ABSTRAK
KEBIASAAN MINUM TUAK DAN KONSEP DIRI SISWA
STUDI DESKRIPSI TERHADAP SISWA/I SMA NEGERI 6 SENDAWAR KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN 2013/2014 Eva Agustha Sifra Uan Universitas Sanata Dharma, 2013
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebiasaan minum tuak siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014, bagaimana deskripsi konsep diri siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 berkaitan dengan kebiasaan minum tuak, untuk mengetahui perbedaan konsep diri antara siswa peminum tuak dan bukan peminum tuak serta mengetahui perbedaan konsep diri antara siswa pendatang dengan siswa asli.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Populasi penelitian adalah seluruh siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2012/2013 yang berjumlah 123 siswa dengan perincian siswa asli sebanyak 116 siswa dan siswa pendatang 7 siswa. Pertanyaan yang secara khusus dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana kebiasaan minum tuak siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014, bagaimana deskripsi konsep diri siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 berkaitan dengan kebiasaan minum tuak, apakah ada perbedaan konsep diri antara siswa peminum tuak dan bukan peminum tuak dan apakah ada perbedaan konsep diri antara siswa pendatang dengan siswa asli. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti. Kuesioner ini memiliki 37 butir pernyataan yang mengungkapkan tiga aspek konsep diri, yaitu (1) pengetahuan; (2) harapan dan (3) penilaian. Teknik analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui tabel, perhitungan mean, standar deviasi serta pengkategorisasian. Konsep diri siswa dikategorikan menjadi lima kategori, yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 mempunyai kebiasan minum tuak yang tergolong sedang (56,10%), sebagian besar siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 mempunyai konsep diri tinggi (40,65%), tidak ada perbedaan konsep diri antara siswa peminum tuak dengan siswa bukan peminum tuak dan tidak ada perbedaan konsep diri antara siswa pendatang dengan siswa asli.
Kata kunci: Konsep Diri, Kebiasaan Minum Tuak
ABSTRACT
THE HABIT OF DRINKING PALM WINE AND STUDENT SELF-CONCEPT
(DESCRIPTIVE STUDY OF THE STUDENTS AT SMA NEGERI 6 SENDAWAR EAST BORNEO IN 2013/2014 ACADEMY YEAR)
Eva Agustha Sifra Uan Sanata Dharma University, 2013
The purpose of this study is to determine the students’ habit of drinking palm wine at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year, to describe the students’ self-concept at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year related to the habit of drinking palm wine, to know the differences of self-concept between the students who are palm wine drinkers and those who are not, to know the differences of self-concept between newcomer students and native students.
This research is a descriptive study using survey method. The population is all the students at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year consisting 123 students, 116 of which are native students and 7 of which are newcomer students. The questions to be answered in this study is what is the students’ habit of drinking palm wine at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in
2013/2014 academic year, what is the students’ self-concept at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year related to the habit of drinking palm wine, are there any differences between the students who are palm wine drinkers and those who are not and are there any differences between newcomer students and native students. The research instrument is a questionnaire prepared by the researcher herself. The questionnaire has 37 items which reveal three aspects to self-concept, namely (1) knowledge, (2) hope and (3) assessment. The technique of data analysis is using descriptive statistical analysis which includes the presentation of data through tables, the mean calculation, standard deviation and categorization. The students’ self-concept is categorized into five, namely very high, high, medium, low and very low.
The result show that most of the students at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year have the habit of drinking palm wine which is classified as moderate (56.10%), most of the students at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year have a high self-concept (40.65%), there is no difference of self-concept between the students who are palm wine drinkers and those who are not, and there is no difference of self-concept between newcomer students and native students.
KEBIASAAN MINUM TUAK DAN KONSEP DIRI SISWA
STUDI DESKRIPSI TERHADAP SISWA/I SMA N 6
SENDAWAR
KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN 2013/2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun Oleh:
Eva Agustha Sifra Uan NIM: 081114005
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2013
MOTO
Tuhan Memberikan Ujian Dulu Sebelum Menghadiahkan Sesuatu yang Sangat Spesial.
(Merry Riana, “Mimpi Sejuta Dolar”)
Dengan Kuasa Allah yang Giat Bekerja di Dalam Diri Kita, Allah Dapat Melakukan Jauh Lebih Banyak Daripada Apa yang
Dapat Kita Minta atau Pikirkan.
(Efesus 3:10)
PERSEMBAHAN
Felix Tingang Muya, almarhum ayahanda ku tercinta
Cresentia Bulan, ibunda ku tersayang
Ita, Asen, Iliq, saudara- saudaraku yang aku banggakan
ABSTRAK
KEBIASAAN MINUM TUAK DAN KONSEP DIRI SISWA
STUDI DESKRIPSI TERHADAP SISWA/I SMA NEGERI 6 SENDAWAR KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN 2013/2014 Eva Agustha Sifra Uan Universitas Sanata Dharma, 2013
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebiasaan minum tuak siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014, bagaimana deskripsi konsep diri siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 berkaitan dengan kebiasaan minum tuak, untuk mengetahui perbedaan konsep diri antara siswa peminum tuak dan bukan peminum tuak serta mengetahui perbedaan konsep diri antara siswa pendatang dengan siswa asli.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Populasi penelitian adalah seluruh siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2012/2013 yang berjumlah 123 siswa dengan perincian siswa asli sebanyak 116 siswa dan siswa pendatang 7 siswa. Pertanyaan yang secara khusus dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana kebiasaan minum tuak siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014, bagaimana deskripsi konsep diri siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 berkaitan dengan kebiasaan minum tuak, apakah ada perbedaan konsep diri antara siswa peminum tuak dan bukan peminum tuak dan apakah ada perbedaan konsep diri antara siswa pendatang dengan siswa asli. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti. Kuesioner ini memiliki 37 butir pernyataan yang mengungkapkan tiga aspek konsep diri, yaitu (1) pengetahuan; (2) harapan dan (3) penilaian. Teknik analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui tabel, perhitungan mean, standar deviasi serta pengkategorisasian. Konsep diri siswa dikategorikan menjadi lima kategori, yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 mempunyai kebiasan minum tuak yang tergolong sedang (56,10%), sebagian besar siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur Tahun Ajaran 2013/2014 mempunyai konsep diri tinggi (40,65%), tidak ada perbedaan konsep diri antara siswa peminum tuak dengan siswa bukan peminum tuak dan tidak ada perbedaan konsep diri antara siswa pendatang dengan siswa asli.
Kata kunci: Konsep Diri, Kebiasaan Minum Tuak
ABSTRACT
THE HABIT OF DRINKING PALM WINE AND STUDENT SELF-CONCEPT
(DESCRIPTIVE STUDY OF THE STUDENTS AT SMA NEGERI 6 SENDAWAR EAST BORNEO IN 2013/2014 ACADEMY YEAR)
Eva Agustha Sifra Uan Sanata Dharma University, 2013
The purpose of this study is to determine the students’ habit of drinking palm wine at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year, to describe the students’ self-concept at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year related to the habit of drinking palm wine, to know the differences of self-concept between the students who are palm wine drinkers and those who are not, to know the differences of self-concept between newcomer students and native students.
This research is a descriptive study using survey method. The population is all the students at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year consisting 123 students, 116 of which are native students and 7 of which are newcomer students. The questions to be answered in this study is what is the students’ habit of drinking palm wine at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year, what is the students’ self-concept at SMA Negeri 6
Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year related to the habit of drinking palm wine, are there any differences between the students who are palm wine drinkers and those who are not and are there any differences between newcomer students and native students. The research instrument is a questionnaire prepared by the researcher herself. The questionnaire has 37 items which reveal three aspects to self-concept, namely (1) knowledge, (2) hope and (3) assessment. The technique of data analysis is using descriptive statistical analysis which includes the presentation of data through tables, the mean calculation, standard deviation and categorization. The students’ self-concept is categorized into five, namely very high, high, medium, low and very low.
The result show that most of the students at SMA Negeri 6 Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year have the habit of drinking palm wine which is classified as moderate (56.10%), most of the students at SMA Negeri 6
Sendawar East Borneo in 2013/2014 academic year have a high self-concept (40.65%), there is no difference of self-concept between the students who are palm wine drinkers and those who are not, and there is no difference of self-concept between newcomer students and native students.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
MOTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vi
ABSTRAK ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 2 BAB IV NELITIAN DAN PEMBAHASAN 3 5 6 ... 47
7. Konsep Diri dalam Perspektif Lintas Budaya ... 27
8. Pengaruh Konsep Diri terhadap Perilaku Individu ... 30
B. Budaya 1. Definisi Budaya ... 31
2. Ciri-Ciri Budaya ... 3
3. Kebiasan Minum Tuak ... 32
4. Proses Enkulturasi ... 3
C. Remaja dan Tugas-Tugas Perkembangan 1. Definisi Remaja ... 33
2. Tugas Perkembangan Remaja ... 34
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 3
B. Subjek Penelitian ... 36
C. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 36
D. Teknik Analisis Data ... 39
HASIL PE A. Kebiasaan Minum Tuak Siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 ... 4
B. Konsep Diri Siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 ... 4
C. Perbedaan Konsep Diri antara Siswa Peminum Tuak dan Bukan Peminum Tuak ... 46
D. Perbedaan Konsep Diri antara Siswa Pendatang dan Siswa Asli ... 4
BAB V
DAFT USTAKA ... 54 KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 51
B. Saran ... 52
AR P LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Kisi-Kisi Kuesioner Konsep Diri ... 39
Tabel 2 Kriteria Kategori Konsep Diri ... 40
Tabel 3 Kriteria Kategori Kebiasan Minum Tuak ... 41
Tabel 4 Kebiasan Minum Tuak Siswa/i SMA Negeri 6
Sendawar Kalimantan Timur dalam tahun ajaran
2013/2014 ... 44
Tabel 5 Konsep Diri Siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar
Kalimantan Timur dalam tahun ajaran 2013/2014... 45
Tabel 6 Perbedaan Konsep Diri Siswa antara Siswa
Peminum Tuak Dan Bukan Peminum Tuak... 46
Tabel 7 Perbedaan Konsep Diri Siswa antara Siswa
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Kuesioner Kebiasaan Minum Tuak dan Konsep Diri Siswa …….. 56
Lampiran 2 : Tabel Identitas Responden ………. 61
Lampiran 3 : Tabel Tanggapan Responden Tentang Kebiasaan Minum Tuak ……… 64
Lampiran 4 : Tabel Tanggapan Responden Tentang Konsep Diri ………... 67
Lampiran 5 : Tabel Validitas dan Reliabilitas Konsep Diri ………. 75
Lampiran 6 : Tabel T-Test Konsep Diri Siswa Peminum dan Bukan Peminum ……… 81
Lampiran 7 : Tabel T-Test Konsep Diri Siswa Pendatang dan Asli ……… 82
Lampiran 8 : Surat Ijin Uji Coba Alat Penelitian/Ijin Penelitian ………. 83
Lampiran 9 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ……….. 84
BAB I
PENDAHULUAN
Bab Pendahuluan ini menguraikan beberapa hal yang berhubungan
dengan latar belakang masalah, perumusan masalah penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional variabel penelitian.
Latar belakang masalah berisi alasan pemilihan topik. Perumusan masalah
menguraikan tentang pokok permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian. Tujuan penelitian menguraikan tentang tujuan yang akan dicapai
dalam penelitian. Manfaat penelitian menguraikan tentang manfaat dari
penelitian untuk beberapa pihak dan definisi operasional variable penelitian
menguraikan tentang definisi dari variable penelitian yang akan digunakan
dalam penyusunan instrumen.
A. Latar Belakang Masalah
Konsep diri tidak terbentuk secara langsung. Ketika seseorang lahir,
konsep diri belum terbentuk. Hal ini disebabkan seorang bayi belum
mengetahui apapun tentang dunianya, sampai tiba saatnya kedua orang tua
memperkenalkan lingkungan sekitarnya, sehingga dapat mengenali
lingkungan dan dirinya sendiri. Pada umumnya orang tua mengajari anaknya
melalui bahasa, pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan
hubungan interpersonal. Apabila seorang anak membuang sampah pada
2
bahwa yang dilakukannya adalah benar. Sebaliknya, apabila seorang anak
membuang sampah bukan pada tempatnya maka dia akan dimarahi. Hal itu
akan membuat anak mengerti bahwa yang dilakukannya salah. Apa yang
diajarkan orang tua mengenai dasar-dasar etika merupakan etika yang berlaku
pada budaya lingkungan. Dasar-dasar mengenai etika tersebut yang akan
tertanam hingga tua nanti dan berpengaruh pada pembentukan konsep diri.
Dengan demikian budaya dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri.
Budaya merupakan suatu kebiasaan cara hidup dari sekelompok orang
yang ada di suatu tempat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari unsur-unsur agama, adat istiadat, karya seni, bahasa dan lain
lain. Unsur-unsur tersebut, akan mempengaruhi perkembangan individu dalam
mengenali lingkungannya. Dalam melakukan proses sosialiasi dengan
lingkungannya, individu dibantu oleh pergaulan dengan teman-temannya yang
akan mempengaruhi terbentuknya karakter atau konsep diri. Misalnya,
seorang individu bergaul dengan orang-orang yang religius maka individu
tersebut cenderung akan menjadi orang yang religius, sebaliknya apabila
seorang individu bergaul dengan preman maka individu tersebut cenderung
akan ikut-ikutan menjadi preman.
Kondisi tersebut terjadi melalui pemahaman terhadap norma,
mempelajari etika, belajar dari orang-orang disekitarnya, melakukan kontak
dengan orang lain dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan suatu bukti
bahwa individu baik secara langsung maupun tidak langsung harus terlibat
dengan lingkungannya, dimana lingkungan tersebut pasti memiliki budaya,
3
sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya memiliki peranan besar
terbentuknya konsep diri.
Salah satu budaya yang ada di negeri ini adalah budaya minum tuak.
Tuak merupakan minuman tradisional yang berasa pahit dan bisa
memabukkan. Banyak daerah di Indonesia yang masih mempertahankan
tradisi minum tuak sebagai salah satu ciri khas budaya daerah mereka.
Diantaranya, daerah Tuban di Jawa Timur. Di daerah yang berjulukan sebagai
Kota Ronggolawe, Tuak sudah menjadi minuman wajib bagi sebagian
warganya, sehingga kota Tuban dijuluki Kota Tuak. Tuak dari kota Tuban
terbuat dari getah nira yang disadap dari bunga Siwalan atau Lontar
(www.log.viva.co.id).
Daerah lain yang menjadikan minum tuak sebagai budaya adalah suku
Sahu di Jailolo Halmahera Barat. Minuman ini disediakan pada saat menjamu
tamu yang datang ke daerah tersebut dan menjadi minuman wajib bagi tamu
saat mengikuti upacara makan adat. Tuak dari daerah Jailolo Halmahera Barat
diambil dari tangkai pohon Anau yang dimasak selama 6 jam lalu disuling
(www.travel.detik.com).
Kabupaten Sendawar merupakan salah satu kabupaten di Propinsi
Kalimantan Timur. Penelitian ini dilakukan di SMA N 6 yang terletak di desa
Tiong Ohang, kecamatan Long Apari. Sebagai salah satu desa, Tiong Ohang
juga tentunya mempunyai tradisi-tradisi yang menjadi ciri khas daerah
tersebut, yang membuatnya berbeda dengan daerah lain. Tradisi tersebut
4
perayaan pernikahan, syukuran atau acara apa saja yang mengungkapkan
rasa suka cita dari pihak atau keluarga yang menyelengggarakan acara pesta.
Minuman tuak dalam acara ini secara sengaja disediakan oleh pihak atau
keluarga yang memiliki hajat bagi semua tamu yang diundang. Minuman
tuak dari daerah kabupaten Sendawar terbuat dari ketan yang difermentasikan
Kebiasaan minum tuak ini sudah berjalan turun temurun, baik oleh orangtua
maupun remaja.
Kebiasaan minum tuak di kabupaten Sendawar sudah menjadi bagian
keseharian dari masyarakat. Hal ini disebabkan karena minum tuak merupakan
salah satu budaya yang sudah ada sejak dulu dan masih berkembang hingga
saat ini. Dalam setiap pesta yang diselenggarakan oleh warga, minuman tuak
selalu ada karena minuman tuak sudah menjadi tradisi atau keharusan, yang
membedakan budaya masyarakat di kabupaten Sendawar dengan masyarakat
di daerah lain.
Menurut survei di lapangan, kebiasaan minum tuak ini merambat
sampai ke sekolah, dimana sebagian siswa ada yang membawa tuak di sekolah
dan meminumnya secara bersama-sama saat istirahat tanpa adanya sanksi
yang tegas dari pihak sekolah. Tentunya kondisi ini menjadi dilema bagi pihak
sekolah, di satu pihak, kebiasan minum tuak sudah menjadi tradisi, di lain
pihak sekolah merupakan tempat belajar dan bukan sebuah pesta. Hal inilah
yang mendorong pihak sekolah sampai saat ini belum memberikan sanksi
yang tegas kepada siswa yang minum tuak di sekolah. Saat ini pihak sekolah
hanya sebatas pada pemberian himbauan kepada siswa untuk tidak melakukan
5
hal tersebut di sekolah. Menurut wawancara penulis dengan guru mata
pelajaran, pada umumnya siswa yang minum tuak di sekolah adalah
siswa-siswa yang tergolong siswa-siswa yang kurang menonjol kemampuan akademisnya.
Mereka minum tuak dengan tujuan agar mendapat perhatian dari teman-teman
atau dari guru-guru.
Tradisi minum minuman keras yang seharusnya hanya dilakukan pada
saat acara pesta, tapi dilakukan juga pada saat jam belajar di sekolah,
menunjukkan bahwa tradisi yang merupakan bagian dari budaya diperkirakan
oleh penulis telah mempengaruhi terbentuknya konsep diri siswa, terutama
konsep diri negatif. Hal ini disebabkan oleh lingkungan termasuk orang-orang
di dalamnya telah mengajarkan siswa untuk melakukan tindakan tersebut,
yaitu minum tuak. Tradisi yang telah berjalan bertahun-tahun telah
membentuk karakter siswa, untuk terbiasa dengan hal tersebut, sehingga
lambat laun membentuk konsep diri negatif pada diri siswa. Padahal pada
mulanya tradisi atau kebudayaan tersebut diciptakan untuk membantu
manusia untuk bertahan dan berkembang.
Berdasarkan gambaran tentang konsep diri dan kebiasaan minum tuak
siswa SMAN 6 Sendawar Kalimantan Timur maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai bagaimana deskripsi konsep diri siswa SMA
Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur berkaitan dengan kebiasaan minum
6
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi kebiasan minum tuak siswa/i SMA Negeri 6
Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014?
2. Bagaimana deskripsi konsep diri siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar
Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014?
3. Apakah ada perbedaan konsep diri antara siswa SMA Negeri 6 Sendawar
Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 yang peminum tuak dan bukan
peminum tuak?
4. Apakah ada perbedaan konsep diri antara siswa SMA Negeri 6 Sendawar
Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 yang pendatang dan siswa asli?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan kebiasan minum tuak siswa SMA Negeri 6 Sendawar
Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014.
2. Mendeskripsikan konsep diri siswa SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan
Timur tahun ajaran 2013/2014.
3. Mendeskripsikan perbedaan konsep diri antara siswa SMA Negeri 6
Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 yang peminum tuak
dan bukan peminum tuak.
7
4. Mendeskripsikan perbedaan konsep diri antara siswa SMA Negeri 6
Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014 yang pendatang dan
siswa asli.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat:
1. Teoritis
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya
mahasiswa Bimbingan dan Konseling untuk menambah pengetahuan
terkait pentingnya budaya atas terciptanya konsep diri siswa, sehingga
dapat menjadi bekal untuk menjadi guru pembimbing di sekolah. Selain
itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan agar
dapat memahami adat dan tingkah laku yang berbeda yang dianut yang
berbeda pula dan mengetahui persamaan dan perbedaan dalam fungsi
individu secara psikologis dalam berbagai budaya dan kelompok etnik.
2. Praktis
a. Bagi guru BK
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru BK sebagai bahan
temuan yang dapat dimanfaatkan untuk menyusun program layanan
bimbingan yang mengarah pada bagaimana pemecahan masalah
pembentukan konsep diri riil dan ideal siswa agar sesuai dengan
8
b. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan:
1) Untuk mempraktekkan ilmu yang telah dipelajari di perkuliahan
Program Studi Bimbingan dan Konseling.
2) Untuk berlatih meneliti secara ilmiah informasi yang dapat
dijadikan bekal dalam dunia kerja di bidang bimbingan dan
konseling khususnya di sekolah.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Konsep diri (self-concept) adalah pendapat atau kesan remaja terhadap
dirinya sendiri secara keseluruhan yang mencakup pendapatnya tentang
pengetahuan mengenai dirinya, harapan dirinya di masa depan dan
penilaian terhadap dirinya sendiri.
2. Kebiasaan minum tuak adalah kebiasaan sekelompok orang yang
meminum minuman tradisional yang berasa pahit dan bisa memabukkan
yang terjadi secara turun temurun, dimana kebiasaan ini terbagi menjadi
tiga golongan yaitu tinggi apabila rata-rata meminum tuak lebih dari 6 kali
dalam sebulan, tergolong sedang apabila rata-rata meminum tuak antara
4-6 kali dalam sebulan dan rendah apabila rata-rata meminum tuak kurang
dari 4 kali dalam sebulan.
9
3. Ciri-ciri peminum antara lain adalah kehilangan nafsu makan, penurunan
berat badan, pemarah, tidak bisa menghentikan kebiasan minum tuak, dan
mulai jauh dari keluarga. Intensitas atau frekuensi minum tuak rata-rata
4-6 kali dalam sebulan.
4. Ciri-ciri non peminum antara lain adalah optimis, tidak cepat putus asa,
harmonis dengan keluarga, berat badan normal.
5. Siswa pendatang adalah siswa SMAN 6 Sendawar Kalimantan Timur yang
berasal dari daerah di luar kabupaten Sendawar, yaitu suku yang non
Dayak, misalnya suku Jawa, suku Bugis dan lain-lain.
6. Siswa asli adalah siswa SMAN 6 Sendawar Kalimantan Timur yang
berasal dari dalam daerah kabupaten Sendawar, dimana kedua orangtuanya
merupakan penduduk asli daerah tersebut, yaitu suku Dayak Penihing,
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab II memaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan landasan
teori. Teori-teori yang dibahas dalam bab II antara lain pengertian konsep diri,
aspek-aspek konsep diri, pengertian budaya, karakteristik budaya, pengertian
remaja dan tugas perkembangan remaja. Teori-teori tersebut digunakan
sebagai bahan rujukan dalam membahas hasil penelitian.
A. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri
James (1890) dalam Hutagalung (2007: 21), mengemukakan diri (self)
adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri,
bukan hanya tentang tubuh dan keadaan psikisnya sendiri, melainkan juga
tentang anak, istri/suami, rumah, pekerjaan, nenek moyang, teman-teman,
milik, uang dan lain-lain. Diri adalah semua ciri, jenis kelamin,
pengalaman, latar belakang budaya, pendidikan dan sebagainya yang
melekat pada seseorang. Makin dewasa dan makin tinggi kecerdasan
seseorang, makin mampu orang tersebut menggambarkan dirinya sendiri,
makin baik konsep dirinya.
Lebih lanjut dijelaskan oleh James bahwa ada dua jenis diri, yaitu
‘diri’ dan ‘aku’. Diri adalah aku sebagaimana dipersepsikan oleh orang
lain atau diri sebagai objek (objective self), sedangkan Aku adalah inti dari
diri aktif, mengamati, berpikir, dan berkehendak (subjective self: 1).
Dalam perkembangan baik praktik maupun penelitian-penelitian sulit
untuk membedakan kedua diri ini. Oleh karena itu, kedua konsep digabung
ke dalam satu konsep yang lebih menyeluruh, yaitu kepribadian
(Hutagalung, 2007: 21). Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa diri merupakan suatu persepsi orang lain tentang diri seseorang
yang meliputi semua aspek, baik dalam dirinya, atau keluarganya dan
semua hal yang berkaitan dengan dirinya.
Calhaoun dan Acocella (1995) dalam Ghufron dan Risnawita (2010:
13), mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran mental diri seseorang.
Hurlock (1979) dalam Ghufron dan Risnawita (2010: 13), mengatakan
bahwa konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai diri sendiri
yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial,
emosional aspiratif, dan prestasi yang mereka capai. Lebih lanjut,
Hurclock (1990) dalam Hutagalung (2007: 22), mengemukakan bahwa
konsep diri dapat dibagi menjadi dua, yaitu konsep diri sebenarnya
merupakan konsep seseorang tentang dirinya yang sebagian besar
ditentukan oleh peran dan hubungannya orang lain serta persepsinya
tentang penilaian orang lain terhadap dirinya, sedangkan konsep diri ideal
merupakan gambaran seseorang mengenai keterampilan dan kepribadian
12
Burn (1993) dalam Ghufron dan Risnawita (2010: 13), mendefinisikan
konsep diri sebagai kesan terhadap diri sendiri secara keseluruhan yang
mencakup pendapatnya terhadap diri sendiri, pendapat tentang gambaran
diri di mata orang lain, dan pendapatnya tentang hal-hal yang dicapai.
Konsep diri adalah apa yang dipikirkan dan dirasakan tentang dirinya
sendiri. Ada dua konsep diri, yaitu konsep diri komponen kognitif dan
konsep diri komponen afektif. Komponen kognitif disebut self image dan
komponen afektif disebut self esteem. Komponen kognitif adalah
pengetahuan individu tentang dirinya mencakup pengetahuan “siapa saya”
yang akan memberikan gambaran tentang diri saya. Gambaran ini disebut
citra diri. Sementara itu, komponen afektif merupakan penilaian individu
terhadap dirinya sendiri yang akan membentuk bagaimana penerimaan
terhadap diri dan harga diri individu. Konsep diri merupakan gambaran
yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui
pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan.
Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari
pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri
individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar
yang mempengaruhi tingkat lakunya di kemudian hari (Ghufron dan
Risnawita, 2010: 13).
Fitts (1971) dalam Agustiani (2006: 138) mengemukakan bahwa
konsep diri merupakan aspek penting diri seseorang, karena konsep diri
seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam
berinteraksi dengan lingkungan. Ia menjelaskan konsep diri secara
fenomenologis, dan mengatakan bahwa ketika individu memper-sepsikan
dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta
membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia menunjukkan suatu
kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya
sendiri untuk melihat dirinya seperti yang ia lakukan terhadap dunia di luar
dirinya. Diri secara keseluruhan (total self) seperti yang dialami individu
disebut juga diri fenomenal (Snygg & Combs, 1949, dalam Agustiani,
2006: 139). Diri fenomenal ini adalah diri yang diamati, dialami, dan
dinilai oleh individu sendiri, yaitu diri yang ia sadari. Keseluruhan
kesadaran atau persepsi ini merupakan gambaran tentang diri atau konsep
diri individu. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
konsep diri adalah apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh seseorang
mengenai dirinya sendiri.
Lebih lanjut, Fits juga mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh
kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri
seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah
laku orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan
dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri. Jika seseorang
mempersepsikan dirinya sebagai orang yang inferior dibandingkan dengan
orang lain, walaupun hal ini belum tentu benar, biasanya tingkah laku yang
ia tampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang dipersepsinya
14
Setiap macam konsep diri mempunyai aspek fisik dan psikologis.
Aspek fisik terdiri dari konsep yang dimiliki individu tentang
penampilannya, kesesuaian dengan seksnya, arti penting tubuhnya dalam
hubungannya dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya
dimata orang lain. Aspek psikologis terdiri dari konsep individu tentang
kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya, dan hubungannya
dengan orang lain.
2. Jenis-Jenis Konsep Diri
Rogers dalam Boeree (2009: 293), membagi konsep diri menjadi dua,
yaitu diri riil (real self) dan diri ideal (ideal self). Diri riil adalah “Anda”
sebagaimana adanya jika segala sesuatunya berjalan dengan baik,
sedangkan diri ideal adalah sesuatu yang tidak riil, sesuatu yang tidak akan
pernah dicapai, standar-standar yang tidak akan pernah kita penuhi.
Dengan kata lain diri riil adalah apa yang dirasakan oleh seseorang tentang
dirinya, sedangkan diri ideal adalah apa yang seharusnya dirasakan oleh
seseorang tentang dirinya.
Konsep diri menurut Calhoun dan Acocella (1995) dalam Ghufron
dan Risnawita (2010: 19), dibagi menjadi konsep diri positif dan konsep
diri negatif. Konsep diri negatif dibagi dua jenis. Pertama, yaitu pandangan
terhadap seseorang terhadap dirinya tidak teratur, tidak memiliki
kestabilan, dan keutuhan diri. Kondisi seperti ini acapkali terjadi pada
remaja. Namun, tidak menutup kemungkinan terjadi pada orang dewasa.
Pada orang dewasa hal ini dapat terjadi karena ketidakmampuan
menyesuaikan diri. Kedua, kebalikan yang pertama, yaitu konsep diri yang
terlalu stabil dan terlalu teratur alias kaku. Hal ini karena pola asuh dan
didikan yang sangat keras.
Konsep diri yang positif adalah penerimaan yang mengarahkan
individu ke arah sifat yang rendah hati, dermawan, dan tidak egois. Jadi,
orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah
fakta yang bermacam-macam tentang dirinya sendiri baik yang merupakan
kekurangan maupun kelebihan.
3. Aspek-Aspek Konsep Diri
Calhoun dan Acocella (1995) dalam Ghufron dan Risnawita (2010:
17), mengatakan konsep diri terdiri dari tiga aspek, yaitu:
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya.
Individu di dalam benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan
dirinya, kelengkapan atau kekurangan fisik, usia, jenis kelamin,
kebangsaan, suku, pekerjaan, agama, dan lain-lain. Pengetahuan
tentang diri juga berasal dari kelompok sosial yang diidentifikasikan
oleh individu tersebut. Julukan ini juga dapat berganti setiap saat
sepanjang individu mengidentifikasian diri terhadap suatu kelompok
tertentu, maka kelompok tersebut memberikan informasi lain yang
16
b. Harapan
Pada saat-saat tertentu, seseorang mempunyai aspek pandangan
tentang dirinya. Individu juga mempunyai satu aspek pandangan
tentang kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan. Pendeknya,
individu mempunyai harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri
yang ideal. Diri yang ideal sangat berbeda pada masing-masing
individu. Seseorang mungkin akan lebih ideal jika dia berdiri di atas
podium berorasi dengan penuh semangat. Dihadapannya banyak orang
antusiasi mendengarkan setiap kata yang diucapkannya sambil sesekali
meneriakkan semacam yel-yel. Sementara itu, bagi yang lain merasa
sebagai diri yang ideal jika dia merenung dan menulis di rumah dengan
menghasilkan suatu karya tulis yang dapat dibaca setiap orang.
c. Penilaian
Di dalam penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang
dirinya sendiri. Apakah bertentangan dengan “siapakah saya”,
pengharapan bagi individu; “seharusnya saya menjadi apa”, standar
bagi individu. Hasil penilaian tersebut disebut harga diri. Semakin
tidak sesuai antara harapan dan standar diri, maka akan semakin
rendah harga diri seseorang.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
konsep diri terdiri atas pengetahuan, harapan dan penilaian.
4. Dimensi-Dimensi Konsep Diri
Fitts (1971) dalam Agustiani (2006: 139), membagi konsep diri dalam
dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut:
a. Dimensi Internal
Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal
(internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu
yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri
berdasarkan kondisi dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk:
1) Diri Identitas (identity self)
Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada
konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, “Siapakah saya?”
Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol
yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang
bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun
identitasnya, misalnya “Saya Ita”. Kemudian dengan
bertambahnya usai dan interaksi dengan lingkungannya,
pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah, sehingga ia
dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan hal-hal yang
lebih kompleks, seperti “Saya pintar tetapi terlalu gemuk” dan
sebagainya.
Pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah,
18
hal-hal yang lebih kompleks, seperti “Saya pintar tetapi terlalu
gemuk” dan sebagainya.
2) Diri Perilaku (behavioral self)
Diri perilaku merupakan persepsi individu tentang tingkah
lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang
dilakukan oleh diri”. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan
diri identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya
keserasian antara diri identitas dengan diri perilakunya, sehingga
ia dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas
maupun diri sebagai perilaku. Kaitan dari keduanya dapat dilihat
pada diri sebagai penilai.
3) Diri Penilai (judging self)
Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan
evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator)
antara diri identitas dan diri perilaku.
Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang
dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-label yang dikenakan
pada dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya,
tetapi juga sarat dengan nilai-nilai. Selanjutnya, penilaian ini lebih
berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya.
Diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya
atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Kepuasan diri
yang rendah akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang
rendah pula dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang
mendasar pada dirinya. Sebaliknya, bagi individu yang memiliki
kepuasan memungkinkan individu yang bersangkutan untuk
melupakan keadaan dirinya dan memfokuskan energi serta
perhatiannya ke luar diri, dan pada akhirnya dapat berfungsi lebih
konstruktif.
Ketiga bagian internal ini mempunyai peranan yang
berbeda-beda, namun saling melengkapi dan berinteraksi membentuk suatu
diri yang utuh dan menyeluruh.
b. Dimensi Ekternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan
aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar
dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang
berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama, dan sebagainya. Namun,
dimensi yang dikemukakan oleh Fitts adalah dimensi eksternal yang
bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk,
yaitu:
1) Diri Fisik (physical self)
Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan
dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang
mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek,
menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuh (tinggi, pendek,
20
2) Diri etika-moral (moral-ethical self)
Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat
dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini
menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan
Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan
nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan
buruk.
3) Diri Pribadi (personal self)
Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang
keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik
atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh
mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana
ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.
4) Diri Keluarga (family self)
Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang
dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini
menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap
dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun
fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga.
5) Diri Sosial (social self)
Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya
dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.
Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam
dimensi eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya
dengan orang lain. Seseorang tidak dapat begitu saja menilai bahwa ie
memiliki fisik yang baik tanpa adanya reaksi dari orang lain yang
memperlihatkan bahwa secara fisik ia memang menarik. Demikian pula
seseorang tidak dapat mengatakan bahwa ia memiliki diri pribadi yang
baik tanpa adanya tanggapan atau reaksi orang lain di sekitarnya yang
menunjukkan bahwa ia memang memiliki pribadi yang baik.
Seluruh bagian diri ini, baik internal maupun eksternal, saling
berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan yang utuh untuk menjelaskan
hubungan antara dimensi internal dan dimensi eksternal, Fitts dalam
Agustiani (2006: 142), mengemukakan suatu analogi dengan
mengumpamakan diri secara keseluruhan sebagai sebuah jeruk, yang dapat
dipotong secara horizontal maupun vertikal. Potongan yang diperoleh
dengan cara horizontal akan tampak berbeda dari yang dipotong secara
vertikal, walaupun keduanya merupakan bagian dari suatu keseluruhan
yang sama. Jika bagian-bagian internal dianggap sebagai lapisan-lapisan
yang membentuk jeruk tersebut, maka diri identitas merupakan bagian
yang paling dalam, diri tingkah laku merupakan kulit luar, dan diri
penerimaan diri eksternal dapat diumpamakan sebagai bagian-bagian
vertikal dari jeruk itu. Masing-masing merupakan bagian lain, dan semua
bagian ini turut menentukan bentuk dan struktur jeruk tersebut secara
22
Bagian-bagian internal dan eksternal tersebut saling berinteraksi satu
sama lain. Sehingga tiga dimensi internal dan lima dimensi eksternal akan
diperoleh lima belas kombinasi yaitu identitas fisik, identitas moral-etik,
identitas pribadi, identitas keluarga, identitas sosial, tingkah laku fisik,
tingkah laku moral-etik, tingkah laku pribadi, tingkah laku keluarga,
tingkah laku sosial, penerimaan fisik, penerimaan moral-etik, penerimaan
pribadi, penerimaan keluarga, dan penerimaan sosial.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri, adalah sebagai
berikut (Hutagalung, 2007: 27):
a. Orang lain
Seseorang mengenal tentang dirinya dengan mengenal orang
lain terlebih dahulu. Konsep diri seorang individu terbentuk dari
bagaimana penilaian orang lain mengenai dirinya. Tidak semua orang
berpengaruh pada diri seseorang. Yang paling berpengaruh adalah
orang-orang yang disebut significant others, yakni orang-orang yang
sangat penting bagi diri seseorang. Ketika kecil, significant others
adalah orang tua dan saudara. Dari merekalah seseorang membentuk
konsep dirinya. Seorang individu akan menilai dirinya positif ketika
yang bersangkutan mendapatkan senyuman, penghargaan, pelukan
ataupun pujian. Sebaliknya seorang akan menilai dirinya negatif jika
memperoleh kecaman, cemoohan ataupun makian. Dalam
perkembangannya, significant others meliputi semua orang yang
memengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan seseorang.
Jika individu telah dewasa, maka yang bersangkutan akan
mencoba untuk menghimpun penilaian semua orang yang pernah
berhubungan dengannya. Konsep ini disebut dengan generalized
others, yaitu pandangan seseorang mengenai dirinya berdasarkan
keseluruhan pandangan orang lain terhadap dirinya.
b. Kelompok acuan (reference group)
Dalam kehidupannya, setiap orang sebagai anggota masyarakat
menjadi anggota berbagai kelompok. Setiap kelompok memiliki
norma-norma sendiri. Diantara kelompok tersebut, ada yang disebut
kelompok acuan, yang membuat individu mengarahkan perilakunya
sesuai dengan norma dan nilai yang dianut kelompok tertentu.
Kelompok inilah yang memengaruhi konsep diri seorang.
Menurut psikologi budaya, suatu kelompok masyarakat dan
kebudayaan merupakan tayangan besar dari kehidupan bersama antara
individu-individu manusia yang bersifat dinamis. Pada masyarakat
yang kompleks memiliki banyak kebudayaan dengan standar perilaku
yang berbeda dan kadangkala bertentangan. Perkembangan
kepribadian individu pada masyarakat ini sering dihadapkan pada
model-model perilaku yang suatu saat diambil saat yang lain disetujui
oleh beberapa kelompok individu, namun dicela oleh kelompok yang
24
berkembang akan belajar dari kondisi yang ada, dalam hal ini
kebudayaan yang ada di lingkungan masyarakat tersebut. Misalnya,
seorang anak lahir di daerah yang memiliki kebudayaan minum tuak,
maka dalam perkembangan kepribadiannya, anak tersebut akan
dipengaruhi oleh kondisi masyarakat setempat, yaitu kesukaannya
terhadap minuman jenis tuak.
Menurut psikologi sosial dalam mempelajari diri sendiri, dapat
melalui proses perbandingan sosial dengan orang-orang lain yang
berada di sekitarnya. Bagaimana cara orang-orang dalam
menggambarkan dirinya membuktikan bahwa diri ada suatu konstruksi
sosial dan bahwa kita mendefinisikan diri sendiri sebagian melalui
perbandingan dengan orang lain (Dayakisni dan Hudaniah, 2009: 56).
Dengan demikian, keberadaan orang lain mampu mempengaruhi
seorang individu dalam menggambarkan dirinya.
Fitss (1971) dalam Agustiani (2006: 139), menyebutkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang adalah:
a. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan
perasaan positif dan perasaan berharga.
b. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain
c. Aktualisasi diri atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi
yang sebenarnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri antara lain adalah orang lain,
kelompok acuan, pengalaman, kompetensi dan aktualisasi diri.
6. Karakteristik Konsep Diri a. Konsep diri negatif
Karakteristik konsep diri yang negatif secara umum tercermin
dari keadaan diri sebagai berikut (Hutagalung, 2007: 23):
1) Individu sangat peka dan mempunyai kecenderungan sulit
menerima kritik dari orang lain. Kritik dipandang sebagai
penabsahan lebih lanjut kepada inferioritas mereka.
2) Individu yang mengalami kesulitan dalam berbicara dengan orang
lain. Sikap yang hiperkritis dipergunakan untuk mempertahankan
citra diri yang goyah, dan mengarahkan kembali perhatian kepada
kekurangan dari orang lain daripada kekurangan dirinya sendiri.
3) Individu yang sulit mengakui bahwa ia salah. Terdapat kompleks
penyiksaan di mana kegagalan ditempatkan pada rencana
tersembunyi dari orang lain dan kesalahan ditujukan kepada orang
lain. Dengan kata lain, kelemahan pribadi dan kegagalan diri tidak
mau diakui sebagai bagian dari dirinya sendiri.
4) Individu yang kurang mampu mengungkapkan perasaan dengan
cara wajar. Sering terdapat respons yang berlebihan terhadap
26
sekali, dan untuk meningkatkan rasa aman maka individu akan
berupaya keras untuk mendapatkan pujian tersebut.
5) Individu dengan konsep diri negatif berkecenderungan untuk
menunjukkan sikap mengasingkan diri, malu-malu dan tidak ada
minat pada persaingan. Sikap menarik diri dan menolak untuk
berpartisipasi ini merupakan suatu upaya untuk mencegah
inferioritas terpublikasikan secara terbuka sehingga
mengkonfirmasikan apa yang diyakini oleh orang lain mengenai
dirinya.
Calhoun dan Acocella (1995) dalam Ghufron dan Risnawita
(2010: 19), menyebutkan ciri konsep diri yang negatif adalah peka
terhadap kritik, responsif terhadap pujian, punya sikap hiperkritis,
cenderung merasa tidak disukai orang lain, dan pesimistis terhadap
kompetisi.
b. Konsep diri positif
Karakteristik konsep diri yang positif secara umum tercermin
dari keadaan diri sebagai berikut (Hutagalung, 2007: 25):
1) Orang yang terbuka
2) Orang yang tidak mengalami hambatan untuk berbicara dengan
orang lain, bahkan dalam situasi yang masih asing sekalipun,
3) Orang yang cepat tanggap terhadap situasi sekelilinginya.
Calhoun dan Acocella (1995) dalam Ghufron dan Risnawita
(2010: 19), menyebutkan bahwa konsep diri yang positif mempunyai
ciri-ciri yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi
masalah, merasa sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa
malu, sadar bahwa tiap orang mempunyai keragaman perasaan, hasrat,
dan perilaku yang tidak disetujui oleh masyarakat serta mampu
mengembangkan diri karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek
kepribadian yang buruk dan berupaya untuk mengubahnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa orang
yang mempunyai konsep diri positif ditandai dengan ciri-ciri bahwa orang
tersebut merupakan orang yang terbuka, tidak mengalami hambatan untuk
berbicara, orang yang cepat tanggap, yakin terhadap kemampuan sendiri,
merasa sejajar, menerima pujian tanpa rasa malu, hasrat dan mampu
mengembangkan diri. Sedangkan orang yang mempunyai konsep diri
negative mempunyai ciri-ciri sulit menerima kritik, sulit berbicara dengan
orang lain, sulit mengakui bahwa ia salah, kurang mampu mengungkapkan
perasaan, cenderung menunjukkan sikap mengasingkan diri, malu-malu,
tidak mempunyai minat untuk bersaing, merasa tidak dihargai orang lain.
7. Konsep Diri dalam Perspektif Lintas Budaya
Sedikit sekali perhatian dalam penelitian lintas budaya yang meneliti
tentang konsep diri. Namun demikian tidak berarti psikolog dan sosiolog
tidak memiliki pandangan teoritik maupun metodologis tentang masalah
konsep diri dengan pendekatan lintas budaya. Secara teoritis maupun
28
Secara teoritis pengertian konsep diri akan memberikan pemahaman
terhadap situasi sosiokultural sehubungan dengan konsep diri para
individu yang ada di masyarakat tersebut. Secara praktis, pada dasarnya
konsep diri memainkan peranan penting dalam berbagai tingkah laku.
Struktur dan isi dari konsep diri baik secara individual dan khususnya
secara kultural dapat dibedakan dengan jelas. Penelitian mengenai konsep
diri bukan hanya secara langsung berhubungan dengan isi dari konsep diri
tetapi juga dengan aspek-aspek lainnya.
Perhatian secara langsung pada isi dari konsep diri, merupakan
keseluruhan dari elemen-elemen kognitif. Konsepsi kognitif tentang
individu adalah tentang dirinya. Pada pada konteks ini perlu memberi
perhatian pada berbagai konsepsi, tetapi juga perlu diperhatikan cara
dimana terjadi saling berhubungannya yang terorganisasikan secara
sistematis. Terdapat indikasi yang cukup memadai bahwa representasi
kognitif dari individu tidak berada didalam dirinya tapi sebagai unit yang
terpisah dari informasi luar tetapi secara menyeluruh saling berhubungan,
hal ini disebut sebagai skema. Dapat dikatakan bahwa berbagai struktur
dalam skema sama seperti gugusan informasi yang saling berhubungan
(Markus, 1977; Pratkanis & Greenwald, 1985 dalam Agustiani, 2006:
145).
Triandis (1989), Baumeister (1986) dan Greewald & Pratkanis (1984)
dalam Agustiani (2006: 145), mengajukan 3 komponen dari self:
1) Private Self
Meliputi pengetahuan tentang perilaku dan kebiasaan dirinya sendiri.
2) Public Self
Menyangkut kemampuan kognisi untuk menggeneralisasikan
pandangan orang lain mengenai dirinya.
3) Collective Self
Berhubungan dengan keterkaitan individu dengan kelompoknya.
Berdasarkan tiga komponen self di atas, maka konsep diri dalam
penelitian ini mengacu pada komponen private self, yaitu konsep diri yang
dibentuk oleh pengetahuan tentang perilaku dan kebiasan dirinya sendiri
dalam hal ini kebiasan minum tuak yang ada di daerah Sendawar.
Oerter (1990) dalam Agustiani (2006: 146), menjelaskan bahwa
dengan latar belakang cultural dapat diasumsikan bahwa identitas diri pada
masyarakat di Jawa Barat lebih kearah public dan collective self
dibandingkan subjek dari Barat. Responden dengan tingkat pendidikan
rendah misalnya responden dari perkebunan teh, lebih sering menjelaskan
identitas dirinya melalui collective dan public identity. Sedangkan
responden ditingkat pendidikan yang lebih tinggi menjelaskan identitas
dirinya melalui private identity (autonomous identity). Karakter pribadi
lebih disesuaikan dengan kehendak lingkungan. Norma sosial dan
30
8. Pengaruh Konsep Diri terhadap Perilaku Individu
Pujijogjanti dalam Ghufron dan Risnawita (2010: 18), mengatakan
ada tiga peranan penting dari konsep diri sebagai penentu perilaku.
a. Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin. Pada
dasarnya individu selalu mempertahankan keseimbangan dalam
kehidupan batinnya. Bila timbul perasaan, pikiran, dan persepsi yang
tidak seimbang atau bahkan saling berlawanan, maka akan terjadi iklim
psikologi yang tidak menyenangkan sehingga akan mengubah perilaku.
b. Keseluruhan sikap dan pandangan individu terhadap diri berpengaruh
besar terhadap pengalamannya. Setiap individu akan memberikan
penafsiran yang berbeda terhadap sesuatu yang dihadapi.
c. Konsep diri adalah penentu pengharapan individu. Jadi pengharapan
adalah inti dari konsep diri. Konsep diri merupakan seperangkat
harapan dan penilaian perilaku yang menunjuk pada harapan tersebut.
Sikap dan pandangan negatif terhadap kemampuan diri menyebabkan
individu menetapkan tiitik harapan yang rendah. Titik total yang
rendah menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi yang tinggi.
Berdasarkan ketiga peranan konsep diri tersebut dapat disimpulkan
bahwa konsep diri selain berperan sebagai pengharapan juga berperan
sebagai sikap terhadap diri sendiri dan penyeimbangan batin bagi individu.
Konsep diri pada setiap orang sesungguhnya tidak mutlak dalam
kondisi biner antara positif dan negatif, tetapi karena konsep diri berperan
penting sebagai pengarah dan penentu perilaku, maka harus diupayakan
dengan keras agar individu mempunyai banyak ciri-ciri konsep diri yang
positif.
B. Budaya
1. Definisi Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Budaya merupakan nilai-nilai yang dimiliki manusia, bahkan
mempengaruhi sikap dan perilaku manusia. Menurut Koentjaraningrat
(1999: 72), kebudayaan menurut antropologi adalah seluruh system
gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam
kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan belajar.
Menurut Weber dalam Sardjono (2005:111), budaya mempunyai aspek
bersifat personal, subjektif dan unik.
2. Ciri-Ciri Budaya
Kebudayaan mempunyai ciri-ciri umum sebagai berikut (Suhandi,
2004: 6):
a. Kebudayaan itu harus dipelajari
b. Kebudayaan itu diwariskan atau diteruskan dan diturunkan.
c. Kebudayaan itu didukung dan dikembangkan oleh anggota-anggota
32
d. Kebudayaan itu berkembang dan berubah.
e. Kebudayaan itu merupakan satu kesatuan yang bagian-bagiannya
terintegrasi.
3. Kebiasaan Minum Tuak
Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kemampuan yaitu
berupa akal atau budinya. Dengan akal dan budinya, manusia
mengembangkan berbagai macam system tindakan demi keperluan
hidupnya. Namun, berbagai macam system tindakan tersebut harus
dibiasakan oleh seorang individu dengan belajar sejak lahir sampai saat ia
mati. System tindakan yang dibiasakan tersebut dikenal dengan nama
budaya (Koentjaraningrat, 1999). Dengan demikian keseluruhan tindakan
dan hasil karya manusia yang dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari
dinamakan kebudayaan. Hal ini juga berlaku bagi tindakan masyarakat
Sendawar yang terbiasa minum tuak dalam sebuah pesta. Kebiasaan
minum tuak tersebut diturunkan secara turun temurun dari nenek moyang
mereka kepada generasi penerusnya melalui belajar dan penyesuaikan diri.
4. Proses Enkulturasi
Proses enkulturasi adalah proses seorang individu mempelajari
dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat, system norma
dan peraturan yang hidup dalam kebudayaannya (Koentjaraningrat, 1999).
Proses enkulturasi dimulai sejak kecil dalam alam pikiran warga suatu
masyarakat, mula-mula dari orang-orang di dalam lingkungan
keluarganya, kemudian dari teman-temannya bermain. Proses ini terus
berlangsung dan dipelajari oleh setiap individu dalam suatu masyarakat.
Dengan proses ini memungkinkan seseorang untuk menyesuaikan
sikapnya terhadap tradisi yang berlaku di masyarakat.
C. Remaja dan Tugas-Tugas Perkembangannya
Penelitian ini meneliti tentang kebiasan minum tuak dan konsep diri
pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang biasanya disebut dengan
remaja. Oleh karena itu, diperlukan penjabaran mengenai definisi remaja dan
tugas-tugas perkembangannya yang berkaitan dengan konsep diri.
1. Definisi Remaja
Remaja berasal dari bahasa Latin adolescere yang berarti tumbuh
atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Masa remaja antara pria dan
wanita tidak sama. Masa remaja bagi pria berlangsung dari usia 13 tahun
sampai dengan 22 tahun, sedangkan wanita mulai usia 12 tahun sampai
dengan 21 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa wanita lebih dahulu
mencapai tingkat kedewasaan daripada pria. Menurut Piaget (Ali dan
Asrori, 2005: 9), secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana
individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di
mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang
yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar.
Pada dasarnya remaja tidak mempunyai tempat yang jelas, karena
remaja sudah bukan anak-anak lagi tapi juga belum bisa diterima pada
34
nama fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan badai”. Seperti yang
diungkapkan oleh Monks (Ali dan Asrori, 2005: 10), bahwa remaja masih
belum mampu untuk menguasai dan memfungsikan secara maksimal
fungsi fisik maupun psikisnya.
2. Tugas Perkembangan Remaja
Konsep diri seorang remaja tidak terbentuk secara langsung, namun
melalui suatu proses atau perkembangan. Perkembangan yang terjadi pada
masa remaja dapat membentuk konsep diri. Hurlock (Ali dan Asrori, 2005:
10) menyebutkan bahwa tugas-tugas perkembangan masa remaja adalah:
a. Mampu menerima keadaan fisiknya.
b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.
c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis.
d. Mencapai kemandirian emosional.
e. Mencapai kemandirian ekonomi.
f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.
g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan
orang tua.
h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan
untuk memasuki dunia dewasa.
i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan
j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan beberapa hal berkaitan dengan metode yang
digunakan dalam penelitian yaitu jenis penelitian, subjek penelitian, teknik
pengumpulan data dan instrumen penelitian, prosedur pengumpulan data,
teknik analis data. Jenis penelitian menguraikan penggunaan metode
penelitian yang digunakan. Subjek penelitian menguraikan siapa orang yang
menjadi responden dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data
menguraikan teknik apa yang digunakan dalam penelitian yang biasanya
berhubungan denga teknik pengumpulan data. Teknik analisis data
menguraikan alat analisis yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk memperoleh
jawaban dari pertanyaan tentang siapa, apakah, kapan, di mana dan bagaimana
dari suatu topik penelitian (Sumarni dan Wahyuni, 2006: 52). Jadi, penelitian
berupaya mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta dan sifat populasi atau suatu daerah. Penelitian deskriptif dengan metode
survei dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan minum
36
dilihat dari siswa peminum tuak dan bukan peminun serta siswa pendatang
dan siswa asli.
B. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, subjek penelitian yang digunakan adalah semua
siswa/i SMA Negeri 6 Sendawar Kalimantan Timur tahun ajaran 2013/2014
mulai dari kelas X, XI dan kelas XII yang berjumlah 123 orang dengan
perincian jumlah siswa asli sebanyak 116 orang dan siswa pendatang
sebanyak 7 orang. Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian
population sampling.
C. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
angket atau kuesioner. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan
cara menyiapkan daftar pertanyaan tertulis yang dikirim kepada responden
untuk dijawab (Sumarni dan Wahyuni, 2006: 89). Kuesioner yang disusun
oleh peneliti memuat aspek-aspek konsep diri yaitu pengetahuan, harapan,
penilaian.
Dalam penelitian ini digunakan skala dengan empat jawaban yaitu
pernyataan yang favorable dimulai dari sangat setuju diberi skor 4, setuju
diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 2, dan sangat tidak setuju diberi skor 1.
Sedangkan untuk pernyataan unfavorable dimulai dari sangat setuju diberi
skor 1, setuju diberi skor 2, tidak setuju diberi skor 3, dan sangat tidak setuju
diberi skor 4.
1. Validitas Instrumen
Validitas mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu
alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2008:5). Teknik uji yang
digunakan adalah dengan cara mengkorelasikan skor item terhadap
skor-skor aspek melalui pendekatan analisis korelasi Pearson Product Moment.
Formula; rXY=
(
)( )
r = Indeks korelasi validitas item
N = jumlah subyek
X = skor butir kuesioner
Y = skor total aspek yang memuat item yang di uji validitasnya
Untuk menguji validitas data dalam penelitian ini, digunakan uji
korelasi Pearson Product Moment dengan ketentuan jika nilai r hitung > nilai
r tabel maka item pernyataan dinyatakan valid (Ghozali, 2011: 52). Penelitian
ini menggunakan pengujian terpakai, sehingga responden yang digunakan
pada saat ujicoba juga digunakan dalam penelitian.
Hasil ujicoba yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dari 44 item
pernyataan, terdapat 7 item yang nilai r hasilnya lebih kecil dari r table (r =
0,2512) yaitu item 1, 10, 14, 20, 25, 30, dan 44, sehingga tidak valid dan
38
hasilnya lebih besar dari r table (r = 0,2512). Item-item yang tidak valid tidak
dipakai dalam pengujian selanjutnya.
2. Reliabilitas Kuesioner
Uji reliabilitas digunakan untuk menunjukkan ukuran kestabilan dan
konsistensi dari konsep ukuran instrumen atau alat ukur, sehingga nilai yang
diukur tidak berubah dalam nilai tertentu. Data yang reliabel dalam instrumen
penelitian berarti data tersebut dapat dipercaya. Uji reliabilitas dalam
penelitian ini menggunakan nilai Cronbach Alpha dengan ketentuan apabila
nilai Alpha lebih dari 0,70 maka instrumen tersebut reliabel (Nunnally, 1994
dalam Ghozali, 2011: 47). Rumusnya adalah
⎥
Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas maka diperoleh nilai alpha
sebesar 0,910. Nilai tersebut lebih besar dari 0,70. Dengan demikian
pernyataan tersebut reliable.
Adapun hasil akhir instrumen penelitian setelah uji coba adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Kisi-Kisi Kuesioner Konsep Diri
Aspek-Aspek Indikator Favorable Unfavorable Jumlah
Pengetahuan 1. Yakin terhadap kemampuan
diri 1,2 3,4 4
2. Terbuka dengan orang lain 5,6,7 8,9 5 3. Cepat tanggap terhadap
situasi lingkungan 10,11 12,13, 14 5 Harapan 4. Menerima pujian 15,16 17,18 4
5. Mampu mengembangkan
diri 19,20,21 22 4
6. Berusaha untuk mengubah
kepribadian yang buruk 23,24 25,26 4 Penilaian 7. Menyadari keragaman
perasaan tiap orang 27,28 29,30 4
Sumber: Indikator dirangkum dari Ghufron dan Risnawita (2010),Hutagalung
(2007)
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistic
deskriptif yang meliputi penyajian data melalui tabel, perhitungan mean,
standar deviasi serta pengkategorisasian menurut norma yang telah ditentukan
penulis. Langkah-langkah yang digunakan peneliti untuk menganalisis data
adalah sebagai berikut:
1. Memeriksa keabsahan administrasi hasil jawaban responden untuk diolah
40
2. Memberi skor setiap alternatif jawaban. Alternatif jawaban, Sangat setuju =
4, setuju =3, tidak setuju = 2 dan sangat tidak setuju = 1 untuk pernyataan
favorable dan sebaliknya untuk pernyataan unfavorable.
3. Membuat tabulasi data, menghitung skor total dari masing-masing item
kuesioner dan skor rata-rata subjek.
4. Mengkategorikan subjek yang berpedoman pada penjelasan menurut
Azwar (2009: 107) sebagai berikut
Adapun kategorisasi konsep diri siswa-siswi SMA Negeri 6
Sendawar Kalimantan Timur dalam tahun ajaran 2013/2014 secara
keseluruhan diperoleh melalui perhitungan sebagai berikut: jumlah item 37;
nilai tertinggi: 4x37= 148, nilai terendah: 1x37=37, sehingga luas jarak
sebenarnya: 148-37=111. Dengan demikian satuan deviasi standarnya
adalah (148-37)/6=18,5 dan mean teoritisnya adalah (148+37)/2=92,5.
Kategorisasi konsep diri siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2
Kriteria Kategori Konsep Diri
No Formula Kategori Rentang Skor Keterangan
1 X < [µ - 1,5σ] 0 – 64,75 Sangat rendah