Pendeta, Guru Jemaat, Bibelvrouw, Diakones, Evangelis dan Penatua (sintua).4

Dalam tulisan ini, penulis meninjau dan menganaslisa secara khusus pada tahbisan pendeta. Menjadi seorang pendeta bukanlah tugas yang mudah. Seorang pendeta harus mampu berpegang teguh pada poda tohonan yang ditetapkan sebagai janji dan harus dilaksanakan semasa pelayanannya. Namun realitanya, seiring dengan perkembangan teknologi masih kerap dijumpai individu seorang pendeta yang melakukan pelanggaran moral, sebagaimana yang beredar di televisi, koran, maupun media sosial. Sikap seorang pendeta yang tidak mencerminkan nilai etika pelayan serta melanggar ketentuan dalam Poda Tohonan, tentunya dapat menimbulkan kekuatiran di dalam jemaat dan masyarakat. Jika hal tersebut diabaikan tentunya berdampak pada kepercayaan jemaat kepada pendeta yang semakin berkurang.

Di HKBP pendeta adalah pelayan yang telah menerima jabatan kependetaan (ordinasi) melalui Ephorus (ketua sinode) sesuai dengan Agenda HKBP. Dalam jabatan kependetaan itu tercakup tiga jabatan Kristus, yaitu nabi, imam, raja. Dalam tulisan ini, penulis menganalisa secara etis terkait Poda Tohonan (Amanat, sumpah Tahbisan). Adapun objek penulisan ini dilakukan penulis di HKBP Jombang ( Jawa Timur), yang dimana penulis ingin mengetahui terkait pemaknaan secara etik dari Poda Tohonan (Amanat Tahbisan) tersebut. Untuk mendapatkan data yang akurat maka penulis juga meneliti beberapa pendeta yang ditugaskan HKBP di wilayah pelayan Distrik XVII Indonesia Bagian Timur (IBT). Penelitian terhadap informan dilakukan berdasarkan lama tahbisan yang diperolehnya, sehingga membantu penulis untuk memahami lebih dalam terkait Poda Tohonan tersebut.

4 Bonar Napitupulu, Uraian Pemahaman Menuju Pengembangan Jati Diri HKBP, (Pearaja: Kantor Pusat HKBP, 2021)

(4)

4

Poda Tohonan (amanat, sumpah, tahbisan) merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dipegang atau dihidupi oleh setiap pelayan tahbisan secara khusus Pendeta, di dalam menjalankan tugas pelayanannya.

Di HKBP syarat untuk menjadi seorang pendeta antara lain: lulusan Sekolah Tinggi Teologia HKBP ataupun Sekolah Tinggi Teologia lainnya dan merupakan warga HKBP yang telah menghayati kasih karunia Allah yang diterimanya melalui baptisan dan pengakuan iman. Secara administratif, di HKBP untuk menjadi seorang pendeta tentunya seseorang yang telah menjalani praktik sedikitnya dua tahun dan yang telah menerima rekomendasi Praeses (pimpinan distrik/ wilayah) dan Pendeta Resort. Sebelum menerima tahbisan, menjadi seorang pendeta harus melewati tes yang dilakukan pimpinan HKBP. Seleksi penerimaan yang dilakukan meliputi tes kesehatan rohani dan jasmani. 5

Di HKBP untuk menjadi seorang pendeta harus dibekali dengan tugas jabatan (Poda Tohonan). Pembekalan yang diberikan tentunya untuk memantapkan pelayanan yang hendak dilakukan di tengah-tengah jemaat agar tidak melenceng dari makna etis maupun teologis dari pengahayatan Poda Tohonan yang sesungguhnya.

Adapun Poda Tohonan kependetaan HKBP dimuat dalam tujuh uraian tugas penting yaitu:6

1. Memelihara harta yang telah diterima dari Yesus Kristus seperti yang dilakukan oleh gembala, memelihara yang dipercayakan kepadanya agar jangan tersesat, karena kamu kelak akan mempertanggungjawabkan mereka yang saudara gembalakan. Saudara hendaklah menjadi teladan bagi yang mereka percayakan kepada saudara, karena itu beritakanlah kepada mereka Firman Tuhan yang tertulis dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Ambillah dari firman itu pengajaran, nasihat, teguran, dan peringatan kesalahan sesuai dengan yang kamu hadapi.

Karena itu peliharalah dirimu dan persekutuan itu, kemana pun saudara ditetapkan

5 Tata Dasar dan Tata Laksana HKBP 2002 Setelah Amandemen Kedua, (Pematangsiantar : Unit Usaha Percetakan HKBP (2002), 121.

6 Tata Pentahbisan Pendeta yang termuat dalam Agenda (Huria Kristen Batak Protestan), 49.

(5)

5

oleh Roh Kudus untuk menggembalakan Jemaat Allah yang telah ditebus dalam Tuhan Yesus Kristus.

2. Kesungguhan dalam menasehati mereka yang mau datang hidup dalam kerendahan kepada Allah, demikian juga kesungguhan dalam menegur mereka yang tidak mau datang kepada kehidupan, agar tidak seorangpun yang menjadi sesat karena tidak ada nasehat yang benar.

3. Memelihara kedua pekerjaan kudus, yaitu sakramen perjamuan kudus dan baptisan kudus. Meneliti dan mengamati para anggota jemaat agar hanya mereka yang patut dan yang mengenal dosa-dosanya dan menyesali perbuatan-perbuatannya yang layak mengikuti perjamuan kudus.

4. Tekun mendidik dan memelihara anak-anak seperti yang dilakukan oleh Yesus Kristus.

5. Menjaga dan memelihara seluruh anggota jemaat termasuk kepada para janda, kaum bapa dan kaum ibu, anak laki-laki dan anak perempuan seperti yang diperbuat oleh Rasul Paulus.

6. Memiliki cara hidup yang baik agar menjadi contoh dan teladan bagi mereka yang digembalakan; teladan dalam perkataan, cara hidup, iman dan kasih. Karena itu penilik jemaat haruslah seseorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri,bijaksana,sopan,suka memberi topangan,cakap mengajar orang,bukan pemabuk,bukan pemarah,melainkan peramah,pendamai dan kepala keluarga yang baik, dihormati anak-anaknya.

7. Hendaklah sepakat terhadap sesama pendeta. Di dalam kepatuhan kepada Allah janganlah berpikir sendiri-sendiri dan berselisih paham, serta saling memfitnah, agar memperoleh seperti apa yang didoakan oleh Tuhan Yesus kepada Bapa-Nya:

“Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti engkau ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.”

Pendeta sebagai pelayan gereja harus memperhatikan pertimbangan etis dalam kehidupan pelayanannya. Hal ini dibahas dalam kajian Etika Pelayan Gereja. Etika

(6)

6

Pelayan Gereja bertumpu pada pemahaman yang benar terhadap panggilan dalam diri seorang pelayan, yang berorientasi pada pelayanan yang melayani. Pendeta atau pelayan harus bertingkah laku baik dan benar dalam menghidupi setiap panggilannya, serta setiap pelayan harus mencerminkan panggilan Allah sebagai respon “Ini aku,utuslah aku” (Yesaya 6:8). Panggilan pendeta harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Dengan melihat kondisi dari jemaat maupun masyarakat sekitar yang sudah mulai peka terhadap persoalan-persoalan yang sering terjadi dalam lingkungan sosial, serta memahami upaya-upaya pemecahan persoalan-persoalan yang kerap terjadi di dalam berjemaat dan bermasyarakat. Etika dalam pelayanan mencakup kehidupan pribadi, keputusan keuangan, komitmen keluarga, tanggung jawab pastoral, hubungan dengan warga jemaat, serta keterlibatan dalam masyarakat.7

Inti dari keseluruhan poda tohonan (tahbisan) bagi pelayan atau pendeta yaitu kepatuhan dan kesetiaan kepada Tuhan melalui amanat Yesus Kristus sebagai kepala gereja yang memanggil, memilih dan mengutusnya untuk menjadi seorang pendeta.

Pendeta atau pelayan gereja harus meneladani Kristus (HKBP menyebutnya sebagai singkat ni Kristus) dalam setiap tingkah laku dalam melayani jemaat. Pengertian tersebut menyatakan bahwa setiap pendeta atau pelayan harus mewujudnyatakan kesetiaan dalam setiap tugas yang diberikan. 8

Tulisan ini berfokus untuk melihat dan menganalisa pelaksanaan Poda Tohonan yang dilakukan oleh seorang pendeta yang dihubungkan dengan etika pelayan, sehingga dapat menemukan implementasi secara etik dari tugas pelayanan yang sesungguhnya. Analisa pemaknaan dari tugas jabatan Pendeta (Poda Tohonan) tersebut difokuskan dalam pelayanan di gereja HKBP Jombang. Adapun topik atau pembahasan ini sebelumnya telah dilakukan oleh Novrianto Lilolombayang berjudul

“profesionalitas pelayan gereja”. Pembahasan yang dilakukan adalah menganalisa tentang keprofesionalan seorang pelayan dalam melaksanakan tugas panggilannya.

Ada juga tulisan lainnya yang dituliskan oleh Yotam Teddy Kusnandar dengan judul

7 Joe E. Trull & James E. Carter, Etika Pelayan Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012).38.

8 Joe E. Trull & James E. Carter, Etika Pelayan Gereja, 39.

(7)

7

jurnal “Kajian Teologis Tentang Kode Etik Pelayanan Gerejawi”. Dalam tulisannya penulis menganalisa tentang seorang pendeta atau pelayan gereja yang harus bertanggung jawab di dalam menjalankan sumpah tahbisannya. Demikian halnya dengan tulisan yang dilakukan oleh Aldrin Purnomo, David Martianus Gulo, Gersom Situmorang, dan Jontro Simanjuntak yang termuat di dalam jurnal “Pedoman Etika Pelayan Jemaat”. Penulisan yang telah mereka lakukan adalah tentang penegasan seorang pendeta atau pelayan yang harus menjadi rule model atau teladan bagi jemaatnya. Tulisan tersebut menyatakan bahwa masih ada individu pendeta melakukan tindakan pelanggaran etis. Demikian halnya dengan tulisan yang telah dilakukan Joko Santoso, yang dimuat di dalam jurnal Pelayanan Hamba Tuhan dalam tugas penggembalaan jemaat. Di dalam tulisannya, penulis menegaskan bahwa setiap hamba Tuhan hendaknya dapat menjaga diri dengan beretika yang benar sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika yang terkandung di dalam Alkitab.

Berdasarkan dari beberapa penelitian tersebut, terdapat perbedaan kajian penelitian yang dilakukan penulis dalam tulisan ini. Perbedaan dalam tulisan ini dengan penulis sebelumnya adalah penulis menekankan implementasi secara etik terhadap pelaksanaan Poda Tohonan yang dilakukan oleh pendeta di HKBP Jombang. Hal ini dilakukan penulis mengingat setiap pendeta harus patuh terhadap amanat atau sumpah tahbisan yang dimilikinya untuk menjalankan tugas pelayanannya dan menjauhkan diri dari setiap pelanggaran moral sehingga tidak merugikan dirinya sendiri dan tahbisan yang diperolehnya. Berdasarkan ulasan dari latar belakang diatas, sehingga penulis menjadikan tulisan ini berjudul:

TINJAUAN ETIKA PELAYAN TERHADAP PODA TOHONAN PENDETA DI HKBP JOMBANG JAWA TIMUR

(8)

8 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengacu pada suatu rumusan masalah tentang bagaimana implementasi secara etik tugas jabatan pendeta (Poda Tohonan) di HKBP Jombang?

1.3 Tujuan penelitian

Penelitian mendeskripsikan secara analitis implementasi etik tugas jabatan pendeta (Poda Tohonan) di HKBP Jombang.

1.4 Manfaat Penelitian

 Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian yang penulis lakukan sebagai suatu pengembangan studi dan pengetahuan yang berusaha mengelaborasi kajian Etika Pelayan Gereja terhadap Poda Tohonan. Serta Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa pemahaman lebih lanjut mengenai poda tohonan pendeta setelah melalui kajian teori Etika Pelayan Gereja.

 Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian yang penulis lakukan di dalam pengerjaan tugas akhir ini, diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran bagi calon pelayan yang ingin menjadi pendeta HKBP dalam menjalankan poda tohonan yang diembannya, serta penelitian ini juga menjadi stimulus bagi penulis sendiri untuk benar-benar menghidupi pelayanan gereja nantinya sesuai dengan amanat tahbisan pendeta.

1.5 Metode Penelitian

Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian lapangan secara kualitatif. Metode kualitatif adalah suatu prosedur dalam penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa penyampaian kata-kata tertulis atau lisan dari narasumber. Studi kasus yang deskriptif bertujuan menggambarkan suatu gejala, fakta atau realita.9 Pendekatan kualitatif juga bisa diartikan sebagai suatu rangkaian atau prosedur dalam menjaring informasi dan data, dari kondisi sewajarnya dalam

9 Raco M.E, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 2010), 50.

(9)

9

kehidupan objek, dan dihubungkan dengan pemecahan masalah, baik itu dari perspektif teoritis maupun praktis di lapangan. 10 Penelitian Normatif merupakan suatu pengkajian yang dikonsepkan berdasarkan norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat,yang menjadi dasar acuan setiap perilaku manusia, serta dalam metode penelitian hukum normatif analisa data yang digunakan ialah analisis kualitatif, yang menguraikan data bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, logis, tidak tumpang tindih dan efektif yang memudahkan interprestasi dalam data dan pemahaman terhadap hasil analisis.11 Berbicara terkait normatif ialah sebuah aturan, dimana aturan tersebut dibuat untuk menertibkan, menata perilaku seseorang berdasarkan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat.

Penelitian kualitatif ini diawali dengan mengumpulkan beberapa informasi- informasi dan data-data dalam situasi sewajarnya, untuk nantinya dirumuskan kembali menjadi satu generalisasi yang bisa diterima akal sehat manusia.12 Terkait teknik pengumpulan data, penulis menggunakan metode wawancara secara mendalam (in depth interview). Wawancara mendalam (in depth interview) ingin memahami arti yang terdalam (indepth) dan hakiki (essence) dari suatu gejala, peristiwa, fakta atau realita. Setiap perbuatan atau tindakan orang selalu memiliki arti tersendiri.13

Selain itu juga, penulis menggunakan metode observasi. Metode observasi ialah pengamatan, yang dimana pengamat harus jeli dalam mengamati setiap kejadian, proses, gerak, atau realita yang terdapat di lapangan.14 Metode observasi juga merupakan pengumpulan dan meneliti data dengan mengamati yang menggunakan mata dan telinga, sebagai jendela dalam merekam data yang akan diperoleh serta keterlibatan sipeneliti dalam mengumpulkan data terhadap fenomena

10 Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991), 3.

11 H. Ishag, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Penerbit Alfabeta,2017). 69.

12 Nawawi Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1992), 209.

13 Raco M.E, Metode Penelitian Kualitatif, 53.

14 Sandu Siyoto & M. Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Literasi Media Publishing,2015),77.

(10)

10

yang diamati oleh sipeneliti15 Observasi adalah usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis, penelitian dilakukan dengan pengamatan terhadap suatu kegiatan yang berlangsung.16 Bentuk dari metode ini ialah dengan melakukan wawancara langsung kepada pendeta yang berada di HKBP Jombang serta pendeta berada di Distrik IBT XVII (Indonesia Bagian Timur) yang bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi atau data-data yang akurat mengenai implementasi poda tohonan oleh pendeta dihubungkan dengan etika pelayanan di gereja HKBP.

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam rangka untuk mempermudah penjelasan mengenai penelitian ini, penulis menjabarkan sistematika sebagai bagian keseluruhan tulisan ini sebagai berikut: Bagian pertama, berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, Sistematika penulisan. Bagian kedua, berisi tentang tinjauan teori mengenai, Etika pelayan gereja dari Joe E.Trull dan James E. Carter, pengertian pendeta secara umum, pengertian pendeta menurut HKBP, menjelaskan tugas dan tanggung jawab yang dikerjakan oleh pendeta, Bagian ketiga, berisikan mendeskripsikan hasil temuan dari penelitian lapangan meliputi deskripsi mengenai etika pelayan gereja serta tugas jabatan sebagai Pendeta HKBP, deskripsi wawancara mengenai implementasi dari poda tohonan dalam pelayanan di HKBP Jombang. Bagian keempat, berisikan analisa deskripsi penulis berdasarkan hasil penelitian dan teori. Bagian kelima, berisikan penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

15 Suwartono, Dasar-dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: CV ANDI OFFSET,2014).42.

16 Arry pongtiku,Robby Kayame,Vony Heni,Tedjo Suprapto,Yanuarius resubun, Metode Penelitian Kualitatif, (Jayapura: Nulisbuku, 2017), 100.

Referensi

Dokumen terkait

Optimasi Sumber Daya Server. Pengerjaan Tugas Akhir ini merupakan suatu kesempatan yang sangat baik bagi penulis. Dengan pengerjaan Tugas Akhir ini, penulis bisa

Bagi pihak instansi, Hasil penyusunan tugas akhir diharapkan memberikan sumbangan saran, pemikiran dan informasi yang bermanfaat yang berkaitan perencanaan strategi dalam

Penulisan  karya  ilmiah  dalam  bentuk  tugas  akhir  merupakan  salah  satu  syarat  untuk  menyelesaikan  studi  diploma  satu(D1).  Walaupun  latar 

Berisikan tentang alur kerja dalam pengerjaan tugas akhir, baik dalam pelaksanaan tugas akhir, hingga pembahasan tugas ahir yang meliputi pemodelan struktur jembatan kereta api

Ruang lingkup bertujuan agar pembahasan lebih terarah. Dalam tugas akhir ini yang akan penulis lakukan yaitu merancang sebuah kegiatan promosi destinasi wisata kuliner pada

Sedangkan penelitian yang penulis lakukan ialah mengenai kriteria memilih calon istri menurut para remaja, apa yang menjadi kriteria utama mereka, alasan pemikiran mereka dalam

struktur HKBP didominasi oleh pendeta laki-laki. Dalam masyarakat Batak Toba, pembeda-bedaan antara laki-laki dan perempuan masih sangat kuat,hal ini juga

1.5 Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1 Pada bidang akademis, diharapkan untuk hasil pengerjaan Tugas Akhir ini dapat dijadikan referensi kepada