• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN GURU PAI DALAM PENGEMBANGAN NUANSA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN GURU PAI DALAM PENGEMBANGAN NUANSA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

NUANSA RELIGIUS DI SEKOLAH

Oleh: Hary Priatna Sanusi

Abstract

A religious teacher required not only teach Islamic religious knowledge in the learning process, but also undertake other efforts that can help achieve the goal of Islamic education. These efforts, among others, realized through the efforts of teachers of religion in fostering religious atmosphere in the school. As for the religious atmosphere is the creation of the religious situation among educators and their students are reflected in efforts to understand the teachings of religion, nobility of the learner, simple and frugal life, love cleanliness, and soon realize and correct the error.

Keywords: teacher competencies, roles, and religious situations

A. PENDAHULUAN

Kultur bangsa Indonesia, dalam pemaparan Kartika, menempatkan profesi guru pada posisi yang tinggi. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan, guru ditempatkan pada posisi yang lebih mulia dari pada raja dan orang tua. Hal ini antara lain terungkap dari suatu pernyataan tentang siapa yang wajib dihormati dalam kehidupan di dunia ini. Adapun yang wajib dihormati, yaitu “Guru, Ratu, Wongatowo Karo”. Artinya, yang pertama wajib dihormati dan dipatuhi adalah guru, kemudian penguasa (raja/ratu) dan kedua orang tua kita.1

Pada era informasi dan globalisasi seperti sekarang ini pun, keberadaan seorang guru masih tetap memegang peranan penting yang belum dapat digantikan oleh mesin, radio, atau komputer yang paling canggih sekalipun.2 Sebab masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi yang terserap dalam kepribadian guru yang tidak dapat dijangkau melalui alat-alat tersebut.

Guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Menurut Moh. Uzer Usman, jabatan guru memangku tiga jenis tugas, yakni tugas dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan, dan tugas dalam

1

Euis Kartika, Peran Guru PAI dalam Pengembangan Suasana Religius di Sekolah, t.p, h. 1

2Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru,

(2)

bidang kemasyarakatan.3Dalam kapasitasnya sebagai jabatan profesi, guru bertugas untuk mendidik, mengajar dan melatih. Sedang tugasnya dalam bidang kemanusiaan meliputi bahwa guru di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Adapun tugas dalam bidang kemasyarakatan pada hakekatnya adalah merupakan komponen strategis yang memiliki peran penting dalam menentukkan gerak maju kehidupan bangsa.

Menurut Mc. Leod yang dikutip oleh Muhibbin Syah sosok guru didefinisikan sebagai “a person whose occupations teaching others” (guru adalah seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain), dengan maksud menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat kognitif), melatih keterampilan jasmani kepada orang lain (bersifat psikomotor), dan menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (bersifat afektif).4 Guru agama (Islam) sebagai pengembang dan penanggung jawab mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, menurut Zuhairini mempunyai tugas yaitu mengajar ilmu pengetahuan agama Islam, menanamkan keimanan dalam jiwa anak didik, mendidik anak agar taat menjalankan agama, dan mendidik anak agar berbudi pekerti yang mulia.5

Seorang guru agama dituntut tidak hanya mengajarkan ilmu pendidikan agama Islam semata dalam proses pembelajaran, tetapi juga melakukan usaha-usaha lainnya yang dapat membantu tercapainya tujuan pendidikan agama Islam. Usaha-usaha tersebut antara lain diwujudkan melalui upaya guru agama dalam menumbuhkan suasana religius di sekolah. Adapun yang dimaksud dengan suasana religius adalah terciptanya situasi keagamaan di kalangan pendidik dan anak didiknya yang tercermin dalam usaha memahami ajaran-ajaran agama, budi luhur dari peserta didik, hidup sederhana dan hemat, mencintai kebersihan, dan segera menyadari dan memperbaiki kesalahan.6

B. SEKILAS MENGENAI PEMAKNAAN GURU PAI

Guru merupakan unsur yang sangat dominan dan dinilai sangat penting dalam jalur pendidikan sekolah (formal) pada umumnya, karena bagi siswa guru sering dijadikan tokoh teladan, bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Demikian pula

3

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h.6

4Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2010), h.222

5

Zuhairini, dkk, Maetodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Usaha Nasional, 1997), h.35 dan lihat pula Euis Kartika, loc.cit

6Anonimous, Memelihara Kela ngsungan Anak menurut Ajaran Islam, (Jakarta: MUI

(3)

dalam proses pembelajaran, guru harus mimiliki kemampuan tersendiri guna mencapai harapan yang dicita-citakan dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Untuk memiliki kemampuan tersebut guru perlu membina diri secara optimal sebagai karekteristik pekerjaan profesional.7

Secara definitif operasional, terdapat berbagai macam pandangan mengenai definisi guru, yaitu:

1. Menurut pandangan tradisional, guru adalah seseorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan.

2. Menurut seorang ahli pendidikan, guru adalah seseorang yang menyebabkan orang lain mengetahui atau mampu melaksanakan sesuatu atau memberikan pengetahuan atau keterampilan kepada orang lain8.

Kata guru yang dalam bahasa Arab disebutmu’allimdan dalam bahasa Inggris disebut teacher itu memiliki arti yang sangat sederhana, yaitu: a person whose occupation is teaching other. Artinya, guru ialah seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain9. Demikian pula halnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia guru dibatasi sebagai seseorang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar10.

Dalam Undang-undang R.I No. 14 tahun 2005 tentang guru Bab 1 Pasal 1 dijelaskan, bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini di jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah11.

Menurut Ahmad Tafsir yang dimaksud oleh guru adalah pendidik yang memberikan pelajaran kepada murid, dan biasanya guru adalah pendidik yang memegang mata pelajaran di sekolah12. Jadi apabila dimaksudkan dengan guru agama, maka jawabannya adalah pendidik yang memegang mata pelajaran agama di sekolah, tanpa membeda-bedakan agama tertentu.

Guru agama (Islam) sebagai pemegang dan penanggung jawab mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, menurut Zuhairini mempunyai tugas lain yaitu mengajar

7Euis Kartika, op.cit.,h. 14

8Roestiyah, N.K., StrategiBelajarMengajar,(Jakarta: PT. BinaAksara, 2007), h. 176 9

Muhibbin Syah, loc.cit.

10Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1988), h.228

11

Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen,(Jakarta: SinarGrafika, 2006), hlm. 2.

12Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja

(4)

ilmu pengetahuan agama Islam, menanamkan keimanan ke dalam jiwa anak didik, mendidik anak agar taat menjalankan agama, dan mendidk anak agar berbudi pekerti yang mulia13.

C. KOMPETENSI DAN KARAKTERISTIK GURU PAI

Secara etimologis, kata kompetensi berasal dari kata kompeten, yang diartikan dengan “berhak”, berkuasa atau berwenang. Sedang kompetensi diartikan sebagai suatu hak yang didasarkan pada peraturan tertentu14. Perkataan kompetensi yang

dalam bahasa Inggris disebut dengan Competence diartikan pula sebagai

kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu15.

Kompetensi merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh guru sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara baik sesuai dengan profesi yang dimilikinya16. Selain itu, Broke dan Stone berpendapat bahwa kompetensi guru merupakan gambaran hakekat kualitatif dari perilaku guru atau tenaga kependidikan yang nampak sangat berarti17.

Lebih lanjut dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru dituntut untuk memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies) yang bersifat psikologis, yang meliputi: Kompetensi kognitif (ranah cipta), Kompetensi afektif (ranah rasa), dan Kompetensi psikomotor (ranah karsa)18.

Selain itu, Ramayulis mengemukakan beberapa jenis kompetensi guru agama (Islam), antara lain: 1) Mengenal dan mengakui harkat dan potensi dari setiap individu atau murid yang diajarkan; 2) Membina suatu suasana sosial yang meliputi interaksi belajar mengajar sehingga amat bersifat menunjang secara moral (bathiniah) terhadap murid bagi terciptanya kesefahaman dan kesamaan arah dalam pikiran serta perbuatan murid dan guru; dan 3) Membina suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggung jawab dan saling percaya mempercayai antara guru dan murid19.

Sementara itu, kompetensi guru agama yang dikembangkan oleh Muhaimin dan Abdul Mudjieb meliputi kategori berikut ini, yaitu: 1) penguasaan materi al-Islam yang komprehensif serta wawasan dan bahan penghayatan, terutama pada bidang

13

Zuhairini, dkk, loc.cit.

14Mas’ud Hasan, Kamus Istilah Populer, (Semarang: Bintang Pelajar, t.t.), h.129 15Departemen P dan K, op.cit., h.453

16Nana Sudjana,op.cit., h. 17 17

Tabrani Rusyan, Profesionalisme Tenaga Kependidikan, (Jakarta:Nine Karya Jaya, 1992), h.11

18Muhibbin Syah, op.cit., h.229

(5)

yang menjadi tugasnya; 2) penguasaan strategi (mencakup pendekatan, metode dan teknik) pendidikan Islam, termasuk kemampuan evaluasinya; 3) penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan; 4) memahami prinsif-prinsif dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan pada umumnya guna keperluan pengembangan pendidikan Islam; 5) memiliki kepekaan informasi secara langsung yang mendukung kepentingan tugasnya20.

Sedangkan menurut Hadari Nawawi, bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai pendidik yang sebenarnya, jika di dalam dirinya terkandung beberapa aspek yang diidentifikasi sebagai kompetensi, yaitu meliputi:

1. Berwibawa. Kewibawaan merupakan sikap dan penampilan yang dapat menimbulkan rasa segan dan hormat, sehingga peserta didik merasa memperoleh pengayoman dan perlindungan, yang bukan berdasarkan tekanan, ancaman, ataupun sanksi melainkan atas kesadarannya sendiri.

2. Memiliki sikap tulus ikhlas dan pengabdian sikap tulus ikhlas tampil dari hati yang rela berkorban untuk anak didik, yang diwarnai juga dengan kejujuran, keterbukaan dan kesabaran.

3. Keteladanan

Keteladanan guru memegang peranan penting dalam proses pendidikan, karena guru adalah orang pertama sesudah orang tua yang mempengaruhi pembinaan kepribadian seseorang. Karena itu seorang guru yang baik senantiasa akan memberikan yang baik pula kepada anak didiknya21.

Selain memiliki kompetensi, Mahmud Junus (1966:114) yang dikutip oleh Ahmad Tafsir mengungkapkan sifat-sifat guru Pendidikan Agama Islam yang baik, yaitu:

1. Kasih sayang pada murid 2. Senang memberikan nasehat 3. Senang memberikan peringatan

4. Senang melarang murid melakukan hal yang tidak baik

5. Bijak dalam memilih bahan pelajaran yang sesuai dengan lingkungan murid 6. Hormat pada pelajaran lain yang bukan menjadi pegangannya

7. Bijak dalam memilih bahan pelajaran yang sesuai dengan taraf kecerdasan murid

8. Mementingkan berpikir dan berijtihad 9. Jujur dalam keilmuan, dan

20Abdul Mudjib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993),

h.172

(6)

10. Adil.22

Sementara itu, jenis-jenis kompetensi yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis, bagi seorang guru tak terkecuali guru agama (Islam) adalah meliputi bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berperan dalam masyarakat sebagai warga negara yang berjiwa pancasila, dan mengembangkan sifat-sifat terpuji yang dipersyaratkan bagi jabatan guru23.

Adapun menurut rumusan M. Ngalim Purwanto beberapa jenis sifat guru yang baik antara lain: 1) berperilaku adil, 2) percaya dan suka kepada anak didiknya, 3) bersifat penyabar dan rela berkorban, 4) memiliki kewibawaan, 5) orang yang penggembira, tidak lekas marah, 6) bersikap baik kepada guru lainnya, 7) bersikap baik kepada masyarakat, 8) menguasai benar-benar mata pelajaran yang menjadi pegangannya, 9) berpengetahuan luas, dan 10) menyukai mata pelajarannya24.

D. KARAKTERISTIK PAI DI SEKOLAH

Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.

Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa

22

Ahmad Tafsir, op.cit., h.84

(7)

kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. Tuntutan visi ini mendorong dikembangkannya standar kompetesi sesuai dengan jenjang persekolahan yang secara nasional ditandai dengan ciri-ciri:

1. lebih menitik beratkan pencapaian kompetensi secata utuh selain penguasaaan materi;

2. mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia;

3. memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan untuk mengembangkan strategi dan program pembelajaran seauai dengan kebutuhan dan ketersediaan sumber daya pendidikan.

Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global.

Pendidik diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pencapaian seluruh kompetensi dasar perilaku terpuji dapat dilakukan tidak beraturan. Peran semua unsur sekolah, orang tua siswa dan masyarakat sangat penting dalam mendukung keberhasilan pencapaian tujuan Pendidikan Agama Islam.

Pendidikan Agama Islam di SMP/MTs misalnya, bertujuan untuk:

1. menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan

pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT;

(8)

E. PENGEMBANGAN NUANSA RELIGIUS DI SEKOLAH

Guru PAI dalam konteks pengembangan kompetensi siswa sangat bersentuhan dengan materi dan kompetensi akhlak mulia. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang berupaya untuk mentransfer, membentuk, dan menginternalisasi nilai-nilai religius mempunyai tanggung jawab dalam pembentukan akhlak mulia siswa. Dalam hal ini, guru PAI dapat mengembangkan upaya-upaya sebagai berikut:

1. Menebarkan ucapan salam. Pada kegiatan ini, guru dapat senantiasa

mengucapkan salam kepada anak didiknya di sekolah, mengucapkan salam ketika akan membuka atau menutup pelajarannya; dan menyapa guru lainnya dengan ucapan salam terlebih dahulu.

2. Melaksanakan shalat berjamaah di sekolah. Guru dapat membiasakan shalat berjamaah di sekolah bersama anak didiknya, memberikan contoh keteladanan kepada anak didiknya untuk shalat berjamaah di sekolah, dan melaksanakan shalat berjamaah di sekolah dengan tepat waktu.

3. Pengajian dan baca tulis al-Qur’an. Pada kegiatan ini upaya guru PAI adalah bertadarus al-Qur’an di sekolah dalam rangka menumbuhkan suasana religius di sekolahnya, senantiasa mengajak anak didiknya untuk belajar membaca dan memahami al-Qur’an, dan berupaya menghidupkan kegiatan pengajian atau ceramah keagamaan

4. Kegiatan Praktek Ibadah. Pada kegiatan ini, guru PAI berupaya melaksanakan kegiatan praktek ibadah shalat di sekolah, mengingatkan anak didiknya untuk

mempraktekkan kehidupan keagamaan di sekolah, dan memberikan

keteladanan dalam mempraktekkan amaliyah ibadah kepada anak didiknya. 5. Kegiatan silaturahim di kalangan siswa dan guru. Pada kegiatan ini, guru

(9)

F. PENUTUP

Upaya-upaya pengembangan nuansa religius tersebut, dapat digambarkan sebagai berikut: shalatberjamaah di

Pengajian dan baca

1. mengucapkan salam kepada anak didiknya di sekolah,

2. mengucapkan salam ketika akan membuka atau menutup pelajarannya; 3. menyapa guru lainnya dengan ucapan

salam terlebih dahulu

1. membiasakan shalat berjamaah di sekolah bersama anak didiknya

2. memberikan contoh keteladanan kepada anak didiknya untuk shalat berjamaah di sekolah, 3. danmelaksanakan shalat berjamaah di sekolah

dengan tepat waktu

1. bertadarus al-Qur’an di sekolah dalam rangka menumbuhkan suasana religius di sekolahnya,

2. mengajak anak didiknya untuk belajar membaca dan memahami al-Qur’an, 3. berupaya menghidupkan kegiatan

pengajian atau ceramah keagamaan

1. berupaya melaksanakan kegiatan praktek ibadah shalat di sekolah

2. mengingatkan anak didiknya untuk mempraktekkan kehidupan keagamaan di sekolah,

3. memberikan keteladanan dalam mempraktekkan amaliyah ibadah kepada anak didiknya

1. guru berupaya untuk mengajak siswa untuk bersama-sama menjenguk siswa yang sedang sakit

2. menjalin keakraban dengan anak didiknya dan guru yang lainnya,

(10)

G. DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mudjib. 1993.Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Trigenda Karya Ahmad Tafsir. 2011. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya

Anonimous. 1988.Memelihara Kelangsungan Anak menurut Ajaran Islam.Jakarta: MUI dan UNICEF

Departemen P dan K. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Euis Kartika,Peran Guru PAI dalam Pengembangan Suasana Religius di Sekolah, t.p, h. 1

Hadari Nawawi. 1993.Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia Mas’ud Hasan. t.t.Kamus Istilah Populer. Semarang: Bintang Pelajar

Moh. Uzer Usman. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Muhibbin Syah. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Nana Sudjana. 2003.Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Ramayulis. 1994.Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 1994), h.43-44 Roestiyah, N.K. 2007.Strategi Belajar Mengajar.Jakarta: PT. Bina Aksara

Tabrani Rusyan. 1992. Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Jakarta: Nine Karya Jaya

Referensi

Dokumen terkait

Windows domain user dapat masuk ke PC, Windows domain user bisa mengubah password mereka, dengan menekan Ctrl-Alt-Delete, dll , Drive M: muncul dan akses benar, Roaming profil

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian tentang analisis polimorfisme gen PIGR pada penderita KNF dan individu normal dapat ditarik kesimpulan sebagai bahwa penderita KNF

Pengaruh positif tersebut bermakna bahwa semakin besar jumlah operating profit margin, maka semakin tinggi tingkat perataan laba yang dilakukan oleh manajemen

Setelah dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan diperoleh hasil bahwa rata-rata diameter zona hambat yang terbentuk menunjukkan bahwa

[r]

Penelitian ini berfokus pada membuat model program stokastik untuk permasalahan emergensi logistik banjir di Indonesia yang dirangkai dalam suatu rantai suplai dengan

Berdasarkan hasil penelitian Iskandar (2003), menunjukkan bahwa ekstrak etanol rumput laut jenis Eucheuma cottonii yang memiliki kandungan flavonoid mempunyai

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Fisika