• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENGEMBANGAN KAWASAN KOTA BARU DI KECAMATAN TELUK AMBON BAGUALA KOTA AMBON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "STUDI PENGEMBANGAN KAWASAN KOTA BARU DI KECAMATAN TELUK AMBON BAGUALA KOTA AMBON"

Copied!
209
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENGEMBANGAN KAWASAN KOTA BARU DI KECAMATAN TELUK AMBON BAGUALA

KOTA AMBON

SKRIPSI

Oleh

Jabalnur Rakip Sangadji NIM 45 14 042 010

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2019

(2)

STUDI PENGEMBANGAN KAWASAN KOTA BARU DI KECAMATAN TELUK AMBON BAGUALA

KOTA AMBON

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S.T)

Oleh

Jabalnur Rakip Sangadji NIM 45 14 042 010

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2019

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Jabalnur Rakip Sangadji (4514042010), “Studi Pengembangan Kota Baru Di Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Kota Ambon”. Di bimbing oleh Bapak H. Agus Salim selaku pembimbing I dan Ibu Rusneni Ruslan selaku pembimbing II

Perkembangan kawasan pada dasarnya tidak terlepas dari kegiatan sosial ekonomi dan keterkaitan dengan daerah belakangnya yang kemudian membangkitkan dan menuntut kegiatan yang ada dalam masyarakat pada kawasan tersebut, sehingga membutuhkan ruang untuk mengalokasikan kebutuhan mereka.

Kecamatan Teluk Ambon Baguala merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di Kota Ambon mempunyai peran yang sangat vital bagi perkembangan kota ini Kedepannya. Kedudukan lokasi yang sangat strategis serta memiliki arahan kebijakan yang menopang wilayah diatasnya membuat Kawasan ini mempunyai potensi perkembangan yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perkembangan wilayah di Kota Ambon secara umum dan Kecamatan Teluk Ambon Baguala secara khusus untuk memberikan alternatif Kota Baru sebagai pengembangan wilayah guna meminimalisir permasalahan ruang di Kota Induk dan memberikan pelayanan ruang yang optimal pada Kecamatan ini berdasarkan Arahan Struktur dan Pola Ruang yang ada. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu analisis data secara kualitatif yang berkaitan dengan kebijakan, sosial budaya masyarakat, serta menentukan arahan pengembangan pada Kawasan Kota Baru. Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk menentukan variabel fisik Kawasan guna memperoleh lahan yang baik secara fisik dapat dikembangkan, analisis sarana Kota Baru sebagai kebutuhan dasar penduduk dan prasarana untuk menunjang fungsi ketersedian sarana tersebut, serta analisis aksesiblitas dan kondisi perekonomian Kawasan penelitian.

Dari hasil analisis untuk menjawab rumusan masalah pertama dan kedua menunjukan bahwa Desa Passo yang terdapat di Kecamatan Teluk Ambon Baguala merupakan Kawasan yang mempunyai potensi perkembangan yang baik dari aspek kebijakan maupun fisik lahan kawasan, dan faktor pendukung lainnya dengan arahan pengembangan sebagai Kota Baru perdagangan dan Jasa.

Kata Kunci: Passo, Kota Baru, Arahan Pengembangan.

(7)

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’ Alaikum Wr. Wb

Teriring Rasa Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita curahkan atas segala limpahan Rahmat Karunia serta Hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul “Studi Pengembangan Kawasan Kota Baru di Kecamatan Teluk Ambon Baguala”. Tugas Akhir ini merupakan syarat yang wajib dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana STRATA SATU (S-1) pada Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar dan merupakan salah satu proses akhir dari kegiatan pembelajaran di Universitas pada umumnya dan Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota Pada khususnya.

Penulis menyadari telah sepenuhnya mengerahkan segala kemampuan dan usaha, namun sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan lupa serta keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, masih banyak terdapat kekurangan dari tugas akhir ini.

Oleh karenanya, dengan rasa tulus dan ikhlas, selayaknyalah penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT Maha yang telah memberikan saya Nikmat Kehidupan, kebersamaan serta Pemberi segalanya atas rahmat, karunia, kasih sayangnya dan memberikan kemudahan kepada saya dalam proses penyusunan skripsi sampai akhir.

2. Kedua Orang tuaku tercinta ayahanda J. Sangadji dan ibunda H. Tualeka adik – kakak tercinta, Chaca Sangadji, Nining Sangadi, Nur Sangadji. Yang

(8)

ii

senantiasa memberikan doa, dukungan serta selalu sabar dalam membimbing penulis dalam menjalani proses perkuliahan awal sampai pada penyusununa skripsi ini dalam memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar.

3. Bapak Dr. Ridwan, ST., M.Si. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar.

4. Bapak Ir. Jufriadi, ST,.MSP. selaku Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar.

5. Bapak Dr. Ir. H. Agus Salaim, M.Si. Selaku Pembimbing I & Ibu Rusneni Ruslan, ST., M.Si. selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta pengetahuannya dalam memberikan bimbingan kepada penulis sejak awal penulisan Skripsi ini hingga selesai.

6. Yang tercinta Nurul Hikmah Ika Putri Sangadji, S. Hub. Int, yang selalu menemani, memberikan dorongan, motivasi dan doa sampai saat ini

7. Kawan - Kawan Fakultas Teknik Jurusan Perencaanan Wilayah Dan Kota Universitas Bosowa Makassar, tekhusus Kawan – Kawan Seperjuanganku Angkatan 2014 (MAP) yang penulis banggakan mudahan – mudahan kebersamaan yang terjalin tidak terputus sampai kapanpun

8. Terkhusus kepada sahabat seperjuanganku (Antang Skuad) Agung, Ragif, Fahry, Ebo, Kakanda Jabal Arfah, Kakanda Jusmar.

9. Saudara – saudara kece sekampung, Kaknda Listo, Bongso Pasrah, Kaknda Li, Kakanda Sam dan Kakanda Dion dalam memberikan dukungan dan inspirasi bagi penulis.

(9)

iii

10. Bapak & Ibu Staf pengajar serta karyawan(i) Jurusan Perencanaan Wilayah & Kota, atas segala bimbingan, didikan dan bantuan selama penulis menuntut ilmu dibangku perkuliahan.

11. Dan kepada Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalasnya dengan yang lebih baik.

Akhir kata, semoga ALLAH SWT senantiasa mencurahkan segala Keberkahan dan Rahmatnya kepada mereka yang telah luar biasa membantu penulis dalam menyelesaikan study ini, Amin. Terimakasih.

Makassar, Maret 2019

Jabalnur Rakip Sangadji

(10)

iv DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PENERIMAAN HALAMAN PERYATAAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR PETA ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 13

D. Ruang Lingkup Penelitian ... 13

E. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perencanaan Kota ... 18

B. Konsep Perkembangan Kota ... 25

C. Pengertian Kota Baru ... 27

D. Pusat Pertumbuhan ... 37

E. Klasifikasi Kota ... 42

F. Kerangka Pikir ... 50

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 51

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 52

C. Jenis data ... 53

D. Sumber Data ... 54

(11)

v

E. Teknik Pengumpulan Data ... 55

F. Variabel Penelitian ... 55

G. Metode Analisis ... 56

H. Defenisi Oprasional ... 57

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. ... Ke bijakan dan Strategi Penataan Ruang Kota Ambon ... 62

A. Gambaran Umum Makro Wilayah Kota Ambon ... 74

1. Letak Geografis ... 74

2. Kondisi Fisik Dasar ... 77

B. Gambaran Umum Mikro Wilayah Kecamatan Teluk Ambon Baguala ... 85

1. Letak Geografis ... 85

2. Kondisi Fisik Dasar ... 88

3. Apek Kependudukan ... 99

4. Potensi Sumber Daya Buatan ... 102

5. Kondisi Sosial Budaya ... 119

6. Kondisi Perekonomian ... 120

7. Kondisi Aksesibilitas ... 120

D. Analisis Faktor – Faktor Yang Mendukung Pengembangan Kawasan Kota Baru di Kecamatan Teluk Ambon Baguala ... 123

1. Analisa Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur Ruang Kota Ambon ... 123

2. Analisa Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pola Ruang Kota Ambon ... 127

3. Analisis Daya Dukung ... 130

4. Analisis Kesesuaian lahan ... 149

5. Analisis Daya Tampung ... 154

6. Analisis Aksesibilitas ... 157

(12)

vi

7. Analisis Penentuan Lokasi Pengembangan Kota Baru Di

Kecamatan Teluk Ambon Baguala ... 162

8. Analisis Kebutuhan Komponen Kota Baru ... 163

9. Analisis Sosial Budaya ... 175

10. Analisis Aspek Perekonomian ... 176

E. Arahan Pengembangan Kawasan Kota Baru Di Kecamatan Teluk Ambon Baguala ... 178

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 182

B. Saran ... 183 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(13)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Schedule Pelaksanaan Penelitian/Skripsi ... 53

Tabel 3.2 Sumber Data Penelitian ... 54

Tabel 4.1 Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Lindung Dan Kawasan Budidaya Kecamatan Teluk Ambon Baguala Berdasarkan RTRW Kota Ambon 2011-2031 70 Tabel 4.2 Luas Kota Ambon Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2017 ... 75

Tabel 4.3 Pengelompokan Wilayah Dataran di Kota Ambon Berdasarkan Karakteristik Wilayah ... 77

Tabel 4.4 Kondisi Iklim di Kota Ambon Tahun 2013-2017 ... 79

Tabel 4.5 Curah Hujan di Kota Ambon 2013-2017 ... 80

Tabel 4.6 Kecepatan Angin Kota Ambon Tahun 2013-2017 ... 82

Tabel 4.7 Kondisi Hidrologi Kota Ambon Tahun 2017 ... 84

Tabel 4.8 Luas Kecamatan Teluk Ambon Baguala Tahun 2017 ... 86

Tabel 4.9 Jumlah Pola Penggunaan Lahan Berdasarkan Fungsinya Di Kecamatan Teluk Ambon Baguala Tahun 2017 ... 92

Tabel 4.10 Jumlah Perkembangan Penduuk 5 Tahun Terakhir Kec. Teluk Ambon Baguala 2013-1017 ... 100

Tabel 4.11 Jumlah Penduduk, Kepadatan Dan Luas Wilayah Dirinci Menurut Kelurahan Tahun 2017 ... 101

Tabel 4.12 Jumlah Penduduk Dirinci Menurut Jenis Kelamin Di Kecamatan Teluk Ambon Baguala Tahun 2017... 102

Tabel 4.13 Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di Kecamatan Teluk Ambon Baguala Tahun 2017 ... 103

Tabel 4.14 Jumlah Perolehan Air Bersih Dirinci Per Desa Di Kecamatan Teluk Ambon Baguala Tahun 2017... 107

Tabel 4.15 Jumlah Sentra Telepon Kecamatan Teluk Ambon Baguala Tahun 2013-2017 ... 108 Tabel 4.16 Penduduk Dengan Akses Terhadap Fasilitas Sanitasi

(14)

viii

Yang Layak Menurut Jenis Jamban Di Kecamatan

Teluk Ambon Baguala Tahun 2017 ... 111 Tabel 4.17 Jumlah Sarana Pendidikan Di Rinci Tiap Desa Di

Kecamatan Teluk Ambon Baguala Tahun 2017... 113 Tabel 4.18 Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Teluk Ambon

Baguala 2013-2017 ...114 Tabel 4.19 Jumlah Sarana Peribadatan di Kecamatan Teluk Ambon

Baguala 2017 ...115 Tabel 4.20 Jumlah Fasilitas Perdagangan di Kecamatan Teluk

Ambon Baguala Tahun 2017 ... 116 Tabel 4.21 Fasilitas Perkantoran di Kecamatan Teluk Ambon

Baguala Tahun 2017 ... 117 Tabel 4.22 Jumlah Fasilitas Olahraga di Kecamatan Teluk Ambon

Baguala Tahun 2017 ... 118 Tabel 4.23 Kondisi Perekonomian Kecamatan Teluk Ambon

Baguala Menurut PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Tahun 2017 ... 120 Tabel 4.24 Klasifikasi Kemiringan Lereng ... 132 Tabel 4.25 Jumlah Luas Kawasan Dengan Kemiringan Lereng

8-15% Pada Tiap Desa di Kecamatan Teluk Ambon

Baguala ... 132 Tabel 4.26 Klasifikasi Jenis Tanah ... 135 Tabel 4.27 Jumlah Luas Jenis Tanah Pada Desa Yang Berada

Di Kecamatan Teluk Ambon Baguala ... 135 Tabel 4.28 Hasil Perhitungan Skor Lokasi Di Kecamatan Teluk

Ambon Baguala ... 151 Tabel 4.29 Kesesuaian Lahan Kecamatan Teluk Ambon Baguala

Tahun 2017 ... 152 Tabel 4.30 Perhitungan Daya Tampung Masing-Masing Desa

Di Kecamatan Teluk Ambon Baguala ... 154

(15)

ix

Tabel 4.31 Tingkat Aksesiblitas Antar Desa Di Kecamatan Teluk

Ambon Baguala ... 158 Tabel 4.32 Perhitungan Nilai Aksesibilitas Antar Desa Di Kecamatan

Teluk Ambon Baguala ... 158 Tabel 4.33 Analisis Pemilihan Lokasi Kota Baru Di Kecamatan

Teluk Ambon Baguala ... 162 Tabel 4.34 Kebutuhan Sarana Perdagangan dan Jasa Kawasan Kota

Baru Passo ... 164 Tabel 4.35 Analisis Kebutuhan Sarana Pendidikan Kawasan Kota

Baru Passo ... 165 Tabel 4.36 Analisis Kebutuhan Sarana Kesehatan Kawasan Kota

Baru Passo ... 165 Tabel 4.37 Tabel Analisis Kebutuhan Sarana Peribadatan Kawasan

Kota Baru Passo ... 166 Tabel 4.38 Tabel Analisis Kebutuhan Sarana Kebudayaan dan

Rekreasi Kawasan Kota Baru Passo ... 167 Tabel 4.39 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Kota

Baru Passo ... 167 Tabel 4.40 Analisis Kebutuhan Jaringan Jalan Perumahan Kawasan

Kota Baru Passo ... 168 Tabel 4.41 Kebutuhan Air Bersih Kota Baru Passo ... 171 Tabel 4.42 Kebutuhan Sarana Persampahan Kawasan Kota Baru

Passo ... 172 Tabel 4.43 Ketentuan Kebutuhan Listrik Kawasan Kota Baru Passo ... 174

(16)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Stadium pembentukan inti kota (nuclear phase) ... 45 Gambar 2.2 Stadium Formatif (formative phase) ... 46 Gambar 2.3 Stadium Modern (modern phase) ... 47 Gambar 3.1 Proses Kombinasi Pendekatan Kuantitatif

(Sumber: Surya, 2010: 129) ... 52 Gambar 4.1 Ilustrasi Pola Kota Baru Passo Radial ... 180

(17)

xi

DAFTAR PETA

Peta Administrasi Kota Ambon ... 76

Peta Administrasi Kecamatan Teluk Ambon Baguala ... 87

Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Teluk Ambon Baguala ... 93

Peta Topografi Kecamatan Teluk Ambon Baguala ... 94

Peta Geologi Kecamatan Teluk Ambon Baguala ... 95

Peta Jenis Tanah Kecamatan Teluk Ambon Baguala ... 96

Peta Hidrologi Kecamatan Teluk Ambon Baguala ... 97

Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Teluk Ambon Baguala ... 98

Peta Analisis Resiko Banjir Kecamatan Teluk Ambon Baguala ... 142

Peta Analisis Resiko Longsor Kecamatan Teluk Ambon Baguala ... 145

Peta Analisis Kesesuaian Lahan Kecamatan Teluk Ambon Baguala .... 153

Peta Analisis Daya Tampung Kecamatan Teluk Ambon Baguala ... 156

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkotaan sebagai kawasan yang paling dinamis merupakan denyut nadi perkembangan wilayah serta memeliki kecendurungan untuk menjadi besar dan berkembang dengan dukungan wilayah sekitarnya. Berbagai fasilitas dan lapangan kerja yang lebih bervariasi membuat kota menjadi tempat yang menarik untuk dihuni oleh setiap penduduk yang berasal baik dari dalam kota, maupun penduduk dari wilayah sekitarnya.

Kota sebagai kesatuan jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen serta coraknya materialistis.

Masyarakat kota terdiri atas penduduk asli daerah tersebut dan pendatang. Masyarakat kota merupakan suatu masyarakat yang heterogen, baik dalam hal mata pencaharian, agama, adat, dan kebudayaan (Bintarto,1998).

Padatnya penduduk dengan aktivitas yang beragam membutuhkan ruang (tanah) sebagai media tempat berlangsungnya kegiatan tersebut. Namun faktanya tanah pada daerah perkotaan selalu mengalami keterbatasan dan tidak mengalami perluasan

(19)

2 untuk memenuhi permintaan warga kotanya serta kegiatan yang ada.

Akibatnya ruang menjadi tidak terkendali, kawasan lindung di konversi menjadi kawasan budidaya, lahan – lahan pertanian berubah menjadi kawasan terbangun, serta kawasan – kawasan padat penduduk menjadi lebih padat, kegiatan berpusat pada satu kawasan akibatnya kota menjadi semrawut serta sulit untuk dikendalikan dan pembangunan sulit dilakukan bila mengacu pada RTRW yang telah ada. Sehingga tidak mungkin RTRW sering kali mengalami revisi lebih awal dari waktu yang ditentukan.

Negara melalui Peraturan Pemerintah no 34/2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan Bab 1 telah menetapkan ketentuan umum pengelolaan kawasan perkotaan diantaranya pasal 1 ayat (1) Pengelolaan Kawasan Perkotaan adalah serangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan Kawasan Perkotaan secara efisien dan efektif, ayat (3) Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi Kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi, ayat (4) Kawasan Perkotaan Baru adalah kawasan perdesaan yang

(20)

3 direncanakan untuk dikembangkan menjadi Kawasan berfungsi perkotaan, ayat (5) Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia, ayat (6) Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan adalah hasil dari suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang di Kawasan Perkotaan, ayat (7) Pengendalian adalah serangkaian kegiatan manajemen pembangunan Kawasan Perkotaan yang dimaksudkan untuk menjamin agar program/kegiatan pembangunan dan pengelolaan Kawasan Perkotaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan serta untuk mewujudkan tertib tata ruang Kawasan Perkotaan, pada ayat (9) dikatakan Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru yang selanjutnya disebut Badan Pengelola adalah badan yang dibentuk dengan peraturan bupati untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Kawasan Perkotaan Baru.

Bab II tentang Bentuk Kawasan Perkotaan pada Pasal 2 adalah Kawasan Perkotaan dapat berbentuk:

a. kota sebagai daerah otonom;

b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan;

(21)

4 c. bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung

dan memiliki ciri perkotaan.

Selanjutnya pada Bab IV Kawasan Perkotaan Baru Bagian Kesatu Pembentukan Kawasan Perkotaan Baru pasal 23 ayat (1) Kawasan perdesaan dapat direncanakan untuk menjadi Kawasan Perkotaan Baru, ayat (2) Perencanaan Kawasan Perkotaan Baru diprioritaskan untuk:

a. menyediakan ruang permukiman;

b. menyediakan ruang baru bagi kebutuhan industri, perdagangan, dan jasa;

c. menyediakan ruang bagi pelayanan jasa pemerintahan;

dan/atau

d. menyediakan ruang bagi pembangunan pusat kegiatan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten.

Pasal 24, Kawasan perdesaan yang direncanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) paling sedikit memenuhi kriteria:

a. sesuai dengan rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten;

b. sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten;

c. memiliki daya dukung lingkungan yang memungkinkan untuk pengembangan fungsi perkotaan;

(22)

5 d. bukan merupakan kawasan pertanian beririgasi teknis maupun

yang direncanakan beririgasi teknis; dan e. bukan merupakan kawasan lindung.

Permendagri No 01/2008 tentang Perencanaan Kawasan Perkotaan pada bagian Bab IV Pengembangan Kawasan Perkotaan bagian kesatu yaitu Perencanaan Kawasan Perkotaan dijelaskan pada pasal 16 terkait dengan perencanaan kawasan Kota Baru yang di prioritaskan untuk

a. memecahkan permasalahan kepadatan penduduk akibat urbanisasi;

b. menyediakan ruang baru bagi kebutuhan industri, perdagangan dan jasa; dan

c. menyediakan ruang bagi kepentingan pengembangan wilayah di masa depan.

Dan pada pasal 17 tentang Persyaratan penetapan lokasi perencanaan kawasan perkotaan baru meliputi:

a. sesuai dengan sistem pusat permukiman perkotaan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten;

b. termuat dalam RPJMD;

(23)

6 c. memiliki daya dukung lingkungan yang memungkinkan untuk pengembangan fungsi perkotaan dan bukan kawasan yang rawan bencana alam;

b. terletak di atas tanah yang bukan merupakan kawasan pertanian beririgasi teknis maupun yang direncanakan beririgasi teknis;

c. memiliki kemudahan untuk penyediaan prasarana dan sarana perkotaan;

d. tidak mengakibatkan terjadinya pembangunan yang tidak terkendali. dengan kawasan perkotaan disekitarnya;

e. mendorong aktivitas ekonomi, sesuai dengan fungsi dan perannya; dan

f. mempunyai luas kawasan budi daya paling sedikit 400 hektar dan merupakan satu kesatuan kawasan yang bulat dan utuh, atau satu kesatuan wilayah perencanaan perkotaan dalam satu daerah kabupaten.

Secara umum Kota Ambon menyimpan begitu besar potensi sumber daya alam yang dikandungnya, diantaranya potensi dibidang pariwisata, potensi pada bidang perikanan sebagai sektor unggulan, serta adanya peluang investasi dibidang perdagangan dan jasa melalui promosi potensi investasi Kota Ambon yang masuk dalam program kerja pemerintah pada tahun 2016 yang dilakukan melalui berbagai pameran yang diadakan baik didalam Kota Ambon maupun

(24)

7 di kota-kota lain di Indonesia bahkan sampai menyentuh tingkat internasional.

Tercatat hingga akhir tahun 2017 jumlah investasi Kota Ambon mencapai 2,89 triliun atau meningkat 321,23 persen, dari target yang di tetapkan oleh Badan koordinasi penanaman modal (BKPM) sebesar Rp 900 miliar. Realisasi investasi ini terdiri dari Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 2,84 trliun dan Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN) sebesar 50,9 miliar. Besarnya angka investasi ini tidak menutup kemungkinan bahwa pemerintah Kota Ambon secara keseluruhan dapat melakukan suatu perencanaan melalui pemanfaatan potensi kawasan yang dapat dibangun untuk menciptakan kutub pertumbuhan baru, misalnya pengembangan wilayah passo sebagai kawasan kota baru yang memiliki fungsi sebagai pengembangan sektor perdagangan dan jasa terpadu.

Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ambon tahun 2003- 2013, melalui BAPPEDA telah ditetapkan arah perkembangan Kota Ambon cenderung mengarah kearah Barat dan Timur Kota Ambon kecenderungan ini ditandai oleh semakin padatnya pembangunan serta tingginya aktivitas yang mempengeruhi arus pergerakan ke wilayah-wilayah ini. Hal ini memberikan peluang terhadap pemerintah Kota Ambon untuk membuka ruang-ruang baru guna meminimalisir kegiatan Kota Ambon yang terpusat pada satu lokasi

(25)

8 terlebih kawasan perdagangan dan jasa yang terletak pada pusat Kota Ambon.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ambon Tahun 2011-2031 direncanakan Kawasan strategis kota ambon meliputi Kawasan strategis kepentingan ekonomi, Kawasan strategis kepentingan sosial budaya dan Kawasan strategis kepentingan lingkungan hidup. Dalam penetepan Kawasan strategis kepentingan ekonomi, Kecamatan Teluk Ambon Baguala sebagai daerah studi pengembangan Kawasan Kota Baru diatur arah perkembangannya sebagai Kawasan pelayanan dan jasa perhubungan, jasa perdagangan, sentra industri, dan penempatan fasilitas umum dengan skala pelayanan kota. Disisi lain ketersedian sarana dan prasarana kota sebagai penunjang kegiatan perkotaan sudah tersedia pada Kawasan ini.

Letak desa/ kelurahan yang terdapat pada Kecamatan Teluk Ambon Baguala sendiri berada pada jalur utama kota ambon dengan letak Kawasan yang cukup strategis berada pada wilayah teluk yang secara langsung menghubungkan wilayah-wilayah sekitarnya. Tidak sedikit setiap pergerakan yang terjadi hampir setiap saat melewati Kawasan ini karena berada pada jalur utama atau jalan arteri dan jalan kolektor kota ambon yang menghubungkan Kawasan ini langsung dengan pusat kota, sehingga akses menuju ke lokasi ini

(26)

9 sangat mudah ditempuh. Jarak pusat kota menuju Kawasan ini kurang lebih berjarak 16,1 Km yang syarat dengan jarak tempuh maximum kriteria lokasi pengembangan Kawasan sebagai kota baru. Lokasi studi yang berada pada daerah dataran rendah karena memiliki ketinggian 0-100 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng berkisar 0-10% meskipun letak Pulau Ambon sendiri masuk dalam jalur ring of fire (jalur cincin api) tetapi secara khusus lokasi studi berdasarkan data hasil analisis masuk dalam kategori bencana dengan resiko antara sedang sampai rendah.

Dengan berbagai potensi sebagai syarat pengembangan diatas, disisi lain Kota Ambon menyimpan berbagai persoalan perkotaan yang mengharuskan pemerintah untuk memikirkan konsep atau terobosan baru guna meminimalisir dampak dari persoalan tersebut.

Kota Ambon dengan status wilayah sebagai Ibu Kota Provinsi Maluku dengan berbagai jenis kegiatan perwilayahan yang beragam serta merupakan pusat/ sentral pengambangan wilayah provinsi memiliki daya tarik tersendiri dibandingkan wilayah-wilayah disekitarnya. Kota menurut undang-undang penataan ruang no. 26 tahun 2007 Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

(27)

10 pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Berbagai kemudahan pelayanan serta tingginya lapangan usaha kerja baik dibidang formal maupun non formal menjadi daya tarik kota ambon dalam memicu terjadinya proses urbanisasi, disisi lain faktor pendorong yang berasal dari wilayah kabupaten (desa) sekitarnya sendiri mengharuskan penduduk dari desa untuk melakukan perpindahan menuju daerah perkotaan karena berbagai alasan misalnya berkaitan dengan rendahnya upah tenaga kerja di desa, sempitnya kesempatan kerja di luar sektor pertanian, kurangnya fasilitas hiburan dan sebagainya. Proses urbanisasi akibat daya Tarik kota ini berimplikasi pada bertambahnya jumlah penduduk kota ambon sehingga permintaan akan ketersedian ruang dalam kota akan semakin meningkat.

Data BPS menunjukan bahwa pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya mencapai angka diatas 10.000 jiwa. Pada tahun 2015 jumlah penduduk Kota Ambon sebesar 411.617 jiwa pada tahun berikutnya 2016 jumlah penduduk kota mencapai 427.934 angka pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi setiap tahun tidak selalu sejalan dengan terpenuhinya kebutuhan masyarakat kota ambon akan lahan karena adanya persaingan antara setiap orang maupun kelompok tertentu dalam perolehan lahan untuk

(28)

11 kelangsungan hidupnya, disisi lain secara adminstratif wilayah kota ambon berada pada wilayah kepuluan dengan luas wilayah yang relatif kecil.

Permasalahan yang paling kompleks terlepas dari pada pertumbuhan penduduk adalah pembangunan Kota Ambon dalam melayani serta menyediakan sarana dan prsarana kota terlalu bersifat memusat padahal dalam arahan tata ruang tergambar jelas terkait dengan pembagian fungsi Kawasan kota ambon, hal ini lah sebetulnya yang membuat seseorang untuk menentukan dimana dia akan mendirikan tempat tinggal serta menjalankan aktivitas lainnya sesuai dengan status yang dimilikinya.

Dari situasi dan kondisi dilapangan bahwa kegiatan hunian maupun kegiatan lainnya cenderung berorientasi pada kawasan pusat kota hal ini dikarenakan setiap aktivitas yang terjadi akan dirasakan sangat menguntungkan jika berada pada kawasan pusat kota dimana interaksi yang terbangun sangat tinggi serta orang- orang akan lebih banyak berkumpul pada kawasan ini ketimbangan kawasan-kawasan lain yang notabene hanya dijadikan sebagai tempat tinggal (istirahat) ini karena pusat kota memiliki ketersedian sarana dan prasaran kota yang lengkap sehingga pergerakan warga kota ambon selalu tertuju pada satu lokasi. Disatu sisi hal ini dirasa menguntungkan warga kota ambon karena hanya pada satu tempat

(29)

12 saja masyarakat sudah dapat memperoleh kebutuhannya tanpa harus melakukan perjalan dari satu tempat ke tempat lainnya yang membutuhkan biaya dan waktu yang tinggi, tetapi disisi lain ini memberikan beban terhadap kawasan tersebut karena berkaitan dengan daya dukung dan daya tampung kawasan tersebut.

Pembangunan kota yang bersifat sentralitas justru melahirkan berbagai kesenjangan antar wilayah/kawasan dalam suatu perkotaan. Kota dalam suatu pembangunan yang dititik beratkan pada suatu kawasan akan melahirkan berbagai polemik perkotaan misalnya lahirnya kawasan-kawasan kumuh, kemacetan pada jalur- jalur tertentu serta pertumbuhan wilayah yang tidak merata antara satu dengan lainnya untuk itu berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti melakukan penelitian dengan judul studi PENGEMBANGAN KAWASAN KOTA BARU DI KECAMATAN TELUK AMBON BAGUALA, KOTA AMBON”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diuraikan beberapa rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apakah yang mendukung kawasan Kecamatan Teluk Ambon Baguala sebagai pengembangan Kota Baru?

2. Bagaimana arahan pengembangan kawasan Kota Baru, di Kecamatan Teluk Ambon Baguala?

(30)

13 C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dari pada penelitian berdasarkan uraian latar belakang diatas antara lain

1. Untuk mengidentifikasi faktor – faktor yang mendukung kawasan Kecamatan Teluk Ambon Baguala sebagai pengembangan Kota Baru.

2. Untuk mengetahahui arahan pengembangan kawasan Kota Baru di Kecamatan Teluk Ambon Baguala berdasarkan potensi wilayah.

Hasil penelitian ini di harapkan memberikan manfaat sebagaimana berikut:

1. Manfaat bagi penulis yaitu dapat memahami konsep dan tahapan Pengembangan kawasan sebagai kota baru.

2. Manfaat bagi pembaca yaitu dapat memberikan pemahaman mengenai kota baru sebagai kawasan penunjang berbasis kegiatan perdagangan dan jasa.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yang terdiri dari ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi.

1. Ruang Lingkup Wilayah

(31)

14 Lokasi penelitian studi Pengembangan Kota Baru terdapat di Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Kota Ambon, Provinsi Maluku dengan luas wilayah ± 40,11 Km2, wilayah studi ini memiliki Batas-batas administrasi sebagai berikut:

▪ Sebelah Utara : Kabupaten Maluku Tengah

▪ Sebelah Barat : Kec. Teluk Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah

▪ Sebelah Timur : Kec. Salahutu dan Kabupaten Maluku Tengah

▪ Sebelah Selatan : Kec. Sirimau dan Kec. Leitimur Selatan

2. Ruang Lingkup Materi

Dalam studi pengembangan kawasan kota baru di Kecamatan Teluk Ambon Baguala, akan dibatasi pada aspek-aspek berikut : 1. Kebijakan penataan ruang Kota Ambon terkait Struktur dan Pola Ruang yang dapat mendukung pengembangan kawasan Kota Baru di Kecamatan Teluk Ambon Baguala sebagai wilayah penelitian

2. Aspek Fisik Dasar/ Bukan Keruangan yang berkaitan dengan kondisi fisik kawasan yang dapat mendukung atau tidaknya

(32)

15 suatu pelaksanaan pengembangan kawasan sebagai Kota Baru.

3. Aspek Binaan/Fisik Keruangan

Aspek binaan sendiri merupakan hasil olahan manusia berupa pembangunan sarana dan prasarana yang dapat mendukung aktifitas masyarakat serta merupakan kebutuhan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup.

4. Aspek Sosial Budaya

Aspek sosial budaya sendiri merupakan keadaan yang menggambarkan kehidupan masyarakat setempat yang berkaitan dengan suku, ras, agama dengan tujuan pengembangan kawasan sebagai Kota Baru dapat diintegrasikan dengan keadaan sosial budaya yang ada.

5. Aspek Perokonomian

Pengamatan terhadap aspek ini dilihat berdasarkan potensi kawasan yang dapat dikembangkan serta merupakan salah satu syarat dalam penetapan kawasan sebagai Kota Baru serta merupakan aspek yang mampu diprediksi dapat menunjang pelaksanaan pengembangan kawasan sebagai Kota Baru.

6. Aksesibilitas

(33)

16 Aksesibiltas merupakan salah satu faktor penting dalam penetapan kawasan Kota Baru karena berkaitan dengan jarak, waktu dan biaya yang bisa dijangkau serta mendukung kelancaran aktivitas masyarakat sama halnya pada Kota Lama.

E. Sistematika Penulisan

Secara garis besar pembahasan didasarkan atas beberapa bab sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika pembahasan

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Uraian pada bab ini berisikan berbagai macam literature yang dapat digunakan dalam mendukung penulisan penelitian ini terkait dengan pengertian perencanaan kota, Perkembangan Kota, Perencanaan Kota Baru, Struktur Ruang Kota, Pusat Pertumbuhan, Klasifikasi Kota, dan Kerangka Pikir penulisan.

BAB III: METODE PENELITIAN

Pada bab ini menguraikan tentang, jenis dan sumber data, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, populasi dan

(34)

17 sampel, variabel penelitian, defenisi operasional, metode analisis.

BAB IV: DATA DAN PEMBAHASAN

Berisikan tentang Data dan Pembahasan meliputi, Kebijakan Tata Ruang Terkait Pengembangan Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Gambaran Umum Lokasi Penelitian, Apek Fisik Dasar, Aspek Fisik Binaan dan Aspek Sosial Ekonomi Wilayah.

BAB V: PENUTUP

Pada bab ini akan menguraikan tentang kesimpulan dari hasil pembahasan dan saran-saran yang dapat diambil guna pengembangan penelitian selanjutnya.

(35)

18 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perencanaan Kota

1. Pengertian perencanaan

Pengertian perencanaan secara umum adalah proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Hal ini sejalan dengan pengertian yang di kemukakan oleh Tjokroamidjojo (1997) bahwa perencanaan dalam arti seluas-lusanya adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu; cara mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan dan efektif; penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana, bilamana dan oleh siapa.

Pengertian lain yang sering dipakai dalam konteks perencanaan pembangunan adalah: perencanaan merupakan proses yang kontinu, yang menyangkut pengambilan keputusan atau pilihan mengenai cara memanfaatkan sumber daya yang ada semaksimal mungkin

(36)

19 guna mencapai tujuan tertentu di masa depan (Conyer & Hill, 1984)

UU No 25 tahun 2004 Sisitem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.

Dalam konteks pengertian perencanaan diatas, maka produk atau output dari perencanaan sebagi suatu proses adalah rencana, yang merupakan rumusan kegiatan yang akan dilaksanakan secara spesifik dimasa yang akan datang, sebagai produk dari suatu proses perencanaan, rencana dapat berbentuk cetak biru yang merepresentasikan tujuan atau sesuatu yang ingin dicapai; dan regulasi yakni alat untuk mencapai tujuan yang di deskripsikan.

2. Pengertian Kota

Dalam konteks ruang, kota merupakan suatu sistem yang tidak berdiri sendiri. Secara internal kota merupakan suatu kesatuan sistem kegiatan fungsional di dalamnya, sementara secara eksternal kota dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.

Dalam hal inilah secara umum kota dapat dikatakan sebagai

(37)

20 suatu tempat dengan konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah sekitarnya.

Kota menurut Prof. Bintarto (1983): Kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis.

Hoekveld Geograf dari Belanda memberikan defenisi tentang istilah kota, berdasarkan komponen dasarnya, yang meliputi: aspek morfologi, jumlah penduduk, sosial, ekonomi dan hukum (Reksomarnoto 2006).

a. Morfologi

Masalah pokok dalam istilah kota adalah perbandingan bentuk fisik kota dengan fisik pedesaan. Di kota terdapat gedung-gedung besar dan tinggi, serta lokasinya berdekatan. Sedangkan di desa terdapat rumah-rumah yang tersebar dalam lingkungan alam. Pengertian atas dasar mofologi ini, dalam perkembangannya, menyulitkan, karena ternyata seiring dengan perkembangan zaman, adanya perbedaan bentuk fisik kota bagian pinggiran sudah mirip dengan fisik di desa.

(38)

21 Sementara keberadaan rumah-rumah di desa perkembangannya meniru gaya di kota.

b. Jumlah penduduk

Pengertian ‘kota’ dapat diukur berdasarkan jumlah penduduknya. Kriteria ini banyak digunakan para ahli dalam mendefenisikan istilah ‘kota’. Dalam berbagai literatur dinyatakan bahwa ukuran dari kota adalah jumlah penduduknya. Istilah ‘kota’ kemudian dikelompokan berdasarkan jumlah penduduknya. Istilah ini juga dipakai di Indonesia, sehingga kota ada tingkatannya menjadi:

1) Kota kecil, bila jumlah penduduknya antara 20.000- 50.000 jiwa.

2) Kota Sedang, bila jumlah penduduknya antara 50.000- 100.000 jiwa;

3) Kota Besar, bila jumlah penduduknya antara 100.000- 1.000.000 jiwa;

4) Kota Metropolitan, bila jumlah penduduknya antara 1.000.000-10 juta jiwa;

5) Kota Megapolis (megapolitan), bila penduduknya lebih dari 10.000.000 jiwa.

c. Hukum

(39)

22 Pengertian kota disini dikaitkan dengan adanya hak-hak masyarakat yang memliki hukum dan dilindungi oleh hukum bagi seluruh penghuni kota. Berlakunya hukum positif yang tertulis merupakan karakteristik wilayah kota.

d. Ekonomi

Karakteristik kehidupan masyarakat yang berada di wilayah kota adalah hidup nonagraris. Fungsi kota yang lebih dominan dan menjadi kekhasannya adalah di bidang kultural, industri, jasa dan perdagangan. Interaksi dan interelasi masyarakat kota yang paling menonjol ditandai dengan aktivitas yang besifat ekonomis dan perniagaan sehingga transaksi perdagangan terjadi di pasar-pasar, pertokoan, mall dan supermarket.

e. Sosial

Kehidupan masyarakat kota, ditandai oleh hubungan- hubungan antarpenduduk secara impersonal. Setiap warga negara yang tinggal di kota memiliki kebebasan pergaulan dengan berbagai kalangan dan dasar hubungan sosialnya bersifat lugas. Tradisi kehidupan di kota, tampak seperti terkotak-kotak oleh kepentingan yang berbeda-beda dan setiap orang bebas memilih

(40)

23 hubungannya dengan siapa dan melakukan apa saja yang diiginkannya.

3. Pengertian Perencanaan Kota

Ditinjau dari pemahaman secara umum, perencanaan kota (city/town planning) atau perencanaan perkotaan (urban planning) merupakan salah satu jenis aktivitas perencanaan yang mempunyai hierarki atau skala spasial kota/perkotaan. Dalam hal ini perencanaan kota merupakan cabang dari perencanaan wilayah dan kota (regional and city planning)

Dalam Nia K. pontoh & Iwan kustiawan (2008:33) perencanan kota (atau wilayah/kawasan perkotaan) mengacu pada pengertian perencanaan secara umum sebagai proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam hal ini yang menjadi sektor dominannya adalah sektor publik, yang dalam skala spasial objeknya adalah kota atau kawasan perkotaan.

Perencanaan kota merupakan sebuah instrument dalam penyiapan dan antisipasi kondisi kota pada masa yang akan datang, dengan titik berat pada aspek spasial dan tata guna lahan, yang dimaksudkan untuk mewujudkan peningkatan

(41)

24 kualitas lingkungan kehidupan dan penghidupan masyarakat kota dalam mencapai kesejahteraan (Nia. K. Pontoh & Iwan Setiawan, 2008).

Beberapa hal penting dalam perencanaan kota untuk membedakannya dari jenis perencanaan yang lain adalah (Fedt 1996, dalam Bratakusuma,2005):

a. Perencanaan kota terutama berkaitan erat dengan masalah-masalah kemasyarakatan yang didalamnya tercakup sekelompok besar klien yang mempunyai kepentingan berbeda-beda.

b. Perencanaan kota merupakan aktivitas yang benar- benar direncanakan dengan matang biasanya ditangani oleh orang-orang yang terlatih secara professional sebagai perencana.

c. Tujuan dan sasaranya, serta pranata-pranata untuk mencapainya sering tidak pasti.

d. Para perencana kota sendiri jarang membuat keputusan;

malahan sebaliknya, mereka membuat berbagai alternatif dan rekomendasi bagi pihak-pihak yang dipilih dan ditunjuk untuk mengambil keputusan-keputusan tertentu.

(42)

25 e. Para perencana kota menggunakan bebagai macam alat bantu dan metode-metode khusus untuk menganalisis dan menyajikan berbagai alternatif.

f. Hasil dari semua aktivitas perencanaan hanya dapat dilihat setelah 5 sampai 20 tahun setelah keputusan diambil, sehingga menyulitkan umpan balik dan tindakan perbaikan.

B. Konsep Perkembangan Kota

Istilah perkembangan kota (urban development) dapat diartikan sebagai suatu perubahan menyeluruh, yaitu yang menyangkut segala perubahan di dalam masyarakat kota secara menyeluruh, baik perubahan sosial ekonomi, sosial budaya, maupun perubahan fisik (Hendarto, 1997). Pertumbuhan dan perkembangan kota pada prisipnya menggambarkan proses berkembangnya suatu kota.

Pertumbuhan kota mengacu pada pengertian secara kuantitas, yang dalam hal ini diindikasikan oleh besaran faktor produksi yang dipergunakan oleh sistem ekonomi kota tersebut. Semakin besar produksi berarti ada peningkatan permintaan yang meningkat.

Sedangkan perkembangan kota mengacu pada kualitas, yaitu proses menuju suatu keadaan yang bersifat pematangan. Indikasi ini dapat dilihat pada struktur kegiatan perekonomian dari primer kesekunder atau tersier. Secara umum kota akan mengalami pertumbuhan dan

(43)

26 perkembangan melalui keterlibatan aktivitas sumber daya manusia berupa peningkatan jumlah penduduk dan sumber daya alam dalam kota yang bersangkutan (Hendarto, 1997).

Pada umumya terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kota, yaitu:

1. Faktor penduduk, yaitu adanya pertambahan penduduk baik disebabkan karena pertambahan alami maupun karena migrasi.

2. Faktor sosial ekonomi, yaitu perkembangan kegiatan usaha masyarakat

3. Faktor sosial budaya, yaitu adanya perubahan pola kehidupan dan tata cara masyarakat akibat pengaruh luar, komunikasi dan sistem informasi.

Perkembangan suatu kota juga dipengaruhi oleh perkembangan dan kebijakan ekonomi. Hal ini disebabkan karena perkembangan kota pada dasarnya adalah wujud fisik perkembangan ekonomi (Firman, 1996). Kegiatan sekunder dan tersier seperti manufaktur dan jasa-jasa cenderung untuk berlokasi di kota-kota karena faktor

“urbanization economics” yang diartikan sebagai kekuatan yang mendorong kegiatan usaha untuk berlokasi di kota sebagai pusat pasar, tenaga kerja ahli, dan sebagainya. Perkembangan kota menurut Widyaningsih (2001), bermakna perubahan yang dialami oleh daerah perkotaan pada aspek-aspek kehidupan dan

(44)

27 penghidupan kota tersebut, dari tidak ada menjadi ada, dari sedikit menjadi banyak, dari kecil menjadi besar, dari ketersediaan lahan yang luas menjadi terbatas, dari penggunaan ruang yang sedikit menjadi teraglomerasi secara luas, dan seterusnya.

C. Pengertian Kota Baru

Menurut Lloyd Rodwin (Jayadinata,1992) kota baru merupakan kota yang direncanakan, didirikan dan kemudian dikembangkan secara lengkap setelah ada kota-kota lainnya yang telah tumbuh dan berkembang terlebih dahulu. Sedangkan Urband Land Institute, Amerika Serikat memberikat defenisi tentang suatu proyek pengembangan lahan yang luasnya dapat menyediakan unsur-unsur lengkap seperti perumahan, industri, dan perdagangan yang secara kesluruhan dapat memberikan kemampuan dalam hal

a. Memberikan kesempatan untuk hidup dan bekerja didalam lingkungan tersebut.

b. Suatu spektrum jenis dan harga rumah yang lengkap c. Ruang terbuka bagi kegiatan yang pasif dan aktif

permanen serta ruang-ruang terbuka yang melindungi kawasan tempat tinggal dari dampak kegiatan industri d. Pengadaan biaya/investasi yang cukup besar untuk

keperluan pembangunan awal.

(45)

28 Menurut Osborn dan Whittick (1968), kota baru merupakan alternatif upaya untuk memecahkan dan mengatasi masalah pertumbuhan permukiman tersebar yang tidak terkendali dan kemacetan kota-kota besar, karena semakin berkembangnya kegiatan usaha dan penduduk kota besar akibat perkembangan industri secara besar-besaran pada awal abad ke20.

Von Hertzen dan Spreiregen yang lebih menekankan dari segi letak geografisnya memberikan pengertian kota baru sebagai suatu kota yang direncanakan, didirikan dan dibangun diatas suatu lahan perawan yang terlepas sampai suatu jarak tertentu yang jelas dari suatu kota induk yang lebih besar.

Bertolak dari tinjauan fugsional, Golany (1982) menekankan pengertian kota baru sebagai kota khusus yang dikembangkan sehubungan dengan upaya pengembangan fungsi tertentu seperti kota pengusahaan industri, pengusahaan pertambangan, kota pengusahaan perkebunan, kota penunjang instalasi tertentu seperti instalasi militer, instalasi percobaan dan instalasi pusat ketenagaan.

Dalam wawasan yang lebih luas, dikemukakan pula suatu pengertian bahwa suatu kota baru tidaklah selalu dibangun sama sekali baru diatas lahan perawan, tetapi juga mungkin

(46)

29 merupakan suatu pengembangan dan pembaruan permukiman pedesaan atau kota kecil secara menjadi kota yang lengkap yang mandiri (Golany, 1982).

1. Kategori Kota Baru

Dari berbagai literatur dapat dikatakan bahwa kota baru secara fungsional pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis utama sebagai berikut.

a. Kota satelit, yaitu kota baru yang direncanakan dan dikembangkan tetapi peduduknya masih memiliki hubungan dengan suatu kota induk yang telah tumbuh dan berkembang, berkaitan dengan pekerjaan dan kebutuhan hidup sehari-hari. Umumnya jenis kota baru demikian dimaksudkan sebagai suatu upaya untuk membantu memecahkan permasalahan yang terjadi pada kota induk.

Semisal kota baru dapat berupa suatu lingkungan permungkiman berskala besar yang direncanakan dan dibangun untuk mengtasi masalah kekurangan perumahan disuatu kota besar. Secara fungsional kota baru yang demikian masih banyak begantung pada peran dan fungsi kota induknya. Dari segi jarak, lokasinya berdekatan dengan induknya. Kota baru jenis ini disebut juga sebagai kota satelit dari kota induknya.

(47)

30 b. Kota penunjang, yaitu kota yang secara ekonomis dan social fungsinya mempunyai ketergantungan kepada suatu kota induk. Pendirian dan pengembangannya didasarkan kepada suatu kebutuhan untuk membangun suatu permukiman baru berskala besar untuk membantu memecahkan permasalahan kekurangan perumahan di kota besar yang kemudian berperan sebagai induknya. Dari beberapa literatur dapat dikemukakan Batasan bahwa kota-kota baru yang termasuk kota penunjang ini adalah:

1) Permukiman lengkap yang berskala besar di pinggiran kota inuk (dormitory town) yang disebut sebagai kota satelit.

2) Kota kecil di sekitar kota induk yang ditingkatkan dan dikembangkan.

c. Kota mandiri, yaitu kota baru yang direncanakan dan dikembangkan tersendiri yang walaupun fungsinya berkaitan dengan kota-kota yang telah tumbuh dan berkembang, tetapi kota-kota ini dikembangkan dengan fungsi khusus yang berkaitan dengan potensi tertentu. Kota demikian dapat dibangun sama sekali baru disuatu wilayah perawan atau dari suatu permukiman atau kota kecil yang kemudian dikembangkan sehingga memiliki suatu kelengkapan

(48)

31 sebagai kota. Kota baru demikian dikatakan sebagai independent new town atau self sufficient new town atau kota baru mandiri. Kota-kota yang termasuk dalam kota baru mandiri ini dapat di ranvang secara khusus menjadi suatu kota dengan ungsi tertentu seperti berikut ini.

1) Kota baru pusat pemerintahan 2) Kota industri

3) Kota pertambangan 4) Kota usaha kehutanan

5) Kota instalasi ketenaga kerjaan 6) Kota instalasi militer

7) Kota pusat rekreasi

8) Permukiman khusus berskala besar, dan lain sebagainya.

d. Kota baru didalam kota, yaitu suatu kota yang dibangun kembali pada sebagian besar area kota yang telah ada. Kota yang telah ada diperbarui secara total karena berbagai sebab. Dapat disebabkan karena kota itu kumuh dan sulit untuk diperbaiki.

2. Kriteria penetapan lokasi sebagai kota baru

Penetapan wilayah untuk pembangunan suatu kota baru didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan bahwa wilayah

(49)

32 tersebut memungkinkan untuk dikembangkan sebagai suatu aktivitas kota berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki dari segi fisik, dan sosial-ekonomi.

Sedangkan teknisnya penetapan untuk pembangunan kota baru didasarkan pada lokasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan RUTRW atau yang diusulkan oleh pembangunan berdasarkan hasil pembebasan lahannya. Penetapannya juga bisa berdasarkan lokasi-lokasi tertentu berupa kota kecil atau desa yang ada diwilayah tersebut.

Dalam memilih suatu lokasi wilayah untuk pembangunan kota baru perlu mengacu pada berbagai kriteria dan persyaratan sehingga pembangunan kota baru tersebut dapat meningkatkan nilai tambah produktifitas suatu wilayah bukan sebaliknya. Selain itu juga harus memperhatikan motivasi atau tujuan dari pengembangan kota baru (Djoko Sudjarto), yaitu:

a. Pembentukan pusat-pusat pengembangan baru untuk menahan/ membelokkan arus migrasi ke kota induk (Counter Magnet)

b. Pengalihan kepadatan penduduk dari kota induk (Overspill)

(50)

33 c. Pengalihan kegiatan fungsional dari suatu kota induk untuk mengurangi kepadatan kegiatan di dalam kota (Urban Function Relocation),dan;

d. Motivasi kenyaman dan investasi property (investment property and pleasure)

Pada dasarnya penilaian kelayakan wilayah untuk pengembangan kota baru harus didasarkan kepada tiga kategori (Djoko Sudjarto), yaitu:

a. Suatu wilayah yang karena kondisinya baik secara fisik maupun sosial ekonominya tidak layak untuk pengembangan suatu kota baru;

b. Suatu wilayah yang mungkin dapat dikembangkan sebagai kota baru tetapi akan memerlukan biaya tambahan dan teknologi tertentu untuk mengganti fungsinya minimal sesuai dengan nilai produktifitasnya saat ini;

c. Wilayah yang dapat dikembangkan tanpa resiko baik secara fisik, sosial maupun ekonomis.

Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada analisa kondisi fisik berupa fisik dasar/ fisik bukan keruangan (a spatial) dan fisik Binaan/ fisik keruangan (spatial) dan kondisi

(51)

34 sosial ekonomi. Dasar kriteria penilaian dan persyaratan berdasarkan analisa tersebut adalah:

a. Fisik dasar/ Fisik Bukan Keruangan (a Spatial)

1) Topografi: Kelerengan lahan untuk bukan pertanian sebaiknya diatas kelerengan 5% dan tidak melebihi 8%. Wilayah dengan ketinggian dibawah 5% umumnya memiliki sisitem pengairan yang baik sehingga lebih tepat penggunaannya untuk pertanian. Wilayah dengan kelerengan lebih dari 10 % sebaiknya untuk wilayah konservasi karena merupakan daerah cadangan air tanah.

2) Geologi: Jenis dan sifat batuan, mineral, daya dukung tanah, sifat tanah akan sangat menentukan sifat produktifitas tanah. Tanah dengan struktur geologi alluvial sangat baik untuk pertanian sawah karena tanahnya yang subur. Sebaiknya tidak dipergunakan untuk kegiatan bukan pertanian.

3) Hidrologi: wilayah resapan air tanah, wilayah pengairan alami dan teknis yang telah berfungsi untuk meningkatkan produktivitas tanah tidak untuk pembangunan non pertanian.

b. Fisik binaan/ Fisik keruangan (spatial)

(52)

35 1) Pola penggunaan lahan: untuk pembangunan kota sebaiknya lahan yang tidak digunakan secara produktif seperti lahan bekas perkebunan, dan lahan tidak ada penggunaannya

2) Bangunan: bangunan tempat tinggal dan belum terbangun secara intensif, bangunan yang telah ada sebaiknya menjadi kendala untuk di integrasikan dalam pembangunan kota baru sebagai bagian dari kota baru tersebut secara serasi. Dan tidak ada bangun bangunan yang berfungsi teknis seperti irigasi teknis ataupun bangun bangunan instalasi.

3) Jaringan jalan: Pembangunan kota baru harus mempertimbangkan jaringan jalan yang sudah ada dan berfungsi efektif sebagai kendala atau bahkan harus mengintegrasikannya dengan meningkatkan kemampuan jalan tersebut.

4) Jaringan utilitas: jaringan utilitas umum (air bersih), listrik, telepon, drainase, sanitasi) yang efektif harus menjadi kendala atau mengintegrasikannya sehingga kapasitasnya dapat ditingkatkan dan tidak meningkatkan beban karena harus melayani kebutuhan kota baru.

(53)

36 5) Ruang terbuka: wilayah-wilayah lindung harus disisihkan di dalam pembangunan kota baru sebagai suatu kendala maupun limitasi pengembangan wilayah dan diintegrasikan sebagai ruang terbuka dengan fungsi yang sesuai.

6) Pertanahan: pembangunan kota baru harus memperhatikan status kepemilikan tanah.

Pembebasan tanah pada waktu pembangunan dilaksanakan seharusnya sudah jelas status barunya c. Sosial Budaya dan Sosial ekonomi

1) Pola sosial budaya masyarakat yang telah ada pada wilayah lokasi kota baru perlu menjadi kendala yang diperhatikan didalam pengembangan kota baru.

Apabila penduduk asal masih berada pada lokasi asal disekitar kota baru maka pola sosial budaya ini perlu diintegrasikan dalam pembangunan kota baru tersebut.

2) Kegiatan perekonomian dari masyarakat juga perlu menjadi pertimbangan pokok karena kemungkinan penduduk ini masih tetap berkegiatan usaha lama misalnya petani atau akan berubah ke kegiatan usaha lainnya seperti berdagang atau pekerja pabrik.

(54)

37 Tingkat pendapatan masyarakat seyogyanya menjadi lebih baik dibandingkan pendapatan sebelum adanya kota baru.

D. Pusat Pertumbuhan

1. Pengertian Pusat Pertumbuhan

Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang memengaruhi atau memberikan imbas terhadap kawasan- kawasan lain di sekitarnya. Melalui pengembangan kawasan pusat-pusat pertumbuhan ini, diharapkan terjadi proses interaksi dengan wilayah-wilayah lain di sekitarnya.

Menurut (Rahardjo Adisasmita,2014:56) pusat pertumbuhan atau pusat pembangunan adalah tata ruang yang memiliki luasan wilayah tertentu, dimana dihuni oleh penduduk dalam jumlah besar, terdapat sarana dan prasarana pembangunan serta berbagai fasilitas pelayanan yang berkapasitas, yang membentuk suatu arena berbagai kegiatan produktif (a field of various productive activities) yang sangat tinggi intensitasnya, karena terdapat beberapa industri besar yang mempunyai keterkaitan mata rantai kedepan dan kebelakang (forward and backward linkages) yang kuat.

(55)

38 Walter Christaller (tahun 1993) memformulasikan teori tempat sentral (central place theory) yang mengembangkan modelnya dari atas atau skala besar (nasional). Wilayah yang paling efisien adalah adalah berbentuk segi enam (heksagonal) masing-masig wilayah memiliki pusat pelayanan (tempat sentral). Tempat sentral terdiri dari pusat besar, pusat sedang dan pusat kecil dimana pusat-pusat pelayanan tersusun secara hirarkis. Pusat besar mensubordinasi (membawahi) pusat- pusat sedang dan pusat sedang membawahi pusat-pusat kecil.

Inti teori ini berdasarkan pandangan Christaller yang menopang pertumbuhan sesuatu tempat sentral adalah wilayah pelayanannya.

Meskipun teori tempat sentral menjelaskan pola geografis dan struktur hirarki pusat-pusat kota dan wilayah nodal, akan tetapi tidak menjelaskan bagaimana pola tersebut mengalami perubahan pada masa depan, atau dapat dikatakan tidak menjelaskan gejala (fenomena) pembangunan, dengan demikian teori tempat sentral dinilai bersifat statis. Agar supaya teori tempat sentral dapat menjelaskan gejala dinamis, maka perlu ditunjang oleh teori pertumbuhan wilayah.

(56)

39 2. Teori Kutub pertumbuhan (Growth Pole Theory)

Ide awal tentang pusat pertumbuhan (growth poles) mula- mula dikemukakan oleh Francois Perroux, seorang ekonom bangsa prancis, pada tahun 1955. Pemikiran ini muncul sebagi reaksi terhadap pandangan para ekonom pada waktu itu seperti Casel (1927) dan Schumpeter (1951) yang berpendapat bahwa transfer pertumbuhan antar wilayah umumnya berjalan lancar, sehingga perkembangan penduduk, produksi dan kapital tidaklah selalu proposional antar waktu. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan kondisi yang sebaliknya dimana transfer pertumbuhan ekonomi antar daerah umumnya tidaklah lancar, tetapi cenderung terkonsentrasi pada daerah-daerah tertentu yang mempunyai keuntungan lokasi.

Sebagaimana dikatakan oleh Perroux: “Growth does not growth”. Kondisi ini ditemukan oleh Perroux dalam analisisnya terhadap industri kendaraan (motor industry) yang cenderung terkelompok pada daerah tertentu (cluster of inustris). Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi cenderung terkonsentrasi pada daerah tertentu yang di dorong oleh adanya keuntungan Aglomerasi (aglomerasi economies) yang timbul karena adanya konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut. munculnya beberapa konsentrasi kegiatan ekonomi ini, selanjutnya

(57)

40 mendorong pula peningkatan efisiensi kegiatan ekonomi yang berdampak positif bagi pembangunan ekonomi nasional.

Pandangan ini kemudian juga didukung oleh Hirschman (1958) yang mengidentifikasikan adanya daerah tertentu yang bertumbuh sangat cepat (growing point) dan ada pula yang bertumbuh sangat lambat (lagging regions). Hal ini terjadi karena dalam proses pembangunan terdapat efek rembasan (trickling-down effect) dan efek konsentrasi (polarization effect) yang berbeda antara suatu daerah dengan daerah lainnya.

Karena itu Freidmann dan Alonso (1946) mengatakan bahwa pengambilan keputusan tentang dimana sebaiknya kegiatan ekonomi tersebut berlokasi merupakan keputusan investasi yang sangat penting.

Pemikiran Perroux tentang adanya konsentrasi kegiatan industri pada daerah tertentu yang kemudian dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, kemudian berkembang menjadi konsep pusat pertumbuhan. Selanjutnya, Richardson (1978) memberikan defenisi pusat pertumbuhan sebagai berikut: “A growth pole was defined as a set of industries capable of generating dynamic growth in the economy, and strongly interrelated to each other via input-output around a leading industry (propulsive industry)”. Dari defenisi ini terlihat

(58)

41 bahwa ada empat karakteristik utama sebuah pusat pertumbuhan, yaitu: (a) adanya sekelompok kegiatan ekonomi terkonsentrasi pada suatu lokasi tertentu; (b) konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang dinamis dalam perkonomian; (c) terdapat keterkaitan input dan output yang kuat antara sesama kegiatan ekonomi pada pusat tersebut; dan (d) dalam kelompok kegiatan ekonomi tersebut terdapat sebuah industri induk yang mendorong pengembangan kegiatan ekonomi pada pusat tersebut.

Dari berbagai pandangan mengenai pusat pertumbuhan diatas dapat disimpulkan bahwa konsentrasi kegiatan ekonomi yang dapat berfungsi sebagai pusat pertumbuhan adalah yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, atau paling kurang daerah sekitarnya secara dinamis. dengan demikian, tidak semua konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu Lokasi dapat dianggap sebagai sebuah pusat pertumbuhan.

Kemampuan untuk mendorong ekonomi daerah secara dinamis tersebut dapat dilihat dari dampak ekonomi yang dapat dihasilkan untuk daerah sekitarnya, baik dalam bentuk peningkatan kegiatan produksi, penyedian lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat.

(59)

42 E. Klasifikasi Kota

Dalam hal ini peneliti hanya menyajikan klasifikasi kota yang menekankan pada 4 macam karakteristik saja, yaitu kota ditinjau dari segi fungsinya, klasifikasi kota ditinjau dari segi fisikalnya, klasifikasi kota ditinjau dari tingkat pertumbuhannya dan klasifikasi kota dirinjau dari segi hirarkinya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa keempat macam karakteristik kota tersebut paling banyak bertautan dengan upaya-upaya perencanaan dan pengembangan wilayah.

1. Klasifikasi kota atas dasar karakteristik fungsinya

Hudson, F.S, melalui pengamatannya, kota-kota yang ada dapat dikelompokam menjadi 9 macam atas dasar fungsinya. Disamping itu, masing-masing kelas kota tersebut masih dapat diperbedakan lagi menjadi sub kelas.

Kesembilan kota tersebut adalah sebagai berikut:

a) Kota pertambangan dan penggalian bahan-bahan alami lainnya.

b) Kota-kota industri

c) Kota-kota sebagai pusat pengangkutan (transport carters). Kota-kota dari jenis ini dapat dibedakan manjadi kota-kota yang melayani pengangkutan umum dan pengangkutan khusus.

(60)

43 d) Kota-kota perdagangan (commercial centers), karakteristik kota ini dibedakan menjadi 4 macam, yaitu

1) Kota pemasaran hasil-hasil pertanian (agricultural market towns)

2) Kota pusat perbankan dan uang 3) Kota perdagangan yang bervariasi

4) Kota-kota pelabuhan besar yang juga berfungsi sebagai kota perdagangan

e) Kota-kota pusat administrasi (administrative towns and cities), kota-kota ini dapat berfungsi sebagai:

1) Ibu kota suatu negara 2) Ibu kota provinsi

3) Ibu kota kabupaten dam lain sebagainya

f) Kota-kota yang mempunyai arti strategis (strategic centres)

Jenis ini dapat dibedakan lagi menjadi:

1) Kota-kota yang merupakan basis angkatan darat 2) Kota-kota yang merupakan basis angkatan udara 3) Kota-kota yang merupakan basis angkatan laut g) Kota-kota budaya (cultural towns)

Jenis kota ini masih dapat dibedakan lagi menjadi 3 macam, yaitu:

(61)

44 1) Kota-kota pusat keagamaan

2) Kota-kota pusat Pendidikan 3) Kota-kota konfrensi

h) Kota-kota pusat kesehatan dan rekreasi (health and recreational centers)

1) Kota rekreasi di tepi pantai

2) Kota-kota rekreasi di pegunungan

3) Kota pulau yang digunakan untuk tujuan rekreasi i) Kota-kota permukiman (residential towns)

1) Kota asrama (determitory towns) 2) Sub-urban growth

3) overspill towns

2. klasifikasi kota berdasarkan karaktersitik fisikalnya 1) klasifikasi Hadi sabari Yunus

Dalam bukunya “Klasifikasi Kota” Sabari Yunus mengemukakan 4 elemen fisikal yang dapat mewarnai perkembangan fisikal sesuatu kota. Keempat elemen fisikal tersebut ialah sait fisiografi, kaitannya dengan perairan, kondisi topografi daerah periferalnya dan stadium perkembangan topografi daerah dimana kota yang bersangkutan berkedudukan. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa sait topografi banyak berkaitan

(62)

45 dengan kondisi geologi, sistem drainase, kondisi air tanah, keadaan tanah dan karakteristik klimatologi.

Sementara itu stadium topografi dan dekat/jauhnya dengan daerah perairan berkaitan dengan kesempatan berkomunikasi dengan daerah lain sedangkan latar belakang daerah dikaitkan dengan keberadaan faktor- faktor penghambat / penunjang terhadap kegiatan fisikal permukiman yang bersangkutan.

3. Klasifikasi kota berdasarkan karakteristik pertumbuhannya Klasifikasi HOUSTON, J.M. Houston mengemukakan 3 klasifikasi kota atas dasar karakteristik pertumbuhannya, yaitu:

1) Stadium pembentukan inti kota (nuclear phase)

Stadium ini merupakan tahap pembentukan apa yang kemudian dikenal dengan istilah CBD (Central Business District). Pada masa ini baru dirintis pembangunan gedung-gedung utama sebagai penggerak kegiatan yang ada dan yang baru mulai meningkat.

Keadaan ini tercermin pada kota-kota dikawasan Eropa Barat pada masa pra abad 19. Pada masa ini, daerah yang mula-mula terbentuk, banyak ditandai oleh gedung-gedung yang berumur tua, bentuk-bentuk yang

(63)

46 klasik serta pengelompokan fungsi-fungsi kota yang termasuk penting. Secara morfologika, kenampakan kotanya adalah sebagai berikut :

Pada taraf ini, kenampakan morfologikal kotanya akan berbentuk bulat / hampir bulat / bujur sangkar / mendekati bujur sangkar. Disamping itu perlu diingat berhubung pada taraf ini baru merupakan taraf awal pembentukan kota, maka kenampakan kota yang terbentuk hanya meliputi daerah sempit saja.

2) Stadium Formatif (formative phase)

Tahap ini mulai menunjukan ciri-cirinya yang berbeda dengan tahap yang pertama pada abad 19. Hal ini timbul sebagai akibat adanya revolusi industri yang meledak dikawasan Eropa barat. Perkembangan industri pada saat itu mulai meluas dan perkembangan teknologi juga merasuk ke sektor-sektor lain seperti sektor transportasi da komunikasi serta perdagangan.

Makin majunya sektor industri, transportasi serta ke kegiatan perdagangan mengakibatkan meluasnya dan

Keterangan :

: Jalur transportasi : Kenampakan fisikal Kota Gambar 2.1 Stadium Pembentukan Inti Kota (Nuclear Phase)

Referensi

Dokumen terkait

masyarakat untuk menolong keluarga lain, membantu pemberdayaan secara terpadu atau bersama-sama memecahkan masalah kehidupan yang komplek, melalui wadah atau forum

Kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dinyatakan sikap berperilaku, norma subjektif, efikasi diri berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung

Pada penelitian ini juga dilakukan pengkondisian ekstrim terhadap jumlahmetanol nisbah (1:10) dan katalis yang digunakan (1,4% NaOH) untuk melihat apakah hal tersebut

Akan tetapi, yang menjadi persoalan dalam ritual setiap tarekat yang ada adalah bahwa hampir mayoritas ritual tarekat mencitrakan Tuhan dalam bentuk atau citra laki-laki dan

Singkat kata, kewirausahaan ekonomis, tentu saja bisa mencanangkan pen- carian profit atau untung sebagai tujuan, tetapi hal itu mesti dilakukan dengan nilai

susu ibu bersalin terhadap kontrraksi uterus ibu bersalin kala III berdasarkan hasil uji disimpulkan adanya hubungan yang signifikan antara kontraksi dengan oerangsangan

Simpulan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: pertama, bagi pihak sekolah untuk mengidentifikasikan kompetensi kebutuhan DUDI; kedua, mekanisme

Setelah pencernaan makanan yang mengandung banyak glukosa, secara normal kadar glukosa darah akan meningkat, namun tidak melebihi 170 mg/dl. Banyak hormon ikut serta