• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik."

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

vii ABSTRAK

PERBEDAAN TINGKAT HARGA DIRI ANTARA REMAJA LAKI-LAKI YANG BERTINDIK DAN YANG TIDAK BERTINDIK

Ivanty Lesmana 029114009 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Penelitian komparatif ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah tingkat harga diri remaja. Harga diri adalah evaluasi seseorang secara global terhadap dirinya sendiri dan tingkah lakunya, baik itu evaluasi positif maupun evaluasi negatif, terhadap kemampuan, keberhasilan, keberhargaan serta penerimaan individu yang berasal dari interaksi individu dengan orang lain yang kemudian menjadi penopang kepercayaan diri dan keberhargaan dirinya. Variabel bebas dari penelitian ini adalah remaja laki-laki yang memiliki tindik dan yang tidak memiliki tindik.

Subyek penelitian ini adalah remaja laki-laki berusia 18-21 tahun sebanyak 120 orang dengan jumlah subyek yang bertindik adalah 60 orang dan subyek yang tidak bertindik adalah 60 orang. Estimasi reliabilitas alat ukur harga diri adalah sebesar 0,916.

Penelitian ini menggunakan metode analisis data independent sample T-test. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik, dengan nilai t sebesar 8,112 (p<0,05), yang berarti bahwa remaja laki-laki yang bertindik memiliki tingkat harga diri yang lebih rendah (Mean = 122,73) dibandingkan dengan remaja laki-laki yang tidak bertindik (Mean = 140).

(2)

viii ABSTRACT

THE SELF-ESTEEM LEVEL DIFFERENCE BETWEEN PIERCED AND NON-PIERCED MALE ADOLESCENTS

Ivanty Lesmana 029114009 Psychology Faculty Sanata Dharma University

Yogyakarta

This comparative research aims to know the difference of self esteem level between pierced and non-pierced male adolescents. The dependent variable in this research is self-esteem level of male adolescents. Self esteem is the global evaluation of ourselves and our attitudes, which are negative or positive, about our ability, success, respect and individual acceptance which comes from the individual interactions with others and as supports of existance and happiness. The independent variables are pierced male adolescents and non-pierced male adolescents.

The subjects of this research are 120 male adolescents with 18 – 21 range ages. There are 60 subjects who had pierced and 60 subjects who had not. Reliability estimation of this measurement is 0,916.

This research uses independent sample T-test method of data analyses. It finds out that there is a difference of self-esteem level between pierced and non-pieced male adolescents with t = 8,112 (p<0,05). It means that the pierced male adolescents have a lower level of self esteem (Mean = 122,73) than the non-pierced male adolescents (Mean = 140).

(3)

PERBEDAAN TINGKAT HARGA DIRI ANTARA

REMAJA LAKI-LAKI YANG BERTINDIK

DAN YANG TIDAK BERTINDIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh: Ivanty Lesmana NIM : 029114009

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

ii

(5)

iii

(6)

iv MOTTO

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tuhan Yesus Kristus

Bunda Maria

Papa dan Mamaku

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Mei 2009 Penulis,

(9)

vii ABSTRAK

PERBEDAAN TINGKAT HARGA DIRI ANTARA REMAJA LAKI-LAKI YANG BERTINDIK DAN YANG TIDAK BERTINDIK

Ivanty Lesmana 029114009 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Penelitian komparatif ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah tingkat harga diri remaja. Harga diri adalah evaluasi seseorang secara global terhadap dirinya sendiri dan tingkah lakunya, baik itu evaluasi positif maupun evaluasi negatif, terhadap kemampuan, keberhasilan, keberhargaan serta penerimaan individu yang berasal dari interaksi individu dengan orang lain yang kemudian menjadi penopang kepercayaan diri dan keberhargaan dirinya. Variabel bebas dari penelitian ini adalah remaja laki-laki yang memiliki tindik dan yang tidak memiliki tindik.

Subyek penelitian ini adalah remaja laki-laki berusia 18-21 tahun sebanyak 120 orang dengan jumlah subyek yang bertindik adalah 60 orang dan subyek yang tidak bertindik adalah 60 orang. Estimasi reliabilitas alat ukur harga diri adalah sebesar 0,916.

Penelitian ini menggunakan metode analisis data independent sample T-test. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik, dengan nilai t sebesar 8,112 (p<0,05), yang berarti bahwa remaja laki-laki yang bertindik memiliki tingkat harga diri yang lebih rendah (Mean = 122,73) dibandingkan dengan remaja laki-laki yang tidak bertindik (Mean = 140).

(10)

viii ABSTRACT

THE SELF-ESTEEM LEVEL DIFFERENCE BETWEEN PIERCED AND NON-PIERCED MALE ADOLESCENTS

Ivanty Lesmana 029114009 Psychology Faculty Sanata Dharma University

Yogyakarta

This comparative research aims to know the difference of self esteem level between pierced and non-pierced male adolescents. The dependent variable in this research is self-esteem level of male adolescents. Self esteem is the global evaluation of ourselves and our attitudes, which are negative or positive, about our ability, success, respect and individual acceptance which comes from the individual interactions with others and as supports of existance and happiness. The independent variables are pierced male adolescents and non-pierced male adolescents.

The subjects of this research are 120 male adolescents with 18 – 21 range ages. There are 60 subjects who had pierced and 60 subjects who had not. Reliability estimation of this measurement is 0,916.

This research uses independent sample T-test method of data analyses. It finds out that there is a difference of self-esteem level between pierced and non-pieced male adolescents with t = 8,112 (p<0,05). It means that the pierced male adolescents have a lower level of self esteem (Mean = 122,73) than the non-pierced male adolescents (Mean = 140).

(11)

ix

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat yang diberikan dalam penulisan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan.

Penulisan skripsi ini merupakan suatu kewajiban dan salah satu syarat bagi setiap mahasiswa untuk menyelesaikan studi di Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Dalam rangka memenuhi kewajiban dan syarat tersebut, maka penulis memilih judul “PERBEDAAN TINGKAT HARGA DIRI ANTARA REMAJA LAKI-LAKI YANG BERTINDIK DAN YANG TIDAK BERTINDIK”

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, karya tulis ini tidak akan berhasil sebagaimana mestinya. Oleh karenanya penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas semua berkat yang telah diberikan kepadaku.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi atas segala waktu, dukungan dan kesabaran yang diberikan kepada penulis.

4. Bapak Y. Heri Widodo, M.Psi., sebagai dosen penguji karya tulis ini. 5. Ibu A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si., sebagai dosen penguji karya ini sekaligus

sebagai dosen pembimbing studi kami yang baru.

6. Mas Gandung, Mas Doni, Mas Muji, Pak Giek dan Mbak Naniek atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada penulis.

(13)

xi

8. Dawy dan Agun, The Greatest Sister and Brother.

9. Larry dan Andre atas waktu dan kesediaan diri untuk membantu dalam pengumpulan questioner.

10.Teman-teman Psikologi, terutama Danang, atas dukungan dan semangat yang diberikan selama ini. Saya benar-benar takut kamu ‘mengejarku’ hehehe.. dan Hera serta P&G atas pinjaman buku-buku dan email-emailnya.

11.R. Aswin Ajie Praditya, My Beloved Hunny, for all things.. Lop u..

12.Serta semua pihak yang tidak sempat ditulis, atas dukungan dan bantuannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini, tapi semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua.

Yogyakarta,

(14)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………..i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………...ii

HALAMAN PEGESAHAN………..iii

HALAMAN MOTTO………..iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………..vi

ABSTRAK………..vii

ABSTRACT……….viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………....ix

KATA PENGANTAR………...x

DAFTAR ISI………..xii

DAFTAR TABEL………..xv

DAFTAR LAMPIRAN………..xvi

BAB I. PENDAHULUAN……….1

A. LATAR BELAKANG MASALAH………1

B. RUMUSAN MASALAH………5

C. TUJUAN PENELITIAN……… 5

D. MANFAAT PENELITIAN……….5

BAB II. LANDASAN TEORI...7

A. HARGA DIRI REMAJA...7

1. Pengertian Harga Diri...7

2. Pembentukan Harga Diri... 9

3. Aspek-Aspek Harga Diri... 12

4. Penggolongan Harga Diri... 13

5. Remaja... 16

6. Karakteristik Remaja... 16

7. Harga Diri Remaja... 19

(15)

xiii

1. Pengertian Modifikasi Tubuh... 21

2. Istilah-Istilah Modifikasi Tubuh... 21

3. Tindik... 22

a. Sejarah Tindik... 22

b. Pengertian Tindik... 24

c. Metode Dalam Tindik...25

C. Pandangan Masyarakat Terhadap Tindik... 26

D. Hubungan Harga Diri Dengan Tindik...27

E. Hipotesis...30

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...31

A. Jenis Penelitian...31

B. Identifikasi Variabel Penelitian...31

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian...31

D. Subyek Penelitian...33

E. Metode Pengumpulan Data...33

F. Uji Validitas dan Reliabilitas...36

1. Uji Coba Alat Ukur... 36

2. Estimasi Validitas... 36

3. Analisis Aitem...37

4. Estimasi Reliabilitas...39

G. Metode Analisis Data...39

H. Prosedur Penelitian...40

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...42

A. Pelaksanaan Penelitian...42

1. Waktu Pelaksanaan Penelitian...42

2. Cara Pelaksanaan Penelitian...42

B. Deskripsi Data Penelitian...43

C. Analisis Hasil Penelitian... 43

1. Uji Asumsi Penelitian... 43

2. Uji Hipotesis... 45

(16)

xiv

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...50

A. Kesimpulan... 50

B. Saran...50

(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kisi-Kisi Skala Tingkat Harga Diri Sebelum Diujicobakan...35

Tabel 2. Kisi-Kisi Skala Tingkat Harga Diri Setelah Diujicobakan...38

Tabel 3. Deskripsi Data Penelitian...43

Tabel 4. Data Tingkat Harga Diri Berdasarkan Perbedaan Mean...43

Tabel 5. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov...44

Tabel 6. Uji Homogenitas...44

Tabel 7. Tabel Ringkasan Hasil Uji-t...45

Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji t Berdasarkan Aspek Harga Diri...46

(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Tabulasi Data Aitem 1. Uji Coba

2. Penelitian Lampiran B. Uji Reliabilitas

Lampiran C. Deskripsi Data Penelitian Lampiran D. Instrumen Penelitian

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini semakin banyak kita jumpai para remaja yang melakukan tindik (piercing). Mereka seolah tidak peduli bagaimana pandangan orang-orang sekitar terhadap mereka (Kompas, 2007). Tindik tubuh atau sering juga disebut piercing merupakan salah satu bentuk modifikasi tubuh dengan tujuan memakai perhiasan. Beberapa orang melakukan penindikan dengan alasan agama maupun budaya, sedangkan di masa modern ini, khususnya dunia Barat, tindik dilakukan karena alasan keyakinan, hiasan semata, atau tujuan seksual (Wales and Sanger, 2007).

Di Indonesia sendiri, tindik mulai dikenal remaja diperkirakan sekitar tahun 1970-an dan mulai diminati oleh masyarakat awal tahun 1990-an. Mereka ditindik karena terpengaruh mode atau trend dan tindik dianggap mempunyai nilai seni setelah tattoo yang sudah lebih dulu diakui eksistensinya. Ada juga alasan lain yaitu agar diterima dan mendapatkan pengakuan dari kelompoknya dan menambah rasa percaya diri (Kompas, 2007).

(20)

tindik juga sudah mulai diterima oleh masyarakat (Hewitt dalam Krell, 2003). Modifikasi tubuh telah berubah dari suatu hal yang pernah dianggap tabu menjadi suatu bentuk seni yang diterima masyarakat (DeMello dalam Krell, 2003). Walaupun hal ini secara luas sedang diterima, tidak berarti bahwa tidak ada stereotip atau pandangan dan anggapan negatif dari masyarakat terhadap para pemilik tindik. Modifikasi tubuh sering dikaitkan pada penyimpangan, pemberontakan atau perilaku beresiko lainnya (Garza dalam Krell, 2003).

Penelitian Drews, Allison, & Probst (dalam Krell, 2003) secara rinci melihat tentang perbedaan konsep diri antara murid-murid yang melakukan modifikasi tubuh dengan yang tidak melakukan modifikasi tubuh. Studi itu menunjukkan bahwa murid-murid yang memodifikasi tubuhnya cenderung menempatkan diri mereka sebagai orang yang kreatif, menarik, dan petualang daripada mereka yang tidak melakukan modifkasi tubuh.

(21)

digolongkan menjadi 2, yaitu tingkat tinggi dan tingkat rendah. Harga diri bukan sesuatu yang konkret namun tinggi rendahnya harga diri yang dimiliki seseorang tercermin dalam kata-kata, sikap dan perilakunya sehari-hari.

Harga diri ditentukan sebagian besar oleh peran dan hubungan dengan orang lain. Banyak aspek dalam kehidupan sehari-hari yang bisa menyebabkan harga diri yang rendah, salah satunya adalah melalui kritik tidak menyenangkan tentang seseorang. Hal ini menyebabkan seseorang merasa bahwa mereka tidak sebagus orang lain atau bahwa mereka sedang kekurangan beberapa hal penting dalam hidup mereka. Salah satu hal penting ini adalah penampilan fisik tubuh mereka (Twyman, 2001).

Remaja yang merupakan masa untuk mencari identitas diri biasanya akan menggunakan penampilan mereka, seperti daya tarik fisik, bentuk tubuh, pakaian dan lain-lain untuk mengangkat diri mereka (Hurlock, 1980). Remaja sadar dukungan sosial sangat besar dipengaruhi oleh penampilan diri dan mengetahui bahwa kelompok sosial menilai dirinya berdasarkan benda-benda yang dimilikinya, kemandirian dan keanggotaan sosial. Ini adalah “simbol status” yang mengangkat wibawa remaja di antara teman-teman sebaya dan memperbesar kesempatan memperoleh dukungan sosial yang lebih besar (Santrock, 1998).

(22)

seseorang untuk melakukan tindik adalah hasrat untuk meningkatkan penampilan diri. Menurut Martin (dalam Carroll & Anderson, 2002) masa remaja merupakan masa dimana modifikasi tubuh menjadi suatu hal yang menarik terkait dengan perjuangan remaja dalam mencari identitas diri dan kontrol terhadap perubahan tubuh yang mereka alami.

Menurut Caplan (dalam Krell, 2003) tindik merupakan salah satu media untuk mengekspresikan identitas pribadi atau membuat pernyataan diri. Tindik juga merupakan salah satu bentuk kompensasi dari suatu gambaran diri yang tidak baik yang dirasakan oleh remaja. Banyak remaja merasa lebih baik tentang gambaran diri mereka setelah melakukan suatu jenis modifikasi tubuh. (Twyman, 2001). Modifikasi tubuh menyebabkan seseorang memiliki harga diri lebih tinggi daripada yang mereka miliki sebelumnya. Lazimnya, remaja dengan penghargaan diri rendah melihat diri mereka tidak berharga daripada orang lain. Mereka memutuskan untuk mengubah tubuh mereka dengan harapan hal itu dapat menyebabkan orang lain memperhatikan mereka dikarenakan kini mereka bisa menjadi diri mereka sendiri dan memiliki identitas diri sendiri (Twyman, 2001).

(23)

berpenampilan seperti itu (Liputan6, 2006). Di tengah adanya stereotip atau pandangan negatif masyarakat tentang remaja yang memiliki tindik, peneliti tertarik untuk melihat perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dan remaja laki-laki yang tidak bertindik. Penulis ingin melihat kelompok manakah yang memiliki tingkat harga diri yang lebih tinggi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang terurai di atas, maka yang akan menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada perbedaan tingkat harga diri antara para remaja laki-laki yang bertindik dengan yang tidak bertindik?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat harga diri antara para remaja laki-laki yang bertindik dengan yang tidak bertindik.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(24)

perbedaan tingkat harga diri pada remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik.

2. Manfaat Praktis

Memberikan gambaran pada para remaja akan tingkat harga diri antara remaja yang bertindik dan yang tidak bertindik, sehingga diharapkan bisa menjadi bahan evaluasi dan refleksi akan pentingnya harga diri dalam kehidupan sehari-hari.

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Harga Diri Remaja 1. Pengertian Harga diri

Ada berbagai definisi mengenai harga diri yang dikemukakan oleh para ahli. Rosenberg & Coopersmith (dalam Bachman & O’Malley, 1977) menggunakan istilah harga diri untuk memberikan pengertian tentang evaluasi diri yang merupakan dimensi global dan mempunyai sifat relatif tetap. Coopersmith (1967) mengartikan harga diri sebagai suatu hasil dari evaluasi diri yang dilakukan seseorang, yang biasanya dipertahankan dan sebagian berasal dari interaksi individu dengan lingkungan dan dari sejumlah penghargaan, penerimaan serta perhatian orang lain yang diterimanya. Sedangkan menurut Branden (1998), harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian sebagai kunci penting dalam perkembangan perilaku seseorang karena berpengaruh pada proses berpikir, tingkat emosi, keputusan yang diambil, berpengaruh pada nilai-nilai dan tujuan hidupnya.

(26)

Terkait dengan kepercayaan diri, Berne dan Savary (1988) mendefinisikan harga diri sebagai penopang rasa percaya diri sehingga seseorang dapat membina hubungan yang sehat dengan orang lain, melihat diri mereka sebagai orang yang berhasil dan memperlakukan orang lain tanpa kekerasan.

Harga diri seseorang berkaitan dengan kehidupan sehari-harinya. Bila orang memiliki penilaian yang baik terhadap dirinya, ia akan tampak bahagia, sehat dan mampu beradaptasi dengan kondisi yang menimbulkan stres. Sebaliknya jika orang memiliki penilaian negatif terhadap dirinya, seringkali tampak cemas, depresi dan pesimis (Brehm & Kassin, 1996).

Kepuasan terhadap terpenuhinya kebutuhan harga diri menimbulkan perasaan percaya diri, kuat, stabil, merasa berguna dan diperlukan oleh orang lain (Koeswara, 1991). Sebaliknya, kegagalan untuk memenuhi harga diri menyebabkan perasaan inferior, lemah dan keadaan tidak berdaya. Ini sesuai dengan pendapat Maslow (dalam Goble, 1987) yang mengatakan bahwa seseorang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri, lebih mampu menjalani kegiatan dengan berhasil. Sebaliknya, jika harga diri kurang maka ia akan diliputi rasa rendah diri, rasa tidak berdaya dan selanjutnya putus asa.

(27)

yang berasal dari interaksi individu dengan orang lain. Penilaian ini memiliki peranan penting dalam tingkah laku sosial seseorang

2. Pembentukan Harga Diri

Harga diri tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk oleh pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lain. Coopersmith (1967) mengatakan bahwa harga diri sebagai salah satu aspek kepribadian yang terbentuk dalam interaksi dengan lingkungan sosial, karena itu lingkungan memiliki peran dalam pembentukan dan perkembangan harga diri seseorang.

Harga diri seseorang mengalami perkembangan. Menurut Branden (1998) mengembangkan harga diri berarti mengembangkan keyakinan-keyakinan seseorang bahwa individu mampu hidup dan patut untuk bahagia dalam menghadapi kehidupan yang penuh keyakinan, kebajikan dan optimisme, yang akan membantu kita mencapai tujuan hidup. Mengembangkan harga diri berarti memperluas kapasitas untuk mencapai kebahagiaan.

(28)

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan harga diri a. Faktor Internal / Psikologis Individu

Coopersmith (1967) menyatakan beberapa ubahan yang ada pada harga diri yang dapat dijelaskan melalui konsep-konsep kesuksesan, nilai, aspirasi, dan mekanisme pertahanan diri. Kesuksesan mempunyai arti yang tidak sama pada tiap individu, tetapi tetap memberikan pengaruh pada harga diri. Kesuksesan dapat dipandang sebagai popularitas, hadiah, kepuasan, ataupun yang lain. Nilai yang dimaksud Coopersmith lebih kepada konteks nilai kompetensi berdasarkan lingkungan sosialnya.

b. Lingkungan keluarga

Setiap individu dilahirkan dan dibesarkan dalam suatu lingkungan sosial. Sikap dan perilaku orang tua lebih membentuk kepribadian seseorang (Hurlock, 1980) karena dari sikap orang tua inilah anak dapat merasa diterima atau ditolak, merasa berharga atau tidak berharga, dicintai atau tidak dicintai orang tuanya.

c. Lingkungan sosial

(29)

atas apa yang dia ketahui tentang dirinya dan juga berdasarkan penilaian orang lain atas dirinya.

d. Kondisi fisik

Wright (dalam Setyaningsih, 1992) mengatakan bahwa orang cacat cenderung menunjukkan penerimaan sosial yang negatif akibat kurangnya penghargaan sosial terhadap dirinya. Hal tersebut juga dikuatkan oleh hasil beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa penampilan menarik (physical attractiveness) berkolaborasi positif dengan harga diri seseorang. Individu yang berpenampilan menarik juga lebih dihargai dan mendapatkan perlakuan istimewa dari lingkungannya (Hatfield dan Sprecher,1986). Dikatakan pula bahwa semakin tinggi persepsi diri seseorang tentang daya tarik fisiknya, semakin tinggi pula harga dirinya. Keinginan tampil menarik ini dapat diwujudkan dengan memodifikasi tubuh.

(30)

3. Aspek-Aspek Harga Diri

Coopersmith (1967) membatasi harga diri sebagai evaluasi yang dibuat seseorang dan bersifat menetap. Dalam analisisnya tentang harga diri, Coopersmith menjelaskan aspek-aspek yang ada di dalam harga diri, yaitu sebagai berikut:

a) Kekuasaan

Yang dimaksud kekuasaan adalah kemampuan mengontrol dan mempengaruhi diri sendiri dan orang lain. Kekuasaan akan tampak apabila orang lain menghargai, mempertimbangkan hak dan pendapat orang tersebut.

b) Rasa Keberartian

Rasa keberartian yang ada pada diri seseorang meliputi penerimaan, perhatian dan afeksi dari orang lain. Hal ini ditandai dengan kehangatan, responsif, dan minat kepada orang lain seperti kepada dirinya sendiri.

c) Pemilikan Moral dan Etik

(31)

d) Kompetensi

Kompetensi digambarkan sebagai kemampuan individu dalam mencapai prestasi. Hal ini akan tampak sebagai perilaku spontan serta kemandirian yang memberikan perasaan berharga terhadap segala sesuatu yang dilakukannya.

Selain keempat hal di atas, Coopersmith menambahkan bahwa harga diri memiliki pengaruh besar terhadap penyesuaian diri yang baik, kebahagiaan personal, dan fungsi afektif baik pada anak-anak maupun terhadap orang dewasa. Harga diri menunjukkan pengenalan individu terhadap diri sendiri serta sikap mereka terhadap diri sendiri.

4. Penggolongan Harga Diri

(32)

Coopersmith (1967) menggolongkan harga diri menjadi dua golongan, yaitu :

a. Harga Diri Tinggi

Harga diri tinggi adalah penilaian seseorang bahwa dirinya penting dan berharga. Seseorang yang berharga diri tinggi percaya bahwa mereka adalah pribadi yang berhasil dalam hidup dan menerima diri, bahagia dan lebih mampu memenuhi harapan lingkungan daripada mereka yang berharga diri sedang dan rendah (Coopersmith, 1967). Harga diri tinggi identik dengan harga diri positif. Harga diri positif merupakan harga diri yang paling sehat apabila seseorang dapat mengenal dan menerima diri sendiri dengan segala keterbatasannya. Mereka mudah memandang keterbatasannya sehingga menjadi bagian dari realitas diri (Berne & Savary, 1998).

b. Harga diri rendah

Harga diri rendah adalah penilaian seseorang bahwa dirinya tidak berarti, tidak dibutuhkan dan kurang percaya diri. Harga diri yang negatif diliputi rasa rendah diri, tampak tidak berharga, tidak mampu, tidak berdaya, tidak dicintai dan selalu membandingkan diri dengan orang lain (Berne & Savary, 1998).

(33)

harga diri rendah biasanya merasa bahwa dirinya tidak berarti dan tidak berharga yang mengakibatkan kurangnya percaya diri.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa harga diri merupakan evaluasi seseorang secara global terhadap dirinya sendiri dan tingkah lakunya, baik evaluasi negatif maupun positif terhadap kemampuan, keberhasilan, keberhargaan serta penerimaan individu yang berasal dari interaksinya dengan orang lain. Harga diri seseorang tidak dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk seiring dengan pengalaman-pengalaman dalam kehidupannya. Pembentukan harga diri dipengaruhi oleh adanya penghargaan, pengertian, penerimaan dan perlakuan orang lain terhadap dirinya sendiri, psikologis individu, lingkungan keluarga, lingkungan sosial, kondisi fisik seseorang, dan juga adanya prestasi yang dicapainya.

5. Remaja

(34)

meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa yaitu dari sifat yang tergantung menjadi sifat yang mandiri.

Secara umum batasan usia remaja berlangsung pada usia 12 sampai dengan 21 tahun. Menurut Monks (2001) ada tiga tahap masa remaja yaitu usia 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir.

Dari penjelasan di atas bisa dikatakan bahwa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan segala perubahan-perubahan fisik yang dialaminya. Oleh karena itu dari batasan-batasan yang telah terurai di atas, peneliti membatasi penelitian ini dengan mengambil remaja berusia 18 sampai dengan 21 tahun.

6. Karakteristik Remaja

(35)

orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa.

Selain perubahan dalam diri remaja, terdapat pula perubahan dalam lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga lain, guru, teman sebaya, maupun masyarakat pada umumnya. Kondisi ini merupakan reaksi terhadap pertumbuhan remaja, remaja dituntut untuk menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai dengan orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik di dalam maupun di luar dirinya itu membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya. Dalam usaha memenuhi kebutuhan tersebut remaja memperluas lingkungan sosialnya di luar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lain (Agustiani, 2006).

Myers (1999) mengungkapkan bahwa perkembangan masa remaja sangat dipengaruhi oleh konteks dimana mereka berada. Latar belakang lingkungan, sosio-kultural masyarakat sekitar maupun latar belakang keluarga (orang tua), akan ikut memberikan corak dan arah proses perkembangan maupun proses pembentukan identitas diri remaja yang bersangkutan.

(36)

citra diri remaja sendiri yang lambat laun dianggap sebagai gambaran yang asli dan remaja membentuk perilakunya sesuai dengan gambaran ini”.

Remaja yang merupakan masa untuk mencari identitas diri biasanya akan menggunakan penampilan mereka seperti daya tarik fisik, bentuk tubuh, pakaian dan lain-lain untuk mengangkat diri mereka (Hurlock, 1980). Seorang remaja yang berbeda secara fisik dari remaja lainnya sering memiliki harga diri yang rendah (Tjahjono, 1996). Yang sering berkembang adalah kemarahan terhadap diri sendiri karena berbeda dan dilecehkan oleh orang lain yang melihatnya, atau karena menyoroti kelainannya.

(37)

Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa. Perkembangan pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh konteks dimana mereka berada, yaitu latar belakang lingkungan, sosio-kultural masyarakat sekitar maupun latar belakang keluarga (orang tua).

7. Harga Diri Remaja

Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting bagi setiap individu. Harga diri yang positif juga merupakan faktor yang penting dalam perkembangan kepribadian seseorang (Fuhrmann, 1990). Terutama pada masa remaja, pembentukan harga diri sedang berada pada tahap yang krisis karena pada masa ini remaja mulai memiliki kebutuhan untuk mencari jati dirinya dan mencapai kepercayaan dirinya dan hal ini dapat dicapai dengan harga diri. Harga diri memegang peran yang sangat penting dalam tingkah laku remaja dalam usahanya memenuhi kebutuhan psikologisnya. Kebutuhan akan harga diri pada remaja dilihat melalui sudut pandang orang lain sehingga harga diri kemudian menjadi evaluasi individu atas semua yang dia harapkan (Fuhrmann, 1990).

(38)

bermakna, lebih mampu memanfaatkan kesempatan dan bekerja secara produktif dan mandiri. Seorang remaja yang meninggalkan tahap ini dengan rasa harga diri yang berkembang kuat, dia akan memasuki masa dewasa dengan dibekali fondasi kuat yang diperlukannya untuk menjalani kehidupan yang produktif dan memuaskan.

Untuk dapat memenuhi kebutuhan akan harga diri, remaja dituntut untuk terlebih dahulu mengenal dirinya sendiri. Dengan mengenali dirinya akan muncul kepercayaan diri untuk dapat menentukan pilihan dan mengatasi rintangan yang berat. Oleh Mecca (dalam Setyaningsih, 1992), bahwa penerimaan terhadap diri tersebut juga akan menghasilkan suatu modal dalam kepribadian, yaitu untuk membentuk dan mengembangkan rasa percaya diri.

(39)

B. Modifikasi Tubuh

1. Pengertian Modifikasi Tubuh

Modifikasi tubuh adalah perubahan tubuh manusia yang disengaja dan bersifat permanen atau semi-permanen untuk alasan-alasan yang tidak medis, seperti tindakan spiritual, sebagai ciri sosial dan indikasi perlawanan, ataupun alasan kecantikan. Terdapat berbagai motivasi yang mendorong seseorang melakukan modifikasi tubuh, dari perubahan tubuh yang dapat diterima secara sosial (contoh: tindik telinga pada banyak komunitas sosial) maupun kewajiban secara agama sebagai hukuman fisik. Namun ada juga beberapa orang yang mempunyai alasan tidak jelas untuk memodifikasi tubuhnya (Wales and Sanger, 2007).

2. Istilah-istilah Modifikasi Tubuh

Ada beberapa bentuk modifikasi tubuh yang sering dilakukan, antara lain body piercing (tindik) adalah penggunaan perhiasan secara permanen melalui fistula, seringkali dimodifikasi lebih dalam dengan pelebaran (stretching). Tattoo adalah penggunaan tinta pada bagian kulit tubuh. Tongue splitting adalah pembelahan pada lidah seperti pada ular. Female genital cutting adalah pemotongan labia minora atau klitoris. Male circumcision adalah penghilangan kulit khatan, sering juga disebut

(40)

Perubahan bentuk secara ekstrim pada umumnya dilihat sebagai gejala kerusakan tubuh, sakit jiwa, atau sebagai ekspresi kesombongan yang tidak terkendali. Masyarakat pada umumnya tidak siap dengan beberapa bentuk modifikasi tubuh dan mengelompokkannya sebagai orang-orang dari kelompok tertentu (Wales and Sanger, 2007).

Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa modifikasi tubuh merupakan perubahan tubuh manusia yang disengaja dan bersifat permanen atau semi-permanen untuk alasan-alasan yang tidak medis, seperti spiritual, sebagai ciri sosial, ataupun alasan kecantikan. Walaupun demikian, hal ini belum sepenuhnya bisa diterima oleh masyarakat umum karena dianggap sebagai kegiatan memalsukan keindahan alami tubuh (Wales and Sanger, 2007).

3. Tindik

a. Sejarah Tindik

Catatan sejarah menunjukkan bahwa tindik tubuh (termasuk tindik telinga) telah dilakukan oleh orang di seluruh dunia sejak zaman purba. Tubuh mumi dengan tindik telah ditemukan, termasuk tubuh mumi tertua yang ditemukan, Otzi Si Manusia Lintah, yang ditemukan di gletser Valentina Truiilon. Mumi ini memiliki tindik telinga 7-11 mm (Wales and Sanger, 2007).

(41)

dan telinga pada Rebeka, istri dari Ishak. Tindik hidung merupakan hal yang biasa di India sejak abad ke-16. Tindik lidah adalah hal yang populer untuk kaum bangsawan Aztec dan Maya, meskipun hal ini dilakukan sebagai bagian dari ritual darah dan tindik yang tidak bersifat permanen (Wales and Sanger, 2007).

Suku Indian melakukan body piercing dengan cara mengantungkan kait besi di bagian dada. Ritual yang disebut OKIPA ini diperuntukan bagi lelaki yang akan diangkat menjadi tentara atau panglima perang. Sementara sebuah suku di India melakukan ritual menusuki tubuh dengan jarum yang panjangnya bisa mencapai sekitar satu meter untuk menghormati dewa. Ritual bernama Kavandi ini biasanya digelar setiap Februari (Wales and Sanger, 2007).

(42)

tinggi status sosialnya di masyarakat. Model primitif inilah yang akhirnya banyak ditiru komunitas tindik di dunia (Wales and Sanger, 2007).

b. Pengertian Tindik

Piercing atau tindik merupakan salah satu bentuk modifikasi tubuh yang bertujuan memakai perhiasan. Tindik dapat pula berarti kegiatan penindikan tubuh atau menindik bagian tubuh yang terbuka. Beberapa orang melakukan penindikan dengan alasan agama maupun budaya, sedangkan di masa modern ini, khususnya dunia Barat, tindik dilakukan karena alasan keyakinan, hiasan semata, atau tujuan seksual (Wales and Sanger, 2007).

(43)

c. Metode Dalam Tindik

Tindik dapat dilakukan dalam beberapa cara diantaranya adalah:

1. Cara Sederhana

Dahulu, seseorang yang ingin menindik tubuhnya menggunakan alat yang tajam, seperti jarum. Jarum dipanaskan dan ditusuk ke bagian tubuh yang ingin ditindik (biasanya telinga).

2. Cara Medis

Menggunakan jarum khusus untuk melubangi bagian tubuh yang ingin ditindik. Biasanya tenaga medis mencari rongga kosong diantara fistula, keadaan abnormal suatu jaringan yang diantara dua epithelium (jaringan kulit).

3. Metode cannula

Metode ini juga digunakan oleh tenaga medis. Biasanya memasukkan sejenis tabung ke bagian tubuh yang akan ditindik. Cara kerjanya seperti chateter.

4. Pistol Tindik

(44)

C. Pandangan Masyarakat Terhadap Tindik

Tindik secara umum meningkat sebagai budaya yang populer lebih dari 30 tahun terakhir (Featherstone; Sweetman dalam Carroll & Anderson, 2002). Selama 20 tahun terakhir, modifikasi tubuh seperti tindik dianggap sebagai suatu ciri-ciri penyimpangan, namun seiring dengan berjalannya waktu, tindik juga sudah mulai disaring sebagai budaya (Hewitt dalam Krell, 2003). Modifikasi tubuh telah berubah dari suatu hal yang pernah dianggap tabu menjadi suatu bentuk seni yang diterima masyarakat (DeMello dalam Krell, 2003).

Beberapa orang menganggap menindik atau ditindik sebagai kegiatan spritual, kadang-kadang dianggap sebagai ‘orang primitif’ yang modern, sedangkan beberapa orang menganggap pandangan ini sebagai suatu ejekan ataupun sebagai trend tersendiri. Beberapa orang menganggap tindik sebagai bentuk artistik atau ekspresi diri.

(45)

Adanya anggapan negatif masyarakat tentang tindik dan adanya larangan bagi penganut agama tertentu semakin menyempurnakan image tindik sebagai sesuatu yang dilarang. Oleh karena itu, memiliki tindik dianggap sama dengan memberontak terhadap nilai-nilai sosial dan nilai-nilai agama yang ada (Liputan 6, 2006).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun tindik sudah mulai diterima, namun tetap ada stereotip tentang mereka para pemilik tindik. Mereka sering dianggap sebagai orang yang menyimpang, pemberontak, tidak bertanggungjawab, bahkan seorang penjahat, yang menentang nilai-nilai sosial dan nilai-nilai agama yang ada di masyarakat.

D. Hubungan Harga Diri Remaja Dengan Tindik

Dalam kehidupan, harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting bagi setiap individu. Harga diri ditentukan sebagian besar oleh pandangan orang lain/masyarakat terhadap individu. Hal ini berarti harga diri dipengaruhi oleh adanya penghargaan, pengertian, penerimaan dan perlakuan orang lain terhadap diri individu serta prestasi yang dicapai di lingkungan dimana individu bergaul, baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial.

(46)

keinginannya sendiri. Masyarakat sering menganggap bahwa orang yang melakukan modifikasi tubuh, seperti tindik, merupakan pemberontak, tidak

bertanggungjawab, bodoh bahkan penjahat. Adanya anggapan negatif masyarakat tentang tindik dan adanya larangan bagi

penganut agama tertentu, semakin menyempurnakan image tindik sebagai sesuatu yang dilarang. Oleh karena itu, memiliki tindik dianggap sama dengan memberontak terhadap nilai-nilai sosial dan nilai-nilai agama yang ada.

Pada masa remaja, harga diri memegang peran yang sangat penting dalam tingkah laku remaja dalam usahanya memenuhi kebutuhan psikologisnya. Pada masa remaja pembentukan harga diri sedang berada pada tahap yang krisis karena pada masa ini remaja mulai memiliki kebutuhan untuk mencari jati dirinya dan kepercayaan dirinya. Remaja dengan penghargaan diri rendah melihat diri mereka tidak berharga daripada orang lain. Modifikasi tubuh, seperti tindik, dianggap mampu meningkatkan harga diri seseorang karena setelah melakukan tindik individu memiliki evaluasi yang lebih baik mengenai dirinya sendiri, sehingga akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi pula yang akhirnya akan berpengaruh terhadap kehidupan pribadinya (Twyman, 2001). Menurut Kesler (dalam Setyaningsih, 1992) jika remaja merasa dirinya penting dan menarik, maka remaja tersebut akan memiliki harga diri yang tinggi.

(47)

bertindik cenderung menempatkan diri mereka sebagai orang yang lebih menarik, mandiri, kreatif dan hal positif lainnya (Drews, Allison, & Probst dalam Twyman, 2001). Namun dengan adanya pandangan dan anggapan negatif dari masyarakat terhadap remaja yang bertindik, pada akhirnya cukup mempengaruhi penilaian remaja tersebut tentang diri mereka sendiri. Hal ini dikarenakan pembentukan harga diri sangat dipengaruhi oleh pandangan orang lain/masyarakat terhadap individu. Sedangkan bagi remaja yang tidak bertindik, mereka cenderung tidak mendapatkan penilaian yang negatif tentang penampilan mereka oleh masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu peneliti ingin melihat seberapa tinggi harga diri para remaja yang bertindik dibandingkan dengan remaja yang tidak bertindik apabila dikaitkan dengan adanya stereotip masyarakat.

Skema 1

Skema 2

Remaja bertindik

Merasa diri lebih menarik, mandiri, kreatif, dan hal positif lainnya.

Harga Diri Positif

Mendapatkan pandangan atau penilaian negatif dari

masyarakat

(48)

Paparan di atas menunjukkan bahwa harga diri yang dimiliki seseorang sangat penting dalam kehidupan, apalagi pada masa remaja karena harga diri akan menentukan perilaku remaja di masa yang akan datang. Dengan adanya harga diri, seseorang akan mempunyai kepercayaan diri untuk menentukan pilihan dan mengatasi rintangan untuk mencapai kesuksesan dalam hidupnya.

E. Hipotesis

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif, yaitu penelitian yang

bertujuan untuk melihat perbedaan dengan cara membandingkan tingkat harga

diri (sebagai variabel tergantung) antara remaja laki-laki yang bertindik dan

remaja laki-laki yang tidak bertindik (sebagai variabel bebas).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Tergantung : Tingkat harga diri

2. Variabel Bebas : Kepemilikan tindik

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional penelitian ini akan memberikan batasan atau arti

dari suatu variabel yang bersangkutan, agar tidak diartikan dengan maksud

yang berbeda.

1. Harga Diri

Harga diri dalam penelitian ini adalah hasil evaluasi individu

terhadap dirinya sendiri, yang mengacu kepada penilaian diri yang

(50)

mencapai prestasi (competence). Berikut penjelasan tentang aspek-aspek tersebut:

a. Kekuasaan

Kekuasaan akan tampak apabila orang lain menghargai,

mempertimbangkan hak dan pendapat orang tersebut.

b. Rasa Keberartian

Rasa keberartian ditandai dengan sikap hangat, responsif, dan

minat orang lain terhadap individu.

c. Kepemilikan Moral dan Etik

Indikator positif yang tampak adalah perilaku yang tidak

agresif, tidak mencuri, ketaatan berdoa dan kepatuhan, serta hormat

kepada orang tua.

d. Kompetensi

Kompetensi akan tampak sebagai perilaku spontan serta

kemandirian yang memberikan perasaan berharga terhadap segala

sesuatu yang dilakukannya.

Harga diri akan diungkap melalui skala tingkat harga diri yang

disusun oleh peneliti sendiri dengan mengacu pada indikator harga diri

yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967). Semakin tinggi skor total

yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat harga diri seorang remaja dan

semakin rendah skor total yang diperoleh maka semakin rendah pula harga

(51)

2. Kepemilikan Tindik

Remaja laki-laki yang memiliki tindik dan remaja laki-laki tidak

memiliki tindik sama sekali.

D. Subyek Penelitian

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah para remaja

berusia 18-21 tahun (Monks, 2001). Sampel penelitian diambil secara

purposive sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan ciri-ciri yang sudah ditentukan sebelumnya (Hadi, 1986). Batasan subyek penelitian adalah

remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik. Hal ini dikarenakan

di Yogyakarta remaja laki-laki bertindik belum lazim diterima oleh masyarkat.

E. Metode pengumpulan Data

Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

skala pengukuran tingkat harga diri. Skala tingkat harga diri disusun oleh

peneliti sendiri dengan mengacu pada indikator harga diri yang dikemukakan

oleh Coopersmith (1967).

Data harga diri remaja dilihat dengan menggunakan skala pengukuran

harga diri, dimana komponen di dalamnya mengacu kepada teori Coopersmith

(1967) dengan aspek-aspek :

1. Power (Kekuasaan)

(52)

4. Competence (Kompetensi)

Skala tersebut disusun dengan menggunakan metode rating yang

dijumlahkan (method of summated ratings), yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar

penentuan nilai skalanya (Azwar, 2000). Dalam skala yang menggunakan

metode rating yang dijumlahkan (method of summated ratings) ini subyek diminta untuk merespon pernyataan-pernyataan yang dirumuskan secara

favorable atau unfavorable tentang suatu obyek. Dalam hal ini obyek skala adalah tingkat harga diri.

Pemberian skor dalam skala harga diri ini menggunakan skala Likert.

Jawaban subyek dinyatakan dalam empat kategori, yaitu “Sangat Setuju (SS),

Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS), yang

masing-masing pilihan mencerminkan tingkat harga diri yang ingin diungkapkan.

Penggunaan skala Likert dengan modifikasi ini untuk menghindari adanya

pilihan netral atau ragu-ragu.

Pemberian skor bergantung dari favorable tidaknya suatu butir item yang bergerak dari 1 sampai 4. Kelompok item favorable merupakan item yang mengindikasikan tingkat harga diri tinggi dengan uraian, yaitu sangat

setuju (4), setuju (3), tidak setuju (2) dan sangat tidak setuju (1). Sedangkan

item unfavorable merupakan item yang mengindikasikan tingkat harga diri yang rendah dengan uraian, yaitu sangat setuju (1), setuju (2), tidak setuju (3),

(53)

Tabel 1. Kisi-kisi Sebelum Diujicobakan

No.

Aspek Definisi Contoh Favorable Unfavorable Jumlah

Power Kemampuan

mengontrol dan

mempengaruhi diri

sendiri dan orang

lain.

Significance Rasa keberartian yang ada pada diri

seseorang meliputi

penerimaan,

perhatian dan afeksi

dari orang lain.

Saya populer di

antara

teman-Virtue Penilaian benar dan salah sehingga

individu mampu

bersosialisasi dengan

baik (sesuai dengan

usianya).

Competence Kemampuan

(54)

F. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur tersebut dilakukan untuk mengumpulkan

data-data yang diperlukan dalam menyeleksi aitem-aitem, mana yang memiliki

daya beda dan mana yang tidak memiliki daya beda. Skala tersebut

diujicobakan pada 180 remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak

bertindik berusia antara 18 – 21 tahun. Uji coba alat ukur dilakukan

diberbagai tempat seperti di kampus, studio tattoo dan piercing, dan tempat bilyard pada tanggal 24 Maret hingga 12 April 2008. Dari 180 alat

ukur yang dibagikan, jumlah alat ukur yang datanya dapat diolah adalah

149. 14 alat ukur tidak kembali, sisanya memiliki data yang tidak dapat

diolah karena adanya soal yang dikosongkan atau tidak dijawab dan

beberapa soal yang memiliki 2 jawaban.

2. Estimasi Validitas

Uji validitas alat ukur tersebut adalah dengan menggunakan

validitas isi. Validitas isi di sini menunjukkan sejauhmana aitem-aitem

dalam suatu tes mencakup keseluruhan kawasan isi obyek yang hendak

diukur oleh tes yang bersangkutan (Azwar, 2000). Validitas isi

menandakan bahwa isi alat ukur relevan dan tidak menyimpang dari

batasan tujuan ukur. Validitas isi dilakukan oleh peneliti dengan

mengkonsultasikan alat ukur kepada dosen pembimbing skripsi, sehingga

(55)

aitem-aitem yang tercantum dalam alat ukur telah mencakup keseluruhan isi

obyek yang hendak diukur.

3. Analisis Item

Analisis aitem di sini bertujuan untuk dapat memilih aitem-aitem

yang memiliki daya beda, yaitu dengan nilai r minimal 0,25 (r ≥ 0,25),

sehingga dapat dipakai dalam pengambilan data penelitian (Azwar, 2000).

Aitem yang tidak lolos seleksi atau tidak memiliki daya beda tidak akan

dimasukkan pada skala untuk penelitian.

Aitem-aitem tersebut dianalisis atau diolah dengan program SPSS

13.0. Setelah itu aitem-aitem dipilih berdasarkan hasil analisis reliabilitas

aitem, dengan batas minimal r adalah 0,25, dimana aitem yang kurang dari

0,25 akan gugur karena tidak memiliki daya beda.

Dari hasil analisis, aitem-aitem yang kemudian tidak memenuhi

syarat, yaitu dengan nilai r dibawah 0,25 ada 21 aitem dari total 64 item.

Aitem-aitem tersebut adalah aitem nomor 4, 5, 8, 9, 14, 19, 25, 27, 32, 34,

35, 42, 43, 44, 46, 47, 48, 53, 59, 61 dan 64. Aitem nomor 4, 19, 32, 34,

46, 47, dan 48 adalah aitem yang mengungkap aspek power. Aitem nomor 5, 35, dan 61 adalah aitem yang mengungkap aspek significance. Aitem nomor 8, 9, 25, dan 53 adalah aitem yang mengungkap aspek

(56)

yang gugur (Azwar, 2000). Jadi jumlah aitem yang akan digunakan pada

pengambilan data adalah 43 aitem. Ke-43 item-item tersebut memiliki

nilai korelasi item sebesar 0,279 sampai dengan 0,533. Berikut ini

disertakan tabel kisi-kisi Skala Pengukuran Tingkat Harga Diri.

Tabel 2. Kisi-Kisi Skala Tingkat Harga Diri Setelah Diujicobakan No

Aspek Definisi Favorable Unfavorable Jumlah

Power Kemampuan mengontrol dan

mempengaruhi diri sendiri dan

orang lain.

Significance Rasa keberartian yang ada

pada diri seseorang meliputi

penerimaan, perhatian dan

afeksi dari orang lain.

6, 7, 36, 37, Virtue Penilaian benar dan salah

sehingga individu mampu

bersosialisasi dengan baik

(sesuai dengan usianya). Competence Kemampuan individu dalam

(57)

Jumlah aitem yang sahih sebanyak 43 dengan penyebaran untuk

setiap aspek berkisar antara 9 aitem – 12 aitem. Dengan demikian jumlah

aitem keseluruhan cukup seimbang antara satu aspek dengan aspek

lainnya.

4. Estimasi Reliabilitas

Prosedur skala ini adalah dengan menyajikan skala kepada subyek

hanya satu kali (single-trial administration). Oleh karena itu, pengujian reliabilitas skala tersebut menggunakan koefisien reabilitas alpha, yang

dihitung dengan program SPSS 13.0.

Berdasarkan hasil perhitungan, koefisien reliabilitas alpha yang

dihasilkan adalah 0,916. Pada umumnya, reliabilitas telah dianggap

memuaskan bila koefisiennya mencapai nilai r minimal 0,800 (Azwar,

2000). Hal ini berarti koefisien tersebut termasuk baik dan dianggap

memuaskan, dimana nilai r yang sempurna adalah 1,00. Koefisien ini

menandakan kekonsistenan yang tinggi sehingga alat ukur tersebut

dipercaya mampu mengungkap harga diri remaja yang sesungguhnya.

Data hasil perhitungan mengenai uji reliabilitas dapat dilihat pada

(58)

G. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, sebelum dilakukan pengujian hipotesis

penelitian, dilakukan dulu uji asumsi data sebagai syarat dilakukannya

pengujian hipotesis penelitian. Hal ini bertujuan agar bisa mendapatkan

kesimpulan yang tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Uji asumsi yang

akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas dari program SPSS for windows (Statistical Product and Service Solution) versi 13.00, yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi sebaran variabel bebas

dan tergantung bersifat normal atau tidak.

Metode yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini

adalah uji-t dari program SPSS for windows (Statistical Product and Service Solution) versi 13.00. Uji-t adalah suatu cara untuk membandingkan dua kelompok subyek dengan mencari perbedaan mean antara sifat atau keadaan

atau tingkah laku kedua kelompok tersebut.

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian atau langkah-langkah yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Membuat Skala Pengukuran Tingkat Harga Diri dengan metode rating

yang dijumlahkan (Summated Rating) untuk diujicobakan pada kelompok

uji coba yang memiliki karakteristik yang sama dengan kelompok subyek

(59)

2. Melakukan uji kesahihan butir dan reliabilitas skala untuk mendapatkan

butir yang sahih dan data yang reliabel.

3. Menentukan subyek penelitian sesuai kriteria dan kemudian mengukur

tingkat harga diri dengan cara meminta subyek mengisi skala yang telah

diuji kesahihannya dan kereliabelannya.

4. Menganalisis data yang masuk dengan uji statistik (Independent Sample t

Test), untuk melihat ada tidaknya perbedaan tingkat harga diri antara

remaja yang bertindik dan remaja yang tidak bertindik.

(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

1. Waktu Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 5 Juni - 26 Juni 2008. Peneliti menyebarkan 130 skala, dimana hanya 123 skala yang kembali. Dari 123 skala yang diisi subyek, hanya 120 skala yang dijadikan sebagai hasil penelitian, dengan perincian 60 skala subyek bertindik dan 60 skala subyek tidak bertindik.

2. Cara Pelaksanaan Penelitian

(61)

B. Deskripsi Data Penelitian

Berikut tabel yang berisi data penilaian berdasarkan penghitungan komputerisasi dengan menggunakan SPSS versi 13.0, sehingga dapat diketahui gambaran sekilas dan ringkas dari data yang telah didapat.

Tabel 3. Deskripsi Data Penelitian

Tabel 4. Data Tingkat Harga Diri Berdasarkan Perbedaan Mean Remaja Laki-Laki Yang Bertindik dan Yang Tidak Bertindik

Tindik Tidak Tindik Total

N 60 60 120

Mean 122,73 140 131,37

Std. Deviation 12,599 10,636 14,490

Maximum 147 164 164 Minimum 87 115 87

C. Analisis Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Penelitian

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah diperoleh kemudian dilakukan uji asumsi, yaitu uji normalitas. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil berasal dari sebuah

N 120 Skor Minimum Teoritik 43

Skor Minimum Empirik 87 Skor Maksimum Teoritik 172 Skor Maksimum Empirik 164

Mean Teoritik 107,5

Mean Empirik 131,37

Median 132 Standar Deviasi 14,490

(62)

distribusi normal, dengan mengetahui apakah sebaran skor memenuhi asumsi distribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan teknik Kolomogorov-Smirnov, yang menyatakan bahwa jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05) maka sebarannya normal, tetapi bila nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) maka sebaran skornya tidak normal.

Hasil analisis data dalam penelitian dengan menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov pada SPSS versi 13.0, diperoleh nilai sebesar 0,644 dengan signifikansi sebesar 0,802. Angka ini menunjukkan bahwa penelitian ini dapat dikatakan normal karena nilai p yang dihasilkan lebih besar dari 0,05. Berikut adalah tabel yang memperlihatkan sebagian hasil uji normalitas dengan menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov, data yang lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 5. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Kolmogorov-Smirnov z 0,644 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,802 Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran

Tabel 6. Uji Homogenitas

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

Aitem_Total Based on Mean .654 1 118 .420

Based on Median .591 1 118 .444 Based on Median and with

adjusted df .591 1 111.216 .444 Based on trimmed mean .617 1 118 .434

(63)

2. Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dengan remaja laki-laki yang tidak bertindik”.

Untuk menguji hipotesis tersebut, peneliti menggunakan independent sample t test yang dihitung menggunakan program SPSS 13.0. Hipotesis diterima jika nilai probablilitasnya lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) dan akan ditolak jika nilai probabilitasnya lebih besar dari 0.05 (p>0.05). Dengan nilai t sebesar 8,112 serta nilai p sebesar 0,00 (p< 0,05 atau taraf signifikansi sebesar 5%) maka dugaan bahwa ada perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dengan remaja laki-laki yang tidak bertindik dapat terbukti. Oleh karena itu hipotesis yang berbunyi “ada perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dengan remaja laki-laki yang tidak bertindik” dapat diterima. Berikut ini disertakan tabel ringkasan hasil uji t.

Tabel 7. Tabel Ringkasan Hasil Uji t

t df Sig. (2 tailed) Tindik – Tidak Tindik 8,112 118 0,00

(64)

bertindik dan yang tidak bertindik. Oleh karena itu peneliti melakukan uji t pada masing-masing aspek.

Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji t Berdasarkan Aspek Harga Diri

Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 9. Ringkasan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Per Aspek Uji Normalitas Uji Homogenitas No Aspek

2 Significance .974 .299 .800

3 Virtue .924 .360 .382

4 Competence .780 .578 .679

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada setiap aspek power, significance, virtue dan competence terdapat perbedaan tingkat harga diri antara subyek yang bertindik dan yang tidak bertindik.

D. Pembahasan

(65)

hipotesis yang berbunyi “ada perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dengan remaja laki-laki-laki-laki yang tidak bertindik” dapat diterima.

Hasil mean pada tingkat harga diri remaja laki-laki yang tidak bertindik (140) lebih besar daripada mean pada tingkat harga diri remaja laki-laki yang bertindik (122,73). Hal ini membuktikan bahwa remaja laki-laki-laki-laki yang tidak bertindik memiliki tingkat harga diri yang lebih tinggi.

Harga diri adalah evaluasi seseorang secara global terhadap dirinya sendiri dan tingkah lakunya, baik itu evaluasi positif maupun evaluasi negatif, terhadap kemampuan, keberhasilan, penerimaan serta perhatian orang lain terhadap individu yang berasal dari interaksi individu dengan orang lain.

Kenyataan tersebut didukung pula dengan data dari hasil uji t pada setiap aspek harga diri. Dari hasil uji hipotesa keempat aspek harga diri, dapat dilihat bahwa semua nilai mean aspek-aspek harga diri remaja laki-laki tidak bertindik lebih tinggi daripada remaja laki-laki yang bertindik. Saat nilai mean keempat aspek tinggi, maka individu tersebut memiliki harga diri yang tinggi. Hal ini dengan jelas berarti bahwa harga diri remaja laki-laki tidak bertindik lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki bertindik.

(66)

Tindik seringkali mendapatkan pencitraan negatif oleh sebagian masyarakat. Hal ini dikarenakan ada sebagian dari para pemilik tindik ini memiliki penampilan yang cenderung “menyeramkan” sehingga seringkali dikaitkan dengan perilaku anarkis, brutal, pembuat onar, dan bertindak sesuai keinginannya sendiri.

Dari keempat aspek harga diri yang diuji, hasil uji t pada aspek virtue memiliki nilai t paling tinggi dibandingkan aspek-aspek lain, yaitu sebesar 8,404 dengan nilai p sebesar 0,00 (p<0,05). Melihat hasil ini mereka dengan tindik tubuh dianggap cenderung berperilaku lebih agresif dibandingkan mereka tanpa tindik tubuh. Hal ini juga didukung oleh penelitian Forbes (dalam Krell, 2003) yang menunjukkan bahwa para pelaku modifikasi tubuh, khususnya tindik dan tattoo, mengaku sering mengambil bagian dalam perilaku-perilaku beresiko lainnya dibandingkan mereka yang tidak memodifikasi tubuhnya.

(67)

1998). Perkembangan harga diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah psikologis individu, lingkungan keluarga, lingkungan sosial, serta kondisi fisik seseorang. Dengan demikian skema yang dipilih dalam penelitian ini adalah skema 2, yaitu remaja yang bertindik akan memiliki harga diri negatif ketika mendapatkan penilaian negatif dari masyarakat sekitar.

(68)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki yang bertindik dengan remaja laki yang tidak bertindik. Remaja laki-laki tidak bertindik memiliki tingkat harga diri yang lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki yang bertindik. Hal ini dapat dilihat pada hasil uji t yang memiliki nilai signifikansi sebesar 0,00, yang lebih kecil dari 0,05 (0,00<0,05). Dari keempat aspek yang mendasari harga diri, semua aspek menunjukkan perbedaan.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan tingkat harga diri remaja laki-laki yang bertindik dan yang tidak bertindik, maka saran yang dapat disampaikan :

1. Bagi Subyek

(69)

2. Bagi orang tua

Untuk para orang tua sebaiknya mencoba mengerti dengan perubahan sikap dan kebutuhan para remaja yang sedang berada dalam usaha untuk mencari identitas dirinya. Adanya stereotip masyarakat jangan ikut mempengaruhi penilaian orang tua, melainkan bisa dijadikan sebagai semangat agar mendorong anak mereka tetap berprestasi dan selalu bersikap baik.

3. Bagi Masyarkat

(70)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung: PT Refiika Aditama.

Azwar, S. 1995. Sikap Manusia: Teori dan Pengkurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Azwar, S. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Azwar, S. 2000. Reliabilitas dan Validitas. Edisi Kelima. Yogyakarta:Pustaka Pelajar Offset.

Bachman, J.G. & O’Malley, P.M. 1977. Self Esteem in Young Men : A Longitudinanl Ananlysis of the impact of Education and Occupational Attainment. Journal of Personality & Social Psychology. Volume 55.p.365-379.

Berne, Patricia H & Savary, Louis M, 1988. Membangun Harga Diri Anak. Yogyakarta: Kanisius.

Bhrem, S.S., Kassin, S.M. 1996. Social Psychology 2nd ed, Boston: Houghton Mifflin Company.

Branden, N. 1998. A woman’s Self-Esteem, San Fransisco, California: Jossey-Bass Publishers

Carroll, L. & Anderson, R. 2002. Body Piercing, Tattooing Self-Esteem, and Body Investment in Adolescent Girls. Adolescence Journal, Vol. 37. Diunduh 8 Maret 2008, dari http://www.questia.com.

Clemes, Harris, Ph. D. dan Reynold Bean, Ed. M. 2001. Membangkitkan Harga Diri Anak. Jakarta : Penerbit Mitra Utama.

Coopersmith, S. 1967. The Antecendent of Self Esteem. San Fransisco: W.H: Freeman & Company.

Elkins, Dr. Dov Peretz. 1979. Self Concept Sourcebook : Ideas and Activities for Building Self Esteem. New York : Growth Associates.

(71)

Goble, Frank. G. 1987. (Ab. Dr. A. Supratiknya) Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Yogyakarta: Kanisius.

Hadi, S. 1986. Statistik Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit Andi

Hamachek, D. 1987. Encounters With Self (3rd Edition). Holt, Rhinehart and Winston Inc. Fort Worth.

Hatfield, E. & Sprecher, S. 1986. Mirror, Mirror: The Importance of Looks in Everyday Life. Albany, New York: State University of New York Press. Hewitt, K. 1997. Mutilating the Body: Identity in Blood and Ink. Bowling green,

OH: Bowling Green State University Popular Press.

Huffman, Karen; Mark Vernoy and Judith Vernoy. 1997. Psychology in Action. USA : John Wiley & Sons, Inc.

Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

Krell, Lindsay A. 2003. The Relationship Between Body Modification and GPA. Department of Psychology Loyola University New Orleans. Diunduh 8 Maret 2008, dari http://clearinghouse.missouriwestern.edu.

Koeswara, F. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung : Eresco.

Monks, F.J., Knoers, A.M.P., dan Haditono, S. R. 2001. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Myers, D.G. 1999. Social Psycology, International Edition, New York: Mc Graw Hill, Inc.

Page, Dr. Andrew and Cindy Page. 2000. Kiat meningkatkan Harga Diri Anda. Jakarta : Arcan

Pettijohn, T.F. 1992. Psychology a Concise Introduction 3rd ed, The Dushkin Publishing Group, Inc.

Santrock, J.W. 1998. Life-Span Development. Sixth Edition, Texas: Brown & Benchmark Publishers.

(72)

Taylor, Shelley E.; Letitia Anne Peplau and David O. Sears. 2000. Social Psychology. USA : Prentice Hall International, Inc.

Tjahjono, Evy. 1998. Harga Diri yang Rendah. Jurnal ANIMA vol.XIII-No. 52 Juli-September 1998.

Triton, P.B. 2006. SPSS 13.0 Terapan: Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta: Penebit Andi.

Twyman, Shelly L. 2001. The Effect of Low Self-Esteem On Body Alterations. Department of Psychology Missouri Western State University. Diunduh 8 Maret 2008, dari http://clearinghouse.missouriwestern.edu.

Body Modification. Wikipedia. Diunduh 8 Maret 2008, dari http://en.wikipedia.org.

(73)
(74)

A. Tabulasi Data Aitem

1. Uji Coba (Tryout)

(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)

Hasil Penelitian Non-Piercing

Aitem Subyek

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

41 4 4 4 4 4 4 4 3 4 1

42 3 3 3 4 3 3 3 3 3 2

43 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3

44 4 3 2 3 3 2 2 1 4 4

45 3 3 3 4 3 3 4 4 4 3

46 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4

47 3 3 3 3 3 4 3 3 3 1

48 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4

49 3 2 3 2 2 3 4 3 4 1

50 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2

51 4 3 3 2 3 4 3 3 4 4

52 3 3 3 3 3 4 3 3 3 2

53 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3

54 3 2 3 4 2 4 4 2 2 3

55 4 4 4 4 4 2 4 3 4 2

56 3 3 3 4 3 2 1 3 4 1

57 3 3 3 4 3 3 3 2 3 3

58 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2

59 4 3 3 4 3 2 2 3 4 3

(105)
(106)

Hasil Penelitian Non-Piercing

Aitem Subyek

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

41 3 4 4 4 3 2 4 4 4 3

42 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3

43 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3

44 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3

45 2 3 1 3 2 2 3 4 4 4

46 2 2 3 4 3 4 2 4 4 3

47 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3

48 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4

49 3 1 4 3 2 4 4 4 4 2

50 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3

51 3 2 4 4 4 3 3 3 4 4

52 2 2 3 4 4 2 3 3 3 3

53 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3

54 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2

55 3 4 3 4 4 4 3 2 4 3

56 1 2 3 4 3 2 2 2 4 3

57 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3

58 3 4 2 3 3 3 3 4 4 3

59 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2

(107)

Gambar

Tabel 1. Kisi-Kisi Skala Tingkat Harga Diri Sebelum Diujicobakan..................35
Tabel 2.  Kisi-Kisi Skala Tingkat Harga Diri Setelah Diujicobakan  No
Tabel 3.  Deskripsi Data Penelitian
Tabel 5.  Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
+3

Referensi

Dokumen terkait

Majelis Jemaat (MJ) telah merekomendasikan kepada Session/Board of Management (BOM) ORPC untuk kelanjutan proses pemanggilan Pdt. Martianus Zega sebagai calon Pengerja di GPO

Jenis elektroda ini adalah jenis elektroda selaput selulosa yang dapat dipakai untuk pengelasan dengan penembusan yang dalam. Pengelasan dapat pada segala posisi dan terak yang

Jika ditemukan, selanjutnya adalah proses penetasan telur yaitu dengan cara kertas saring yang berisi telur, dipindahkan ke nampan plastik yang berukuran 20 x 30 cm atau 30 x

Praktik mengajar merupakan pokok dalam pelaksanaan PPL. Praktikan terlibat langsung dalam proses pelaksanaan belajar mengajar di kelas dengan tujuan praktikan

Pada tracer tahun 2014 lulusan Prodi Ekonomi Pembangunan yang mendapatkan pelayanan akademik dalam komponen keterlaksanaan ujian yang memuaskan (baik dan

Ruang lingkupnya adalah instalasi dan konfigurasi VoIP server Asterisk dengan protokol SIP menggunakan koneksi jaringan lokal (LAN) internet (WAN) dan PSTN, perancangan

“Derajat Depresi Ibu Hamil “ Tanpa Masalah dalam Perkawinannya” Primigravida, Trimester III , di Puskesmas Jagir Surabaya Selama Bulan Agustus 2014” Skripsi Sarjana Strata

disebabkan oleh turunnya rata-rata penjualan diikuti dengan lebih besarnya rata- rata total asset. Turunnya penjualan diduga karena produksi yang dilakukan terlalu.. rendah