• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebiasaan minum tuak dan konsep diri siswa studi deskripsi terhadap siswa/i SMA N 6 Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebiasaan minum tuak dan konsep diri siswa studi deskripsi terhadap siswa/i SMA N 6 Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KEBIASAAN MINUM TUAK DAN KONSEP DIRI SISWA

STUDI DESKRIPSI TERHADAP SISWA/I SMA NEGERI 6 SENDAWAR KALIMANTAN TIMUR

TAHUN AJARAN 2013/2014 Eva Agustha Sifra Uan Universitas Sanata Dharma, 2013

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebiasaan minum tuak siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014, bagaimana deskripsi konsep diri siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 berkaitan dengan kebiasaan minum tuak, untuk mengetahui perbedaan konsep diri antara siswa peminum tuak dan bukan peminum tuak serta mengetahui perbedaan konsep diri antara siswa pendatang dengan siswa asli.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Populasi penelitian adalah seluruh siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2012/2013 yang berjumlah 123 siswa dengan perincian siswa asli sebanyak 116 siswa dan siswa pendatang 7 siswa. Pertanyaan yang secara khusus dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana kebiasaan minum tuak siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014, bagaimana deskripsi konsep diri siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 berkaitan dengan kebiasaan minum tuak, apakah ada perbedaan konsep diri antara siswa peminum tuak dan bukan peminum tuak dan apakah ada perbedaan konsep diri antara siswa pendatang dengan siswa asli. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti. Kuesioner ini memiliki 37 butir pernyataan yang mengungkapkan tiga aspek konsep diri, yaitu (1) pengetahuan; (2) harapan dan (3) penilaian. Teknik analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui tabel, perhitungan mean, standar deviasi serta pengkategorisasian. Konsep diri siswa dikategorikan menjadi lima kategori, yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 mempunyai kebiasan minum tuak yang tergolong sedang (56,10%), sebagian besar siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 mempunyai konsep diri tinggi (40,65%), tidak ada perbedaan konsep diri antara siswa peminum tuak dengan siswa bukan peminum tuak dan tidak ada perbedaan konsep diri antara siswa pendatang dengan siswa asli.

Kata kunci: Konsep Diri, Kebiasaan Minum Tuak

(2)

ABSTRACT

THE HABIT OF DRINKING PALM WINE AND STUDENT SELF-CONCEPT

(DESCRIPTIVE STUDY OF THE STUDENTS AT SMA NEGERI 6 SENDAWAR EAST BORNEO IN 2013/2014 ACADEMY YEAR)

Eva Agustha Sifra Uan Sanata Dharma University, 2013

The purpose of this study is to determine the students’ habit of drinking palm wine at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year, to describe the students’ self-concept at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year related to the habit of drinking palm wine, to know the differences of self-concept between the students who are palm wine drinkers and those who are not, to know the differences of self-concept between newcomer students and native students.

This research is a descriptive study using survey method. The population is all the students at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year consisting 123 students, 116 of which are native students and 7 of which are newcomer students. The questions to be answered in this study is what is the students’ habit of drinking palm wine at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in

2013/2014 academic year, what is the students’ self-concept at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year related to the habit of drinking palm wine, are there any differences between the students who are palm wine drinkers and those who are not and are there any differences between newcomer students and native students. The research instrument is a questionnaire prepared by the researcher herself. The questionnaire has 37 items which reveal three aspects to self-concept, namely (1) knowledge, (2) hope and (3) assessment. The technique of data analysis is using descriptive statistical analysis which includes the presentation of data through tables, the mean calculation, standard deviation and categorization. The students’ self-concept is categorized into five, namely very high, high, medium, low and very low.

The result show that most of the students at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year have the habit of drinking palm wine which is classified as moderate (56.10%), most of the students at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year have a high self-concept (40.65%), there is no difference of self-concept between the students who are palm wine drinkers and those who are not, and there is no difference of self-concept between newcomer students and native students.

(3)

KEBIASAAN MINUM TUAK DAN KONSEP DIRI SISWA

STUDI DESKRIPSI TERHADAP SISWA/I SMA N 6

SENDAWAR

KALIMANTAN TIMUR

TAHUN AJARAN 2013/2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh:

Eva Agustha Sifra Uan NIM: 081114005

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013

(4)
(5)
(6)

MOTO

 

Tuhan Memberikan Ujian Dulu Sebelum Menghadiahkan Sesuatu  yang Sangat Spesial. 

(Merry Riana, “Mimpi Sejuta Dolar”) 

 

Dengan Kuasa Allah yang Giat Bekerja di Dalam Diri Kita,  Allah Dapat Melakukan Jauh Lebih Banyak Daripada Apa yang 

Dapat Kita Minta atau Pikirkan. 

(Efesus 3:10) 

 

 

 

 

 

PERSEMBAHAN

Felix Tingang Muya, almarhum ayahanda ku tercinta

Cresentia Bulan, ibunda ku tersayang

Ita, Asen, Iliq, saudara- saudaraku yang aku banggakan

(7)
(8)
(9)

ABSTRAK

KEBIASAAN MINUM TUAK DAN KONSEP DIRI SISWA

STUDI DESKRIPSI TERHADAP SISWA/I SMA NEGERI 6 SENDAWAR KALIMANTAN TIMUR

TAHUN AJARAN 2013/2014 Eva Agustha Sifra Uan Universitas Sanata Dharma, 2013

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebiasaan minum tuak siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014, bagaimana deskripsi konsep diri siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 berkaitan dengan kebiasaan minum tuak, untuk mengetahui perbedaan konsep diri antara siswa peminum tuak dan bukan peminum tuak serta mengetahui perbedaan konsep diri antara siswa pendatang dengan siswa asli.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Populasi penelitian adalah seluruh siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2012/2013 yang berjumlah 123 siswa dengan perincian siswa asli sebanyak 116 siswa dan siswa pendatang 7 siswa. Pertanyaan yang secara khusus dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana kebiasaan minum tuak siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014, bagaimana deskripsi konsep diri siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 berkaitan dengan kebiasaan minum tuak, apakah ada perbedaan konsep diri antara siswa peminum tuak dan bukan peminum tuak dan apakah ada perbedaan konsep diri antara siswa pendatang dengan siswa asli. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti. Kuesioner ini memiliki 37 butir pernyataan yang mengungkapkan tiga aspek konsep diri, yaitu (1) pengetahuan; (2) harapan dan (3) penilaian. Teknik analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui tabel, perhitungan mean, standar deviasi serta pengkategorisasian. Konsep diri siswa dikategorikan menjadi lima kategori, yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 mempunyai kebiasan minum tuak yang tergolong sedang (56,10%), sebagian besar siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 mempunyai konsep diri tinggi (40,65%), tidak ada perbedaan konsep diri antara siswa peminum tuak dengan siswa bukan peminum tuak dan tidak ada perbedaan konsep diri antara siswa pendatang dengan siswa asli.

Kata kunci: Konsep Diri, Kebiasaan Minum Tuak

(10)

ABSTRACT

THE HABIT OF DRINKING PALM WINE AND STUDENT SELF-CONCEPT

(DESCRIPTIVE STUDY OF THE STUDENTS AT SMA NEGERI 6 SENDAWAR EAST BORNEO IN 2013/2014 ACADEMY YEAR)

Eva Agustha Sifra Uan Sanata Dharma University, 2013

The purpose of this study is to determine the students’ habit of drinking palm wine at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year, to describe the students’ self-concept at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year related to the habit of drinking palm wine, to know the differences of self-concept between the students who are palm wine drinkers and those who are not, to know the differences of self-concept between newcomer students and native students.

This research is a descriptive study using survey method. The population is all the students at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year consisting 123 students, 116 of which are native students and 7 of which are newcomer students. The questions to be answered in this study is what is the students’ habit of drinking palm wine at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year, what is the students’ self-concept at SMA Negeri 6

Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year related to the habit of drinking palm wine, are there any differences between the students who are palm wine drinkers and those who are not and are there any differences between newcomer students and native students. The research instrument is a questionnaire prepared by the researcher herself. The questionnaire has 37 items which reveal three aspects to self-concept, namely (1) knowledge, (2) hope and (3) assessment. The technique of data analysis is using descriptive statistical analysis which includes the presentation of data through tables, the mean calculation, standard deviation and categorization. The students’ self-concept is categorized into five, namely very high, high, medium, low and very low.

The result show that most of the students at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year have the habit of drinking palm wine which is classified as moderate (56.10%), most of the students at SMA Negeri 6

Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year have a high self-concept (40.65%), there is no difference of self-concept between the students who are palm wine drinkers and those who are not, and there is no difference of self-concept between newcomer students and native students.

(11)
(12)
(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vi

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...

(14)

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 2 BAB IV NELITIAN DAN PEMBAHASAN 3 5 6 ... 47

7. Konsep Diri dalam Perspektif Lintas Budaya ... 27

8. Pengaruh Konsep Diri terhadap Perilaku Individu ... 30

B. Budaya 1. Definisi Budaya ... 31

2. Ciri-Ciri Budaya ... 3

3. Kebiasan Minum Tuak ... 32

4. Proses Enkulturasi ... 3

C. Remaja dan Tugas-Tugas Perkembangan 1. Definisi Remaja ... 33

2. Tugas Perkembangan Remaja ... 34

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 3

B. Subjek Penelitian ... 36

C. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 36

D. Teknik Analisis Data ... 39

HASIL PE A. Kebiasaan Minum Tuak Siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 ... 4

B. Konsep Diri Siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 ... 4

C. Perbedaan Konsep Diri antara Siswa Peminum Tuak dan Bukan Peminum Tuak ... 46

D. Perbedaan Konsep Diri antara Siswa Pendatang dan Siswa Asli ... 4

(15)

BAB V

DAFT USTAKA ... 54 KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 51

B. Saran ... 52

AR P LAMPIRAN

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kisi-Kisi Kuesioner Konsep Diri ... 39

Tabel 2 Kriteria Kategori Konsep Diri ... 40

Tabel 3 Kriteria Kategori Kebiasan Minum Tuak ... 41

Tabel 4 Kebiasan Minum Tuak Siswa/i SMA Negeri 6

Sendawar Kalimantan Timur dalam tahun ajaran

2013/2014 ... 44

Tabel 5 Konsep Diri Siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar

Kalimantan Timur dalam tahun ajaran 2013/2014... 45

Tabel 6 Perbedaan Konsep Diri Siswa antara Siswa

Peminum Tuak Dan Bukan Peminum Tuak... 46

Tabel 7 Perbedaan Konsep Diri Siswa antara Siswa

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Kuesioner Kebiasaan Minum Tuak dan Konsep Diri Siswa …….. 56

Lampiran 2 : Tabel Identitas Responden ………. 61

Lampiran 3 : Tabel Tanggapan Responden Tentang Kebiasaan Minum Tuak ……… 64

Lampiran 4 : Tabel Tanggapan Responden Tentang Konsep Diri ………... 67

Lampiran 5 : Tabel Validitas dan Reliabilitas Konsep Diri ………. 75

Lampiran 6 : Tabel T-Test Konsep Diri Siswa Peminum dan Bukan Peminum ……… 81

Lampiran 7 : Tabel T-Test Konsep Diri Siswa Pendatang dan Asli ……… 82

Lampiran 8 : Surat Ijin Uji Coba Alat Penelitian/Ijin Penelitian ………. 83

Lampiran 9 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ……….. 84

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab Pendahuluan ini menguraikan beberapa hal yang berhubungan

dengan latar belakang masalah, perumusan masalah penelitian, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional variabel penelitian.

Latar belakang masalah berisi alasan pemilihan topik. Perumusan masalah

menguraikan tentang pokok permasalahan yang akan dibahas dalam

penelitian. Tujuan penelitian menguraikan tentang tujuan yang akan dicapai

dalam penelitian. Manfaat penelitian menguraikan tentang manfaat dari

penelitian untuk beberapa pihak dan definisi operasional variable penelitian

menguraikan tentang definisi dari variable penelitian yang akan digunakan

dalam penyusunan instrumen.

A. Latar Belakang Masalah

Konsep diri tidak terbentuk secara langsung. Ketika seseorang lahir,

konsep diri belum terbentuk. Hal ini disebabkan seorang bayi belum

mengetahui apapun tentang dunianya, sampai tiba saatnya kedua orang tua

memperkenalkan lingkungan sekitarnya, sehingga dapat mengenali

lingkungan dan dirinya sendiri. Pada umumnya orang tua mengajari anaknya

melalui bahasa, pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan

hubungan interpersonal. Apabila seorang anak membuang sampah pada

(19)

2   

bahwa yang dilakukannya adalah benar. Sebaliknya, apabila seorang anak

membuang sampah bukan pada tempatnya maka dia akan dimarahi. Hal itu

akan membuat anak mengerti bahwa yang dilakukannya salah. Apa yang

diajarkan orang tua mengenai dasar-dasar etika merupakan etika yang berlaku

pada budaya lingkungan. Dasar-dasar mengenai etika tersebut yang akan

tertanam hingga tua nanti dan berpengaruh pada pembentukan konsep diri.

Dengan demikian budaya dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri.

Budaya merupakan suatu kebiasaan cara hidup dari sekelompok orang

yang ada di suatu tempat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya

terbentuk dari unsur-unsur agama, adat istiadat, karya seni, bahasa dan lain

lain. Unsur-unsur tersebut, akan mempengaruhi perkembangan individu dalam

mengenali lingkungannya. Dalam melakukan proses sosialiasi dengan

lingkungannya, individu dibantu oleh pergaulan dengan teman-temannya yang

akan mempengaruhi terbentuknya karakter atau konsep diri. Misalnya,

seorang individu bergaul dengan orang-orang yang religius maka individu

tersebut cenderung akan menjadi orang yang religius, sebaliknya apabila

seorang individu bergaul dengan preman maka individu tersebut cenderung

akan ikut-ikutan menjadi preman.

Kondisi tersebut terjadi melalui pemahaman terhadap norma,

mempelajari etika, belajar dari orang-orang disekitarnya, melakukan kontak

dengan orang lain dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan suatu bukti

bahwa individu baik secara langsung maupun tidak langsung harus terlibat

dengan lingkungannya, dimana lingkungan tersebut pasti memiliki budaya,

(20)

3   

sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya memiliki peranan besar

terbentuknya konsep diri.

Salah satu budaya yang ada di negeri ini adalah budaya minum tuak.

Tuak merupakan minuman tradisional yang berasa pahit dan bisa

memabukkan. Banyak daerah di Indonesia yang masih mempertahankan

tradisi minum tuak sebagai salah satu ciri khas budaya daerah mereka.

Diantaranya, daerah Tuban di Jawa Timur. Di daerah yang berjulukan sebagai

Kota Ronggolawe, Tuak sudah menjadi minuman wajib bagi sebagian

warganya, sehingga kota Tuban dijuluki Kota Tuak. Tuak dari kota Tuban

terbuat dari getah nira yang disadap dari bunga Siwalan atau Lontar

(www.log.viva.co.id).

Daerah lain yang menjadikan minum tuak sebagai budaya adalah suku

Sahu di Jailolo Halmahera Barat. Minuman ini disediakan pada saat menjamu

tamu yang datang ke daerah tersebut dan menjadi minuman wajib bagi tamu

saat mengikuti upacara makan adat. Tuak dari daerah Jailolo Halmahera Barat

diambil dari tangkai pohon Anau yang dimasak selama 6 jam lalu disuling

(www.travel.detik.com).

Kabupaten Sendawar merupakan salah satu kabupaten di Propinsi

Kalimantan Timur. Penelitian ini dilakukan di SMA N 6 yang terletak di desa

Tiong Ohang, kecamatan Long Apari. Sebagai salah satu desa, Tiong Ohang

juga tentunya mempunyai tradisi-tradisi yang menjadi ciri khas daerah

tersebut, yang membuatnya berbeda dengan daerah lain. Tradisi tersebut

(21)

4   

perayaan pernikahan, syukuran atau acara apa saja yang mengungkapkan

rasa suka cita dari pihak atau keluarga yang menyelengggarakan acara pesta.

Minuman tuak dalam acara ini secara sengaja disediakan oleh pihak atau

keluarga yang memiliki hajat bagi semua tamu yang diundang. Minuman

tuak dari daerah kabupaten Sendawar terbuat dari ketan yang difermentasikan

Kebiasaan minum tuak ini sudah berjalan turun temurun, baik oleh orangtua

maupun remaja.

Kebiasaan minum tuak di kabupaten Sendawar sudah menjadi bagian

keseharian dari masyarakat. Hal ini disebabkan karena minum tuak merupakan

salah satu budaya yang sudah ada sejak dulu dan masih berkembang hingga

saat ini. Dalam setiap pesta yang diselenggarakan oleh warga, minuman tuak

selalu ada karena minuman tuak sudah menjadi tradisi atau keharusan, yang

membedakan budaya masyarakat di kabupaten Sendawar dengan masyarakat

di daerah lain.

Menurut survei di lapangan, kebiasaan minum tuak ini merambat

sampai ke sekolah, dimana sebagian siswa ada yang membawa tuak di sekolah

dan meminumnya secara bersama-sama saat istirahat tanpa adanya sanksi

yang tegas dari pihak sekolah. Tentunya kondisi ini menjadi dilema bagi pihak

sekolah, di satu pihak, kebiasan minum tuak sudah menjadi tradisi, di lain

pihak sekolah merupakan tempat belajar dan bukan sebuah pesta. Hal inilah

yang mendorong pihak sekolah sampai saat ini belum memberikan sanksi

yang tegas kepada siswa yang minum tuak di sekolah. Saat ini pihak sekolah

hanya sebatas pada pemberian himbauan kepada siswa untuk tidak melakukan

(22)

5   

hal tersebut di sekolah. Menurut wawancara penulis dengan guru mata

pelajaran, pada umumnya siswa yang minum tuak di sekolah adalah

siswa-siswa yang tergolong siswa-siswa yang kurang menonjol kemampuan akademisnya.

Mereka minum tuak dengan tujuan agar mendapat perhatian dari teman-teman

atau dari guru-guru.

Tradisi minum minuman keras yang seharusnya hanya dilakukan pada

saat acara pesta, tapi dilakukan juga pada saat jam belajar di sekolah,

menunjukkan bahwa tradisi yang merupakan bagian dari budaya diperkirakan

oleh penulis telah mempengaruhi terbentuknya konsep diri siswa, terutama

konsep diri negatif. Hal ini disebabkan oleh lingkungan termasuk orang-orang

di dalamnya telah mengajarkan siswa untuk melakukan tindakan tersebut,

yaitu minum tuak. Tradisi yang telah berjalan bertahun-tahun telah

membentuk karakter siswa, untuk terbiasa dengan hal tersebut, sehingga

lambat laun membentuk konsep diri negatif pada diri siswa. Padahal pada

mulanya tradisi atau kebudayaan tersebut diciptakan untuk membantu

manusia untuk bertahan dan berkembang.

Berdasarkan gambaran tentang konsep diri dan kebiasaan minum tuak

siswa SMAN 6 Sendawar Kalimantan Timur maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai bagaimana deskripsi konsep diri siswa SMA

Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur berkaitan dengan kebiasaan minum

(23)

6   

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut:

1. Bagaimana deskripsi kebiasan minum tuak siswa/i SMA Negeri 6

Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014?

2. Bagaimana deskripsi konsep diri siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar

Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014?

3. Apakah ada perbedaan konsep diri antara siswa SMA Negeri 6 Sendawar

Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 yang peminum tuak dan bukan

peminum tuak?

4. Apakah ada perbedaan konsep diri antara siswa SMA Negeri 6 Sendawar

Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 yang pendatang dan siswa asli?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan kebiasan minum tuak siswa SMA Negeri 6 Sendawar

Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014.

2. Mendeskripsikan konsep diri siswa SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan

Timur tahun ajaran 2013/2014.

3. Mendeskripsikan perbedaan konsep diri antara siswa SMA Negeri 6

Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 yang peminum tuak

dan bukan peminum tuak.

(24)

7   

4. Mendeskripsikan perbedaan konsep diri antara siswa SMA Negeri 6

Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 yang pendatang dan

siswa asli.

D. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat:

1. Teoritis

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya

mahasiswa Bimbingan dan Konseling untuk menambah pengetahuan

terkait pentingnya budaya atas terciptanya konsep diri siswa, sehingga

dapat menjadi bekal untuk menjadi guru pembimbing di sekolah. Selain

itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan agar

dapat memahami adat dan tingkah laku yang berbeda yang dianut yang

berbeda pula dan mengetahui persamaan dan perbedaan dalam fungsi

individu secara psikologis dalam berbagai budaya dan kelompok etnik.

2. Praktis

a. Bagi guru BK

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru BK sebagai bahan

temuan yang dapat dimanfaatkan untuk menyusun program layanan

bimbingan yang mengarah pada bagaimana pemecahan masalah

pembentukan konsep diri riil dan ideal siswa agar sesuai dengan

(25)

8   

b. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat digunakan:

1) Untuk mempraktekkan ilmu yang telah dipelajari di perkuliahan

Program Studi Bimbingan dan Konseling.

2) Untuk berlatih meneliti secara ilmiah informasi yang dapat

dijadikan bekal dalam dunia kerja di bidang bimbingan dan

konseling khususnya di sekolah.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Konsep diri (self-concept) adalah pendapat atau kesan remaja terhadap

dirinya sendiri secara keseluruhan yang mencakup pendapatnya tentang

pengetahuan mengenai dirinya, harapan dirinya di masa depan dan

penilaian terhadap dirinya sendiri.

2. Kebiasaan minum tuak adalah kebiasaan sekelompok orang yang

meminum minuman tradisional yang berasa pahit dan bisa memabukkan

yang terjadi secara turun temurun, dimana kebiasaan ini terbagi menjadi

tiga golongan yaitu tinggi apabila rata-rata meminum tuak lebih dari 6 kali

dalam sebulan, tergolong sedang apabila rata-rata meminum tuak antara

4-6 kali dalam sebulan dan rendah apabila rata-rata meminum tuak kurang

dari 4 kali dalam sebulan.

(26)

9   

3. Ciri-ciri peminum antara lain adalah kehilangan nafsu makan, penurunan

berat badan, pemarah, tidak bisa menghentikan kebiasan minum tuak, dan

mulai jauh dari keluarga. Intensitas atau frekuensi minum tuak rata-rata

4-6 kali dalam sebulan.

4. Ciri-ciri non peminum antara lain adalah optimis, tidak cepat putus asa,

harmonis dengan keluarga, berat badan normal.

5. Siswa pendatang adalah siswa SMAN 6 Sendawar Kalimantan Timur yang

berasal dari daerah di luar kabupaten Sendawar, yaitu suku yang non

Dayak, misalnya suku Jawa, suku Bugis dan lain-lain.

6. Siswa asli adalah siswa SMAN 6 Sendawar Kalimantan Timur yang

berasal dari dalam daerah kabupaten Sendawar, dimana kedua orangtuanya

merupakan penduduk asli daerah tersebut, yaitu suku Dayak Penihing,

(27)

   

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II memaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan landasan

teori. Teori-teori yang dibahas dalam bab II antara lain pengertian konsep diri,

aspek-aspek konsep diri, pengertian budaya, karakteristik budaya, pengertian

remaja dan tugas perkembangan remaja. Teori-teori tersebut digunakan

sebagai bahan rujukan dalam membahas hasil penelitian.

A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

James (1890) dalam Hutagalung (2007: 21), mengemukakan diri (self)

adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri,

bukan hanya tentang tubuh dan keadaan psikisnya sendiri, melainkan juga

tentang anak, istri/suami, rumah, pekerjaan, nenek moyang, teman-teman,

milik, uang dan lain-lain. Diri adalah semua ciri, jenis kelamin,

pengalaman, latar belakang budaya, pendidikan dan sebagainya yang

melekat pada seseorang. Makin dewasa dan makin tinggi kecerdasan

seseorang, makin mampu orang tersebut menggambarkan dirinya sendiri,

makin baik konsep dirinya.

Lebih lanjut dijelaskan oleh James bahwa ada dua jenis diri, yaitu

‘diri’ dan ‘aku’. Diri adalah aku sebagaimana dipersepsikan oleh orang

(28)

 

lain atau diri sebagai objek (objective self), sedangkan Aku adalah inti dari

diri aktif, mengamati, berpikir, dan berkehendak (subjective self: 1).

Dalam perkembangan baik praktik maupun penelitian-penelitian sulit

untuk membedakan kedua diri ini. Oleh karena itu, kedua konsep digabung

ke dalam satu konsep yang lebih menyeluruh, yaitu kepribadian

(Hutagalung, 2007: 21). Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan

bahwa diri merupakan suatu persepsi orang lain tentang diri seseorang

yang meliputi semua aspek, baik dalam dirinya, atau keluarganya dan

semua hal yang berkaitan dengan dirinya.

Calhaoun dan Acocella (1995) dalam Ghufron dan Risnawita (2010:

13), mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran mental diri seseorang.

Hurlock (1979) dalam Ghufron dan Risnawita (2010: 13), mengatakan

bahwa konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai diri sendiri

yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial,

emosional aspiratif, dan prestasi yang mereka capai. Lebih lanjut,

Hurclock (1990) dalam Hutagalung (2007: 22), mengemukakan bahwa

konsep diri dapat dibagi menjadi dua, yaitu konsep diri sebenarnya

merupakan konsep seseorang tentang dirinya yang sebagian besar

ditentukan oleh peran dan hubungannya orang lain serta persepsinya

tentang penilaian orang lain terhadap dirinya, sedangkan konsep diri ideal

merupakan gambaran seseorang mengenai keterampilan dan kepribadian

(29)

12   

Burn (1993) dalam Ghufron dan Risnawita (2010: 13), mendefinisikan

konsep diri sebagai kesan terhadap diri sendiri secara keseluruhan yang

mencakup pendapatnya terhadap diri sendiri, pendapat tentang gambaran

diri di mata orang lain, dan pendapatnya tentang hal-hal yang dicapai.

Konsep diri adalah apa yang dipikirkan dan dirasakan tentang dirinya

sendiri. Ada dua konsep diri, yaitu konsep diri komponen kognitif dan

konsep diri komponen afektif. Komponen kognitif disebut self image dan

komponen afektif disebut self esteem. Komponen kognitif adalah

pengetahuan individu tentang dirinya mencakup pengetahuan “siapa saya”

yang akan memberikan gambaran tentang diri saya. Gambaran ini disebut

citra diri. Sementara itu, komponen afektif merupakan penilaian individu

terhadap dirinya sendiri yang akan membentuk bagaimana penerimaan

terhadap diri dan harga diri individu. Konsep diri merupakan gambaran

yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui

pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan.

Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari

pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri

individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar

yang mempengaruhi tingkat lakunya di kemudian hari (Ghufron dan

Risnawita, 2010: 13).

Fitts (1971) dalam Agustiani (2006: 138) mengemukakan bahwa

konsep diri merupakan aspek penting diri seseorang, karena konsep diri

seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam

(30)

 

berinteraksi dengan lingkungan. Ia menjelaskan konsep diri secara

fenomenologis, dan mengatakan bahwa ketika individu memper-sepsikan

dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta

membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia menunjukkan suatu

kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya

sendiri untuk melihat dirinya seperti yang ia lakukan terhadap dunia di luar

dirinya. Diri secara keseluruhan (total self) seperti yang dialami individu

disebut juga diri fenomenal (Snygg & Combs, 1949, dalam Agustiani,

2006: 139). Diri fenomenal ini adalah diri yang diamati, dialami, dan

dinilai oleh individu sendiri, yaitu diri yang ia sadari. Keseluruhan

kesadaran atau persepsi ini merupakan gambaran tentang diri atau konsep

diri individu. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

konsep diri adalah apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh seseorang

mengenai dirinya sendiri.

Lebih lanjut, Fits juga mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh

kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri

seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah

laku orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan

dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri. Jika seseorang

mempersepsikan dirinya sebagai orang yang inferior dibandingkan dengan

orang lain, walaupun hal ini belum tentu benar, biasanya tingkah laku yang

ia tampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang dipersepsinya

(31)

14   

Setiap macam konsep diri mempunyai aspek fisik dan psikologis.

Aspek fisik terdiri dari konsep yang dimiliki individu tentang

penampilannya, kesesuaian dengan seksnya, arti penting tubuhnya dalam

hubungannya dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya

dimata orang lain. Aspek psikologis terdiri dari konsep individu tentang

kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya, dan hubungannya

dengan orang lain.

2. Jenis-Jenis Konsep Diri

Rogers dalam Boeree (2009: 293), membagi konsep diri menjadi dua,

yaitu diri riil (real self) dan diri ideal (ideal self). Diri riil adalah “Anda”

sebagaimana adanya jika segala sesuatunya berjalan dengan baik,

sedangkan diri ideal adalah sesuatu yang tidak riil, sesuatu yang tidak akan

pernah dicapai, standar-standar yang tidak akan pernah kita penuhi.

Dengan kata lain diri riil adalah apa yang dirasakan oleh seseorang tentang

dirinya, sedangkan diri ideal adalah apa yang seharusnya dirasakan oleh

seseorang tentang dirinya.

Konsep diri menurut Calhoun dan Acocella (1995) dalam Ghufron

dan Risnawita (2010: 19), dibagi menjadi konsep diri positif dan konsep

diri negatif. Konsep diri negatif dibagi dua jenis. Pertama, yaitu pandangan

terhadap seseorang terhadap dirinya tidak teratur, tidak memiliki

kestabilan, dan keutuhan diri. Kondisi seperti ini acapkali terjadi pada

remaja. Namun, tidak menutup kemungkinan terjadi pada orang dewasa.

(32)

 

Pada orang dewasa hal ini dapat terjadi karena ketidakmampuan

menyesuaikan diri. Kedua, kebalikan yang pertama, yaitu konsep diri yang

terlalu stabil dan terlalu teratur alias kaku. Hal ini karena pola asuh dan

didikan yang sangat keras.

Konsep diri yang positif adalah penerimaan yang mengarahkan

individu ke arah sifat yang rendah hati, dermawan, dan tidak egois. Jadi,

orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah

fakta yang bermacam-macam tentang dirinya sendiri baik yang merupakan

kekurangan maupun kelebihan.

3. Aspek-Aspek Konsep Diri

Calhoun dan Acocella (1995) dalam Ghufron dan Risnawita (2010:

17), mengatakan konsep diri terdiri dari tiga aspek, yaitu:

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya.

Individu di dalam benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan

dirinya, kelengkapan atau kekurangan fisik, usia, jenis kelamin,

kebangsaan, suku, pekerjaan, agama, dan lain-lain. Pengetahuan

tentang diri juga berasal dari kelompok sosial yang diidentifikasikan

oleh individu tersebut. Julukan ini juga dapat berganti setiap saat

sepanjang individu mengidentifikasian diri terhadap suatu kelompok

tertentu, maka kelompok tersebut memberikan informasi lain yang

(33)

16   

b. Harapan

Pada saat-saat tertentu, seseorang mempunyai aspek pandangan

tentang dirinya. Individu juga mempunyai satu aspek pandangan

tentang kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan. Pendeknya,

individu mempunyai harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri

yang ideal. Diri yang ideal sangat berbeda pada masing-masing

individu. Seseorang mungkin akan lebih ideal jika dia berdiri di atas

podium berorasi dengan penuh semangat. Dihadapannya banyak orang

antusiasi mendengarkan setiap kata yang diucapkannya sambil sesekali

meneriakkan semacam yel-yel. Sementara itu, bagi yang lain merasa

sebagai diri yang ideal jika dia merenung dan menulis di rumah dengan

menghasilkan suatu karya tulis yang dapat dibaca setiap orang.

c. Penilaian

Di dalam penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang

dirinya sendiri. Apakah bertentangan dengan “siapakah saya”,

pengharapan bagi individu; “seharusnya saya menjadi apa”, standar

bagi individu. Hasil penilaian tersebut disebut harga diri. Semakin

tidak sesuai antara harapan dan standar diri, maka akan semakin

rendah harga diri seseorang.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek

konsep diri terdiri atas pengetahuan, harapan dan penilaian.

(34)

 

4. Dimensi-Dimensi Konsep Diri

Fitts (1971) dalam Agustiani (2006: 139), membagi konsep diri dalam

dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut:

a. Dimensi Internal

Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal

(internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu

yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri

berdasarkan kondisi dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk:

1) Diri Identitas (identity self)

Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada

konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, “Siapakah saya?”

Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol

yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang

bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun

identitasnya, misalnya “Saya Ita”. Kemudian dengan

bertambahnya usai dan interaksi dengan lingkungannya,

pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah, sehingga ia

dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan hal-hal yang

lebih kompleks, seperti “Saya pintar tetapi terlalu gemuk” dan

sebagainya.

Pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah,

(35)

18   

hal-hal yang lebih kompleks, seperti “Saya pintar tetapi terlalu

gemuk” dan sebagainya.

2) Diri Perilaku (behavioral self)

Diri perilaku merupakan persepsi individu tentang tingkah

lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang

dilakukan oleh diri”. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan

diri identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya

keserasian antara diri identitas dengan diri perilakunya, sehingga

ia dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas

maupun diri sebagai perilaku. Kaitan dari keduanya dapat dilihat

pada diri sebagai penilai.

3) Diri Penilai (judging self)

Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan

evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator)

antara diri identitas dan diri perilaku.

Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang

dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-label yang dikenakan

pada dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya,

tetapi juga sarat dengan nilai-nilai. Selanjutnya, penilaian ini lebih

berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya.

Diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya

atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Kepuasan diri

yang rendah akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang

(36)

 

rendah pula dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang

mendasar pada dirinya. Sebaliknya, bagi individu yang memiliki

kepuasan memungkinkan individu yang bersangkutan untuk

melupakan keadaan dirinya dan memfokuskan energi serta

perhatiannya ke luar diri, dan pada akhirnya dapat berfungsi lebih

konstruktif.

Ketiga bagian internal ini mempunyai peranan yang

berbeda-beda, namun saling melengkapi dan berinteraksi membentuk suatu

diri yang utuh dan menyeluruh.

b. Dimensi Ekternal

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan

aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar

dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang

berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama, dan sebagainya. Namun,

dimensi yang dikemukakan oleh Fitts adalah dimensi eksternal yang

bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk,

yaitu:

1) Diri Fisik (physical self)

Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan

dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang

mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek,

menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuh (tinggi, pendek,

(37)

20   

2) Diri etika-moral (moral-ethical self)

Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat

dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini

menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan

Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan

nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan

buruk.

3) Diri Pribadi (personal self)

Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang

keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik

atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh

mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana

ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.

4) Diri Keluarga (family self)

Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang

dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini

menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap

dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun

fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga.

5) Diri Sosial (social self)

Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya

dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.

(38)

 

Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam

dimensi eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya

dengan orang lain. Seseorang tidak dapat begitu saja menilai bahwa ie

memiliki fisik yang baik tanpa adanya reaksi dari orang lain yang

memperlihatkan bahwa secara fisik ia memang menarik. Demikian pula

seseorang tidak dapat mengatakan bahwa ia memiliki diri pribadi yang

baik tanpa adanya tanggapan atau reaksi orang lain di sekitarnya yang

menunjukkan bahwa ia memang memiliki pribadi yang baik.

Seluruh bagian diri ini, baik internal maupun eksternal, saling

berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan yang utuh untuk menjelaskan

hubungan antara dimensi internal dan dimensi eksternal, Fitts dalam

Agustiani (2006: 142), mengemukakan suatu analogi dengan

mengumpamakan diri secara keseluruhan sebagai sebuah jeruk, yang dapat

dipotong secara horizontal maupun vertikal. Potongan yang diperoleh

dengan cara horizontal akan tampak berbeda dari yang dipotong secara

vertikal, walaupun keduanya merupakan bagian dari suatu keseluruhan

yang sama. Jika bagian-bagian internal dianggap sebagai lapisan-lapisan

yang membentuk jeruk tersebut, maka diri identitas merupakan bagian

yang paling dalam, diri tingkah laku merupakan kulit luar, dan diri

penerimaan diri eksternal dapat diumpamakan sebagai bagian-bagian

vertikal dari jeruk itu. Masing-masing merupakan bagian lain, dan semua

bagian ini turut menentukan bentuk dan struktur jeruk tersebut secara

(39)

22   

Bagian-bagian internal dan eksternal tersebut saling berinteraksi satu

sama lain. Sehingga tiga dimensi internal dan lima dimensi eksternal akan

diperoleh lima belas kombinasi yaitu identitas fisik, identitas moral-etik,

identitas pribadi, identitas keluarga, identitas sosial, tingkah laku fisik,

tingkah laku moral-etik, tingkah laku pribadi, tingkah laku keluarga,

tingkah laku sosial, penerimaan fisik, penerimaan moral-etik, penerimaan

pribadi, penerimaan keluarga, dan penerimaan sosial.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri, adalah sebagai

berikut (Hutagalung, 2007: 27):

a. Orang lain

Seseorang mengenal tentang dirinya dengan mengenal orang

lain terlebih dahulu. Konsep diri seorang individu terbentuk dari

bagaimana penilaian orang lain mengenai dirinya. Tidak semua orang

berpengaruh pada diri seseorang. Yang paling berpengaruh adalah

orang-orang yang disebut significant others, yakni orang-orang yang

sangat penting bagi diri seseorang. Ketika kecil, significant others

adalah orang tua dan saudara. Dari merekalah seseorang membentuk

konsep dirinya. Seorang individu akan menilai dirinya positif ketika

yang bersangkutan mendapatkan senyuman, penghargaan, pelukan

ataupun pujian. Sebaliknya seorang akan menilai dirinya negatif jika

memperoleh kecaman, cemoohan ataupun makian. Dalam

(40)

 

perkembangannya, significant others meliputi semua orang yang

memengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan seseorang.

Jika individu telah dewasa, maka yang bersangkutan akan

mencoba untuk menghimpun penilaian semua orang yang pernah

berhubungan dengannya. Konsep ini disebut dengan generalized

others, yaitu pandangan seseorang mengenai dirinya berdasarkan

keseluruhan pandangan orang lain terhadap dirinya.

b. Kelompok acuan (reference group)

Dalam kehidupannya, setiap orang sebagai anggota masyarakat

menjadi anggota berbagai kelompok. Setiap kelompok memiliki

norma-norma sendiri. Diantara kelompok tersebut, ada yang disebut

kelompok acuan, yang membuat individu mengarahkan perilakunya

sesuai dengan norma dan nilai yang dianut kelompok tertentu.

Kelompok inilah yang memengaruhi konsep diri seorang.

Menurut psikologi budaya, suatu kelompok masyarakat dan

kebudayaan merupakan tayangan besar dari kehidupan bersama antara

individu-individu manusia yang bersifat dinamis. Pada masyarakat

yang kompleks memiliki banyak kebudayaan dengan standar perilaku

yang berbeda dan kadangkala bertentangan. Perkembangan

kepribadian individu pada masyarakat ini sering dihadapkan pada

model-model perilaku yang suatu saat diambil saat yang lain disetujui

oleh beberapa kelompok individu, namun dicela oleh kelompok yang

(41)

24   

berkembang akan belajar dari kondisi yang ada, dalam hal ini

kebudayaan yang ada di lingkungan masyarakat tersebut. Misalnya,

seorang anak lahir di daerah yang memiliki kebudayaan minum tuak,

maka dalam perkembangan kepribadiannya, anak tersebut akan

dipengaruhi oleh kondisi masyarakat setempat, yaitu kesukaannya

terhadap minuman jenis tuak.

Menurut psikologi sosial dalam mempelajari diri sendiri, dapat

melalui proses perbandingan sosial dengan orang-orang lain yang

berada di sekitarnya. Bagaimana cara orang-orang dalam

menggambarkan dirinya membuktikan bahwa diri ada suatu konstruksi

sosial dan bahwa kita mendefinisikan diri sendiri sebagian melalui

perbandingan dengan orang lain (Dayakisni dan Hudaniah, 2009: 56).

Dengan demikian, keberadaan orang lain mampu mempengaruhi

seorang individu dalam menggambarkan dirinya.

Fitss (1971) dalam Agustiani (2006: 139), menyebutkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang adalah:

a. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan

perasaan positif dan perasaan berharga.

b. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain

c. Aktualisasi diri atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi

yang sebenarnya.

(42)

 

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri antara lain adalah orang lain,

kelompok acuan, pengalaman, kompetensi dan aktualisasi diri.

6. Karakteristik Konsep Diri a. Konsep diri negatif

Karakteristik konsep diri yang negatif secara umum tercermin

dari keadaan diri sebagai berikut (Hutagalung, 2007: 23):

1) Individu sangat peka dan mempunyai kecenderungan sulit

menerima kritik dari orang lain. Kritik dipandang sebagai

penabsahan lebih lanjut kepada inferioritas mereka.

2) Individu yang mengalami kesulitan dalam berbicara dengan orang

lain. Sikap yang hiperkritis dipergunakan untuk mempertahankan

citra diri yang goyah, dan mengarahkan kembali perhatian kepada

kekurangan dari orang lain daripada kekurangan dirinya sendiri.

3) Individu yang sulit mengakui bahwa ia salah. Terdapat kompleks

penyiksaan di mana kegagalan ditempatkan pada rencana

tersembunyi dari orang lain dan kesalahan ditujukan kepada orang

lain. Dengan kata lain, kelemahan pribadi dan kegagalan diri tidak

mau diakui sebagai bagian dari dirinya sendiri.

4) Individu yang kurang mampu mengungkapkan perasaan dengan

cara wajar. Sering terdapat respons yang berlebihan terhadap

(43)

26   

sekali, dan untuk meningkatkan rasa aman maka individu akan

berupaya keras untuk mendapatkan pujian tersebut.

5) Individu dengan konsep diri negatif berkecenderungan untuk

menunjukkan sikap mengasingkan diri, malu-malu dan tidak ada

minat pada persaingan. Sikap menarik diri dan menolak untuk

berpartisipasi ini merupakan suatu upaya untuk mencegah

inferioritas terpublikasikan secara terbuka sehingga

mengkonfirmasikan apa yang diyakini oleh orang lain mengenai

dirinya.

Calhoun dan Acocella (1995) dalam Ghufron dan Risnawita

(2010: 19), menyebutkan ciri konsep diri yang negatif adalah peka

terhadap kritik, responsif terhadap pujian, punya sikap hiperkritis,

cenderung merasa tidak disukai orang lain, dan pesimistis terhadap

kompetisi.

b. Konsep diri positif

Karakteristik konsep diri yang positif secara umum tercermin

dari keadaan diri sebagai berikut (Hutagalung, 2007: 25):

1) Orang yang terbuka

2) Orang yang tidak mengalami hambatan untuk berbicara dengan

orang lain, bahkan dalam situasi yang masih asing sekalipun,

3) Orang yang cepat tanggap terhadap situasi sekelilinginya.

Calhoun dan Acocella (1995) dalam Ghufron dan Risnawita

(2010: 19), menyebutkan bahwa konsep diri yang positif mempunyai

(44)

 

ciri-ciri yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi

masalah, merasa sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa

malu, sadar bahwa tiap orang mempunyai keragaman perasaan, hasrat,

dan perilaku yang tidak disetujui oleh masyarakat serta mampu

mengembangkan diri karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek

kepribadian yang buruk dan berupaya untuk mengubahnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa orang

yang mempunyai konsep diri positif ditandai dengan ciri-ciri bahwa orang

tersebut merupakan orang yang terbuka, tidak mengalami hambatan untuk

berbicara, orang yang cepat tanggap, yakin terhadap kemampuan sendiri,

merasa sejajar, menerima pujian tanpa rasa malu, hasrat dan mampu

mengembangkan diri. Sedangkan orang yang mempunyai konsep diri

negative mempunyai ciri-ciri sulit menerima kritik, sulit berbicara dengan

orang lain, sulit mengakui bahwa ia salah, kurang mampu mengungkapkan

perasaan, cenderung menunjukkan sikap mengasingkan diri, malu-malu,

tidak mempunyai minat untuk bersaing, merasa tidak dihargai orang lain.

7. Konsep Diri dalam Perspektif Lintas Budaya

Sedikit sekali perhatian dalam penelitian lintas budaya yang meneliti

tentang konsep diri. Namun demikian tidak berarti psikolog dan sosiolog

tidak memiliki pandangan teoritik maupun metodologis tentang masalah

konsep diri dengan pendekatan lintas budaya. Secara teoritis maupun

(45)

28   

Secara teoritis pengertian konsep diri akan memberikan pemahaman

terhadap situasi sosiokultural sehubungan dengan konsep diri para

individu yang ada di masyarakat tersebut. Secara praktis, pada dasarnya

konsep diri memainkan peranan penting dalam berbagai tingkah laku.

Struktur dan isi dari konsep diri baik secara individual dan khususnya

secara kultural dapat dibedakan dengan jelas. Penelitian mengenai konsep

diri bukan hanya secara langsung berhubungan dengan isi dari konsep diri

tetapi juga dengan aspek-aspek lainnya.

Perhatian secara langsung pada isi dari konsep diri, merupakan

keseluruhan dari elemen-elemen kognitif. Konsepsi kognitif tentang

individu adalah tentang dirinya. Pada pada konteks ini perlu memberi

perhatian pada berbagai konsepsi, tetapi juga perlu diperhatikan cara

dimana terjadi saling berhubungannya yang terorganisasikan secara

sistematis. Terdapat indikasi yang cukup memadai bahwa representasi

kognitif dari individu tidak berada didalam dirinya tapi sebagai unit yang

terpisah dari informasi luar tetapi secara menyeluruh saling berhubungan,

hal ini disebut sebagai skema. Dapat dikatakan bahwa berbagai struktur

dalam skema sama seperti gugusan informasi yang saling berhubungan

(Markus, 1977; Pratkanis & Greenwald, 1985 dalam Agustiani, 2006:

145).

(46)

 

Triandis (1989), Baumeister (1986) dan Greewald & Pratkanis (1984)

dalam Agustiani (2006: 145), mengajukan 3 komponen dari self:

1) Private Self

Meliputi pengetahuan tentang perilaku dan kebiasaan dirinya sendiri.

2) Public Self

Menyangkut kemampuan kognisi untuk menggeneralisasikan

pandangan orang lain mengenai dirinya.

3) Collective Self

Berhubungan dengan keterkaitan individu dengan kelompoknya.

Berdasarkan tiga komponen self di atas, maka konsep diri dalam

penelitian ini mengacu pada komponen private self, yaitu konsep diri yang

dibentuk oleh pengetahuan tentang perilaku dan kebiasan dirinya sendiri

dalam hal ini kebiasan minum tuak yang ada di daerah Sendawar.

Oerter (1990) dalam Agustiani (2006: 146), menjelaskan bahwa

dengan latar belakang cultural dapat diasumsikan bahwa identitas diri pada

masyarakat di Jawa Barat lebih kearah public dan collective self

dibandingkan subjek dari Barat. Responden dengan tingkat pendidikan

rendah misalnya responden dari perkebunan teh, lebih sering menjelaskan

identitas dirinya melalui collective dan public identity. Sedangkan

responden ditingkat pendidikan yang lebih tinggi menjelaskan identitas

dirinya melalui private identity (autonomous identity). Karakter pribadi

lebih disesuaikan dengan kehendak lingkungan. Norma sosial dan

(47)

30   

8. Pengaruh Konsep Diri terhadap Perilaku Individu

Pujijogjanti dalam Ghufron dan Risnawita (2010: 18), mengatakan

ada tiga peranan penting dari konsep diri sebagai penentu perilaku.

a. Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin. Pada

dasarnya individu selalu mempertahankan keseimbangan dalam

kehidupan batinnya. Bila timbul perasaan, pikiran, dan persepsi yang

tidak seimbang atau bahkan saling berlawanan, maka akan terjadi iklim

psikologi yang tidak menyenangkan sehingga akan mengubah perilaku.

b. Keseluruhan sikap dan pandangan individu terhadap diri berpengaruh

besar terhadap pengalamannya. Setiap individu akan memberikan

penafsiran yang berbeda terhadap sesuatu yang dihadapi.

c. Konsep diri adalah penentu pengharapan individu. Jadi pengharapan

adalah inti dari konsep diri. Konsep diri merupakan seperangkat

harapan dan penilaian perilaku yang menunjuk pada harapan tersebut.

Sikap dan pandangan negatif terhadap kemampuan diri menyebabkan

individu menetapkan tiitik harapan yang rendah. Titik total yang

rendah menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi yang tinggi.

Berdasarkan ketiga peranan konsep diri tersebut dapat disimpulkan

bahwa konsep diri selain berperan sebagai pengharapan juga berperan

sebagai sikap terhadap diri sendiri dan penyeimbangan batin bagi individu.

Konsep diri pada setiap orang sesungguhnya tidak mutlak dalam

kondisi biner antara positif dan negatif, tetapi karena konsep diri berperan

penting sebagai pengarah dan penentu perilaku, maka harus diupayakan

(48)

 

dengan keras agar individu mempunyai banyak ciri-ciri konsep diri yang

positif.

B. Budaya

1. Definisi Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu

buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)

diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Budaya merupakan nilai-nilai yang dimiliki manusia, bahkan

mempengaruhi sikap dan perilaku manusia. Menurut Koentjaraningrat

(1999: 72), kebudayaan menurut antropologi adalah seluruh system

gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam

kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan belajar.

Menurut Weber dalam Sardjono (2005:111), budaya mempunyai aspek

bersifat personal, subjektif dan unik.

2. Ciri-Ciri Budaya

Kebudayaan mempunyai ciri-ciri umum sebagai berikut (Suhandi,

2004: 6):

a. Kebudayaan itu harus dipelajari

b. Kebudayaan itu diwariskan atau diteruskan dan diturunkan.

c. Kebudayaan itu didukung dan dikembangkan oleh anggota-anggota

(49)

32   

d. Kebudayaan itu berkembang dan berubah.

e. Kebudayaan itu merupakan satu kesatuan yang bagian-bagiannya

terintegrasi.

3. Kebiasaan Minum Tuak

Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kemampuan yaitu

berupa akal atau budinya. Dengan akal dan budinya, manusia

mengembangkan berbagai macam system tindakan demi keperluan

hidupnya. Namun, berbagai macam system tindakan tersebut harus

dibiasakan oleh seorang individu dengan belajar sejak lahir sampai saat ia

mati. System tindakan yang dibiasakan tersebut dikenal dengan nama

budaya (Koentjaraningrat, 1999). Dengan demikian keseluruhan tindakan

dan hasil karya manusia yang dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari

dinamakan kebudayaan. Hal ini juga berlaku bagi tindakan masyarakat

Sendawar yang terbiasa minum tuak dalam sebuah pesta. Kebiasaan

minum tuak tersebut diturunkan secara turun temurun dari nenek moyang

mereka kepada generasi penerusnya melalui belajar dan penyesuaikan diri.

4. Proses Enkulturasi

Proses enkulturasi adalah proses seorang individu mempelajari

dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat, system norma

dan peraturan yang hidup dalam kebudayaannya (Koentjaraningrat, 1999).

Proses enkulturasi dimulai sejak kecil dalam alam pikiran warga suatu

(50)

 

masyarakat, mula-mula dari orang-orang di dalam lingkungan

keluarganya, kemudian dari teman-temannya bermain. Proses ini terus

berlangsung dan dipelajari oleh setiap individu dalam suatu masyarakat.

Dengan proses ini memungkinkan seseorang untuk menyesuaikan

sikapnya terhadap tradisi yang berlaku di masyarakat.

C. Remaja dan Tugas-Tugas Perkembangannya

Penelitian ini meneliti tentang kebiasan minum tuak dan konsep diri

pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang biasanya disebut dengan

remaja. Oleh karena itu, diperlukan penjabaran mengenai definisi remaja dan

tugas-tugas perkembangannya yang berkaitan dengan konsep diri.

1. Definisi Remaja

Remaja berasal dari bahasa Latin adolescere yang berarti tumbuh

atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Masa remaja antara pria dan

wanita tidak sama. Masa remaja bagi pria berlangsung dari usia 13 tahun

sampai dengan 22 tahun, sedangkan wanita mulai usia 12 tahun sampai

dengan 21 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa wanita lebih dahulu

mencapai tingkat kedewasaan daripada pria. Menurut Piaget (Ali dan

Asrori, 2005: 9), secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana

individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di

mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang

yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar.

Pada dasarnya remaja tidak mempunyai tempat yang jelas, karena

remaja sudah bukan anak-anak lagi tapi juga belum bisa diterima pada

(51)

34   

nama fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan badai”. Seperti yang

diungkapkan oleh Monks (Ali dan Asrori, 2005: 10), bahwa remaja masih

belum mampu untuk menguasai dan memfungsikan secara maksimal

fungsi fisik maupun psikisnya.

2. Tugas Perkembangan Remaja

Konsep diri seorang remaja tidak terbentuk secara langsung, namun

melalui suatu proses atau perkembangan. Perkembangan yang terjadi pada

masa remaja dapat membentuk konsep diri. Hurlock (Ali dan Asrori, 2005:

10) menyebutkan bahwa tugas-tugas perkembangan masa remaja adalah:

a. Mampu menerima keadaan fisiknya.

b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang

berlainan jenis.

d. Mencapai kemandirian emosional.

e. Mencapai kemandirian ekonomi.

f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat

diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.

g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan

orang tua.

h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan

untuk memasuki dunia dewasa.

i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan

j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan

keluarga.

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan beberapa hal berkaitan dengan metode yang

digunakan dalam penelitian yaitu jenis penelitian, subjek penelitian, teknik

pengumpulan data dan instrumen penelitian, prosedur pengumpulan data,

teknik analis data. Jenis penelitian menguraikan penggunaan metode

penelitian yang digunakan. Subjek penelitian menguraikan siapa orang yang

menjadi responden dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data

menguraikan teknik apa yang digunakan dalam penelitian yang biasanya

berhubungan denga teknik pengumpulan data. Teknik analisis data

menguraikan alat analisis yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk memperoleh

jawaban dari pertanyaan tentang siapa, apakah, kapan, di mana dan bagaimana

dari suatu topik penelitian (Sumarni dan Wahyuni, 2006: 52). Jadi, penelitian

berupaya mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta dan sifat populasi atau suatu daerah. Penelitian deskriptif dengan metode

survei dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan minum

(53)

36   

dilihat dari siswa peminum tuak dan bukan peminun serta siswa pendatang

dan siswa asli.

B. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, subjek penelitian yang digunakan adalah semua

siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014

mulai dari kelas X, XI dan kelas XII yang berjumlah 123 orang dengan

perincian jumlah siswa asli sebanyak 116 orang dan siswa pendatang

sebanyak 7 orang. Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian

population sampling.

C. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

angket atau kuesioner. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan

cara menyiapkan daftar pertanyaan tertulis yang dikirim kepada responden

untuk dijawab (Sumarni dan Wahyuni, 2006: 89). Kuesioner yang disusun

oleh peneliti memuat aspek-aspek konsep diri yaitu pengetahuan, harapan,

penilaian.

Dalam penelitian ini digunakan skala dengan empat jawaban yaitu

pernyataan yang favorable dimulai dari sangat setuju diberi skor 4, setuju

diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 2, dan sangat tidak setuju diberi skor 1.

Sedangkan untuk pernyataan unfavorable dimulai dari sangat setuju diberi

(54)

 

skor 1, setuju diberi skor 2, tidak setuju diberi skor 3, dan sangat tidak setuju

diberi skor 4.

1. Validitas Instrumen

Validitas mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu

alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2008:5). Teknik uji yang

digunakan adalah dengan cara mengkorelasikan skor item terhadap

skor-skor aspek melalui pendekatan analisis korelasi Pearson Product Moment.

Formula; rXY=

(

)( )

r = Indeks korelasi validitas item

N = jumlah subyek

X = skor butir kuesioner

Y = skor total aspek yang memuat item yang di uji validitasnya

Untuk menguji validitas data dalam penelitian ini, digunakan uji

korelasi Pearson Product Moment dengan ketentuan jika nilai r hitung > nilai

r tabel maka item pernyataan dinyatakan valid (Ghozali, 2011: 52). Penelitian

ini menggunakan pengujian terpakai, sehingga responden yang digunakan

pada saat ujicoba juga digunakan dalam penelitian.

Hasil ujicoba yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dari 44 item

pernyataan, terdapat 7 item yang nilai r hasilnya lebih kecil dari r table (r =

0,2512) yaitu item 1, 10, 14, 20, 25, 30, dan 44, sehingga tidak valid dan

(55)

38   

hasilnya lebih besar dari r table (r = 0,2512). Item-item yang tidak valid tidak

dipakai dalam pengujian selanjutnya.

2. Reliabilitas Kuesioner

Uji reliabilitas digunakan untuk menunjukkan ukuran kestabilan dan

konsistensi dari konsep ukuran instrumen atau alat ukur, sehingga nilai yang

diukur tidak berubah dalam nilai tertentu. Data yang reliabel dalam instrumen

penelitian berarti data tersebut dapat dipercaya. Uji reliabilitas dalam

penelitian ini menggunakan nilai Cronbach Alpha dengan ketentuan apabila

nilai Alpha lebih dari 0,70 maka instrumen tersebut reliabel (Nunnally, 1994

dalam Ghozali, 2011: 47). Rumusnya adalah

Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas maka diperoleh nilai alpha

sebesar 0,910. Nilai tersebut lebih besar dari 0,70. Dengan demikian

pernyataan tersebut reliable.

(56)

 

Adapun hasil akhir instrumen penelitian setelah uji coba adalah

sebagai berikut:

Tabel 1. Kisi-Kisi Kuesioner Konsep Diri

Aspek-Aspek Indikator Favorable Unfavorable Jumlah

Pengetahuan 1. Yakin terhadap kemampuan

diri 1,2 3,4 4

2. Terbuka dengan orang lain 5,6,7 8,9 5 3. Cepat tanggap terhadap

situasi lingkungan 10,11 12,13, 14 5 Harapan 4. Menerima pujian 15,16 17,18 4

5. Mampu mengembangkan

diri 19,20,21 22 4

6. Berusaha untuk mengubah

kepribadian yang buruk 23,24 25,26 4 Penilaian 7. Menyadari keragaman

perasaan tiap orang 27,28 29,30 4

Sumber: Indikator dirangkum dari Ghufron dan Risnawita (2010),Hutagalung

(2007)

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistic

deskriptif yang meliputi penyajian data melalui tabel, perhitungan mean,

standar deviasi serta pengkategorisasian menurut norma yang telah ditentukan

penulis. Langkah-langkah yang digunakan peneliti untuk menganalisis data

adalah sebagai berikut:

1. Memeriksa keabsahan administrasi hasil jawaban responden untuk diolah

(57)

40   

2. Memberi skor setiap alternatif jawaban. Alternatif jawaban, Sangat setuju =

4, setuju =3, tidak setuju = 2 dan sangat tidak setuju = 1 untuk pernyataan

favorable dan sebaliknya untuk pernyataan unfavorable.

3. Membuat tabulasi data, menghitung skor total dari masing-masing item

kuesioner dan skor rata-rata subjek.

4. Mengkategorikan subjek yang berpedoman pada penjelasan menurut

Azwar (2009: 107) sebagai berikut

Adapun kategorisasi konsep diri siswa-siswi SMA Negeri 6

Sendawar Kalimantan Timur dalam tahun ajaran 2013/2014 secara

keseluruhan diperoleh melalui perhitungan sebagai berikut: jumlah item 37;

nilai tertinggi: 4x37= 148, nilai terendah: 1x37=37, sehingga luas jarak

sebenarnya: 148-37=111. Dengan demikian satuan deviasi standarnya

adalah (148-37)/6=18,5 dan mean teoritisnya adalah (148+37)/2=92,5.

Kategorisasi konsep diri siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2

Kriteria Kategori Konsep Diri

No Formula Kategori Rentang Skor Keterangan

1 X < [µ - 1,5σ] 0 – 64,75 Sangat rendah

Gambar

Tabel 1 Kisi-Kisi Kuesioner Konsep Diri  ..................................................
Tabel 1. Kisi-Kisi Kuesioner Konsep Diri
Tabel 2 Kriteria Kategori Konsep Diri
Tabel 3 Kriteria Kategori Kebiasan Minum Tuak
+4

Referensi

Dokumen terkait