Kebijakan Defisit Anggaran APBN Pemerintah Pusat Tahun 2016 Aditya Suprayitno / 154060006540
Kelas 7A Program Studi Diploma IV Akuntansi Khusus PKN-STAN e- mail: [email protected]
Abstrak
Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, mengatakan perlambatan ekonomi Cina dan kenaikan suku bunga Amerika Serikat secara gradual menjadi tantangan utama ekonomi global pada tahun 2016. Kondisi ekonomi ini menjadi masalah bagi pemerintah dalam upayanya menjaga defisit anggaran tahun 2016 tidak melebar seperti yang terjadi pada tahun 2015 yang lalu, dimana pada akhir tahun pemerintah disibukkan dengan defisit yang meningkat diluar perkiraan awal pemerintah.
Kata kunci: defisit anggaran, APBN 2016, Pajak, Defisit Tahun berjalan, Hutang Indonesia
I. Pendahuluan
Dia akhir tahun 2015 pemerintah terus berupaya menekan pembengkakan defisit anggaran agar tidak melampaui ketentuan sebesar 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Berbagai kebijakan dikeluarkan sampai dengan menekan defisit anggaran di pemerintah daerah agar pemerintah pusat memiliki ruang fiskal yang lebih luas.
Bila kita melihat susunan APBN dari tahun ke tahun, kebijakan defisit APBN nampaknya selalu menjadi pilihan utama pemerintah. Kebijakan defisit disebut juga kebijakan ekspansif, karena anggaran belanja lebih besar dari pada anggaran pendapatan. Lalu mengapa pemerintah menetapkan kebijakan defisit?
Jika melihat sejarah kebijakan APBN maka terlihat kebijakan defisit mempunyai hubungan dengan rezim kekuasaan. Defisit anggaran memberikan tekanan yang berat pada postur APBN, yaitu dengan adanya beban pembayaran pokok pinjaman beserta bunganya. Kebijakan defisit ini juga menyebabkan APBN Indonesia menjadi sensitif terhadap perubahan kondisi makro ekonomi.
Sejak pemerintah orde lama sampai pemerintahan saat ini sebetulnya pemerintah telah menerapkan kebijakan defisit dan bahkan tetap dipertahankan sebagai kebijakan anggaran.
Alasan utama defisit sebenarnya karena terjadi gap antara penerimaan dan pengeluaran. Memang sangat sulit untuk dihindari selama ini karena pengeluaran tumbuh dengan pesat sedangkan penerimaan tumbuh lebih rendah dimana pemerintah melakukan ini untuk menggenjot sisi produksi sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Grafik defisit anggaran APBN
Sumber: Informasi APBN 2016-kemenkeu
II. Pembahasan
A. Konsep defisit anggaran
Kebijakan ekonomi moneter dan kebijakan ekonomi fiskal adalah 2 hal yang berpengaruh terhadap pertumbungan ekonomi suatu negara. Jika keduanya berjalan dengan baik maka pembangunan akan meningkat. Pada penentuan kebijakan fiskal, pemerintah mengarahkan perekonomian dengan cara menyesuaikan antara penerimaan dan pengeluaran APBN.Tujuan dari kebijakan fiskal adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang positif dengan cara memperbesar dan memperkecil pengeluaran pemerintah (G), transfer pemerintah (Tr), dan pajak (Tx) yang diterima sehingga mempengaruhi tingkat tenaga kerja (N) dan tingkat pendapatan nasional (Y).
Kebijakan fiskal yang ekspansi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pengeluaran pemerintah tanpa terjadinya peningkatan sumber pajak sebagai sumber utama keuangan pemerintah maka akan mengakibatkan defisit anggaran (Jaka Sriyana, 2007).
defisit anggaran negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Apabila kita menghitung defisit anggaran negara sebagai persentase dari PDB, maka akan mendapat gambaran berapa persen suatu negara dapat menghimpun dana untuk menutup defisit tersebut. (David N. Hyman, 1999).
B. Skema APBN 2016
Kebijakan fiskal merupakan instrumen Pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, melalui pengelolaan APBN yang optimal. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) melalui kebijakan fiskal yang sehat dan berkelanjutan (fiscal sustainability), yaitu dengan cara: mendorong peningkatan produktifias APBN, menjaga keseimbangan dalam rangka menciptakan iklim investasi yang kondusif dan konservasi terhadap lingkungan, memperkuat daya tahan (resilience) fiskal melalui penguatan cadangan fiskal dan peningkatan fleksibilitas pengelolaan keuangan negara, dan mendorong pengelolaan fiskal secara hati-hati dengan risiko yang terkendali.
APBN merupakan instrumen utama dalam kebijakan fiskal. APBN merupakan alat yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat seluruh Indonesia. APBN tahun 2016 disusun berdasarkan pokok-pokok kebijakan fiskal dengan tema “Penguatan Fiskal dalam Rangka Memperkokoh Fundamental dan Pertumbuhan Ekonomi yang berkualitas”. Berdasarkan data dibawah ini postur APBN tahun 2016 mengalami defisit anggaran sebesar Rp273.178,9 Miliar atau 2,15% terhadap PDB. Dengan posisi belanja lebih besar dari penerimaan untuk mencapai APBN yang sehat dan berkelanjutan sumber utang luar negeri harus dilakukan secara selektif dan tujuannya harus untuk kegiatan produktif.
Defisit Anggaran APBN 2015-2016 (miliar rupiah)
Uraian APBN 2015 APBN 2016
Pendapatan Negara 1.761.642,8 1.822.545,8
Belanja Negara 1.984.149,7 2.095.724,7
Surplus/ Defisit Anggaran (222.506,9) (273.178,9)
% defisit terhadap anggaran (1,90) (2,15)
Pembiayaan anggaran 222.506,9 273.178,9
melakukan perubahan dalam APBN tahun berjalan dengan menyesuaikan asumsi dasarnya dan sambil berusaha sekuat tenaga untuk mencapai target paling tidak mendekati sasaran dengan besaran-besaran asumsi dasarnya. Ketidaktepatan asumsi dasar menunjukkan sasaran yang tidak realistis karena sasaran tersebut tidak seluruhnya ditentukan oleh variabel ekonomi tetapi variabel non-ekonomi justru lebih dominan.
Dalam APBN 2016 pemerintah menetapkan asumsi dasar makro sebagai berikut:
Pertumbuhan ekonomi ditargetkan tumbuh sebesar 5.3%
Inflasi ditargetkan pada 4,7%
Suku bunga SPN pada 5,5%
Nilai tukar rupiah ditetapkan Rp.13.900
Harga minyak mentah Indonesia ditetapkan pada USD 50/ barel
Lifting minyak mentah 830.000 barel / hari
Lifting gas 1.155ribu barel / hari
C. Teori Penyebab Defisit Anggaran
Menurut Robert Barro (1989) penyebab terjadinya defisit anggaran negara karena: 1. Kebijakan Pemerintah Dalam Mempercepat Perkembangan Ekonomi
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian bangsa, pemerintah menjalankan program-program pembangunan. Pembangunan tersebut antara lain berupa pembangunan infrastruktur dan yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, bidang pertahanan-keamanan, bidang hukum sosial pendidikan, kesahatan dan lain-lain. Oleh karenanya pemerintah memerlukan dana dan investasi yang besar sehingga negara melakukan pilihan kebijakan berupa peningkatan pendapatan dari sektor pajak maupun pembiayaan lainnya. Manakala pembiayaan dari sektor pajak tidak mencukupi maka peminjaman ke luar negeri dilakukan dalam rangka menutupi kekurangan tersebut.
2. Rendahnya Daya Beli Masyarakat
dan mereka akan tetap terpuruk. Oleh karena itu, negara memerlukan pengeluaran untuk mensubsidi barang-barang tersebut agar masyarakat miskin bisa ikut menikmati.
3. Pemerataan Pendapatan Masyarakat
Pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang pemerataan di seluruh wilayah. Indonesia yang mempunyai wilayah sangat luas dengan tingkat kemajuan yang berbeda-beda di masing-masing wilayah. Untuk mempertahankan kestabilan politik, persatuan dan kesatuan bangsa, negara harus mengeluarkan biaya untuk misalnya, pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil, agar masyarakat di wilayah itu dapat menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh berbeda dengan wilayah yang lebih maju. Kegiatan itu misalnya dengan memberi subsidi kepada pelayaran Kapal Perintis yang menghubungkan pulau-pulau yang terpencil, sehingga masyarakat mampu menjangkau wilayah-wilayah lain dengan biaya yang sesuai dengan kemampuannya.
4. Melemahnya Nilai Tukar
Bila suatu negara melakukan pinjaman luar negeri, maka negara tersebut akan mengalami masalah bila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan mata uang negara peminjam tersebut.
5. Pengeluaran Akibat Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi akan menyebabkan meningkatnya pengangguran, sedangkan penerimaan pajak akan menurun akibat menurunnya sektor-sektor ekonomi sebagai dampak krisis itu, padahal negara harus bertanggung jawab untuk menaikkan daya beli masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini negara terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk program-program kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang miskin itu.
6. Realisasi yang Menyimpang Dari Rencana
proyek, atau program harus dipotong. Pemotongan proyek itu tidak begitu mudah, karena bagaimanapun juga untuk mencapai kinerja pembangunan, suatu proyek tidak bisa berdiri sendiri, tetapi ada kaitannya dengan proyek lain. Kalau hal ini terjadi, negara harus menutup kekurangan, agar kinerja pembangunan dapat tercapai sesuai dengan rencana semula.
7. Pengeluaran Karena inflasi
Penyusunan anggaran negara pada awal tahun, didasarkan menurut standar harga yang telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri dalam perjalanan tahun anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu dapat meningkat tetapi jarang yang menurun. Apabila terjadi inflasi, dengan adanya kenaikan harga-harga itu berarti biaya pembangunan program juga akan meningkat, sedangkan anggarannya tetap sama. Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas program, sehingga anggaran negara perlu direvisi. Anggaran negara yang telah tercantum terlalu rinci dalam dokumen anggaran, pemimpin proyek sulit untuk bisa menyesuaikan apabila terjadi kenaikan harga barang yang melampaui harga standar. Untuk melaksanakan pembangunan proyek yang melampaui standar yang telah ditentukan, pemimpin proyek akan dipersalahkan oleh Badan Pengawas Keuangan, sebaliknya juga apabila pemimpin proyek terpaksa mengurangi volumenya. Akibatnya, negara terpaksa akan mengeluarkan dana untuk eskalasi dalam rangka menambah standar harga itu.
D. Defisit Anggaran Tahun 2016 dan Resikonya
Besarnya belanja pemerintah menyebabkan defisit anggaran pemerintah juga menjadi semakin besar. Pemerintahan yang baru meninggalkan kebijakan pengereman belanja modal yang menyebabkan defisit APBN sangat mengecil seperti yang terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya. Pemerintah sengaja memperbesar defisit anggaran agar daya ungkit ekonomi meningkat mengingat ekonomi saat ini sedang mengalami perlambatan. Oleh sebab itu maka belanja modal seperti pembangunan infrastruktur yang pada tahun-tahun sebelumnya mendapatkan porsi yang sangat kecil sehingga pembangunan infrastruktur Indonesia menjadi cukup tertinggal dibandingkan dengan negara lain coba diubah dengan memperbesar belanja modal untuk pembangunan infrastruktur.
Sumber: Informasi APBN 2016-kemenkeu
Target defisit anggaran pada APBN 2016 sebesar 2.15% menjadi tantangan untuk pemerintah agar dapat menjaga angka tersebut tidak melebar sebagaimana yang terjadi pada tahun 2015 yang lalu. Ada beberapa hal yang harus ditinjau ulang oleh pemerintah yakni:
1. Target Penerimaan Pajak Rp. 1.360,2 Triliun
Pemerintah menetapkan target pajak sebesar 1.360,2 triliun, naik drastis dari realisasi penerimaan tahun 2015 sebesar Rp. 1.060 triliun. Target yang naik 24% dari tahun sebelumnya ini dipandang pesimis oleh berbagai pihak termasuk beberapa menteri dan pengamat perpajakan. Target penerimaan pajak selama beberapa tahun terakhir tidak pernah tercapai, terakhir kali Direktorat Jenderal Pajak berhasil mencapai target adalah pada tahun 2008. Bila melihat capaian kinerja perpajakan Pada tahun 2015 Direktorat Jenderal Pajak hanya mampu mengumpulkan penerimaan pajak sebesar 82% dari target, hal ini tidak lepas dari target yang terlalu tinggi dan tidak ada terobosan yang dibuat di dalam kondisi perkonomian yang menurun. Beberapa kebijakan penting seperti pembukaan data pemilik deposito dan pajak atas jalan tol ditolak lalu pada akhir tahun pemerintah akhirnya melakukan kebijakan diskon tarif pajak untuk revaluasi aset, tarif revaluasi aset yang 10% dipangkas menjadi hanya 1% agar penerimaan pajak meningkat. Tanpa ada terobosan yang yang nyata maka kemungkinan target pajak tahun ini tidak akan tercapai kembali apalagi kondisi ekonomi saat ini sedang melambat.
Tabel Penerimaan Pajak (dalam triliun)
Tahun Target Realisasi Persentase
2010 743 723 97.3%
2011 879 874 99.4%
2012 1.016 981 96.4%
2013 1.148 1.077 93.8%
2014 1.246 1.143 91.7%
2015 1.294,3
(APBN-P)
1.060 82%
Sumber Data: DJP
2. Penurunan Harga Minyak
Dunia saat ini sedang menghadapi oversupply pasokan minyak dunia akibat dicabutnya sanksi terhadap iran dan keengganan negara OPEC untuk mengurangi produksi minyak akibat persaingan dengan negara penghasil shale oil seperti Amerika Serikat. Negara-negara kaya minyak seperti Arab Saudi dan Venezuela saat ini sedang dilanda krisis akibat turunnya pendapatan negara.
Di dalam APBN 2016 pemerintah menetapkan harga minyak mentah Indonesia sebesar $50 per barel. Harga acuan ini lebih tinggi dibandingkan dengan harga perkiraan Bank Dunia untuk tahun 2016 yakni sebesar $37 per barel. Rendahnya harga minyak ini di satu pihak menguntungkan pemerintah karena secara otomatis beban beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang harus ditanggung pemerintah akan turun namun disisi lain proyeksi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) dari sektor migas, penerimaan Sumber Daya Alam sektor migas dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari pendapatan minyak mentah DMO tidak akan tercapai.
3. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
Dalam menyusun APBN ada beberapa asumsi yang digunakan termasuk nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah wajib diketahui dalam penyusunan APBN karena nilai tukar ini berkaitan dengan berapa besar alokasi ke hutang dan cicilan utang luar negeri dan subsidi barang impor seperti BBM yang menunjang jalannya perekonomian nasional. Jika kurs rupiah kuat maka beban pemerintah menjadi lebih hemat namun sebaliknya jika rupiah melemah maka beban yang ditanggung pemerintah dipastikan meningkat.
Pulihnya ekonomi Amerika Serikat dari krisis tahun 2008 menyebabkan arus dana keluar dari negara-negara berkembang seperti Indonesia menuju ke Amerika. Ketidakpastian The Fed dalam menaikkan suku bunga acuan, penurunan harga minyak dunia dan perlambatan ekonomi Cina juga menjadi ancaman untuk pelemahan rupiah.
Pemerintah pusat menetapkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada tahun 2016 sebesar Rp.13.900, sedangkan menurut institute For Development of Economics (INDEF) nilai tukar rupiah untuk tahun 2016 ini berada diatas 14 ribu per dolar AS. Apabila ternyata nilai tukas rupiah melemah diatas nilai acuan dalam APBN maka otomatis beban utang dan cicilan serta subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah menjadi besar.
Bila pada tahun 2016 ini pemerintah tidak bisa menjaga defisit anggarannya dengan baik maka pemerintah akan dihadapkan pada opsi menambah posisi hutang untuk menutupi kekurangan dana akibat defisit yang melebar. Pemerintah biasa berhutang ke luar negeri, dengan kondisi nilai tukar rupiah yang masih lemah, hutang yang harus dicicil menjadi semakin besar karena nilai pinjaman dihitung menggunakan valuta asing dan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan rupiah.
Apabila pemerintah memilih menerbitkan obligasi untuk menutupi defisit anggaran maka tingkat suku bunga akan meningkat naik. Kenaikan tingkat suku bunga ini menyebabkan biaya investasi menjadi lebih mahal sehingga menurunkan investasi yang dilakukan pihak swasta.
Kekhawatiran meningkatnya defisit anggaran untuk tahun 2016 ini juga menyebabkan infasi yang cenderung meningkat. Inflasi yang meningkat akan mengurangi pendapatan riil masyarakat. Apabila pendapatan riil masyarakat berkurang maka masyarakat akan mengurangi konsumsi dan tabungan. Bila hal ini terjadi maka tingkat investasi juga akan menurun.
Defisit anggaran yang melebar juga berpengaruh terhadap posisi ekspor dan impor. Ekspor unggulan Indonesia adalah ekspor komoditas sedang Indonesia masih banyak melakukan impor barang modal dan barang baku. Dengan melemahnya permintaaan komoditas dan turunnya harga komoditas, maka akan terjadi defisit transaksi berjalan dan kemungkinan menjadi defisit kembar jika pemerintah gagal mempertahankan defisit anggaran tahun ini.
Secara teori, kemampuan pengelolaan defisit anggaran dijadikan tolok ukur kinerja pemerintah. Defisit anggaran yang terkendali jelas akan mendukung penciptaan investasi pemerintah dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Sebaliknya defisit anggaran yang tinggi, selain membahayakan kondisi stabilitas fiskal juga mempersempit ruang fiskal pemerintah sekaligus menimbulkan potensi penarikan pembiayaan hutang luar negeri. Untuk mengendalikan defisit anggaran biasa dilakukan dengan du acara yaitu optimalisasi penerimaan pajak dan menekan belanja negara. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menjaga defisit anggaran 2016, antara lain:
1. Optimalisasi penerimaan pajak
Untuk mencapai target penerimaan pajak tahun 2016 pemerintah sebagai sarana untuk memperkecil defisit anggaran, pemerintah dapat melakukan beberapa kebijakan seperti:
Segera menyelesaian RUU KUP dan RUU Tax Amesty
Pemerintah dan DPR saat ini sedang menyusun RUU KUP dan Tax Amesty, diharapkan nantinya aturan tersebut dapat secara signifikan meningkatkan penerimaan perpajakan karena selama ini belum ada aturan yang mengatur. Aturan ini akan menarik dana milik orang Indonesia yang berada di luar negeri. Pada akhir tahun 2017 nanti akan menjadi era implementasi keterbukaan dan pertukaraan informasi perbankan untuk perpajakan sebagaimana yang diatur dalam Automatic Exchange of Information (AEoI, ada pertukaran data antar negara sehingga seluruh data wajib pajak menjadi terbuka. Akibatnya DJP dapat mendeteksi dimana ada dana yang besar dan siapa pemiliknya. Apabila aturan tax amesty dapat diselesaikan pada tahun ini, maka pemerintah memiliki sarana untuk menarik dana tersebut masuk ke Indonesia untuk kemudian dikenakan pajak disamping akan memberikan dampak positif untuk perekonomian.
Membuka data perbankan
kesulitan mengakses data nasabah yang ada di perbankan. Dengan alasan rahasia perbankan, selama ini pihak perbankan yang didukung oleh DPR dan OJK menolak permintaan DJP. Aturan keterbukaan data perbankan sebetulnya sudah diatur oleh OECD dan pada tahun 2017 perbankan suka atau tidak suka harus membuka data nasabahnya. Namun akan lebih baik bila pemerintah dan pihak yang terkait mulai membuka data perbankan seluas-luasnya agar DJP dapat mengoptimalkan penerimaan perpajakan. Intensifikasi, ekstensifikasi dan penegakan hukum perpajakan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan tax ratio. Masih banyak sektor yang belum digali secara maksimal oleh DJP karena selama ini kecenderungannya adalah menggali potensi perpajakan dari wajib pajak yang biasa diperiksa setiap tahunnya. Pada tahun 2015, Pemerintah melaksanakan sunset policy jilid dua untuk mengkatrol penerimaan tapi kebijakan ini tidak mendapatkan tanggapan yang positif dari wajib pajak sehingga pada akhir tahun, Dirjen Pajak melakukan penekatan kepada bebeapa wajib pajak besar untuk melakukan pembetulan SPT Tahunan. Untuk tahun 2016 DJP mencanangkan sebagai tahun penegakan hukum dimana wajib pajak akan dipaksa untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar dan DJP tidak segan untuk menuntut wajib pajak yang melakukan tax evasion.
Otonomi DJP
Bila mengacu kepada OECD, seharusnya instansi pengumpul pajak tidak lagi sebatas direktorat eselon I di Kementerian Keuangan. Seharusnya DJP menjadi badan independen yang berada di bawah presiden sehingga dapat bekerja secara optimal. Hal ini disebabkan. Selama ini DJP mengalami kesulitan untuk mengumpulkan pajak, mulai dari sulitnya membuka kantor baru di daerah sampai kekurangan pegawai, apalagi tax collection cost di Indonesia masih belum sebanding dengan negara lain. Pembentukan badan yang dicanangkan oleh pemerintahan yang baru sejak tahun 2014 sampai dengan saat ini belum terwujud karena RUU KUP yang menjadi dasarnya pun juga belum selesai.
2. Merevisi asumsi makro
sedangkan di pasar saat ini harga minyak bergerak di antara $ 27 sampai dengan $ 35 per barel.
3. Meningkatkan kualitas belanja
upaya peningkatan kualitas belanja negara akan ditempuh antara lain dengan pertama, meningkatkan belanja infrastruktur. Kedua, menerapkan kebijakan subsidi yang lebih tepat sasaran melalui pemberian subsidi langsung kepada yang membutuhkan. Ketiga, mendukung stabilitas pertahanan dan keamanan nasional. Pemberian subsidi yang dilakukan pemerintah saat ini masih banyak yang tidak tepat sasaran. Akan lebih baik bila belanja subsidi yang dialokasikan, ditujukan bukan untuk subsidi penurunan harga, tetapi lebih kepada pengalokasian agar belanja tersebut dapat menciptakan suatu kondisi dimana pendapatan masyarakat dapat bertambah sehingga terjadi peningkatan daya beli masyarakat, seperti penciptaan lapangan kerja baru.
4. Mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak dari non migas
Dalam memaksimalkan Pendapatan Negara Bukan Pajak, pemerintah perlu lebih serius menggali potensi PNBP khususnya dari sektor non-migas, tidak hanya fokus terhadap sektor migas. Besaran royalti yang ditetapkan pemerintah selama ini masih kecil bila dibandingkan negara lain, meskipun saat ini kondisi komoditas tambang sedang tidak baik, para pelaku usaha pertambangan selama ini sudah memanfaatkan kekayaan negara, bahkan banyak diantaranya tidak membayar atau membayar royalti tetapi tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Misalnya pada sektor pertambangan emas, tarif royalti di Indonesia yang masih 3,75%, masih relatif kecil dibanding banyak negara, seperti Ghana yang mengenakan tarif sebesar 5%, atau Rusia yang mencapai 6%. Sementara di Peru tarifnya bervariasi dari 1% sampai dengan 13%. Jika dapat memaksimalkan tarif royalti yang lebih kompetitif tentunya penerimaan PNBP akan lebih besar. Selain itu, pengawasan terhadap perusahaan tambang juga wajib dilakukan agar konsisten membayar tarif royalti yang telah ditentukan oleh pemerintah. Apabila pemerintah bisa melakukan hal ini, penerimaan negara akan meningkat.
5. Mengendalikan hutang
sepenuhnya aman. Selama lima tahun ke belakang, nilai nominal utang Indonesia sebenarnya mengalami peningkatan. Bertambahnya nilai utang negara akan menimbulkan konsekuensi terhadap penambahan bunga utang pada APBN di tahun-tahun berikutnya. Dalam teori ekonomi kondisi ini disebut dengan Fisher’s Paradox, yaitu semakin banyak cicilan pokok beserta bunga utang yang dibayar, semakin bertambah banyak pula utang yang menumpuk. Kita seperti mengikuti istilah ‘gali lubang tutup lubang’, pinjam uang untuk bayar utang.
Salah satu instrumen utang pemerintah dalam menutupi defisit anggaran adalah Obligasi negara, sebagian besar dari obligasi tersebut menggunakan floating rate yang sangat tergantung pada kondisi fundamental ekonomi. Salah satunya indikatornya adalah inflasi. Jika inflasi tinggi, maka imbal hasil (yield) obligasi cenderung naik karena ekspektasi investor terhadap kenaikan inflasi. Imbal hasil yang meningkat akan berpengaruh terhadap peningkatan beban anggaran. Pemerintah harus menjaga agar dana pinjaman yang digunakan betul – betul digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan perekonomian sehingga inflasi menjadi terjaga dan defisit tidak makin lebar
6. Restrukturisasi utang
Pembayaran utang pemerintah masih akan berlangsung sampai 20 tahun ke depan setidaknya jika melihat dari list jatuh tempo utang yang masih akan ada sampai dengan 2055. Pemerintah perlu merestrukturisasi utang-utangnya, yang dimaksud dengan restrukturisasi utang yaitu mengatur ulang utang terutama terkait masalah tingkat bunga utang. Agar utang Indonesia tidak semakin besar di masa depan. Selain itu pemerintah perlu kembali melakukan debt swap, yaitu pertukaran utang dengan ekuitas atau dalam mata uang lokal untuk membiayai suatu proyek atau program. Skema ini cukup menguntungkan karena upaya pengurangan utang dapat dilaksanakan sekaligus dengan upaya untuk mencapai pembangunan. pada tahun 2004 debt swap dengan pemerintah Jerman berhasil mengurangi utang pemerintah sebesar 143 juta Euro. Dalam debt swap pemerintah perlu menetapkan program prioritas seperti pengurangan kemiskinan, pemerataan pendidikan, ataupun isu kesenjangan antar daerah.
III. Penutup
pertumbuhan ekonomi dengan berdasarkan asumsi ekonomi makro yang telah ditetapkan sebelumnya pada APBN.
Pemerintah harus berupaya agar defisit anggaran yang telah ditetapkan untuk tahun 2016 ini tidak melebar sebagaimana yang terjadi pada tahun 2015.Ada beberapa langkah upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut.
IV. Daftar Pustaka
Nizar, Muhammad Afdi.2013. Vol 17 No.1 Maret 2013. “Pengaruh Defisit Anggaran Terhadap Defisit Transaksi Berjalan Di Indonesia” Jakarta: Kajian Ekonomi dan Keuangan MPRA
Haryanto, Tri.2015.” Reformasi Defisit dan Kebijakan Belanja 2015”, Jakarta: BKF Soebagiyo Daryono.2012. Vol 13 No.2 Desember 2012.” Isu Strategi Pembiayaan Defisit Anggaran Di Indonesia”, Surakarta: Jurnal Ekonomi Pembangunan UMS http://www.kemenkeu.go.id/Berita/pokok-pokok-kebijakan-fiskal-2016 Diakses Pada 25 Januari 2015 21:04
http://katadata.co.id/berita/2015/12/21/jurus-baru-pemerintah-selamatkan-defisit-anggaran-di-akhir-tahun Diakses Pada 25 Januari 2016 21:30
http://www.beritasatu.com/ekonomi/336602-2016-target-pajak-realistis-rp-1200-triliun.html Diakses 25 Januari 2016 19.00
http://pasarkeuangan.com/mengapa-pemerintah-menetapkan-kebijakan-defisit-anggaran/ diakses 27 Januari 2016 20.34
https://bisnis.tempo.co/read/news/2016/01/27/090739794/bank-dunia-pangkas-proyeksi-harga-minyak-ke-us-37-per-barel diakses 27 Januari 2016 21.00
http://katadata.co.id/berita/2015/12/16/ekonomi-indonesia-tahun-depan-terancam-defisit-kembar diakses 27 Januari 2016 21.10
http://kabar24.bisnis.com/read/20150816/15/462950/defisit-r-apbn-2016-sengaja-dinaikkan-ini-strategi-pemerintah diakses pada 27 Januari 2016 21.34
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-perbendaharaan/20920-defisit-anggaran-dan-implikasinya diakses pada 27 Januari 2016 21.45
https://sukasayurasem.wordpress.com/2009/04/28/risiko-makro-kenaikanpenurunan-harga-minyak-mentah/ diakses pada 27 Januari 2016 22.05
Nota Keuangan APBN 2016