• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan dan Strategi Penempatan Tenaga (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kebijakan dan Strategi Penempatan Tenaga (1)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Kebijakan dan Strategi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

Kamis, 27 Maret 2008

Erman Suparno

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia

Pendahuluan

Pasal 27 D ayat (2) UUD 1945 dan perubahannya mengandung dua makna sekaligus, yaitu memberi “hak― kepada warga negara untuk memperoleh salah satu hak dasar manusia yaitu pekerjaan dan membebani “kewajiban― kepada negara untuk memenuhinya. Dengan kata wajib, maka negara tidak dapat menghindarinya meskipun tidak cukup sumber daya dan sumber dana di dalam negeri, serta harus mencari sumber-sumber tersebut sampai ke luar negeri.

Sementara itu, selain berhak memperoleh pekerjaan, Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia lebih menegaskan lagi bahwa warga negara juga berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang

disukainya.

Oleh karena itu, warga negara tidak dapat dilarang untuk bekerja dimana saja, termasuk di luar negeri.

Kilas Balik Penempatan TKI di Luar Negeri

Secara historis, dengan latar belakang kebijakan politik yang berbeda, penempatan TKI di luar negeri telah terjadi sejak jaman Hindia Belanda sekitar tahun 1887, dimana banyak TKI yang dikirimkan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk bekerja sebagai kuli kontrak di Suriname, New Calidonia, Siam dan Serawak. Di samping itu, banyak pula TKI yang secara tradisional berangkat ke luar negeri terutama ke Malaysia untuk bekerja, dan sampai sekarang banyak di antara mereka yang menetap di sana.

Penempatan TKI yang didasarkan pada kebijakan pemerintah Indonesia baru terjadi pada tahun 1969, yang

dilaksanakan oleh Departemen Perburuhan. Dengan dikeluarkannya PP No. 4 tahun 1970 diperkenalkan program Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dan Antar Kerja Antar Negara (AKAN), maka penempatan TKI di luar negeri mulai

melibatkan pihak swasta.

Dalam upaya perlindungan TKI telah dibentuk Badan Koordinasi Penempatan TKI tanggal 16 April 1999 melalui Keppres No. 29 Tahun 1999. Keanggotaan Badan Kordinasi Penempatan TKI (BKPTKI) terdiri dari sembilan instansi terkait lintas sektoral untuk meningkatkan program Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN) sesuai dengan lingkup tugas masing-masing.

Untuk penyederhanaan prosedur dan mekanisme serta peningkatan pelayanan penempatan TKI telah dibentuk Balai Pelayanan Penempatan TKI (BP2TKI) di daerah provinsi pengirim TKI. BP2TKI tersebut berfungsi sebagai pelayanan satu atap, untuk mempermudah, mempermurah, mempercepat dan mengamankan proses penempatan TKI.

(2)

Mengapa Harus Ke Luar Negeri?

Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya migrasi TKI ke luar negeri. Di samping faktor penarik yang ada di luar negeri berupa upah yang lebih tinggi, maka faktor yang paling berpengaruh adalah faktor pendorong yang ada di dalam negeri, yaitu belum terpenuhinya salah satu hak dasar warga negara yang paling penting yaitu: pekerjaan seperti

diamanatkan di dalam Pasal 27 D ayat (2) UUD 1945 dan perubahannya. “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan―.

Berdasarkan statistik ketenagakerjaan, bahwa masalah krusial yang dihadapi oleh pasar kerja Indonesia sampai saat ini adalah masalah pengangguran1. Bukan saja jumlahnya sangat besar, tetapi juga karena rate-nya yang cukup tinggi.

Seperti terlihat pada Grafik 1, sepanjang tahun 2004 sampai 2007 jumlah pengangguran terbuka tidak pernah di bawah angka 10 juta orang, bahkan pernah mencapai angka hampir 13 juta pada tahun 2005. Jumlah yang sangat banyak.

(3)
(4)

Banyak faktor yang mengakibatkan munculnya masalah pengangguran ini. Salah satu faktor yang paling menentukan adalah ketidakmampuan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk menyerap tenaga kerja secara signifikan. Tingkat pengangguran terbuka dalam persen periode tahun 2004-2007 ditampilkan pada grafik 2.

(5)
(6)

Padahal, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kurun waktu 2002–2006 cukup tinggi dan mengalami peningkatan yang cukup berarti yakni dari 3,8% pada tahun 2002 menjadi 5,5% pada tahun 2006, atau rata-rata sekitar 5%2. Bahkan, pada tahun 2007 diperkirakan sebesar 6,2%, yang berarti dapat mencapai atau mendekati target yang ditetapkan dalam APBN 2007. Tegasnya, secara umum dan agregat, kinerja perkonomian Indonesia selama kurun waktu tersebut

menunjukkan kemajuan yang cukup baik.

Namun perbaikan ekonomi makro tersebut, kualitasnya belum sesuai dengan yang diharapkan, terbukti dengan adanya penurunan daya serap pertumbuhan ekonomi terhadap tenaga kerja dari 400.000 tenaga kerja per 1% menjadi hanya sekitar 200.000 tenaga kerja per 1%3. Menurut catatan akhir Kadin Indonesia4, salah satu penyebab utama dari keadaan ini adalah wrong incentive structure, dimana sektor tradeable–seperti pertanian, industri pengolahan dan jasa–yang seharusnya menjadi basis pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, tumbuh jauh di bawah pertumbuhan PDB (kecuali sektor pertanian). Sementara sektor non-tradeable justru sebaliknya. Jadi akselerasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai masih kurang memperhatikan aspek kualitas, terutama dalam hal efisiensi, kesinambungan, dan pro kesempatan kerja.

Akibatnya banyak penduduk yang menganggur dan berimplikasi langsung pada munculnya masalah yang lebih kompleks, yaitu kemiskinan, yang antara lain ditandai oleh jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dan penduduk yang rentan untuk jatuh ke bawah garis kemiskinan5.

Situasi ini membuat penduduk menghadapi kesulitan ekonomi, yang memaksa mereka harus bekerja apa saja untuk mempertahankan hidupnya, meskipun dengan imbalan yang terlalu rendah, atau bahkan meninggalkan kampung halaman dan negaranya dengan risiko yang tidak dapat dibayangkannya6.

Uraian di atas menunjukkan bahwa negara masih belum dapat memenuhi kewajibannya untuk memenuhi hak dasar rakyat atas pekerjaan. Apa implikasi dari keadaan ini terhadap keseluruhan pembangunan di Indonesia? Indonesia akan sulit keluar dari lingkaran setan (vicious circle) menuju lingkaran kebajikan (virtuous circle) dimana perbaikan ekonomi terjadi secara berantai dan membawa perekonomian Indonesia pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, karena pengangguran akan membebani ekonomi secara keseluruhan8 dan akan mengganggu stabilitas nasional dengan efek domino-nya.

Penempatan TKI di Luar Negeri

Secara umum jumlah penempatan TKI selalu meningkat dari tahun ke tahun. Seperti terlihat pada Grafik.3, selama empat tahun belakangan ini saja telah ditempatkan 2.163.490 orang TKI, dengan pertambahan sekitar 21% per-tahun,

(7)
(8)

Bila dilihat menurut kawasan negara tujuan, maka sekitar 60% dari TKI ini ditempatkan di Kawasan Timur Tengah dan Afrika seperti Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Jordania, dan Qatar. Sisanya ditempatkan di Kawasan Asia Pasifik seperti Malaysia, Singapura, Hongkong, Korea Selatan dan Taiwan, termasuk Amerika.

Meskipun sudah ada pergeseran penempatan TKI dari sektor informal menuju ke sektor formal, namun pergeseran tersebut belum signifikan. Menurut data penempatan tahun 2007, penempatan pada sektor informal masih dominan yakni sekitar 78%. Walaupun demikian, ada satu perbedaan yang jelas antara penempatan di Kawasan Asia Pasifik dan Amerika dengan Kawasan Timur Tengah dan Afrika, dimana penempatan pada kawasan yang disebut pertama lebih banyak pada sektor formal, yakni sekitar 52% pada tahun 2007. Dengan demikian, tingginya persentase penempatan pada sektor informal secara agregat adalah karena adanya pengaruh dari sangat tingginya penempatan pada sektor informal di Kawasan Timur Tengah dan Afrika, yakni sekitar 98% pada tahun 2007.

Dengan berbagai upaya peningkatan pendidikan, keterampilan dan kompetensi TKI serta pelaksanaan market inteligensi yang akseleratif, Pemerintah merencanakan dan memperkirakan bahwa pada suatu waktu akan tiba saatnya dimana terjadi kecenderungan penempatan yang hiperbolik, dimana penempatan pada sektor formal lebih banyak daripada sektor informal. Untuk itulah Depnakertrans bersama-sama dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan pihak-pihak terkait lainnya terus melakukan perbaikan di segala lini yang berada di dalam sistem penempatan dan perlindungan TKI.

Selain mengurangi beban pengangguran dan efek dominonya di dalam negeri, maka penempatan TKI di luar negeri juga telah memberikan efek netto bernilai tambah berupa remittance yang masuk ke dalam negeri.

(9)

Selama empat tahun belakangan ini remittance yang tercatat masuk ke Indonesia di mana TKI bekerja mencapai 13,87 Milyar US$. Dan, seirama dengan kecenderungan peningkatan jumlah penempatan TKI, jumlah remittance ini juga meningkat secara linear, yakni dari 1,9 Milyar US$ pada tahun 2004 menjadi 5,84 Milyar US$ pada tahun 2007.

Permasalahan TKI di Luar Negeri

Selama berada di luar negeri, bahkan ketika masih berada di dalam penampungan menunggu keberangkatan ke luar negeri, ada kalanya sebagian dari TKI menghadapi masalah yang merugikan TKI tersebut. Persoalannya adalah apa penyebab munculnya masalah, dan bagaimana kadar masalah yang dihadapi tersebut, serta seberapa banyak TKI yang mengalaminya. Hal ini penting untuk dipertimbangkan dengan menggunakan pemikiran positif agar tidak muncul kesan bahwa seakan-akan semua TKI mengalaminya, sehingga tidak jarang muncul pendapat yang menggugat program penempatan TKI di luar negeri dan meminta agar pemerintah menghentikannya.

(10)

Adapun masalah yang paling menonjol di antara sekian banyak masalah yang dialami oleh TKI adalah: (1) gaji tidak dibayar; (2) pemutusan hubungan kerja; (3) penganiayaan; (4) putus komunikasi; (5) pelecehan seksual; (6) kriminal; (7) kecelakaan kerja; dan, (8) sakit.

Kebijakan dan Strategi Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri

Kebijakan penempatan TKI di luar negeri diarahkan untuk memanfaatkan peluang kerja di luar negeri dengan

(11)

mengedepankan aspek perlindungan terhadap harkat dan martabat serta keselamatan dan kesehatan TKI sejak di daerah asal, selama di negara tujuan sampai kembali ke daerah asal.

Untuk itu, strategi yang telah dan akan dilakukan oleh Pemerintah dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yakni:

Regulasi, dilakukan dengan menerbitkan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri dan menyusun berbagai peraturan pelaksanaannya.

Kelembagaan, dilakukan dengan membagi kewenangan pusat dan daerah secara jelas di dalam sistem penempatan dan perlindungan TKI.

Tindakan, dilakukan dalam berbagai bentuk, antara lain:

- Melaksanakan Instruksi Presiden Nomor 06 tahun 2006 tentang Reformasi Kebijakan Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, dengan cara:

- a. Penyederhanaan birokrasi pelayanan penempatan TKI seperti penyederhanaan prosedur penempatan yang semula 24 simpul menjadi 14 simpul.

- b. Meringankan beban biaya yang ditanggung oleh CTKI dengan membebaskan biaya Fiskal, tidak menaikkan biaya Paspor, membebaskan biaya pengurusan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN), membebaskan biaya PAP

- Meningkatkan kualitas TKI melalui pelatihan keterampilan, kemampuan, bahasa dan persiapan mental. Hanya akan menempatkan TKI yang dinilai sudah memenuhi syarat kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang ditunjuk oleh Depnakertrans.

- Memberikan perlindungan terhadap hak dan harta TKI melalui program asuransi TKI yang dilaksanakan oleh lima Konsorsium Asuransi. Dalam hal ini, Konsorsium Asuransi tersebut juga diwajibkan untuk bekerjasama dengan lembaga bantuan hukum/lawyer di negara penempatan TKI.

- Meningkatkan hubungan bilateral dengan delapan negara penempatan yaitu Malaysia, Korea Selatan, Jordania, Kuwait, Taiwan, Australia dan Uni Emirat Arab dalam bentuk penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU). Saat ini dipersiapkan penandatanganan MoU dengan enam negara, yaitu: Qatar, Yunani, Kuwait dan Yordan (revisi), Jepang, Brunei Darussalam serta Maroko.

- Membentuk empat sentra layanan penempatan dan perlindungan TKI (SP3TKI) di Serang, Denpasar, Riau, dan Kuala Tungkal.

- Membentuk Atase Ketenagakerjaan di lima negara, di luar negara-negara yang telah memiliki Atase Ketenagakerjaan, yaitu Singapura, Brunai Darussalam, Korea Selatan, Qatar dan Yordania.

(12)

sidang IOM, pertemuan UNIFEM, dan pertemuan CEDAW.

- Melakukan registrasi dan penerbitan SIPPTKIS, dimana sampai saat ini telah terdaftar 496 PPTKIS.

- Turut melaksanakan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, khususnya yang menyangkut TKI sebagaimana diamanatkan di dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang melalui pencegahan (tindak pidana) dan penanganan (korban), dengan cara:

- a. Peningkatan kewaspadaan masyarakat mengenai ciri dan modus operandi tindak pidana perdagangan orang.

- b. Pelatihan anti perdagangan orang.

- c. Penelitian.

- d. Perluasan kesempatan kerja.

- e. Perlindungan korban.

- f. Pembentukan gugus tugas.

- Membina dan pemberdayaan TKI purna agar dapat memanfaatkan penghasilannya menjadi usaha ekonomi produktif dengan memberikan bimbingan wirausaha, pengembangan usaha, pendampingan, membangun akses untuk

memperoleh kredit modal Perbankan. Mendorong terbentuknya Asosiasi TKI purna yang dimaksudkan sebagai wadah integrasi dan konsultasi TKI Purna dalam meningkatkan dan mengembangkan potensi dan usaha yang mereka miliki.

Penutup

Melaksanakan kebijakan penempatan TKI di luar negeri sebagai bagian dari program pembangunan nasional, secara bertahap akan ditingkatkan kualitasnya. Upaya tersebut inherent atau merupakan bagian yang sangat melekat dari konstitusi itu sendiri. Oleh karena itu, cara pandang terhadap program penempatan TKI di luar negeri harus didasarkan pada faktor penyebab yaitu kondisi negara yang belum cukup menyiapkan lapangan kerja, serta faktor kemanfaatannya. Apabila cara pandang tersebut dapat berkembang dalam pola pikir seluruh bangsa Indonesia, maka sudah seyogyanya program penempatan TKI di luar negeri perlu di dukung oleh berbagai elemen masyarakat.

Agar cara pandang tersebut tetap konsisten, maka negara atau pemerintah dan masyarakat harus memiliki keyakinan dan spirit bahwa program penempatan TKI di luar negeri hanya suatu alternatif. Bila kondisi di dalam negeri sudah tersedia lapangan kerja yang cukup, maka penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri betul-betul diarahkan ke sektor formal, yang berupa tenga kerja jasa profesional (expertise). Dengan harapan dapat meningkatkan daya saing sumber daya manusia Indonesia dalam percaturan kehidupan yang semakin mengglobal.

(13)

__________

1 Pusat Litbang Ketenagakerjaan Depnakertrans; Studi Upaya Penanggulangan Pengangguran. Jakarta, 2007.

2 Angka pertumbuhan ekonomi ini lebih tinggi dari perkiraan pertumbuhan ekonomi global yang hanya 3,2%,

sementara pertumbuhan ekonomi AS 3,6%, Jepang 2,4%, Kanada 2,9%, Australia 2,9%, Jerman 1,1%, Belanda 0,7%, dan Inggris 1,6%.

3 Pande Raja Silalahi; Menyambut Ekonomi Tahun 2006. CSIS. Jakarta, 2006.

4 Kadin Indonesia; Catatan Akhir Tahun 2007 dan Rekomendasi KADIN Indonesia. Jakarta, 2007.

5 Kantor Menko Kesra; Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan. BBKPK. Jakarta, 2005.

6 Ruth Rosenberg (Ed); Trafficking of Women and Children in Indonesia. ICMC and ACIL. Jakarta, 2005.

Referensi

Dokumen terkait

Rangkaian ini dirancang dengan tujuan untuk mendapatkan tegangan DC yang akan digunakan sebagai tegangan masukan pada rangkaian boost converter, hal ini dikarenakan pada

Pembentukan behaviour berupa kepatuhan penggunaan APT yang menjadi activator nya diantaranya adalah adanya pelatihan yang diberikan untuk tenaga kerja mengenai APT,

Berdasarkan penilaian terhadap hasil belajar siswa pada tabel 1 dengan jumlah siswa 21 orang, terlihat pada aspek menentukan unsur-unsur kalimat terdapat 10 orang siswa atau

Komunitas terdiri dari 11 jenis dari kelas Gastropoda, 2 jenis dari kelas Bivalvia dan 2 jenis dari kelas Crustacea dari 842 individu yang ditemukan, selain itu menurut

Namun dinamika tersebut tidak mengubah prosesi upacara Ngoa Ngi’i, hanya mengubah beberapa sarana dalam prosesi sebagai contoh, pada zaman dahulu ketika

Sistem informasi akuntansi manajemen mempunyai tiga tujuan utama, yaitu (1) untuk menyediakan informasi yang digunakan dalam perhitungan biaya jasa, produk dan tujuan lain

Anak usia sekolah adalah anak berusia 6 – 21 tahun , yang sesuai dengan proses tumbuh kembangnya di bagi menjadi 2 sub kelompok yakni praremaja 9( 6-9 tahun) dan remaja ( 10 – 19

Dengan potensi perdagangan dan investasi yang ada di APEC, dalam sepuluh tahun terakhir data ekonomi makro APEC telah menunjukkan peningkatan, antara lain (i) peningkatan ekspor