• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja, Budaya Sekolah, dan Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja, Budaya Sekolah, dan Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman"

Copied!
250
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH MOTIVASI KERJA, DISIPLIN KERJA, BUDAYA SEKOLAH, DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

TERHADAP KINERJA GURU PJOK DI SD NEGERI SE-KABUPATEN SLEMAN

Oleh:

Puspita Jaya Wulandari NIM 21633251010

Tesis ini Ditulis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mendapatkan Gelar Magister Pendidikan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2023

(2)

ii

(3)

iii ABSTRAK

Puspita Jaya Wulandari: Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja, Budaya Sekolah, dan Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman. Tesis. Yogyakarta: Magister Pendidikan Jasmani, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Yogyakarta, 2023.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman. (2) Pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman. (3) Pengaruh budaya sekolah terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman. (4) Pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman. (5) Pengaruh motivasi kerja, disiplin kerja, budaya sekolah, dan kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan ex post facto. Populasi dalam penelitian ini adalah Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman berjumlah 391 yang terdiri atas 373 sekolah. Teknik sampling menggunakan rumus Slovin taraf kesalahan 5% berjumlah 198 guru PJOK.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur motivasi kerja, disiplin kerja, budaya sekolah, kepemimpinan Kepala Sekolah, dan kinerja Guru yaitu angket tertutup.

Teknik analisis data yang digunakan yaitu uji regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ada pengaruh yang signifikan motivasi kerja terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman, dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05. (2) Ada pengaruh yang signifikan disiplin kerja terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman, dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05. (3) Ada pengaruh yang signifikan budaya sekolah terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman, dengan nilai signifikansi 0,030 < 0,05. (4) Ada pengaruh yang signifikan kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman, dengan nilai signifikansi 0,022 < 0,05. (5) Ada pengaruh yang signifikan motivasi kerja, disiplin kerja, budaya sekolah, dan kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman, dengan nilai sig. 0,000 < 0,05.

Kata Kunci: motivasi kerja, disiplin kerja, budaya sekolah, kepemimpinan Kepala Sekolah, kinerja Guru

(4)

iv ABSTRACT

Puspita Jaya Wulandari: The Influence of Work Motivation, Work Discipline, School Culture, and Principal Leadership on the Performance of PJOK Teachers in Public Elementary Schools in Sleman Regency. Thesis. Yogyakarta: Master of Physical Education, Faculty of Sports Science, Yogyakarta State University, 2023.

This study aims to determine: (1) The effect of work motivation on the performance of PJOK teachers in public elementary schools throughout Sleman Regency. (2) The effect of work discipline on the performance of PJOK teachers in public elementary schools in Sleman Regency. (3) The influence of school culture on the performance of PJOK teachers in public elementary schools in Sleman Regency. (4) The influence of the Principal's leadership on the performance of PJOK Teachers in Public Elementary Schools throughout Sleman Regency. (5) The influence of work motivation, work discipline, school culture, and leadership of the Principal on the performance of PJOK Teachers in Public Elementary Schools throughout Sleman Regency.

This type of research is descriptive quantitative with an ex post facto approach. The population in this study were PJOK teachers in public elementary schools in Sleman Regency, totaling 391 consisting of 373 schools. The sampling technique used the Slovin formula with an error rate of 5% totaling 198 PJOK teachers. The instrument used to measure work motivation, work discipline, school culture, principal leadership, and teacher performance is a closed questionnaire. The data analysis technique used is multiple regression test.

The results of the study show that: (1) There is a significant effect of work motivation on the performance of PJOK teachers in public elementary schools throughout Sleman Regency, with a significance value of 0.000 <0.05. (2) There is a significant effect of work discipline on the performance of PJOK teachers in public elementary schools throughout Sleman Regency, with a significance value of 0.000 <0.05. (3) There is a significant influence of school culture on the performance of PJOK teachers in public elementary schools throughout Sleman Regency, with a significance value of 0.030 <0.05. (4) There is a significant influence of the Principal's leadership on the performance of PJOK Teachers in Public Elementary Schools throughout Sleman Regency, with a significance value of 0.022 <0.05. (5) There is a significant influence of work motivation, work discipline, school culture, and principal's leadership on the performance of PJOK teachers in public elementary schools throughout Sleman Regency, with a sig.

0.000 < 0.05.

Keywords: work motivation, work discipline, school culture, principal leadership, teacher performance

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Puspita Jaya Wulandari Nomor Mahasiswa : 21633251010

Program Studi : Magister Pendidikan Jasmani

Dengan ini menyatakan bahwa tesis ini merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar magister di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya dalam tesis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 6 Januari 2023

Puspita Jaya Wulandari NIM 21633251010

(6)

vi

(7)

vii

LEMBAR PERSEMBAHAN

1. Terima kasih kepada Allah SWT yang selalu memberikan nikmat dan karunia yang sangat luar biasa hingga saat ini, dalam sebuah kehidupan yang penuh kebahagiaan dan rasa syukur yang tiada henti.

2. Terima kasih yang teristimewa untuk insan yang selalu memberikan sinar cahaya cinta kasih, ibu, ayah, dan adik atas semua kasih sayang serta do’a yang diberikan kepadaku selama ini, mohon maaf atas segala kesalahanku, ibu selalu ada di setiap perjalanan hidupku, di saat susah maupun senang selalu ada untukku.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul, “Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja, Budaya Sekolah, dan Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman” dengan baik. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Magister Pendidikan Jasmani, Fakultas Ilmu Keolahragaan Dan Kesehatan, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bimbingan dan bantuan serta dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Dr. Hedi Ardiyanto Hermawan, M.Or., dosen pembimbing yang telah banyak membantu mengarahkan, membimbing, dan memberikan dorongan sampai tesis ini terwujud. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes., Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Wawan S. Suherman, M.Ed., Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Dan Kesehatan yang memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir Tesis.

3. Bapak Dr. Drs. Ngatman, M.Pd Koorprodi Magister Pendidikan Jasmani serta para dosen Ilmu Keolahragaan yang telah memberikan bekal ilmu.

(9)

ix

4. Sekretaris dan Penguji yang sudah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap Tugas Akhir Tesis ini.

5. Kepala sekolah dan guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman yang telah memberikan ijin penelitian.

6. Teman-teman mahasiswa Program Pascasarjana khususnya Program Studi Magister Pendidikan Jasmani Angkatan 2021 Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan motivasi pada penulis untuk selalu berusaha sebaik-baiknya dalam penyelesaian penulisan tesis ini.

Semoga semua pihak yang telah membantu mendapat pahala dari Allah SWT.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, bahkan masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi perbaikan di masa datang. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.

Yogyakarta, 6 Januari 2023

Puspita Jaya Wulandari NIM 21633251010

(10)

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PENGESAHAN………..vi

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 12

C. Pembatasan Masalah ... 13

D. Rumusan Masalah ... 13

E. Tujuan Penelitian ... 14

F. Manfaat Penelitian ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 16

1. Motivasi Kerja ... 16

2. Disiplin Kerja ... 23

3. Budaya Sekolah ... 26

4. Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 39

5. Kinerja Guru ... 48

B. Kajian Penelitian yang Relevan ... 60

C. Kerangka Pikir ... 64

1. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru PJOK ... 64

(11)

xi

2. Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Kinerja Guru PJOK ... 65

3. Pengaruh Budaya Sekolah terhadap Kinerja Guru PJOK ... 66

4. Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru PJOK... 66

5. Pengaruh antara Motivasi Kerja, Disiplin Kerja, Budaya Sekolah, dan Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru ... 67

D. Hipotesis Penelitian ... 68

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 69

B. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 70

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 70

1. Populasi Penelitian ... 70

2. Sampel Penelitian ... 71

D. Definisi Operasional Variabel ... 72

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 73

1. Teknik Pengumpulan Data ... 73

2. Instrumen Penelitian ... 74

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 79

1. Validitas ... 79

2. Reliabilitas ... 84

G. Teknik Analisis Data ... 84

1. Statistik Deskriptif ... 84

2. Uji Prasyarat ... 85

3. Garis Persamaan Regresi ... 86

4. Uji Hipotesis ... 87

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 89

1. Hasil Analisis Deskriptif ... 89

2. Hasi Uji Prasyarat Analisis ... 96

3. Analisis Regresi Liniear Berganda ... 98

4. Hasil Uji Hipotesis ... 99

(12)

xii

5. Koefisien Determinasi (R2) ... 103

B. Pembahasan ... 104

1. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru PJOK ... 104

2. Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Kinerja Guru PJOK ... 106

3. Pengaruh Budaya Sekolah terhadap Kinerja Guru PJOK ... 108

4. Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru PJOK... 110

5. Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja, Budaya Kerja, dann Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru PJOK ... 113

C. Keterbatasan Penelitian ... 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 117

B. Implikasi... 117

C. Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 120

LAMPIRAN ... 136

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alternatif Jawaban Angket... 74

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Motivasi Kerja... 75

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Disiplin Kerja ... 76

Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Budaya Sekolah... 77

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 78

Tabel 6. Kisi-kisi Instrumen Kinerja Guru ... 78

Tabel 7.Hasil Uji Validitas Variabel Motivasi Kerja ... 80

Tabel 8. Hasil Uji Validitas Variabel Disiplin Kerja ... 80

Tabel 9. Hasil Uji Validitas Variabel Budaya Sekolah ... 81

Tabel 10. Hasil Uji Validitas Variabel Kepemimpinan Kepala Sekolah. ... 82

Tabel 11. Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Guru ... 83

Tabel 12. Hasil Analisis Reliabilitas Instrumen ... 84

Tabel 13. Norma Kategori Penilaian ... 85

Tabel 14. Deskriptif Statistik Motivasi Kerja Guru PJOK ... 89

Tabel 15. Norma Penilaian Motivasi Kerja Guru PJOK ... 90

Tabel 16. Deskriptif Statistik Disiplin Kerja Guru PJOK ... 91

Tabel 17. Norma Penilaian Disiplin Kerja Guru PJOK ... 91

Tabel 18. Deskriptif Statistik Budaya Sekolah ... 92

Tabel 19. Norma Penilaian Budaya Sekolah... 92

Tabel 20. Deskriptif Statistik Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 93

Tabel 21. Norma Penilaian Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 94

Tabel 22. Deskriptif Statistik Kinerja Guru PJOK... 95

Tabel 23. Norma Penilaian Kinerja Guru PJOK ... 95

Tabel 24. Hasil Uji Normalitas ... 96

Tabel 25. Hasil Uji Linieritas ... 97

Tabel 26. Hasil Uji Multikolinearitas... 98

Tabel 27. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 98

Tabel 28. Hasil Analisis Uji Parsial (t test). ... 99

Tabel 29. Hasil Analisis Uji F (Simultan) ... 102

(14)

xiv

Tabel 30. Hasil Analisis Koefisien Determinasi (R2) ... 103 Tabel 31. Hasil Analisis Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif... 104

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Desain Penelitian ... 70

Gambar 2. Histogram Motivasi Kerja Guru PJOK ... 90

Gambar 3. Histogram Disiplin Kerja Guru PJOK ... 91

Gambar 4. Histogram Budaya Sekolah ... 93

Gambar 5. Histogram Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 94

Gambar 6. Histogram Kinerja Guru PJOK ... 95

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Validasi ... 137

Lampiran 2. Keterangan Validasi ... 139

Lampiran 3. Surat Izin Instrumen ... 141

Lampiran 4.Surat Izin Penelitian... 142

Lampiran 5. Surat Keterangan Penelitian ... 143

Lampiran 6. Angket Uji Coba ... 150

Lampiran 7. Data Uji Coba ... 161

Lampiran 8. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 166

Lampiran 9. Tabel r ... 171

Lampiran 10. Angket Penelitian ... 172

Lampiran 11. Data Penelitian ... 181

Lampiran 12. Deskriptif Statistik ... 216

Lampiran 13. Menghitung Norma Penilaian ... 220

Lampiran 14. Uji Normalitas ... 224

Lampiran 15. Uji Linieritas ... 225

Lampiran 16. Uji Multikolinearitas... 227

Lampiran 17. Uji Hipotesis ... 228

Lampiran 18. Sumbangan Efektif dan Relatif... 232

Lampiran 19. Tabel t ... 234

Lampiran 20. Dokumentasi ... 235

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kunci untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul. Dunia pendidikan, standar pendidikan memiliki arti penting sebagai tujuan meningkatkan mutu pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermatabat. Salah satu standar pendidikan yang dinilai langsung berkaitan dengan mutu pendidikan yang diindikasikan oleh kompetensi kelulusan adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan. Hal ini berati bahwa untuk mencapai mutu lulusan yang diinginkan, mutu tenaga pendidik (guru), tenaga kependidikan (kepala sekolah, pengawas, laboran, pustakawan, tenaga administrasi) harus ditingkatkan.

Guru merupakan salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukanya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam hal ini guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang melakukan transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan transfer nilai-nilai sekaligus sebagai pembimbing dan menuntun siswa dalam belajar.

Salah satu aspek yang menarik untuk dikaji dari sosok seorang guru adalah aspek kinerja, karena kinerja guru merupakan input yang paling penting dalam

(18)

2

penyelenggaraan pendidikan (Nadeem, et al., 2017: 218). Ciri utama dari berhasilnya membentuk guru yang berkualitas dan unggul dengan kata lain profesional di bidangnya adalah terwujudnya pendidikan yang bermutu.

Operasionalnya dapat dilihat pada Business Core sistem pendidikan nasional, yaitu kegiatan belajar mengajar atau pembelajaran. Dengan demikian, kinerja mengajar guru di sekolah akan sangat menentukan terhadap terwujudnya pendidikan nasional yang bermutu.

Salah satu syarat utama yang harus diperhatikan dalam peningkatan pendidikan agar dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), yakni guru dan tenaga kependidikan yang profesional. Kinerja sangat penting dalam menentukan kualitas kerja seseorang, termasuk seorang guru.

Kinerja guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan tugas pembelajaran dan bertanggung jawab atas peserta didik di bawah bimbingannya dengan meningkatkan prestasi belajar peserta didik”. Tugas pokok seorang guru yang menjadi rutinitas adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, mengevaluasi, melatih dan mengadministrasi dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik (Naydenova & Naydenova, 2016: 3). Hal ini berarti kinerja guru secara langsung mempengaruhi kualitas pendidikan disetiap negara (Nousiainen, et al., 2018: 86).

Banyak faktor yang menyebabkan seorang guru memiliki kinerja unggul, sehingga mampu mendorong keberhasilan organisasi. Faktor-faktor yang dapat menentukan terhadap kinerja individu dalam berbagai literatur misalnya: motivasi kerja, kepuasaan kerja, disiplin pekerjaan, komitmen, kepemimpinan, partisipasi,

(19)

3

fungsi-fungsi menajemen, arah karier, kompetensi, budaya organisasi, sistem penghargaan, dan masih banyak lagi dari hasil penelitian sebelumnya-yang mengindentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja individu.

Berhasilnya pencapaian kinerja tidak terlepas dari kinerja guru yang ada di Sekolah Dasar (SD) Negeri se-Kabupaten Sleman.

Berdasarkan hasil observasi di 10 SD Negeri se-Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa 15 guru dari 20 guru mempunyai kinerja yang masih dapat dikategorikan belum maksimal dalam menjalankan peranya. Hal ini bisa dilihat dari beberapa aspek diantaranya kehadiran para guru di sekolah, kelengkapan rencana dan perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru. Selain itu, dari hasil observasi awal peneliti, peneliti menemukan indikator pelaksanaan administrasi pembelajaran yang menunjukkan bahwa masih terdapat guru yang belum membuat kelengkapan administrasi pembelajaran dengan sebagaimana mestinya dengan alasan guru tersebut mempunyai kesibukan.

Kinerja guru masih rendah akibat dari proses kepemimpinan dan manajemen yang masih lemah. Salah satu contoh beberapa guru dalam memberikan materi kepada siswanya tidak teratur. Materi yang diajarkan monoton tanpa memperhatikan proses pembelajaran dan hasil pembelajaran. Misalnya guru belum mempersiapkan silabus, guru belum menyusun program tahunan pendidikan, guru belum merencanakan desain model pengelolaan kelas dalam pembelajaran, dan lain-lain. Kinerja guru itu sendiri dapat dipengaruhi oleh faktor motivasi kerja, disiplin kerja, budaya sekolah, dan kepemimpinan Kepala Sekolah.

(20)

4

Faktor pertama yang mempengaruhi kinerja guru adalah motivasi kerja.

Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan daya dan potensi agar bekerja mencapai tujuan. Adapun Mangkunegara (2017: 61) juga menjelaskan pengertian motivasi yang terbentuk dari sikap (attitute) guru dalam menghadapi situasi kerja organisasi (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri guru yang terarah atau setuju untuk mencapai tujuan organisasi organisasi. Sikap mental guru yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal.

Motivasi kerja yang tinggi dari guru merupakan suatu hal yang diinginkan oleh setiap organisasi. Guru yang memiliki motivasi kerja akan bekerja secara optimal dalam menyelesaikan setiap pekerjaan, dan bekerja dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan pekerjaan yang diberikan oleh organisasi. Faktor motivasi kerja guru harus mendapatkan perhatian dari pemimpin organisasi. Penurunan motivasi kerja dari guru akan berdampak negatif pada kinerjanya, sehingga secara tidak langsung menimbulkan masalah pada stabilitas organisasi. Mangkunegara (2017: 68) mengungkapkan bahwa “ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja”.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti dengan 20 guru di SD Negeri se- Kabupaten Sleman diketahui bahwa terdapat beberapa guru dengan motivasi kerja yang menurun. Menurunnya motivasi kerja ditunjukkan dari: guru terlambat dalam melaksanakan tugas, 16 guru menyatakan keberatan jika diberikan tugas baru di

(21)

5

luar tugas rutin, dan guru menerima pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Faktor kedua yang mempengaruhi kinerja guru adalah disiplin guru.

Disiplin adalah suatu keadaan tertib, ketika orang-orang yang tergabung dalam suatu sistem tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan senang hati. Disiplin sebagai kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, keteraturan atau kedisiplinan. Disiplin dalam bekerja sangat penting artinya bagi guru. Karena itu, kedisiplinan harus ditanamkan secara terus menerus kepada guru.

Penanaman yang terus menerus menyebabkan disiplin tersebut menjadi kebiasaan bagi guru. Orang-orang yang berhasil dalam bidangnya masing-masing, pada umumnya mempunyai kedisiplinan yang tinggi. Sebaliknya orang yang gagal, umumnya tidak disiplin. Sesungguhnya masalah kedisiplinan menjadi perhatian bagi setiap manusia. Disiplin mempunyai peran sangat penting dalam mengarahkan kehidupan manusia untuk meraih cita-citanya serta kesuksesannya dalam bekerja, karena tanpa adanya kedisiplinan maka seseorang tidak mempunyai patokan tentang apa yang baik dan yang buruk dalam tingkah lakunya. Masalah ketidakdisiplinan sering terjadi di sekolah. Tidak sedikit pelanggaran yang dilakukan oleh guru.

Hasil observasi yang penulis lakukan di SD Negeri se-Kabupaten Sleman, ternyata masih ada beberapa guru yang belum menjalankan tugasnya dengan baik.

Hal ini terlihat ketika: pertama, guru tidak disiplin saat masuk ke sekolah, masih ada beberapa guru yang terlambat masuk sekolah, tidak izin jika tidak masuk

(22)

6

sekolah. Kedua, ketika memberikan pembelajaran kepada peserta didik, guru tidak membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Ketiga, guru tidak memanfaatkan sarana alat peraga yang telah disediakan, sehingga pembelajaran terlihat sangat monoton dan siswa merasa bosan.

Keterlibatan kepala sekolah dalam lingkungan sekolah dapat mewujudkan lingkungan sekolah yang kondusif. Hal ini juga biasanya dicerminkan dalam budaya sekolah. Setiap sekolah memiliki aturan tersendiri, yang berupa serangkaian nilai, norma, aturan moral, dan kebiasaan yang telah membentuk perilaku serta hubungan-hubungan yang terjadi di dalam lingkungan sekolah.

Budaya sekolah perlu dipandang sebagai cara bersama untuk memahami praktik dan kebijakan, sebagai alternatif mengenai keputusan berdasarkan berbagai pilihan kebijakan, dan sebagai dasar untuk reformasi pendidikan. Ahmad, et al., (2019:

261-262), menyatakan budaya sekolah merupakan seperangkat karakteristik yang membedakan satu sekolah dari yang lain dan mempengaruhi perilaku warga sekolah. Budaya sekolah berpengaruh tidak hanya pada kegiatan warga sekolah, tetapi juga pada prestasi, motivasi dan membentuk karakter siswa (Alemán et al., 2017: 10). Adanya tindakan langsung yang diberikan oleh sekolah untuk siswa agar menjadi pribadi yang peduli akan lingkungan dengan cara menerapkan budaya sekolah berbasis lingkungan.

Pemimpin yang efektif dan efisien adalah pemimpin yang mampu memahami keahlian masing-masing bawahannya. Pemahaman tentang potensi yang dimiliki masing-masing guru akan memudahkan kepala sekolah dalam menerapkan kebijakan dan pendelegasian tugas sesuai dengan kemampuan

(23)

7

masing-masing secara adil dan merata. Hal ini akan sangat mendukung terciptanya budaya sekolah yang nyaman dan kondusif.

Budaya sekolah yang kondusif dapat mempengaruhi kinerja guru di sekolah (Purowoko, 2018: 12). Sekolah yang memiliki budaya sekolah yang baik dalam hal lingkungan pendidikan, nilai-nilai yang dianut, kepahlawanan, upacara atau kegiatan khusus tertentu yang dianut, dan jaringan yang baik, maka akan memberikan kinerja guru yang baik pula. Sekolah tentu perlu memiliki budaya organisasi yang baik yang mana dianut oleh setiap perangkat sekolah (kepala sekolah, guru, maupun staf lain) dan juga siswa. Raudhatinur (2019: 132) menjelaskan bahwa budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari, dan simbol-simbol yang dipraktekkan oleh kepala sekolah, pendidik/guru, petugas tenaga kependidikan, peserta didik, masyarakat sekitar sekolah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Salam, dkk., (2017); Venando

& Kaharudin (2020); Hatemu, et al., (2020); Lutfah, et al., (2019); Ghanney (2020);

dan Romy, et al., (2018) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya sekolah terhadap kinerja guru. Dahlan, et al., (2018) menambahkan bahwa

“terdapat pengaruh positif dan signifikan budaya sekolah terhadap kinerja guru”.

Pendapat lain menyatakan bahwa untuk mencapai kinerja, individu harus mempunyai kemampuan, motivasi dan memiliki lingkungan yang baik (Pasaribu, 2019: 89). Dengan kata lain, budaya organisasi dan motivasi mempengaruhi kinerja individu. Sejalan dengan hal ini, beberapa penelitian menyatakan bahwa budaya sekolah berpengaruh terhadap kinerja guru.

(24)

8

Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah.

Kepala sekolah merupakan komponen pendidikan yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja guru. Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana. Tanpa kemampuan-kemampuan utama seperti kepemimpinan yang baik, kinerja yang baik, komunikasi yang baik, kemampuan dalam memecahkan masalah-masalah yang mungkin timbul dalam proses kegiatan belajar mengajar, kepala sekolah akan sulit dalam mensosialisasikan ide, usulan, saran, atau pikiran- pikiran yang dimilikinya kepada guru dan karyawan.

Kepala sekolah yang merupakan pemimpin harus bisa menjadi contoh serta mampu mengayomi bawahan dan mampu mengendalikan fungsi kepemimpinannya. Untuk kepentingan tersebut kepala sekolah selayaknya mampu memobilitasi atau memberdayakan semua potensi dan sumber daya yang dimiliki, terkait dengan berbagai program, proses, evaluasi, pengembangan, kurikulum, pembelajaran di sekolah, pengelolaan tenaga kependidikan, sarana prasarana, pelayanan terhadap siswa, hubungan masyarakat, sampai pada penciptaan iklim sekolah yang kondusif. Semua ini akan terlaksana manakala kepala sekolah memiliki kemampuan untuk mempengaruhi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan di sekolah, yaitu untuk bekerja dalam mewujudkan tujuan sekolah.

(25)

9

Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif akan mempengaruhi partisipasi bawahan untuk melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya dengan perasaan puas dan dapat bekerja sesuai dengan konteknya, yaitu mampu memberikan visi, menciptakan gambaran besar, menetapkan tujuan yang jelas dan disetujui bersama, memonitor dan menganalisis prestasi, serta mampu mengembangkan prestasi para pengikutnya, yaitu dengan memberikan pengarahan dan panduan, melatih dan membimbing serta memberikan umpan balik. Dalam hal ini peran kepemimpinan kepala sekolah sangat penting demi terwujudnya kinerja guru yang berkompeten dan terciptanya visi dan misi pada suatu sekolah itu sendiri. Namun berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, masih banyak kepala sekolah yang bertindak otoriter terhadap guru yang mengkibatkan motivasi kerja guru menjadi menurun/tidak efektif.

Kepala sekolah sebagai pimpinan langsung di sekolah, tentunya sangat mengetahui situasi dan kondisi sekolah yang sebenarnya. Pemimpin yang melakukan kepemimpinan yang efektif dan mempunyai hubungan baik dengan bawahannya mendorong bawahannya untuk menetapkan, dan mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien (Solihati & Agustin, 2020: 95). Pemimpin yang efektif memberikan makna dan relevansi kepada tugas yang dilaksanakan menggunakan gaya kepemimpinan yang dimiliki (Luyten & Bazo, 2019: 15). Selain itu, kepala sekolah juga mengetahui kekurangan dan kelebihan para guru. Oleh karena itu, kepala sekolah mempunyai kewajiban untuk melakukan supervisi terhadap para guru yang berada di sekolahnya tanpa terkecuali.

(26)

10

Kepemimpinan yang efektif menjadikan guru akan lebih mudah untuk mengelola kelas, pembelajaran dan manajemen siswa yang lebih optimal (Cheng &

Szeto, 2016: 141). Akan tetapi kepemimpinan yang efektif agar bisa mempengaruhi kinerja guru dengan lebih baik harus ditunjang oleh komitmen tugas guru dan lingkungan kerja yang kondusif. Sebagai pemimpin yang efektif memiliki kemampuan mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam usaha kearah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu (Al-Mahdy, et al., 2018: 192).

Kemampuan seorang pemimpin untuk mempengaruhi kelompoknya dalam mencapai tujuan organisasi dapat membentuk komitmen warganya guna pencapaian mutu kerja yang lebih baik. Seorang pemimpin yang memerankan prilaku kepemimpinan transformatif memiliki pengaruh yang kuat terhadap komitmen tugas. Guru yang memiliki komitmen tinggi, maka akan menjalankan tugas dan tanggungjawabnya dengan maksimal, apalagi jika disertai dengan kepemimpinan yang efektif.

Berdasarkan hasil observasi di SD Negeri se-Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa budaya warga sekolah masih kurang terutama dalam hal kerjasama dalam penyelesaian tugas sekolah, masing-masing guru belum bisa berkoordinasi dengan baik. Ada 16 guru menyatakan bahwa kepala sekolah kurang membimbing guru dalam hal-hal yang berkaitan dengan kurikulum. Selain itu, guru juga sering mengalami permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, seperti guru kesulitan dalam mengatur siswa yang ramai dan tidak mengikuti pembelajaran dengan baik di kelas. Guru juga diketahui mengalami kesulitan dalam menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswa di kelas,

(27)

11

sehingga apabila metode yang digunakan tidak sesuai akan membuat kelas menjadi tidak kondusif, misal siswa ramai dan sering ijin ke luar kelas saat guru sedang menyampaikan materi.

Berdasarkan studi pendahuluan, peneliti melakukan wawancara tidak terstruktur dengan 23 guru melalui Whatsapp, terdapat 12 Guru menyatakan masih bekerja secara individual, jarang berkoordinasi, serta jarang berdiskusi dengan rekan kerjanya. Ada beberapa hal yang dianggap proses pembelajaran itu belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan, yaitu diantaranya: (1) kemampuan guru dalam menyampaikan materi masih bersifat konvensional; (2) tidak semua guru yang bersertifikasi; (3) masih ada guru yang kurang kesadarannya dalam menyampaikan materi, dengan kata lain kurang bertanggung jawab; (4) 14 guru menyatakan bahwa supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah belum maksimal.

Hasil pengamatan peneliti yang mengacu bahwa tidak semua guru mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kegiatan seminar, pelatihan karya ilmiah, atau penataran. Kesenjangan kesempatan dalam megikuti kegiatan tersebut salah satu alasan yaitu hubungan yang dekat antara kepala sekolah dengan guru.

Kedekatan hubungan kepala sekolah dan guru ini menjadikan kepala sekolah menjadi tidak professional dalam memilih beberapa guru yang dapat mengikuti kegiatan seminar, pelatihan karya ilmiah atau penataran. Padahal sebagian besar sekolah sangat membutuhkan kesempatan tersebut untuk berkembang lebih baik dan berprestasi.

(28)

12

Paparan di atas tentunya menarik untuk dikaji dan diteliti lebih dalam, oleh karena itu, peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul

“Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja, Budaya Sekolah, dan Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, ada beberapa hal yang dapat diidentifikasi dari permasalahan tersebut yaitu:

1. Kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer dalam sebuah lembaga pendidikan belum optimal dalam mengelola faktor-faktor yang berpengaruh dalam manajemen belajar di sekolah.

2. Ada 14 guru dari 23 guru menyatakan bahwa kepala sekolah kurang maksimal dalam melaksanakan tahapan supervisi (perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi).

3. Ada 16 guru menyatakan bahwa kepala sekolah kurang membimbing guru dalam hal-hal yang berkaitan dengan kurikulum.

4. Kepala sekolah kurang memberi pembinaan terhadap guru-guru tentang pembuatan program satuan pembelajaran.

5. Budaya sekolah sekolah masih kurang, terutama dalam hal kerjasama dalam penyelesaian tugas sekolah, masing-masing guru belum bisa berkoordinasi dengan baik.

6. Tidak semua sekolah memiliki budaya sekolah yang peduli lingkungan dikarenakan berbagai keterbatasan.

(29)

13

7. Tidak semua guru mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kegiatan seminar, pelatihan karya ilmiah, atau penataran.

8. Kinerja guru masih rendah akibat dari proses kepemimpinan dan manajemen yang masih lemah.

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan tidak terlalu luas, maka dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan masalah yang akan diteliti dengan tujuan agar hasil penelitian lebih terarah. Masalah ini dibatasi pada pengaruh motivasi kerja, disiplin kerja, budaya sekolah, dan kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman. Motivasi kerja, disiplin kerja, budaya sekolah, dan kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai variabel bebas dan kinerja guru PJOK sebagai variabel terikat.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka yang menjadi masalah pokok dalam penelitian adalah:

1. Adakah pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se- Kabupaten Sleman?

2. Adakah pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se- Kabupaten Sleman?

3. Adakah pengaruh budaya sekolah terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman?

4. Adakah pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman?

(30)

14

5. Adakah pengaruh motivasi kerja, disiplin kerja, budaya sekolah, dan kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se- Kabupaten Sleman?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sesuai dengan permasalahan yang ada, untuk menganalisis:

1. Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se- Kabupaten Sleman.

2. Pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se- Kabupaten Sleman.

3. Pengaruh budaya sekolah terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se- Kabupaten Sleman.

4. Pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman.

5. Pengaruh motivasi kerja, disiplin kerja, budaya sekolah, dan kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun praktis sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan berguna dalam pengembangan disiplin ilmu

(31)

15

Manajemen Pendidikan serta memberikan penjelasan secara terperinci dan sistematis mengenai pengaruh motivasi kerja, disiplin kerja, budaya sekolah, dan kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se- Kabupaten Sleman.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi kepala sekolah, selaku top management dan pemimpin di sekolahnya, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam upaya memperbaiki kepemimpinanya.

b. Bagi Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam menentukan kebijakan berkaitan dengan pengelolaan sekolah yang ada dalam upaya mengarah ke sekolah yang bermutu.

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh motivasi kerja, disiplin kerja, budaya sekolah, dan kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman.

d. Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi pengembangan ilmu pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan pengaruh motivasi kerja, disiplin kerja, budaya sekolah, dan kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja Guru PJOK di SD Negeri se-Kabupaten Sleman.

(32)

16 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Motivasi Kerja a. Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau perbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku (Uno, 2017: 3). Motivasi sebagai intensitas dan arah perilaku. Intensitas perilaku mengacu pada tingkat usaha yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas, sedangkan arah perilaku adalah cara untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Motivasi juga sebagai penggerak atau pendorong bagi individu untuk melakukan sesuatu. Arah menunjukkan pada apakah individu mencari, mendekati, atau tertarik pada situasi tertentu (Al Akbar & Dilaga, 2021:

821).

Rusmani, dkk., (2019: 708) menyatakan bahwa “motivasi adalah kunci dari organisasi yang sukses untuk menjaga kelangsungan pekerjaan dalam organisasi dengan cara dan bantuan yang kuat untuk bertahan hidup”. Motivasi adalah memberikan bimbingan yang tepat atau arahan, sumber daya dan imbalan agar mereka terinspirasi dan tertarik untuk bekerja dengan cara yang anda inginkan.

Pendapat senada, Ibrahim, et al., (2020: 32) mengemukakan bahwa “motivasi adalah proses membangkitkan perilaku, mempertahankan kemajuan perilaku, dan

(33)

17

menyalurkan perilaku tindakan yang spesifik”. Dengan demikian, motif (kebutuhan, keinginan) mendorong seseorang untuk bertindak. Motivasi adalah suatu proses yang dimulai dengan kebutuhan dalam diri manusia yang menciptakan kekosongan dalam diri seseorang.

Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan diri dan ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup, Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain, Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill, dan potensi. Tiga kebutuhan manusia yang dapat memotivasi gairah bekerja seseorang, antara lain:kebutuhan pencapaian (need for achievement), yaitu dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk kembali, kebutuhan kekuatan (need for power), yaitu kebutuhan untuk membuat individu berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya, kebutuhan hubungan (needfor affiliation), yaitu keinginan untuk menjalin suatu hubungan antar personal yang ramah dan akrab (Robbins & Judge, 2015: 283).

Pendapat lain diungkapkan Uno (2017: 64) bahwa motivasi dapat diartikan sebagai konsep yang dapat digunakan untuk menggerakkan individu agar memulai dan berperilaku secara langsung sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pemimpin. Hal senada juga diungkapkan Kompri (2017: 60) mengemukakan,

“Motivasi kerja merupakan proses memberikan dorongan kepada anak buah agar dapat bekerja sejalan dengan batasan yang diberikan guru mencapai tujuan

(34)

18

organisasi secara optimal”. Proses pemberian dorongan tersebut adalah aktivitas yang harus dilakukan untuk menumbuhkan dorongan kepada pegawai untuk bekerja sejalan dengan organisasi. Dalam hal ini, kepala sekolah yang ingin menggerakkan guru untuk mengerjakan tugasnya harus memotivasi guru tersebut sehingga guru akan mengerahkan seluruh tenaga dan perhatiannya untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Apabila ada permasalahan, maka harus cepat untuk diatasi sehingga tujuan pendidikan yang telah dibuat dapat tercapai.

Motivasi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan tinggi rendahnya kinerja seorang guru. Motivasi juga berhubungan dengan faktor-faktor psikologis seseorang sebagai wujud hubungan antar sikap, kebutuhan dan kepuasan yang terjadi dalam diri manusia adalah berusaha memenuhi kebutuhannya baik yang bersifat material maupun non material. Pemenuhan kebutuhan yang bersifat material merupakan motivasi kerja yang berasal dari luar individu guru, minimal kebutuhan pokoknya, guru akan lebih fokus dalam bekerja dan menunjukkan kinerja yang sesuai profesinya. Motivasi perlu diberikan kepada guru agar kemampuan guru dalam melaksanakan tugas lebih baik lagi. Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan kinerja seseorang (Katini, et al., 2020:

156). Jadi besar kecilnya pengaruh motivasi kerja pada kinerja guru tergantung pada seberapa banyak intensitas motivasi yang diberikan.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang yang diusahakan untuk menimbulkan dan menjamin kelangsungan kegiatan seseorang, serta memberikan arah, sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Motivasi erat hubungannya

(35)

19

dengan perilaku dan prestasi kerja. Hal ini memberi arti bahwa makin baik motivasi seseorang dalam melakukan pekerjaannya maka makin baik pula prestasi kerjanya, atau sebaliknya. Motivasi diarahkan untuk mencapai tujuan. Pemberian motivasi haruslah diarahkan untuk pencapaian tujuan. Itulah sebabnya perumusan tujuan dalam suatu organisasi haruslah jelas dan rasional. Hanya dengan kejelasan tujuan maka semua personal yang terlibat dalam oragnisasi dapat dengan mudah memahami dan melaksanakannya. Perbedaan fisiologis, psikologis, dan lingkungan merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan pimpinan dalam memotivasi karyawan atau bawahan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa setiap karyawan atau bawahan memiliki perbedaan fisiologis, psikologis, serta berasal dari lingkungan yang berbeda.

b. Pengertian Motivasi Kerja

Pandangan kerja dan bekerja dewasa ini, bukanlah seperti pandangan konservatif yang menyatakan bahwa kerja jasmaniah adalah bentuk hukuman sehingga tidak disukai orang. Akan tetapi dewasa ini, kerja dan bekerja sudah menjadi kebutuhan. Permasalahan yang sering dihadapin suatu organisasi dalam hal ini sekolah adalah cara memotivasi guru agar dapat memberikan dampak kepuasan atas pekerjaan yang dilakukan (Meindinyo & Ikurite, 2017: 22).

Motivasi kerja terdiri dari dua kata yaitu motivasi dan kerja. Motivasi berasal dari kata dasar motif, yang mempunyai arti suatu perangsang, keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Motivasi adalah daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar bekerja sama dengan efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Kepuasan

(36)

20

terjadi jika seseorang mampu mencukupi kebutuhannya. Dorongan muncul berupa kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan dan pencapaian tujuan.

Tujuan merupakan sasaran atau hal yang ingin dicapai oleh seseorang individu.

Kerja adalah sejumlah aktivitas fisik dan mental untuk mengerjakan suatu pekerjaan (Siahaan, et al., 2020: 2174).

Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan antusiasme atau dorongan dan pekerjaan. Oleh karena itu motivasi kerja dalam psikologi sebagai moralitas booster (Renata et al., 2018: 45). Guru menjadi pendidik karena motivasi untuk mendidik. Jika Anda tidak punya motivasi, maka dia tidak akan berhasil dalam mengajar. Keberhasilan dari guru dalam mengajar karena motivasi adalah tanda dari apa yang dilakukan guru sudah menyentuh kebutuhannya. Kegiatan mengajar dilakukan oleh guru, karena sesuai dengan minat keinginan mereka sendiri. Guru yang termotivasi dalam pekerjaan akan menimbulkan pekerjaan kepuasan, karena kebutuhan guru yang terpenuhi mendorong guru untuk meningkatkan kinerjanya (Andriani et al., 2018: 20).

Motivasi kerja dapat diartikan sebagai keinginan atau kebutuhan yang melatarbelakangi seseorang, sehingga ia terdorong untuk bekerja (Rigby & Ryan, 2018: 133). Motivasi dapat memacu seseorang bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Motivasi dapat meningkatkan produktivitas kerja, sehingga berpengaruh pada pencapaian tujuan individu, kelompok, maupun organisasi. Motivasi juga dapat didefinisikan sebagai semangat atau dorongan terhadap seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan dalam bekerja keras dan cerdas demi mencapai tujuan tertentu (Izah, 2020: 320).

(37)

21

Uno (2017: 71) mendefinisikan bahwa motivasi kerja guru sebagai suatu proses yang dilakukan untuk menggerakkan guru agar tercipta perilaku yang dapat diarahkan dalam upaya-upaya yang nyata untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Seorang guru tidak hanya bertugas mendidik dan mengajar peserta didik, akan tetapi juga mempunyai kewajiban untuk memenuhi tugas-tugas dalam memajukan sekolah yang ditempatinya, dan menjalankan berbagai tugas sebagai proses menyejahterakan diri sendiri sebagai seorang guru yang profesional. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan dalam kesuksesan pekerjaannya, guru tersebut harus mampu memotivasi diri sendiri untuk selalu bersemangat dalam bekerja. Motivasi kerja guru merupakan faktor yang sangat penting untuk memengaruhi kinerjanya dalam mencapai tujuan pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah konsep yang digunakan untuk menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul pada aktual dalam diri seorang individu yang kemudian menggerakkan dan mengarahkan perilakunya. Motivasi merupakan perilaku yang dilakukan untuk memberi dorongan serta mempengaruhi seseorang agar mampu membangkitkan dan meningkatkan semangat untuk mencapai tujuan tertentu.

c. Indikator Motivasi Kerja Guru

Motivasi tidak dapat diamati secara langsung, untuk dapat menilai seseorang memiliki motivasi kerja, maka dapat dilihat dari tindak-tanduknya.

Munthe (2021: 85) menjelaskan bahwa motivasi terdapat pada diri setiap orang yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) tekun menghadapi tugas (dapat bekerja keras, terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum

(38)

22

selesai); (2) ulet dalam menghadapi kesulitan (tidak mudah putus asa); (3) menunjukkan minat untuk suskes; (4) lebih senang bekerja sendiri; (5) cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif); (6) dapat mempertahankan pendapatnya; (7) tidak mudah melepaskan hal yang diyakini; dan (8) senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Kompri (2017: 5) mengemukakan bahwa indikator dalam motivasi kerja adalah engagement, commitmen, satisfaction, dan turnover. Engagement adalah janji pekerja untuk menunjukkan tingkat antusiasme, inisiatif, dan usaha meneruskan. Seorang guru memiliki janji kerja dalam menjalankan tugasnya yang terdapat pada kode etik guru. Commitment adalah tingkatan di mana pekerja mengikat dengan organisasi. Seorang guru yang memiliki komitmen dalam tugasnya akan melakukan tanggung jawabnya dengan sepenuh hati. Ia merasa terikat dengan lingkungannya, dan mengutamakan tugasnya di pendidikan dibandingkan dengan urusan pribadinya. Satisfaction merupakan refleksi pemenuhan kontrol psikologis dan memenuhi harapan di tempat kerja. Dalam melaksanakan tugasnya guru akan mengalami kepuasan tersendiri. Apa yang telah dijalankannya sesuai dengan keinginan dalam dirinya bukan paksaan dari pihak lain. Turnover merupakan kehilangan pekerja yang dihargai. Maksudnya adalah proses di mana karyawan-karyawan meninggalkan organisasi. Karyawan yang meninggalkan organisasi akan memengaruhi motivasi kerja karyawan lain.

Uno (2017: 69) mengemukakan bahwa orang yang memiliki motivasi kerja tinggi bercirikan antara lain: (1) kinerjanya tergantung pada usaha dan kemampuan

(39)

23

yang dimilikinya; (2) memiliki kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang sulit; dan (3) seringkali terdapat umpan balik yang konkret tentang bagaimana seharusnya ia melaksanakan tugas secara optimal, efektif, dan efisien. Indikator motivasi kerja guru sebagaimana kesimpulan dari uraian di atas: (a) kebutuhan akan berprestasi, (b) peluang untuk berkembang, (c) kebanggaan terhadap pekerjaan sendiri, (d) kebutuhan akan pengakuan, dan (e) gaji yang diterima. Indikator- indikator tersebut kemudian akan dikembangkan menjadi pertanyaan-pertanyaan yang mudah dipahami dan dijawab oleh guru dengan alternatif jawaban menggunakan Skala Likert, sehingga dapat mengungkap secara objektif tentang motivasi kerja berdasarkan persepsi guru.

2. Disiplin Kerja

a. Pengertian Disiplin Kerja

Salah satu aspek kekuatan sumber daya manusia dapat tercermin pada sikap dan perilaku disiplin, sebab disiplin mempunyai dampak yang kuat terhadap suatu organisasi untuk mencapai keberhasilan dalam mengejar tujuan yang direncanakan.

Seorang pemimpin harus mampu menumbuhkan disiplin, terutama disiplin diri (self-discipline) dalam kaitan ini pemimpin harus membantu pegawai mengembangkan pola dan meningkatkan standar perilakunya, serta menggunakann pelaksanaan aturan sebagai alat untuk mengakkan disiplin. Disiplin merupakan sesuatu yang penting utuk menanamkan rasa hormat terhadap kewenangan, menanamkan kerjasama, serta menanamkan rasa hormat terhadap orang lain (Segalo & Rambuda, 2018: 2).

(40)

24

Disiplin adalah kesediaan seseorang yang timbul dengan kesadaran sendiri sebagai rasa hormat, taat, dan mematuhi peraturan yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis. Disiplin tercermin dalam tindakan atau perilaku individu, kelompok, atau masyarakat dalam bentuk ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan yang ditetapkan. Disiplin sebagai proses mengarahkan atau mengendalikan kepentingan yang digerakkan demi mencapai tujuan yang mengarah pada tindakan yang lebih baik serta untuk meningkatkan dan membangun pengetahuan, sikap dan perilaku guru sehingga guru secara sukarela menaati pekerjaan. Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para atasan sebagai prosedur untuk mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan (Marlina, et al., 2021: 37).

Disiplin kerja guru merupakan suatu kemampuan kerja guru untuk secara teratur, tekun, terus-menerus, dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dengan tidak melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan (Mufidah &

Surachmi, 2022: 35). Selain itu, menurut Supangkat, et al., (2020: 291) menyatakan bahwa disiplin kerja guru merupakan suatu adalah sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankannnya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksi apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja guru merupakan suatu sikap atau tingkah laku seseorang untuk mematuhi dan mentaati norma-norma peraturan yang berlaku pada suatu organisasi baik yang tertulis

(41)

25

maupun yang tidak tertulis serta sangggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksi apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.

b. Indikator Disiplin Kerja

Disiplin kerja merupakan kunci keberhasilan suatu organisasi atau instansi dalam mencapai tujuannya. Arjuanita, dkk., (2020: 1667) menyatakan indikator disiplin adalah sebagai berikut:

1) Taat terhadap aturan waktu. Taat terhadap waktu diartikan sebagai sikap atau tingkah laku yang menunjukan ketaatan terhadap jam kerja yang meliputi kehadiran dan kepatuhan guru pada jam kerja.

2) Taat terhadap peraturan organisasi atau instansi. Peraturan maupun tata tertib yang dibuat secara tertulis dan tidak tertulis dibuat agar tujuan suatu organisasi dapat dicapai dengan baik. Untuk itu dibutuhkan sikap setia terhadap komitmen yang ditetapkan. Kesetiaan yang dimaksud adalah taat dan patuh dalam melaksanakan perintah dari atasan dan tata tertib organisasi. Serta ketaatan dalam menggunakan kelengkapan pakaian seragam yang telah ditentukan dalam organisasi.

3) Taat terhadap aturan perilaku dalam pekerjaan. Ditunjukan dengan cara-cara melakukan pekerjaan sesuai jabatan, tugas dan tanggung jawab serta cara berhubungan dengan unit kerja lain. Salah satu tanggung jawabnya adalah penggunaan dan pemeliharaan peralatan yang sebaik-baiknya sehingga dapat menunjang kegiatan berjalan dengan lancar.

(42)

26

4) Taat terhadap peraturan lainya di organisasi Peraturan lain yang mencangkup apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam organisasi atau instansi.

Aprileoni, dkk., (2020: 300) menyatakan bahwa indikator pengukuran kedisiplinan yaitu (1) Disiplin waktu, diartikan sebagai sikap/tingkah laku yang menunjukkan ketaatan terhadap jam kerja meliputi: kehadiran dan keputusan pegawai pada jam kerja, pelaksanaan tugas dan pekerja dengan tepat waktu dan benar. (2) Disiplin peraturan, peraturan maupun tata tertib yang tertulis dan tidak tertulis dibuat tujuan suatu organisasi dapat dicapai dengan baik. Untuk itu dibutuhkan sikap setia dari pegawai terhadap komitmen yang telah ditetapkan tersebut. Kesetiaan disini berarti taat dan patuh dalam melaksanakan perintah dari atasan dan peraturan, tata tertib yang telah ditetapkan. (3) Disiplin tanggung jawab.

Salah satu wujud tanggung jawab pegawai adalah penggunaan dan pemeliharaan peralatan yang sebaik baiknya sehingga dapar menunjang kegiatan kantor berjalan dengan lancar

Disiplin kerja yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kinerja, semangat kerja dan terwujudnya tujuan organisasi, guru dan siswa. Oleh karena itu setiap guru selalu berusaha agar mempunyai disiplin yang baik.

3. Budaya Sekolah

a. Pengertian Budaya Sekolah

Setiap sekolah memiliki budaya yang menjadi ciri khas masing-masing sekolah. Selain berfungsi menjadi ciri khas, budaya kerja mengatur hubungan antara sesama warga sekolah, dan nilai-nilai positif yang tercermin dalam perilaku.

(43)

27

Secara etimologis pengertian budaya (culture) berasal dari kata latin colere, yang berarti membajak tanah, mengolah, memelihara ladang. Namun pengertian semula agraris lebih lanjut diterapkan pada hal-hal yang lebih rohani (Kurniasih, 2018: 1).

Secara terminologi pengertian budaya merupakan way of life, yaitu cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu pula dari suatu bangsa (Rahmawati, 2020: 204). Budaya sekolah merupakan kunci keselamatan sekolah, kepuasan kerja guru, motivasi belajar siswa, dan prestasi akademik. Membentuk dan mengembangkan budaya sekolah yang positif memerlukan kesiapan untuk mengubah atmosfer sekolah. Budaya sekolah yang positif tidak akan terwujud tanpa saling pengertian dan komitmen antara guru dan siswa (Dernowska, 2017: 78;

Lubis & Hanum, 2020: 88; Carey, 2018: 246).

Budaya juga memiliki dampak yang serius terhadap proses manajemen, kepemimpinan, serta proses pembuatan keputusan yang dilakukan pimpinan.

Seperti diungkap oleh Deal & Peterson (2016: 12) menyatakan bahwa “It infl uences informal conversations in the faculty luch room, the type of instruction valued, how professional development is viewed, and the shared commitment to assuring all student learn”. Budaya sekolah memiliki konsekuensi logis terhadap perubahan suasana interaksi antarpribadi, kolaborasi, ketahanan belajar, semangat untuk terus maju, dorongan untuk bekerja keras. Supardi (2016: 221); Patimah, et al., (2021: 907); Muhsin, et al., (2020: 158); Endrimon, et al., (2019: 1); Halima, et al., (2021: 62) menyatakan bahwa budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktekkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa dan masyarakat

(44)

28

sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di masyarakat luas (Anwar, et al., 2018: 282; Bin, et al., 2020: 90).

Sunandi & Firdaus (2021: 3) menjelaskan bahwa budaya sekolah dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu 1) budaya yang dapat diamati, berupa konseptual, yakni struktural organisasi, kurikulum behavior (perilaku); yaitu kegiatan belajar mengajar, upacara, prosedur, peraturan dan tata tertib; serta budaya yang dapat diamati berupa material, yaitu fasilitas dan perlengkapan; 2) budaya yang tidak dapat diamati berupa filosofi yaitu visi, misi serta nilainilai; yaitu kualitas, efektivitas, keadilan, pemberdayaan dan kedisiplinan.

Johannes, dkk., (2020: 11), menyatakan bahwa budaya sekolah merupakan penjabaran dari nilai yang diterapkan di sekolah, norma yang ada dan diberlakukan di sekolah, serta harapan dan kebiasaan yang menggambarkan interaksi timbal balik antara satu anggota dengan lainnya. Lebih lanjut dikatakan Susanto (2016: 96), bahwa budaya sekolah adalah pola nilai, prinsip, tradisi dan kebiasaan yang terbentuk dalam perjalanan panjang sekolah, dikembangkan sekolah dalam jangka waktu yang lama dan menjadi pegangan serta diyakini oleh seluruh warga sekolah, sehingga mendorong munculnya sikap dan perilaku warga sekolah.

Pendapat Widiarto & Narsih (2019: 55) menyatakan bahwa budaya sekolah adalah merupakan suatu pola asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, keyakinan- keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan yang dipegang bersama oleh seluruh warga sekolah, yang diyakini dan telah terbukti dapat dipergunakan untuk menghadapi berbagai problem dalam beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan melakukan integrasi internal, sehingga pola nilai dan asumsi tersebut dapat diajarkan kepada

(45)

29

anggota dan generasi baru agar mereka memiliki pandangan yang tepat bagaimana seharusnya mereka memahami, berpikir, merasakan dan bertindak menghadapi berbagai situasi dan lingkungan yang ada. Dalam proses mengubah budaya sekolah, kebijaksanaan kepemimpinan diperlukan untuk mempengaruhi para guru di sekolah, sehingga komitmen komunitas sekolah dapat ditingkatkan (Melville, et al., 2012: 132).

Budaya sekolah didefinisikan sebagai kepribadian kolektif sebuah sekolah atau sistem sekolah. Inilah atmosfer yang berlaku dalam sebuah organisasi dan ditandai oleh interaksi sosial dan masyarakat profesional. Budaya organisasi/sekolah adalah studi tentang persepsi yang dimiliki individu terhadap berbagai aspek lingkungan dalam organisasi. Budaya sekolah dapat meningkatkan atau membatasi kinerja guru dan warga sekolah lainnya. Budaya sekolah yang baik menggambarkan hubungan baik antara kepala sekolah, guru, dan pemangku kepentingan sekolah yang mendukung kinerja sekolah, (Geleta, 2017: 241). Budaya sekolah bisa dalam bentuk simbol, upacara-upacara, cerita-cerita yang merupakan terjemahan dari nilai dan kepercayaan yang ada pada semua warga sekolah (Arslangilay, 2018: 585; Moncrieffe & Moncrieffe, 2019: 2).

Budaya ini mungkin dengan sadar dibuat oleh anggota inti organisasi tersebut, atau ini mungkin terbentuk seiring perjalanan waktu organisasi tersebut.

Ini merepresentasikan sebuah elemen pokok lingkungan kerja yang mana pekerja melaksanakan pekerjaan. Budaya dalam sekolah merupakan suatu kebiasaan yang sudah dikembangkan atau dibentuk sejak lama. Budaya yang baik akan memberikan efek kinerja yang baik pula terhadap kinerja guru. Begitu juga

(46)

30

sebaliknya, budaya yang buruk akan mengakibatkan guru menjadi tidak nyaman dan tidak dapat mengeluarkan potensinya, sehingga kinerjanya semakin buruk.

Iklim organisasi atau budaya organisasi merupakan seperangkat sifat lingkungan kerja yang dirasakan oleh pekerja baik secara langsung maupun tidak langsung.

Seperangkat lingkungan kerja yang baik ini berutujuan untuk meningkatkan kinerja dari guru tersendiri (Yani, dkk., 2017: 44).

Sekolah merupakan bagian dari orga-nisasi masyarakat, yang tentunya memiliki nilai-nilai tersendiri yang dijadikan pedoman bagi sekolah tersebut.

Sekolah efektif merupakan sekolah yang membuahkan hasil-hasil yang stabil dan konsisten sepanjang waktu yang berlaku bagi semua siswa di dalam sekolah (Abdulkadiroğlu, et al., 2020: 1502; Huang, et al., 2020: 305). Proses belajar mengajar lebih berpusat pada siswa sehingga mampu menggali potensi yang ada.

Sekolah efektif sepatutnya menghasilkan jumlah besar peserta didik cemerlang dalam ujian, menggunakan sumber daya secara cermat, dapat menyelesaikan dengan baik tantangan internal dan eksternal, dan menghasilkan kepuasan yang baik di dalam sekolah. Sekolah menjadi idaman peserta didik, orang tua, dan masyarakat agar bisa mengikuti pembelajaran di sekolah tersebut.

Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau filsafah yang menentukan kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personel sekolah. Budaya kerja merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami,

(47)

31

yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama di antara seluruh unsur dan personel sekolah, guru, staf peserta didik, dan jika membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah (Kompri, 2017: 177).

Ohlson, et al., (2016); Zahed-Babelan, et al., (2019); Montoya-Ávila, et al., (2018) mengklaim bahwa sekolah yang bermutu tinggi menunjukkan budaya sekolah yang senantiasa memelihara kolaborasi, pemberdayaan, dan keterlibatan guru. Ohlson et al., (2016) menegaskan bahwa prestasi siswa dapat ditingkatkan dengan menciptakan budaya sekolah yang mendukung komitmen bersama untuk keberhasilan siswa, kompetensi guru dalam mengajar, proses pengambilan keputusan kolektif, pertumbuhan profesional yang berkesinambungan, dan keyakinan yang kuat bahwa semua siswa dapat mencapai kesuksesan.

Membangun budaya, ada tiga cara/strategi yang bisa dilakukan pemimpin dalam praktik kepemimpinan. Pertama, para pemimpin (dengan keterlibatan orang lain) mendefinisikan sebuah filosofi organisasi secara eksplisit, jelas, dan merupakan pernyataan ringkas tentang nilai dan keyakinan. Kedua, para pemimpin itu bekerja dengan orang lain untuk menentukan berbagai kebijakan, mengembangkan berbagai program, dan menetapkan beberapa prosedur, yang membuat filosofi itu menjadi suatu tindakan nyata. Ketiga, para pemimpin mencontohkan berbagai nilai dan keyakinan lewat tindakan-tindakan mereka pada setiap kesempatan dan mereka mempraktikkannya secara konsisten (Sashkin &

Sashkin, 2018: 126).

Guru memiliki peran besar dalam menciptakan budaya kerja yang kondu- sif nyaman untuk belajar. Guru sebagai pemimpin pembelajaran, menciptakan pem-

(48)

32

belajaran dengan pendekatan kultural atau dengan kata lain menciptakan budaya kerja yang kondusif melalui pembelajaran yang nyaman dan sejuk di dalam kelas.

Pentingnya budaya kerja ini disampaikan oleh Mulyasa (2015: 90) yang menjelaskan bahwa “iklim dan budaya kerja yang kondusif ditandai dengan terciptanya lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan tertib, sehingga pembelajaran dapat berlangsung secara efektif”.

Veeriah, et al., (2017: 19) menemukan bahwa budaya dikembangkan dan dibentuk melalui interaksi konstan antara staf anggota, siswa, dan masyarakat.

Budaya sekolah sangat berpengaruh pada perilaku guru dan siswanya, budaya sekolah yang baik dan positif akan memengaruhi komitmen dari warga sekolah untuk menjadi lebih baik termasuk guru. Dengan budaya sekolah yang baik menjadikan guru nyaman untuk bekerja, sehingga berusaha untuk menjadi lebih baik lagi dengan cara meningkatkan kompetensinya terutama kompetensi pedagogik. Budaya sekolah ini diharapkan mampu memperbaiki mutu sekolah yang berarti pula memperbaiki kompetensi pedagogik guru.

Pendapat Pourrajab & Ghani (2017: 19) sebagai akademisi yang dapat memimpin warga sekolah, kepala sekolah dan guru harus mampu menciptakan budaya sekolah yang berfokus pada kepentingan para siswa. Untuk memberi apa yang mereka harapkan, mulai dari fasilitas yang memadai dan guru yang berkompeten serta berpengetahuan. Menurut Prokopchuk (2016: 73) bagian dari membangun budaya sekolah yang positif adalah menciptakan landasan yang kuat berdasarkan visi dan misi yang jelas untuk sekolah dan stakeholder.

Referensi

Dokumen terkait

lainnya) ke dalam perusahaan atau kenaikan aset yang berasal dari penyerahan barang atau jasa sebagai kegiatan utama atau

Hal ini didasarkan atas hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variabel kualitas layanan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas toko, baik pada Terang Bulan Manis

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan mengenai nilai-nilai profetik apa saja yang terdapat dalam syair lagu Rouhi Fidak Album Tabassam oleh Mesut Kurtis yang

menuliskan rumus yang akan digunakan kurang lengkap, sedangkan pada M5 menuliskan langkah-langkah penyelesaian kurang lengkap dan tidak menuliskan rumus yang

April 2000 untuk menilai Tesis Master Sains yang bertajuk &#34;Imej Korporat Telekom Malaysia Berhad: Satu Kajian terhadap Kepuasan Pelanggan dan Kualiti Perkhidmatan&#34;

Dengan berbagai pandangan dan pemaknaan yang muncul secara beragam ini perlu kiranya untuk diungkap dan agar lebih dipahami apa yang dimaksud Islamisasi Ilmu

MATRIK PROGRAM TAHUNAN SKPD DAERAH KANTOR PERPUSTAKAAN DAN ARSIP KOTA SEMARANG. Tahun - 4 Tahun - 5 Tahun

Apabila di bandingkan dengan hukuman dalam Pidana Islam, hukuman penjara lebih ringan daripada hukuman jilid karena, Substansi hukuman jilid yaitu tempat pemukulan tidak